The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

e-modul ini hanya membahas materi tentang cahaya dan fiber optik

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by nasir, 2021-06-02 05:12:14

e-modul Fisika Dasar

e-modul ini hanya membahas materi tentang cahaya dan fiber optik

e-modul Fisika Dasar

Cahaya dan Fiber Optik

Muhammad Nasir,M.Pd

1

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah mencurahkan segala karuniaNya,
sehingga penyusunan e-modul Fisika Dasar ini bisa terselesaikan. Tujuan
penyusunannya adalah untuk membahas materi yang berkaitan dengan cahaya dan
fiber optik yang merupakan bagian dari kajian materi penelitian Disertasi.
Harapannya, melalui e-modul ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan
tentang cahaya dan fiber optik.
Penyusunan laporan makalah ini tentu banyak membutuhkan bantuan dari
orang lain, oleh karena itu diucapkan terimakasih kepada Prof. Cari, M.A., Ph.D,
selaku promotor, Prof. Dr. Widha Sunarno, M.Pd selaku kopromotor 1 dan Dr.
Fitria Rahmawati selaku kopromotor 2 dalam penyusnan Disertasi.
Penulis menyadari dalam penyusunan e-modul ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu diharapkan saran dan kritik yang konstruktif dari
pihak pembaca sebagai acuan untuk menyusun makalah selanjutnya.

Surakarta, Juni 2021

2
ii

DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ................................................................................. i

KATA PENGANTAR ................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................. iii

PETUNJUK PENGGUNAAN E-MODUL ................................................... iv

TUJUAN PEMBELAJARAN ....................................................................... iv

PETA KONSEP ................................................................................. v

KEGIATAN PEMBELAJARAN .................................................................. 6

1. Hakekat Cahaya ..................................................................................... 6

2. Penjalaran Gelombang Cahaya ................................................................. 7

3. Sinar ................... .................................................................................... 9

4. Energi Gelombang Cahaya ....................................................................... 10

5. Pemantulan Cahaya .................................................................................. 11

6. Pembiasan Cahaya.................................................................................... 13

7. Prinsip Huygens ..................................................................................... 16

8. Pemantulan Internal Total......................................................................... 18

9. Penyerapan Cahaya .................................................................................. 20

10. Hamburan Cahaya.................................................................................. 23

11. Dispersi............ ..................................................................................... 24

12. Pandu Gelombang ................................................................................. 26

13. Fiber Optik....... ..................................................................................... 28

a. Jenis Mode Fiber Optik .................................................................... 32

b. Atenuasi Fiber Optik ....................................................................... 34

RANGKUMAN ................................................................................. 36

EVALUASI ................................................................................. 37

DAFTAR PUSTKA ................................................................................. 38

ii3i

PETUNJUK PENGGUNAAN E-MODUL

Sebelum mempelajari lebih lanjut isi e-modul ini, silahkan baca petunjuk
penggunaan modul berikut.

1. Pelajarilah materi secara berurutan dari awal hingga akhir dan ikuti setiap
instruksi dalam e-modul.

2. Segera konsultasikan dengan pendidik jika kamu mengalami kesulitan
dalam mempelajari materi dalam e-modul.

3. Kerjakan soal evaluasi yang terlampir dalam google formulir untuk
menguji pemahamanmu.

4. Narasi dalam kotak berwarna sebagai scaffolding untuk menjawab soal
evaluasi

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah peserta didik mengikuti pembelajaran melalui e-modul ini diharapkan
dapat:

1. Memahami hakekat cahaya
2. Memahami penjalaran gelombang cahaya
3. Memahami karakteristik sinar
4. Memahami energi gelombang cahaya
5. Memahami pemantulan cahaya
6. Memahami pembiasan cahaya
7. Memahami prinsip Huygens
8. Memahami pemantulan internal total
9. Memahami penyerapan cahaya
10. Memahami hamburan cahaya
11. Memahami dispersi
12. Memahami pandu gelombang
13. Memahami fiber optik

4iv

PETA KONSEP
Cahaya

Karakteristik Cahaya Hukum Snellius Pemantulan Internal Total

 Hakekat Cahaya  Pemantulan Pandu Gelombang
 Pembiasan
 Penjalaran Cahaya Fiber Optik
 Sinar Prinsip Huygens
 Energi Gelombang  Jenis Fiber Optik
 Atenuasi Gelombang
 Penyerapan Cahaya
 Hamburan Cahaya

 Dispersi

v5

MATERI PEMBELAJARAN

1. Hakekat Cahaya

Newton (1642-1727) mengungkapkan teori korpuskular cahaya yang

menyatakan bahwa cahaya terdiri dari partikel-partilkel ringan berukuran sangat

kecil yang dipancarkan oleh sumbernya ke segala arah dengan kecepatan yang
sangat tinggi. Sementara menurut Christian Huygens (1629–1695) yang

mengemukakan teori undulasi bahwa cahaya adalah gelombang yang berasal dari

sumber yang bergetar dan merambat dalam medium eter. Teori undulasi ini dapat

menjelaskan peristiwa difraksi, interferensi dan polarisasi tetapi tidak dapat

menerangkan cahaya merambat lurus. Namun percobaan Albert Abraham
Michelson (1852–1931) dan Edward Wiliams Morley (1838–1923) membuktikan

bahwa eter yang dianggap sebagai medium tempat merambatnya cahaya

sebenarnya tidak ada. Thomas Young (1773-1829) dan Agustin Fresnell (1788-

1827) berhasil membuktikan bahwa cahaya dapat melentur (difraksi) dan

berinterferensi. Percobaan yang dilakukan oleh Jeans Leon Foulcoult (1819-1868)

menyimpulkan bahwa cepat rambat cahaya dalam air lebih rendah dibandingkan

kecepatannya di udara (Brij Lal, S.N, 1995).

Percobaan James Clerk Maxwell (1831- 1879) menyatakan bahwa cepat

rambat gelombang-gelombang elektromagnetik sama dengan cepat rambat cahaya

yaitu sebesar m/detik (Serway & Jewett, 2012). Maxwell berkesimpulan

bahwa cahaya adalah termasuk gelombang elektromagnetik. Percobaan Heinrick
Rudolph Hertz (1857–1894) membuktikan bahwa gelombang elektromagnetik

adalah gelombang tranversal, ini sesuai dengan kenyataan bahwa cahaya dapat
mengalami polarisasi. Percobaan Pieter Zeeman (1852–1943) membuktikan

bahwa tentang medan magnet yang kuat berpengaruh terhadap berkas cahaya.

Hasil percobaan ini memperkuat pembuktian Maxwell. Selain itu juga, percobaan
Johannes Stark (1874–1957) menunjukkan bahwa medan listrik yang sangat kuat

dapat berpengaruh terhadap berkas cahaya. Hal ini juga memperkuat kesimpulan

Maxwell (Wilson & Hannabus, 2019).

Meskipun teori klasik kelistrikan dan magnet mampu menjelaskan sifat-sifat

cahaya namun teori tersebut tidak dapat menjelaskan beberapa eksperimen

selanjutnya seperti efek fotolistrik yang ditemukan oleh Hertz yaitu ketika cahaya

mengenai permukaan logam, elektron kadang-kadang terlontar dari permukaan.

Sebagai salah satu contoh kesulitan yang muncul, eksperimen menunjukkan

bahwa energi kinetik elektron yang dikeluarkan tidak bergantung pada intensitas

cahaya. Penjelasan tentang efek fotolistrik dikemukakan oleh Einstein pada tahun

1905 yang menggunakan konsep kuantisasi yang dikembangkan oleh Max Planck

pada tahun 1900. Model kuantisasi mengasumsikan bahwa energi gelombang

cahaya terdapat dalam partikel yang disebut foton. Menurut teori Einstein, energi

foton sebanding dengan frekuensi gelombang elektromagnetik: , dimana

adalah konstanta Plank.

6

Nomor 1

Seiring perkembangan teori cahaya maka cahaya dapat dikatakan
memiliki sifat ganda yaitu cahaya menunjukkan karakteristik gelombang
dalam beberapa situasi dan karakteristik partikel dalam situasi lain (Serway
& Jewett, 2012). Kedua sifat cahaya ini disebut sebagai sifat dualisme
gelombang. Sebagai gelombang cahaya mempunya sifat seperti dapat
dipantulkan, dibiaskan, diinterferensikan, dilenturkan, dan dipolarisasikan.
Sebagai partikel cahaya dapat terlihat pada gejala fisika seperti spektrum
diskrit atomik, adanya efek fotolistrik, dan efek Compton yang menunjukkan
foton dapat mengalami tumbukan.

2. Penjalaran Gelombang Cahaya
Cahaya merupakan salah satu bagian dari gelombang elektromagnetik yang

mana komonen penyusunnya terdiri dari medan listrik ( ) dan medan magnet ( )
(Alex, 1998). Komponen gelombang elektomagnetik terdiri medan listrik dan
medan magnet yang saling tegak lurus terhadap arah rambatnya seperti pada
Gambar 1.

Gambar 1. Komponen gelombang elektromagnetik terdiri dari medan listrik ( )
dan medan magnet ( ) (Serway & Jewett, 2012).

Nomor 2

Gambar 1(a) menunjukkan bahwa saat waktu sesaat, gelombang
elektromagnetik bergerak dengan kecepatan ke arah positif, dimana medan
listrik ( ) searah dan medan magnet ( ) searah . Bidang medan listrik
dan medan magnet hanya bergantung pada dan . Gambar 1(b)
mempresentasikan gelombang elektromagnetik sinusoidal yang bergerak ke
arah positif dengan kecepatan . Medan listrik ( ) dan magnet ( ) selalu
tegak lurus terhadap arah rambat gelombang. Perkalian kross selalu
memberikan arah rambat gelombang.

Cahaya termasuk jenis gelombang transversal karena arah getar medan
listrik dan medan magnet saling tegak lurus terhadap arah rambat
gelombang. Penomena yang menunjukkan bahwa cahaya merupakan
gelombang transversal adalah arah getar cahaya bisa dipolarisasikan seperti
yang ditunjukkan pada gambar 2.

7

Gambar 2. Arah getar gelombang cahaya yang mengalami polarisasi

Gambar 2 menunjukkan contoh gelombang cahaya yang mengalami polarisasi
transversal medan listrik, sehingga komponen yang masih menjalar adalah
komponen medan listrik yang tegak lurus terhadap arah rambatnya. Sementara
komponen medan magnetnya searah terhadap arah getarnya. Jenis arah polarisasi
cahaya berupa transverasal electric ( ) atau transversal magnetic ( ) (Shaw,
2004; Chartier, 2005). kadang disebut gelombang yang dicirikan oleh fakta
bahwa vektor listrik ( ) selalu tegak lurus dengan arah rambat. Pada , medan
listrik melintang ke arah rambat sedangkan medan magnet normal ke arah rambat
( ). disebut juga gelombang , dicirikan oleh fakta bahwa
vektor magnet selalu tegak lurus dengan arah rambat. Pada , medan magnet
melintang ke arah rambat sedangkan medan listrik normal ke arah rambat
( )(Chartier, 2005).

