The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by ruslanhabsy6, 2022-12-06 03:46:15

Projek Kolaboratif PAI, Bahasa Indonesia, & Matematika Wajib

Kelas XII.A1
Penyebaran Islam di Sulawesi

Keywords: 3

SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI SULAWESI
MAKALAH

Disusun Untuk Melengkapi Tugas Projek Kolaborasi Mata Pelajaran PAI, Bahasa
Indonesia, Matematika Wajib

0

Disusun Oleh :
1. Alivia Diandra (03)
2. Marshella Dwi Zaniar (14)
3. Najwa Zaituni Zahra (21)
4. Rachmalia Gustia Nurhalida (26)
5. Raina Juniar Rahmah (27)
6. Yunia Rahayu (36)

PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
DINAS PENDIDIKAN
SMAN 1 CILILIN
2022/2023

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji dan Syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT Yang
Maha Indah dengan segala keindahan-Nya, yang Maha Pengasih dengan segala
kasih sayang-Nya, yang terlepas dari segala sifat lemah semua makhluk-Nya.
Alhamdulillah berkat Rahmat dan Hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan
ini. Salawat serta salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, sebagai pembawa risalah Allah terakhir dan penyempurna seluruh risalah-
Nya.

Kami ucapkan terimakasih kepada guru-guru sekaligus pembimbing yang
telah mendukung serta membantu kami selama proses penyelesaian makalah ini.
Ucapan terimakasih ini kami sampaikan pada :

1. Bapak H. Asep Nurul Mutaqin, S.Ag, M.Pd selaku guru Mata Pelajaran PAI
2. Bapak Ruslan.Pd selaku guru mata pelajaran Bhs. Indonesia
3. Ibu Saripah, S.Pd selaku guru mata pelajaran Matematika Wajib

Dengan makalah yang berjudul “ Sejarah Penyebaran Islam di Sulawesi ”
ini diharapkan kami sebagai peserta didik mampu mendiskripsikan pengetahuan
sesuai dengan standar yang ditetapkan dengan mengintergasikan pendekatan bahan
ajaran yang memadai. Untuk itulah Makalah ini hadir guna memenuhi tuntunan
tersebut. Kami minta maaf apabila dalam membuat makalah dan penyusunan
makalah ini ada kesalahan. Masukan kritik dan saran yang membangun tetap saya
harapkan dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.

Cililin, 16 November 2022

Penyusun

ii

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................... 2
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ....................................................................... 2
BAB II SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI SULAWESI .................................. 3
A. Sejarah Masuknya Islam di Indonesia ............................................................ 3
B. Sejarah Masuknya Islam di Sulawesi ............................................................. 4
C. Kerajaan Kerajaan di Sulawesi ..................................................................... 11
D. Diagram Hasil Penyebaran Islam Di Sulawesi............................................. 16
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 22
A. Kesimpulan................................................................................................... 22
B. Saran ............................................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 23

iii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama Islam pertamakalinya masuk ke Indonesia melalui proses perdagangan,
pendidikan,dll. Tokoh penyebar Islam adalah walisongo yaitu diantaranya; Sunan
Ampel, Sunan Bonang, Sunan Muria, Sunan Gunung Jati, Sunan Kalijaga, Sunan
Giri, Sunan Kudus, Sunan Drajat, Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim).
Sampai dengan abad ke-8 H / 14 M, belum ada pengislaman penduduk
pribumi Nusantara secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H / 14 M, penduduk
pribumi memeluk agama Islam secara massal. Para pakar sejarah berpendapat bahwa
masuk Islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut
disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti.
Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan
Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa kerajaan-
kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi praIslam dan para
pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara lain juga
disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu / Budha
di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Thomas Arnold dalam The
Preaching of Islam mengatakan bahwa kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk
seperti halnya bangsa Portugis dan Spanyol. Islam datang ke Asia Tenggara dengan
jalan damai, tidak dengan perang, tidak dengan merebut kekuasaan politik. Islam
masuk ke Nusantara dengan cara yang benar-benar menunjukkannya sebagai
rahmatan lil’alamin.

Perkembangan agama Islam di Sulawesi tidak sepesat perkembangan agama
Islam di Jawa dan Sumatra.Sebab pertengan Islam terhadap kerajaan yang belum
menganut agama Islam dilakukan demi kepentingan politik. Bersamaan dengan
perkembangan agama Islam maka berdirilah kerajaan Islam yaitu Demak, Pajag,
Mataram, Banten, Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera.

Kita sebagai pemeluk agama islam jarang sekali terpikirkan kapan agama
islam masuk ke nusantara, khususnya Sulawesi. Pada dasarnya secara geografis dan
kondisi alam Sulawesi khususnya Sulawesi Selata lebih bersahabat dibandingkan
wilayah Kalimantan, karena wilayah Sulawesi Selatan hampir sama seperti kondisi

1

Jawa. Meskipun hubungan antar suku di wilayah Sulawesi Selatan kurang harmonis,
namun dakwah tetap berkembang dengan baik.

Atas dasar hal – hal di atas penulis tertarik untuk mengkaji penyebaran Islam
ke Nusantara khususnya ke Sulawesi. Sehingga, penulis merumuskan judul makalah
ini sebagai berikut “ SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI SULAWESI “
B. Rumusan Masalah

1. Kapan agama Islam masuk ke Nusantara?
2. Bagaimana awal masuknya Islam ke Sulawesi?
3. Bagaimana perkembangan agama Islam di sulawesi?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Dari rumusan masalah di atas dapat diambil bebearapa tujuan, diantaranya:
1. Untuk mengetahui kapan agama Islam masuk ke Nusantara
2. Untuk mengetahui bagaimana awal masuknya Islam ke Sulawesi
3. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan agama Islam di sulawesi

Adapun manfaat penulisan makalah ini sebagai berikut:
1. Dapat mengetahui kapan agama Islam masuk ke Nusantara
2. Dapat mengetahui bagaimana awal masuknya Islam ke Sulawesi
3. Dapat mengetahui bagaimana perkembangan agama Islam di sulawesi

2

BAB II
SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI SULAWESI

A. Sejarah Masuknya Islam di Indonesia
Menurut Syaefuddin Zuhri (1983 : 169) hampir semua ahli sejarah dan

pengamat sejarah merasakan betapa amat sukarnya memperoleh kepastian tentang
hari, tanggal dan tahun kapankan Islam datang ke Indonesia pertama kali. Letak
kesulitannya adalah berpangkal pada bahan penyelidikan yang ditemukan atau
catatan-catatan yang harus ditelaah itu bercampur baur sedemikian rupa sehingga
memerlukan penyelidikan lagi. Mana yang mengandung nilai dan fakta sejarah, mana
yang hanya berupa dongeng. Ada buku-buku sejarah yang biasanya dianggap
mengandung ‘nilai ilmiyah’ akan tetapi bersumber pada penulisan kaum orientalis
Barat, atau ditulis oleh orang-orang yang berpendidikan Barat, yang kadangkala
mempergunakan kaca mata Barat.

