The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by smpn2watumalang.5, 2022-04-12 20:51:20

KUMPULAN CERITA PENDEK 2015

KUMPULAN CERITA PENDEK 2015

Hikayat Tukang Ratap Terakhir Sunlie Thomas Alexander 489
Namun dari penampilannya dan gerak-geriknya, ia terlihat Baperki. Kau tahu, itu adalah singkatan dari Badan
masih cukup sehat. Tentu saja ia datang ke rumah duka itu Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia, organisasi
bukan untuk meratapi jenazah Paman A Fui seperti yang Tionghoa yang didirikan pada tahun 1954 oleh Yap Thiam
dilakukannya bertahun-tahun silam sebagai tukang ratap. Hien, Oey Tjoe Tat, Siauw Giok Tjhan, dan para intelektual
Tetapi hanya melayat seperti aku dan orang lainnya. Ia sudah Tionghoa lainnya di Jakarta sebagai respons atas berbagai
lama berhenti dari pekerjaan bersimbah air mata itu, jauh carut-marut politik.
sebelum Bibi Nyun meninggal dunia ketika aku duduk di
kelas tiga SMP. Konon anak-anaknya sekarang cukup sukses Selain ikut menyusun UU Kewarganegaraan Tahun
di Jakarta... 1958, Baperki mewakili orang Tionghoa dalam
memperjuangkan hak-hak dan kepentingan etnis serta
Ya, dari beliaulah, aku kemudian mendengar cerita melawan setiap bentuk diskriminasi. Secara aktif, mereka
tentang Bibi Nyun ini. membantu orang-orang Tionghoa yang ingin memilih
menjadi warga negara Indonesia (WNI). Mereka mendirikan
SEWAKTU muda—begitulah Bibi Lian sekolah-sekolah untuk menampung anak-anak Tionghoa,
menuturkannya padaku suatu sore saat aku mengunjunginya, terutama anak-anak Tionghoa WNI yang harus
tiga hari setelah pertemuan kami di rumah duka—Bibi meninggalkan sekolah-sekolah berbahasa pengantar
Nyun adalah seorang gadis rupawan yang banyak menarik Mandarin sesuati peraturan yang berlaku pada masa itu.
perhatian para pemuda. Di samping cantik, ia juga cerdas
dan ceria. Wajar saja jika banyak yang tergila-gila; menggoda Dan Thong Kwet Liong adalah wakil ketua Baperki di
dan merayu lengkap dengan janji-janji manis. Bahkan tak kota kecilku. Ketuanya Bun A Cai, seorang saudagar beras.
kurang pula yang sudah nekat menyampaikan lamaran. Dan Bibi Lian masih mengenangnya sebagai pemuda bertampang
sebagian di antarnya adalah anak-anak muda dari keluarga culun yang penuh semangat, terutama dalam hal
berada—anak sulung juragan minyak tanah, putra bungsu “mewarganegarakan warga Tionghoa”, khususnya mereka
pemilik toko mebel, adik ipar penadah lada. Namun semua yang berorientasi kepada pemerintah Belanda dan
lelaki itu ditolak Bibi Nyun dengan halus disertai seulas pemerintah China. Ia mendatangi setiap rumah Tionghoa
senyum lembut. hingga ke kampung-kampung Tionghoa di daerah-daerah
pelosok. Maklum, ketika itu persoalan kewarganegaraan
Apa mau dikata hatinya yang sedang berbunga-bunga memang sedang hangat-hangatnya setelah dikeluarkannya
488 sudah terpaut pada seorang lelaki lain. Teman sekolahnya PP 10 Tahun 1959 yang melarang orang Tionghoa
berdagang di daerah tingkat II ke bawah.
di Tiong Hoa Hwee Koan. Tidak tampak, bukan pula dari
keluarga berada, tapi Bibi Nyun cinta. Nama lelaki itu Thong “Kau tahu, saat itu banyak orang pulang ke Tiongkok,
Kwet Liong, seorang guru sekolah dasar dan anggota ketika pemerintah RRT menyatakan akan menerima orang-

Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015 Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015

Hikayat Tukang Ratap Terakhir Sunlie Thomas Alexander 491
orang Tionghoa yang ingin kembali dengan tangan terbuka,” dan persatuan Nasakom. 
kata Bibi Lian sambil menyeruput tehnya. Ia menatap foto
Tembok Besar pada kalender yang tergandung di “Karena mendukung politik Soekarno, otomatis
hadapannya sesaat lalu memandang keluar jendela. Dahinya Baperki berada dalam satu barisan dengan seluruh ‘kekuatan
yang keriput tampak semakin berlipat. Ia seperti mengingat- revolusi’ pada masa itu dalam perjuangan mewujudkan
ingat. masyarakat sosialis Indonesia yang besih dari pengisapan
manusia atas manusia. Situasi ini menyebabkan Baperki
“Kwet Liong tunangan si A Nyun itu dan orang-orang dekat dengan PKI, Partindo, PNI, dan kekuatan-kekuatan
Baperki lainnya mencoba meyakinkan kami untuk tidak pendukung Bung Karno lainnya,” kata Paman Hiung. Ia
pulang ke Tiongokok. Mereka berkali-kali menyatakan sebenarnya masih termasuk kerabat jauh keluarga ibuku.
bahwa Indonesia-lah tanah air kami bukan Tiongkok. Dan, ingatannya tampak masih cukup kuat.
Karena itu seyogianya kami tetap tinggal. Ya, tapi kau tahu,
pengalaman pahit mendorong sebagian besar dari kami yang “Tapi, kau tahu, mereka kemudian lebih dekat dengan
ingin pulang ke Tiongkok mengacuhkan anjurannya,” kata PKI. Karena PKI selalu mendukung Baperki dalam
Bibi Lian meneruskan. perjuangannya menentang diskriminasi rasial, baik di DPR
mapun di forum-forum lain. Juga di Harian Rakyat, bahkan
“Lalu apa yang terjadi, Bi?” tanyaku agak tidak sabar. di lapangan ketika terjadi penganiayaan terhadap orang
Mata Bibi Lian terlihat berkaca-kaca ketika ia berpaling Tionghoa di Bandung pada 1963. Hal ini membuat banyak
padaku. orang Tionghoa, khususnya anggota dan simpatisan Baperki,
yang bersimpati pada PKI, kemudian ikut bergabung,”
“Ah, ia orang baik, cerdas. Sayang harus mati muda. lanjut Paman Hiung sambil sedikit merendahkan suara.
Mereka memang sudah ditakdirkan tidak berjodoh. Malang
nian nasib si A Nyun...,” ujarnya pelan, lirih, seprti Aku tidak mengerti politik dan tidak pernah tertarik
bergumam. Aku mengernyitkan kening, dan bertanya cerita politik. Setamat SMA aku merantau ke Jakarta, ikut
dengan terkejut, “Apa, Bi?” keluarga bibiku dan mengambil kuliah manajemen. Ayahku
juga tak suka politik. Kurasa ia adalah bagian dari trauma
Di waktu lain aku kemudian mendengar dari salah satu masa lalu ketika Baperki kemudian dijadikan stigma untuk
tetanggaku yang juga sudah berusia cukup lanjut bahwa menakut-nakuti etnis Tionghoa agar menjauhi wilayah
dalam perkembangannya, di era perang dingin, Baperki politik. Namun rasa penasaran lantas mendorongku mencari
ternyata harus menghadapi situasi tarik-menarik antara informasi lebih banyak tentang Baperki dari laman-laman
490 kekuatan-kekuatan politik kiri dan kanan. Untuk internet.
mengatasinya, Baperki dengan doktrin integrasinya tak punya
pilihan lain, selain berdiri di belakang Soekarno yang sedang Ya, ketika terjadi peristiwa G30S, seperti banyak
gencar-gencarnya melaksanakan konsep Manipol/Usdek organisasi dan partai-partai politik lainnya, Baperki menjadi

Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015 Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015

Hikayat Tukang Ratap Terakhir Sunlie Thomas Alexander 493
korban kegnasan rezim militer Soeharto. Menurut Bibi Lian, Bibi Nyun meraung-raung histeris

“Ia bukan komunis. Ia orang Buddha yang taat. Tetapi ketika maya kekasihnya ditemukan. “Ia meratap begitu
banyak anggota dan simpatisan Baperki dan organisasi memilukan di depan peti mati si A Liong. Bahkan
Tionghoa lainnya ditangkap setelah G30S. Banyak orang berminggu-minggu setelah jenazah Kwet Liong dikuburkan,
mendadak hilang. Terutama orang-orang Lo Kung Fui, para tetangganya masih kerap mendengar ratap-tangisnya
organisasi buruh Tionghoa di bawah PKI,” kata Bibi Lian. yang berlarut-larut di tengah malam,” ujar Bibi Lian lalu
kembali meminum tehnya. “Gadis yang cantik tapi malang.
Aku mencoba membayangkan Bibi Nyun seperti orang Satu-satunya adik laki-lakinya meninggal tak lama setelah
gila mencari tunangannya yang tiba-tiba menghilang itu ke itu karena malaria yang telat ditangani. Ibunya menyusul
mana-mana. Ia mendatangi kantor polisi, tangsi tentara, setahun kemudian. Perempuan tua itu terus-terusan murung
kantor-kantor pemerintah. Kudengar Bibi Lian menghela setelah putranya meninggal.”
napas. Aku meminta izin merokok dan ia hanya mengangguk
kecil. Dan Bibi Lian meneteskan air mata saat menyelesaikan
ceritanya.
“Mayat lelaki baik itu tersangkut di pinggir sungai. Dua
minggu setelah rumah-rumah digedor oleh tentara tengah Aku tidak bertanya padanya sejak kapan persisnya Bibi
malam. Hampir tidak dikenali saat diangkat. Tapi si A Nyun Nyun mulai menjadi seorang tukang ratap. Namun ia
tak mungkin tidak mengenali orang yang begitu ia cintai. mengatakan bahwa setelah kematian Kwet Liong, setiap
Lelaki itu mengenakan cincin pertunangan mereka di jari melihat mobil pengantar jenazah lewat atau melayat ke
manis tangan kanannya.” rumah duka, Bibi Nyun akan menangis tersedu-sedu seketika
lalu meratap-ratap memilukan meskipun yang mati bukanlah
Tetapi, kata Paman Hiung, orang-orang Baperki jelas siapa-siapa bagi dirinya. Ah, setiap kematian rupanya selalu
mengalami nasib yang sedikit lebih baik ketimbang orang- mengenangkan ia pada sang kekasih yang mati mengenaskan!
orang Lo Kung Fui. Banyak dari mereka yang dilepaskan
kemudian.  Di sisi peti mati-mati itulah, kukira ia agaknya merasa
menemukan tempat dan momen yang paling tepat untuk
“Kau tahu, Bun A Cai hanya ditahan semalam,” bisiknya meratapi dukacitanya yang tak pernah pupus. Karena itu ia
sambil menyeringai. “Itu karena ia banyak uang. Uang bisa menjadi seorang tukang ratap...
menyelesaikan segalanya, termasuk pada zaman itu.”
Tetapi yang mengejutkanku kemudian adalah cerita
Aku pernah sekelas dengan salah satu cucu Bun A Cai tentang seorang suster Tionghoa tua yang sering berkunjung
492 waktu SMA. Namanya Fendy. Ayahnya adalah salah seorang ke rumah untuk mengobrol dengan ibuku. Bahwa, Bibi Nyun
sebenarnya katolik. Ia tak pernah menginjakkan kaki di
yang paling kaya di kota kecil kami. Keluarga mereka gereja lagi setelah kematian tunangannya. Barulah pada saat-
memiliki toko emas, toko besi, toko elektronik, dan sebuah
SPBU. Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015

Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015

Hikayat Tukang Ratap Terakhir Jawa Pos, 29 November 2015
saat menjelang kematiannya, ia meminta sakramen kepada
pastor lewat seorang keponakan jauhnya. Ia tidak pernah Jalan Bahagia Para
menikah.  Pembunuh Buaya

Krapyak, Jogjakarta, November 2015 Triyanto Triwikromo 495

494 INI hari pertama saya bekerja di biro jasa pembunuh
Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015 buaya dan penebar kebahagiaan. Agar tidak salah
langkah, sebelum bekerja saya harus membaca buku
panduan yang diberikan oleh perusahaan. Buku itu diberi
semacam anjuran konyol. “Bacalah semua petunjuk di buku
ini saat gerimis tiba ketika hampir semua orang tak bisa
menghindar dari serangan buaya, dan siapa pun mustahil
memperoleh kebahagiaan karena didera oleh persoalan-
persoalan sepele saja.” 

