The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by tiyapratiwi182, 2022-08-14 14:01:00

Pemberontakan APRA, Andi Aziz dan RMS

Sejarah Indonesia kelas XII

Keywords: APRA ,Disinegrasi,RMS,Andi Aziz,Sejarah Indonesia,Sabtiya Pratiwi

SEJARAH INDONESIA XII

PERJUANGAN MENGHADAPI ANCAMAN DISINTEGRASI BANGSA

Penulis

Sabtiya Pratiwi 190210302019

Editing dan Tata Letak
Canva & Mr.word

ISBN : 000-000-0000-00-00
Cetakan I, 2022

1

SEJARAH INDONESIA XII
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyusun E-Modul Sejarah Indonesia kelas XII tentang “Perjuangan
Menghadapi Ancaman Disintegrasi Bangsa ” dengan lancar dan baik.

Penulis berharap semoga E-modul ini dapat digunakan sebagai panduan pembelajaran
sejarah dan menambah pengetahuan juga bagi pembaca mengenai perjuangan bangsa
Indonesia dalam mempertahankan keutuhan NKRI. Akhir kata, Semoga segala upaya yang
dilakukan bisa bermanfaat untuk memajukan pendidikan di Indonesia khsusnya dalam bidang
kesejarahan.

Jember, 11 Agustus 2022
Penulis

2

SEJARAH INDONESIA XII

KOMPETENSI

Kompetensi Inti
KI 1 Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
KI 2 Menunjukkan perilaku jujur, disiplin tanggung jawan, peduli (gotong-

royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif, dan pro-aktif
sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta
menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
KI 3 Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab
fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada
bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk
memecahkan masalah.
KI 4 Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak
terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara
mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

Kompetensi Inti
3.1 3.1 Menganalisis upaya bangsa Indonesia dalam menghadapi ancaman

disintegrasi bangsa antara lain PKI Madiun 1948, DI/TII, APRA, Andi Aziz,
RMS, PRRI, Permesta, G 30 S/PKI.

3

SEJARAH INDONESIA XII

PETA KONSEP

PEMBERONTAKAN
BERDASARKAN
KEPENTINGAN

APRA Andi Aziz RMS

4

SEJARAH INDONESIA XII

PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL
A. Bagi Peserta Didik

Untuk memperoleh prestasi belajar secara maksimal, maka langkahlangkah yang
perlu dilaksanakan dalam modul ini antara lain:
1. Bacalah dan pahami materi yang ada pada setiap kegiatan belajar.Bila ada materi

yang belum jelas, peserta didik dapat bertanya pada pendidik.
2. Kerjakan setiap tugas diskusi terhadap materi-materi yang dibahas dalam setiap

kegiatan belajar.
3. jika belum menguasai level materi yang diharapkan, ulangi lagi pada kegiatan

belajar sebelumnya atau bertanyalah kepada pendidik
B. Bagi Pendidik

1. Membantu peserta didik dalam merencanakan proses belajar.
2. Membimbing peserta didik dalam memahami konsep, analisa, dan menjawab

pertanyaan peserta didik mengenai proses belajar.
3. Mengorganisasikan kegiatan belajar kelompk

5

SEJARAH INDONESIA XII

MATERI

6

SEJARAH INDONESIA XII

PEMBERONTAKAN BERDASARKAN KEPENTINGAN

Termasuk dalam kategori ini adalah pemberontakan APRA, RMS dan Andi
Aziz.Vested Interest merupakan kepentingan yang tertanam dengan kuat pada suatu
kelompok. Kelompok ini biasanya berusaha untuk mengontrol suatu sistem sosial atau
kegiatan untuk keuntungan sendiri. Mereka juga sukar untuk mau melepas posisi atau
kedudukannya sehingga sering menghalangi suatuproses perubahan. Baik APRA, RMS dan
peristiwa Andi Aziz, semuanya berhubungan dengan keberadaan pasukan KNIL atau Tentara
Kerajaan (di) Hindia Belanda, yang tidak mau menerima kedatangan tentara Indonesia di
wilayah-wilayah yang sebelumnya mereka kuasai. Dalam situasi seperti ini, konflikpun
terjadi.
A. APRA (Angkatan Perang Ratu Adil)

APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) dibentuk dan dipimpin oleh mantan kapten
KNIL (Koninklijk Nederlands Indisch Leger) atau Tentara Hindia Belanda yaitu Raymond
Westerling pada tahun 1949.

Gambar 1. Kapten Raymond Westerling

7

SEJARAH INDONESIA XII

APRA merupakan pemberontakan yang paling awal terjadi setelah Indonesia diakui
kedaulatannya oleh Belanda. Berdasarkan Konferensi Meja Bundar yang menghasilkan suatu
bentuk negara Federal untuk Indonesia dengan nama RIS (Republik Indonesia Serikat).
Pembetukan RIS menimbulkan pertengangan antara golongan yang menolak bentuk federal
dan golongan yang mendukung bentuk federal. Melihat perpecahan tersebut Belanda
berusaha menanamkan pengaruhnya digolongan pendukung federal. Salah satunya mendesak
pemerintahan RIS mengangkat Sultan Hamid II sebagai menteri pertahanan. Pada Januari,
1950 merekan mencoba melakukan kudeta. Tujuan kudeta ini adalah upaya untuk
mempertahankan negara federal RIS saat sebagian besar negara bagian RIS ingin
membubarkan diri dan bergabung kembali dalam Republik Indonesia (RI). Pada Kamis, 5
Januari 1950, Westerling mengirim surat kepada pemerintah RIS yang berisi ultimatum. Isi
ultimatum tersebut adalah ia menuntut agar pemerintah RIS menghargai negara-negara
bagian, terutama Negara Pasundan serta pemerintah RIS harus mengakui APRA sebagai
tentara Pasundan.