Ada berbagai teori terkait sejarah masuknya ajaran Islam ke Indonesia.
Agama Islam masuk ke Nusantara Indonesia melewati perjalanan panjang dan
dibawa oleh kaum muslim dari berbagai belahan bumi. Kini, Indonesia menjadi
negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. menurut beberapa teori yang ada,
ajaran Islam masuk ke Indonesia melalui orang-orang dari berbagai bangsa. Sebagian
dari mereka ada yang datang ke Nusantara untuk berdagang sembari berdakwah. Ada
pula kaum ulama atau ahli agama yang memang datang ke Nusantara guna
mensyiarkan ajaran agama Islam.

Sedangkan menurut Thomas Walker Arnold, sulit untuk menentukan
bilakah masa tepatnya Islam masuk ke Indonesia.Hanya saja, sejak abad ke-2
Sebelum Masehi orang-orang Ceylon telah berdagang dan masuk abad ke-7 Masehi,
orang Ceylon mengalami kemajuan pesat dalam hal perdagangan dengan orang Cina.
Hinggalah, pada pertengahan abad ke-8 orang Arab telah sampai ke Kanton. Waktu
masuknya Islam di Nusantara sudah berlangsung sejak abad ke-7 dan 8 Masehi.
Namun, perkembangan dakwah baru betul dimulai kala abad ke-11 dan 12.[4]
Artinya dakwah di Nusantara sudah merentang selama beberapa abad di masa-masa
awal.

Sejarah masuknya Islam awalnya dibawa oleh pedagang Gujarat lalu
diikuti oleh pedagang Arab dan Persia. Sambil berdagang mereka menyebarkan
agama Islam ke tempat mereka berlabuh di seluruh Indonesia. Banyak yang

3

berspekulasi jika Islam masuk ke Indonesia di abad ke 7 atau 8, karena pada abad
tersebut terdapat perkampungan Islam yang ada di sekitar selat Malaka.Selain
dengan cara berdagang ada juga dengan cara mendakwah, seperti penyebaran di
tanah jawa yang dilakukan oleh para walisongo. Mereka lah sang pendakwah dan
sang ulama yang menyebarkan Islam dengan cara pendekatan sosial budaya.Jawa
Islam masuk melalui pesisir utara pulau jawa dengan di temukannya makam Fatimah
binti Maimun bin Hibatullah. Di Mojokerto juga telah di temukannya ratusan makam
Islam kuno. Di perkikan makam ini adalah makam para keluarga istana kerajaan
Majapahit.Kalimantan, Islam masuk melalui Pontianak, yaitu pada abad ke-18. Di
hulu sungai Pawan, Kalimantan Barat ditemukan pemakaman Islam kuno. Di
kalimantan timur Islam masuk melalui kerajaan Kutai, di Kalimantan Selatan melalui
Kerajaan Banjar, dan dari Kalimantan Tengah ditemukannya masjid gede di kota
Waringin yang dibangun pada tahun 1434 M. Di sulawesi Islam masuk melalui raja
dan masyarakat Gowa-Tallo.Di Pulau Sulawesi, Islam menyebar melalui hubungan
Kerajaan-Kerajaan setempat dengan para Ulama dari Mekkah danMadinah, yang
sebelumnya pula sempat singgah di Hadramaut untuk menyebarkan agama Islam ke
seluruh pelosok Nusantara.

Selain itu, pengaruh dari para ulama Minang di wilayah Selatan pulau
Sulawesi turut mengantarkan Kesultanan Gowa dan Kesultanan Bone untuk
memeluk agama Islam.Sementara itu, pengaruh dari Kesultanan Ternate turut
berperan penting dalam penyebaran agama Islam di pulau Sulawesi bagian tengah
dan Utara. Salah satu buktinya adalah eksistensi Kesultanan Gorontalo sebagai salah
satu Kerajaan Islam paling berpengaruh di Semenanjung Utara Sulawesi hingga ke
Sulawesi bagian Tengah dan Timur (Mashadi, 2018: 435-458). Selain pengaruh
Kesultanan Ternate, Ulama-Ulama besar yang hijrah ke wilayah jazirah utara dan
tengah Sulawesi pun turut mempercepat penyebaran agama Islam di wilayah ini.
Selain itu, Kesultanan Tidore yang juga menguasai Tanah Papua, sejak abad ke-17,
telahberhasil melakukan upaya penyebaran agama Islam hingga mencapai wilayah
Semenanjung Onin di Kabupaten Fakfak, Papua Barat.

B. Sejarah Masuknya Islam di Sulawesi
Ribuan pulau yang ada di Indonesia, sejak lama telah menjalin hubungan

dari pulau ke pulau. Baik atas motivasi ekonomi maupun motivasi politik dan
kepentingan kerajaan. Hubungan ini pula yang mengantar dakwah menembus dan

4

merambah Celebes atau Sulawesi. Menurut catatan company dagang Portugis yang
datang pada tahun 1540 saat datang ke Sulawesi, di wilayah ini sudah bisa ditemui
pemukiman Muslim di beberapa daerah. Meski belum terlalu besar, namun jalan
dakwah terus berlanjut hingga menyentuh raja-raja di Kerajaan Goa yang beribu
negeri di Makassar. (Gunawan, 2006:12)

Penyebaran Agama Islam di Sulawesi khususnya Sulawesi Selatan dan
Sulawesi Tenggara mengalami kemudahan, karena penduduk setempat belum
memiliki ediologi dan kepercayaan tertentu, kecuali animisme. Berberbeda dengan
di Jawa dan Sumatera, seelum Islam datang, sudah ada ediologi dan kepercayaan
yang dianut yaitu Hindu dan Budha.Perkembangan agama Islam di Sulawesi tidak
sepesat perkembangan agama Islam di Jawa dan Sumatera. Sebab pertentangan Islam
terhadap kerajaan yang belum menganut agama Islam dilakukan demi kepentingan
politik. Bersamaan dengan perkembangan agama Islam maka berdirilah kerajaan
Islam di Indonesia yaitu Demak, Pajang, Mataram, Banten, Kalimantan, Sulawesi,
dan Sumatera.

Menurut Sahlan (2009:12) Raja Goa pertama yang memeluk agama
Islam adalah Sultan Alaudin al Awwal dan Perdana Menteri atau Wazir besarnya,
Karaeng Matopa pada tahun 1603. Sebelumnya, dakwah Islam telah sampai pula
pada ayahanda Sultan Alaudin yang bernama Tonigallo dari Sultan Ternate yang
lebih dulu memeluk Islam. Namun Tonigallo khawatir jika ia memeluk Islam, ia
merasa kerajaannya akan di bawah pengaruh kerajaan Ternate. Beberapa ulama
Kerajaan Goa di masa Sultan Alaudin begitu terkenal karena pemahaman dan
aktivitas dakwah mereka.