Persamaan gelombang cahaya dapat direpresentasikan seperti persamaan
gelombang elektromagnetik yaitu persamaan diferensial orde dua yang
menjelaskan perambatan gelombang elektromagnetik melalui ruang hampa atau
medium. Untuk gelombang elektromagnetik yang bergerak pada ruang hampa
dalam waktu ke arah sumbu maka persamaan umum gelombangnya dapat
ditulis:

(1a)

(1b)

Dimana , sehingga kecepatan √ adalah kecepatan gelombang

elektromagnetik pada ruang hampa dengan permeabilitas ruang hampa yang

nilainya , adalah permitivitas ruang hampa yang nilainya

. Sedangkan merupakan persamaan diferensial

orde 2 terhadap sumbu , begitu juga merupakan persamaan diferensial orde 2

terhadap . Dengan memasukkan harga dan diatas maka di peroleh cepat

rambat gelombang elektromagnetik sebesar

. Nilai sama dengan kecepatan cahaya, hal ini yang membuktikan
bahwa cahaya termasuk gelombang elektromagnetik (Halliday, Resnick &
Walker, 2013). Jadi, persamaan (1) merepresentasikan penjalaran gelombang
cahaya terhadap arah sumbu dalam waktu sesaat dengan kecepatan .

Kecepatan cahaya selain direpresentasikan oleh seper akar nilai
konstanta permeabilitas ruang hampa dan permitivitas ruang hampa namun
juga bisa diformulasikan dalam bentuk rasio dari amplitudo medan listrik dan
medan magnet dihubungkan oleh (Ling, Sanny, & Moebs, 2018).

8

(2)

Dimana adalah amplitudo maksimum medan listrik dan adalah amplitudo
maksimum medan magnet. Persamaan (2) diperoleh dengan cara menerapkan

hukum induksi Faraday . Dengan menurunkan fungsi gelombang medan

listrik ( ) terhadap sumbu dan fungsi gelombang medan
magnet ( ) terhadap waktu , lalu hasil turunan tersebut

dimasukkan ke persamaan hukum induksi Farady maka diperoleh

() ()

Dimana rasio dari adalah kecepatan fase gelombang berjalan yang

nilainya sama dengan kecepatan cahaya seperti persamaan (2). Jadi, persamaan

(2) menunjukkan bahwa keceptan cahaya berbanding lurus terhadap amplitudo

medan listrik dan berbanding terbalik terhadap nilai amplitudo medan magnet.

Dengan mensubtitusikan fungsi gelombang medan listrik

( ) dan fungsi gelombang medan magnet ( ) ke

persamaan (2) maka diperoleh

(3)

Persamaan (3) menunjukkan bahwa nilai kecepatan cahaya selain
direpresentasikan oleh rasio nilai amplitudo medan listrik dan medan amplitudo
medan magnet seperti persamaan (2) namun juga bisa direpresentasikan oleh rasio
dari nilai medan listrik dan medan magnetnya.

3. Sinar

Nomor 3 & 4

Cahaya dapat menjalar dari sumber ke lokasi lain dengan cara: (1)
Cahaya datang langsung dari sumbernya melalui ruang hampa seperti dari
matahari ke bumi; (2) Cahaya dapat merambat melalui berbagai media
seperti udara dan kaca; dan (3) Cahaya juga merambat setelah dipantulkan
seperti melalui cermin. Penjalaran cahaya dalam kasus ini dapat dimodelkan
sebagai garis lurus yang disebut sinar.

Sinar merupakan garis lurus yang dijadikan sebagai representasi arah
perambatan sebuah gelombang cahaya (Serway & Jewett, 2012). Sinar
memiliki karakteristik yaitu (1) Sinar merambat tegak lurus dengan muka
gelombang; (2) Sinar merambat lurus pada media homogen dan melengkung
pada media heterogen; (3) Sinar dapat dipantulkan dan dibiaskan; (4) Jalur
sinar dapat dibalik.

Eksperimen menunjukkan bahwa ketika cahaya berinteraksi dengan suatu
objek yang besarnya beberapa kali lebih besar dari panjang gelombangnya, maka
ia bergerak dalam garis lurus dan bertindak seperti sinar. Karakteristik

9

gelombangnya tidak dipertimbangkan dalam kasus seperti ini. Jika panjang
gelombang cahaya tampak besarnya kurang dari satu mikron (seperseribu
milimeter) maka ia akan bertindak seperti sinar dimana ia bertemu dengan benda
yang lebih besar dari satu mikron (Ling, Sanny, & Moebs, 2018).

Sinar dari gelombang tertentu adalah garis lurus tegak lurus ke muka
gelombang seperti yang diilustrasikan pada Gambar 3 untuk gelombang bidang.

Gambar 3. Gelombang bidang merambat ke kanan (Serway & Jewett, 2012).

Gambar 3 menunjukkan bahwa sinar selalu mengarah ke arah rambat gelombang
yang direpresentasikan oleh garis lurus yang tegak lurus ke muka gelombang.
Muka gelombang merupakan bidang yang selalu tegak lurus (sperti tiga buah
bidang khayal yang berwarna biru pada Gambar 3) terhadap arah rambat sinar.
Optik geometris mengasumsikan perjalanan cahaya dalam arah tetap dalam garis
lurus saat melewati media yang seragam dan mengubah arahnya ketika bertemu
dengan permukaan media yang berbeda atau jika sifat optik media tidak seragam.

4. Energi Gelombang Cahaya

Laju energi gelombang cahaya per satuan luas dapat direpresentasikan oleh

sebuah vektor yang disebut vektor Poynting dengan definisi (Halliday, Resnick &

Walker, 2013). (4)
⃗ ⃗⃗ ⃗⃗

Besarannya terkait dengan laju energi gelombang cahaya melintasi area setiap

saat sehingga satuan vektor Poynting dalam SI adalah .
Karena ⃗⃗ dan ⃗⃗ saling tegak lurus antara satu dengan yang lainnya maka nilai
⃗⃗ ⃗⃗ adalah sehingga besarnya nilai adalah

(5)

dimana , , dan adalah nilai sesaat. Karena besaran dan saling terkait satu

sama lainnya sehingga persamaan (5) bisa diformulasikan dalam bentuk satu

kompoen misalnya dalam komponen medan listrik , hal ini dipilih karena

sebagian besar instrumen untuk mendeteksi gelombang elektromagnetik

menggunakan komponen gelombang listrik daripada komponen magnet .

Dengan menggunakan hubungan pada persamaan (2) maka

persamaan (5) dapat ditulis kembali dalam komponen listrik

10

(6)

Dengan mensubtitusikan persamaan gelombang medan listrik (

) ke dalam persamaan (6) maka diperoleh persamaan untuk laju energi sebagai

fungsi waktu. Namun, yang lebih berguna dalam praktik adalah rata-rata energi

yang diangkut dari waktu ke waktu ( ) yang disebut juga intensitas

gelombang .

[] [( )] (7)

Dengan mengintegralkan ( ) didapatkan nilai sehingga persamaan

(7) dapat ditulis kembali (Ling, Sanny, & Moebs, 2018).

(8)

Persamaan (8) menunjukkan bahwa nilai intensitas cahaya berbanding lurus
dengan kuadrat amplitudo medan listrik. Jadi, jika amplitudo gelombang medan
listrik diperbesar menyebabkan intensitas juga menjadi lebih besar.

Karena dalam alat ukur listrik biasanya yang diukur adalah kuantitas root-
mean-square sehingga dapat didefinisikan kuantitas medan listrik dalam bentuk
medan sebagai

√ (9)
Dengan mensubtitusikan persamaan (9) ke persamaan (8) maka diperoleh

persamaan intensitas gelombang

(10)

Persamaan (10) menujukkan bahwa nilai intensitas cahaya berbanding lurus
terhadap kuadrat dari medan listrik yang terukur oleh alat ukur.

5. Pemantulan Cahaya
Pemantulan cahaya adalah proses perubahan arah rambat cahaya ke sisi

medium asalnya setelah menumbuk antarmuka dua medium. Pemantulan cahaya
dari permukaan yang halus disebut pemantulan spekular sedangkan pemantulan
dari permukaan kasar dikenal sebagai pemantulan difus (Serway & Jewett, 2008).
Suatu permukaan berperilaku sebagai permukaan halus selama variasi permukaan
jauh lebih kecil daripada panjang gelombang cahaya datang.

(a) (b)
Gambar 5. Skema representasi (a) pemantulan specular dan (b) pemantulan difus

11

Nomor 6

Gambar 5(a) menunjukkan pemantulaan teratur (spekular), dimana semua
sinar yang dipantulkan sejajar satu sama lain. Pada pemantulan teratur,
hanya pengamat pada sudut tertentu yang melihat cahaya yang dipantulkan.
Gambar 5(b) mengilustrasikan bagaimana permukaan kasar memantulkan
cahaya. Ketika cahaya mengenai bagian yang berbeda dari permukaan pada
sudut yang berbeda, maka cahaya itu dipantulkan ke berbagai arah
(menyebar). Cahaya yang disebar inilah yang memungkinkan kita untuk
melihat objek dari sudut manapun. Pada pemantulan baur, arah pemantulan
tidak teratur sehingga terkadang diasumsikan hukum Snellius tentang
pemantulan tidak berlaku karena terpikir garis normal bidang hanya satu
arah, padahal arah garis normal pada bidang kasar tidak hanya satu arah,
karena tiap segmen kekasaran bidang memiliki arah garis normal tersendiri.
Dengan demikian, walaupun arah sinar tidak teratur maka hukum Snellius
tentang pemantulan tetap berlaku pada tiap segmen kekasaran bidang.

Andaikan sinar cahaya yang merambat dari udara menuju permukaan yang
datar dan halus seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6. Sinar datang dan sinar
pantul masing-masing membentuk sudut dan , dimana sudut tersebut diukur
antara garis normal dan sinar. Garis normal adalah garis yang ditarik tegak lurus
ke permukaan pada titik di mana sinar datang mengenai permukaan.

Gambar 6. Sinar datang, sinar pantulan, dan garis normal terletak pada bidang
yang sama (Serway, & Jewett, 2004).

Gambar 6 menunjukkan bahwa sinar datang adalah sinar yang menyentuh
permukaan. Sudut antara sinar datang dan garis tegak lurus dengan permukaan
(garis normal) adalah sudut datang. Sinar pantul adalah sinar yang mewakili
cahaya yang dipantulkan oleh permukaan. Sudut antara garis normal dengan sinar
pantul disebut sebagai sudut pantul.