Pemberontakan APRA ini menjadi tragedi politik dan ideologis nasional, tepatnya di
masa perjuangan Republik Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan. APRA sendiri
dipimpin oleh Raymond Westerling dan memiliki 800 serdadu bekas KNIL. APRA
memanfaatkan kepercayaan masyarakat Indonesia akan datangnya pemimpin yang adil
seperti yang dituliskan dalam kitab Jangka Jayabayatentang datangang “Sang Ratu Adil” dan
Westerlingpun menamai gerakan ini dengan Angkatan perang Ratu Adil”.

Pada Januari 1950, Presiden RIS Sukarno menunjuk Hamid sebagai menteri negara
tanpa portofolio sekaligus koordinator tim perumusan lambang negara. Dalam sidang kabinet,
10 Januari 1950, Hamid membentuk Panitia Lencana Negara. Kemudian diadakanlah
sayembara pembuatan lambang negara. Dan dialah yang mendisain Gurung garuda dan
lambang-lambangnya. Namun Hamid menjalin mufakat dengan Westerling karena ingin
mempertahankan negara federal dan kecewa dengan jabantanya yang hanya sebagai mentri
tanpa portofolio.

8

SEJARAH INDONESIA XII

1. Pemberontakan APRA di Bandung
Pada tanggal 23 januari 1950 APRA melakukan serangan terhadap kota

bandung dengan pasukan sejumlah 800 dari unsur KNIL dan berhasil memasuki kota
dan menguasai markas divisi Siliwangi. Sehari sebelumnya sebetulnya pimpinan
divisi Siliwangi sudah menyisinyalir adanya suatu gerakan dari sekelompok orang
bersenjata diluar kota Bandung. Akan tetapi sebelum merekaa sempat mengadakan
persiapan untuk mengantisipasi gerakan itu Westerling telah bertindak terlebih
dahulu. Dalam gerakan ke Bandung pasukan APRA melucuti pasukan dipos Cimindi,
Cibeuruem dan Pabrik Mecaf. Didalam kota mereka membunuh anggota TNI dan
berhasil menduduki markas staf divisi Siliwangi setelah membunuh membunuh
semua regu jaga yang berjumlah 15 orang dan Letanan Kolonel Lembong sedangkan
jumlah gerombolan penyerbu lebih dari 150 orang hanya tiga orang yang selamat
karena dapat meloloskan diri dari pengeboman.

Gambar 2. Pemberontakan APRA di Bandung

Gerakan yang dipimpin oleh Raymond Westerling ini berhasil mengusai markas
Staf Divisi Siliwangi, sekaligus membunuh ratusan prajurit Divisi Siliwangi. Sementara
itu, di Jakarta Drs. Moh. Hatta mengadakan perundingan dengan Komisaris Tinggi
Belanda agar memaksa Westerling dan pasukannya meninggalkan Bandung. Sore itu juga
APRA meninggalkan Bandung kemudian menyebar keberbagi tempat.

9

SEJARAH INDONESIA XII

2. Pemberomtakan APRA di Jakarta

Selain di Bandung APRA juga merencanakan gerakan di Jakarta disini Westerling
mengadakan kerja sama dengan Sultan Hamid II, menteri negara tanpa portopolio
didalam cabinet RIS. Menurut pasukan APRA, Hamid telah memberi perintah kepada
Westerling dan Inspektur Polisi Frans Najoan untuk menyerang sidang Dewan Menteri
RIS pada 24 Januari 1950 dan Hamid juga memerintahkan agar semua menteri ditangkap,
sedangkan Menteri Pertahanan Sultan Hamengku Buwono IX, Sekretaris Jenderal Ali
Budiardjo dan Kepala Staf Angkatan Perang PRIS (APRIS) Kolonel TB Simatupang
harus ditembak mati. Akan tetapi rencananya gagal, Sultan Hamid ditangkap dan pada
tanggal 22 Februari 1950 Westerling melarikan diri ke Singapura sehingga para
pengikutnya menjadi bubar.

B. Pemberontakan Andi Aziz
1. Kondisi Politik Menjelang Peristiwa Andi Aziz

Berdasarkan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) yang berlangsung di Denhag,
tanggal 23 Agustus-2 November 1949, dinyatakan bahwa pemerintah Belanda akan
menyerahkan kedaulatan atas Indonesia sepenuhnya kepada RIS dengan tidak bersyarat lagi
dan tidak dapat dicabut, karena mengakui RIS sebagai negara merdeka yang berdaulat.
Kedaulatan yang diperoleh dalam bentuk negara serikat tidak dapat bertahan, pembentukan
Negara Indonesia Timur (NIT) sebagai satu kesatuan dari rakyat Indonesia yang berada di
bagian timur, selanjutnya sebagai salah satu negara yang tergabung dalam RIS, namun tidak
mendapat tempat di hati rakyat Sulawesi Selatan. Mulai awal bulan Maret 1950 pergolakan
dan penentangan antara golongan federalis dan unitaris di Sulawesi Selatan terutama di
Makassar berkobar dengan hebat, sehingga timbul suasana yang genting. Kelompok pemuda
di jalan-jalan mulai menyatakan sikap mereka menentang kelanjutan berdirinya NIT (Agung,
1985: 714).