Saya tidak terlalu detail membaca buku itu. Akan tetapi
saya tertarik pada pesan-pesan singkat yang rasa-rasanya
ditulis secara tergesa-gesa seakan-akan kiamat akan segera
tiba.

  Anda adalah orang yang terpilih. Jadi, jangan sekali-
kali keluar dari perusahaan ini.

Anda pasti keturunan dinosaurus karena mereka satwa
yang senantiasa jujur dan bahagia.

Tugas Anda singkat saja: membunuh sebanyak-banyak
buaya yang kian lama populasinya kian bejibun dan ingin

Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015

Jalan Bahagia Para Pembunuh Buaya Triyanto Triwikromo 497
memangsa apa saja.
496
Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015 Tugas tambahan: sila menulis kisah perburuan dan
pembunuhan buaya sebagai laporan pertanggungjawaban
Anda.

Bukan tugas sulit. Saya kira tak butuh manusia pilihan
untuk membunuh buaya dan menebarkan hal-hal yang
berkait dengan kebahagiaan.

SAYA masuk ke kantor pukul 06.30. Saya kenakan
setelan celana panjang dan blus putih agar tampak sebagai
pegawai siap kerja. Kantor tempat saya akan bekerja sangat
besar. Punya banyak pintu sehingga kerap disebut sebagai
Gedung Seribu Pintu.

Untuk menemui direktur perusahaan itu, saya tidak tahu
harus memasuki pintu yang mana. Di tengah kebingungan
semacam itu, datang seorang perempuan berbadan kekar
berpakaian serba-merah. 

“Anda sudah ditunggu Atasan. Nama Anda Mataratu
bukan?” 

Saya mengangguk. Perempuan ini sangat tepat mengeja
nama saya. Biasanya orang memanggil saya Maharatu.
Barangkali mereka menganggap Mataratu terlalu kasar
untuk perempuan berpenampilan ringkih seperti saya.

Perempuan yang lebih mirip pegulat sumo itu lalu
menyuruh saya berjalan ke kiri. 

“Ibu Direktur, tepatnya Ibu Direktur Pembunuhan, ada
di ruang paling ujung,” kata dia.

Agak kikuk saya berjalan di lorong dengan langit-langit
sangat tinggi dan penuh penuh pintu dan jendela itu. Lorong
yang memungkinkan saya seperti berada di gua gelap

Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015

Jalan Bahagia Para Pembunuh Buaya Triyanto Triwikromo 499
dengan satwa-satwa berlendir yang belum saya ketahui buku kuno di rak perpustakaan rumah. Saya pernah
namanya. membaca buku bertajuk Hingkir dan Penaklukan pada 40
Buaya itu.
Setidak-tidaknya saya harus melewati 33 ruang untuk
sampai ke ruang Atasan. Setidak-tidaknya saya harus Kita adalah penakluk para buaya. Nenek moyang kita
melewati dinding panjang yang dihiasi aneka lukisan dari bukanlah jagung atau rebung. Nenek moyang kita bernama
para pelukis kenamaan. Ada lukisan “Sesapi Sapinya Sapi” Hingkir yang bisa menaklukkan 40 buaya di rawa-rawa dan
Ivan Sagito yang mengingatkan saya pada sapi-sapi bunting dengan mudah meminta buaya-buaya itu mendorong rakit
di kampung. Ada lukisan “Berburu Celeng” Djoko Pekik ke daratan.
yang mengingatkan saya pada pembunuhan ribuan babi di
hutan-hutan penuh pohon berbenalu. Ada juga lukisan Saat membaca buku itu saya sama sekali tidak merasa
“Berburu Macan” Raden Saleh yang mengingatkan saya menjadi keturunan raja besar. Saya menganggap buku itu
pada aneka pembantaian binatang –juga manusia pada hanyalah kisah omong kosong keluarga saya. Meskipun
Oktober 1965—di Halimun, kota yang paling saya cintai. demikian, saya seperti tersihir untuk tetap terpaku membaca
halaman-halaman yang saya buka secara acak.
Saya tidak tahu apakah lukisan-lukisan dalam ukuran
gigantis itu palsu atau tidak. Jika palsu, berarti lukisan-lukisan Kelak pada suatu masa di Halimun jumlah populasi buaya
di Gedung Seribu Pintu-lah yang asli. Sebaliknya, jika semua akan bertambah terus. Buaya-buaya lapar yang sebagian muncul
yang terpajang di sini asli, lukisan-lukisan di luar-lah yang dari rawa-rawa sebagian dari kebun binatang itu berbiak begitu cepat
palsu. Ah, mengapa hidup harus penuh dengan kepalsuan? sehingga diperlukan para penakluk buaya baru. Seorang perempuan
biasa keturunan keluarga Hingkir akan menjadi juru selamat yang
Tak ingin didera pikiran percuma, saya terus berjalan.  mampu memusnahkan buaya-buaya rakus itu.
“Jangan-jangan saya sedang berurusan dengan para
hantu,” saya bergumam sambil masuk ke sebuah pintu yang AKHIRNYA saya bertemu dengan perempuan
terbuka. berwajah mirip bintang film Tiongkok, Direktur
“Masuklah ke pintu sebelah kiri. Ikuti lorong berwarna Pembunuhan di Gedung Seribu Pintu, itu. 
hijau lumut itu. Atasan sudah menunggu di ruang terujung,”
kata resepsionis berbaju oranye yang mungkin sudah lama “Kau terpilih bersama 99 calon lain. Kami telah
menunggu saya dengan suara yang sangat pelan. memilih para perempuan pemberani yang akan bertempur
498 Saya berjalan dengan lebih kikuk lagi di lorong yang dengan para buaya dari segala penjuru. Seperti kepada
entah mengapa bergambar orang-orang yang sedang kamu, kami telepon mereka satu per satu. Kami meyakinkan
memburu, menangkap, dan akhirnya membunuh buaya- mereka, betapa tak lama lagi mereka akan jadi pahlawan,”
buaya di rawa-rawa. Menatap lukisan-lukisan itu, saya teringat ujar perempuan yang sepintas lebih tampak sebagai model
atau peragawati itu.
Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015
Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015

Jalan Bahagia Para Pembunuh Buaya Triyanto Triwikromo 501
Agak heran saya mendengar informasi itu. Mengapa bagian lain tubuh tentara jangkung. Pendek kata, dulu kita
harus 99? Mengapa tidak 101? Meskipun demikian, karena dan buaya bersahabat.”
ingin mengorek banyak tentang pekerjaan yang bakal saya
lakukan, saya menunggu perempuan itu berkata-kata lagi. “Kapan kita mulai bermusuhan dengan mereka?” 
“Apakah kau ingin tahu mengapa jumlah populasi “Belum terlalu lama,” ujar sang direktur sambil
buaya membengkak berlipat-lipat dan berkeliaran ke mana- mengehela napas, “Dulu buaya-buaya itu hanya membunuh
mana?” perempuan itu mencerocos lagi, “Pertama, larangan para koruptor tengik, penculik orok, dan siapa pun yang
perburuan buaya telah membuat sangat sedikit buaya yang berbuat jahat di kota ini. Sekarang mereka mulai ngawur.
mati sia-sia. Kedua, akibat kekurangan makanan, buaya- Kemampuan mereka mengendus orang jahat kian tumpul.
buaya itu berkeliaran di belakang rumah penduduk Siapa pun –bahkan hakim terbaik, aktivis pencinta
memangsa anjing atau kambing. Juga tak sedikit yang kebenaran, dan penjaga rumah-rumah spiritual– mereka
menyusup ke ruang tamu berusaha mencaplok orok, bocah- mangsa seenak sendiri. Ini tidak bisa kita biarkan. Kita harus
bocah lugu, dan para orang tua rapuh. Ketiga, kau pasti menghentikan mereka.”
menganggap ini peristiwa tidak rasional, buaya-buaya itu “Caranya?”
tiba-tiba menjadi begitu tak terkalahkan oleh manusia biasa. “Setelah melalui latihan ketat—termasuk belajar
Lalu, karena mereka suka kawin, kini di kota, populasinya menembak kepala buaya—kita bertempur habis-habisan
hampir mengalahkan jumlah penduduk kita.” dengan mereka. Kau adalah perempuan terakhir pilihan
Saya tidak terlalu terkejut mendengar kisah-kisah itu. kami yang akan melakukan tugas terberat dan rahasia ini.”
Pada 2013, misalnya, populasi buaya di Darwin, Australia, “Apa tugas saya?”
sama dengan jumlah penduduk di ibu kota Nothern “Kau harus bisa membunuh 15 buaya paling buas.
Territory itu. Saya pernah membaca koran di kawasan Mereka adalah provokator yang memprovokasi buaya-
Northern Territory ada 80.000 ekor buaya dan tidak kurang buaya lain agar menghabisi manusia. Mereka buaya-buaya
50.000 ekor di Queensland dan Australia Barat. licik yang bernafsu jadi penguasa-penguasa rawa dan jalanan
“Dulu sesungguhnya kita tidak bermusuhan dengan kota. Tentang bagaimana membunuh buaya-buaya itu, kau
para buaya,” kata sang direktur, “Pada Maret 1942 para akan tahu sendiri caranya setelah berada di lapangan. Itu
pemimpin gerilya dibantu tentara memukul mundur para saja hal terpenting yang perlu kauketahui. Bekerjalah sebaik
500 serdadu jangkung hingga ke pinggiran rawa. Akan tetapi mungkin. Semoga sukses.”
bukan hanya peluru-peluru dari senapan mereka yang Tak ada lagi perkataan perempuan ramping dan cantik
mematikan, melainkan pada saat sama buaya-buaya dari itu. Setelah cukup lama menatap seluruh bagian tubuh saya,
rawa muncul dan melahap kepala, tangan, kaki, atau bagian- kemudian dia meninggalkan ruangan. Mungkin bersama
para perempuan lain, dia akan mempersiapkan seluruh jiwa
Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015
Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015

Jalan Bahagia Para Pembunuh Buaya Triyanto Triwikromo 503
raga untuk pertempuran melelahkan melawan para buaya.  tajam binatang setan itu.