Mereka adalah Khatib Tunggal, Datuk ri Bandang, datuk Patimang dan
Datuk ri Tiro. Dapat diketahui dan dilacak dari nama para ulama di atas, yang
bergelar datuk-datuk adalah para ulama dan mubalig asal Minangkabau yang
menyebarkan Islam ke Makassar. Pusat-pusat dakwah yang dibangun oleh Kerajaan
Goa inilah yang melanjutkan perjalanan ke wilayah lain sampai ke Kerajaan Bugis,
Wajo Sopeng, Sidenreng, Tanette, Luwu dan Paloppo.

1. Sejarah Masuknya Agama Islam ke Sulawesi Selatan
Mayoritas penduduk Sulawesi Selatan adalah muslim. Mereka telah

memeluk agama Islam mulai dari abad ke-16. Jalur perdagangan ditempuh oleh
ulama-ulama Islam untuk menyebarkan agama Islam di tanah Sulawesi. Bukan hanya

5

di Sulawesi, di seluruh Indonesia penebaran Islam awalnya dilakukan melalui jalur
perdagangan Samudra-Pasai, Pedie, Aceh, Palembang, Jambi, Malaka, Demak,
Gresik, Tuban, Cirebon, Banten, Ternate, Tidore, Gowa-Makassar, Banjarmasin dan
sebagainya.

Jika didasarkan kepada sumber-sumber sejarah, maka pada zaman
pertumbuhan dan perkembangan Islam di Indonesia tempat-tempat tersebut di atas
sudah boleh disebut kota. Diantaranya ada yang berfungsi sebagai kota pusat
kerajaan, ada yang berfungsi sebagai kota-kadipaten dan ada pula sebagai kota-
pelabuhan. Jika kota-kota pusat kerajaan yang bercorak Islam itu kita perhatikan
letak geografisnya maka pada umumnya kota-kota tersebut terletak di pesisir-pesisir
dan di muara sungai-sungai besar. Demikianlah kota-kota Samudra-Pasai, Pedie,
Aceh, Demak, Banten, Ternate, Gowa-Makassar, Banjarmasin, berfungsi pula
sebagai kota pusat kerajaan yang bercorak maritim, belainan dengan Pajang dan
Kerta yang kedua-duanya jelas merupakan kota pusat kerajaan yang bercorak agraris
(Tjandrasasita, 1975:149).

Dalam bukunya yang berjudul sejarah peradaban Islam di Indonesia,
Musyrifah Sunanto (2010:27) menyebutkan bahwa Sulawesi Selatan sejak abad ke-
15 M sudah didatangi pedagang Muslim, mungkin dari Malaka, Jawa, dan Sumatra.
Di Gowa-Tallo raja-rajanya masuk Islam secara resmi 11 September 1605 dengan
Sultan Alauddin (1591-1636) sebagai sultan yang pertama. Sesudah itu menyusul
Soppeng, Wajo pada tanggal 10 Mei 1610 dan Bone Islam pada tanggal 23 November
1611.

Di kerajaan Bone, kerajaan Bugis paling besar yang masuk Islam tahun
1610, rajanya ke-13 La Maddaremmeng (1631-1644 M), menggabungkan hukum
Islam ke dalam lembaga tradisional Bone. Ia juga mencanangkan “gerakan
pembaharuan keagamaan” dengan memerintahkan kaulanya untuk mematuhi ajaran
Islam secara total. Di Kerajaan Gowa-Tallo, kalau sebelum Islam hanya terdapat
empat unsur yang mengawasi negara, yaitu ade, yang mengawasi rakyat, rappang,
yang memperkuat negara, wari, yang memperkuat ikatan keluarga, dan bicara, yang
mengawasi perbuatan sewenang-wenang, setelah Islam, unsur itu ditambah satu lagi
yaitu sara’, kewajiban agama. Untuk itu dibentuk lembaga yang dinamakan dengan
parewa sara’, pejabat agama, sebagai pendamping parewa ade, pejabat adat. Hal itu
dimaksudkan untuk menciptakan aturan aturan sosial yang tidak boleh bertentangan
dengan ajaran agama yang diajukan oleh parewa sara’ (Yatim, 2010:228).Menilik

6

jejak sejarah Islam di Sulawesi Selatan, akan selalu diidentikkan dengan kedatangan
tiga mubalig dari Minangkabau yang disinggung di atas yakni Datuk ri Bandang,
Datuk ri Tiro, dan Datuk ri Patimang. Kedatangan mereka pada abad ke-17 dianggap
sebagai peletak dasar ajaran Islam di daerah ini. Tiga mubalig ini berhasil
mengIslamkan elite-elite kerajaan Gowa-Tallo dan menjadikan Islam sebagai agama
resmi kerajaan pada tahun 1607.

Menurut pakar sejarah Islam Sulsel Prof Ahmad M. Sewang,
keberhasilan penyebaran Islam terjadi setelah memasuki awal Abad XVII dengan
kehadiran tiga orang mubalig yang bergelar datuk dari Minangkabau. Lontara Wajo
menyebutkan bahwa ketiga datuk itu datang pada permulaan Abad XVII dari Koto
Tangah. Mereka dikenal dengan nama Datuk Tellue (Bugis) atau Datuk Tallua
(Makassar), yaitu:Abdul Makmur, Khatib Tunggal, yang lebih populer dengan nama
Datuk ri Bandang; Sulaiman, Khatib Sulung, yang lebih populer dengan nama Datuk
Patimang; serta Abdul Jawad, Khatib Bungsu, yang lebih dikenal dengan nama
Datuk ri Tiro. Ketiga ulama tersebut diutus secara khusus oleh Sultan Aceh dan
Sultan Johor untuk mengembangkan dan menyiarkan agama Islam di Sulawesi
Selatan (Amir, 2014).Campur tangan Sultan Aceh atau raja Aceh pada masa itu,
Sultan Iskandar Muda, untuk mengutus ketiga datuk yang berasal dari Sumatra Barat
sebagai ulama yang berperan penting dalam Islamisasi Sulawesi Selatan tidak bisa
dipungkiri lagi menjadikan alasan lahirnya hubungan antara Aceh dengan Sulawesi
Selatan. Pada saat itu kerajaan Aceh dalam keadaan yang sangat jaya sehingga beliau
banyak mengutus ulama-ulamanya untuk menyebarkan agama Islam ke daerah-
daeran yang ada di luar kerajaan Aceh.Sultan Iskandar Muda mempunyai beberapa
nama, selain Darma Wangsa dan Perkasa Alam. Nama mudanya adalah Tun Pangkat.
Setelah wilayah Aceh bertambah luas, maka dia bergelasr Mahkota Alam, atau
menurut lidah Aceh: Meukuta Alam. Nama ini menjadi sebutan pula ketika dia
mangkat. Jadi, dia dikenal sampai ke luar negeri dengan nama Marhum Mahkota
Alam. Selain itu, ada lagi nama gelaran Sri Perkasa Alam Johan Berdaulat. Kadang-
kadang orang menyebut nama lengkapnya, Perkasa Alam Maharaja Darma Wangsa
Tun Pangkat (Said, 1979:230)Pertumbuhan kerajaan Aceh disebabkan kemajuan
perdagangan pada permulaan abad ke-15 Masehi. Saudagar-saudagar Muslim yang
selama ini berdagang dengan Malaka, sesudah Malaka direbut Portugis,
memindahkan kegiatan ke Aceh. Jalan dagang yang selama ini dari Malaka melalui
selat Karimun ke laut Jawa, pindah melalui selat Sunda menyusuri pantai barat

