BAB 9
PRINSIP DAN PRAKTEK EKONOMI
A. PENGERTIAN MUAMALAH
Mu’amalah dalam kamus Bahasa Indonesia artinya
hal-hal yang termasuk urusan kemasyarakatan
(pergaulan, perdata, dan sebagainya).
Sementara dalam fiqih Islam berarti tukar-menukar
barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan
cara yang ditempuhnya, seperti jual-beli, sewa-
menyewa, upah-mengupah, pinjam-meminjam,
urusan bercocok tanam, berserikat, dan usaha
lainnya.
MACAM- MACAM MUAMALAH
1. J UAL BE LI
Jual-beli menurut syariat agama ialah kesepakatan tukar-menukar benda
untuk memiliki benda tersebut selamanya.
َََ َلّ َحا و لا لُ ّّ لل َ ََحل َي لب َرح لاَل لُ ّم
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (Q.S Albaqarah 275)
SYARAT JUAL BELI
Syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam Islam tentang jual-beli adalah sebagai
berikut.
1) Penjual dan pembelinya haruslah:
ballig,
berakal sehat,
atas kehendak sendiri.
2) Uang dan barangnya haruslah:
halal dan suci. Haram menjual arak dan bangkai, begitu juga babi dan berhala,
termasuk lemak bangkai tersebut;
bermanfaat. Membeli barang-barang yang tidak bermanfaat sama dengan menyia-
nyiakan harta atau pemboros. Allah berfirman: “Sesungguhnya pemboros-pemboros
itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada
Tuhannya.”(Q.S. al-Isra’/17: 27)
Keadaan barang dapat diserahterimakan. Tidak sah menjual barang yang tidak dapat
diserahterimakan. Contohnya, menjual ikan dalam laut atau barang yang sedang
dijadikan jaminan sebab semua itu mengandung tipu daya.
Keadaan barang diketahui oleh penjual dan pembeli.
Milik sendiri, sabda Rasulullah saw., “Tak sah jual-beli melainkan atas barang yang
dimiliki.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
2. KHIYAR
Khiyar adalah bebas memutuskan antara meneruskan jual-beli
atau membatalkannya. Islam memperbolehkan melakukan khiyar
karena jual-beli haruslah berdasarkan suka sama suka, tanpa
ada unsur paksaan sedikit pun.
Penjual berhak mempertahankan harga barang dagangannya,
sebaliknya pembeli berhak menawar atas dasar kualitas barang
yang diyakininya.
Rasulullah saw. bersabda, “penjual dan pembeli tetap dalam
khiyar selama keduanya belum berpisah.
3. Riba
Ribā adalah bunga uang atau nilai lebih atas penukaran
barang. Hal ini sering terjadi dalam pertukaran bahan
makanan, perak, emas, dan pinjam-meminjam. Ribā, apa pun
bentuknya, dalam syariat Islam hukumnya haram. Sanksi
hukumnya juga sangat berat. Diterangkan dalam hadis yang
diriwayatkan bahwa, “Rasulullah mengutuk orang yang
mengambil ribā, orang yang mewakilkan,
orang yang mencatat, dan orang yang menyaksikannya.” (HR.
Muslim).
Guna menghindari riba, apabila mengadakan jual-beli barang
sejenis seperti emas dengan emas atau perak dengan perak
ditetapkan syarat:
1 2 3
1
Dilakukan Secara
1 serah terima tunai
saat itu juga
Sama
timbangan
ukurannya;
pkejeurhtgbeapaenrA.eudtKrusapaaaseaknnecbbcujisuloaaaearllpeiatl-ihbebdtraubeatrnikleaiyparsnsabieeagnderbmagyadaakanalganjdadetignaainims.nkbiesaaebnrnrraeyaalharanatbi,nnesasyar,eraindmap,anjaenepgkran-taamibistneuabdmsnreeaaatrnnaeslaggttdkaaitaunpun
Macam- macam Riba
Ribā Faḍli
1 Pertukaran barang sejenis yang
tidak sama timbangannya
2 Ribā Qorḍi
Pinjam meminjam dengan syarat harus memberi kelebihan saat
mengembalikannya.