Saya tertegun memandang ruangan itu. Tak lama Saya telah membantai 12 buaya buas. Kurang
kemudian pandangan mata saya bertabrakan dengan sebuah membunuh tiga buaya lagi, tugas saya selesai. Tidak segera
buku bertajuk Cara Terbaik Membunuh Buaya adalah dengan mengetahui di mana binatang-binatang perkasa itu, saya
Menertawakan Kelicikannya yang terpajang rapi di rak bersama justru menyaksikan tubuh para perempuan pemberani kian
buku-buku yang lain. terbenam di mulut buaya-buaya yang merayap mundur ke
rawa. Beberapa penembak ulung kami mencoba menghajar
Saya tertawa untuk sesuatu yang mungkin bakal sia-sia. buaya-buaya itu dengan berkali-kali menembak mata hewan
Entah mengapa saya merasa mulai jatuh cinta—bukan, melata yang yang kian beringas itu. Sia-sia. Tak ada yang
bukan, tetapi semacam kagum buta—pada biro pembunuh terselamatkan. Tiada lagi tubuh yang tersisa.
buaya yang belum pernah kukenal sebelumnya.
Tentu saja kami marah. Akan tetapi buaya-buaya itu
AKHIRNYA saat pertempuran pun tiba. Tidak perlu jauh lebih marah. Mereka mengibas-ngibaskan ekor dan
mantera pemanggil satwa untuk memancing binatang- meremukkan tulang-tulang tubuh siapa pun yang tidak bisa
binatang laknat itu keluar dari Rawa Hening, kerajaan para menghindar. 
buaya di pinggiran kota itu. Begitu membaui manusia, semua
buaya adu cepat merayap ke daratan, beradu cepat melahap “Buaya-buaya gila ini tidak bisa dilawan dengan cara-
kami dengan berbagi cara. cara biasa,” gumam saya, “Jangan ikuti irama kebuasaan
mereka. Kita harus mundur dan segera menyusun rencana
Tentu saja kami jauh lebih siap dari buaya-buaya itu. baru. Kelak, sebagaimana ajakan sebuah buku, kita akan
Pistol saya dan senapan para perempuan lain menyalak keras datang sekali lagi dan bertempur dengan gembira. Penuh
saat ratusan peluru meluncur ke arah hewan-hewan berkulit canda. Penuh tawa.”
tebal itu. 
Lalu saya pun mundur. Akan tetapi terlambat. Tiga ekor
Dalam cahaya bulan, puluhan buaya tertembak, daging buaya mendekat. Tiga ekor buaya mengangakan mulut
memburai, dan darah begitu gampang mengucur. Akan berusaha melahap saya. Saya lihat buaya-buaya lain juga
tetapi tidak semua buaya mati oleh peluru-peluru rapuh berusaha melahap kawan-kawan saya.
kami. Karena itu, tidak sedikit pula perempuan pemberani
yang dicaplok satwa-satwa rakus itu. Tak sedikit perempuan Tidak lama kemudian buaya yang paling besar
502 yang kehilangan kaki, tangan, dan kepala. Ada juga yang menyabetkan ekor ke tubuh saya. Saya terpental. Tulang-
masih hidup, tetapi darah mengucur dari sekujur tubuh tulang di tubuh saya yang seperti kuda indah remuk. Saya
akibat gigitan buaya bergigi kuat dan berahang besar. pun terbaring di antara mayat-mayat buaya dan perempuan
Beberapa perempuan lain juga terluka oleh cakar dan kuku pemberani. Tentu situasi semacam itu tidak disia-siakan sang
buaya. Ia mendekat dan hendak mencaplok kepala saya.
Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015
Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015

Jalan Bahagia Para Pembunuh Buaya Jawa Pos, 06 Desember 2015
Saya tidak bisa menghindar. Akan tetapi di luar dugaan,
dua buaya lain tidak merelakan saya mati di mulut buaya Singgah di Wisma Nirwana
terbesar. Kedua buaya itu dengan marah menggigit ekor
dan kepala buaya terbesar. Kepala dan ekor pun remuk. Mashuri 505
Darah mengucur memerahkan pinggiran rawa. 
SURABAYA, yang lidahku sering melafalkan dengan
Saya yakin tidak lama lagi kedua buaya itu— Suroboyo, adalah kuali, tempat sayur yang selalu
sebagaimana hewan yang tidak berpikir lainnya—akan dipanggang di atas bara api. Aku hanyalah sebutir
berkelahi memperebutkan tubuh saya. Mereka akan saling garam yang hablur dan tenggelam di dalamnya, agar sayur
menggigit, mencakar, menyabetkan ekor, dan bukan tidak itu tak hambar dan menerbitkan kenikmatan bila dijadikan
mungkin mati bersama-sama. santapan. Tentu, jika sayur itu terlau banyak garamnya,
makan akan terlalu asin dan tak enak sebagai menu. Tapi
Apakah tidak lama lagi saya akan mati? Saya tidak tahu. rasa kelewat asin bagi masakan seorang gadis bisa bermakna
Jika saya mati, saya berharap di bawah cahaya bulan, siapa lain. Tafsir umumny, ia sudah kebelet menikah. Itu pun aku
pun yang masih hidup mengubur bangkai saya dan buaya dengar dari orang-orang karena aku sendiri tak pernah
terakhir yang berkelahi dengan gagah berani itu dalam satu mengalaminya.
liang saja.
Aku tak pernah mendengar ikrar suci dengan orang
Saya tidak ingin jadi perempuan munafik. Sebelum mati, yang cintai. Aku sudah telanjur melihat pernikahan sebagai
saya ingin mengatakan kepada buaya itu, “Andaikata Anda sebuah negeri jauh, yang dipisah oleh lautan dengan
tidak terlalu buas, pada kehidupan berikutnya, saya akan gelombang mahaliar. Gelombang yang bisa membuat diriku
menjadikan Anda sebagai kekasih sepanjang sepanjang usia. terkapar dan tak kunjung sampai di pelabuhan yang tergelar.
Saya akan terus mencumbu Anda. Tanpa jeda.” Aku pun sudah mengungsikan keinginan itu ke palung hatiku,
agar ia tak tersapa dan tersentuh. Agar ia aman menjadi
Saya tidak malu telah mengungkapkan ucapan cinta keinginan.
yang meskipun mesra mungkin terdengar kabur dan sia-sia.
Saya tidak malu meskipun mungkin orang-orang akan Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015
mengatakan cinta semacam itu sebagai sesuatu yang
membahayakan kehidupan saya...

Saya kira saya telah menemukan kalimat pertama
504 laporan pertanggungjawaban saya. Saya kira saya juga telah

menemukan jalan untuk bahagia... 
September-November, 2015

Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015

Singgah di Wisma Nirwana Mashuri 507
Apa yang aku bayangkan tentang Surabaya dulu, ketika
506
Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015 aku masih ingusan dan sekarang tahun 1990-an yang sudah
mulai kenal ingus baru yang muncrat dari gagang kemaluan
seorang laki-laki, tenryata berbeda. Surabaya dulu adalah
sebuah dunia baru, tempat aku bisa mengubah nasib dari
kemiskinan yang seakan tiada akhir. Sebuah surga yang
menawarkan beribu harapan dan bisa mengentaskanku dari
derita. 

Namun, kini Surabaya adalah gurita yang tanpa ampun
menyeretku masuk lewat mulut dan diseret jauh ke dalam
dirinya, sehingga tubuhku terus bergelimang dengan tinta
hitam, yang juga seakan-akan tiada akhir. Aku merasa seperti
masuk sumur dan sama sekali tak tahu di bawah sana sebuah
dasar sedang menanti.

“Padmi, ada Arjunamu...!”
Aku dengar dengan jelas suara Marni, germo, mucikari,
sekaligus aku anggap sebagai pembimbingku, pengganti
orang tua. Entah kenapa, sejak senja tadi aku dirundung
perasaan aneh, sehingga aku selalu ingin mengurung diri di
kamar. Biasanya, begitu siang berganti malam, aku
mengganti pakaian. Lalu memajang diri di ruang tunggu,
sambil melempar senyum kepada pejalan kaki, terutama
utnuk lelaki yang membutuhkan kehangatan. Aku memang
sengaja memilih malam hari untuk melayani laki-laki, karena
aku merasa, pada malam hari aku bisa mereguk
ketenteraman, meski di ruang kerjaku hingar oleh musik
dangdut, celoteh lonte, suara erangan, dan lain-lainnya yang
seakan dioplos menjadi satu. Tetapi aku bisa membayangkan
sebuah dunia lain diriku, mungkin duniaku dulu, yang sunyi
ketika malam mulai merayap, dan menerbitkan damai.

Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015

Singgah di Wisma Nirwana Mashuri 509
Lima tahun terakhir aku merasa kamar kerjaku adalah dari tempat sampah, di usiaku yang akan memasuki 11 tahun.
kuburan tak sempurna. Aku tak bisa total menenggelamkan Aku pun belum bisa menjadi buruh tani, karena kedua orang
diriku ke lahat yang bernama senggama. PIkiran dan tua angkatku itu tak pernah mengajariku untuk bertani.
perasaanku kerap masih terjuntai dari gelap liang itu,
mencakar-cakar dan mencari-cari, juga menggapai-gapai “Kamu priyayi. Jangan pernah menyentuh lumpur
alam terang yang selalu aku yakini keberadaannya di dunia sawah atau sampah,” terangnya.
luar sana. Panggilan dari dunia itu kerap menyambar
kehadiranku, sehingga aku tak jarang dihajar dengan Posisiku di keluarga mereka memang unik. Aku
keterasingan pada udniaku sendiri. Aku seperti diungsikan diangkat menjadi anak mereka untuk memancing mereka
dari lembah ke sebuah dataran yang lapang, bahkan di agar cepat punya anak. Mereka sudah menikah hampir 10
depannya tampak gunung menjulang. Aku memiliki dunia tahun, tapi tak kunjung dapat momongan. Maka, sejak aku
impian dan angan-angan sendiri, sebagai tempat untuk berusia setahun, aku sudah hidup dengan mereka. Tapi
tetirah dari arus darahku yang telanjur berlumur dengan mereka tak kunjung mendapatkan anak. Aku tetap ikut orang
lumpur nista.  tua angkatku ini, karena keluarga asalku juga didera dengan
Panggilan dari dunia entah itu aku rasakan datang sejak kemiskinan dan tak bisa menghidupiku dengan layak. Pun
tadi. Di kamar tak terlalu lebar, sekitar 3 x 4 meter, aku kedua orang tua angkatku sudah bertekad untuk mengubah
begitu betah. Di usiaku yang memasuki angka ke-27, aku nasib dengan pindah ke Surabaya. Mereka tak punya cukup
merasa tarikan kuat dari dalam diriku untuk bertanya perihal lahan untuk digarap di kampung. Sawah warisan orang tua
jalan hidup yang aku tempuh. Padahal selama ini aku begitu sudahdibagi-bagi. Keluarga ayah angkatku banyak. Ia
takut mati kelaparan. AKu seperti trauma dengan masa bersaudara enam orang. Sedangkan ibu angkatku lebih
laluku yang pernah kelaparan selama berhari-hari. banyak. Saudaranya sembilan dan hidup di kampung semua.
Ayah dan ibuku angkatku, Trimo dan Saada, hanyalah
pasangan miskin. Mereka pendatang di Surabaya. Mereka Sawah yang sudah tak seberapa itu pun akhirnya terbagi.
menyewa lahan di Banyuurip untuk bercocok tanam. Jika Mereka dapat bagian yang jauh dari layak. Begitu pula
sedang senggang mereka pun menjadi pencari kertas bekas: dengan pekarangannya. Cukup hanya untuk mendirikan
koran, majalah maupun kardus. Kamus udah terbiasa sehari rumah dengan ukuran 6 x 8 meter. Bentuk rumahnya
508 makan dan sehari berpuasa, apalagi jika orang tuaku itu tak sederhana. Jika dibandingkan dengan rumah-rumah di
bisa sewa lahan. Surabaya rumah orang tua angkatku mirip gubuk. Aku turut
Suatu ketika mereka berdua jatuh sakit. Tipus. Aku jadi pindah ke Surabaya ketika usiaku sudah lepas balita. Jadi
blingsatan. Aku belum terbiasa memungut barang berharga aku masih ingat dengan benar ketika aku begitu ceria bakal
meninggalkan kampung. Di depanku seakan-akan
Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015 terbentang segala hal yang menyenangkan. Dan, untuk itu,
aku berterima kasih pada kenangan masa kecilku yang

Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015

Singgah di Wisma Nirwana Mashuri 511
demikian manis dan menyegarkan. Ia kini serupa oase tempat Surabaya Barat, tapi tak kunjung dapat. Puncaknya, aku
tetirah dari padang yang demikian panas menyengat.  hampir sekarat. Aku sampai tak sadarkan diri di jalan.