Dari golongan unitaris yang dipelopori oleh anggota-anggota Parlemen Fraksi
Kesatuan Nasional dan Fraksi Indonesia, mendesak kepada pemerintah untuk diijinkan
mengadakan demonstrasi secara besar-besaran. Dengan tujuan untuk menyatakan unjuk rasa
agar NIT segera dibubarkan dan dimasukkan ke dalam daerah kekuasaan Republik Indonesia.
Oleh Kabinet Tatengkeng sudah mengadakan keputusan untuk melarang semua demonstrasi
dari pihak manapun, maka keinginan golongan unitaris tidak dapat dilaksanakan.

10

SEJARAH INDONESIA XII

Desakan untuk mengadakan demonstrasi dengan tujuan sebagaimana diutarakan di
atas, mendapat perangsang lebih keras lagi setelah Badan Perwakilan Rakyat Sementara
Serikat (BPRSS) di Jakarta, tanggal 2 Maret 1950 menerima suatu mosi. Mosi untuk
membubarkan semua negara-negara dan daerah-daerah, kecuali Sumatera Timur dan daerah
Kalimantan. Sebagai akibat mosi tersebut dikeluarkan suatu Keputusan Presiden RIS, dengan
menunjuk Undang-Undang Darurat yang telah disahkan. untuk membubarkan negara-negara
Jawa Timur, Jawa Tengah, Madura dan Pasundan, kemudian menggabungkan dengan negara
Republik Indonesia.

Perkembangan demikian tentunya mempengaruhi suasana politik di NIT terutama di
Sulawesi Selatan, dan memberi dorongan besar kepada golongan unitaris untuk mewujudkan
tujuannya yaitu membubarkan NIT. Selanjutnya desakan untuk mengadakan demonstrasi
juga bertambah keras, sementara di Makassar terdapat kurang lebih 1500 orang atau 2
batalyon tentara Koninklijk Nederlandsch Indiesche Leger (KNIL) yang sebagian besar
berasal dari Ambon. Oleh Pemerintah NIT senantiasa mendesak kepada Kementrian
Pertahanan di Jakarta, agar memasukkan mereka ke dalam tubuh Angkatan Perang Republik
Indonesia Serikat (APRIS). Namun ditolak, hanya satu kompi yang sudah berhasil masuk
dalam APRIS dan ditempatkan dibawah komando Kapten Andi Azis (Agung, 1985: 726).

Pemerintah NIT melihat adanya bahaya turut campur tentara APRIS dalam
pergolakan tersebut, dimana oknum-oknum APRIS akan memberi angin kepada golongan
unitaris dan kepada golongan ini mereka sangat bersimpati. Dengan demikian gerakan yang
menghendaki dibubarkannya NIT dan memasukkannya kedalam negara Republik Indonesia
akan mendapat bantuan yang sangat berharga, sehingga likuidasi NIT benar-benar terjadi.
Memperhatikan perkembangan tersebut, anggota-anggota KNIL di Makassar yang belum
dimasukkan kedalam tubuh APRIS mengadakan rapat tanggal 3 April 1950. Dalam rapat
tersebut diambil keputusan bahwa mereka menentang kedatangan APRIS di Makassar, yang
sangat aktif memprakarsai rapat tersebut adalah Mr. Dr. Ch.R.S Soumokil (mantan Menteri
Kehakiman NIT) dan R.E.J.Matekohy (mantan Menteri Muda Keuangan NIT). Akan tetapi
keputusan rapat anggota KNIL bertentangan dengan perintah Komandan Pasukan Belanda di
Indonesia Timur dan Kalimantan, agar anggota KNIL tidak melibatkan diri dalam
pertentangan masalah unitaris dan federalis (Anonim, 1953: 252).

11

SEJARAH INDONESIA XII

Suasana di Kota Makassar semakin menghangat menjelang tibanya batalyon yang
dipimpin oleh Mayor H.V.Worang, oleh sebab itu untuk meredakan suasana dilakukan usaha
di kedua belah pihak yang diwakili Kapten Tahya dari KNIL dan Letkol A.J. Mokoginta dari
APRIS (TNI). Selanjutnya Kapten Tahya melakukan pertemuan selama 6 jam dengan
anggota-anggota KNIL, dan hasil yang dibicarakan memberikan pengharapan bahwa tidak
akan menimbulkan masalah yang membahayakan pada saat pendaratan Batalyon Worang.
KNIL akan memegang disiplin, adapun tentang masuknya KNIL ke APRIS akan melalui
proses (Djarwadi, 1972: 48). Pendaratan Batalyon Worang benar-benar akan dilakukan, oleh
sebab itu ketika Andi Azis datang kerumah Soumokil untuk memberi tahu kepada Pemimpin-
pemimpin KNIL, Andi Azis kemudian mengatakan apabila sikap Presiden demikian, maka ia
tidak berdiri di belakang militer. Pendaratan Batalyon Worang tidak dapat dicegah lagi, saat
Andi Azis hendak pulang, Soumokil berteriak "hantam saja". Bagi Andi Azis mengartikan
kata itu dengan mengangkat senjata (Anonim, 1953: 285). Ditengah kekhawatiran atas NIT
jika Batalyon Worang mendarat, maka Andi Azis segera melakukan aksinya.

