C. Karakteristik Klien Perempuan, Anak, Dan Manula
A. Karakteristik Perempuan
Ada enam karakter yang umumnya melekat pada wanita dilihat dari sudut pandang
psikologi :
a. Histerikal
Suka histeris adalah sifat alammi wanita, dan ini normal. Orang yang histerikal bereaksi
lebih emosional dan lebih menekan ketika sesuatu terjadi. Mereka memainkan peran sebagai
aktris dan membuat cerita dalam kehidupan nyata. Mereka suka menarik perhatian untuk diri
mereka sendiri. Mereka egois dan narsistik.
b. Pasif-Agresif
Kepribadian pasif-agresif lebih sering terjadi pada wanita. Orang-orang ini keras kepala,
malas dan pasif. Mereka tidak melakukan pekerjaan saat dibutuhkan, tapi menikmati waktu
panjang untuk menyelesaikan tugas.
c. Bergantung
Sifat suka bergantung juga menjadi identitas kaum hawa. Umumnya, mereka tidak bisa
memutuskan segala hal sendiri, tak punya kesadaran diri dan menhindari tanggung jawab.
d. Penghindar
Wanita sebenarnya sangat ingin tampil dan jadi pusat perhatian. Namun, umumnya
mereka punya banyak ketakutan sehingga akan cenderung diam dalam komunitas karena
takut membut kesalahan.
e. Obsesif
Obsesif pada wanita tak selama nya negatif. Wanita obsesif umumnya memperhatikan
setiap hal kecil. Mereka blak-blakan dan terus terang, disiplin dan bertanggung jawab.
f. Sifat Sado-Masochistic
Sifat Sado-Masochistic adalah ketika bahagia dan menikamti kesakitan orang lain.
Bahasa simple nya, mereka bahagia diats penderitaan orang lain. Ya, sifat jelek satu ini
kebanyakan ada pada wanita.
B. Karakteristik Anak
51
Pendapat ahli terkait karakteristik anak usia dini diungkapkan oleh Rusdinal dan
Elizar (2005: 132) yang menyebutkan bahwa karakteristik anak usia dini berusia 5 hingga 7
tahun dituliskan sebagai berikut:
a. Anak pada masa ini disebut juga anak yang berada pada masa praoperasional. Dimana anak
– anak cenderung belajar melalui pengalaman yang nyata dengan orientasi serta tujuan yang
sesaat
b. Anak pada usia ini juga termasuk suka mendeskripsikan kata serta mendefinisikan kata –
kata tertentu yang ada di sekitarnya
c. Saat usia ini anak juga belajar bahasa dan berbicara dengan cukup lancar serta
perkembangan bahasanya juga cukup pesat
d. Saat usia ini anak juga memerlukan struktur kegiatan yang lebih jelas serta terperinci atau
bisa juga dikatakan sebagai kegiatan yang spesifik.
Syamsuar Mochtar bahkan lebih memperinci lagi tentang karakteristik anak usia dini,
Menurut Mochtar anak usia dini dikelompokkan lebih lanjut menjadi 2 kategori yakni
kategori anak usia 4 hingga 5 tahun serta kategori anak usia 5 hingga 6 tahun.
1) Kategori anak usia 4 hingga 5 tahun
a. Biasanya gerakan yang dilakukan lebih terkoordinasi.
b. Mulai senang bermain dengan kata.
c. Mulai bisa mengurus diri sendiri.
d. Saat usia ini anak juga dapat duduk diam serta mampu menyelesaikan tugas dengan
hati-hati.
e. Anak di usia ini juga sudah bisa membedakan jumlah sedikit (satu) dan jumlah yang
banyak.
2) Kategori anak usia 5 hingga 6 tahun
a. Gerakan anak usia dini cenderung lebih terkontrol.
b. Perkembangan bahasa nya juga sudah cukup baik sehingga anak pada usia ini juga
bahsanya sudah cukup dimengerti oleh orang dewasa.
c. Anak di usia ini sudah mengerti tentang sosialisasi sehingga sudah bisa membentuk
serta bermain dengan teman-temannya.
d. Anak pada usia ini juga cukup peka terhadap berbagai situasi sosial, sudah cukup
paham terhadap apa yang terjadi di sekitarnya.
52
e. Anak juga sudah mengetahui jenis kelamin baik pria maupun wanita serta sudah
mengetahui tentang status seseorang.
f. Anak pada usia 5-6 tahun juga bisa berhitung dari angka 1 hingga 10.
C. Karakteristik Manula
Lansia memiliki karakteristik yaitu berusia lebih dari 60 tahun, kebutuhan dan
masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, kebutuhan biopsikososial dan
spiritual, kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif (Maryam, 2008).
Lansia ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu. Ciri- ciri usia lanjut
cenderung menuju dan membawa peyesuaian diri yang buruk daripada yang baik dan banyak
kesengsaraan daripada kebahagiaan. Adapun karakteristik lansia menurut Hurlock (1980) :
a. Usia lanjut merupakan periode kemunduran
b. Perbedaan individual pada efek menua
c. Usia tua dinilai dengan kriteria yang berbeda
d. Berbagai strereotip orang lanjut usia
e. Sikap sosial terhadap usia lanjut
f. Orang lansia memiliki status kelompok minoritas
g. Menua membutuhkan perubahan arah
h. Penyesuaian yang buruk
i. Keinginan menjadi muda sangat kuat
D. Layanan Bk Yang Tepat Bagi Klien Perempuan, Anak, Dan Manula
1. Konseling Untuk Perempuan
Seorang konselor diharuskan mengerti keadaan konseli. Umumnya wanita adalah konseli
yang sering membutuhkan bantuan konselor dalam menyelesaikan masalahnya. Namun
penanganan terhadap wanita memiliki cara yang berbeda. Dalam buku Bimbingan dan
Konseling karya Robert L. Gibson dan Marianne H. Mitchell, perubahan peran wanita dalam
dunia kerja memengaruhi kehidupan pribadi dan menjalin hubungan berkeluarga. Perbedaan
ini dapat dilihat terhadap wanita yang berhasil bekerja mandiri, mereka memiliki kebebasan
finansial lebih besar dan kurang perlu menikah atau mempertahankan pernikahannya.
Akibatnya wanita kelas atas cenderung mudah bercerai, menikah kembali, tinggal bersama
tanpa ikatan dan memilih menjadi orang tua tunggal. Namun mayoritas wanitas kelas bawah,
mereka bekerja karena himpitan ekonomi dan rendahnya upah yang mereka dapatkan.
53
Pada sebagian besar organisasi, pria masih memegang kendali dalam menajemen fiskal
dan pengambilan keputusan. Konsekensi wanita yang tetap bekerja setelah menikah adalah
karier ganda, yaitu suami-isteri sama sama bekerja. Karir ganda dapat memicu berbagai
masalah dalam bekeluarga seperti siapa yang lebih memprioritaskan pekerjaanya dan
bagaimana pembagian tugas rumah tangga serta pengasuhan anak. sampai saat ini peran
konselor semakin berat bukan hanya karena persepsi wanita yang menganggap benar untuk
dirinya tapi juga harapan masyarakat pada mereka. Koselor haarus berhati-hati dalam proses
konseling agar konselinya terhadap wanita tidak mencerminkan stereotip (perbedaan) peran
gender yang menyudutkan mereka.
Faktor lain yang merumitkan konseling pada wanita adalah harapan terhadap peran
manjemuk wanita sebagai istri, ibu, sekaligus pekerja. Dengan demikian banyak wanita yang
membutuhkan konseling mengenai perencanaan karier dan pengambilan keputusan. Menjadi
tanggung jawab konselor dalam membatu konseli untuk memahami nilai, kemampuan, sikap
dan minat serta membantu dalam rangka mengembangkan potensi mereka. Dalam proses
konseling konselor tidak boleh berfungsi sebagai bias gender, melainkan konselor harus
mencari kesetimbangannya antara wanita sebagai istri, ibu, dan pekerja.
Layanan bimbingan dan konseling yang tepat bagi perempuan adalah layanan konseling
individu Pada intinya penting bagi konselor untuk tau mengenai pentingnya keahlian dasar
empati dan penghargaan untuk membangun hubungan professional yang produktif pada
konseli wanita. Konselor harus memerlakukan konseli wanita sebagai individu yang berbeda
secara biologis, namun unik dalam haknya sebagai individu.
2. Konseling Untuk Anak
Jenis Layanan BK yang Diberikan pada Peserta Didik di Sekolah Sebagai guru
Bimbingan Konseling, pasti mengetahui ada beberapa layanan Bimbingan dan Konseling.
Tentunya, ada beberapa jenis layanan Bimbingandan Konseling. Di antaranya yaitu :
1) Pertama, jenis layanannya adalah layanan perkenalan atau disebut sebagai layanan
orientasi. Layanan perkenalan adalah layanan yang memperkenalkan anak didik
pada lingkungan baru yang dimasukinya, yaitu lingkungan sekolah. Layanan
perkenalan/orientasi diberikan kepada anak didik yang baru memasuki sekolah. Baik
anak didik baru yang mengikuti kelas awal tahun ajaran baru ataupun anak didik
yang baru masuk karena pindahan dari sekolah lain. Layanan perkenalan/orientasi
54
diberikan kepada seluruh peserta didik, apabila terdapat guru baru maupun karena
adanya sarana dan prasarana baru yang dimiliki sekolah.
2) Kedua, layanan informasi. Tujuan layanan informasi ini adalah untuk memberikan
pemahaman dan pengetahuan kepada setiap peserta didik mengenai berbagai hal
yang diperlukan selama proses belajar dan mengajar di sekolah. Informasi ini
mengenai informasi peralatan apa saja yang diperlukan, tujuan dari belajar atau hasil
yang akan dicapai, cara belajar yang efektif, segala sesuatu yang berkaitan dengan
cara berkomunikasi dan bersosialisasi secara sosialdan budaya, serta berbagai hal
yang berkaitan dengan pendidikan.
3) Ketiga, layanan bimbingan belajar.layanan bimbingan belajar adalah layanan yang
diadakan dalam rangka membantu anak didik dalam mengatasi masalah belajarnya
disekolah sehingga dapat belajar dengan lebih efektif. Layanan ini sagat penting bagi
peserta didik untuk mencapai tujuan belajar yang direncanakan dalam proses belajar
mengajar.
4) Keempat, layanan bimbingan dan konseling. Layanan bimbingan dan konseling
adalah layanan yang diberikan secara individual maupun kelompok yang
membutuhkan konseling secara khusus. Layanan ini dilakukan karena setiap peserta
didik mempunyai cara belajar yang berbeda-beda. Apabila terdapat kekhususan
masalah yang dihadapi peserta didik, layanan ini akan dilakukan bimbingan
konseling yang khusus dan individual pula. Layanan bimbingan dan konseling ini
dapat diberikan pula kepada anak yang bermasalah ketika akan menghadapi
perlombaan, yang terlibat dalam perkelahian, anak didik yang nilainya dibawah rata-
rata, dan lain sebagainya.
5) Kelima, layanan penempatan dan penyaluran. Layanan penempatan dan penyaluran
adalah layanan yang diberikan untuk membantu anak didik agar menempati
lingkungan yang tepat sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Seperti
menempatkan anak didik ke dalam kelompok belajar yang sesuau dengan
potensinya, pemilihan ekstrakurikuler yang diikuti, dan lain sebagainya. Sedangkan
bimbingan penyaluran contonya penyaluran jurusan atau program studi yang sesuai
dengan potensi dan cita-cita peserta didik, penyaluran untuk melanjutkan studi, atau
penyaluran pada kerir yang diinginkan dan sesuai dengan potensi anak.
55
3. Layanan Bk Untuk Lansia
Pelayanan BK pada lansia dapat memacu pada pelayanan BK pada umumnya, yaitu
bidang pribadi, bidang sosial, bidang karir, dan bidang belajar. Keempat bidang tersebut
saling terkait, diantaranya yaitu :
a. Pelayanan bidang pribadi
Pelayanan bidang pribadi membantu lansia agar memiliki keimanan dan ketaqwaan,
kesehatan mental psikologis, dan kesehatan fisik
b. Bimbingan konseling kehidupan keagamaan/spiritual
Kehampaan, kehilangan makna hidup, penyesalan, ketakutan akan kematian dan
sebagainya sering dirasakan lansia. Kondisi tersebut berkaitan dengan kehidupan spiritual
keagamaan. Layanan bidang ini bukan untuk mengubah keimanan lansia terhadap agama,
tetapi lebih pada membangkitkan kekuatan spiritualnya dalam menghadapi kehidupan,
sehingga para lansia, memiliki kecerdasan spiritual (spiritual intelligent).