7

Sumatra. Oleh karena itu, kota Aceh menjadi besar. Di kota Aceh saudagar-saudagar
dari berbagai bangsa berdagang, membeli dan menjual barang-barang dari berbagai
negeri. Sultan Ali Mughayyat Syah adalah Sultan pertama Aceh yang membesarkan
kerajaan Aceh, mengadakan hubungan internasional dengan kerajaan Turki yang
pada tahun 1453 sultannya, Muhammad al-Fatih, berhasil merebut Konstantinopel
yang kemudian dijadikan ibukota. Sultan Turki memberikan bantuan berupa meriam
dan bendera sebagai lambang perlindungan Turki terhadap Aceh dalam kesatuan
kekhalifahan Islam. Di Asia Tenggara hanya Aceh yang diakui oleh Dunia Islam,
dengan demikian kedudukan Aceh bertaraf internasional. Oleh karena itu, Aceh
berani menantang dan menyerang Portugis. Puncak kebesaran Aceh terjadi pada
masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636), yang menguasai seluruh pelabuhan di
pesisir timur Sumatra sampai Asahan dan pantai Sumatra Barat (Sunanto, 2010:24).

Dari informasi tentang daerah-daerah yang dilalui ketiga datuk tersebut,
dapat dilihat bahwa mereka memiliki pengalaman dan wawasan yang luas selama
menjalankan misi keagamaan. Tidaklah mengherankan jika mereka mampu
menyusun strategi dakwah sesuai dengan keadaan yang mereka hadapi. Sebagaian
yang telah dikemukakan setelah sampai di Makassar mereka tidak langsung
menyebarkan ajaran Islam kemasyarakat, melainkan mereka lebih dahulu
mengumpulkan data dengan meminta informasi kepada masyarakat Melayu yang
sudah lama bermukim (Rahman, 2012:54).

Dalam penelitiannya, Rahman (2012:54) menyatakan sepakat dengan
pendapat Ahmad Sewang yang mengatakan demikian setelah mereka berhasil
mengIslamkan datuk Luwu mereka menyusun strategi baru dengan memprioritaskan
daerah-daerah tertentu untuk mensyiarkan Islam selanjutnya, yaitu dengan membagi
tenaga dan daerah sasaran dakwah disesuaikan dengan keahlian mereka dan kondisi
daerah tugas masing-masing sebagaimana yang dikemukakan oleh Abu Hamid;

a. Datuk Ri Bandang yang dikenal sebagai ahli fikih bertugas menghadapi
masyarakat Gowa dan Tallo yang masih berpegang kuat kepada tradisi lama
seperti perjudian, minum ballo (tuak) dan sabung ayam. Dalam menghadapi
masyarakat demikian metode dakwah yang dipakai Datuk Ri Bandang lebih
menekankan pada masalah pelaksanaan hukum syariat.

b. Datuk Patimang bertugas di kerajaan Luwu yang masyarakatnya masih
berpegang kuat kepada kepercayaan lama seperti Dewata seuwae. Datuk
Patimang meperkenalkan ajaran Tauhid yang sederhana dengan
8

mengemukakan sifat-sifat Tuhan seperti sifat wajib, sifat mudtahil dan sifat
Ja’iz bagi Tuhan. Penekanan pada ajaran tauhid ini dimaksudkan untuk
menggantikan kepercayaan Dewata seuwae menjadi keimanan kepada
Tauhid yaitu Allah Yang Maha Esa.
c. Datuk Ri Tiro bertugas di Bulukumba, dengan lebih menekankan pada
ajaran tasawuf sesuai kondisi masyarakat yang dihadapinya yaitu
masyarakat yang masih berpegang teguh kepada masalah-masalah
kebatinan, sihir dengan segala mantranya. Masyarakat Tiro memeluk
kegemaran dalam menggunakan kekuatan sakti(doti) untuk membinasakan
musuh. Masyarakat demikian menurut Datuk Ri Tiro akan lebih berhasil
jika dilakukan dengan pendekatan Tasawuf.

2. Sejarah Masuknya Agama Islam ke Sulawesi Tenggara
Islam di Sulawesi Tenggara (Sultra) adalah agama mayoritas yang dianut

oleh sekitar 95% penduduk provinsi ini, dari keseluruhan 2.232.586 jiwa
berdasarkan sensus tahun 2010. Jumlah penduduk asli saat ini diperkirakan sekitar
1.594.990 jiwa, yang terdiri dari 5 jenis suku yang berbeda yaitu, suku Tolaki, suku
Morunene, suku Buton, suku Muna dan suku Bajo. Sultra terletak antara 3 derajat
sampai 6 derajat Lintang Selatan dan 120 - 124.06 derajad Bujur Timur berbatasan
dengan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah di sebelah Utara, laut Flores disebelah
Selatan, dan dengan laut Banda di bagian Timur serta teluk Bone di bagian
Barat.Letak strategis Sultra menyebabkannya menjadi persinggahan para pedagang
dari berbagai penjuru nusantara dan manca negara. Bahasa Melayu yang telah
menjadi lingua franca di dalam hubungan antar suku-bangsa di sana juga berdampak
mempermudah masuknya pengaruh dari luar, di antaranya termasuk pengajaran yang
dibawa oleh para penyebar agama Islam.

Masuknya agama Islam di Sulawesi Tenggara, seperti di Kepulauan
Buton dibawah oleh para pedagang muslim dari Gujarat, India, dan kaum muslim
berkebangsaan Arab. Hal ini mengingat Buton adalah tempat yang strategis bagi
masuk dan keluarnya arus perdagangan, baik dari pulau Jawa maupun Sulawesi
Selatan menuju Maluku, maupun sebaliknya. Maka Buton sebagai pelabuhan tempat
persinggahan dari pulau Jawa ke belahan Timur Indonesia, terutama ke Maluku atau
Ternate.

9

Sejak tahun 1542 M (948 H) Buton telah merupakn satu-satunya
kerajaan Islam yang resmi di Sulawesi Tenggara. Ini ditandai dengan terbangunnya
sistem pemerintahan dengan sistem Kesultanan Islam. Namun sebelumnya, Buton
masih merupakan kerajaan yang penuh dengan nilai-nilai Hindu yang hidup dalam
masyarakatnya. Nilai-nilai Hinduistik secara perlahan hilang atau mengalami
akulturasi dengan nilai-nilai agama Islam yang datang kemudian.