1. Jalannya Peristiwa

Penyebab khusus terjadinya pemberontakan Andi Aziz yakni dikirimnya pasukan
lengkap dengan persenjataannya di Makassar. Menurut Andi Azis penolakannya ini sudah
keempat kalinya melalui Presiden NIT Sukowati kemudian diteruskan ke Letkol A.J.
Mokoginta untuk diteruskan lagi ke Presiden Sukarno. Sebelum Batalyon Worang mendarat
ia telah mengadakan gerakan pendadakan, dengan tanpa diduga-duga. Pada pagi buta, pukul
06.00 WITA, tanggal 5 April 1950 Andi Azis mengadakan gerakan untuk melumpuhkan
kekuatan bersenjata APRIS. Andi Azis disertai kompinya dan dibantu kurang lebih 1300
orang KNIL praktis telah menguasai Kota Makassar.

Gambar 3. Kapten Andi Aziz

12

SEJARAH INDONESIA XII

Sasaran gerakan Andi Azisi adalah:

a. Menduduki semua stasion radio dan telekomunikasi,
b. Menduduki lapangan terbang Mandai,
c. Memblokade pelabuhan Makassar dan memasang meriam-meriam di pantai,

kemudian mengancam kapal yang ditumpangi Batalyon Worang akan ditembak
jika berani merapat di pelabuhan (kapal yang lain dengan membawa 300 pejuang
bersenjata dari Bali dibawah pengawalan Lettu PM Moulwi Saelan yang sedianya
akan ditempatkan di Pandang Pandang juga tidak jadi mendarat
d. Menyerang staf` Kwartier KMTIT di Jalan Guntur (sekarang Sungai tangka), di
mana ditempatkan dua peleton pasukan Polisi Militer dipimpin Letda Tobing,
e. Menyerang Mess perwira Tinggi di jalan Guntur 39 (sekarang Sungai Tangka 39)
adalah juga tempat tinggal Letkol A.J. Mokoginta,
f. Menyerang Mess Perwira Menengah di Jalan Mongisidi d/h Klaapperlaan,
g. Menyerang Asrama Pejuang Bersenjata RI yang sedang dalam latihan di Pandang
Pandang Sungguminasa (Djarwadi, 1972: 48)

Dengan aksi andi Azis, maka batalyon Worang mendapat perintah dari markas
besar APRIS agar jangan mendarat, sehingga dengan demikian Andi Azis berhasil
menghalang-halangi pendaratan APRIS di Makassar. Pemerintah NIT mengeluarkan
suatu pernyataan bahwa ia tidak dapat menghalang-halangi terjadinya aksi Andi Azis
dan sangat menyesal bahwa hal tersebut terjadi. Kepada angkatan Kepolisian NIT
diperintahkan menjaga keamanan dengan ketat (Agung, 1985: 728).

Gambar 4. Pemberontakan Andi Aziz

13

SEJARAH INDONESIA XII

Sementara Batalyon Worang tidak dapat masuk Pelabuhan Makassar, karena
dijaga ketat oleh pasukan Andi Azis dan mengancam akan menembak sampai
tenggelam apabila Kapal Waikelo mendekat (nama kapal yang ditumpangi Batalyon
Worang). Selanjutnya Andi Azis dengan perantara pers menyatakan keinginannya
sebagai berikut: 1. NIT harus dipertahankan, 2. Pasukan KNIL yang sudah masuk
APRIS saja yang bertanggungjawab atas keamanan NIT, apabila kurang akan
ditambah dengan pasukan APRIS dari TNI, 3. Presiden Soekarno dan Perdana
Menteri Hatta supaya tidak akan bertindak NIT dibubarkan dengan kekerasan
(Bardosono, 1956: 23; Kadir, 1984: 236).

Setelah menunda pendaratan, akhirnya Batalyon Worang dapat mendarat
tanggal 18 April dekat Jeneponto di pantai selatan. Para gerilyawan memberikan
informasi mengenai lokasi pasukan-pasukan KNIL. Polisi bersenjata Belanda dilucuti
senjatanya, dengan kaum gerilyawan bertindak sebagai pengawal belakang. Batalyon
bergerak ke utara kearah Makassar, dan memasuki kota ini tanpa perlawanan. Karena
Andi Azis telah menyerah, Soumokil dan pendukungnya melarikan diri ke Ambon
(menurut sumbersumber RIS dengan pesawat terbang milik Belanda), sehari sebelum
pendaratan Batalyon Worang. Namun tidak berada dibawah kekuasaan pasukan-
pasukan republik, tanggal 25 April 1950 ia memproklamasikan RMS (Republik
Maluku Selatan) yang bebas dari NIT dan RIS. Soumokil menolak bertemu dengan
para perunding yang dikirim oleh Pemerintah RIS (yang semuanya orang-orang
Ambon), termasuk kepala Misi Militer, Putuhena). Kolonel Kawilarang kemudian
diangkat menjadi komandan KMTIT, yang masih perlu mengadakan perundingan
yang sulit dengan pasukan-pasukan KNIL/KL, dan kaum gerilyawan Sulawesi Selatan
yang tidak puas (Harvey, 1989: 169).