Eksperimen dan teori menunjukkan bahwa sudut pemantulan sama dengan
sudut datang (Serway & Jewett, 2012; ):

(11)

12

Nomor 5
Persamaan (11) adalah representasi matematis dari model hukum pemantulan
yang dikenal sebagai hukum Snellius tentang pemantulan. Dari gambar (6)
dan persamaan (11) dapat diilustrasikan bunyi hukum Snellius tentang
pemantulan yaitu (1) Sinar datang, sinar pantul, dan garis normal berpotongan
pada satu titik dan terletak pada satu bidang datar; dan (2) Sudut datang sinar ( )
sama dengan sudut pantul ( ). Hasil penelitian Gjurchinovski (2004) tentang
pantulan cahaya dari cermin yang bergerak menunjukkan bahwa sudut pantulan
cahaya bergantung pada sudut datang, sudut kemiringan, dan kecepatan cermin yang
bergerak.

6. Pembiasan Cahaya
Ketika seberkas cahaya merambat melalui medium transparan menuju batas

medium transparan lainnya seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7 (medium
udara dan air), maka sebagian energi dipantulkan dan sebagian lagi memasuki
medium kedua. Sinar yang memasuki media kedua dibiaskan di batas dan
dikatakan mengalami pembiasan. Sinar bias merupakan sinar yang
diteruskan/ditransmisikan melalui permukaan menuju medium ke dua. Sudut
antara sinar bias dengan garis normal dikenal sebagai sudut pembiasan. Sinar
datang, sinar pantul, dan sinar yang dibiaskan semuanya terletak pada bidang
yang sama.

Gambar 7. (a) Pembiasan berkas cahaya dari medium udara ( ) menuju medium
air ( ), (b) Pembiasan berkas cahaya dari medium air ( ) menuju medium
udara ( ) (Serway & Jewett, 2012).

13

Nomor 8

Gambar 7(a) menunjukkan bahwa berkas cahaya bergerak dari udara
denagn sudut ke dalam air, dimana berkas cahaya melambat saat
memasuki air dan dibiaskan dengan sudut mendekati arah garis normal.
Karena indeks bias udara lebih kecil dari indeks bias air, sehingga dapat
dikatakan bahwa jika sinar datang dari medium renggang (udara) menuju
medium lebih rapat (air) maka sinar akan dibiaskan mendekati garis normal.
Gambar 6(b) menunjukkan bahwa berkas cahaya bergerak dari air dengan
sudut datang ke udara, kecepatan cahaya meningkat saat memasuki udara
dan dibiaskan dengan udut menjauhi garis normal. Karena indeks bias air
lebih besar dari indeks bias udara, sehingga dapat dikatakan bahwa jika sinar
datang dari medium rapat (air) menuju medium lebih renggang (udara) maka
sinar akan dibiaskan menjauhi garis normal.

Sudut bias, pada Gambar 7 bergantung pada indeks bias kedua media dan
sudut datang serta terjadi perubahan kecepatan cahaya saat memasuki media,
sehingga dapat dibuat hubungan.

(12)

dimana adalah kecepatan cahaya di media pertama dan adalah kecepatan
cahaya di media kedua. menunjukkan nilai indeks bias medium pertama yang
dan menunjukkan indeks bias medium kedua. Persamaan (12) menunjukkan
adanya hubungan antara sudut datang, nilai indeks bias dan kecepatan cahaya
pada medium. Nilai sudut bias berbanding terbalik dengan nilai indeks bias
medium pertama namun sebanding dengan kecepatan cahaya dalam medium
pembias.

Indeks bias didefinisikan sebagai perbandingan antara kecepatan cahaya
pada ruang hampa terhadap kecepatan cahaya pada suatu medium. Indeks bias
secara matematis dapat diformulasikan dalam bentuk persamaan (Bass, Stryland,
Williams, & Wolfe, 1995).

(13)
Dimana = indeks bias; = kecepatan cahaya dalam ruang hampa; dan = cepat
rambat cahaya pada suatu medium.

Ketika cahaya bergerak dari satu medium ke medium lainnya, frekuensinya
tidak berubah tetapi panjang gelombangnya berubah. Ilustrasi perubahan panjang
gelombang saat memasuki medium dengan sudut datang tegak lurus dengan
bidang (sudut ) ditunjukkan oleh Gambar 8. Saat gelombang datang dengan
sudut datang tegak lurus dengan bidang batas maka terjadi pembiasan nilai seperti
perubahan panjang gelombang, perubahan kecepatan, dan energi namun tidak
terjadi pembiasan arah gelombang.

14

Gambar 8. Saat gelombang bergerak dari medium 1 ke medium 2, panjang
gelombangnya berubah tetapi frekuensinya tetap konstan (Serway & Jewett,
2008).

Nomor 7

Gambar 8 mengilustrasikan sebuah gelombang cahaya melewati titik
di medium 1 dengan frekuensi tertentu maka frekuensi gelombang melewati
titik di medium 2 harus sama dengan frekuensi yang dilewatinya titik A.
Jika tidak demikian, maka energi akan menumpuk di perbatasan (Serway &
Jewett, 2008). Karena kecepatan cahaya di medium pertama tidak sama
dengan kecepatan cahaya di medium kedua sehingga panjang gelombang di
medium pertama juga tidak sama dengan panjang gelombang cahaya saat
berada di dalam medium kedua. Hubungan antara kecepatan cahaya,
frekuensi, dan panjang gelombang dapat diformulasikan dalam bentuk
persamaan matematis, yaitu:

Berkas cahaya datang: dan berkas cahaya bias:

Selanjutnya hubungan antara indeks bias dan panjang gelombang dapat diperoleh
dengan cara membagi persamaan kecepatan berkas cahaya pada medium pertama
dan kecepatan cahaya pada medium kedua:

(14)

Dengan menghubungkan kecepatan cahaya pada medium dengan persamaan
indeks bias (13) maka diperoleh hubungan baru antara panjang gelombang,
kecepatan cahaya, dan indeks bias:

(15)

Dengan menggabungkan hubungan antara persamaan (12) dan (15) maka
persamaan hukum Snellius tentang pembiasan dapat ditulis kembali menjadi:

(16)

Persamaan (16) menunjukkan adanya hubungan antara sudut datang, nilai indeks
bias, kecepatan gelombang dan panjang gelombang saat gelombang dibiaskan
dalam medium. Semakin tinggi nilai medium suatu medium pembias maka
kecepatan gelombang semakin lambat dan panjang gelombang semakin besar.

15

7. Prinsip Huygens

Prinsip Huygens adalah konstruksi geometris yang menggunakan konsep

muka gelombang lama untuk menentukan posisi muka gelombang baru dalam

waktu sesaat. Prinsip Huygens menyatakan bahwa (Serway & Jewett, 2012):
“Semua titik pada muka gelombang tertentu diambil sebagai sumber titik untuk

menghasilkan gelombang bola sekunder yang disebut sebagai gelombang titik

(wavelet). Setelah selang waktu tertentu, posisi muka gelombang baru adalah
permukaan yang bersinggungan dengan gelombang titik”. Muka gelombang baru

dapat dipandang sebagai gabungan muka gelombang yang dihasilkan sumber

gelombang titik pada muka gelombang lama. Tiap sumber gelombang titik

menghasilkan muka gelombang berbentuk bola. Penjumlahan semua muka

gelombang titik menghasilkan muka gelombang baru.

Andaikan gelombang bidang bergerak melalui ruang bebas, seperti yang

ditunjukkan pada Gambar 10. Pada , muka gelombang ditunjukkan oleh

bidang . Dalam konstruksi Huygens, setiap titik di muka gelombang dianggap

sebagai sumber titik. Dengan titik-titik sebagai sumber gelombang, digambarkan

lingkaran dengan jari-jari , di mana adalah kecepatan cahaya dalam ruang

hampa dan adalah interval waktu selama gelombang merambat. Permukaan

yang ditarik bersinggungan dengan gelombang titik adalah bidang yang

merupakan bagian depan gelombang di kemudian waktu, yang mana bidang

tersebut sejajar dengan .

Gambar 10 Konstruksi Huygens untuk gelombang bidang yang merambat ke
kanan

Untuk membuktikan persamaan hukum Snellius tentang pemantulan secara
teoritik maka penjalaran sinar datang dan sinar pantul direpresentasikan dalam
bentuk konstruksi Huygens seperti ditunjukkan oleh Gambar 11.

16

Gambar 11. Konstruksi pemantulan Huygens (Serway & Jewett, 2012).

Gambar 11(a) mengilustrasikan bahwa garis pada mewakili bagian muka

gelombang datang dari sinar 1 yang mengenai bidang batas. Saat itu, gelombang

di mengirimkan wavelet Huygens (busur melingkar yang berpusat di ) menuju

. Pada saat yang sama, gelombang di memancarkan wavelet Huygens (busur

melingkar yang berpusat di ) menuju . Karena kedua sinar 1 dan 2 bergerak

dengan kecepatan yang sama, kita harus mempunyai . Gambar

11(b) merupakan cuplikan dari gambar 11(a) yang hanya mengisolasi segitiga

dan . Kedua segitiga ini kongruen karena memiliki sisi miring AC yang

sama dan karena .

Dari Gambar 10(b), dengan menggunakan teorem Phytagoras, diperoleh

dan (17)

Dari hubungan Gambar 11(a) dan Gambar 11(b) diperoleh dan

, karena maka diperoleh

(terbukti bahwa sudut datang sama dengan sudut pantul)
Pembuktian persamaan hukum Snellius tentang pembiasan secara teoritis
menggunakan konstruksi prinsip Huygens dilakukan dengan cara
menggambarkan penjalaran sinar datang dan sinar bias seperti Gambar 12.

Gambar 12. Konstruksi pembiasan Huygens (Serway & Jewett, 2012).

Gambar 12 menunjukkan gelombang di mengirimkan Huygens (busur

berpusat di ) menuju . Pada interval waktu yang sama, gelombang di

mengirimkan Huygens (busur berpusat di ) menuju . Karena kedua

17

ini bergerak melalui media yang berbeda, jari-jari juga

berbeda. Jari-jari dari adalah , dimana adalah kecepatan

gelombang di medium kedua. Jari-jari wavelet dari adalah , dimana

adalah kecepatan gelombang di media pertama.

Dari segitiga dan diperoleh

dan (18)

Dengan membagi persamaan kedua dengan persamaan pertama diperoleh

(terbukti hukum pembiasan)

Jadi, dengan menggunakan konstruksi geometri berdasarkan prinsip Huygens
dapat dibuktikan persamaan hukum pemantulan dan pembiasan pada antar muka
bidang batas transparan.

8. Pemantulan Internal Total
Pemantulan internal total merupakan suatu fenomena dimana tidak ada

cahaya yang dibiaskan ketika cahaya melewati suatu medium yang berbeda,
semua cahaya tersebut dipantulkan kembali. Pemantulan internal total terjadi
ketika cahaya diarahkan dari medium yang memiliki indeks bias lebih rapat
misalnya kaca ke medium yang memiliki indeks bias lebih rendah misalnya udara
seperti ditunjukkan pada Gambar 16.