Kerajaan Gowa di Sulawesi lebih awal menerima agama Islam yang
dibawa oleh Datuk ri Bandang yang berasal dari Minangkabau sekitar tahun 1605 M.
Sebenarnya Sayid Jamaluddin al-Kubra lebih dulu sampai di Pulau Buton, yaitu pada
tahun 815 H/1412 M. Riwayat lain menjelaskan, Selain pendapat yang menyebut
bahwa Islam datang di Buton berasal dari Johor, ada pula pendapat yang menyebut
bahwa Islam datang di Buton berasal dari Ternate. Orang-orang Buton sejak lama
merantau ke seluruh pelosok dunia Melayu dengan menggunakan perahu berukuran
kecil yang hanya dapat menampung lima orang, hingga perahu besar yang dapat
memuat barang sekitar 150 ton.

Agama Islam di Buton, ternyata masuk melewati beberapa
gelombang.(a).Islam pertama diterima secara formal di Buton dan Muna. Ini dimulai
sejak masuknya Islam raja Buton yang keenam yang bernama La Kilaponto. Dia
merupakan raja Buton pertama yang menerima pengaruh Islam setelah berkuasa
lebih kurang 20 thn. (b). meskipun Islam telah menjadi agama resmi kerajaan, namun
penataan kerajaan berdasarkan nilai-nilai Islam baru lahir pada masa sultan keempat
yaitu Dayanu Ikhsanuddin. Gerakan Islamisasi dimulai dari figur raja dan
pemberlakuan aturan kerajaan berdasarkan ajaran Islam. Aturan-aturan yang
diwariskan dalam hidup bermasyarakat dan bernegara, dikemas menjadi tujuh
martabat adalah sebagai berikut : Ahadiyah, wahidiyah, taalli suhudi, alam arwah,
mitsal, alam ajsam, alam insan (c) Gerakan Islamisasi kerajaan Buton gelombang
ketiga terjadi pada era Sultan kelima. Namun pada era ini desakan pembumian Islam
dalam lingkungan kerajaan datang dari pembantu sultan yang bergelar Kenepulu
Bula.

Selain, Islam sebagai agama yang dianut oleh masyarakat Buton,
merekapun memiliki peradaban yang ada hubungannya dengan agama Islam.
Peradaban, memiliki berbagai arti dalam kaitannya dengan masyarakat manusia.
Istilah peradaban sering digunakan sebagai persamaan yang lebih luas dari istilah
"budaya" yang populer dalam kalangan akademis. Dimana setiap manusia dapat

10

berpartisipasi dalam sebuah budaya, yang dapat diartikan sebagai "seni, adat istiadat,
kebiasaan ... kepercayaan, nilai, bahan perilaku dan kebiasaan dalam tradisi yang
merupakan sebuah cara hidup masyarakat".

Kerajaan Buton, secara resmi berubah menjadi sebuah kesultanan Islam
pada masa pemerintahan Raja Buton ke-6, yaitu Timbang Timbangan atau
Lakilaponto atau Halu Oleo. Beliau yang diIslamkan dan ditabalkan menjadi Sultan
Buton oleh Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al-Fathani yang berasal dari
Johor. pada tahun 948 H/1538 M . Mengenai tahun tersebut, masih diperdebatkan
karena sumber lain menyebutkan bahwa Syeikh Abdul Wahid merantau dari Patani-
Johor ke Buton pada tahun 1564 M. Sultan Halu Oleo dianggap sebagai Sultan Buton
pertama, bergelar Sultan atau Ulil Amri dan menggunakan gelar yang khusus yaitu
Sultan Qaimuddin. Informasi lain, yang diungkapkan oleh Susanto Zuhdi dalam
Kabanti Kanturuna Mohelana Sebagai Sumber Sejarah Buton, menyebutkan bahawa
Sultan Murhum, Sultan Buton yang pertama memerintah dalam lingkungan tahun
1491 M - 1537 M.

3. Sejarah Masuknya Agama Islam di Sulawesi Utara
Islam di Sulawesi Utara datang yaitu sekitar tahun 1525 melalui suku

Bolango dari Jazirah Gorontalo, yang kemudian masuk ke wilayah Bolaang
Mongondow. Gorontalo memang dikenal sejak dahulu sebagai pusat penyebaran
agama Islam sekaligus pusat perdagangan barang dan jasa di Kawasan Teluk Tomini.

Penyebaran agama Islam kemudian mulai berkembang ketika datangnya
pejuang-pejuang kemerdekaan yang ditawan oleh penjajah Belanda, antara lain
Tuanku Imam Bonjol dan Pangeran Diponegoro beserta pengikutnya. Selain melalui
para pahlawan yang diasingkan ke Tondano, arah lain masuknya Islam ialah melalui
para pedagang Arab yang singgah di pesisir daerah Manado. Disamping berdagang
mereka juga menyiarkan ajaran agama Islam. Kemudian, Islam masuk di Manado
juga melalui jalur pernikahan

C. Kerajaan Kerajaan di Sulawesi
1. Kerajaan Gowa-Tallo

Pada awalnya, Kerajaan Gowa-Tallo yang lebih dikenal sebagai Kerajaan
Makassar terdiri dari beberapa kerajaan yang bercorak Hindu, antara lain, Gowa,
Tallo, Wajo, Bone, Soppeng, dan Luwu. Dengan adanya dakwah dari Dato’ ri

11

Bandang dan Dato’ Sulaiman, Sultan Alauddin (Raja Gowa) masuk Islam. Setelah
raja memeluk Islam, rakyat pun segera ikut memeluk Islam. Kerajaan Gowa dan
Tallo kemudian menjadi satu dan lebih dikenal dengan nama Kerajaan Makassar
dengan pemerintahannya yang terkenal adalah Sultan Hasanuddin (1653-1669). Ia
berhasil memperluas pengaruh Kerajaan Makassar sampai ke Matos, Bulukamba,
Mondar, Sulawesi Utara, Luwu, Butan, Selayar, Sumbawa, dan Lombok.

Hasanuddin juga berhasil mengembangkan pelabuhannya dan
menjadi bandar transit di Indonesia bagian timur pada waktu itu. Hasanuddin
mendapat julukan “Ayam Jantan dari Timur”. Karena keberaniannya dan semangat
perjuangannya, Makassar menjadi kerajaan besar dan berpengaruh terhadap kerajaan
di sekitarnya. Faktor-faktor penyebab Kerajaan Makassar menjadi besar diantaranya
adalah letaknya yang strategis, baik sekali untuk pelabuhan. Jatuhnya Malaka ke
tangan Portugis yang menyebabkan pedagang Islam pindah ke Makassar.