Para lansia dibimbing dikembangkan komitmen, penghayatan dan pengamalan
keagamaan, melalui berbagai kegiatan, misalnya melalui perkumpulan (jamaah) sesama
lansia yang diisi ceramah misalnya tentang perjalanan kehidupan, praktek keagamaan (dalam
lslam misalnya melakukan dzikir) dan sebagainya. Bimbingan agama hendaklah lebih
menekankan pada sentuhan emosional/ perasaan bukan aspek rasional, menekankan aspek
hakekat/makrifat bukan syariat. Dengan demikian diharapkan para lansia dapat mengisi usia
senjanya dengan kehidupan yang lebih bermakna, sehingga rasa kehampaan, kesepian,
ketidakbermaknaan, penyesalan semakin berkurang, dan diganti dengan kehidupan yang
penuh pengharapan, optimisme, sabar dan kepasrahan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Lansia
dapat merasakan makna dalam derita (meaning in suffering), dan hikmah dalam musibah
(blessing in disquise).
c. Bimbingan konseling kesehatan mental dan psikologis
Diantara problem psikologis lansia yang pokok adalah rasa inferiority (rendah diri), atau
rasa harga diri yang kurang, sehubungan dengan proses penuaan dan keuzuran. Problem
tersebut akan berkembang menjadi problem yang lain. Oleh karena itu konselor lansia harus
berusaha untuk membantu lansia mengatasi problem tersebut. Dadang Hawari mengutip teori
Heinz Kohut akan pentingnya aspek “narcissisme” (kecintaan pada diri sendiri) pada lansia.
56
Para lansia hendaknya tetap memiliki harga diri, mampu mengatasi cidera narcistiknya akibat
proses penuaan, terlebih manakala kehilangan dukungan dari orang-orang sekitarnya. Untuk
tetap memelihara rasa harga diri pada lansia, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah :
a) Adanya jaminan sosial-ekonomi yang cukup memadai untuk hidup di usia lanjut.
b) Adanya dukungan dari orang-orang yang melindungi dirinya dari isolasi sosial dan
memperoleh kepuasan dari kebutuhan ketergantungannya pada pihak lain.
c) Kesehatan jiwa agar mampu beradaptasi dengan perubahan perkembangan pada tahap
lanjut usia.
d) Kesehatan fisik agar mampu menjalankan berbagai aktivitas secara produktif dan
menyenangkan.
e) Kebutuhan spiritual agar diperoleh ketenangan batiniah.
d. Layanan BK kesehatan fisik
Kesehatan fisik merupakan masalah umum para lansia. Upaya mengatasi masalah
tersebut menjadi kewenangan dokter atau ahli kesehatan. Yang terpenting bagi konselor,
terutama bagi anggota keluarga lansia adalah memberikan dukungan, support, dan
lingkungan yang menunjang agar para lansia dapat menerima dan dapat menyesuaikan
dengan kondisi kemunduran fisik secara positif dan konstruktif.
e. Bimbingan bidang sosial
Mengacu pada teori pelepasan (disengagement), maka para lansia perlu dikurangi
tanggung jawab dan beban sosialnya, lansia tinggal menikmati masa tuanya di rumah. Namun
banyak lansia yang mengalami kesepian, kesendirian, terisolasi dengan adanya pelepasan
tanggung jawab tersebut. Jika demikian maka lansia perlu dilibatkan dalam aktivitas sosial
yang cocok dengan kondisinya, misalnya lansia dijadikan sesepuh dalam suatu kegiatan,
menyampaikan doa, nasehat dan sebagainya. Dengan aktivitas tersebut lansia merasa masih
bermanfaat, punya kebanggaan.
f. Bimbingan karir
Kemiskinan, pengangguran, atau kerja berat umumnya menjadi masalah para lansia. Para
lansia jelas memerlukan aktivitas dalam bentuk berkarya. Dengan bekerja, di samping
memiliki nilai ekonomi, juga memberikan nilai tambah bidang sosial dan psikologis,
sehingga mereka akan memiliki harga diri, kemandirian. Mengingat berbagai kondisi fisik,
57
psikologis dan budaya, tentu lansia meniti karir yang sesuai dengan kondisinya, misalnya
bekerja yang tidak menuntut kekuatan dan kecepatan, otot. Beberapa bentuk karir lansia
seperti beternak, bertanam, menulis, berdakwah, meneruskan usaha sebelumnya dengan
mengurangi perannya.
g. Bimbingan bidang belajar
Para lansia perlu terus diberikan pelayanan yang sifatnya pembelajaran, agar mereka lebih
mampu menjalankan tugas perkembangannya. Para lansia diberi kesempatan untuk mengikuti
perkembangan informasi melalui media massa, buku-buku, pelatihan, ceramah dan
sebagainya
58
BAB IV
KAJIAN TENTANG PASIEN HIV-AIDS DAN PASIEN DENGAN
PENYAKIT KRONIS
59
A. Pengertian HIV/AIDS
Sering dikira sebagai satu kesatuan, HIV dan AIDS adalah dua kondisi yang berbeda.
Meski begitu, keduanya memang saling berhubungan. Sederhananya, HIV adalah kondisi
yang bisa menyebabkan penyakit AIDS. HIV itu sendiri adalah singkatan dari jenis virus
bernama Human Immunodeficiency Virus. HIV secara spesifik menyerang dan
menghancurkan sel CD4 yang menjadi bagian penting dari sistem kekebalan tubuh
manusia untuk melawan infeksi.
Hilangnya sel CD4 akan melemahkan fungsi sistem imun hingga sangat drastis.
Akibatnya, terinfeksi HIV akan membuat tubuh Anda rentan mengalami berbagai penyakit
infeksi dari bakteri, virus, jamur, parasit, dan patogen merugikan lainnya. Tubuh Anda tidak
bisa menyingkirkan keberadaan HIV sepenuhnya. Jadi, jika Anda terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus, Anda akan memilikinya seumur hidup. Infeksi HIV dalam jangka
panjang yang tidak terdiagnosis atau tidak diobati dengan tepat dapat meningkatkan risiko
Anda mengalami AIDS.
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah suatu kumpulan gejala yang
muncul ketika stadium infeksi HIV sudah sangat parah. Biasanya kondisi ini ditandai dengan
munculnya penyakit kronis lain, seperti kanker dan berbagai infeksi oportunis yang muncul
seiring dengan melemahnya sistem kekebalan tubuh.
Seberapa umumkah HIV dan AIDS? Menurut laporan UNAIDS, pada akhir 2017 ada
sekitar 36,9 juta orang yang hidup dengan HIV/AIDS alias ODHA. Namun dari total populasi
itu, hanya sekitar 75% orang yang menyadari mereka mengidap kondisi ini. Laporan tersebut
juga mencatat sekitar 940.000 orang di dunia meninggal akibat penyakit yang muncul sebagai
komplikasi AIDS.
B. Tanda-Tanda Dan Gejala
Apa saja tanda-tanda dan gejala HIV/AIDS?
Infeksi Human Immunodeficiency Virus pada umumnya tidak menampakkan wujud
yang jelas di awal masa paparan. Kebanyakan ODHA tidak menunjukkan tanda atau gejala
HIV/AIDS yang khas dalam beberapa tahun pertama terinfeksi. Jikalau mengalami gejala,
kemungkinan intensitas yang dirasakan tidak begitu jelas atau ciri-ciri yang muncul kerap
disalahpahami sebagai penyakit lain yang lebih umum. Anda mungkin juga sudah memiliki
HIV tetapi masih terlihat sehat, bugar, dan bisa berkegiatan normal selayaknya orang sehat
lainnya.
60
Infeksi Human Immunodeficiency Virus umumnya memakan waktu hingga 2 sampai
15 tahun sampai bisa memunculkan gejala pasti. HIV tidak akan langsung merusak organ
tubuh Anda. Virus tersebut perlahan menyerang sistem kekebalan tubuh dan melemahkannya
secara bertahap sampai kemudian tubuh Anda menjadi rentan diserang penyakit, terutama
infeksi.
Gejala awal HIV umumnya mirip dengan infeksi virus lainnya, yaitu:
1) Demam
2) Sakit kepala
3) Kelelahan
4) Nyeri otot
5) Kehilangan berat badan secara perlahan
6) Pembengkakan kelenjar getah bening di tenggorokan, ketiak, atau pangkal paha.
Jika Human Immunodeficiency Virus dibiarkan, kondisi ini bisa berubah semakin parah
menjadi AIDS. Berikut ini adalah berbagai gejala AIDS yang dapat muncul yaitu sariawan
yang ditandai dengan adanya lapisan keputihan dan tebal pada lidah atau mulut. Sariawan ini
disebabkan oleh infeksi jamur. Infeksi jamur vagina yang parah atau berulang
1. Penyakit radang panggul kronis
Infeksi parah dan sering mengalami kelelahan ekstrem yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya dan mungkin muncul bersamaan dengan sakit kepala dan atau pusing, turunnya
berat badan lebih dari 5 kg yang bukan disebabkan karena olahraga atau diet, lebih mudah
mengalami memar, diare yang lebih sering, sering demam dan berkeringat di malam hari,
pembengkakan atau mengerasnya kelenjar getah bening yang terletak di tenggorokan, ketiak,
atau pangkal paha, batuk kering yang terus menerus, sering mengalami sesak napas,
perdarahan pada kulit, mulut, hidung, anus, atau vagina tanpa penyebab yang pasti, ruam
kulit yang sering atau tidak biasa, mati rasa parah atau nyeri pada tangan atau kaki, hilangnya
kendali otot dan refleks, kelumpuhan, atau hilangnya kekuatan otot, kebingungan, perubahan
kepribadian, atau penurunan kemampuan mental. Selain itu, ada juga kemungkinan bahwa
Anda akan mengalami berbagai gejala di luar yang telah disebutkan.
Anda tidak dapat mengetahui secara pasti apakah benar terjangkit HIV/AIDS sampai
diperiksa secara medis dan menyeluruh. Jika Anda mempunyai kekhawatiran ata pertanyaan
61
tentang suatu gejala, silakan berkonsultasi dengan dokter. Jika Anda menunjukkan satu atau
lebih gejala HIV/AIDS seperti yang telah disebutkan di atas, segera periksakan diri ke dokter.
Kondisi tubuh masing-masing orang berbeda. Setiap orang mungkin menunjukkan tanda-
tanda yang berbeda. Namun meski tidak merasa atau menunjukkan gejala apa pun, Anda
masih dapat menularkan virus HIV ke orang lain. Untuk itu, selalu konsultasikan ke dokter
jika Anda mengalami berbagai gejala yang tak biasa. Anda juga perlu segera berkonsultasi
jika kondisi tubuh saat ini menghambat aktivitas keseharian.
Apa penyebab HIV/AIDS?
HIV adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency
Virus. Adapun AIDS adalah kondisi yang terdiri dari kumpulan gejala terkait pelemahan
sistem imun ketika infeksi HIV sudah berkembang parah dan tidak ditangani dengan baik.
C. Faktor Risiko
Menurut Center for Disease Control and Prevention (CDC), penularan virus HIV dari
pengidap hanya bisa diperantarai oleh cairan tubuh seperti darah, air mani, cairan pra-
ejakulasi, cairan rektal (anus), cairan vagina, dan ASI yang berkontak langsung dengan luka
terbuka di selaput lendir, jaringan lunak, atau luka terbuka di kulit luar tubuh orang sehat.
Jalur penularan virus umumnya terjadi dari hubungan seks tanpa kondom (penetrasi
vaginal, seks oral, dan anal). Ingat, penularan HIV hanya bisa terjadi dengan syarat, Anda
sebagai orang yang sehat memiliki luka terbuka atau lecet di organ seksual, di mulut, atau di
kulit. Biasanya perempuan remaja cenderung lebih rentan terhadap risiko infeksi HIV karena
selaput vagina mereka lebih tipis sehingga lebih rentan lecet dan terluka dibandingkan wanita
dewasa.
Penularan HIV lewat seks anal juga termasuk lebih rentan karena jaringan anus tidak
memiliki lapisan pelindung layaknya vagina, sehingga lebih mudah sobek akibat gesekan.
Selain dari paparan antar cairan dengan luka lewat aktivitas seks, penularan HIV juga dapat
terjadi jika cairan terinfeksi tersebut disuntikkan langsung ke pembuluh darah, misalnya dari:
Pemakaian jarum suntik secara bergantian dengan orang yang terkontaminasi dengan Human
Immunodeficiency Virus, menggunakan peralatan tato (termasuk tinta) dan tindik (body
piercing) yang tidak disterilkan dan pernah dipakai oleh orang dengan kondisi ini,
memiliki penyakit menular seksual (PMS) lainnya seperti klamidia atau gonore. Virus HIV
akan sangat mudah masuk saat sistem kekebalan tubuh lemah, ibu hamil pengidap HIV/AIDS
dapat menularkan virus aktif kepada bayinya (sebelum atau selama kelahiran) dan saat
62
menyusui. Namun, jangan salah sangka. Anda TIDAK dapat tertular virus Human
Immunodeficiency Virus melalui kontak sehari-hari seperti:
1) Bersentuhan
2) Berjabat tangan
3) Bergandengan
4) Berpelukan
5) Cipika-cipiki
6) Batuk dan bersin
7) Mendonorkan darah ke orang yang terinfeksi lewat jalur yang aman
8) Menggunakan kolam renang atau dudukan toilet yang sama
9) Berbagi sprei
10) Berbagi peralatan makan atau makanan yang sama
11) Dari hewan, nyamuk, atau serangga lainnya
D. Komplikasi
Apa komplikasi dari HIV/AIDS?