Nomor 9, 10, 11, & 12

Sinar yang dibiaskan menjauhi normal karena lebih besar dari .
Pada suatu sudut datang tertentu , disebut sudut kritis, sinar bias bergerak
sejajar dengan bidang batas sehingga sudut bias ° Pada kondisi
sudut datang , semua energi cahaya datang dipantulkan
(Serw y & Jewe ) Jika sudut datang diperbesar lagi melebihi sudut

kritis maka seluruh berkas sinar dipantulkan ke dalam medium pertama atau

tidak ada sinar yang dibiaskan ke medium kedua. Sudut kritis terjadi jika

sinar merambat dari medium rapat menuju medium renggang.

Gambar 16. Pembiasan cahaya dari kaca menuju udara (a) ; (b) ;
dan (c)
Gambar 16(a) menunjukkan bahwa jika sudut datang lebih kecil dari sudut kritis
maka sinar akan dibiaskan ke medium kedua dengan sudut bias . Gambar 16(b)

18

menunjukkan bahwa sudut sinar datang sama dengan sudut kritis sehingga sudut
biasnya bernilai °, dengan kata lain sinar bias sejajar dengan bidang pembatas
antara muka dua medium. Dengan menggunakan hukum Snellius, dapat
diturunkan persamaan sudut kritis.

°

( ) (19)

Nomor 13 & 14

Persamaan (19) hanya dapat digunakan jika lebih besar dari . Artinya,
pemantulan internal total hanya terjadi jika cahaya diarahkan dari medium
dengan indeks bias tertentu ke medium dengan indeks bias lebih rendah. Jika
lebih kecil dari , maka persamaan (19) akan menghasilkan ;
ini adalah hasil yang tidak berarti karena sinus suatu sudut tidak pernah bisa
lebih besar dari satu.

Untuk sudut datang lebih besar dari , sinar sepenuhnya dipantulkan
ke dalam medium kaca, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 16(c). Jika
lebih besar daripada , tidak terjadi pembiasan, namun yang terjadi adalalah
pemantulan internal total (internal total reflection) dari berkas cahaya datang
(Zanella et al., 2003; Voros, & Johnsen, 2008; You, Wang, Wang, Pan, &
Zhou, 2008).

Jika dalam keadaan pemantulan total maka komponen dari vektor

Poynting sama dengan nol sehingga tidak ada energi gelombang cahaya yang

ditransmisikan kedalam bahan-2 (Messica, Greenstein & Katzir, 1996). Saat

terjadi pemantulan total maka reflektans sedangkan transmittans

. Namun transmissi tidak sama dengan nol. Hal ini

menunjukkan bahwa meskipun cahaya mengalami pemantulan internal total

namun medan-medan itu masih dapat menyelusup kedalam bahan-2. Untuk
menjelaskan hal ini, misalkan fungsi medan listrik yang menyelusup kedalam

bahan-2 adalah ⃗⃗ ⃗) (20)
⃗⃗ ( (21)

dimana
⃗⃗ ⃗

Dengan hukum Snellius

atau ; | | Dengan demikian

dan pada keadaan pemantulan total berlaku
maka persamaan (21) dapat dinyatakan seperti

⃗⃗ ⃗ | | [( ) ] (22)

Oleh sebab itu, medan listrik dalam persamaan (20) dapat dituliskan menjadi

⃗⃗ ( ) (23)

19

dengan merupakan faktor attenuasi gelombang dengan persamaan.

[( ) ] √ (24)

Faktor atenuasi akan meningkat seiring dengan membesarnya kerapatan
suatu bahan dan juga cepat rambat sinyal dalam fiber optik. Persamaan (25)
menunjukkan bahwa medan yang ditransmissikan menjalar sejajar dengan batas
kedua bahan dengan muka gelombang yang digambarkan oleh permukaan
konstan. Amplitudo gelombang itu menurun secara eksponensial terhadap .

Penurunan amplitudo hingga menjadi tercapai pada jarak penetrasi ,

yakni

√ (26)

Fenomen penurunan amplitudo gelombang secara eksponensial terjadi saat
gelombang cahaya memasuki cladding fiber optik pada jarak yang kecil dan
membentuk medan elektromagnetik disebut sebagai gelombang evanescent.
Energi gelombang yang dihasilkan akan menurun secara eksponensial dari batas
antara core dan cladding seperti diperlihatkan Gambar 17.

Gambar 17. Penggambaran amplitudo gelombang evanescent pada keadaan
pemantulan total (Papathanassoglou, & Vohnsen, 2003).

Gambar 17 mengilustrasikan gelombang evanescent yang
merambatnmemasuki daerah cladding dan energi gelombang menurun secara
eksponensial. Dimana menunjukkan medan gelombang dan kedalam
penetrasi gelombang (depth penetration). Depth penetration adalah kedalaman
gelombang yang memasuki cladding dan mengalami penurunan secara
eksponesial. Kuantitas mengalami penurunan secara eksponensial jika menurun
pada tingkat yang sebanding dengan nilainya saat ini.

Jika gelombang evanescent meluas dengan amplitudo yang cukup besar
melintasi medium ke dalam daerah terdekat yang ditempati oleh bahan indeks
tinggi, energi dapat mengalir melalui celah dalam apa yang dikenal sebagai
frustrated total internal reflection (FTIR) atau penetrasi penghalang optik
(Zanella, 2003; Voros & Johnsen, 2008).

9. Penyerapan Cahaya
Bila berkas cahaya monokromatik paralel merambat dalam ruang hampa

tanpa perubahan intensitas atau status polarisasinya, kemudian partikel kecil
dimasukkan ke dalam berkas cahaya tersebut, seperti yang diilustrasikan pada
Gambar 18(a), maka akan menyebabkan beberapa efek berbeda. Pertama, partikel
dapat mengubah sebagian energi yang terkandung dalam berkas menjadi bentuk

20

energi lain seperti panas. Fenomena ini disebut absorpsi (absorption). Kedua,
partikel tersebut mengekstraksi sebagian energi datang dan menyebarkannya ke
segala arah pada frekuensi berkas datang. Fenomena ini disebut hamburan elastik
(elastic scattering). Ketiga, menimbulkan cahaya dengan keadaan polarisasi yang
berbeda dari sinar datang. Sebagai hasil dari absorpsi dan hamburan, energi
pancaran datang dikurangi dengan jumlah yang sama dengan jumlah energi yang
diserap dan dihamburkan. Pengurangan ini disebut kepunahan (extinction).
Tingkat kepunahan untuk komponen polarisasi yang berbeda dari berkas datang
bisa berbeda. Fenomena ini disebut dichroism dan dapat menyebabkan perubahan
status polarisasi sinar setelah melewati partikel. Selain itu, jika suhu absolut
partikel tidak sama dengan nol, maka partikel tersebut juga memancarkan radiasi
ke segala arah dan pada semua frekuensi, distribusi berdasarkan frekuensi
bergantung pada suhu. Fenomena ini disebut emisi termal (thermal emission).

Partikel yang membentuk kelompok acak seringkali dapat dianggap sebagai
penghambur independen. Ini berarti bahwa respons elektromagnetik setiap
partikel dalam kelompok dapat dihitung menggunakan matriks kepunahan dan
fasa yang menggambarkan hamburan gelombang elektromagnetik bidang oleh
partikel yang sama tetapi ditempatkan di ruang homogen tak hingga dalam isolasi
lengkap dari semua partikel lainnya seperti Gambar 18(a). Secara umum, hal ini
menjadi mungkin ketika (1) setiap partikel berada di zona medan jauh dari semua
partikel lain yang membentuk grup, dan (2) hamburan oleh partikel individu tidak
koheren, yaitu tidak ada hubungan fase sistematis antara gelombang parsial yang
tersebar oleh partikel individu selama interval waktu yang diperlukan untuk
melakukan pengukuran (Mishchenko, Travis, & Lacis, 2002).

21

Gambar 18. Ilustrasi hamburan cahayaoleh partikel

Ketika gelombang bidang menerangi elemen volume kecil yang berisi
kumpulan partikel, seperti yang digambarkan secara skematis pada Gambar 18(c).
Setiap partikel tereksitasi oleh medan luar dan medan sekunder dihamburkan oleh
semua partikel lainnya. Namun, jika jumlah partikelnya cukup kecil dan
pemisahannya cukup besar, maka kontribusi gelombang sekunder ke medan yang
menarik setiap partikel jauh lebih kecil daripada medan eksternal. Oleh karena itu,
total bidang tersebar dapat didekati dengan baik oleh jumlah bidang yang
dihasilkan oleh masing-masing partikel sebagai respons terhadap bidang eksternal
dalam isolasi dari partikel lainnya. Pendekatan ini disebut pendekatan hamburan
tunggal. Dengan mengasumsikan juga bahwa posisi partikel cukup acak, maka
penampang melintang optik dan matriks kepunahan dan fase dari elemen volume
diperoleh dengan cara menjumlahkan karakteristik masing-masing dari semua
partikel penyusun.

Nomor 19

Saat matahari memancarkan sinar, penyerapan tidak hanya terjadi pada
penyerapan radiasi namun juga terjadi penyerapan spektrum. Penyerapan
sinar matahari oleh bahan jika bahan tersebut didoping menggunakan Silikon
(Wu, Liu, & Huang, 2019). Hasil pengamatan Fraunhofer (1814) terhadap
spektrum matahari menunjukkan adanya beberapa garis gelap pada spektrum
sinar matahari yang disebut garis Fraunhofer seperti terlihat pada Gambar
19. Ketika sinar matahari melewati atmosfer gas yang mengelilingi matahari,
gas tersebut menyerap panjang gelombang karakteristik tertentu. Panjang
gelombang yang diserap ini menghasilkan garis-garis gelap pada spektrum
yang diamati. Komposisi atmosfer matahari ditentukan dengan
membandingkan garis-garis yang hilang dalam spektrum yang diamati
dengan spektrum emisi yang diketahui dari berbagai elemen.

22

Gambar 19. Garis Fraunhofer muncul dalam spektrum serapan matahari (Glencoe
Program, 2005).

Penyerapan spektrum dapat diamati dengan melewatkan cahaya putih
melalui sampel gas dan spektroskop, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 20(a).
Karena gas menyerap panjang gelombang tertentu, maka spektrum cahaya putih
yang biasanya terus menerus memiliki garis gelap di dalamnya setelah melewati
gas. Untuk gas, garis terang spektrum emisi dan garis gelap spektrum serapan
sering muncul pada panjang gelombang yang sama, seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 20(b) dan Gambar 20(c). Jadi, elemen gas yang dingin menyerap panjang
gelombang yang sama yang dipancarkannya saat tereksitasi. Komposisi gas dapat
ditentukan dari panjang gelombang garis gelap spektrum absorpsi gas.

Gambar 20. (a) Peralatan untuk menghasilkan spektrum absorpsi Sodium; (b)
Spektrum emisi Sodium terdiri dari beberapa garis berbeda; (c) Spektrum
penyerapan natrium hampir terus menerus (Glencoe Program, 2005).