3 Ribā Yādi
Akad jual-beli barang sejenis dan sama
timbangannya
14 Ribā Nas’ah
Akad jual-beli dengan penyerahan barang beberapa
waktu kemudian
4. Utang Piutang
01 02
Pengertian Rukun Utang-
Utang-piutang piutang
Utang-piutang adalah 1) yang berpiutang dan yang berutang
menyerahkan harta dan 2) ada harta atau barang
benda kepada seseorang 3) Lafadz kesepakatan. Misal: “Saya
dengan catatan akan utangkan ini kepadamu.” Yang
dikembalikan pada waktu berutang menjawab, “Ya, saya utang
kemudian. dulu, beberapa hari lagi (sebutkan
dengan jelas) atau jika sudah punya
akan saya lunasi.”
Sewa-menyewa
Pengertian Dasar
Sewa-menyewa hukum
ijārah
ijarah
Sewa-menyewa dalam fiqh Artinya: “...dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh
Islam disebut ijārah, orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu
artinya imbalan yang memberikan pembayaran menurut yang patut..” (Q.S. al-
harus
diterima oleh seseorang
atas jasa yang
diberikannya.
Syarat dan Rukun Sewa-menyewa
12 3
● Yang menyewakan Sewa-menyewa Barang tersebut menjadi
dan yang menyewa dilangsungkan atas hak sepenuhnya orang
haruslah telah ballig kemauan masing- yang menyewakan, atau
dan berakal sehat. masing, bukan walinya.
karena dipaksa
4. 5 6 dan 7
Ditentukan barangnya Manfaat yang akan 6. Berapa lama
serta keadaan dan diambil dari barang memanfaatkan barang tsb,
sifat-sifatnya tersebut harus 7. harga sewa ditentukan
diketahui secara jelas serta cara pembayarannya
oleh kedua belah
pihak
Dalam hal sewa-menyewa atau kontrak
tenaga kerja, haruslah diketahui secara jelas
dan disepakati bersama sebelumnya hal-hal
berikut.
1) Jenis pekerjaan dan jam kerjanya.
2) Berapa lama masa kerja.
3) Berapa gaji dan bagaimana sistem
pembayarannya: harian, bulanan, mingguan
ataukah borongan?
4) Tunjangan-tunjangan seperti transpor,
kesehatan, dan lain-lain, kalau ada.
Bab 9 prinsip dan
praktek ekonomi
islam
bag 3
Oleh Maimunah Nasution, M.Pd.I
syirkah
Secara bahasa, kata syirkah (perseroan) berarti
mencampurkan dua bagian atau lebih sehingga tidak dapat
lagi dibedakan antara bagian yang satu dengan bagian yang
lainnya. Menurut istilah, syirkah adalah suatu akad yang
dilakukan oleh dua pihak atau lebih yang bersepakat untuk
melakukan suatu usaha dengan tujuan
memperoleh keuntungan.
a. Rukun dan Syarat Syirkah
Adapun rukun syirkah secara garis besar ada tiga, yaitu seperti berikut.
1) Dua belah pihak yang berakad (‘aqidani). Syarat orang yang melakukan
akad adalah harus memiliki kecakapan (ahliyah) melakukan taṡarruf
(pengelolaan harta).
2) Objek akad yang disebut juga ma’qud ‘alaihi mencakup pekerjaan atau
modal. Adapun syarat pekerjaan atau benda yang dikelola dalam syirkah
harus halal dan diperbolehkan dalam agama dan pengelolaannya dapat
diwakilkan.
—3) Akad atau yang disebut juga dengan istilah ṡigat. Adapun syarat sah akad
harus berupa taṡarruf, yaitu adanya aktivitas pengelolaan.
B. MACAM- MACAM
SYIRKAHSyirkah Wujūh
syirkah `inān Syirkah wujūh adalah kerja sama
01. 03. karena didasarkan pada kedudukan,
Syirkah ‘inān adalah syirkah antara ketokohan, atau keahlian (wujuh)
dua pihak atau lebih yang masing- seseorang di tengah masyarakat. Yakni,
masing memberi kontribusi kerja antara dua pihak sama-sama
(amal) dan modal (mal). Syirkah ini memberikan kontribusi kerja (amal)
hukumnya boleh berdasarkan dalil dengan pihak ketiga yang memberikan
sunah dan ijma’ sahabat. konstribusi modal (mal).