Komplikasi dari infeksi virus Human Immunodeficiency Virus adalah penyakit AIDS.
Artinya, AIDS menjadi kondisi lanjut dari infeksi HIV. Infeksi Human Immunodeficiency
Virus dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh, sehingga bisa menyebabkan berbagai
infeksi lainnya. Jika Anda juga memiliki AIDS, Anda mungkin memiliki beberapa
komplikasi kondisi yang cukup parah, seperti:
1. Infeksi
Infeksi kuman lain bisa terjadi lebih dari satu dalam waktu yang bersamaan. Adapun
berbagai infeksi yang biasanya muncul yaitu tuberkulosis, infeksi sitomegalovirus,
kriptokokus meningitis, toksoplasmosis, dan cryptosporidiosis.
2. Kanker
Orang yang mengalami AIDS juga bisa terkena penyakit kanker dengan mudah. Jenis
kanker yang biasanya muncul yaitu kanker paru-paru, ginjal, limfoma, dan sarkoma Kaposi.
3. Tuberkulosis (TBC)
Tuberkulosis (TBC) merupakan infeksi paling umum yang muncul saat seseorang
mengidap HIV. Pasalnya, orang dengan HIV/AIDS tubuhnya sangat rentan terkena virus.
63
Oleh sebab itu, tuberkulosis menjadi penyebab utama kematian di antara orang dengan
HIV/AIDS.
4. Sitomegalovirus
Sitomegalovirus adalah virus herpes yang biasanya ditularkan dalam bentuk cairan tubuh
seperti air liur, darah, urin, air mani, dan air susu ibu. Sistem kekebalan tubuh yang sehat
akan membuat virus tidak aktif. Namun, jika sistem kekebalan tubuh melemah karena Anda
mengidap penyakit HIV dan AIDS, virus dapat dengan mudah menjadi aktif. Sitomegalovirus
dapat menyebabkan kerusakan pada mata, saluran pencernaan, paru-paru, atau organ lain.
5. Candidiasis
Candidiasis adalah infeksi yang juga sering terjadi akibat HIV/AIDS. Kondisi ini
menyebabkan peradangan dan menyebabkan lapisan putih dan tebal pada selaput lendir
mulut, lidah, kerongkongan, atau vagina.
6. Kriptokokus meningitis
Meningitis adalah peradangan pada selaput dan cairan yang mengelilingi otak dan
sumsum tulang belakang (meninges). Meningitis kriptokokal adalah infeksi sistem saraf
umum pusat yang bisa didapat oleh orang dengan penyakit HIV/AIDS. Kriptokokus yang
disebabkan oleh jamur di dalam tanah.
7. Toksoplasmosis
Infeksi yang mematikan ini disebabkan oleh Toxoplasma gondii, parasit yang menyebar
terutama melalui kucing, Kucing yang terinfeksi biasanya memiliki parasit di dalam
tinjanya. Tanpa disadari, parasit ini kemudian dapat menyebar ke hewan lain dan manusia.
Jika orang dengan HIV/AIDS mengalami toksoplasmosis dan tidak segera ditangani, kondisi
ini bisa menyebabkan infeksi otak serius seperti ensefalitis.
8. Cryptosporidiosis
Infeksi ini terjadi disebabkan oleh parasit usus yang umum ditemukan pada hewan.
Biasanya seseorang bisa terkena parasit ini cryptosporidiosis ketika Anda menelan makanan
atau air yang terkontaminasi. Nantinya, parasit akan tumbuh di usus Anda dan saluran
empedu, menyebabkan diare parah kronis pada orang dengan AIDS.
64
Selain infeksi, Anda juga berisiko mengalami masalah neurologis dan masalah ginjal jika
memiliki penyakit AIDS. Diagnosis, Informasi yang diberikan bukanlah pengganti nasihat
medis. SELALU konsultasikan pada dokter Anda.
Bagaimana mendiagnosis HIV dan AIDS?
Mendiagnosis infeksi virus HIV biasanya akan dilakukan dengan tes darah. Karena
Ini adalah cara yang paling memungkinkan untuk dokter memeriksa sekaligus menentukan
apakah Anda terinfeksi HIV atau tidak. Keakuratan tes tergantung pada waktu kapan paparan
terakhir HIV. Misalnya kapan terakhir kali berhubungan seks tanpa kondom atau berbagi
jarum suntik. Jika Anda pernah melakukan berbagai tindakan yang berisiko terkena Human
Immunodeficiency Virus, Anda bisa saja benar terinfeksi virus HIV/AIDS. Oleh karena itu,
lebih baik melakukan tes HIV untuk mengetahui status kesehatan Anda. Butuh waktu sekitar
3 bulan untuk antibodi Human Immunodeficiency Virus muncul pada tes HIV. Jika hasil tes
Anda positif (reaktif), tandanya Anda memiliki antibodi HIV dan memiliki infeksi penyakit
tersebut. Meski positif HIV, namun belum berarti Anda juga memiliki AIDS. TIdak ada
yang tahu pasti kapan seseorang terinfeksi virus HIV akan mengalami AIDS. Jika hasil tes
Anda negatif, artinya di dalam tubuh Anda tidak memiliki antibodi Human Immunodeficiency
Virus. Obat & pengobatan, Informasi yang diberikan bukanlah pengganti nasihat medis.
SELALU konsultasikan pada dokter Anda.
Bagaiman cara mengobati HIV dan AIDS?
HIV/AIDS tidak bisa disembuhkan karena tidak ada obatnya. Namun, gejala penyakit
bisa dikendalikan dan sistem imun bisa ditingkatkan dengan pemberian
terapi antiretoviral (ARV). Obat ARV tidak dapat menyembuhkan, tetapi bisa membantu
orang dengan HIV hidup lebih lama dan lebih sehat. Selain itu, ARV juga membantu
mengurangi risiko penularan HIV.
Terapi ARV adalah sekumpulan obat yang biasanya digunakan untuk mengobati
infeksi akibat penyakit HIV. Tujuan utama obat ARV adalah mencegah dan mengurangi
jumlah Human Immunodeficiency Virus dalam tubuh dan menghambat virus dalam
memperbanyak diri. Dengan begitu, jumlah virusnya di dalam tubuh tidak terus bertambah.
Berkurangnya virus HIV memberi kesempatan bagi sistem kekebalan tubuh untuk
bisa pulih dan cukup kuat untuk melawan infeksi dan kanker. Selain itu, ketika jumlah
virusnya rendah dan tidak terdeteksi, kemungkinan untuk menularkan infeksi Human
65
Immunodeficiency Virus ini ke orang lain pun berkurang. Saat terdeteksi infeksi Human
Immunodeficiency Virus, Anda biasanya diminta untuk minum obat ART sesegera
mungkin. Apalagi jika Anda sedang dalam kondisi berikut:
1) Hamil
2) Memiliki infeksi oportunistik (infeksi penyakit lain bersamaan dengan HIV)
3) Memiliki gejala yang parah
4) Jumlah sel CD4 di bawah 350
5) Memiliki penyakit ginjal akibat HIV
6) Sedang dirawat karena hepatitis B atau C
Selain ART, ada banyak obat untuk HIV yang biasanya dikelompokkan dan
dikombinasikan sesuai dengan kegunaannya. Pemilihan rejimen ini akan berbeda tiap
orangnya karena biasanya disesuaikan dengan efek samping dan interaksi obat lain yang
digunakan. Untuk itu dokterlah yang akan memilihkan kira-kira rejimen mana sekiranya
cocok untuk mengobati kondisi Anda.
Apa saja perubahan gaya hidup atau pengobatan rumahan yang dapat dilakukan untuk
mengatasi HIV dan AIDS?
Berikut gaya hidup, pengobatan rumahan, serta pencegahan yang dapat membantu Anda
mengatasi infeksi virus HIV/AIDS:
1) Makan makanan dengan gizi seimbang dan memperbanyak sayur, buah, biji-bijian,
dan protein tanpa lemak,.
2) Cukup istirahat.,
3) Rutin berolahraga,
4) Menghindari obat-obatan terlarang termasuk alkohol,
5) Berhenti merokok,
6) Melakukan berbagai cara untuk mengelola stres seperti meditasi atau yoga,
7) Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun setiap habis memegang hewan
peliharaan,
8) Menghindari daging mentah, telur mentah, susu yang tidak dipasteurisasi, dan
makanan laut mentah,
9) Melakukan vaksin yang tepat untuk mencegah infeksi seperti radang paru dan flu.
66
Jika Anda positif terkena, Anda dapat menularkan virus ke orang lain meski tubuh tidak
menunjukkan gejala apapun. Untuk itu, lindungi diri Anda dan orang lain dan cegah
penyebaran HIV dengan cara:
1) Selalu menggunakan kondom saat berhubungan seks vagina, oral, atau anal,
2) Tidak berbagi jarum atau peralatan obat lainnya,
Jika Anda memiliki HIV dan hamil, berkonsultasilah dengan dokter yang memiliki
pengalaman tentang pengobatan infeksi Human Immunodeficiency Virus. Tanpa pengobatan,
sekitar 25 dari 100 bayi yang lahir dari ibu dengan HIV juga terinfeksi. Namun, ibu hamil
dapat secara langsung mengurangi risiko penularan kepada calon anaknya dengan rutin
menggunakan obat-obatan HIV/AIDS, melahirkan lewat operasi caesar, dan tidak menyusui
ASI eksklusif. Jika memiliki pertanyaan, silakan berkonsultasi dengan dokter demi lebih
memahami solusi terbaik untuk Anda.
67
BAB V
KAJIAN TENTANG KLIEN LGBT
68
A. Pengertian LGBT
LGBT merupakan sebuah singkatan dari Lesbian, Gay, Bisex dan Transgender.
Lesbian merupakan istilah yang diambil dari sebuah pulau Lesbos, yang mana perempuan di
pulau tersebut menyukai sesama jenis. Lesbian adalah perempuan yang memilih untuk
mengikatkan dirinya secara personal (secara psikis, fisik, dan emosional) dengan sesama
perempuan. Sedangkan Gay adalah seorang laki-laki yang mempunyai ketertarikan dengan
laki-laki. Biseksual adalah seseorang baik laki-laki atau perempuan yang mempunyai
ketertarikan seksual terhadap laki-laki sekaligus perempuan dalam waktu yang bersamaan.
Transgender adalah seseorang yang menggunakan atribut-atribut gender berlainan dengan
konsepsi yang dikonstruksikan secara sosial oleh masyarakat. Sedangkan Transeksual
merupakan seseorang yang merasa dirinya mempunyai jenis kelamin yang salah. Misalnya,
seorang yang sejak lahir memiliki vagina, tetapi setelah tumbuh dan berkembang jiwa dan
psikologisnya merasa dirinya adalah laki-laki dan kemudian melakukan operasi perubahan
organ seksualnya (Rohmawati, 2016).
Makna LGBT menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online, didefinisikan
sebagai berikut Lesbian merupakan wanita yang mencintai atau merasakan rangsangan
seksual sesama jenisnya. Gay merupakan kata yang diadopsi dari bahasa inggris yang artinya
homoseks, sedangkan makna homoseks diartikan sebagai hubungan seks dengan pasangan
sejenis (pria dengan pria). Biseksual diartikan mempunyai sifat kedua jenis kelamin (laki-laki
dan perempuan) atau tertarik kepada kedua jenis kelamin (baik kepada laki-laki maupun
kepada perempuan). Transgender pengertiannya tidak ditemukan dalam KBBI namun makna
gender mengacu pada makna seksual yang diartikan sebagai jenis kelamin. Makna
transgender adalah orang yang
Transeksual jika ia mengnedaki bantuan medis untuk transisi dari satu seks ke seks
lainnya1. Sumber lain menjelaskan bahwa transseksual adalah orang yang identitasnya
gendernya berlawanan dengan jenis kelaminnya secara biologis, sedangkan transgender
adalah orang yang cara berperilaku atau penampilannya tidak sesuai dengan gender pada
umumnya.
Walaupun kelompok LGBT mengklaim keberadaannya karena faktor genetis dengan
teori “Gay Gene” yang diusung oleh Dean Hamer pada tahun 1993. Akan tetapi, Dean
sebagai seorang gay kemudian meruntuhkan sendiri hasil risetnya. Dean mengakui risetnya
itu tak mendukung bahwa gen adalah faktor utama/yang menentukan yang melahirkan
69
homoseksualitas. Perbuatan LGBT sendiri ditolak oleh semua agama bahkan dianggap
sebagai perbuatan yang menjijikan, tindakan bejat, dan keji. Di lingkungan masyarakat,
manusia selalu diikuti oleh keberadan status sosial yang dikenal masyarakat sebagai "Gaya
Hidup". Seiring dengan perkembangan zaman gaya hidup yang dimunculkan seringkali tidak
biasa atau terlihat menyimpang. Belakangan ini muncul wacana pasangan sejenis yang
menarik perhatian di masyarakat. Sejumlah orang terang-terangan mempublikasikan diri
sebagai kaum homoseksual di kota-kota besar seperti Surabaya, Jakarta, Makassar dan
Yogyakarta. Mereka pun akhirnya bertemu dan membentuk suatu komunitas.