Aku sering kembali ke masa-masa kanakku, yang penuh “Di mana aku?” tanyaku, begitu sadar. 
dengan keindahan. Bagai hidup di taman dengan bebunga, “Kamu di Bangunsari,” ujar seorang perempuan, yang
kupu, dan air mancur. Hidup dalam sebuah kondisi yang kelak kusapa denga Mami.
menyenangkan dan merasa bahwa hidup memang tak pernah Sejak itu aku membantu mencuci piring dan peralatan
ada masalah. Hidup sungguh indah. dapur di rumah itu, yang merupakan kompleks pelacuran.
Ini pun kuketahui belakangan. Hari-hari aku lalui. Aku segera
Begitu ikut mereka aku melupakan keluarga asliku. Ini melupakan ayah dan ibu angkatku, karena aku merasa tak
cara terbaik agar aku utuh sebagai anak kedua orang tua bisa memenuhi kebutuhanku yang paling dasar: makan,
anakku yang baru. Memang awalnya aku kesulitan untuk pakaian, dan rumah. Di situ aku mendapatkan semuanya,
berpisah dengan keluarga lama, tapi orang-orang tua meski aku hanya berprofesi sebagai tukang cuci piring.
memiliki cara yang manjur untuk melupakanku dengan Sampailah suatu ketika aku pamit akan pulang ke
keluarga lamaku. Aku dimintakan jampi-jampi dan ternyata rumah menjenguk kedua orang tua angkatku. Aku di sana
terkabul. Aku pun lupa, apalagi orang tua angkatku sangat hampir sebulan penuh, tanpa mengabarai mereka. Sebuah
menyayangi diriku lebih daripada dirinya sendiri. Meski, tak kesalahan yang demikian menghantuiku. Aku tak seharusnya
jarang pandangan mereka terhadapku masih tetap meninggalkan mereka dalam keadaan tak berdaya. Aku
pandangan yang menghormati. sendiri tak tahu kenapa aku begitu bodohnya melakukannya.
Aku bertanya-tanya, apa yang aku pikirkan ketika itu.
Aku masih dipandang sebagai anak dari keluarga Begitu aku sampai di rumah kontrakan aku tak
terhormat di masa lalu. Mereka pun sering melarangku menemukan mereka. Hanya Matjalil, pemilik rumah yang
untuk melakukan pekerjaan yang kurang pantas untuk aku mirip dengan gubuk itu yang aku temui. Ia mengatakan
lakukan. Jadi pekerjaanku hanya bermain dan bermain saja, bahwa orang tua angkatku sudah mangkat. AKu menjerit
meski aku tahu ibu dan ayahku sedang banting tulang dan histeris. Tak peduli ada Matjalil yang sejak awal memang
mandi keringat untuk menghidupiku, sudah aku benci, karena ia memeras kedua orang tua
angkatku. 
Ketika mereka jatuh sakit, aku hanya bisa menjerit. Akhirnya aku diajak Matjali ke sebuah tanah pekuburan.
Salah satu caraku agar bisa bertahan hidup, juga bis Setelah melewati gapura, dan rumah kecil yang bertuliskan:
amemberi kedua orang tuaku makan, adalah dengan mencari “Tempat Perlatan Kematian”, aku melewati deret nisan yang
510 sisa-sisa padi orang panen. Soal ini aku sudah pernah demikian bagus, dengan nama dan tanggal kelahiran dan
mencobanya, meski ketika aku ketahuan aku dimarahi habis-
habisan. Aku pun terus berjalan dalam kondisi lapar. Aku Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015
sudah berusaha mengais sisa panen dari sawah-sawah di

Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015

Singgah di Wisma Nirwana Mashuri 513
kematiannya. Aku diajaknya ke ujung makam. Ad sebuah berjarak tak lebih dari lima meter. Ia lalu memperkosaku,
areal makam yang aneh, karena tampak tak terawat. Rumput dengan lebih dulu menyumpal mulutku dengan celana
dan ilalangnya tinggi. Nisan-nisannya hanya dari kayu, dalamnya. Aku meronta tapi sia-sia. Ia menggarapku dengan
bahkan sebagian sudah tak ada. Di depan pintu masuk sangat kasar.  Aku merasakan rasa perih yang demikian
terdapat tulisan: “Kuburan Tak Dikenal”. sangat. Aku hampir pingsan. Untunglah, ia tak bertahan
lama. Begitu ia sudah terengah-engah dan spermanya
Aku langsung menuju dua gunduk tanah yang kelihatan tumpah, aku merasa ada yang mengalir di pahaku. Dengan
baru. Di atasnya ada nisan yang terbuat dari kayu papan, sisa-sisa tenaga, aku bangkit melihatnya, ternyata itu darah.
ada tulisan Trimo dan Saada dari arang yang dicampur oli Darahnya demikian banyak, sehingga aku tak kuasa untuk
bekas (soal bahan untuk menulis kayu nisan ini aku ketahui menangis lagi.
belakangan). Aku menangis. Tapi tangisku tak mengeluarkan
air mata. Tangis yang entah kenapa menjadikanku merasa “Jangan bilang siapa-siapa. Kalau bilang, kamu aku
lebih sakit dengan kesedihan dan kehilanganku. bunuh...”

“Ayah-ibumu belum bayar sewa di bulan terakhir. Juga Aku lalu diajaknya ke pemandian. Disuruh
belum membayar pengurusan jenasah dan membersihkan diri. Kemudian diajak ke kompleks lagi.
penguburuannya,” kata Matjalil. Waktu itu, aku kira, aku dikembalikan ke wisma di
Bangunsari, tempatku menjadi buruh nyuci piring agar aku
Aku masih menangis.  bisa hidup dengan hasil keringatku sendiri. Tetapi ternyata
“Hei, kamu dengar tidak?” bentak Matjalil. aku dijual di wisma itu. Ini pun aku ketahui di kemudian
Aku menyeka air mataku dan menoleh kepadanya. hari. Mamiku yang mengatakannya secara langsung.
“Aku tak punya uang...,” jawabku polos.
Memang seusiaku seharusnya aku sudah mengerti Aku memang merasa ada perubahan kelakuan. Setelah
kebutuhan orang tua, kebutuhan rumah tangga. Seusiaku aku kembali, aku dilarang untuk kerja kasar. Aku dianggap
seharusnya akus udah tahu apa yang diperlukan oleh sebuah anak sendiri oleh Mami Ida, yang sering aku panggil Mami
keluarga. Tapi karena orang tua angkatku tak saja. Aku hanya diminta melayani permintaan “anak-anak”
mempersiapkan diriku untuk itu, aku seperti orang yang Mami, baik itu mempersiapkan handuk bersih atau sarung
dihadapkan pada kenyataan baru yang asing. Aku tampak di kamar, minuman atau tisu. Biasanya, handuk atau sarung
demikian tolol dan rapuh. aku taruh di depan kamar mandi di kamar.
512 “Gampang!” kata Matjalil. “Kamu bisa membayarnya.”
Matjalil memandangku. Sorot matanya membuatku Di wisma Mami, setiap kamar ada kamar mandinya.
takut. Tanpa tahu bagaimana awalnya, Matjalil menyeretku Ada yang bilang, ini wisma kelas tinggi. Soalnya, wisma
ke balik alang-alang di sebelah barat pekuburan. Hanya lainnya kadang hanya berdinding tripleks, tapi di wisma ini
tembok semuanya. Lantainya pun berkeramik. Yang datang
Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015
Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015

Singgah di Wisma Nirwana Mashuri 515
juga laki-laki yang rata-rata berkantong tebal karena sekali dirundung berbagai masalah, juga dendam pribadi tentunya.
booking sampai Rp 15.000. Sedangkan kalau diajak keluar Bisa jadi, pemicu itu telah ditarik pagi ini meski letusannya
bisa Rp 25.000-30.000. Tarif yang terakhir itu juga tarif bisa terjadi nanti.
bermalam. Wisma itu bernama Nirwana. 
Polisi datang tapi ia tak langsung membawa mayat itu.
Suatu hari aku mendengar kabar mengejutkan: Matjalil Mereka seperti sudah tahu siapa yang menyudahi hidup
ditemukan tewas di selokan. Begitu diangkat tubuhnya penuh Matjalil, tapi tak hendak mengusutnya. Bahkan mereka juga
dengan luka bacokan. Begitu mendengar kabar, aku datang turut berterima kasih. Aku sendiri tak paham hukum, pun
untuk menyaksikan kerumunan orang yang datang untuk tak tahu ada hukum lain yang berlaku dan lebih diakui
menyaksikan preman itu mati. Posisinya menelungkup. Di keberadaannya. Tentu lebih kuasa. Ya, semua itu terjadi
kepalanya, ada luka bacokan yang tertutup darah kental. sudah lebih dari tujuh tahun lalu. 
Begitu pula di punggung dan paha. Tampak luka menganga.
Sepertinya, dada yang perutnya juga terluka, karena aku Aku merasa hidup memang kelewat aneh. Dulu, Matjalil
melihat ususnya terburai dan jatuh di air selokan yang mengancam bila bercerita pada orang lain tentang
berwarna kehitaman. Aneh, aku sama sekali tidak jijik perilakunya yang bejat, aku akan dibunuh. Tapi ketika aku
melihat semua itu, padahal aku terkenal trauma pada darah. bercerita pada orang lain, dia yang dibunuh dan dihinakan
Pada jasad Matjalil aku merasa sebagai pemenang, seperti kematiannya. 
melihat seorang musuh yang mati dengan cara yang hinda-
dina sesuai dengan perilakunya yang nista. Ia seorang “PADMI, ada tamu. Mas Yudis,” terdengar suara Mami
berandal kejam dan pantas mati dengan cara seperti itu. lagi.