Perkembangan Makassar menyebabkan VOC merasa tersaingi.
Makassar tidak tunduk kepada VOC, bahkan Makassar membantu rakyat Maluku
melawan VOC. Kondisi ini mendorong VOC untuk berkuasa di Makassar dengan
menjalin kerja sama dengan Makassar, tetapi ditolak oleh Hasanuddin. Oleh karena
itu, VOC menyerang Makassar dengan membantu Aru Palaka yang telah
bermusuhan dengan Makassar. Akibatnya, banteng Borombong dan ibu kota
Sombaopu jatuh ke tangan musuh, Hasanuddin ditangkap dan dipaksa
menandatangani Perjanjian Bongaya (1667).
2. Kerajaan Bone

Kesultanan Bone atau sering pula dikenal dengan Akkarungeng ri Bone,
merupakan kesultanan yang terletak di Sulawesi bagian barat daya atau tepatnya di
daerah Provinsi Sulawesi Selatan sekarang ini. Menguasai areal sekitar 2600 km2.
Terbentuknya kerajaan Bone dimulai dengan kedatangan Tomanurung ri Matajang
MatasilompoE yang mempersatukan 7 komunitas yang dipimpin oleh Matoa.
Manurung ri Matajang menikah dengan Manurung ri Toro melahirkan La Ummasa
Petta Panre Bessie sebagai Arumpone kedua. Saudara perempuannya menikah
dengan La Pattikkeng Arung Palakka yang melahirkan La Saliyu Karampelua
sebagai Arumpone ketiga.Di masanya, kerajaan Bone semakin luas berkat
keberaniannya.

Perluasan kerajaan Bone ke utara bertemu dengan kerajaan Luwu yang
berkedudukan di Cenrana, muara sungai WalennaE. Terjadi perang antara Arumpone

12

La Tenrisukki dengan Datu Luwu Dewaraja yang berakhir dengan kemenangan Bone
dan Perjanjian Damai Polo MalelaE ri Unynyi. Dinamika politik militer diera itu
kemudian ditanggapi dengan usulan penasehat kerajaan yaitu Kajao Laliddong pada
Arumpone La Tenrirawe BongkangngE yaitu dengan membangun koalisi dengan
tetangganya yaitu Wajo dan Soppeng. Koalisi itu dikenal dengan Perjanjian
Tellumpoccoe.

Ratu Bone, We Tenrituppu adalah pemimpin Bone pertama yang masuk
Islam. Namun Islam diterima secara resmi dimasa Arumpone La Tenripale Matinroe
ri Tallo Arumpone keduabelas. Sebelumnya yaitu La Tenrirua telah menerima Islam
namun ditolak oleh hadat Bone yang disebut Ade Pitue sehingga dia hijrah ke
Bantaeng dan meninggal disana. Ketika Islam diterima secara resmi, maka susunan
hadat Bone berubah. Ditambahkan jabatan Parewa Sara (Pejabat Syariat) yaitu Petta
KaliE (Qadhi). Namun, posisi Bissu kerajaan tetap dipertahankan.

Bone berada pada puncak kejayaannya setelah Perang Makassar, 1667-
1669. Bone menjadi kerajaan paling dominan dijazirah selatan Sulawesi. Perang
Makassar mengantarkan La Tenritatta Arung Palakka Sultan Saadudin sebagai
penguasa tertinggi. Kemudian diwarisi oleh kemenakannya yaitu La Patau Matanna
Tikka dan Batari Toja. La Patau Matananna Tikka kemudian menjadi leluhur utama
aristokrat di Sulawesi Selatan. Sejak berakhirnya kekuasaan Gowa, Bone menjadi
penguasa utama di bawah pengaruh Belanda di Sulawesi Selatan dan sekitarnya pada
tahun 1666.

Bone berada di bawah kontrol Belanda sampai tahun 1814 ketika Inggris
berkuasa sementara di daerah ini, tetapi dikembalikan lagi ke Belanda pada 1816
setelah perjanjian di Eropa akibat kejatuhan Napoleon Bonaparte. Pengaruh Belanda
ini kemudian menyebabkan meningkatnya perlawanan Bone terhadap Belanda,
namun Belanda-pun mengirim sekian banyak ekspedisi untuk meredam perlawanan
sampai akhirnya Bone menjadi bagian dari Indonesia pada saat proklamasi.
3. Kerajaan Wajo

Kerajaan Wajo adalah sebuah kerajaan yang didirikan sekitar tahun
1399, di wilayah yang menjadi Kabupaten Wajo saat ini di Sulawesi Selatan.
Penguasanya disebut “Raja Wajo”. Wajo adalah kelanjutan dari kerajaan sebelumnya
yaitu Cinnotabi. Ada tradisi lisan yakni pau-pau rikadong dianggap sebagai kisah
terbentuknya Wajo, yaitu putri dari Luwu, We Tadampali yang mengidap sakit kulit
kemudian diasingkan dan terdampar di Tosora. Selanjutnya dia bertemu dengan putra

13

Arumpone Bone yang sedang berburu. Akhirnya mereka menikah dan membentuk
dinasti di Wajo. Ada juga tradisi lisan lain yaitu kisah La Banra, seorang pangeran
Soppeng yang merantau ke Sajoanging dan membuka tanah di Cinnotabi.

Sejarah Wajo berbeda dengan sejarah kerajaan lain yang umumnya
memulai kerajaannya dengan kedatangan To Manurung. Sejarah awal Wajo menurut
Lontara Sukkuna Wajo dimulai dengan pembentukan komunitas dipinggir Danau
Lampulung. Disebutkan bahwa orang-orang dari berbagai daerah, utara, selatan,
timur dan barat, berkumpul dipinggir Danau Lampulung. Mereka dipimpin oleh
seseorang yang tidak diketahui namanya yang digelari dengan Puangnge Ri
Lampulung. Puang ri Lampulung dikenal sebagai orang yang bijak, mengetahui
tanda-tanda alam dan tatacara bertani yang baik. Adapun penamaan danau
Lampulung dari kata sipulung yang berarti berkumpul.

Komunitas Lampulung terus berkembang dan memperluas wilayahnya
hingga ke Saebawi. Setelah Puang ri Lampulung meninggal, komunitas ini cair.
Hingga tiba seseorang yang memiliki kemampuan sama dengannya, yaitu Puang ri
Timpengeng di Boli. Komunitas ini kemudian hijrah dan berkumpul di Boli.
Komunitas Boli terus berkembang hingga meninggalnya Puang ri Timpengeng.
Setelah itu, putra mahkota kedatuan Cina dan kerajaan Mampu, yaitu La Paukke
datang dan mendirikan kerajaan Cinnotabi.

Adapun urutan Arung Cinnotabi yaitu, La Paukke Arung Cinnotabi I
yang diganti oleh anaknya We Panangngareng Arung Cinnotabi II. We Tenrisui,
putrinya menjadi Arung Cinnotabi III yang diganti oleh putranya La Patiroi sebagai
Arung Cinnotabi IV. Sepeninggal La Patiroi, Adat Cinnotabi mengangkat La
Tenribali dan La Tenritippe sekaligus sebagai Arung Cinnotabi V. Setelah itu,
Akkarungeng (kerajaan) Cinnotabi bubar. Warga dan adatnya berkumpul di Boli dan
membentuk komunitas baru lagi yang disebut Lipu Tellu Kajuru E.