Lesbian merupakan salah satu orientasi seksual terhadap sesama jenis (wanita),
sedangkan gay adalah orientasi seksual terhadap sesama jenis (laki-laki). Tapi kenyataan di
masyarakat, bahwa komunitas gay masih lebih terang-terangan dibandingkan dengan
komunitas lesbian. Di Indonesia sendiri komunitas Gay dan Lesbian sedikit banyak belum
bisa diterima di masyarakat. Tidak sedikit masyarakat berpandangan miring, benci, kotor,
serta jijik bahkan ada yang mengucilkan dan menjauhi mereka. Tetapi di samping itu terdapat
juga masyarakat yang justru pro terhadap komunitas ini. Munculnya LSM serta situs khusus
untuk komunitas lesbian dan gay merupakan bukti dukungan dari sejumlah masyarakat.
Karena menurut mereka kaum homoseksual memiliki Hak Asasi Manusia yang patut
dilindungi. Organisasi ini menangani kehidupan gaya hidup mereka. Salah satu bentuk
pengaplikasian dari kondisi komunitas ini adalah dengan terbentuknya beberapa LSM seperti
Swara Srikandi di Jakarta, LGBT Gaya Nusantara, LGBT Arus Pelangi, dan Lentera Sahaja
juga Indonesian Gay Society di Yogyakarta. Di samping itu juga muncul sarana chatting dan
facebook yang dijadikan ruang untuk saling mengetahui dan mengenal. Sarana ini digunakan
sebagai media berbagi cerita dan tentu saja menjadi ajang pencarian pasangan. Bukti-bukti di
atas merupakan salah satu contoh berkembangnya komunitas homoseksual di masa kini.
Hasil survey YKPN menunjukan bahwa ada sekitar 4000-5000 penyuka sesama jenis
di Jakarta. Gaya Nusantara memperkirakan ada 260.000 dari 6 Juta penduduk Jawa Timur
adalah Homo. Kaum gay yang tercatat sebagai member komunitas gay di Indonesia terdapat
76.288. Sedangkan Oetomo memperkirakan secara Nasional, terdapat 1% jumlah komunitas
Homoseksual di Indonesia. Di Indonesia sendiri terdapat beberapa contoh orang-orang yang
berani mempublikasikan dirinya gay dikhalayak umum seperti Oetomo yang merupakan
presiden Gay di Indonesia, Samuel Wattimena merupakan seorang designer terkenal yang
membuat pengakuan sebagai gay di Kompas edisi 18 Maret 2001, dan Jupiter Fourtissimo
merupakan seorang aktor yang membuat pernyataan langsung diacara Silet 24 Januari 2008.
70
Lesbian sendiri mempunyai dua tipe yang dibedakan, yaitu Butch dan Femme. Butch adalah
perempuan maskulin yang berhasrat meniru laki- laki(tipe ini mengambil peran sebagai laki-
laki dalam hubungan lesbiannya). Femme adalahseorang feminin yang takut terhadap laki-
laki (tipe ini mengambil peran wanita dalam hubungan lesbiannya).
Sedangkan Gay mempunyai dua tipe juga yaitu Top dan Bot. Top adalah laki-laki yang
berpenampilan rapi dan macho (tipe yang mengambil peran sebagai laki-laki dalam hubungan
gaynya). Bot adalah laki-laki yang feminin (tipe yang mengambil peran sebagai wanita dalam
hubungan gaynya).
Banyaknya faktor yang mempengaruhi timbulnya kaum Homoseksual sendiri timbul
dari factor keluarga dan faktor lingkungan.
Biasanya faktor keluarga lebih menjerumus pada kurangnya peran orang tua pada anak atau
kasus perceraian, kekerasan,bahkan penganiayaan dalam rumah tangga. Akibatnya, seorang
anak bisa mengalami trauma. Traumatik yang parah sering ditimbulkan karena peristiwa
masa lalu seorang anak. Seperti contohnya, bisa dikaitkan pada perilaku penganiayaan orang
tua pada anak atau kasus pemerkosaan ayah terhadap anak perempuannya. Faktor ini
biasanya menyebabkan sang anak menjadi takut untuk berinteraksi dengan lawan jenis.
Selain itu, faktor lingkungan di mana seseorang merasa nyaman dan lebih tertarik dengan
sesame jenisnya daripada lawan jenisnya.
Berkaca dari pengalaman, kita dapat melakukan pencegahan dengan melakukan rehabilitasi
atau pengarahan kepada komunitas homoseksual ini. Di samping itu, sebaiknya kita sebagai
sesama manusia seharusnya memberikan dukungan moral untuk membantu mereka
mengatasi masalah ini. Peran orang tua dalam mendidik anak agar tidak terjadi
penyimpangan transgender pun juga dibutuhkan.
B. Dampak yang muncul pada LGBT
Berikut adalah beberapa dampak negatif dari perilaku homoseksual atau LGBT, yang
bisa dipetik dari cerita Nabi Muhammad SAW. tentang kaum Nabi Luth AS, diantaranya :
1) Dampak Kesehatan
Dampak kesehatan yang ditimbulkan adalah penyakit kelamin menular seperti dysentery,
syphilis, kencing nanah, AIDS, dan lain-lain.
2) Dampak sosial
Dampak sosial yang didapatkan yaitu tidak diterima dan dikucilkan oleh lingkungan
sekitar.
71
3) Dampak Pendidikan
Adapun dampak pendidikan di antaranya yaitu siswa ataupun siswi yang menganggap
dirinya sebagai homo menghadapi permasalahan putus sekolah 5 kali lebih besar daripada
siswa normal karena mereka merasakan ketidakamanan. Dan 28% dari mereka dipaksa
meninggalkan sekolah.
4) Dampak Keamanan
Dampak keamanan yang ditimbulkan lebih mencengangkan lagi yaitu:
Kaum homo seksual menyebabkan 33% pelecehan seksual pada anak-anak di Amerika
Serikat; padahal populasi mereka hanyalah 2% dari keseluruhan penduduk Amerika. Hal ini
berarti 1 dari 20 kasus homo seksual merupakan pelecehan seksual pada anak-anak,
sedangkan dari 490 kasus perzinaan 1 di antaranya merupakan pelecehan seksual pada anak-
anak(Psychological Report, 1986, 58 pp. 327-337).
Meskipun penelitian saat ini menyatakan bahwa persentase sebenarnya kaum homo seksual
antara 1-2% dari populasi Amerika, namun mereka menyatakan bahwa populasi mereka 10%
dengan tujuan agar masyarakat beranggapan bahwa jumlah mereka banyak dan berpengaruh
pada perpolitikan dan perundang-undangan masyarakat (Science Magazine, 18 July 1993, p.
322).
C. Karakteristik Klien LGBT
1. Lesbian :
1) Memiliki rasa yang berlebihan kepada sesama.
2) Memiliki kelainan dalam perilaku yang tidak sesuai kodratnya.
3) Tidak memiliki hasrat terhadap lawan jenis.
4) Memiliki sensitifitas yang sangat berlebihan
5) Kesulitan dalam mengontrol emosi dan hasrat seksual.
2. Gay :
1) Suka memakai pakaian yang ketat, agar terlihat lekuk tubuhnya..
2) Terlihat sangat feminism.
3) Senang memakai warna yang mencolok di mata.
4) Suka berpenampilan yang rapih, kebanyakan parfum yang baunya agak keras.
5) Sering berbicara hal-hal yang berkaitan dengan homo.
72
3. Biseksual :
1) Memiliki daya tarik lebih kuat terhadap salah satu jenis kelamin meskipun masih
memiliki daya tarik untuk keduanya.
2) Memiliki hubungan hereroseksual yang stabil dan sesekali hubungan homoseksual.
Sebaliknya, memiliki hubungan homoseksual yang stabil dan sesekali hubungan
heteroseksual.
3) Merasa nyaman memiliki hubungan romantic atau seksual dengan orang yang berasal
dari kedua jenis kelamin yang berbeda.
4) Suka berganti antara heteroseksual dan homoseksual.
4. Transgender :
1) Kaki
Transgender memiliki kaki yang relative panjang, kaki transgender umumnya tegak,
terutama pada bagian paha depan dan betis. Beberapa anggapan mengungkapkan ini
merupakan efek testosterone. Namun meski begitu pembawaan jiwa feminism membuat kaki
transgender terlihat lentur, halus, juga anggun.
2) Bahu dan pinggang
Meskipun sebagaian wanita terlahir memiliki bahu yang juga bidang, namun hal tersebut
masih menajdi ciri khas dari bentuk pria. Jadi, transgender umumnya memiliki bahu yang
lebar dan elegan. Punggung yang terlihat juga cenderung lurus, kaku dan tidak bungkuk.
3) Muka
Dagu yang dimiliki oleh transgender umumnya sedikit lebih besar dibandingkan wanita
pada umumnya. Rahang pada transgender juga terlihat lebih kuat serta memiliki garis yang
keras. Dan, transgender memiliki alis yang agak menonjol disbanding alis wanita
kebanyakan.
4) Jakun
Salah satu yang terbukti secara jelas adalah jakun. Pria memiliki jakun yang terlihat
menonjol disbanding wanita. Fungsi dari jakun ini adalah untuk melindungi dinding depan
dan bagian depan laring pada manusia. Dan pria memiliki ukuran jakun yang lebih besar
daripada wanita. Sehingga, jakun dianggap sebagai tanda jelas ciri-ciri seorang pria.
73
D. Layanan BK Yang Tepat Bagi LGBT
Dalam hal ini peran guru BK atau konselor sangat dibutuhkan karena dengan bantuan
layanan konseling yang diberikan oleh konselor dapat membantu klien yang memiliki
orientasi sexsual LGBT dengan catatan seorang konselor harus menerima klien sebagai aapa
adanya tanpa adanya diskriminasi tentang dirinya dan orientasi sexsual nya. Adapun layanan
yang bisa diberikan konselor kepada LGBT diantaranya adalah :
1. Layanan Informasi
Layanan informasi yaitu Layanan yang bertujuan untuk membekali klien atau peserta
didik dengan berbagai pengetahuan dan pemahaman tentang berbagai hal yang berguna untuk
mengenal diri, merencanakan, dan mengembangkan pola kehidupan sebagai pelajar, anggota
keluarga, dan anggota masyarakat. Layanan informasi berupaya memenuhi kekurangan
seseorang akan informasi yang dibutuhkan. Pada layanan informasi peran konselor adalah
memberikan informasi kepada klien LGBT seperti mengenai pemahaman gender, dampak
dari LGBT yang akan klien terima.
2. Layanan Konseling Individu
Layanan konseling individu, yaitu layanan yang memungkinkan peserta didik atau klien
memperoleh pelayanan secara pribadi melalui tatap muka dengan konselor atau guru
pembimbing dalam rangka pembahasan dan pengentasan masalah yang di hadapi klien atau
peserta didik. Pada layanan konseling indvidu peran konselor adalah mengentaskan KES-T
yang dialami klien memberi pemahaman mengenai penerimaan diri yang dimana klien dapat
menerima dirinya sebagai kodratnya. Pada layanan konseling individu konselor dapat
menggunakan model- model konseling seperti : Konseling self, konseling behavior, konseling
realitas, dan konseling kognitif.
3. Layanan Konseling Kelompok
Layanan konseling kelompok, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang
memungkinkan klien atau peserta didik memperoleh kesempatan untuk membicarakan dan
menyelesaikan permasalahan yang dialami melaui dinamika kelompok, terfokus pada
masalah pribadi. Pada layanan konseling kelompok peran konselor adalah membiarkan klien
mengungkapkan permasalahan yang dialaminya mengenai LGBT dalam dinamika kelompok.
Dan konselor bisa menanyakan kepada klien ,mengenai perasaan klien selama menjadi LGBT
74
dengan cara ini konselor juga dapat memperoleh informasi mengenai faktor penyebab klien
menjadi LGBT.
75
BAB VI
KAJIAN TENTANG KLIEN PEREMPUAN, ANAK DAN
MANULA
76
A. Pengertian Korban Kekerasan Dan Penyintas Bencana
1. Pengertian Korban Kekerasan
Korban adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat
tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain
yang bertentangan dengan kepentingan hak asasi pihak yang dirugikan. Pada
dasarnya korban adalah orang, baik individu, kelompok ataupun masyarakat yang
telah menderita kerugian yang secara langsung sebagai akibat dari kejahatan subyek
lain. Bila hendak membicarakan mengenai korban, maka seyogyanya dilihat kembali
pada budaya dan peradaban Ibrani kuno.