10. Hamburan Cahaya
Cahaya adalah medan elektromagnetik yang berosilasi yang dapat

membangkitkan muatan dalam materi untuk berosilasi. Gelombang
elektromagnetik yang dipancarkan adalah gelombang yang terhambur. Sebuah
partikel tunggal dapat dianggap sebagai kumpulan antena dipolar kecil yang
digerakkan untuk menghamburkan medan listrik yang berosilasi. Hamburan oleh
susunan antena yang koheren tergantung pada ukuran dan bentuknya, sudut
pengamatan (sudut hamburan), respons antena individu (komposisi), dan keadaan
polarisasi serta frekuensi gelombang datang. Geometri, komposisi, dan sifat
iluminasi merupakan penentu hamburan partikel (Bass, Stryland, Williams, &
Wolfe, 1995).

23

Nomor 18

Penghamburan cahaya adalah proses dimana partikel gas menyerap
cahaya tampak matahari dan dipancarkan kembali ke berbagai arah. Teori
penghamburan menurut Rayleigh bahwa semakin rendah panjang gelombang
yang dipancarkan oleh cahaya tampak maka semakin banyak pula yang
dihamburkan. Panjang gelombang yang paling rendah di antara ketujuh
cahaya tampak adalah biru, nila, dan ungu.

Panjang gelombang dari cahaya nila dan ungu memang lebih rendah,
namun kuantitasnya lebih sedikit daripada cahaya biru sehingga kita melihat
langit berwarna biru. Selain faktor kuantitas yang dipancarkan oleh
matahari, ternyata sel kerucut pada mata kita yang berperan untuk
menangkap warna lebih sensitif terhadap warna biru daripada nila maupun
ungu.

Warna merah kejinggaan pada langit pagi dan sore hari dikarenakan posisi
matahari berada di posisi rendah. Saat posisi matahari rendah maka sudut jarak
pengamat di bumi dan matahari menjadi lebih besar sehingga cahaya matahari
perlu melewati atmosfer yang lebih tebal untuk sampai ke pengamat. Panjang
gelombang yang rendah seperti cahaya biru sudah terhamburkan sebelum
mencapai mata kita. Sedangkan panjang gelombang yang tinggi seperti cahaya
merah, berhasil melewati atmosfer yang lebih tebal. Hal tersebut menjadikan
langit pada pagi dan sore hari berwarna merah kejinggaan seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 21.

Gambar 21. Matahari tampak seperti bayangan kuning atau oranye karena
hamburan cahaya ungu dan biru (Glencoe Program, 2005).

11. Dispersi
Ketergantungan indeks bias pada panjang gelombang yang dihasilkan dari

ketergantungan kecepatan gelombang pada panjang gelombang disebut dispersi.
Indeks bias suatu material umumnya menurun dengan bertambahnya panjang
gelombang dalam kisaran cahaya tampak (Serway & Jewett, 2012).
Ketergantungan pada panjang gelombang menyiratkan bahwa ketika berkas
cahaya terdiri dari sinar dengan panjang gelombang yang berbeda, sinar tersebut
akan dibiaskan pada sudut yang berbeda oleh suatu permukaan; artinya, cahaya

24

akan diuraikan oleh pembiasan. Penguraian cahaya ini disebut dispersi kromatik,
dimana kromatik mengacu pada warna yang terkait dengan panjang gelombang
individu dan dispersi mengacu pada penguraian cahaya menurut panjang
gelombang atau warnanya. Pembiasan cahaya monokromatis tidak menunjukkan
dispersi kromatik karena berkasnya monokromatik (dengan panjang gelombang
atau warna tunggal).

Untuk memahami efek dispersi terhadap cahaya dapat dilihat apa yang
terjadi jika cahaya mengenai prisma, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 22.
Cahaya dengan panjang gelombang tunggal pada prisma dari kiri muncul
dibiaskan dari arah perjalanan aslinya dengan sudut yang disebut sudut deviasi
(Serway & Jewett, 2004; Bravo-Medina et al., 2017).

Gambar 22. Sebuah prisma membiaskan sinar monokromatik melalui sudut .

Nomor 20
Jika seberkas cahaya putih berada pada sebuah prisma, seperti yang
diilustrasikan pada Gambar 26. Sinar yang muncul menyebar dalam
serangkaian warna yang dikenal sebagai spektrum tampak. Urutan warna
cahaya monokromatik pada Gambar 26 sebagai hasil dispersi dari panjang
gelombang terendah adalah merah, oranye, kuning, hijau, biru. Sudut deviasi
bergantung pada panjang gelombang. Cahaya biru menyimpang paling
banyak dan cahaya merah paling sedikit.

Gambar 23. Cahaya monokromatis berwarna biru lebih dibiaskan daripada warna
merah

Gambar 23 menunjukkan bahwa jika cahaya dilewatkan pada prisma maka
akan terlihat warna ungu lebih dibiaskan daripada merah. Hal ini terjadi karena
kecepatan cahaya ungu menembus kaca lebih kecil dari kecepatan cahaya merah
menembus kaca. Cahaya ungu memiliki frekuensi yang lebih tinggi daripada
cahaya merah, yang menyebabkannya berinteraksi secara berbeda dengan atom-

25

atom kaca. Hal ini menyebabkan kaca memiliki indeks bias cahaya ungu yang
sedikit lebih tinggi daripada untuk cahaya merah.

Prisma bukan satu-satunya alat untuk menyebarkan cahaya. Pelangi adalah
spektrum yang terbentuk ketika sinar matahari disebarkan oleh tetesan air di
atmosfer. Sinar matahari yang jatuh pada tetesan air dibiaskan. Karena dispersi,
setiap warna dibiaskan pada sudut yang sedikit berbeda seperti Gambar 24. Pada
permukaan belakang tetesan, sebagian cahaya di bawah pemantulan internal. Saat
keluar dari tetesan, cahaya sekali lagi dibiaskan dan disebarkan.

Gambar 24. Jalur cahaya matahari melalui tetesan hujan berbentuk bola. Cahaya
yang mengikuti jalur ini berkontribusi pada pelangi yang terlihat (Serway &
Jewett, 2012).

Gambar 24 menunjukkan bahwa meskipun setiap tetesan menghasilkan spektrum
yang lengkap, pengamat yang berada di antara matahari dan hujan hanya akan
melihat panjang gelombang cahaya tertentu dari setiap tetesan. Panjang
gelombang bergantung pada posisi relatif matahari, tetesan, dan pengamat. Karena
ada banyak tetesan di langit sehingga spektrum yang lengkap terlihat. Tetesan
yang memantulkan cahaya merah membuat sudut ° dalam kaitannya dengan
arah sinar matahari; tetesan yang memantulkan cahaya biru membuat sudut °.

Pelangi dihasilkan dari kombinasi pembiasan dan pemantulan. Cahaya
memasuki setetes air dan dipantulkan dari bagian belakang tetesan. Cahaya
dibiaskan baik saat masuk maupun saat meninggalkan tetesan. Karena indeks bias
air bervariasi dengan panjang gelombang maka cahaya tersebar dan pelangipun
bisa teramati. Warna pelangi sebenarnya yang dilihat oleh pengamat bergantung
pada banyaknya warna sinar dibiaskan dan dipantulkan ke mata pengamat dari
banyak tetes air (Ling, Sanny, & Moebs, 2018).

Dispersi dapat menghasilkan pelangi yang indah, tetapi dapat menyebabkan
masalah pada sistem optik. Cahaya putih digunakan untuk mentransmisikan pesan
dalam fiber optik mengalami dispersi yang menyebabkan cahaya menyebar dalam
waktu tertentu dan akhirnya tumpang tindih dengan pesan lain (Singh & Rajveer,
2015). Oleh karena itu dipilih laser untuk mentransmisikan informasi lewat fiber
optik karena cahayanya mengalami sedikit dispersi.

12. Pandu Gelombang
Pandu gelombang merupakan sistem fisis yang digunakan untuk

mentransmisikan gelombang ke tempat tertentu. Pandu gelombang yang ideal

26

merupakan pandu gelombang yang dapat mempertahankan energi gelombang
yang ditransmisikan. Jenis pendekatan solusi persamaan gelombang yang
menjalar pada pandu gelombang tergantung dari jenis pandu gelombangnya.
Pandu gelombang planar satu dimensi menggunakan gelombang bidang
harmonik, pandu gelombang persegi tidak memiliki solusi analitik, pandu
gelombang melingkar menggunakan fungsi Bessel, dan pandu gelombang
melingkar dengan - parabola menggunakan berkas Gaussian. Jenis pandu
gelombang yang akan ditinjau dalam pembahasan ini adalah pandu gelombang
planar satu dimensi pada lapisan tipis

Nomor 15

Andaikan lapisan-lapisan sejajar dari bahan dielektrik yang homogen
sepanjang sumbu-z masing-masing lapisan memiliki indeks bias , dan
yang tersusun seperti Gambar 25 (Siregar, 2016):



(26)

Jika maka pandu gelombang disebut simetrik, dan jika
maka pandu gelombang disebut asimetrik. Karena

maka memungkinkan terjadinya pemantulan internal total pada pandu gelombang.

Gambar 25. Pandu gelombang lapisan tipis, dengan

Andaikan gelombang yang menjalar pada pandu gelombang adalah

gelombang bidang yang dapat ditulis dalam bentuk persamaan (Shaw, 2004;

Okamoto, 2006; Siregar, 2016) (27a)
⃗⃗( ) ̂ ( ) ( )

Karena konstanta penjalaran gelombang di ruang hampa adalah dan pada

medium yang berindeks bias maka nilai konstanta penjalaran gelombangnya

adalah sehingga

(27b)

adalah komponen vektor gelombang atau konstanta penjalaran pada sumbu- .
Persamaan (61a) jika diformulasikan ke dalam persamaan umum gelombang orde
dua dalam satu dimensi ke sumbu maka diperoleh:

[ () ] () (28)

27

Dimana ( ) ; dan sehingga ( ) dapat ditulis juga

dalam bentuk . Dimana adalah kecepatan pase gelombang, adalah

frekuensi sudut gelombang, adalah kecepatan gelombang, adalah indeks bias
medium, dan adalah konstanta penjalaran gelombang pada medium.

jika ( ) maka ( ) adalah suatu fungsi eksponensial menurun, dan

jika ( ) maka ( ) adalah suatu fungsi periodik. Oleh sebab itu,

agar gelombang dapat menjalar di dalam lapisan-2, harus dipenuhi

dengan (29a)
(29b)
()

adalah indeks bias efektif yang dirasakan gelombang selama penjalarannya

di dalam lapisan-2. Dari persamaan (29) dimungkinkan beberapa buah gelombang

dengan nilai yang berbeda dapat menjalar dalam lapisan-2 tersebut. Artinya,
gelombang dengan amplitudo ( ) menjalar dengan bilangan gelombang ;

bilangan disebut nomor modus gelombang. Jadi, indeks bias efektif bergantung

juga pada nomor modus . Selain itu, berkas cahaya bisa tersalur sepenuhnya

di dalam lapisan-2 karena berkas cahaya itu mengalami pemantulan internal total

jika sudut datang dari berkas cahaya di perbatasan lapisan-2 lebih besar daripada

sudut kritis ( ) dan ( ).