02. Syirkah ‘Abdān 04. Syirkah Mufāwaḍah
Syirkah ‘abdān adalah syirkah antara dua Syirkah mufāwaḍah adalah
pihak atau lebih yang masing-masing syirkah antara dua pihak atau
hanya memberikan kontribusi kerja (amal), lebih yang menggabungkan
tanpa kontribusi modal (mal). semua jenis syirkah di atas.
Syirkah mufāwaḍah dalam
pengertian ini boleh dipraktikkan.
mudarabah
Muḍārabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak, di mana
pihak
pertama menyediakan semua modal (ṡāhibul māl), pihak lainnya
menjadi pengelola atau pengusaha (muḍarrib).
Muḍārabah sendiri dibagi menjadi dua
1. MUDARABAH 2. MUDARABAH
MUTLAQAH MUQAYYADAH
Muḍārabah muṭlaqah merupakan Muḍārabah muqayyadah
adalah kebalikan dari muḍārabah
bentuk kerja sama antara pemilik muṭlaqah, yakni usaha yang akan
dijalankan dengan dibatasi oleh
modal dan pengelola yang
jenis usaha, waktu, atau tempat
cakupannya sangat luas dan tidak
usaha.
dibatasI dan tidak dibatasi oleh
spesifikasi jenis
usaha, waktu, dandaerah bisnis
Musāqah, Muzāra’ah, dan Mukhābarah
MUZARAAH MUKHABARAH
mUSAQAH
Musāqah adalah kerja sama antara Muzāra’ah adalah kerja mukhābarah ialah kerja sama
pemilik kebun dan petani di mana sama dalam bidang dalam bidang pertanian
sang pemilik kebun menyerahkan antara pemilik
kepada petani agar dipelihara dan pertanian antara pemilik
hasil panennya nanti akan dibagi lahan dan petani penggarap lahan dan petani penggarap
di mana benih tanamannya di mana benih tanamannya
dua menurut persentase yang
ditentukan pada berasal dari petani. berasal dari pemilik
waktu akad. lahan.
Perbankan
Bank adalah sebuah lembaga keuangan yang bergerak dalam menghimpun
dana masyarakat dan disalurkannya kembali dengan menggunakan sistem bunga.
Dengan demikian, hakikat dan tujuan bank ialah untuk membantu masyarakat
yang memerlukan, baik dalam menyimpan maupun meminjamkan, baik berupa
uang atau barang berharga lainnya dengan imbalan bunga yang harus dibayarkan
oleh masyarakat pengguna jasa bank.
Bank dilihat dari segi penerapan
bunganya, dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu seperti berikut.
a. Bank Konvensional
Bank konvensional ialah bank yang fungsi utamanya
menghimpun dana untuk disalurkan kepada yang
memerlukan, baik perorangan maupun badan usaha, guna
mengembangkan usahanya dengan menggunakan system
bunga.
b. Bank Islam atau Bank SyarI’ah
Bank Islam atau bank syari’ah ialah bank yang
menjalankan operasinya menurut syariat Islam. Istilah
bunga yang ada pada bank konvensional tidak ada dalam
Bank syariah menggunakan beberapa
cara yang bersih dari riba 4. Qarḍul hasān,
1. MUDHARABAH 3. WADIAH yakni pembiayaan lunak
yang diberikan kepada
yaitu kerja sama 3. Wad I’ah nasabah yang baik dalam
antara pemilik modal dan
pelaku usaha dengan perjanjian yakni jasa penitipan uang, keadaan darurat
bagi hasil dan sama-sama barang, deposito, maupun
menanggung kerugian dengan surat berharga. Amanah dari 5. Murabahah
persentase sesuai perjanjian pihak nasabah berupa uang
atau barang titipan yang
2. MUSYARAKAH telah disebutkan di atas
dipelihara dengan baik oleh
yakni kerja sama antara pihak
bank dan pengusaha di pihak bank.