Ya, aku memang merasa lega bahwa orang yang telah Aku berniat bangkit dari ranjang yang telah setia
menyakitiku akhirnya mati. Siapa yang tak gembira jika menerima tubuhku selama 8 tahunan. Aku tak bisa
orang yang dibencinya mati? Ah, tapi sungguhkah demikian? menunggu lebih lama tamu istimewaku ini. Yup, meski
Diam-diam, di hati kecilku aku merasa turut bersalah. setelah tak berhasil mengambil keperawananku ia bisa
Terbersit satu sesal yang aneh di kalbu. Aku merasa iba pada mengambil keperawanan hatiku. Aku jatuh cinta padanya.
orang-orang yang selama ini tergantung hidupnya pada Padahal dalam duniaku jatuh cinta pada laki-laki adalah
bandot ini. Pasalnya Matjalil beristri tiga. Anaknya lima dan sebuah pantangan. Istilah di wisma, ia telah menjadi kiwir-
514 masih kecil-kecil. Anak tertua berusia sekitar 9 tahun. Aku kiwir-ku, yang bisa membuat teman-teman iri.
merasa lingkaran setan telah dimulai lagi, sejak hari
kematiannya. Lingkaran yang menggarisbatasi keluarga Entah mengapa aku diam-diam mengaguminya, juga
Matjalil, yang tentu pada hari-hari selanjutnya akan mengagumi tindakannya yang menghabisi Matjalil (aku tahu
soal ini baru belakangan), meski di sisi yang lain aku juga
Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015 kasihan pada keluarga Matjalil yang ditinggalkan. Perasaan

Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015

Singgah di Wisma Nirwana Mashuri 517
ini kerap menjadi pisau bermata dua di batinku. Aku merasa ambang kamar. Wajahnya nongol dan sebagian yang lain
begitu karena aku mengaca pada pengalamanku. Bisa jadi masih tertutup tirai. Aku langsung bangkit dan
anak-anak Matjalil yang perempuan kelak akan menjadi menggelandangnya masuk, lalu menyambutnya dengan
penghuni rumah bordil sepertiku. Dan, anak-anaknya yang pelukan. Entah kenapa aku memeluknya demikian erat,
laki-laki menjadi preman, bandit, dan tukang rusuh, yang seperti takut kehilangan dia. Diam-diam aku meneteskan
lebih rusuh dan kejam dari ayahnya.  air mata. Hal yang sangat jarang menimpaku, sesedih apa
pun aku. Aha, aku sudah bisa menangis dengan meneteskan
Aku langsung beranjak dari tempat tidur. Melihat wajah air mata. Lega rasanya.
di cermin. Aku merasa sudah tak muda lagi. Kemudaanku
seakan raib dihisap oleh kumbang yang saban malam datang “Aku harap kamu tak terlalu bersedih, Padmi. Mungkin
ke wisma, dan selalu minta aku ladeni. Aku terpaksa menolak malam ini terakhir kali aku ke sini...,” tutur Mas Yudis.
permintaan Mas Yudis agar aku selektif dalam melayani
orang, karena bagaimanapun aku butuh duit. Pun butuh Aku seperti disambar petir.
setor pada Mami. Aku sedang menyiapkan masa depanku “Kenapa, Mas?” 
sendiri, yang bisa membuatku lebih berarti. Memang, dalam “Aku dipindah oleh ayahku ke Tembagapura, Papua.
melayani mereka, aku tak memperturutkan emosiku. Istriku sudah tahu, aku sering ke sini dan dia mengadu ke
Emosiku hanya untuk Mas Yudis, dan karena itu aku bisa ayah. Aku tak bisa berbuat banyak. Ketergantunganku pada
mereguk kenikmatan seks. Perempuan memang hanya bisa orang tuaku masih tinggi. Jika selama ini aku tak bisa tegas
bergairah dengan orang yang dicintainya, dengan suasana perihal nasibmu, maka itu adalah alasanku salah satunya.”
yang terbangun dengan cinta dan romantis, dengan hal-hal “Kenapa Mas tak menolak dipindah?”
yang menyentuh perasaan. “Aku harus mengalah, Padmi. Aku tak ingin kau
terluka...”
Ah, masa lalu, ah, kenangan, kenapa kau menghampiriku Tangisku semakin tak tertahankan. Tubuhku bergetar
kini.  hebat. Sepertinya aku harus menghadapi kenyataan yang
menderaku. Aku membenarkan apa yang diungkapkan oleh
Di depan cermin aku merapikan rambut. Aku harus Mami, bahwa jatuh cinta bagi seorang lonte itu terlarang
menyembunyikan kekusutan pikiranku di hadapan lelaki dan terkutuk. Cinta seorang lonte adalah cinta untuk semua
yang aku kagumi. Apalagi aku tahu, dia bukanlah lelaki laki-laki. Kini, karena aku melanggar pantangan itu, aku
sembarangan. Ia seorang anak pembesar yang tinggal di harus menuai getahnya.
516 Perak, sedangkan ia sendiri pemimpin sebuah korps dagang Aku merasa tragedi hatiku sebagai penanda bahwa aku
di pelabuhan itu. harus meneruskan langkah dari Wisma Nirwana. Namun,
harus kubawa ke mana tubuh ini melangkah? 
“Hai, lagi ngelamun ya?” sapa sebuah suara.
Aku terkesiap, ternyata Mas Yudis sudah berada di Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015

Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015

Jawa Pos, 13 Desember 2015

Biografi Seorang Bayi
Merah

518 Raudal Tanjung Banua 519
Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015
SEPANJANG karirnya sebagai penulis biografi, baru
sekarang Abraham Yusra merasa dirinya sedang diuji.
Seseorang telah memintanya menulis biografi seorang
bayi, dan ia tak kuasa menolaknya. Tapi apakah yang bisa
ditulis dari seorang bayi yang baru sebentar diayun putaran
bumi? Apakah yang dia tahu tentang dunia? Kalimat apakah
yang akan membuka pintu kisah?

Abraham Yusra membuang muka ke luar jendela.
Cahaya siang sedang panas-panasnya. Ia telan air ludahnya.
Pahit. Ia memang belum menyatakan kesanggpuan dan
kesediaan atas tawaran itu, belum deal, dan ia telah minta
waktu untuk menimbangnya. Tapi itu tak bisa berlama-lama,
sebab dalam waktu dekat buku biografi itu akan diluncurkan.
Waktunya terbatas. Apalagi jika merujuk penulisan buku
biografi yang ia kerjakan selama ini. Selalu ia butuh waktu
lebih panjang, butuh kecermatan dan data akurat. Bahasa
dan kalimat yang membangkitkan. Dalam istilah terkini:
menginspirasi. Ini menyangkut reputasinya yang tak bisa
ditawar. Karena itulah, dulu, ia hengkang dari dunia

Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015

Biografi Seorang Bayi Merah Raudal Tanjung Banua 521
jurnalistik yang telah membeesarkan namanya, lalu memilih
520 fokus sebagai penulis biografi.
Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015
Banyak sudah biografi orang besar yang ia tulis, mulai
dari wakil presiden, menteri, panglima tinggi, jenderal,
tokoh penjuang, pengusaha, hingga gubernur. Baik ia tulis
semasa yang bersangkutan masih menjabat maupun setelah
pangkat dan lain-lainnya tamat. Semua lancar-lancar saja,
penuh sambutan hangat dari keluarga. kerabat, handai tolan,
dan relasi sang tokoh, dalam peluncuran yang meriah—
biasanya mengambil momen ulang tahun, sebagian ulang
tahun perkawinan. Hanya ada seorang tokoh kebudayaan
yang minta buku biografinya diluncurkan pada saat ia pamit
pensiun.

Juga sekali buku biografi yang ditulisnya kontroversial.
Yakni, ketika ia menulis tokoh pemberontak di daerah yang
dianggap ingin memisahkan diri dari republik. Tapi berkat
ketajaman penanya, Abraham mampu meyakinkan publik
bahwa si tokoh sesungguhnya sangat nasionalis; ia bersama
pasukannya masuk hutan demi mengoreksi kekuasaan yang
memusat. Alhasil itu tak menganggu reputasi Abraham,
malam dalam beberapa tindak dianggap berhasil
mendudukkan seseorang secara tepat, proporsional.

Banyak bahan bisa ditulis dari sosok-sosok yang
berkiprah dalam kehidupan ini. Tapi seorang bayi? Adakah
kata berkiprah cocok dilekatkan pada seorang bayi?

ABRAHAM Yusra bisa saja menolak permintaan yang
ganjil itu. Tapi di atas segalanya, ia justru merasa tertantang.
Sangat tertantang! Itu membuatnya sampai pada situasi tak
kuasa menolak. Bertahun-tahun menulis biografi, ia merasa

Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015

Biografi Seorang Bayi Merah Raudal Tanjung Banua 523
polanya selama ini biasa-biasa saja. Plotnya lurus. Rapi jali. laki dibasmi sehingga tinggal Musa yang selamat justru
Sesekali zig-zag, tak jauh-jauh amat. Tokohnya pun orang- setelah tedung rotannya tersekat di pemandian permaisuri
orang yang perannya dapat diduga. Kini ia ingin sungsang. Fira’un sendiri? Muhammad Rasulullah juga lahir dalam
Lain dari yang lain. Apakah itu terobosan, ia tak peduli. Ia kelebut jelaga jahiliyah saat bayi-bayi perempuan dianggap
hanya ingin mencoba yang belum ia coba, dan itu bukan beban keluarga, lalu dibunuh sebelum sempurna menghirup
tanpa alasan. udara gurun.

Mengapa harus menulis biografi orang yang berhasil Ah, bayi-bayi malang berkelabat di benak Abraham.
saja? Abraham menimbang. Mengapa tidak juga seseorang Ia pernah menonton sebuah film dokumenter tentang bayi
yang gagal? Mengapa harus tokoh dan bukan orang yang diaborsi dalam kandungan. Orok bayi itu mengelak
kebanyakan? Mengapa harus berusia 60, 65, 70, 75, dan susah-payah dari alat penjepit yang akan menghancurkan
kelipatannya? Mengapa tidak saat seseorang remaja, anak- batok lunak kepalanya. Tiap kali mengelak, setiap itu pula
anak, bahkan selagi bayi? Tangisnya saja lantang bergema, besi penjepit mengejarnya. Sekali waktu ujung besi penjepit
tawanya jernih, geraknya spontan, murni. Lihatlah, ayah-ibu, mengejarnya. Sekali waktu ujung besi penjepit menancapi
kakek-nenek, kakak semua, dipersatukan olehnya, seperti ubunnya, dan akhirnya ia menyerah. Ia sampai ke dunia
tali pusar memeluk ari-ari. Dari bayi kita bisa menghikmati dalam bentuk serpihan-serpihan daging murni yang tak
segala yang fitri, jujur, telanjang. berdosa.