13. Fiber Optik
Salah satu aplikasi penting fenomena pemantulan total internal adalah

pengiriman berkas cahaya melalui fiber optik. Fiber optik merupakan material
transparan yang berbentuk silinder sangat kecil yang digunakan untuk
menyampaikan informasi dari satu titik ke titik lainnya menggunakan cahaya
(Abdullah, 2017). Fiber optik untumnya telah dibungkus dalam satu bundelan di
mana tiap bundelan mengandung sejumlah fiber optik seperti pada Gambar 26.

Gambar 26. Bundelan fiber optik (techno.okezona.com)
Sistem fiber optik dasar terdiri dari perangkat pemancar yang mengubah
sinyal listrik menjadi sinyal cahaya, kabel fiber optik yang membawa cahaya, dan
penerima yang menerima sinyal cahaya dan mengubahnya kembali menjadi sinyal
listrik (Agrawal, 2010). Sumber optik menyediakan konversi listrik-optik berupa
laser semikonduktor atau light-emitting diode (LED) atau laser, sementara media

28

transmisi terdiri dari kabel fiber optik dan penerima yang terdiri dari detektor
optik berupa fotodioda, fototransistor atau fotokonduktor (Senior, 2009).

Fiber optik yang digunakan dalam komunikasi terdiri dari dua bagian yaitu
inti (core) dan kelongsong (caldding). Core dan caldding memiliki indeks bias
yang berbeda, yang mana indeks bias inti ( ) lebih besar daripada indeks bias
kelongsong ( ). Perbedaan indeks bias inilah yang memungkinkan fiber
memandu cahaya melalui peristiwa pemantulan internal total di dalam fiber
(Barnoski, 2012; Hill, 2012). Lapisan paling luar dikenal sebagai kelongsong
sekunder yang tidak berpartisipasi dalam perambatan cahaya namun sebagai
pembungkus (coating).

Fiber optik dalam bundel dikelilingi oleh bahan kelongsong yang berfungsi
mencegah cahaya ditransmisikan di antara fiber-fiber dalam satu bundel seperti
Gambar 27. Tanpa kelongsong, cahaya bisa lewat di antara fiber-fiber yang
bersentuhan, karena indeks pembiasannya identik. Karena tidak ada cahaya yang
masuk ke kelongsong (ada pemantulan internal total kembali ke inti), tidak ada
yang dapat ditransmisikan antara fiber selubung yang bersentuhan satu sama lain.
Sebaliknya, cahaya disebarkan sepanjang fiber, meminimalkan hilangnya sinyal.
Kelongsong dan lapisan pelindung tambahan membuat fiber optik tahan lama dan
juga fleksibel.

Gambar 27. Fiber dalam bundel dilapisi oleh bahan yang memiliki indeks bias
lebih rendah dari inti untuk memastikan pemantulan internal total.

Fiber optik yang tersusun dari inti padat dan kelongsong disebut sebagai
fiber optik konvensional. Pada pertengahan 1990-an, telah mulai muncul kelas
baru fiber optik terstruktur mikro yang disebut fiber kristal fotonik, hal tersebut
merupakan implementasi dari hasil percobaan Knight, Birks, Russell, &
Atkin(1996) dan percobaan Knight, Birks, Cregan, Russell, & De Sandro (1999)
yang menunjukkan bahwa struktur mikro kristal fotonik berpotensi untuk
transmisi cahaya jarak jauh dan diimplementasikan pada perangkat optik. Fiber
optik berstruktur mikro biasanya berisi serangkaian lubang udara yang
membentang di sepanjang sumbu longitudinal daripada terdiri dari struktur batang
silika padat. Keberadaan lubang udara ini memberikan dimensi tambahan pada
desain fiber yang telah menghasilkan perkembangan baru untuk memandu dan
mengendalikan cahaya (Senior, 2009).

Secara umum bahan yang digunakan dalam konstruksi fiber optik antara
lain plastik dan kaca. Oleh karena itu, fiber optik dibedakan menjadi fiber optik

29

kaca dan fiber optik plastik. Bahan kaca lebih baik untuk pandu fiber optik karena
attenuasinya yang sangat rendah. Kaca yang paling umum digunakan dalam
pembuatan fiber adalah silika ( ) karena indeks biasnya dapat dimodifikasi
melalui doping.

Bentuk standar fiber optik adalah struktur silinder yang ditunjukkan pada
Gambar 28. Karena ukuran pandu gelombang optik harus sebanding dengan
panjang gelombang cahaya, diameter fiber optik biasanya berkisar hingga puluhan
mikrometer.

Gambar 28. Konstruksi dasar fiber optik (Azadeh, 2009)

Gambar 28 menujukkan bahwa struktur fiber optik terdiri dari tiga bagian
yaitu inti, kelongsong, dan jaket pelindung. Pusat struktur disebut inti (core) yang
membatasi sebagian besar energi optik. Inti dikelilingi oleh lapisan kelongsong
(cladding). Baik inti maupun kelongsongnya terbuat dari kaca, tetapi indeks bias
inti sedikit lebih tinggi daripada indeks kelonsongnya. Perbedaan dalam indeks
bias ini memastikan bahwa mode cahaya tertentu dapat merambat di sepanjang
fiber sebagai mode terpandu. Kelongsong biasanya ditutupi oleh lapisan bahan
pelindung tambahan yang disebut jaket pelindung (coating). Lapisan tambahan ini
tidak memiliki peran langsung dalam pengurungan cahaya, namun berfungsi
sebagai perlindungan mekanis untuk inti dan lapisan kelongsong.

Ada dua teknik yang sangat penting dipertimbangkan saat membuat fiber
optik dengan pelemahan tertentu. Teknik pertama melibatkan pemurnian
komposisi material, yang mengurangi penyerapan material dan hamburan
Rayleigh dari sinar cahaya di dalam fiber (Todoroki, Sakaguchi, & Sugii, 1995).
Kedua adalah metode preparasi fiber yang harus dilakukan secara terkontrol
seperti penarikan fiber untuk mengurangi terjadinya variasi mikroskopis pada
densitas bahan dan fluktuasi komposisi yang akan mengakibatkan hamburan
cahaya pada fiber optik (Yoshida & Morikawa, 1997). Chen et al., (2018) telah
mengkategorikan tiga strategi untuk pembuatan fiber optik yaitu (1) melibatkan
penyimpanan lapisan material di atas inti fiber yang sudah ada sebelumnya
melalui proses seperti deposisi uap fisik, deposisi uap kimia, dan aplikasi sol-gel.
(2) berusaha mengubah daerah luar fiber menjadi kelongsong dengan cara
mengurangi indeks pembiasan secara lokal pada atau di bawah permukaan fiber,
termasuk implantasi ion dan difusi dopan suhu tinggi. (3) berusaha
menghilangkan bahan secara selektif melalui proses penataan mikro atau nano
untuk mengurangi indeks pembiasan yang efektif.

Fiber optik memiliki kapasitas yang sangat besar untuk membawa
informasi dan mampu mengirimkan informasi ke lokasi yang sangat jauh. Sistem
komunikasi fiber optik memiliki keuntungan seperti: kehilangan transmisi rendah,

30

transmisi informasi berkapasitas besar, tidak ada interferensi elektromagnetik,
beratnya lebih ringan dari tembaga, tidak ada percikan api bahkan ketika hubung
singkat, titik lebur lebih tinggi dari tembaga, pasokan bahan baku yang praktis
tidak habis. Di sisi lain, kerugiannya adalah: sambungan dan keran lebih sulit
dibuat daripada kawat tembaga dan fiber tidak sefleksibel kawat tembaga (Izuka,
2002; Hu, Xu, & Zhang, 2019).

Ilmu dan teknologi fiber optik sangat bergantung pada optik geometris dan
optik fisis, ilmu material, optik gelombang terpandu dan terpadu, optik kuantum
dan fisika optik, teknik komunikasi, dan disiplin ilmu lainnya (Bass, Stryland,
Williams, & Wolfe, 1995). Dalam teknologi medis endoskopi, dokter dapat
melihat bagian dalam arteri pasien dengan menjalankan dua berkas fiber optik
melalui dinding dada dan masuk ke dalam arteri. Cahaya yang dimasukkan pada
ujung luar dari satu berkas mengalami pemantulan internal total yang berulang di
dalam fiber sehingga sebagian besar cahaya akhirnya keluar dari ujung yang lain
dan menerangi bagian dalam arteri. Beberapa cahaya yang dipantulkan dari
interior kemudian kembali ke bundel kedua, kemudian dideteksi dan diubah
menjadi gambar pada layar monitor, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 29
(Abdullah, 2017).

Gambar 29. Contoh aplikasi fiber optik dalam teknologi endoskopi.

Gambar 29 menunjukkan bahwa endoskop mengandung kamera dan sumber
cahaya kecil serta fiber porik yang ditempatkan pada bundelan fleksibel.
Bayangan organ tubuh bagian dalam dapat dilihat dengan mengirim berkas
cahaya ke organ tersebut dan menangkap kembali cahaya yang dipantulkannya
dengan kamera.

Fiber optik, selain digunakan dalam pengamatan organ tubuh digunakan
juga dalam teknik bedah. Pembedahan dapat dilakukan, seperti pembedahan
artroskopi pada sendi lutut atau bahu, menggunakan alat pemotong yang dipasang
dan diamati dengan endoskop. Fleksibilitas bundel fiber optik memungkinkan
dokter untuk menavigasi di sekitar daerah kecil dan sulit dijangkau di setiap
bagian tubuh, seperti usus, jantung, pembuluh darah, dan persendian. Transmisi
sinar laser yang intens untuk membakar plak yang menghalangi di arteri utama,
serta mengirimkan cahaya untuk mengaktifkan obat kemoterapi, menjadi hal yang
biasa. Fiber optik sebenarnya telah memungkinkan operasi mikro dan operasi

31

jarak jauh di mana sayatannya kecil dan jari ahli bedah tidak perlu menyentuh
jaringan yang sakit (Ling, Sanny, & Moebs, 2018).

Seiring dengan kemajuan teknologi, endoskopi dijalankan oleh robot yang
disebut endoskoi robotik. Endoskopi robotik terdiri dari tiga kategori (endoskopi
kaku berbantuan robot, endoskopi fleksibel berbantuan robot, dan endoskopi
gastrointestinal aktif termasuk kolonoskopi fleksibel aktif dan endoskopi kapsul
aktif). Peningkatan kinerja robot endoskopi tidak diragukan lagi akan
menyebabkan penggunaannya yang luas namun perlu dipertimbangkan
keseimbangan dalam keefektifan biaya (Li & Chiu, 2018; Boskoski &
Costamagna, 2019). .