2. Penumbasan
Pada tanggal 8 April 1950, pemerintahan RIS mengeluarkan Ultimatum yang

isinya meminta Andi Aziz segera melaporkan diri ke Jakarta untuk bertanggung
jawab atas tindakan dalam waktu 4 x 24 jam. Akhirnya, pada tanggal 15 April 1950
Andi Aziz datang ke Jakarta untuk diadil.

14

SEJARAH INDONESIA XII

Akhirnya setelah Andi Azis menyerahkan diri di Jakarta kemudian ditahan di
CPM Guntur Jakarta selanjutnya diadili ditahanan militer di Yogyakarta tahun 1953,
dengan saksi-saksi antara lain: Letkol Mokoginta, dan Bekas Presiden NIT Sukowati,
hakim oleh R.S. Gandasubrata, dan Jaksa Mr. Imam Bardjo. Persidangan Andi Azis
berlangsung cukup panjang dan lama dari 25 Maret 1953 selanjutnya keputusannya
pada tanggal 9 April 1953 dengan dijatuhi hukuman 14 Tahun di potong waktu
selama ditahan.

Pada tahun 1958, Andi Aziz dibebaskan dan menetap di Jakarta, tetapi belum
pernah kembali ke Makassar hingga masa orde baru. Namun sekitar tahun 1970 ia
kembali ke Makassar, terakhir mengunjungi Makassar tahun 1983. Setelah keluar dari
penjara ia terjun ke dunia bisnis dan bergabung bersama Soedarpo Sastro Satono di
perusahaan pelayaran Samudra hingga akhir hayatnya. Andi Azis meninggal tanggal
30 Januari 1984 di Rumah Sakit Husada Jakarta, karena sakit jantung. Jenazahnya
dimakamkan di pemakaman keluarga di Desa Tuwung Kabupaten Barru Sulawesi
Selatan.
C. Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)
Pemberontakan Maluku Selatan diproklamasikan oleh Dr. Soumokil pada 25 April
1950. Hal ini merupakan bentuk penolakan atas didirikannya NKRI, Soumokil tidak setuju
dengan penggabungan daerah-daerah Negara Indonesia Timur ke dalam wilayah kekuasaan
Republik Indonesia. Dengan mendirikan Republik Maluku Selatan, Ia mencoba untuk
melepas wilayah Maluku Tengah dan NIT dari Republik Indonesia Serikat. Berdirinya
Republik Maluku Selatan ini langsung menimbulkan respon pemerintah yang merasa
kehadiran RMS bisa jadi ancaman bagi keutuhan Republik Indoensia Serikat.
1. Aksi Pemberontakan RMS

Pemerintah RIS berusaha mengatasi masalah ini secara damai dengan
mengirim dr. Leimena. Akan tetapi, misi damai ini ditolak oleh Soumokil, bahkan
mereka meminta bantuan, perhatian, dan pengakuan dari dunia luar, terutama dari
Negara Belanda, Amerika Serikat, dan Komisi PBB untuk Indonesia.

15

SEJARAH INDONESIA XII

Masyarakat Ambon pun ikut membantu mencoba mencari penyelesaiannya.
Bekas anggota-angggota badan perjuangan mengadakan pertemuan untuk
menjelaskan situasi yang sebenarnya kepada masyarakat Ambon. Pertemuan ini
dimaksudkan untuk mencegah meluasnya provokasi dari kelompok-kelompok yang
mendukung RMS. Masih dalam rangkaian usaha membendung meluasnya pengaruh
RMS, pada tanggal 12 sampai 13 Juni 1950 diselenggarakan Konferensi Maluku di
Semarang. Dalam konferensi tersebut para politikus asal Ambon yang umumnya
terdiri dari tokoh-tokoh zaman pergerakan nasional menganjurkan agar masyarakat
Maluku mengirim misi perdamaian ke Ambon. Mereka juga menyusun daftar usul
kepada Pemerintah agar diberikan otonomi kepada Maluku Selatan. Para pemuda dari
kelompok badan-badan perjuangan tidak menyetujui gagasan itu dan menganjurkan
agar Pemerintah melaksanakan operasi militer. Misi perdamaian dikirimkan terdiri
dari para politikus, pendeta, dokter, dan wartawan. Meskipun berhasil diberangkatkan,
mereka tidak dapat bertemu dengan pengikut Soumokil. Karena usaha kompromi
mengalami jalan buntu, akhirnya Pemerintah terpaksa menumpas petualangan itu
dengan kekuatan senjata. Ekspedisi militer untuk menumpas RMS disebut Gerakan
Operasi Militer (GOM) III. Selaku pemimpin ekspedisi ditunjuk Kolonel Kawilarang,
Panglima Tentara dan Territorium Indonesia Timur.