Berbicara mengenai korban dalam suatu tindak pidana dalam sistim hukum
nasional di Indonesia, posisinya sangatlah tidak menguntungkan. Karena korban
tersebut dalam Sistim Peradilan Pidana, hanya sebagai figuran, bukan sebagai
pemeran utama atau hanya sebagai saksi (korban). Seharusnya korban tidak saja
dipahami sebagai obyek dari suatu kejahatan tetapi juga harus dipahami sebagai
subyek yang perlu mendapat perlindungan secara sosial dan hukum. Istilah korban
pada saat itu merujuk pada pengertian “setiap orang, kelompok, atau apapun yang
mengalami luka-luka, kerugian, atau penderitaan akibat tindakan yang bertentangan
dengan hukum. Penderitaan tersebut bisa berbentuk fisik, psikologi maupun ekonomi.
Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia menyebutkan kata korban mempunyai
pengertian sebagai berikut : ” korban adalah orang yang menderita kecelakaan karena
perbuatan (hawa nafsu dan sebagainya) sendiri atau orang lain”.
Kekerasan merupakan tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan, pemukulan,
pemerkosaan, dan lain-lain) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk
menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain, dan hingga batas tertentu
tindakan menyakiti binatang dapat dianggap sebagai kekerasan, tergantung pada
situasi dan nilai-nilai sosial yang terkait dengan kekejaman terhadap binatang. Istilah
“kekerasan” juga mengandung kecenderungan agresif untuk melakukan perilaku yang
merusak. Kerusakan harta benda biasanya dianggap masalah kecil dibandingkan
dengan kekerasan terhadap orang.
77
Kekerasan pada dasarnya tergolong ke dalam dua bentuk kekerasan sembarang, yang
mencakup kekerasan dalam skala kecil atau yang tidak terencanakan, dan kekerasan yang
terkoordinir, yang dilakukan oleh kelompok-kelompok baik yang
diberi hak maupun tidak. Seperti yang terjadi dalam perang (yakni kekerasan antar-
masyarakat) dan terorisme. Maka korban kekerasan adalah individu atau sekelompok orang
yang menderita baik secara rohani maupun jasmani akibat perbuatn seseorang yang dengan
sengaja merugikan korban tersebut.
B. Pengertian Penyintas Bencana
Penyintas dimaksudkan sebagai terjemahan dari bahasa Inggris, survivor (orang yang
dapat bertahan hidup). Kata ini muncul untuk menyebut mereka yang bisa bertahan dan
selamat dari bencana yang muncul. Asal katanya dari “sintas”, mendapat tambahan pe,
menjadi penyintas, yang bermakna orang yang selamat dan bisa bertahan hidup dari bencana.
Tujuannya untuk mengganti kata “korban” yang dihubungkan dengan mereka yang selamat.
Dengan begitu, bila ada yang bisa selamat dari bencana dengan segala upaya dan usahanya,
maka orang itu selayaknya disebut sebagai “penyintas”, bukan disebut sebagai “korban”.
Sintas adalah bertahan hidup dalam kondisi yang tidak diinginkan, dalam jangka waktu
yang lama. Seseorang yang mengalami kondisi demikian disebut penyintas. ... Kata penyintas
kali pertama muncul sekitar tahun 2005. Kata tersebut dipopulerkan oleh para aktivis
kemanusiaan dan relawan saat terjadi bencana.
Terdapat 2 makna 'penyintas' di KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Dari kata dasar: sintas
1. Orang yang mampu bertahan hidup.
2. Orang yang dapat bertahan terhadap kondisi yang membahayakan kelangsungan hidup.
Kesimpulannya adalah Definisi penyintas menurut KBBI adalah orang yang mampu
bertahan hidup. Arti lainnya dari penyintas adalah orang yang dapat bertahan terhadap
kondisi yang membahayakan kelangsungan hidup.
Dampak Yang Muncul Pada Klien Korban Kekerasan dan Penyintas Bencana
1. Dampak Korban Kekerasan
a) Mengalami Trauma
b) Perasaan Tidak berguna
78
c) Sulit Mempercayai Orang Lain
d) Depresi
e) Sulit Mengendalikan Emosi
f) Luka atau Cacat Fisik
g) Menyakiti Diri Sendiri hingga Bunuh Diri
h) Gangguan Kesehatan
i) Rendahnya Kepercayaan Diri
Dampak Penyintas Bencana
a) Hilangnya Harta Benda
b) Stress, Depressi, Trauma dan Kecemasan
c) Hilangnya tempat tinggal
d) Merasa tidak aman
e) Kehilangan Keluarga dan Sahabat
f) Dilingkupi perasaan ketidakpastian masa depan
g) Kehilangan semangat dan makna kehidupan
h) Gangguan Kesehatan
i) Luka atau Cacat Fisik
j) Perekonomian Yang Anjlok
C. Karakteristik Klien Korban Kekerasan
Panduan Hukum: Memahami Kekerasan Psikis.
Kekerasan, tidak melulu hanya kekerasan fisik semata. Banyak kasus khususnya
kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT), di mana pelaku tidak pernah melakukan
pemukulan dan kekerasan fisik lain, namun akibat dari perbuatan pelaku, korban mengalami
penderitaan yang berat.
Kekerasan psikologis, atau dalam pasal 7 Undang-undang No 23 tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga disebut sebagai kekerasan psikis adalah
perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan
untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
Sebagai contoh, kasus yang dialami ibu A yang merasa suaminya selalu
mendiamkannya, dan bila berkata-kata merendahkan ibu A. Suami tidak mau menyapa
apalagi menyentuhnya, sampai akhirnya ibu A membakar diri. Suami ibu A tidak pernah
melakukan kekerasan fisik. Namun tindakan suami dengan selalu mendiamkan membuat ibu
79
A tidak percaya diri. Ibu A juga semakin merasa terhina dari kata-kata merendahkan yang
diucapkan suami. Ibu A mengalami kekerasan psikis.
Kekerasan psikis banyak sekali terjadi pada difabel. Sikap dan perilaku membedakan
(baca: diskriminatif) yang dilakukan oleh keluarga dan masyarakat pada difabel banyak kita
temui. Kasus-kasus seperti pelarangan keluar rumah, tidak sekolahkan, sikap dan pernyataan
yang memperolok/merendahkan, bahkan pemasungan, sering terjadi.
Kekerasan psikis memang sulit untuk dilihat, bahkan bisa jadi korban tidak menyadari
bahwa dirinya mengalami kekerasan psikis. Secara umum, disebut sebagai kekerasan psikis
apabila:
Ada pernyataan yang dilakukan dengan umpatan, amarah, penghinaan, pelabelan
negative, atau sikap dan gaya tubuh yang merendahkan;
Tindakan tersebut menekan, mencemooh/menghina, merendahkan, membatasi, atau
mengontrol korban agar memenuhi tuntutan pelaku;
Tindakan tersebut menimbulkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya
kemampuan untuk bertindak, dan rasa tidak berdaya
Sejauhmana korban mengalami kekerasan psikis dapat dibuktikan melalui Visum et
Psikiatrikum, yaitu keterangan mengenai kondisi psikologis seseorang yang disertai
kemungkinan sebab-sebabnya. Visum et Psikiatrikum ini dikeluarkan oleh pihak-pihak
seperti psikolog yang kompeten dan institusi atau lembaga yang berwenang
mengeluarkannya.
Kekerasan psikis bisa berupa:
Tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi, kesewenangan, perendahan, dan
penghinaan dalam bentuk pelarangan, pemaksaan dan isolasi sosial
Tindakan atau ucapan yang merencahkan atau menghina, penguntitan, kekerasan dan
atau ancaman kekerasan fisik, seksual, ekonomis;
Difabel sangat rentan mengalami kekerasan psikis. Banyak kasus kekerasan psikis
ringan seperti kata-kata yang merendahkan, sikap atau perilaku yang membedakan dan tidak
menghargai, pelarangan-pelarangan tertentu seperti tidak boleh keluar rumah, dan
sebagainya. Kata-kata yang merendahkan martabat dan menghina yang dilakukan terus
80
menerus bisa mengakibatkan korban kehilangan kepercayaan diri, hingga mengalami tekanan
psikologis berat.
1. Dampak kekerasan psikis:
Berakibat pada hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak,
gangguan tidur atau gangguan makan atau ketergantungan obat atau disfungsi seksual,
gangguan fungsi tubuh ringan, seperti sakit kepala, gangguan pencernakan tanpa indikasi
medis.
Kekerasan psikis yang berat bisa berakibat hilangnya rasa percaya diri, hilangnya
kemampuan untuk bertindak, gangguan tidur atau gangguan makan atau ketergantungan obat
atau disfungsi seksual dalam kondisi berat dan menahun, dan bisa berakibat pada gangguan
fungsi tubuh berat misalnya: tiba-tiba lumpuh atau buta tanpa indikasi medis. Bahkan
dampak kekerasan psikis berat bisa bunuh diri.
2. Upaya Penyelesaian Kasus Kekerasan Psikis
Kekerasan psikis tidak boleh diabaikan, karena meskipun tidak kelihatan ada luka fisik
namun siapapun yang mengalami tentu merasa tidak nyaman, dan bahkan mengalami
penderitaan berat dan bisa berakhir dengan kematian. Untuk itu, penting mencari jalan keluar
atas persoalan psikis yang dialami, yaitu dengan cara:
Memunculkan keyakinan diri korban bahwa setiap orang mempunyai harga diri dan tidak
bisa diperlakukan seenaknya. Ajak korban untuk menghargai dirinya sendiri.
Meyakinkan pada diri korban bahwa bila pasangan atau pelaku kekerasan mengaku
menyayangi korban, maka tentu akan memberikan penghargaan dan menghormati korban dan
bukan sebaliknya.
Perlu mencari informasi seluas luasnya untuk mendapat pengetahuan yang lebih banyak
mengenai bagaimana membangun kehidupan yang lebih baik. Pengetahuan bisa dicari
dengan banyak cara, seperti membaca Koran, mendengar radio, informasi dari organisasi
sekitar, atau bertanyalah pada saudara, teman, tetangga, dsb.
3. Karakteristik Penyintas Bencana
Bencana silih berganti muncul di berbagai belahan bumi dengan membawa konsekwensi
negatif bagi kehidupan, terutama manusia. Kurang lebih 10 tahun terakhir sejumlah bencana
besar melanda, misalnya Tsunami di Aceh tahun 2004, ,Badai Katrina di Amerika Serikat
81
tahun 2005, Gempa Bumi Sichuan di China tahun 2008. Paparan di atas baru sekedar contoh.
Hampir tak terhitung jumlah bencana di setiap negara jika dirinci satu persatu.
Dampak bencana menurut Gregor (2005) sangat terasa pada sebagian orang. Kehilangan
keluarga dan sahabat, kehilangan tempat tinggal, dan harta benda, kehilangan akan makna
kehidupan yang dimiliki, perpindahan tempat hidup serta perasaan ketidakpastian karena
kehilangan orientasi masa depan, serta keamanan personal.
Baik pada anak maupun pada orang dewasa dampak bencana bervariasi dari jangka
pendek sampai jangka panjang. Dampak emosional jangka pendek yang masih dapat dilihat
dengan jelas meliputi rasa takut dan cemas yang akut, rasa sedih dan bersalah yang kronis,
serta munculnya perasaan hampa. Pada sebagian orang perasaan-perasaan ini akan pulih
seiring berjalannya waktu. Namun pada sebagian yang lain dampak emosional bencana dapat
berlangsung lebih lama berupa trauma dan problem penyesuaian pada kehidupan personal,
interpersonal, sosial, dan ekonomi pasca bencana (Ehrenreich dan McQuaide dalam
Retnowati, 2012). Gejalagejala gangguan emosi yang terjadi merupakan sumber distres dan
dapat mempengaruhi kemampuan penyintas bencana untuk menata kehidupannya kembali.
Apabila tidak segera direspons akan menyebabkan penyintas, keluarga, dan masyarakat tidak
dapat berfungsi dalam kehidupan dengan baik (Retnowati, 2012).
Bencana seringkali juga memaksa seseorang untuk pergi dari tempat tinggal asal ke
tempat tinggal baru karena tempat tinggal asal sudah tidak dapat ditinggali, baik karena
kerusakan yang ditimbulkan atau karena wilayah yang ditinggali selalu terancam bencana.
Kondisi ini menuntut penyintas bencana tinggal di relokasi, yaitu lokasi baru pasca bencana.
Berbagai perubahan kondisi sebelum tinggal di relokasi dan sesudah tinggal di relokasi
membawa dampak negatif pada penyintas bencana. Sejumlah studi menunjukkan
kondisikondisi negatif penyintas bencana yang tinggal di relokasi. Perpindahan atau evakuasi
dari tempat asal ke tempat baru baik sebelum, selama, dan sesudah bencana semakin
meningkatkan stres psikologis tersendiri (Killic dkk, 2006, Najarian dkk, 2005). Relokasi
memunculkan banyak stres karena adanya perpindahan atau transisi meskipun relokasi sudah
direncanakan, diantisipasi, atau dipilih sendiri oleh individu (Sanders dkk, 2003). Penelitian
Sanders dkk (2003) pada 58 orang lansia yang direlokasi dari rumahnya setelah adanya Badai
Andrew di Florida, Miami, Amerika Serikat menunjukkan adanya kecenderungan mengalami
problem fisik maupun psikis berupa munculnya perasaan tercerabut dari sistem dukungan
82
sosial yang selama ini memberi termasuk di dalamnya keluarga, layanan sosial, dan fasilitas
kesehatan.