Kembali Abraham Yusra menarik napas. Panjang. Lalu berapa banyak bayi mati tercekik, mengoak di
Pandangannya melayang menembus kaca jendela. semak-semak, terlantar di jalan, ditaruh di depan pintu
Seorang bayi, pikirnya, bukan hanya milik keluarga, juga sebuah rumah, atau mengambang di selokan? Betapa!
dunia luar yang menakjubkan: sejarah, ritual, peradaban.
Ya! Bukankah bayi-bayi disebut dalam sejarah dan kitab suci? Dan bagaimana pula dengan bayi-bayi di medan perang?
Bukankah Ismail putra Ibrahim memulai kehidupan baru Abraham Yusra terguncang. Sangat terguncang. Angin
dengan menangis menendang-nendang pasir kerontang, pancaroba menggedor-gedor kaca jendela. Ia tahu ada
hingga tercipta Telaga Zamzam yang lezat hingga akhir perang sedang berkobar di seberang lautan, di ujung benua.
zaman? Dan ingatlah bayi kudus Maryam, yan Ada bayi-bayi terseret di bawah pagar kawat berduri, di
menjungkirkan nalar penciptaan, menangis sunyi di bawah ladang-ladang penuh ajak dan srigala liar, terapung di lautan
522 rimbun pokok zaitun. dan seorang di antaranya terdampar kaku di pantai dengan
Dan jika hidup berpasangan, katakanlah antara derita sepatu boat kebesaran; sebagian meringkuk di tenda-tenda
dan bahagia, cobaan dan kemudahan, siapa bilang bayi-bayi koyak tanpa harapan. Ia pun ingat perang kota kecil di
luput darinya? Bukankah di zaman Fira’un semua bayi laki- negerinya—kerusuhan! Dan alangkah ngeri melihat korban-
korban bayi berjtuhan. Juga kisa perang saudara di
Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015
Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015

Biografi Seorang Bayi Merah Raudal Tanjung Banua 525
kampungnya, melahirkan bayi-bayi berperut buncit bermata Abraham yang kaget mencoba tersenyum. Tanpa
cekung, bahkan untuk menangis pun mereka tak berdaya.
menunggu jawaban, Tanamas melanjutkan, “Bung orang
MESKIPUN pikiran Abraham siang itu merengkuh berpengalaman. Sekali ini saya minta Bung menulis agak
dan merangkum hal-ihwal tentang bayi, yang beruntung dan lain.”
malang, dalam keluarga atau di luar rumah, di masa damai
atau perang, namun cerita tentang bayi yang akan ia tulis, Abraham terdiam. Barangkali jika permintaan itu
sepenuhnya ia dapatkan dari Tanamas. Laki-laki yang masih didengar Abraham dalam usia 30 tahun, saat pertama
lantang bersuara di masa tua itu—seolah dia tak pernah mereka bekerja sama, boleh jadi gairah sambutannya akan
tua—sudah pernah dikenalnya, ketika dulu ia menuliskan berbeda. Abraham mungkin akan menganggap itu hal baru
biografinya sebagai pengusaha rotan yang sukses. Buku itu yang akan mengbubah dunia. Namun di usianya yang kepal
terbit dan diluncurkan pada tahun 1995. alima, permintaan itu justru terdengar masif dan eksistensial.

Setelah itu Abraham tak berhubungan lagi dengan Tanamas lalu menceritakan soal yang “agak lain” itu.
Tanamas, suatu kebiasaaan yang ia jaga sebagai bentuk Tentang seorang bayi merah yang pernah jatuh di
profesionalitas. Menjaga relasi itu penting, namun ia merasa pangkuannya, seperti bintang jatuh. Panjang, sungguh panjang
hubungan dengan tokoh yang ia tulis tak harus berlanjut jalan yang mempertemukan kami, kata Tanamas. Entah mengapa
dalam bentuk lain. Apalagi ia tahu orang-orang itu sangat ia seallu menganggap bahwa kehadiran bayi itu tak hanya
sibuk. Saat menulis buku Tanamas misalnya, ia hanya dua berawal dan berakhir di ibu kota, namun langsung atau tidak,
kali saja bertemu muka, selebihnya data ia cari sendiri. Itu terkait dengan banyak peristiwa. 
sebabnya buku biografi Tanamas dulu agak tipis. Dan
mungkin karena itu pula, pikirnya, selang 20 tahun sejak Bahkan, lanjut Tanamas, ini bermula dari perang
buku pertama diluncurkan, orang kepercayaan Tanamas saudara tahun 1958 di Sumatera Tengah. Ketika itu Dewan
mengontak dia kembali dan Abraham memenuhi. Pasti Masyumi mengumumkan pemerintahan tandangan bernama
Tanamas ingin merevisi buku tersebut atau menulis seri PRRI. Jakarta membalas dengan mengirim APRI yang
berikutnya. dikenal sebagai tentara Soekarno atau tentara pusat. Operasi
militer terbesar dalam sejarah tanah air dimulailah. Selain
Pertemuan mereka di Cirebon, tak banyak basa-basi. itu, milisi PKI ikut bergerak ambil bagian.
524 Dan di luar dugaan, Tanamas ternyata tak menyinggung
Sesama orang lalu bersimpang jalan. Tanamas
buku biografinya sama sekali, malah minta Abraham menulis pengagum Syahrir, ayahnya Masyumi tulen. Sebagian
biografi seorang bayi! “Menurut Bung, apakah tak masuk kerabatnya bergabung dengan PRRI. Tapi di sisi lain,
akal?” kata Tanamas tenang.  Tanamas punya sahabat karib bernama Marlupi, tokoh PKI
di kota kecilnya yang dingin—yang berubah panas sejak
Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015 orang-orang bersimpang jalan.

Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015

Biografi Seorang Bayi Merah Raudal Tanjung Banua 527
Hampir tiga tahun bertahan, pasukan PRRI mulai menghilang ke balik kelam.
kelelahan dan berangsur turun gunung. Tapi tak sedikit dari
mereka yang sudah menyerah tetap dihabisi oleh milisi PKI, TANAMAS belum mengerti keadaan, meski dia sudah
entah sebagai kesempatan ambil muka di depan tentara mendengar kabar bahwa bintang kemukus baru saja
Soekarno, balas dendam, atau benar-benar demi republik menggurat langit Jakarta, lalu merenggut cahaya bintang lain
tercinta ini. Sementara Tanamas yang berdagang kebutuhan di atas langit yang sama. Ya, bintang di bahu orang-orang
pokok di masa perang, diketahui adalah informan PRRI. besar. Mereka yang menyandang bintang-bintang itu mati
Suatu hari ia ditangkap. terbunuh. Dan jejak gurat bintang kemukus berlanjut ke
Beruntung, Marlupi memintanya dari tangan tentara. sepanjang langit di tanah air, tak hanya merenggut bintang-
Tentara pusat mungkin menganggap Tanamas akan dihabisi bintang di bahu orang besar, juga bintang-bintang
di suatu tempat, sebagai lazim dilakukan milisi PKI. Tapi, kemanusiaan di semesta batin orang-orang kecil.
ternyata, Marlupi meloloskannya. “Pergilah, sebelum kawan-
kawanku tahu,” kata Marlupi. Tanamas pergi ke Barulah setelah Marlupi tak pernah kembali, Tanamas
Tanjungkarang, kemudian menyeberang ke ibu kota. menyadari situasi. Ketika keadaan makin genting, ganti
Tiga tahun di Jakarta, Tanamas mendengar kabar bahwa Bainun, ibu si bayi yang minta pergi. Tanamas dan istrinya
Marlupi, sahabat yang meloloskan dia, juga telah pindah ke susah-payah melarang. “Situasi sedang gawat,” kata Tanamas
ibu kota. Marlupi terpilih untuk membesarkan partainya dan mengutip radio. Tapi Bainun berdalih mau menyusul si suami
beroleh posisi cukup baik. Beberapa kali Tanamas-Marlupi di suatu tempat. Sang bayi ia titipkan kepada istri Tanamas.
sempat bertemu. Masih seperti saudara, meski belakang tak Sejak itu Bainun tak pernah datang. Tanamas pun sadar
pernah lagi seiring kesibukan mereka. Sementara komunis bahwa Bainun, ibu yang baik itu, justru berusaha melindungi
kian berjaya di bawah ketiak Soekarno dan laras tentara.  keluarga Tanamas—sekalian bayinya—dari tuduhan
Tak diduga, Oktober ’65, tengah malam buta, pintu menyembunyikan orang terlarang. Sebab tak lama setelah
rumah Tanamas di Kalimalang diketuk berulang-ulang. itu, rumah-rumah digeledah massa entah dari mana, mencari
Tanamas membuka pintu dan mendapati Marlupi beserta orang yang bersembunyi atau disembunyikan.
istrinya mengerut di luar. Itu pertemuan mereka yang paling
menusuk hati. Bainun, istri Marlupi, mendekap seorang bayi Bayi laki-laki di pangkuan istrinya, sebenarnya
526 yang masih merah, namun dilihat lebih dekat tampak pucat. membuat Tanamas tak bisa tenang. Ia tak bisa sedikit pun
Tanamas menarik mereka masuk. Belum sempat ia dan istri meluputkan sekecil-kecilnya kemungkinan pada zaman yang
bertanya, “Aku titip Bainun dan bayiku, Saudara. Aku harus gila. Beberapa tetangga yang iri atas usaha kerajinan rotannya
berhitung dengan situasi.” Begitu saja, Marlupi pergi, mulai kerap mengintip si bayi dengan tatapan mengancam.
Bagaimana kalau mereka buka mulut mengatakan bahwa
Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015 istrik tidak hamil dan tidak melahirkan? Tanamas cemas.

Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015

Biografi Seorang Bayi Merah Raudal Tanjung Banua 529
Dan itulah yang kemudian terjadi. Pagi di bulan Maret ancaman sedingin itu. Bayi kini berpindah tangan. Ratap
1967, rumah Tanamas didatangi beberapa lelaki berbadan tangis istri Tanamas pecah seketika. Tanmas mematung. Ia
kekar. Seorang di antara mereka, dengan mata merah saga tinggal berharap waktu, dengan segala kekuatan dan berkah,
menyampaikan sedikit pengantar, “Kami tahu istri Anda membesarkan si bayi yang tak berdosa. Sekalipun Tanamas
tak hamil, jadi tak mungkin punya bayi. Maka kami akan akan tetap mengenangnya sebagai bayi merah yang belajar
mengambilnya dan menyerahkan pada ibunya yang asli.” merangkak dalam asuhannya, lalu tegak untuk berjalan
Sang bayi waktu itu masih tidur di ayunan rotan. selangkah demi selangkah...
Digerakkan oleh naluri keibuan, istri Tanamas beringsut mau
membawanya ke belakang. Tapi tangan laki-laki tak diundang Tak lama setelah peristiwa itu, diam-diam Tanamas
itu menghalanginya dengan kasar. pindah ke Cirebon.
Darah Tanamas mendidih. Ia geram kepada siapa pun
yang memberitahukan status si bayi, dan lebih geram lagi Sampai di situlah kisah hidup si bayi yang disampaikan
kepada orang-orang gila yang mendatanginya itu. Tanamas, dan itulah yang ia ingin ditulis. “Ini bukan cerita
“Bung harap tenang. Bayi ini kami kembalikan kepada sepenggal,” kata Tanamas saat itu. “Sebab di dahan usia
ibunya di suatu tempat,” kata seorang lain, terdengar antara semerah itu tersangkut banyak nama dan buah-buah
benar dan mencurigakan. Tanamas senang dan terkejut peristiwa,” lanjutnya, puitis.
mendengar istri sahabatnya disebut masih hidup. Entah di
mana. Ia berubah diplomatis saat Abraham menatapnya lama,
“Di mana Bainun?” tanyanya tak sabar. “Ah, Bung pasti pahamlah!”
Orang itu tersenyum. “Nanti Bung akan tahu. Sekarang
bayinya kami antar dulu.” “Kenapa tidak dari dulu Bapak ceritakan?” suara
Tanams sadar telah terjebak. Tapi ia melawan, “Tidak! Abraham bergetar.
Ini darah daging saya.”
“Setahu kami hanya bayi Yesus yang kelahirannya aneh. “Jangan dong! Waktu itu Jenderal Besar masih berkuasa.
Tahu-tahu ibunya bunting. Tapi di sini lebih aneh lagi. Sekecil apa pun persentuhan kita dengan yang ‘merah’,
Betinamu tak bunting sama sekali tapi kau punya darah- bahaya. Rawan dimanfaatkan. Bagaimanapun saya harus
528 daging seorang bayi...,” kata orang itu tajam. Lalu ia memikirkan bisnis saya. Iya kan? Nah, sekarang maukah
mengeluarkan segulung kertas dari celananya. “Atau jika Bung menuliskannya?”
tidak, Bung tinggal teken di sini!”
Tak ada yang bisa dilakukan Tanamas mengahdapi Abraham menyatakan pikir-pikir. Minta waktu.
KINI Abraham masih berkutat dengan waktu,
Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015 bersekutu dengan waktu. Ia tarik napasnya dalam-dalam.
Menghikmati dunia penciptaan. Merenungkan kehancuran
demi kehancuran.
Abraham sadar, apa yang tidak ia ketahui lebih banyak

Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015

Biografi Seorang Bayi Merah Raudal Tanjung Banua 531
daripada yang ia ketahui. Bayi-bayi di alam rahim, misalnya, Maka Abraham kecil mencoba kembali, dan anak-anak
sepengetahuannya, tidak mengada dalam keadaan kosong
hampa. Allah Waljallah mengikatnya dengan janji. Tapi bersorak, “Bulannya jalan, bulannya jalan, hore!” Abraham
bagaimana bentuk ikatan itu, dia tidak tahu. Dia hanya tahu senang dan mereka melonjak-lonjak riang, bersama-sama.
sedikit dari cerita guru mengajinya di surau. Kata sang guru,
sebelum ditiup, ruh berjanji untuk senantiasa taat kepada Abraham tersenyum mengenang masa kanaknya.
penciptanya. Setelah ruh merasuk di ubun-ubun, bayi-bayi Seolah terpampang di kaca jendela; sejernih purnama, segala
berjanji untuk tetap taat kepada tuhannya. nampak. Ia serasa melihat lagi garis-garis tegak di bulan yang
menyerupai pohon yang melengkung; arwah bayi-bayi
Tapi dunia mengubah segalanya. Membuat kotor bayi- berayunan di situ. Meski ia tahu kemudian itu hanya
bayi putih bersih kiriman alam roh dan rahim itu. Maka dongeng, namun ia merasa tetap ada yang kurang ketika ia
bayi-bayi akan meninggal sebelum terpecik debu kotoran berjalan di bawah purnama kesekian, kembali ada teriakan,
dunia, kata sang guru, kelak arwahnya tak akan dihisab. “Bulannya diam, bulannya diam...”
Sebab masih bersih. Bahkan, berkat doa yang dipanjatkan,
mereka dapat menjadi penolong bagi kedua orang tuanya, Ia bergerak lebih cepat. Kawannya juga bersicepat
termasuk mereka yang segaris nasab, di alam Barzah. bilang bulannya tak beranjak.

Kata nenek guru pula, arwah bayi-bayi yang bersih itu “Kata ayah, ada kakakku meninggal saat akan lahir...”
berayunan di sebatang pohon di bulan. Jika mereka punya Ia mulai putus asa.
saudara di bumi, maka mereka akan mengikuti ke mana
saudaranya pergi. Waktu itu Abraham juga tak tahu “Tapi kata ibu kami, kau anak sebatang kara.”
bagaimana itu bisa terjadi. Namun jika purnama tiba, ia dan “O, bukankah aku punya ayah-ibu?”
kawannya sengaja berjalan epat sambil merasakan bahwa di “Itu bukan ayah-ibumu!”
langit bulan bergerak. Tapi Abraham ingat, ia pernah “Kata ibu kami, Pak Syamsu tak bersangkut-paut
merasa sedih ketika berjalan, bulan tetap diam. Padahal ia denganmu!”
merasa bulan mengikutinya. Kawan-kawannya kukuh bilang Abraham terguncang. Ia pulang dan menangis di
tidak. “Kenapa bisa begitu?” tanyanya. hadapan ayahnya, Syamsurizal.
PELAN namun pasti, Syamsyurizal mulai buka kartu.
“Mana kami tahu!” jawab seorang kawan. Jangan menangis, katanya. Memang demikianlah keadaannya.
530 “Mungkin kau tak punya saudara di atas sana,” kata Seiring waktu, Syamsurizal bercerita bahwa si anak dibawa
ke luar ibu kota setelah ibu kandungnya meninggal di
yang lain.  penjara Bukit Duri, dalam ketidakpastian pengadilan.
“Kata ibuku ada kakakku yang meninggal saat lahir.” Syamsurizal waktu itu berkedai nasi di samping penjara. Ia
“O, tak tahulah kami. Coba lagi saja...” melihat dengan mata kepala sendiri, betapa sengsaranya

Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015 Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015

Biografi Seorang Bayi Merah Raudal Tanjung Banua 533
nasib anak adam di balik tembok bangunan tua itu. “Kembali bayinya ke tempat semula. Aku tak mau urus
Syamsurizal yang punya akses mengantar nasi pesanan para
sipir, sering tak tahan. Ia melihat seorang ibu diintrogasi dua kematian sekaligus. Jangan lupa, minta uang tebusan
berkali-kali, disakiti berkali-kali, tapi menolak bersuara. saat kepada tukang rotan itu. Atau seret mereka ke mari.”
membersihkan gelas-piring, Syamsurizal mendengar
sekelompok laki-laki saling bicara ketus, seolah membanting Syamsurizal juga tak tahu bagaimana si bayi dipulangkan
lidah. ke “tempat semula” yang disebut rumah tukang rotan. Yang
jelas, besoknya, tangis si bayi kembali terdengar.
“Dasar perempuan sinting! Tak sedikit pun ia buka
mulut...” “Sialan, tukang rotan itu sudah tak ada. Ia pergi entah
ke mana. Dan kini, ibu bayi ini benar-benar mati. Ke mana
“Sundut lagi!” daging mentah ini dititip?” Komandan melenguh.
Sipir lain datang bergegas. Wajahnya puas.
“Kutemukan caranya, Komandan!” Syamsurizal, laki-laki yang sudahlimat tahun menikah
Laki-laki yang dipanggil komandan itu mendekat, dan hanya berhasil sekali membuat istrinya hamil—itupun
“Cara apa kau temukan, heh?!” keguguran—menyahut spontan, “Saya mau, Komandan!”
“Bayi!”
“Bayi?” Komanda mengerenyitkan keningnya. Satu masalah
“Ada info: dia titip bayinya di suatu tempat. Itu bisa kecil selesai. Tapi toh ia tetap berseloroh, “Kau siapkan
jadi alat pembuka mulut.” seratus nasi bungkus, Bung Syamsu! Itu syarat menebusnya.”
Komandan tak mau buang waktu. “Mari kita jemput!”
katanya. Dan itu benar-benar dilakukan Syamsurizal. Ketika
Syamsurizal hanya tahu sampai di situ, bagaimana bayi seratus nasi bungkusnya diantar ke “markas”, para sipir
itu ditemukan dan dibawa, Syamsurizal tak mengerti. Tahu- tengik itu tak bisa mengelak. Sang bayi segera berpindah
tahu ia sudah mendengar tangis seorang bayi di balik dinding tangan. Ternyata itu nasi terakhir Syamsurizal, sebab setelah
penjara. Dalam beberapa hari tangis si bayi seolah tak mau itu ia menutup kedai dan membawa sang bayi pulang ke
berhenti, sampai akhirnya para sipir tampaknya menyerah. kampungnya di kaki Gunung Singgalang.
Kembali mereka saling banting lidah.
532 “Terkutuk, haram jadah! Tetap saja caramu tak ANEH, tiba-tiba Abraham ingat kampung di kaki
berguna!” gunung itu. Ingat sepasang orang tua yang menyambutnya
Ya, Ndan. Perempuan itu malah makin layu, tak lama dengan mata berlinang bila sesekali ia pulang. Meskipun,
lagi mungkin mati.” sejujurnya, ia sangat kecewa karena sepanjang umur dia tidak
tahu di mana jejak ayah dan kubur ibu kandungnya berada.
Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015 Namun ia tetap menyukuri keadaannya kini; bukankah
sepasang orang tua beraroma gulai dan rendang itu, tiada
beda dengan orang tuanya sendiri?

Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015

Biografi Seorang Bayi Merah Jawa Pos, 20 Desember 2015
Abraham merasa dadanya lapang. Akhirnya kutemukan
mata rantai biografi yang hilang, gumamnya, setelah lama dan Untuk Perempuan yang 535
lelah menimbang. Ia memutuskan segera meneleponke Rahimnya Pernah Saya
Cirebon. Sambil membayangkan buku istimewa yang
ditulisnya akan diluncurkan pada ulang tahun Tanamas yang Singgahi
ke-75. Dan jika si tukang rotan itu tahu sebuah rahasia, tentu
sekaligus akan ia rayakan pula ulang tahun ke-50 penulisnya! Dewi Riani
Seiring tiupan angin menjelang sore di jendela, pelan,
kertas draf Abraham yang putih terbuka menyingkap sebuah SAYA tidak bisa mengingat dengan pasti siapa orang
coretan: Biografi—Otobiografi.  yang pernah mengatakan bahwa usia 20-an adalah usia
yang pas untuk memetik manisnya biduk rumah
/Rumahlebah Jogjakarta, 2015 tangga.  Saya yakin bisa mengingatnya jika saat ini usia saya
lebih muda beberapa tahun. Setidaknya, saya merasa yakin
534 pernah mendengarnya dari  mulut seorang perempuan yang
Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015 rahimnya pernah saya singgahi.

Kali pertama saya mendengarnya, langsung dari mulut
dia sendiri, tentu kala itu saya belum memegang gelar sarjana.
Sarjana komunikasi kalau kau ingin tahu apa jurusan yang
saya ambil. Saya tahu, mungkin kalian tidak tertarik dengan
informasi remeh ini, atau jika pun ya, kalian (mungkin)
membaca sekadarnya. Sambil lalu. Tidak masalah. Karena
yang terpenting saat ini adalah melakukan apa pun yang
kalian sukai. Kalian bisa menikmati cerita dengan tetap
bertahan pada posisi saat ini sambil memejamkan sesekali,
atau diselingi dengan mencicip legitnya susu cokelat hangat
yang sungguh pas dinikmati kala hujan membasahi
pekarangan rumah.

Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015

Untuk Perempuan yang Rahimnya Pernah Saya Dewi Riani 537
Singgahi Baiklah. Kita mulai saja sebelum saya berkicau yang

536 kurang penting lebih jauh. Jadi, waktu itu saya masih duduk
Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015 di bangku kuliah. Sudah masuk semester terakhir. Karena
saya tidak berasa dari keluarga dengan latar belakang orang
kaya, saya mengambil inisiatif untuk kuliah sambil bekerja.
Sebuah ide yang sangat brilian, karena dengan bekerja saya
jadi bisa melakukan apa saja dengan uang hasil jerih payah
selama sebulan memeras darah dan keringat.

Saya merasa terharu sekali, saat telinga ini kali pertama
mendengar kata “kamu diterima.” Saya langsung merasa
sedang berada di surga. Surga dunia. Sejurus kemudian, saya
pun mengambil telepon genggam (tentu saja setelah
mengucap syukur pada yang memberi rezeki) dan mencari
nomor orang yang sudah saya hafal di luar kepala. Ya, siapa
lagi kalau bukan nomor perempuan yang rahimnya pernah
saya singgahi.

Pada situasi normal, adegan menelepon seseorang
biasanya akan berjalan biasa saja. Namun, karena ketika itu
saya sedang dalam keadaan yang luar biasa dan sangat tidak
biasa (karena saya merasa sedang ada di surga), seketika
muncul lagu-lagu yang mengeluarkan nada-nada paling indah
yang pernah saya dengar seumur hidup saya. Lagu-lagu itu
sepertinya tidak asing di telinga, tapi berhubung saat itu
saya sedang dalam keadaan yang tidak benar-benar normal,
saya jadi tidak bisa memusatkan pikiran untuk menentukan
lagu apakah yang kini sedang diputar di benak dan kepala
saya yang terasa ringan seperti kapas yang beterbangan di
udara.