Pada tanggal 14 Juli pagi, pasukan ekspedisi APRIS sebanyak 850 orang
dibawah pemimpin Kolonel Kawilarang mendarat di Namlea, Pulau Buru. Dengan
susah payah, karena belum mengenal medannya, APRIS berhasil merebut pos-pos
penting di Pulau Buru. Komandan pasukan RMS menyerah dan menghadap Kolonel
Kawilarang. Setelah Pulau Buru dikuasai, pasukan Apris bergerak menuju Seram.
Pendaratan dilakukan se Seram Barat pada tanggal 19 Juli 1950, dan dengan mudah
Seram Barat dapat dikuasai pada hari itu juga. Dari sini gerakan pasukan APRIS
dilanjutkan ke bagian lain Pulau Seram. Rupanya RMS bermaksud memusatkan
kekuatan dan kekuasaannya di pulau Seram dan Ambon. Pertempuran kemudian
terjadi di Piru.

16

SEJARAH INDONESIA XII

Pada tanggal 28 september 1950 pasukan ekspedisi mendarat di Ambon, dan
dengan demikian Pulau Ambon bagian utara berhasil dikuasai. Serangan selanjutnya
ditujukan ke Teluk Passo. Dalam serangan itu pasukan dibagi atas tiga grup, yaitu
Grup I dipimpin oleh Mayor Achmad Wiranatakusumah, Grup II dipimpin oleh
Letkol Kolonel Slamet Riyadi, dan Grup III dipimpin oleh Mayor Surjo Subandrio.
Grup III berhasil menguasai lapangan terbang Laha, sedangkan Grup II ketika
mendarat di Tulehu disambut dengan gembira oleh rakyat. Serangan-serangan ini
dilindungi oleh tembakan-tembakan dari udara dan dari laut. Sementara Grup II
menyerang Waitatiri, pada tanggal 3 November 1950 Grup I didaratkan di Ambon
dan berusaha merebut benteng Nieuw Victoria. Pada hari itu juga kota Ambon dapat
dikuasai setelah terjadi pertempuran dramatis.pasukan RMS dengan menyamar
sebagai anggota APRIS serta membawa bendera Merah Putih berhasil menguasai
benteng itu kembali. Beberapa saat setelah peristiwa itu, datang Grup II dibawah
pimpinan Letnan Kolonel Slamet Riyadi. Dalam pertempuran jarak dekat di depan
benteng Nieuw Victoria, Letnan Kolonel Slamet Riyadi tertembak dan gugur.

Dengan jatuhnya Ambon, perlawanan RMS praktis telah dipatahkan. Banyak
tokohnya yang melarikan diri ke pedalaman Pulau Seram dan selama beberapa tahun
mengadakan serangkaian kekacauan.
2. Gerakan Operasi Pengejaran Terhadap Pemberontak

Untuk mengejar dan menumpas sisa pemberontakan, terus diadakan
pengejaran sampai tertangkapnya pemimpin RMS yaitu Soumokil yang bertahan dan
bergerilya di pulau Ceram. Operasi-operasi pengejaran terhadap sisa-sisa
pemberontak itu antara lain :
 Operasi Haruku

Yaitu berlangsung pada tanggal 31 Desember 1950, dengan tujuan untuk
menyerang dan menduduki pulau Haruku. Operasi itu berhasil pada hari itu juga,
sehingga pulau Haruku dapat dikuasai dan sebagian musuh melarikan diri ke
pulau Saparua dan pulau Ceram.

17

SEJARAH INDONESIA XII

 Operasi Bulan Siang
Yaitu Sebagai dasar operasi Bulan Siang yaitu : PO No. 076/I/IS.II/D/51,

tanggal 7 Maret 1951. Adapun hari H jatuh pada tanggal 14 Maret 1951. Operasi
tersebut bertujuan untuk merebut dan menduduki pulau Saparua. Dua hari
kemudian pulau tersebut dapat direbut. Perlawanan musuh dapat dikatakan tidak
berarti dan mereka banyak yang melarikan ke pulau Ceram.
 Operasi Kole-kole I

Yaitu Sebagai dasar operasi Kole-kole yaitu PO No. 0271/0104/IV/S-
II/D/51/K. adapun hari H jatuh pada tanggal 1 Mei 1951. Gerakan operasi ini
bertujuan untuk menduduki Sukaraja/Uwin-Patahu (Pantai Utara pulau Ceram
Barat) dan merebut serta menguasai daerah segi tiga antara pegunungan Cicilia
dan Naimakina. Pendaratan pasukan dapat berhasil dengan baik sehingga kubu
musuh dapat dihancurkan. Sebagian musuh dapat melarikan diri. Pihak APRIS
tidak memberi kesempatan bagi musuh untuk mengkonsilidasi kekuatan guna
mengadakan perlawanan. Rakyat yang melarikan diri kehutan dapat dikembalikan
lagi ke negerinya masing-masing. Gerakan operasi ini disebut Combat Team “A”.
 Operasi Kole-kole II

Yaitu Sebagai dasar untuk melaksanakan operasi Kole-kole II adalah PO No.
0313/0104/V/S.II/D/51/K. tangggal 23 April 1951. Adapun hari H jatuh pada
tanggal 29 Mei 1951. Operasi tersebut bertujuan untuk penyempurnaan penutupan
daerah pulau Ceram bagian Barat. Gerakan operasi ini disebut Combat Team “B”.
setelah berhasil menduduki Taniwel dengan tidak mengalami perlawanan yang
berarti, pasukan terus bergerak untuk menguasai pantai dan daerah pedalaman
antara Tanjung Hanna dan Pegunungan Cicilia yang subur. Didaerah ini banyak
bahan makanan seperti sagu dan palawija. Gerakan ini mengutamakan pemisahan
antara rakyat dan pemberontak, karena sangat dipengaruhioleh pihak
pemberontak.