Penyesuaian psikologis yang positif menurut Seaton (2009) merupakan suatu istilah yang
menunjukkan kondisi mental positif yang dialami individu yang mengacu pada kemampuan
individu untuk bertindak atau mengatasi masalah secara efektif dalam memenuhi berbagai
tuntutan lingkungan yang menekan. Sebagai suatu proses, penyesuaian psikologis mengacu
pada kemampuan adaptasi individu pada kondisi lingkungan yang berubah. Riset-riset yang
dilakukan banyak mengkaitkan topik penyesuaian psikologis ini pada situasi yang penuh
stress, termasuk di dalamnya situasi bencana.
Ada 4 dimensi penyesuaian psikologis yang positif menurut Seaton (2009) yaitu
1) penyesuaian psikologis dalam bentuk tidak adanya simtom-simtom psikologis seperti
kecemasan dan depresi,
2) penyesuaian psikologis sebagai kondisi yang normal pada umumnya ,
3) dialaminya kondisi wellbeing sebagai indikator penyesuaian psikologis misalnya
adanya harga diri yang tinggi atau tingginya kepuasan hidup,
4) penyesuaian psikologis sebagai karakteristik individu yang menunjukkan tingkat
adaptasi yang positif yang banyak ditunjukkan dengan istilah resilien atau cerdas emosi. Tiga
dimensi pertama mengacu pada penyesuaian psikologis yang bermakna sebagai capaian
kondisi kesehatan mental, sedang dimensi yang terakhir (no 4) mengacu pada penyesuaian
psikologis sebagai proses.
Menurut Retnowati (2012) faktor personal dan lingkungan secara bersama-sama
berkontribusi pada munculnya problem mental penyintas bencana pasca bencana. Faktor
personal yang mempengaruhi antara lain intensitas rasa takut, kemampuan regulasi emosi,
dan tipe koping. Strategi coping yang positif misalnya dengan berpikir bijaksana, melakukan
pengelolaan emosi secara tepat, dan pengalihan stress melalui aktivitas yang menyenangkan
ternyata efektif membantu anak menyesuaikan diri dengan berbagai stress pasca bencana
(Vigna dkk, 2009)
Faktor lingkungan yang berpengaruh pada penyesuaian psikologis penyintas bencana
adalah dukungan sosial. Dukungan sosial merupakan salahsatu prediktor penyesuaian
psikologis yang positif pasca bencana. Penelitian dari Aikins (2012) menunjukkan bahwa
83
tingginya dukungan sosial dari orangtua dan dari teman sebaya atau teman sekelas
berpengaruh pada tingginya penyesuaian psikologis yang positif pada anak-anak yang
mengalami bencana Tumpahan Minyak di Horizan Laut Dalam Badai Katrina. Pina dkk
(2008) dalam penelitiannya menemukan bahwa dukungan sosial dari keluarga besar menjadi
penghambat munculnya symptom stress pasca trauma, kecemasan, dan depresi pada remaja
penyintas bencana Badai Katrina di Amerika Serikat.
Penelitian Mabruri (2007) terhadap penyintas bencana Gempa Bumi di Yogyakarta
menunjukkan bahwa nilai-nilai budaya Jawa yang rilo, nrimo, dan sabar mempengaruhi
bagaimana korban memandang dan menyikapi bencana yang dialami sehingga memiliki
kekuatan pribadi dalam menghadapi peristiwa yang mencekam. Pada mayoritas penyintas
erupsi Merapi, nilai-nilai budaya yang dianut, yaitu budaya Jawa, tampaknya juga memiliki
kontribusi besar dalam penyesuaian psikologis penyintas pasca bencana. Sikap dan perilaku
yang bersumber dari nilai-nilai budaya Jawa ternyata berdampak positif bagi para penyintas
sehingga tetap tegar menghadapi berbagai problem berat yang menghadang, termasuk
menyikapi berbagai tuntutan yang harus dilakukan pasca bencana (Fathiyah, 2011) Temuan
ini sejalan dengan pandangan Hardin, dkk (2002) yang menjelaskan bahwa nilai-nilai yang
diyakini dapat menjadi salah satu sarana untuk mengatasi stressor hidup dan meraih apa-apa
yang diharapkan dalam hidup sehingga mengurangi problem mental seseorang pasca
bencana. Pada akhirnya penyintas bencana dapat menyesuaian diri dengan kondisi baru pasca
bencana.
Nilai-nilai budaya yang dimiliki seseorang berpengaruh besar pada penerimaan diri
seseorang. Pada kerangka budaya, budaya memberi pengaruh pada perkembangan
kepribadian seseorang, termasuk di dalamnya bagaimana seseorang memandang dan
menerima dirinya (Dayakisni dan Yuniardi, 2003). Nilai-nilai budaya Jawa yang tercermin
dari sikap, pandangan hidup yang dimiliki mayoritas penyintas bencana misalnya pandangan
Sikap nrimo ing pandum yang dalam paradigma Jawa diartikan sebagai kemauan menerima
segala akibat tanpa dibuntuti perasaan sedu sedan ataupun gerutu (Suwardi, 1992) serta
diikuti dengan sikap sabar (Djarwadi, 2011) yang berarti menahan diri dari keluh kesah,
memahami keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki dan tidak menginginkan apa yang tidak
mungkin ada pada diri). Contoh lain misalnya anggapan bahwa harta, pangkat, dan jiwa yang
dimiliki sebagai ‟hanya titipan‟ belaka dari Tuhan yang suatu saat akan diminta (Amrih,
2011) menyebabkan penyintas bencana dapat secara positif menerima berbagai pengalaman
yang dialami termasuk pengalaman-pengalaman buruk pasca bencana.
84
Bencana memang tidak dapat ditolak kehadirannya karena merupakan bagian dari proses
alami kehidupan. Meskipun bencana tidak dapat dicegah tetapi hadirnya bencana dengan
segala efek negatifnya tidak selamanya menimbulkan problem psikologis pada penyintas,
asal ada penguatan atau pemberdayaan sebelum, saat, dan pasca bencana Adanya penguatan
ini menjadikan penyintas dapat menyesuaian diri dengan baik sehingga muncul berkembang
suatu keadaan posttraumatic growth yang ditunjukkan oleh adanya peningkatan hubungan
interpersonal dengan orang lain, kekuatan personal, spiritual, penghargaan terhadap hidup,
dan kemampuan dalam mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan baru dalam kehidupan,
tidak adanya simtom-simtom psikologis seperti kecemasan dan depresi, memiliki harga diri
dan kepuasan hidup yang tingginya resiliensi atau kelenturan individu dalam menghadapi
berbagai problem.
Salah satu sumber penguatan personal adalah budaya. Nilainilai budaya yang dimiliki
seseorang berpengaruh besar pada penerimaan diri seseorang. Pada kerangka budaya, budaya
memberi pengaruh pada perkembangan kepribadian seseorang, termasuk di dalamnya
bagaimana seseorang memandang dan menerima dirinya. World Health Organization (2003)
mengisyaratkan pentingnya kolaborasi dengan sumber-sumber lokal dalam pengelolaan
bencana yang berimplikasi pada intervensi yang mengutamakan sudut pandang budaya atau
lokal setempat. Sejalan dengan itu, Parelkar, Jones, dan Ollendick (2006) juga menekankan
pentingnya menghadirkan faktor protektif untuk mengurangi dampak negatif bencana antara
lain menyediakan dukungan sosial, melakukan strategi koping yang efektif, dan
memanfaatkan kekuatan budaya setempat antara lain nilai, identitas, dan tradisi dalam
menyikapi bencana. Di lapangan pun, berdasar pengalaman menerapkan intervensi pada
penyintas bencana gempa bumi di Port Au Prince Haiti diketahui bahwa ketika suatu model
diterapkan dengan menyesuaikan budaya setempat, penyintas justru mendapat keuntungan
ganda baik dari perspektif barat maupun dari perspektif budaya setempat (James dkk, 2012).
D. Layanan BK yang tepat bagi klien korban kekerasan dan penyintas bencana.
Layanan konseling traumatik pada prinsipnya dibutuhkan oleh semua korban selamat
yang mengalami stres dan depresi berat, baik itu orang tua maupun anak-anak. Anak-anak
perlu dibantu untuk bisa menatap masa depan dan membangun harapan baru dengan kondisi
yang baru pula. Bagi orang tua, layanan konseling traumatik diharapkan dapat membantu
mereka memahami dan menerima kenyataan hidup saat ini; untuk selanjutnya mampu
“melupakan” semua tragedi dan memulai kehidupan baru.
85
Di samping untuk menstabilkan kondisi emosional, layanan konseling traumatik bagi
orang tua idealnya juga memberikan keterampilan yang dapat dijadikan modal awal memulai
kehidupan baru dengan pekerjaan-pekerjaan baru sesuai kapasitas yang dimiliki dan daya
dukung lingkungan. Dengan demikian, mereka bisa sesegera mungkin menjalani hidup secara
mandiri sehingga tidak terus-menerus menyandarkan pada donasi pihak lain.
Untuk mencapai efektivitas layanan, maka konseling traumatik dapat dilakukan dengan
dua pendekatan, yakni yang bersifat individual, khususnya untuk korban yang tingkat stres
dan depresinya berat, sementara itu bagi mereka yang beban psikologisnya masih pada
derajat sedang, dapat dilakukan dengan pendekatan kelompok.
Layanan konseling kelompok akan menjadi lebih efektif bila mereka juga difasilitasi
untuk membentuk forum di antara sesama korban bencana. Lewat forum-forum yang mereka
bentuk secara swadaya itulah nantinya mereka menemukan “keluarga baru” yang bisa
dijadikan tempat untuk saling membantu keluar dari kesulitan yang memilukan.
Menyembuhkan luka psikologis memang butuh waktu yang panjang dengan serangkaian
proses psikologis yang konsisten. Oleh karena itu, seyogyanya pemerintah sesegera mungkin
menerjunkan relawan yang bertugas memberikan layanan konseling traumatik. Seiring
dengan semakin lancarnya bantuan logistik, layanan konseling seharusnya sudah mulai
diberikan. Memang bisa dipahami adanya kesulitan pemerintah untuk menurunkan tim
konseling traumatik karena tidak mudah mencari relawan yang memiliki basis ilmu
pengetahuan dan pengalaman di bidang ini. Tapi bagaimanapun, layanan konseling traumatik
harus bisa diwujudkan untuk membantu para korban bencana.
Perlu dicatat bahwa manusia tidak hidup hanya dengan makan dan minum saja,
melainkan butuh sentuhan psikologis yang mampu menyalakan api kehidupan dalam dirinya.
Pemerintah, lewat layanan konseling traumatik, juga diharapkan memfasilitasi terwujudnya
pengembangan komunitas di daerah bencana yang bisa menjadi forum silaturahmi antarwarga
korban gempa
E. Menangani Trauma
Penyebab trauma adalah peristiwa yang sangat menekan, terjadi secara tiba-tiba dan
diluar kontrol seseorang, bahkan seringkali membahayakan kehidupan atau mengancam Jiwa.
Kekerasan bisa menimbulkan trauma. Tak hanya fisik saja yang luka tapi juga psikis, rasa
ketakutan dan terancam jiwanya, itu yang sulit disembuhkan. Trauma tak memandang usia.
Anak kecil, remaja, maupun orang dewasa bisa mengalami trauma. Bedanya pada anak kecil,
86
ia belum bisa memahami apa yang menimpa dirinya, dan trauma itu baru muncul setelah si
anak dewasa. Trauma yang muncul setelah dewasa bisa mengakibatkan perubahan
kepribadian, ia bisa menjadi orang yang pendendam dan kemungkinan menjadi pelaku
kekerasan di kemudian hari. Oleh karena itu, trauma penting sekali untuk segera
ditangani.Peran konselor yang dapat dilakukan segera adalah :
Meredakan perasaan-perasaan (cemas/ gagal/ bodoh/ putus asa/ tidak berguna/ malu/
tidak mampu/ rasa bersalah) dengan menunjukkan sikap menerima situasi krisis, menciptakan
keseimbangan pribadi dan penguasaan diri serta tanggungjawab terhadap diri konseli (mampu
menyesuaikan diri dengan situasi yang baru (situasi krisis).
a) Agar konseli dapat menerima kesedihan secara wajar.
b) Memberikan intervensi langsung dalam upaya mengatasi situasi krisis.
c) Memberikan dukungan kadar tinggi kepada konseli
F. Rancangan Progam Pemulihan Trauma
Dalam rancangan program pemulihan trauma di bawah ini menggunakan beberapa
pendekatan disiplin ilmu namun terintegrasi menjadi satu menjadi sebuah program pemulihan
trauma yang layak untuk diaplikasikan. Rancangan program pemulihan trauma ini
diperuntukkan untuk segala usia namun tentunya formula dan pengaplikasiaanya yang
berbeda disesuaikan dengan kebutuhan klien dan hasil asesmen dari konselor ataupun terapis
pada awal sesi. Adapun tahap-tahapnya adalaha sebagai berikut :
a. Asesmen Awal Kondisi Klien
Adalah suatu hal penting yang harus diperhatikan secara komprehensif oleh semua
pihak yang terlibat dalam pemberian bantuan pada penderita traumatik bahwa upaya deteksi
(teropong, observasi, analisis dan pemahaman) terhadap kasus, masalah atau penyakit secara
mendalam merupakan kunci utama dari keberhasilan penanganannya (terapi atau
konselingnya)
Bagaimana proses awal terjadinya trauma dan sejauh mana kondisi traumatik
menyerang individu? Konteks ini, kiranya akan memudahkan kita dalam hal pencarian solusi
akhir untuk mengembalikan kondisi normal bagi penderita ganguan kejiwaan secara bertahap
dan berkesinambungan.