Jenis aplikasi lain dari fiber optik adalah biasanya digunakan untuk
membawa sinyal untuk percakapan telepon dan komunikasi internet. Kabel fiber
optik yang ekstensif telah ditempatkan di dasar laut dan bawah tanah untuk
memungkinkan komunikasi optik. Sistem komunikasi fiber optik menawarkan
beberapa keunggulan dibandingkan sistem berbasis listrik (tembaga), terutama
untuk jarak jauh. Laser memancarkan cahaya dengan karakteristik yang
memungkinkan lebih banyak percakapan dalam satu fiber daripada yang
dimungkinkan dengan sinyal listrik pada satu konduktor. Properti fiber optik ini
disebut bandwidth tinggi. Sinyal optik dalam satu fiber tidak menghasilkan efek
yang tidak diinginkan pada fiber lain yang berdekatan.

Pemahaman prinsip komunikasi fiber optik perlu didukung oleh
pemahaman parameter utamanya yang meliputi (1) faktor internal seperti panjang
gelombang laser dan radius lingkar pinggang laser (Karstensen & Drogemuller
1990). (2) diameter dan indeks bias fiber (Kliros, 2010) dan (3) faktor eksternal
seperti kesalahan kesejajaran lateral, kesalahan kesejajaran longitudinal dan
kesalahan kesejajaran sudut rotasi (He, Shi, Yuan, & Cong, 2012,). Untuk
mengoptimalkan efisiensi komunikasi fiber optik, hal pertama yang harus
dilakukan adalah menemukan ekspresi yang mendeskripsikan besaran fisika yang
relevan.
a. Jenis Mode Fiber Optik

Berdasarkan variasi dari komposisi material penyusun core, fiber optik
dibagi menjadi fiber step index dan fiber graded index. Fiber step index adalah
nilai indeks bias sama dari core center sampai core boundary, dan kemudian
berubah (step) di bagian cladding. Fiber graded index adalah indeks bias
bervariasi secara radial dari center sampai cladding.

Fiber step dan graded index dibagi menjadi singlemode dan multimode.
Fiber single mode adalah fiber optik yang hanya memiliki satu mode selama
propagasinya sedangkan fiber multimode terdiri dari beberapa mode selama
propagasinya. Ilustrasi perbedaan singlemode dan multimode pada fiber step index
ditunjukkan pada Gambar 30.

32

Gambar 30. Fiber step index , (a) multimode dan (b) single-mode

Gambar 30 memperlihatkan bahwa fiber step index dengan diameter inti yang
jauh lebih besar dari panjang gelombang cahaya yang diluncurkan akan
mendukung banyak mode perambatan. Fiber dengan diameter inti serupa dengan
panjang gelombang cahaya hanya mendukung satu mode perambatan (Senior,
2009).

Keuntungan fiber multimode dibandingkan fiber singlemode adalah (1)
jari-jari inti yang lebih lebar mempermudah pada saat launching daya optik ke
fiber (kopling) dan mempermudah pada saat penyambungan (connecting) dengan
fiber yang sama. (2) Sumber optik yang bisa digunakan pada multimode fiber
adalah LED source, sedangkan single mode harus menggunakan LASER diode,
dimana dengan menggunakan LED mempunyai daya optik yang lebih rendah,
lebih mudah fabrikasi, lebih murah, masa berlaku operasinya lebih lama.

Kekurangan fiber multimode adalah menimbulkan dispersi intermodal.
Dispersi intermodal terjadi ketika pulsa optik di transmisikan kedalam fiber, daya
optik didistribusikan pada semua mode yang digunakan. Masing-masing mode
bisa berpropagasi dengan kecepatan yang berbeda sehingga mode-mode yang
membawa pulsa optik tadi sampai di ujung fiber dengan sedikit perbedaan waktu
(delay) hal ini menyebabkan terjadi pelebaran pulsa karena penjalarannya selama
melalui media fiber tersebut.

Indeks bertingkat (graded-index) mengacu pada fakta bahwa indeks bias
inti secara bertahap menurun lebih jauh dari pusat inti. Pembiasan yang meningkat
di tengah inti memperlambat kecepatan beberapa sinar yang memungkinkan
semua sinar mencapai ujung penerima pada waktu yang kira-kira bersamaan,
sehingga mengurangi penyebaran (dispersion), seperti yang ditunjukkan Gambar
31 (Senior, 2009).

33

Gambar 31. Fiber multimode graded-index

Fiber multimode graded-index seperti Gambar 31 menunjukkan bahwa
sinar cahaya tidak lagi mengikuti garis lurus melainkan mengikuti jalur berkelok-
kelok yang secara bertahap dibengkokkan kembali ke tengah oleh indeks bias
yang terus menurun. Hal ini mengurangi perbedaan waktu kedatangan karena
semua mode tiba pada waktu yang hampir bersamaan. Mode yang bergerak dalam
garis lurus memiliki indeks bias yang lebih tinggi sehingga mode tersebut
bergerak lebih lambat daripada mode berkelok-kelok (serpentine modes). Fiber
multimode graded-index bergerak lebih jauh tetapi bergerak lebih cepat di indeks
bias yang lebih rendah dari wilayah inti luar.
b. Atenuasi Fiber Optik

Nomor 16 & 17

Pelemahan (attenuation) cahaya dalam fiber optik adalah adanya

penurunan rata-rata daya optik pada kabel fiber optik, biasanya
diekspresikan dalam desibel ( ) Dalam kebanyakan kasus, mode

penjalaran gelombang cahaya menunjukkan perilaku eksponensial yang

kompleks di sepanjang arah perambatan z.
( ) exp( ̃ )
(30)
̃ umumnya diistilahkan sebagai konstanta propagasi gelombang dan
mungkin kuantitas kompleks. Bagian nyata dari ̃ sebanding dengan

kecepatan fase mode yang dimaksud, dan menghasilkan pergeseran fase

pada propagasi yang berubah agak cepat dengan panjang gelombang optik.

Ini sering dinyatakan sebagai indeks bias efektif untuk mode dengan

menormalkan ke vektor gelombang vakum:

{̃}

(31)

Bagian imajiner dari ̃ mewakili kerugian (loss) pada fiber dan merupakan fungsi

panjang gelombang optik yang lemah.

Atenuasi mekanik disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor

internal seperti penyerapan residu intrinsik ( dan pengotor: ) dan

hamburan Rayleigh (sebanding dengan ). Faktor ekstrinsik seperti

ketidakhomogenan bahan (fabrikasi fiber), ketidakteraturan geometris

(kelengkungan dan cacat permukaan), dan kerugian pada masukan fiber dan

34

keluaran (pemantulan Fresnel) (Bass,Stryland, Williams, & Wolfe,1995; Zubia &
Arrue, 2001).

Penyerapan mengacu pada disipasi energi optik saat gelombang merambat
di fiber. Komponen absorpsi ini dapat dikaitkan dengan interaksi cahaya dengan
atom dan molekul yang menyusun sebagian besar bahan dalam fiber kaca. Cahaya
dapat berinteraksi dengan elektron dalam suatu material ketika foton cahaya
diserap dan menyebabkan transisi elektron ke tingkat energi yang lebih tinggi.
Namun, foton berinteraksi tidak hanya dengan elektron, tetapi juga dengan
molekul. Seperti elektron, molekul juga memiliki tingkat energi sebagai hasil dari
berbagai status getaran yang terkait dengan ikatan atom internalnya. Dalam fiber
optik, transisi elektronik sesuai dengan panjang gelombang yang lebih pendek,
dan kerugian yang terkait dengan transisi elektronik ini berkurang secara
eksponensial seiring bertambahnya panjang gelombang. Di sisi lain, panjang
gelombang inframerah berinteraksi dengan transisi molekul, menyebabkan
absorpsi inframerah. Transisi ini adalah komponen utama dari kehilangan total di
wilayah panjang gelombang yang lebih panjang. Kerugian ini meningkat secara
eksponensial dengan panjang gelombang seperti yang ditunjukkan Gambar 32.

Komponen absorpsi lainnya adalah karena pengotoran, yaitu bahan selain
kaca yang masuk selama proses produksi namun bahan-bahan pengotor ini
(seperti tembaga dan besi, dan air) ikut masuk ke dalam bahan. Untuk
mendapatkan tingkat penyerapan pengotor yang dapat diterima, konsentrasi
pengotor ini harus dijaga pada tingkat yang sangat rendah.

Bentuk atenuasi yang dominan pada panjang gelombang yang lebih
pendek adalah hamburan. Ini sebenarnya adalah fenomena yang sama yang
dikenal sebagai hamburan Rayleigh. Panjang gelombang yang lebih pendek (lebih
biru) dari cahaya matahari menyebar lebih banyak saat melalui atmosfer dan
bertemu dengan molekul gas di udara sehingga menimbulkan warna biru langit.
Panjang gelombang yang lebih panjang (lebih merah) menyebar lebih sedikit, dan
karena itu cenderung bergerak dalam garis lurus. Hamburan Rayleigh juga terjadi
pada fiber. Saat cahaya merambat dalam kaca, ia menemukan variasi lokal acak
dari indeks bias yang dihasilkan dari cacat acak, fluktuasi komposisi bahan, dan
berbagai ketidakhomogenan. Skala hamburan Rayleigh sebagai . Kerugian
pada fiber optik yang terkait dengan hamburan Rayleigh mendominasi pada
panjang gelombang yang lebih pendek, terutama di bawah

Gambar 32. Koefisien atenuasi fiber optik kaca silika modus tunggal sebagai
fungsi panjang gelombang (Okamoto 2006)

35

Kurva penyerapan total pada Gambar 32 menunjukkan tiga mekanisme.

Pada panjang gelombang pendek, hamburan Rayleigh adalah penyebab kerugian

yang dominan, di mana ketergantungan menghasilkan penurunan tajam dalam

atenuasi seiring dengan peningkatan panjang gelombang menuju jendela

komunikasi. Pada panjang gelombang yang lebih panjang, absorpsi infra merah

mendominasi, dan ini menyebabkan peningkatan tajam pada redaman total seiring

dengan peningkatan panjang gelombang di luar jendela komunikasi. Terakhir, di

sekitar jendela komunikasi, penyerapan pengotor dapat menyebabkan puncak

lokal pada profil atenuasi, seperti puncak OH dominan pada .

Koefisien atenuasi ( ) di defenisikan seperti

() (32)
()
di mana ( ) adalah daya optik masukan, dan ( ) daya optik keluaran pada

fiber optik sepanjang .

Persamaan (32) menunjukkan bahwa koefisien atenuasi berbanding terbalik

dengan panjang fiber optik. Jadi, semakin panjang fiber optik maka koefisien

atenuasi semakin besar. persamaan (32) juga menujukkan bahwa koefisein

atenuasi dipengaruhi oleh besarnya loss (kerugian) fiber optik yaitu daya output

dikurangi daya input.

RANGKUMAN

Cahaya memiliki sifat dualisme, yaitu memiliki sifat gelombang dan sifat
partikel. Sebagai gelombang cahaya mempunya sifat seperti dapat dipantulkan,
dibiaskan, diinterferensikan, dilenturkan, dan dipolarisasikan. Sebagai partikel
cahaya dapat terlihat pada gejala fisika seperti spektrum diskrit atomik, adanya
efek fotolistrik, dan efek Compton yang menunjukkan foton dapat mengalami
tumbukan.