mana masing-masing sama-sama suatu jenis penjualan di mana penjual sepakat dengan
memiliki saham pembeli untuk menyediakan suatu produk, dengan
ditambah jumlah keuntungan tertentu di atas biaya
produksi. Di sini, penjual mengungkapkan biaya
sesungguhnya yang dikeluarkan dan berapa
keuntungan yang
Asuransi Syari’ah
Asuransi berasal dari bahasa Belanda, assurantie yang artinya
pertanggungan. Dalam bahasa Arab dikenal dengan at-Ta’min yang
berarti pertanggungan, perlindungan, keamanan, ketenangan atau bebas
dari perasaan takut. Si penanggung (assuradeur) disebut mu’ammin dan
tertanggung (geasrurrerde) disebut musta’min. Dalam Islam, asuransi
merupakan bagian dari muāmalah. Kaitan dengan dasar hukum asuransi
menurut fiqh Islam adalah boleh (jaiz) dengan suatu ketentuan produk
asuransi tersebut harus sesuai dengan ketentuan hukum Islam.
Perbedaan Asuransi Syari’ah
dan Asuransi Konvensional
● 1.Prinsip Dasar
● Pada asuransi syariah, pertanggungan risiko adalah antara perusahaan asuransi dengan
peserta (risk sharing). Peserta saling membantu. Pengumpulan dana dikelola dengan
cara membagi risiko kepada perusahaan dan peserta asuransi itu sendiri.
● Sedangkan pada asuransi konvensional, pemindahan risiko dari peserta ke perusahaan,
sifatnya penuh (risk transfer). Asuransi akan menanggung risiko atas nama
tertanggung secara sepenuhnya. Baik untuk asset, kesehatan, atau jiwa.
● 2. Akad atau Perjanjian
● Perbedaan asuransi syariah dan konvensional juga terdapat pada akad atau
perjanjiannya. Pada asuransi syariah, akad takaful (tolong menolong) yang menjadi
landasannya. Jika terjadi masalah atau musibah pada salah satu peserta, maka peserta
lain akan membantu dengan dana tabarru’ (dana sosial).
● Sedangkan pada asuransi konvensional, prinsipnya adalah akad tabaduli yaitu akad jual
beli. Akan ini dijalankan menurut syara’ yaitu adanya kejelasan hal-hal seperti pembeli,
penjual dan objek yang dijual belikan. Kemudian penentuan harga serta ijab qabul.
Dalam hal tersebut, setiap pihak saling memahami dan menyetujui adanya transaksi.
● 3. Pengelolaan Dana
● Dana pada asuransi syariah dimiliki semua peserta asuransi sehingga perusahaan
hanya berperan sebagai pengelola dana tanpa hak memiliki. Dana dikelola secara
transparan untuk keuntungan peserta asuransi. Pada pengelolaannya akan
melibatkan objek-objek halal dan jelas baik secara hukum, sifat atau faktanya.
● Pada pengelolaan dana asuransi konvensional, dana dikelola sesuai perjanjian.
Misalnya akan dialihkan sebagian ke biaya dan investasi atau pertimbangan lain
sesuai jenis produk asuransi. Dana premi yang harus dibayarkan nasabah sama
seperti transaksi jual beli pada umumnya.
● 4. Dana Hangus
● Dana hangus terjadi ketika tidak ada klaim dalam jangka periode asuransi yang
disepakati. Pada asuransi syariah, dana hangus tidak diberlakukan. Dana tetap
akan dapat diambil meskipun dalam jumlah kecil akan diikhlaskan sebagai
dana tabarru.
● 5. Surplus Underwriting
● Perbedaan asuransi syariah dan konvensional juga tentang
pembagian kelebihan dana atau surplus underwriting. Pada
asuransi syariah, sistem tersebut diberikan bagi semua peserta,
dengan pembagian bersifat prorata. Sedangkan pada konvensional,
ada istilah no-claim bonus, pemberian kompensasi pada nasabah
jika tidak melakukan klaim dalam jangka periode tertentu.
EVALUASI
1. TULISKAN MACAM- MACAM JUAL BELI!
2. TULISKAN MACAM- MACAM KHIYAR!
3. APAKAH YANG DIMAKSUD DENGAN SYIRKAH!
4. TULISKAN PERBEDAAN BANK KONVENSIONAL DENGAN BANK
SYARIAH!
5. TULISKAN PERBEDAAN MUZARAAH, MUSAQAH DAN MUKHABARAH!