Berikut ini adalah beberapa cara atau langkah awal yang perlu diperhatikan dalam rangka
diagnosis awal sebagai upaya penanganannya (terapi) selanjutnya:
87
a) Planning, Konsep ini merupakan pemikiran dasar dalam rangka menjalankan tugas secara
menyeluruh. Tanpa planning yang tepat, kesulitan akan segera menghadang. Dengan
adanya planning, maka segala sesuatu yang dibutuhkan dalam aplikasi kerja akan berjalan
dengan baik dan terfokus.
b) Action, Setelah perencanaan yang matang, maka langkah kerja selanjutnya adalah aksinya
(perbuatan). Dalam aksi, segala hal/masalah yang hendak dianalisis atau dikaji akan menjadi
terorganisasi, sistematis dan terintegrasi, sehingga memperjelas metode, pendekatan dan
upaya problem solving (pemecahan masalah).
c) Controlling, Konsep ini menjadi penting karena apabila terjadi kekeliruan metode,
pendekatan dan konsep sebagaimana yang telah direncanakan dan diaplikasikan dilapangan
maka dapat dikontrol, dan memungkinkan konselor untuk mengubah cara-cara lain yang
sesuai dengan bobot masalah
d) Evaluation, Kegunaan konsep evaluasi adalah untuk melihat sejauhmana proses
perkembangan kesembuhan traumatik yang diderita oleh individu dalam upaya pemberian
bantuan, apakah dilanjutkan atau dihentikan (bila dianggap sudah normal).
Pada asesmen ini juga perlu diperhatikan terkait dengan usia dan tingkat pemahaman
klien sehingga konselor ataupun terapis dapat menentukan langkah yang tepat untuk
eksplorasi masalah dan problem solving-nya. Untuk anak-anak asesmen awal dapat berupa
permainan dan psycho game yang mampu mengungkap permasalahan klien karena pada usia
perkembangannya klien belum mengungkap permasalahannya secara jelas sehingga dengan
menggunakan media tersebut terungkap dan anak merasa tidak ditekan. Secara umum proses
asesmen awal kondisi klien ini penting dilakukan untuk menentukan langkah yang akan
diambil untuk penanganan trauma klien. Asesmen awal dapat digunakan dengan berbagai
metode baik itu interview singkat dan observasi. Apakah klien datang karena kesadaran
pribadi ataukah disuruh. Identifikasi jenis traumanya dari lingkungan.
b. Proses Koseling
Setelah asesmen awal di dapatkan hasil selanjutnya memperdalam eksplorasi masalah
dan penanganannya dan bagaimana dimensi trauma menurut klien dengan menggunakan
konseling. Menggunakan konseling baik itu secara personal ataupun kelompok jika ditujukan
untuk kelompok. setelah dilakukan asesmen. Namun sebelumnya konselor harus
memiliki basic skill yaitu knowledge, skill, dan attitude. Knowledge yang dimaksud adalah
88
pengetahuan mengenai sejauh mana kemampuan diri untuk menangani kasus trauma,
pengetahuan terkait klien dan menguasai teknik-teknik konseling. Skill adalah keahlian untuk
bertanya, mendengarkan dan mengobservasi. Attitude yang dimaksud adalah kemampuan
untuk EAR (Emphatic, Authentic, Regard).
1) Konselor harus mampu Authentic yaitu tahu akan dirinya dan sedang tidak bermasalah
sehingga mampu fokus dan membantu orang lain.
2) Konselor mampu mengembangkan sikap Empahty yaitu merasakan emosi klien dan
memahaminya hal ini ditunjukkan dengan SOLER.
S: Square, membentuk sudut ketika duduk jadi tidak langsung berhadapan dengan klien
sehinnga posisi duduk nyaman dan tidak kaku
O: Open, terbuka dan siap untuk proses konseling
L: Learn toward, bahasa tubuh condong ke depan menandakan ketertarikan, kepedulian dan
perasaan diperhatikan
E: Eye Contact, memperhatikan dan mendengarkan
R: Relax, tenang sehingga kliennya pun dapat bersikap tenang dan memberikan kenyamanan
kepada klien
3) Konselor mampu menunjukkan sikap Regard dimana menghargai dengan tidak
memndang secara terus-menerus dan menyelidik serta tidak membutuhkan pengakuan.
Adapun tahapan-tahapan dalam konseling adalah sebagai berikut:
1) Pembukaan: dimana konselor berkenalan dan membangun rapport kepada klien. Pada
fase ini merupakan titik penentu pembangunan kepercayaan klien terhadap konselornya
sehingga skill membangun hubungan yang baik dan mau menerima dengan
tampilan gesture dan bahasa tubuh serta penggunaan kalimat perlu diperhatikan sesuai
dengan penjelasan di atas.
2) Penggalian Masalah: dimana konselor mengeksplorasi permasalahan trauma klien dengan
:
Meminta klien untuk menggambarkan kejadian traumatik yang mereka alami, apa yang
mereka lihat dan dengar
89
Meminta klien untuk menggambarkan reaksi kognitifnya terhadap peristiwa traumatik
tersebut
Menolong klien untuk mengenali emosi-emosi yang menyertai kejadian tersebut
Menanyakan reaksi-reaksi klien setelah kejadian
3) Pencarian Solusi: pencarian solusi klien terhadap permasalahan traumanya yang diawali :
Menginformasikan kepada klien bahwa trauma yang telah diceritakan adalah suatu
bentuk dari memori. Trauma cenderung membuat memori menjadi beku dan membekukan
klien sehingga sering membuat mereka tidak mampu mengambil tindakan lebih lanjut.
Konselor memiliki tugas untuk me-reframe flashback dalam upaya penyembuhan dari
pengalaman traumatik agar mereka dapat mengembangkan hidupnya lebih lanjut. Membuat
klien menyadari kejadian traumatiknya adalah sangat penting sebagai suatu transisi
kehidupan dan hal itu normal saja. Your responses are NORMAL reactions to
ABNORMAL events
Klien diajak untuk berani menghadapi perasaannya yang ditekan akibat trauma. Hal
ini bukan persoalan mudaj karena kebanyakan mereka tidak mau atau takut untuk merasakan
emosi itu kembali. Tapi yang terpenting bagi klien adalah menghadapi emosi-emosi
negatifnya (marah, cemas, takut,sedih,berduka).
Mengajak klien melakukan bentuk coping lain tidak hanya berthan pada mekanisme
pertahanan diri saja. Klien diajak untuk mampu membicarakan kejadian traumanya dengan
orang lain , membaca tulisan-tulisan atau melihat televisi yang berkaitan dengan kejadian
traumanya. Hal ini akan memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai kejadian
traumatiknya dan mampu mnegurangi perasaan-perasaan negatifnya.
Menolong klien untuk mengidentifikasi pemicu reaksi-reaksi traumanya dan
mengajari bagaimana mengendalikan. Cara-cara yang bisa dilakukan adalah dengan
mengajari klien relaksasi, menarik nafas dalam-dalam dengan diikuti self-talk
4) Penutup: mereview dan memberi dukungan kepada klien untuk mampu menjalankan
kesepakatan di konseling dan menentukan kesepakatan jadwal untuk sesi berikutnya.
Konselor memberikan self monitoring untuk dikerjakan sebelum sesi kedua.
5) Selanjutya konselor mengevaluasi hasil konseling dan menentukan langkah selanjutnya
untuk penanganan traumatik klien.
90
91
BAB VII
KAJIAN TENTANG KLIEN PENGHUNI LAPAS DAN PANTI
SOSIAL
92
A. PENGERTIAN LAPAS DAN PANTI SOSIAL
1. Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS)
Lembaga pemasyarakatan yang disingkat dengan LAPAS merupakan tempat atau
kediaman bagi orang-orang yang telah dinyatakan bersalah oleh pengadilan bahwa ia telah
terbukti melanggar hukum. Lapas juga lebih dikenal oleh masyarakat awam dengan istilah
penjara. Ketika seseorang telah dimasukkan ke dalam lapas, maka hak kebebasannya sebagai
warga masyarakat akan dicabut. Ia tidak bisa lagi sebebas masyarakat di luar lapas. Orang-
orang yang telah masuk dalam lapas dapat dikatakan sebagai orang yang kurang beruntung
karena selain tidak bisa lagi bebas bergerak, tetapi mareka juga akan dicap sebagai buruk
oleh masyarakat di lingkungannya. Untuk mrngatasi hal tersebut Lembaga Pemasyarakatan
mempunyai fungsi memasyarakatkan para narapidana supaya dapat diterima di kalangan
masyarakat. Adapun menurut Pasal 3 UUD No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan,
fungsi Lembaga Pemasyarakatan adalah menyiapkan warga binaan pemasyarakatan agar
dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai
anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab.
Lembaga pemasyarakatan merupakan institusi terakhir dalam Sistem Peradilan Pidana
yang berperan dalam mewujudkan tujuan Sistem Peradilan Pidana. Menurut Marjono
Reksodiputro, tujuan sistem peradilan pidana adalah mencegah masyarakat menjadi korban
kejahatan, menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa
keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana, dan mengusahakan agar mereka yang
pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi kejahatannya.
Saat ini pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan menggunakan Sistem
Pemasyarakatan. Sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1 butir 2 Undang-undang Nomor
12 Tahun 1995 Tentang Pemasayarakatan: “Sistem Pemasayarakatan adalah suatu tatanan
mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan
Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat
untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan,
memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana, sehingga dapat diterma kembali oleh
lingkungan masyarakat, dan dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup
secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.”
Pelaksanaan pembinaan narapidana berdasarkan sistem pemasyarakatan bertujuan agar
narapidana menjadi manusia seutuhnya, sebagaimana telah menjadi arah pembangunan
93
nasional, melalui jalur pendekatan memantapkan iman dan membina mereka agar mampu
berintegrasi secara wajar didalam kehidupan kelompok selama dalam Lembaga
Pemasyarakatan dan kehidupan yang lebih luas (masyarakat) setelah menjalani pidananya.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dalam penjelasan
umumnya memuat pernyataan bahwa tujuan pemidanaan adalah upaya untuk menyadarkan
narapidana dan anak pidana untuk menyesali perbuatannya, dan mengembalikannya menjadi
warga masyarakat yang baik, taat kepada hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai moral, sosial
dan keagamaan, sehingga tercapai kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan damai.
Sebagai sebuah lembaga pembinaan sekaligus institusi penegak hukum, Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas) menjadi bagian Integrated Criminal Justice System. Selain
peranannya sebagai penegak hukum, Lembaga Pemasyarakatan memiliki peranan strategis
dalam pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mandiri, bertanggungjawab,
berkualitas dan bermartabat.
Sejalan dengan peran Lembaga Pemasyarakatan tersebut, maka tepatlah apabila Petugas
Pemasyarakatan yang melaksanakan tugas pembinaan dan pengamanan Warga Binaan
Pemasyarakatan dalam undang-undang ini ditetapkan sebagai Pejabat Fungsional Penegak
Hukum. Selama menjalani proses pemasyarakatan narapidana diberikan pembinaan
kepribadian dan kemandirian yang intinya adalah mengembalikan narapidana ketengah
masyarakat yang baik, percaya diri, mandiri, aktif dan produktif. Dengan demikian kegiatan
pembinaan tersebut harus memperhatikan berbagai aspek penghidupan narapidana agar
memiliki kemandirian dan kepercayaan diri yang kuat.
Seiring dengan kian kompleksnya kehidupan masyarakat yang akan dihadapi narapidana
pada saat kembali ke masyarakat, peningkatan peran Lapas sebagai wahana pembinaan
menjadi pilihan yang paling tepat dan tidak terhindarkan.
Narapidana yang ada di dalam lapas sudah pasti merasa kehilangan kemerdekaannya,
tetapi ada hak-hak narapidana yang tetap dilindungi dalam sistem pemasyarakatan Indonesia
yang diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 pasal 14 tentang pemasyarakatan.