Cahaya termasuk jenis gelombang transversal karena arah getar medan
listrik dan medan magnet saling tegak lurus terhadap arah rambat gelombang.
Penomena yang menunjukkan bahwa cahaya merupakan gelombang transversal
adalah arah getar cahaya bisa dipolarisasikan

Sinar merupakan garis lurus yang dijadikan sebagai representasi arah
perambatan sebuah gelombang cahaya. Sinar memiliki karakteristik yaitu (1)
Sinar merambat tegak lurus dengan muka gelombang; (2) Sinar merambat lurus
pada media homogen dan melengkung pada media heterogen; (3) Sinar dapat
dipantulkan dan dibiaskan; (4) Jalur sinar dapat dibalik. Laju energi gelombang
cahaya per satuan luas dapat direpresentasikan oleh sebuah vektor yang disebut
vektor Poynting dengan definisi

⃗ ⃗⃗ ⃗⃗

Hukum Snellius tentang pemantulan yaitu (1) Sinar datang, sinar pantul, dan
garis normal berpotongan pada satu titik dan terletak pada satu bidang datar; dan (2)
Sudut datang sinar ( ) sama dengan sudut pantul ( ). dengan menggunakan

36

konstruksi geometri berdasarkan prinsip Huygens dapat dibuktikan persamaan

hukum pemantulan dan pembiasan pada antar muka bidang batas transparan.

Ketika cahaya bergerak dari satu medium ke medium lainnya, frekuensinya

tidak berubah tetapi panjang gelombangnya berubah. Saat gelombang datang

dengan sudut datang tegak lurus dengan bidang batas (sudut ) maka terjadi

pembiasan nilai seperti perubahan panjang gelombang, perubahan kecepatan, dan

energi namun tidak terjadi pembiasan arah gelombang.

Pada suatu sudut datang tertentu , disebut sudut kritis, sinar bias bergerak

sejajar dengan bidang batas sehingga sudut bias ° Pada kondisi sudut

datang , semua energi cahaya datang dipantulkan. Jika sudut datang

diperbesar lagi melebihi sudut kritis maka seluruh berkas sinar dipantulkan ke

dalam medium pertama atau tidak ada sinar yang dibiaskan ke medium kedua.

Sudut kritis terjadi jika sinar merambat dari medium rapat menuju medium

renggang.

Fiber optik yang digunakan dalam komunikasi terdiri dari dua bagian yaitu

inti (core) dan kelongsong (caldding). Core dan caldding memiliki indeks bias
yang berbeda, yang mana indeks bias inti ( ) lebih besar daripada indeks bias
kelongsong ( ). Perbedaan indeks bias inilah yang memungkinkan fiber

memandu cahaya melalui peristiwa pemantulan internal total di dalam fiber

Pelemahan (attenuation) cahaya dalam fiber optik adalah adanya penurunan

rata-rata daya optik pada kabel fiber optik, biasanya diekspresikan
dalam desibel ( ) Cahaya putih digunakan untuk mentransmisikan pesan dalam

fiber optik mengalami dispersi yang menyebabkan cahaya menyebar dalam waktu

tertentu dan akhirnya tumpang tindih dengan pesan lain. Oleh karena itu dipilih

laser untuk mentransmisikan informasi lewat fiber optik karena cahayanya

mengalami sedikit dispersi.

EVALUASI

Evaluasi uji pemahaman tentang cahaya dan fiber optik dapat dikerjakan dengan
mengklik link: https://forms.gle/q35dmWaDgav6S8rp6 yang terlampir pada
google formulir.

37

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. (20170. Fisika Dasar II. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Agrawal, G.P. (2010). Fiber-optic communication systems. John Wiley & Sons,

Inc., Hoboken, New Jersey.
Alex, R. (1998). Light measurement handbook. International Light Inc.
Azadeh, M. (2009). Optical receiver design. In Fiber Optics Engineering (pp.

235-264). Springer, Boston, MA.
Azadeh, M. (2009). Fiber optics engineering (p. 379). Dordrecht, Heidelberg:

Springer.
Barnoski, M. (Ed.). (2012). Fundamentals of optical fiber communications.

Elsevier.
Bass, M., Stryland, E. W. V., Williams, D. R., & Wolfe, W. L. (1995). Handbook

of Optics Volume I Fundamentals, Techniques. Handbook of Optics Volume
I Fundamentals.
Bass, M., Stryland, E. W. V., Williams, D. R., & Wolfe, W. L. (1995). Handbook
of optics volume ii devices, measurements. Handbook of Optics Volume II
Devices.
Boskoski, I., & Costamagna, G. (2019). Endoscopy robotics: Current and future
applications. Digestive Endoscopy, 31(2), 119-124.
Bravo-Medina, B., Strojnik, M., Garcia-Torales, G., Torres-Ortega, H., Estrada-
Marmolejo, R., Beltrán-González, A., & Flores, J. L. (2017). Error
compensation in a pointing system based on Risley prisms. Applied
optics, 56(8), 2209-2216.
Brij Lal, S.N. (1995). a Texbook of optics. Chan & Company Ltd, Ran Nagar,
New Delhi.
Chartier, G. (2005). Introduction to optics. Springer Science & Business Media.
Chen, S., & Wang, J. (2017). Characterization of red/green/blue orbital angular
momentum modes in conventional G. 652 fiber. IEEE Journal of Quantum
Electronics, 53(4), 1-14.
Dutta, A. K., Dutta, N. K., & Fujiwara, M. (Eds.). (2004). WDM technologies:
optical networks. Elsevier.
Glencoe Program. (2005). Physics Principles And Problems. United States of
America: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Halliday, D., Resnick, R., & Walker, J. (2013). Fundamentals of physics. United
States of America: John Wiley & Sons.
Hill, G. (2012). Optical Fibers Takis Hadjifotiou. In The Cable and
Telecommunications Professionals' Reference (pp. 129-162). Routledge.
Izuka, K. (2002). Elements of Photonics, Volume II For Fiber and integrated
Optics.
Jou, J. J., & Liu, C. K. (2008). Equivalent circuit model for erbium-doped fibre
amplifiers including amplified spontaneous emission. IET
optoelectronics, 2(1), 29-33.
Karstensen, H., & Drogemuller, K. (1990). Loss analysis of laser diode to single-
mode fiber couplers with glass spheres or silicon plano-convex
lenses. Journal of lightwave technology, 8(5), 739-747.

38

Keiser, G. (2010). Optical fiber communications. Wiley encyclopedia of
telecommunications.

Kliros, G. S. (2010). Analysis of coupling loss between laser diodes and solid-
core Bragg fibers. Journal of Infrared, Millimeter, and Terahertz
Waves, 31(1), 78.

Knight, J. C., Birks, T. A., Russell, P. S. J., & Atkin, D. M. (1996). All-silica
single-mode optical fiber with photonic crystal cladding. Optics
letters, 21(19), 1547-1549.

Knight, J. C., Birks, T. A., Cregan, R. F., Russell, P. S. J., & De Sandro, J. P.
(1999). Photonic crystals as optical fibres–physics and applications. Optical
materials, 11(2-3), 143-151.

Li, Z., & Chiu, P. W. Y. (2018). Robotic endoscopy. Visceral medicine, 34(1), 45-
51.

Ling, S.J., Sanny, J., & Moebs, W. (2018).University Physics Volume 2: Texas:
OpenStax

Ling, S.J., Sanny, J., & Moebs, W. (2018).University Physics Volume 3: Texas:
OpenStax

Messica, A., Greenstein, A., & Katzir, A. (1996). Theory of fiber-optic,
evanescent-wave spectroscopy and sensors. Applied optics, 35(13), 2274-
2284.

Mishchenko, M. I., Travis, L. D., & Lacis, A. A. (2002). Scattering, absorption,
and emission of light by small particles. Cambridge university press.

Okamoto, K. (2006). Fundamentals of optical waveguides. Academic press.
Papathanassoglou, D. A., & Vohnsen, B. (2003). Direct visualization of

evanescent optical waves. American Journal of Physics, 71(7), 670-677..
Senior, J. (2009). Optical Fiber Communications Principles and Practice Third

Edition. Prentice-Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.
Serway, R. A., & Jewett, J. W. (2004). Physics for Scientists and Engineers 6th

Edi.tion. California: Thomson Brooks/Cole.
Serway, R. A., & Jewett, J. W. (2008). Physics for scientists and engineers with

modern physics. United States of America: Thomson Learning, Inc.
Serway, R. A., & Jewett, J. W. (2012). Principles of Physics: A Calculus-Based

Text. Canada: Thomson Learning.
Shaw, J. K. (2004). Mathematical principles of optical fiber communications.

Society for Industrial and Applied Mathematics.
Singh, M., & Rajveer, B. (2015). Analysis of dispersion compensation using fiber

Bragg grating in optical fiber communication system. International journal
of computer applications, 126(5).
Siregar, R. (2016). Rambatan gelombang optik dalam medium berlapis.
Bandung: Universitas Padjadjaran.
Todoroki, S. I., Sakaguchi, S., & Sugii, K. (1995). Evaluation of optical glasses
for low-loss fibers: Optical attenuation and fiber drawing ability. Japanese
journal of applied physics, 34(6R), 3128.
Voros, Z., & Johnsen, R. (2008). A simple demonstration of frustrated total
internal reflection. American journal of physics, 76(8), 746-749.

39

Wilson, R., & Hannabuss, K. (2019). The Nature of Light, Stamp Corner, 98-98.
https://link.springer.com/article/10.1007/s00283-019-09900-z

Wu, J., Liu, X., & Huang, Z. (2019). Broadband light absorption with doped
silicon for the terahertz frequency. Optics & Laser Technology, 119,
105657.

Yoshida, K., & Morikawa, T. (1997). Optical fibers with polygonal
cladding. Optical Fiber Technology, 3(3), 273-277.

You, Y., Wang, X., Wang, S., Pan, Y., & Zhou, J. (2008). A new method to
demonstrate frustrated total internal reflection in the visible band. American
Journal of Physics, 76(3), 224-228.

Zanella, F. P., Magalhaes, D. V., Oliveira, M. M., Bianchi, R. F., Misoguti, L., &
Mendonça, C. R. (2003). Frustrated total internal reflection: A simple
application and demonstration. American Journal of Physics, 71(5), 494-
496.

Zhan, T., & Ji, M. (2020). Optimization of the optical fiber with triple sector
stress elements. Optical Fiber Technology, 57, 102212.

Zhou, J., Koschny, T., Zhang, L., Tuttle, G., & Soukoulis, C. M. (2006).
Experimental demonstration of negative index of refraction. Applied Physics
Letters, 88(22), 221103.

Zhou, H., Xu, H., & Duan, J. A. (2020). Review of the technology of a single
mode fiber coupling to a laser diode. Optical Fiber Technology, 55, 102097.

Zubia, J., & Arrue, J. (2001). Plastic optical fibers: An introduction to their
technological processes and applications. Optical fiber technology, 7(2),
101-140.

40


Click to View FlipBook Version