18

SEJARAH INDONESIA XII

 Operasi Harimau
Yaitu Untuk pelaksanaan operasi ini berdasarkan pada PO. No. X019/S

I/712/0104, tanggal 25 Juni 1951. Operasi ini jatuh pada tanggal 29 Juni 1951.
Operasi tersebut bertujuan untuk melakukan penutupan jalan hubungan antara
daerah Sukaraja – Ahiolo – Liang di pulau Ceram bagian Barat. Selain itu gerakan
operasi ini bermaksud juga untuk menduduki daerah perkebunan Waraka – Awaya
– Elpaputih – Wairanatan – Samasuru. Daerah tersebut merupakan gudang logistic
makanan musuh, sehingga operasi harus dapat memisahkan antara rakyat dengan
pihak pemberontak. Pihak pemberontak terus-menerus menghasut rakyat dengan
cara mengancam karena banyak rakyat yang kembali ke pangkuan RIS.
 Operasi Garuda II

Yaitu Operasi yang dilaksanakan atas dasar PO. No. X085 148 8135/0104,
tanggal 20 September 1951 dan hari H jatuh pada tanggal 25 September 1951,
tujuan Operasi Garuda II yaitu mengadakan pendaratan di Kairatu, penghancuran
dan pengejaran ke daerah pedalaman. Dalam operasi ini waktu melakukan
pendaratan, APRIS mendapat gangguan karena ranjau buatan yang dipasang oleh
musuh. Musuh melarikan diri ke pedalaman sambil membakar kampong dan
asrama-asrama mereka.
 Operasi Garuda III

Yaitu operasi yang pelaksanaanya berdasarkan pada PS No. X 1465
1824/S/0104 pada tanggal 8 Desember 1951. Hari H dalam operasi tersebut jatuh
pada tanggal 1 Januari 1952. Tujuan dari Gerakan operasi ini untuk
menghancurkan musuh di Ceram Barat serta melakukan pengejaran. Dalam
gerakan ini dibagi dalam tiga bagian, yaitu:

a. Pasukan Garuda III (A), melakukan penyerbuan dari arah Honitepu ke
Ahiolo dilaksanakan oleh Yon 208.

b. Pasukan Garuda III (B), melakukan penyerbuan dari arah Honitepu ke
Hukuanakota – Huku Kecil, dilakukan oleh Yon 709.

c. Pasukan Garuda III (C), dilakukan oleh Yon 423, Yon 411, Yon 710, Yon
701, dan Yon 203 untuk melaksanakan patrol tempur guna menutup
perbatasan Ceram Barat, Ceram Tengah dan daerah-daerah sekitarnya.

19

SEJARAH INDONESIA XII

Pada tanggal 4 Januari 1952 telah menyerah Presiden RMS Y.H. Manuhutu
serta beberapa orang menterinya, 2000 orang rakyat dan beberapa anggota
APRMS dengan senjatanya Kepada Yon 208 di daerah Abio. Aktifitas musuh
menjadi kelompok-kelompok kecil antara 5 s/d 7 orang. Mereka mengadakan
hambatan sedangkan pimpinan mereka selalu berada pada pasukan yang
kekuatannya dalam jumlah besar.

 Pasukan Garuda IV
Yaitu pasukan yang pelaksanaan didasarkan atas PS No. Xo 17508483/0104

tanggal 2 Januari 1952. Operasi ini bertujuan untuk menduduki Bessy dan Roho.
Pendudukan daerah tersebut disebabkan karena musuh terus mengusahakan dan
menyelenggarakan pada pihak luar melalui Bessy dan Roho. Oleh karena itu
diusahakan penutupan terhadap daerah Ceram Barat dan Ceram Timur.
Pengejaran ke daerah pedalaman terus dilakukan. Blokade pantai terus diperketat.
 Operasi Masohi

Yaitu Operasi yang berjalan lama sekali dengan tugas utama ialah
mengadakan penumpasan terhadap sisa-sisa gerombolan RMS. Kegiatan yang
dilakukan pada umumnya melakukan operasi-operasi yang terdahulu. Kegiatan-
kegiatan yang dilakukan yaitu:
1. Pada tahun 1960 melakukan penumpasan-penumpasan sisa-sisa gerombolan

RMS.
2. Pada tahun 1961-1962 mengadakan penumpasan sisa-sisa RMS di Piru –

Kairatu dan Hanitepu.
3. Pada tahun 1960-1965 mengadakan penumpasan sisa-sisa RMS di Pulau

Ceram.
4. Pada tahun 1962-1963 mengadakan penumpasan sisa-sisa RMS di Kairatu.
5. Pada tahun 1962 Yon If 508 mengadakan penumpasan sisa-sisa RMS di

daerah Sukaraja – Taniwel.
6. Pada tanggal 15 Juli 1963 s/d 1964 (awal tahun), Brigif XV/Tirtayasa yang

dipimpin oleh Letkol Natakusumah melakukan kegiatan operasinya.