La Tenritau menguasai wilayah majauleng, La Tenripekka menguasai
wilayah sabbamparu dan La Matareng menguasai wilayah takkalalla. Ketiganya
adalah sepupu satu kali La Tenribali. La Tenribali sendiri setelah kekosongan
Cinnotabi membentuk kerajaan baru disebut Akkarungeng ri Penrang dan menjadi
Arung Penrang pertama. Ketiga sepupunya kemudian meminta La Tenribali agar
bersedia menjadi raja mereka. Melalui perjanjian Assijancingeng ri Majauleng maka
dibentuklah kerajaan Wajo. La Tenribali diangkat sebagai raja pertama bergelar
Batara Wajo. Ketiga sepupunya bergelar Paddanreng yang menguasai wilayah distrik

14

yang disebut Limpo. La Tenritau menjadi Paddanreng ri Majauleng, yang kemudian
berubah menjadi Paddanreng Bettempola pertama. La Tenripekka menjadi
Paddanreng Sabbamparu yang kemudian menjadi Paddanreng Talotenreng. Terakhir
La Matareng menjadi Paddanreng ri Takkallala menjadi Paddanreng Tuwa.
4. Kesultanan Buton

Kesultanan Buton terletak di Kepulauan Buton (Kepulauan Sulawesi
Tenggara) Provinsi Sulawesi Tenggara. Pada zaman dahulu memiliki kerajaan
sendiri yang bernama kerajaan Buton dan berubah menjadi bentuk kesultanan yang
dikenal dengan nama Kesultanan Buton. Nama Pulau Buton dikenal sejak zaman
pemerintahan Majapahit, Patih Gajah Mada dalam Sumpah Palapa, menyebut nama
Pulau Buton. Mpu Prapanca juga menyebut nama Pulau Buton di dalam bukunya,
Kakawin Nagarakertagama. Sejarah yang umum diketahui orang, bahwa Kerajaan
Bone di Sulawesi lebih dulu menerima agama Islam yang dibawa oleh Datuk ri
Bandang yang berasal dari Minangkabau sekitar tahun 1605 M.

Sebenarnya Sayid Jamaluddin al-Kubra lebih dulu sampai di Pulau
Buton, yaitu pada tahun 815 H/1412 M. Ulama tersebut diundang oleh Raja Mulae
Sangia i-Gola dan baginda langsung memeluk agama Islam. Lebih kurang seratus
tahun kemudian, dilanjutkan oleh Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al-
Fathani yang dikatakan datang dari Johor. Ia berhasil mengIslamkan Raja Buton yang
ke-6 sekitar tahun 948 H/1538 M. Riwayat lain mengatakan tahun 1564 M. Walau
bagaimanapun masih banyak pertikaian pendapat mengenai tahun kedatangan
Syeikh Abdul Wahid di Buton. Dalam masa yang sama dengan kedatangan Syeikh
Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al-Fathani, diriwayatkan bahwa di Callasusung
(Kulisusu), salah sebuah daerah kekuasaan Kerajaan Buton, didapati semua
penduduknya beragama Islam.

Selain pendapat yang menyebut bahwa Islam datang di Buton berasal
dari Johor, ada pula pendapat yang menyebut bahwa Islam datang di Buton berasal
dari Ternate. Dipercayai orang-orang Melayu dari berbagai daerah telah lama sampai
di Pulau Buton. Mengenainya dapat dibuktikan bahwa walaupun bahasa yang
digunakan dalam Kerajaan Buton ialah bahasa Wolio, namun dalam masa yang sama
digunakan bahasa Melayu, terutama bahasa Melayu yang dipakai di Malaka, Johor
dan Patani. Orang-orang Melayu tinggal di Pulau Buton. Orang-orang Buton
termasuk kaum yang pandai belayar seperti orang Bugis juga.

15

Orang-orang Buton sejak lama merantau ke seluruh pelosok dunia
Melayu dengan menggunakan perahu berukuran kecil yang hanya dapat menampung
lima orang, hingga perahu besar yang dapat memuat barang sekitar 150 ton. Kerajaan
Buton secara resminya menjadi sebuah kerajaan Islam pada masa pemerintahan Raja
Buton ke-6, yaitu Timbang Timbangan atau Lakilaponto atau Halu Oleo. Bagindalah
yang di-Islamkan oleh Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al-Fathani yang
datang dari Johor. Menurut beberapa riwayat bahwa Syeikh Abdul Wahid bin Syarif
Sulaiman al-Fathani sebelum sampai di Buton pernah tinggal di Johor. Selanjutnya
bersama istrinya pindah ke Adonara (NTT). Kemudian dia sekeluarga berhijrah pula
ke Pulau Batu atas yang termasuk dalam pemerintahan Buton.

Di Pulau Batu atas, Buton, Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al-
Fathani bertemu Imam Pasai yang kembali dari Maluku menuju Pasai (Aceh). Imam
Pasai menganjurkan Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al-Fathani pergi ke
Pulau Buton, menghadap Raja Buton. Syeikh Abdul Wahid setuju dengan anjuran
yang baik itu. Setelah Raja Buton memeluk Islam, Baginda langsung ditabalkan
menjadi Sultan Buton oleh Syeikh Abdul Wahid pada tahun 948 H/1538 M.

Mengenai tahun tersebut, masih dipertikaikan karena sumber lain
menyebutkan bahwa Syeikh Abdul Wahid merantau dari Patani-Johor ke Buton pada
tahun 1564 M. Sultan Halu Oleo dianggap sebagai Sultan Buton pertama, bergelar
Sultan atau Ulil Amri dan menggunakan gelar yang khusus yaitu Sultan Qaimuddin.
Maksud perkataan ini ialah Kuasa Pendiri Agama Islam.