Hak-hak tersebut adalah:
a) Melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaa
b) Mendapat perawatan baik dan pengajaran
c) Mendapatkan pendididkan dan pengajaran
94
d) Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak
e) Menyampaikan keluhan
f) Mendapatkan bahan bacaan, dan mengikti siaran media masa lainnya yang tidak
dilarang
g) Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan
h) Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu lainnya
i) Mendapat pengurangan masa pidana
j) Mendapat kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga
k) Mendapat pembebasan bersyarat
l) Mendapat cuti menjelang bebas
m) Mendapat hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan pasal 14 di atas mengenai hak narapidana, hal tersebut berlaku bagi
narapidana penyandang disabilitas yang pendapatkan perlakuan sama dengan narapidana
lainnya. Penyandang disabilitas menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang No. 8 Tahun 2016
Tentang Penyandang Disabilitas yaitu “Setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik,
intelektual, mental dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi
dengan lingkugan dapat mengalami hambatan dan berkesulitan untuk berpartisipasi secara
penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak”.
Mulai dari proses pemeriksaan mulai dari penyidikan hingga adanya putusan hakim yang
bersifat tetap, pemerintah wajib menyediakan bantuan hukum kepada penyandang disabilitas.
Berdasarkan Pasal 30 Undangundang No. 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas
menyatakan bahwa: “Penegak hukum sebelum memeriksa penyandang disabilitas wajib
meminta pertimbangan atau saran dari: dokter atau tenaga kesehatan lainnya mengenai
kondisi kesehatan, psikolog atau psikiater kondisi kejiwaan dan pekerja sosial mengenal
kondisi psikososial.” Sehingga penyandang disabilitas mendapatkan perlakuan khusus dan
perlindungan lebih di depan hukum. Selain itu juga dijelaskan di dalam Pasal 14 ayat (2)
UndangUndang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention On The Rights Of
Persons With Disabilities (Konvesi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) bahwa:
“Negara-Negara Pihak wajib menjamin jika penyandang disabilitas dicabut kebebasannya
melalui proses apapun, mereka atas dasar kesamaan dengan yang lain, memiliki hak terhadap
penjaminan selaras dengan hukum hak asasi manusia internasonal dan mendapat perlakuan
sesuai dengan sasaran dan prinsip-prinsip Konvesi ini, termasuk ketentuan akomodasi yang
beralasan.‟‟
95
2. Panti Sosial
Salah satu lembaga yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial adalah Panti Sosial yaitu
lembaga pelayanan kesejahteraan sosial yang memiliki tugas dan fungsi untuk melakukan
pendampingan terhadap keluarga dan masyarakat dalam pengasuhan anak (Departemen
Sosial RI, 2008: 11).
Pembangunan dalam bidang kesejahteraan sosial dewasa ini terus menerus ditingkatkan
dan dituntut untuk bisa menunjukkan peranan dan memberikan sumbangan yang nyata bagi
pencapaian tujuan nasional sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Dasar, bahwa
pelaksanaannya dilakukan bersama-sama oleh pemerintah beserta segenap masyarakat
melalui pendekatan institusional (http://www.dinsos.pemdadiy.go.id,). Peningkatan dalam
mewujudkan profesional pelayanan kesejahteraan sosial, salah satunya melalui peningkatan
kualitas pelayanan dalam panti sosial. Banyak panti sosial yang sampai saat ini belum
memiliki Standar Pelayanan Minimal (SPM). Selain itu, juga lemahnya daya dukung
kelembagaan, SDM, dari segi finansial dan sarana atau prasarana yang dimiliki.
Keadaan demikian telah membuat kondisi dan kinerja dari panti terus mengadakan
perbaikan dalam program kesejahteraan terhadap pelayanan kesejahteraan sosial kepada
remaja putus sekolah dengan melaksanakan penyantunan dana pengentasan terhadap remaja
putus sekolah dengan memberikan pelayanan pengganti dalam memenuhi kebutuhan yaitu
dengan adanya bimbingan fisik, mental, dan sosial pada remaja putus sekolah. Konsep
kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem berintikan lembaga-lembaga dan pelayanan sosial.
Tujuan dari sistem tersebut adalah untuk mewujudkan keanekaragaman pelayanan sosial dan
meningkatkan pengetahuan serta keterampilan atau keahlian bagi remaja putus sekolah yang
mengalami masalah sosial sehingga dapat memiliki kemampuan ditengah-tengah
perkembangan tuntutan dan kebutuhan yang nyata.
Tujuan Pantisosialadalah suatu yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha atau
kegiatan selesai dilakukan. Dalam kaitannya dengan panti sosial, maka pelayanan sosial
remaja putus sekolah berbasiskan keluarga dan masyarakat bertujuan sebagai berikut.
a) Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan keluarga tentang tanggung jawab
sosialnya dalam memenuhi kebutuhan dan hak-hak anak.
b) Meningkatnya keberfungsian sosial keluarga dalam melaksanakan tanggung jawab
sosialnya terhadap anak.
96
c) Mendorong kepedulian keluarga dekat dan kerabat serta masyarakat dalam membantu
keluarga besarnya yang mengalami tantangan dalam pemenuhan kebutuhan terhadap
anak.
d) Mendorong kepedulian keluarga-keluarga mampu baik secara ekonomi maupun sosial
dalam menyediakan dukungan dan pengasuhan alternatif kepada anak yang
mengalami keterlantaran.
e) Menggali, menghimpun, mengembangkan dan mensinergikan sumber daya yang ada
di masyarakat guna mewujudkan pelayanan sosial anak berbasis keluarga dan
masyarakat.(Departemen Sosial RI, 2008: 12-13).
Tujuan yang telah ditetapkan panti sosial sangat baik untuk dikembangkan menjadi
program-program dalam proses penunjang kegiatan bimbingan keterampilan bagi remaja
putus sekolah, serta menjadikan panti sebagai pusat informasi dan pelayanan dalam kegiatan
kesejahteraan sosial.
Fungsi Panti Sosial Memberikan pelayanan kepada penyandang masalah kesejahteraan
sosial terhadap remaja putus sekolah. Untuk dapat mengembangkan berbagai program
bimbingan keterampilansebagai pusat kesejahteraan remaja putus sekolah. Serta sebagai
pusat informasi dan pelayanan kesejahteraan kepada penyandang masalah sosial terhadap
remaja putus sekolah dan sebagai pusat pengembangan bimbingan keterampilan yang
berfungsi sebagai penunjang. Selain itu juga sebagai tempat untuk konsultasi keluarga dengan
memantapkan 4 fungsi pokok keluarga, yaitu:
a) Fungsi Keagamaan Keluarga merupakan fungsi untuk mendorong anggotanya
menjadi pribadi yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b) Fungsi Rekreasi Keluarga merupakan jalinan hubungan sosial yang penuh dengan
kebersamaan dengan keluarga. Rekreasi tidak mesti dengan keluarga tapi bisa dengan
teman, atau saudara (Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 14).
c) Fungsi Pendidikan Keluarga merupakan pendidikan pertama yang harus ditanamkan
kepada anak untuk memberikan pengetahuannya agar mereka dapat menyesuaikan
dirinya baik dengan lingkungan sekitar maupun masyarakat luas.
d) Fungsi Perlindungan Keluarga mempunyai serangkaian tugas sebagai tempat
berlindung untuk memperoleh rasa aman dan nyaman bagi setiap anggotanya
(Khoiruddin, H. SS, 2008: 50-54).
97
B. DAMPAK YANG MUNCUL PADA KLIEN PENGHUNI LAPAS DAN PANTI
SOSIAL
Beberapa dampak yang muncul penghuni LAPAS dan panti sosial yaitu, sbb:
1. Dampak Positif
a) Terpenuhinya hak untuk mendapat pendidikan
Di dalam Lembaga Pemasyarakatan Klas I Malang, meskipun Anak dibatasi
kemerdekaannya, namun bukan berarti tidak diberikan haknya untuk mendapatkan
pendidikan.
Setiap hari senin sampai dengan sabtu kecuali hari jumat, Anak mengikuti kegiatan
belajar mengajar. Anak diberikan pendidikan sesuai dengan usia dan jenjang pendidikan
sebagaimana di luar lembaga pemasyarakatan.
b) Meningkatkan Iman dan Takwa Anak
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Malang juga memberikan pembinaan keagamaan.
Pembinaan keagamaan ini diberikan kepada Anak melalui kegiatan-kegiatan pengajian dan
kegiatan keagamaan lainnya. Sehingga dengan adanya kegiatan keagamaan, Anak akan bisa
meningkatkan iman dan takwanya.
2. Dampak Negatif
Penempatan Anak di Lembaga Pemasyarakatan baik langsung maupun tidak langsung
akan memberikan dampak negatif bagi Anak. Dampak-dampak negatif tersebut meliputi:
a) Dampak Psikologis
Menurut teori perkembangan anak yang dikemukakan oleh Vygotsky, perkembangan
anak disamping dipengaruhi oleh konteks sosial yang bersifat interpersonal (dari diri anak
sendiri) juga dipengaruhi oleh konteks sosial yang bersifat institusional. Konteks sosial yang
bersifat institusional yang dimaksud disini adalah lingkungan yang ada disekitar anak.
Konteks sosial yang bersifat institusional bagi Anak yang ditempatkan di lembaga
Pemasyarakatan adalah lingkungan para narapidana yang ada disekitarnya.
Jika hanya dilihat sekilas saja sudah dapat dilihat bahwa lembaga pemasyarakatan bukan
lingkungan yang kondusif bagi Anak dalam masa perkembangannya. Meskipun Anak
ditempatkan di blok khusus Anak yang berada di depan dekat dengan petugas. Namun masih
98
memberikan celah untuk adanya interaksi dengan narapidana dewasa, hal ini tentu akan
berdampak pada kondisi psikis Anak.
b) Dampak Sosial
Dampak sosial ini terjadi akibat adanya interaksi antara Anak dengan narapidana ketika
berada di Lembaga Pemasyarakatan. Narapidana yang merupakan orang dewasa akan
memiliki kecenderungan mempengaruhi Anak dalam proses interaksi sehingga anak bisa
mempelajari suatu tindak pidana dari interaksi tersebut.Disamping dampak tersebut, terdapat
dampak dari masyarakat. Dampak ini terjadi setelah Anak keluar dari Lembaga
Pemasyarakatan atau sudah kembali ke masyarakat.
Sebagian besar masyarakat menganggap bahwa Lembaga Pemasyarakatan merupakan
tempat bagi orang jahat karena digunakan untuk menghukum orang yang telah berbuat jahat.
Sehingga menurut sebagian masyarakat, setiap orang yang menjalani masa pidananya di
Lembaga Pemasyarakatan adalah orang jahat dan meskipun sudah keluar dari Lembaga
Pemasyarakatan mereka tetap orang jahat. Masyarakat akan memberi label Anak sebagai
orang jahat. Masyarakat akan sulit menerima Anak untuk kembali ke dalam lingkungan
mereka.
c) Dampak Fisik dan Biologis
Kondisi fisik maupun kondisi mental Anak yang lebih lemah jika dibandingkan dengan
orang dewasa, memposisikan Anak menjadi golongan yang 3 Hasil wawancara dengan Bapak
Hadie Purnama., S.H. selaku Staf Pembina Kegiatan Pendidikan Setara Dasar (KPSD)
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Malang, tanggal 10 Desember 2014, diolah rentan menjadi
korban kekerasan. Anak rentan mendapatkan kekerasan dari orang yang lebih dewasa, baik
kekerasan fisik maupun kekerasan secara seksual.
C. KARAKTERISTIK KLIEN PENGHUNI LAPAS DAN PANTI SOSIAL
Konseling di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) merupakan salah satu “perluasan”/
intervensi bidang kerja bimbingan di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
Konseling di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) adalah bantuan bersifat individual yang
dilakukan oleh tenaga profesional (Sarjana Bimbingan dan Konseling dan/atau Konselor)
terhadap para penghuni Lapas untuk mempersiapkan mereka dalam rangka rehabilitasi
menghadapi kehidupan sesudah keluar (bebas) dari Lapas.
99
Konseling di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) diperuntukkan bagi para terpidana
sebagai bimbingan pribadi dan bimbingan sosial dan juga bimbingan karier (terutama bagi
terpidana tingkat ekonomi menengah ke bawah), agar setelah individu keluar dari Lapas, ia
akan menjadi pribadi yang mantab dan mandiri, mampu bersosialisasi dengan baik di
masyarakat, serta dapat merencanakan dan mengembangkan masa depannya secara optimum
tanpa adanya hambatan yang berarti. Dengan kata lain dapat dikatakan bila karakteristik klien
di dalam lapas yaitu individu yang berasal dari tingkat ekonomi menengah kebawah.
D. LAYANAN BK YANG TEPAT BAGI PENGHUNI LAPAS DAN PANTI SOSIAL
Pemberian Layanan Bimbingan dan Konseling pada para penghuni Lapas dan pantisosial
dapat berupa:
a). Layanan Orientasi
b). Layanan Informasi
c). Layanan Penempatan dan Penyaluran
d). Layanan Penguasaan Konten
e). Konseling Perorangan
f). Konseling Kelompok
g). Layanan Mediasi
h). Layanan Konsultasi
i). Layanan advokasi.
100