20

SEJARAH INDONESIA XII

7. Pada tanggal 22 September jam 05.30 tertangkap tokoh militer APRMS
Kolonel APRMS W.F. Sopacua (sebagai Komandan Sektor Pertahanan
APRMS Ceram Timur) oleh Kompi IV/320 (Lettu M. Nawawi sebagai
Komandan Kompi IV) di kompleks Walili.

8. Pada tanggal 2 Desember 1963 jam 05.00 tertangkap juga gembong utama dari
pimpinan RMS yaitu Mr. Dr. Soumokil oleh Peleton 2/2/320 (Pelda Rukhiyat
cs) disebelah utara Hasinepe, 14 jam perjalanan biasa dari pantai Sawai (Pulau
Ceram). Dalam penangkapan tersebut tanpa letusan senjata.

9. Pada tanggal 6 Desember 1963 jam 17.00 Kepala Staf APRMS L. Supacua
(Kolonel APRMS) telah tertangkap oleh pasukan yang dipinpin oleh Mayor
Banuarli.

3. Penumbasan
a. Upaya Damai dan Berunding

Tindakan atau upaya yang dilakukan oleh pemerintah yang pertama dilakukan
adalah dengan upaya damai. Pada tanggal 27 April 1950, pemerintah mengirimkan Dr. J.
Leimena dan rombongan ke Ambon untuk menyampaikan permintaan berdamai kepada
RMS. Tidak hanya untuk berdamai saja, tetapi juga untuk membujuk RMS untuk tetap
bergabung dengan NKRI. Sayangnya langkah damai yang diambil pemerintah di tolak oleh
Soumokil dengan mengirimkan surat berisi penolakan untuk damai dan berunding.
Ditambah lagi, Soumokil justru meminta bantuan dan juga pengakuan dari negara lain
seperti Belanda, Amerika Serikat, hingga juga komisi PBB untuk Indonesia.

b. Blokade Laut
Ketika upaya damai dan berunding ditolak mentah-mentah oleh Soumokil, pemerintah

Indonesia kemudian merencanakan untuk melakukan blokade laut. Upaya ini bertujuan untuk
memaksa pihak RMS agar bersedia untuk berunding. Blokade laut sendiri dilakukan pada 18
Mei hingga 14 Juli 1950 dengan melakukan pengawasan di semua perairan Maluku dan juga
penghancuran terhadap kapal-kapal pemberontak. Sayangnya upaya kedua ini juga belum
berhasil memaksa Soumokil untuk bersedia berunding dengan pemerintah Indonesia. Oleh
sebab itulah direncanakan untuk melakukan upaya atau langkah yang ketiga, yaitu ekspedisi
atau operasi militer.

21

SEJARAH INDONESIA XII

c. Ekspedisi atau Operasi Milite
Ketika kedua upaya sebelumnya masih tidak berhasil dan bahkan ditolak mentah-

metah oleh Soumokil, pemerintah kemudian memutuskan untuk melakukan ekspedisi militer
dibawah kepemimpinan Kolonel Kawilarang seorang panglima Indonesia Timur. Operasi
militer tersebut dikenal sebagai Gerakan Operasi Militer IV atau GOM IV untuk
memberantas pemberontakan RMS. Operasi militer ini berhasil menguasai Ambon pada awal
November 1950, tetapi konflik di Seram masih tetap berlanjut hingga Desember 1963.
Hingga kemudian pemimpin RMS, Soumokil, berhasil di tangkap pada 12 Desember 1963
dan dihadapkan pada Mahkamah Luar Biasa di Jakarta. Dimana kemudian menghasilkan
keputusan bahwa Soumokil dijatuhi hukuman mati.

22

SEJARAH INDONESIA XII
DAFTAR PUSTAKA

Agung, Ide Anak Agung Gde. 1985. Dari Negara Indonesia Timur Ke Republik Indonesia Serikat.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Anonim. 1978. Penumpasan Pemberontakan Separatisme di Indonesia. Bandung: Dinas Sejarah TNI
dari Revolusi 45 sampai Kudeta 66.

Bahtiar, dkk. Peristiwa Andi Aziz Di Sulawesi Selatan 5 April 1950 (Andi Aziz Events In South
Sulawesi 5 April 1950. Seminar Series in Humanities and Social Sciences No. 1 (2019)

Djoned Poesponegoro, Marwati, dan Nugroho Notosusanto. 2009. Sejarah Nasional Indonesia VI.
Jakarta: Balai Pustaka

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaaan Republik Indonesia. 2014. Sejarah Indonesia Kelas XII.
Jakarta: Politeknik Negri Media Kreatif.

M. Habib Mustopo dkk. 2007. Sejarah SMA Kelas XII Program IPS. Jakarta: Yudhistira

23


Click to View FlipBook Version