D. Perkembangan Agama Islam Di Sulawesi

Diagram Hasil Penyebaran Islam Di Sulawesi

1. Diagram Hasil Penyebaran Islam Di Sulawesi Pada tahun 2010

Tabel berikut menunjukkan banyaknya penduduk di Sulawesi pada tahun 2010

Provinsi Jumlah penduduk yang
beragama Islam
Sulawesi Utara 701.699
Sulawesi Tengah 2.047.959
Sulawesi Selatan 7.200.938
Sulawesi Tenggara 2.126.126
Sulawesi Barat 957.735

16

1) Diagram Garis

DIAGRAM HASIL PENYEBARAN ISLAM TAHUN
2010

8,000,000
7,000,000

Jumlah Penduduk 6,000,000

5,000,000

4,000,000

3,000,000

2,000,000

1,000,000

0 Sulawesi Sulawesi Sulawesi Sulawesi Barat
Sulawesi Utara Tengah Selatan Tenggara

2) Diagram Batang

DIAGRAM HASIL PENYEBARAN ISLAM TAHUN
2010

Jumlah Penduduk 8,000,000
7,000,000
6,000,000
5,000,000
4,000,000
3,000,000
2,000,000
1,000,000

0

Sulawesi Utara Sulawesi Sulawesi Sulawesi Sulawesi Barat
Tengah Selatan Tenggara

Provinsi

3) Diagram Lingkaran

PROVINSI JUMLAH PRESENTASE
Sulawesi Utara 701.699 701.699
13.034.457 100% = 6%

Sulawesi Tengah 2.047.959 2.047.959 x 100% = 16 %
13.034.457

17

Sulawesi Selatan 7.200.938 7.200.938 x 100% = 55%
Sulawesi Tenggara 2.126.126 13.034.457
2.126.126
Sulawesi Barat 957.735 13.034.457 x 100% = 16%
JUMLAH 13.034.457
957.735 x 100% = 7%
13.034.457

DIAGRAM HASIL PENYEBARAN ISLAM TAHUN 2010

Suawesi Barat Sulawesi Utara
7% 6%
Sulawesi Tengah
Sulawesi Tenggara 16%
16%

Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Suawesi Barat

Sulawesi Selatan
55%

4) Modus

Modus dari data penyebaran Islam di provinsi Sulawesi adalah pada provinsi

Sulawesi Selatan dengan jum;ah penduduk 2.126.126
5) Rata – Rata

Rata – Rata = ℎ


= ℎ ℎ



= 701.699+2.047.959+7.200.938+2.126.126+957.735

5

= 13.034.457
5

= 2.606.891,4

18

Jadi, rata – rata jumlah penduduk yang menganut agama Islam di Sulawesi
pada tahun 2010 adalah 2.606.891,4

b. Diagram Hasil Penyebaran Islam Di kabupaten yang ada di Sulawesi

Utara Pada tahun 2011

Tabel berikut menunjukkan banyaknya penduduk di Sulawesi pada tahun 2010

KABUPATEN/KOTA JUMLAH PENDUDUK YANG

BERAGAMA ISLAM

Bolaang mongondow 131.441
Minahasa 23.163
Kepulauan sangihe 26.806
Kepulauan talaud 2.774
Minahasa selatan 17.921
Minahasa utara 35.827
B mongodow utara 62.045
Kepulauan sitaro 2.290
Minahasa tenggara 19.056
B mongodow selatan 54.423
B mongodow timur 47.605
Kota manado 130.517
Kota Bitung 69.023
Kota Tomohon 4.040
Kota kotamobagu 92.324

1) Diagram Garis

Jumlah Penduduk DIAGRAM HASIL PENYEBARAN
ISLAM DI SULAWESI UTARA TAHUN

2011

140,000
120,000
100,000

80,000
60,000
40,000
20,000

0

19

2) Diagram BatangJumlah Penduduk

DIAGRAM HASIL PENYEBARAN ISLAM DI
SULAWESI UTARA TAHUN 2011

140,000
120,000
100,000

80,000
60,000
40,000
20,000

0

Kabupaten/Kota

3) Diagram Lingkaran

DIAGRAM HASIL PENYEBARAN
ISLAM DI SULAWESI UTARA TAHUN

2011

Kota Bolaang
kotamobagu mongondow

13% 18%
Kota Tomohon
Kota Bitun1g% Minahasa
10% Ke3p%ulauan

Kota manado sangihe
18% 4%

B mongodow Kepulauan
timur Minahatsaalaseuladtan
7%
2%0%
Minahasa utara

5%

B mongodow B mongodow
selatan utara
8%
MteinnKgaeghpaaursalaau0a%n sita9r%o
3%

20

4) Modus
Modus dari data penyebaran Islam di provinsi Sulawesi Utara adalah pada

kota Bolaang Mongondow dengan jum;ah penduduk 131.441
5) Rata – Rata



=

= ℎ ℎ

/
131.441+23.163+26.806+2.774+17.921+35.827+62.045+2.290+19.056+

= 54.423+47.605+130.517+69.023+4.040+92.324

15

= 719.255

15

= 47.950,33

21

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari karya imiah diatas adalah :
1. Agama Islam pertama kali masuk ke Nusantara pada abad ke-9 H / 14 M.
2. Awal masuknya agama Islam ke Sulawesi adalah dengan melalui jalur
perdagangan yang ditempuh oleh ulama-ulama Islam untuk menyebarkan
agama Islam di tanah Sulawesi.
3. Perkembangan agama Islam di Sulawesi dari tahun ke tahun selalu
bertambah.

B. Saran
1. Proses masuk dan menyebarnya Islam di Sulawesi masih perlu ditelusuri
lebih lanjut dan lebih dalam kembali. Karena masih banyaknya perbedaan
pendapat para sejarawan dengan catatan sejarah mengenai penyebaran
Islam di Sulawesi, masih memberikan tanda tanya yang besar.
2. Masuknya Islam ke wilayah Sulawesi juga masih perlu dibahas lebih
banyak lagi, karena masih jarang orang yang tertarik untuk melakukan
kajian mengenai menyebarnya Islam di wilayah Sulawesi. Hal ini,
menjadi tanggung jawab bagi kita, terkhusus bagi para peneliti dan ahli
sejarah yang ingin mengkaji lebih dalam mengenai proses Islamisasi di
Sulawesi.

22

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, La Ode. 1980. Sejarah Masuknya Agama Islam di Buton dan
Perkembangannya Makalah Seminar Masuknya slam di Buton. Fakultas
Tarbiyah IAIN Alauddin Bau-bau,

Baiti, R., & Razzaq, A. (2014). Teori dan Proses Islamisasi di Indonesia. Wardah,
15(2), 133-145."Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia." accessed Oktober
31, 2021

Juliani, R. (2018). Menarik Benang Merah Hubungan Aceh Dengan Sulawesi
Selatan. SOURCE: Jurnal Ilmu Komunikasi, 3(1).

KH. Saefuddin Zuhri, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di
Indonesia, Bandung: 1981, PT. al-Maarif Bandung, cet. ke-3.

Muhammad, Gunawan. 1996. Peradaban Islam di Nusnatara. Jakarata: Gramedi
Publisher

Mujib, A. (2021). Sejarah Masuknya Islam dan Keragaman Kebudayaan Islam di
Indonesia. Jurnal Dewantara, 11(01), 117-124.

Penduduk Menurut Wilayah dan Agama yang Dianut Provinsi Sulawesi Tenggara,
Badan Pusat Statistik. Diakses 28 Agustus 2014.

Sunanto, Musyrifah. 2010. Sejarah Peradaban Islam di Indonesia. Jakarta: Raja
Grafindo Persada,

Shrool, JW. 2003. Masyarakat, Sejarah dan Budaya Buton. Jakarta. Penerbit,
Jambatan, KITLV.

23


Click to View FlipBook Version