Sebelum meyakinkan perempuan itu, saya berusaha
meyakinkan diri saya sendiri terlebih dahulu bahwa saya bisa

Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015

Untuk Perempuan yang Rahimnya Pernah Saya Dewi Riani 539
Singgahi kakak-kakak dan adik-adik, kini perempuan itu juga
menyiapkan sarapan dengan piring yang khusus ditujukan
mengeluarkan kata-kata yang nantinya tidak blunder. untuk saya. Aku terenyuh dan merasa tersanjung karena kini,
Well, kau tahu, mulut kadang suka tidak terkendali justru akhirnya, saya bisa merasakan sarapan buatan ibu yang
pada saat kebahagiaan singgah. Dan, saya tidak ingin berita sesungguhnya. Sarapan yang dibuatnya dengan penuh cinta
yang seharusnya bisa berakhir happy ending, nantinya malah kasih dan pengharapan akan hidup yang baru. Hidup yang
menimbulkan masalah. Mengenai hal ini, kau tahu tentang jauh lebih baik dari hidup kami yang sebelumnya.
apa mungkin nanti saya akan menceritakannya sedikit. Tentu
saja jika kau masih bertahan dengan secangkir susu cokelat “Karena kini kau sudah bekerja, dan ibu rasa kau sudah
hangat di tanganmu dan selimut yang cukup tebal untuk cukup dewasa, tidak ada salahnya untuk mencari
membuat tubuhmu tetap hangat. pendamping.” Begitu kata perempuan itu di suatu pagi yang
lelah.
Saat itu, aku berkata, “Aku diterima, Bu.
Alhamdulillah” dengan mata berkaca-kaca dan berbinar- Saya baru tahu, ternyata tidak mudah kuliah sambil
binar. Hening. Saya tidak mendapat jawaban saat kata bekerja. Kau tahu, lelahnya terasa berlipat-lipat saat
alhamdulillah menutup kalimat pembuka dan terakhir itu. pikiranmu harus kau belah-belah pada saat yang bersamaan.
Saat itu saya bekerja di sebuah sekolah berlabel internasional
Saya menghela napas. Panjang. Saya tahu karena saya yang tentu saja diisi oleh murid-murid yang orangtuanya
mendengarnya beberapa saat kemudian, perempuan itu berkantong tebal dan sering mengadakan pesta minimal
ternyata sedang terisak di seberang sana. Saya tahu dia pasti sebulan sekali. Saya tahu itu karena beberapa orang tua
sedang menangis karena tak lama kemudian dia juga murid pernah menceritakan pesta-pesta apa saja yang sudah
mengucap syukur dengan kalimat yang terpatah-patah. Saya atau baru akan mereka selenggarakan pada kami. Dan jika
mengulum senyum. Haru. Mungkin ini adalah momen paling beruntung, beberapa dari pesta itu mungkin meminta kami
membahagiakan dalam hidup perempuan itu karena salah hadir sebagai salah satu tamu undangannya. 
satu anaknya (dari lima) sudah bisa mencari duit sendiri
bahkan sebelum kuliahnya rampung. Dalam pikirannya, Dan itu terwujud satu kali saat anak-anak mereka yang
mungkin anak gadisnya pastilah pintar sekali karena saat itu terlihat putih dna bersih serta wangi merayakan hari ulang
tidak mudah mencari pekerjaan karena kantor-kantor tahunnya. Kami, para guru, sangat bahagia saat itu, karena
biasanya tidak mau menerima mahasiswa yang belum akhirnya rasa penasaran kami tentang seberapa kayanya
memegang surat tanda kelulusan. Tapi, saya anomali. orang-orang tua murid yang kami ajari menyanyi dan
538 Setidaknya dalam keluarga saya sendiri. berbahasa Inggris di sekolah itu tercapai juga setelah kami
datang menghadiri pesta mewah di rumah mereka di
Sejak itu, sejak saya mulai kuliah sambil bekerja, kawasan perumahan elit di bilangan utara.
perempuan itu menjadi lebih perhatian dari biasanya. Jika
dulu, dia hanya menyiapkan sarapan yang ditujukan untuk Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015

Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015

Untuk Perempuan yang Rahimnya Pernah Saya Dewi Riani 541
Singgahi jam mereka mengantar kami hingga ke mobil. Sebuah
perlakuan yang jarang dilakukan oleh orang-orang elit di
Sampai di rumah, saya tidak membawa secuil cerita ibukota.  Sebulan berselang, itu setelah saya berhasil
pun kepada perempuan itu karena saya tahu pasti apa yang mengajaknya menemani datang ke sebuah pesta pernikahan
ada di kepalanya ketika saya melontarkan seluruh sahabat, saya menerima pesan singkat darinya yang isinya
pengalaman menyenangkan itu. Alhasil, karena saya tidak meminta saya untuk mendoakan kebahagiaannya. Saya tahu,
juga menanggapi permintaannya dengan serius, perempuan cepat atau lambat perempuan itu akan tahu mengenai kabar
itu pun berinisiatif untuk mengenalkan saya dengan seorang ini dan saya lebih memilih mendengar gerutuannya secepat
pria yang diketahuinya dari adik perempuannya. Pria itu mungkin karena dengan begitu akan lebih cepat redanya.
konon masih single. Tak lama setelah saya dan pria itu Kenyataannya, perempuan itu tidak menyerah dan keesokan
akhirnya berbicara lewat pesan singkat, dengan pembicaraan harinya membawakan saya lagi seorang pria. Kali ini seorang
yang juga sangat singkat, keluarganya mengundang kami duda.
untuk datang ke rumahnya yang letaknya memakan waktu 3
jam perjalanan, perginya saja. Saya sungguh senang karena Oh, kau harus tahu, pria yang telah beranak satu ini
kelihatannya pria yang baru saya kenal kurang dari satu dan bercerai hidup dari sang istriu tampak antusias saat tahu
bulan itu tampak baik dan serius. akan dijodohkan dengan saya. Saya tidak sedang gede rasa
saat itu, karena dari berita yang saya dengar, pria itu meminta
Kami menyanggupi dan datang ke rumahnya berjarak teman ibu saya yang menjadi perantara untuk memberikan
satu minggu setelahnya. Sampai di sana, kekaguman saya foto, yang dibawanya. Tanpa menunggu lebih lama, foto
terhadap pria itu bertambah-tambah karena ternyata dia saya yang sampai kini saya tidak tahu yang mana sudah
bukan hanya pria yang tampan, tapi juga memiliki keluarga berpindah tangan dan masuk ke dalam saku celananya. Ke
yang berlatar belakang sangat religius. Saya sempat ciut dalam dompetnya yang lagi-lagi, saya tidak tahu berapa
sesaat karena dengan melihat ibunya saja, saya tiba-tiba banyak isinya untuk bisa membawa saya ke pelaminan.
merasa telanjang saat berhadap-hadapan dengannya. Belum
lagi saat kakak iparnya yang juga sangat cantik, datang dari Kenyataannya, setelah perempuan itu mencari tahu
rumah mereka yang juga cukup jauh dari sana, khusus untuk tentang bibit, bobot, dan bebet dari temannya tersebut, pria
menyambut kami. Kedua perempuan itu memakai jilbabdan itu ternyata punya hobi yang jauh berbeda dengan pria yang
hijab yang longgar dan tampak besar. Setidaknya di mata sebelumnya saya temui dan menikah dengan perempuan
saya, pakaian dan penutup kepala itu pastilah akan tampak pilihan ibunya. Pria yang usianya jauh di atas saya itu ternyata
540 seperti selimut yang disampirkan di tubuh saya yang kecil saya ketahui kemudian gemar bermain sabung ayam. Dia
dan kurus. juga suka berjudi dan mabuk pada malam harinya. Belum
lagi, ternyata dulu pada saat masih bersama istrinya, dia
Semuanya berjalan lancar saat itu, karena saat kami
pamit pulang setelah berbincang hangat kurang lebih dua Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015

Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015

Untuk Perempuan yang Rahimnya Pernah Saya Jawa Pos, 27 Desember 2015
Singgahi
Usia Pohon Natal
sering meninggalkan bekas merah di pipi dan tubuh wanita
itu. Saya mengurut dada seketika, dan mengucap syukur Joshua Ivan W.S.
mengetahui kabar itu jauh sebelum pria itu melamar saya
kepada ayah. Kami tidak menghitung usianya karena takut kehilangannya. 543

Sejak itu, ibu terus mencarikan pria-pria lain yang KUsia nol tahun. Sleman, 25 Desember 1965.
sekiranya berkenan meluangkan waktu untuk menemui saya. AMI tak pernah berpikir akan memiliki pohon
Dan saya sibuk mencari celah dan kekurangan dari para pria Natal sendiri di rumah ini. Semua masih serba
yang datang silih berganti itu. Saat ini usia saya menginjak sederhana, pohon Natal ini sudah seperti harta yang
35. Dan besok, saya tidak tahu siapa lagi yang akan dibawa paling berharga—sangat jarang orang-orang memilikinya.
ibu ke rumah. 
Bukan karena mahal saja, tetapi mencarinya pun sulit
542 sekali. Butuh sekitar tiga puluh kilometer untuk mencapai
Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015 toko yang menjual barang-barang rohani dan pohon Natal
ini. Alasan kami sederhana saja, kami ingin suasana Natal
yang baru di rumah ini. Bukan tujuan kami memewahkan
kehidupan serba sederhana kami (jujur kami bersembilan
telah menabung), kami ingin menunjukkan kebahagiaan yang
lain lewat pohon Natal.

Bukankah kami akan senang mendapatkan rasa suka
yang baru untuk Natal kali ini? Tak hanya seusai malam
puncak Natal, tetapi setidaknya bisa merasakannya hingga
akhir bulan Desember —kami akan memasangnya sepanjang

Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015

Usia Pohon Natal Joshua Ivan W.S. 545
bulan Desember.
544
Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015 Kami sudah sepakat untuk merancang hiasan-hiasannya
bersama. Tak cukup melelahkan karena tinggi pohon Natal
itu hanya seukuran pinggang orang dewasa. Dekorasi yang
melelahkan adalah membuat gua Natal.

Sebenarnya cukup pohon Natal saja sudah sangat cantik
diletakkan di sudut ruang tamu itu. Tapi, hiasan yang lain
tak ada salahnya bukan? Kami mengumpulkan beberapa
kardus, kertas semen, dan kertas koran bekas untuk disulap
menjadi sebuah gua.

Tak lupa kami meletakkan patung bayi Yesus, Bunda
Maria, dan Santo Yosep di dalamnya. Untuk gembala-
gembala dan hewan-hewan ternak kami tak membelinya
karena sudah di luar tergat anggaran kami. Di belakang gua
itulah berdiri kokoh snag pohon Natal. Gua dan pohon
Natal itu tak terlalu makan ruang. Cukup kecil, sekitar
seukuran satu meter kali satu meter. Kami memandangnya
setelah selesai, bangga juga rasanya. Bukan hanya karena
keelokannya tetapi juga kebersamaan kami.

Seusai malam Natal pun kami masih berkumpul,
menikmati makan malam bersama di rumah. Ada beberapa
tetangga yang mengucapkan selamat Natal meski tak seiman,
lantas saja kami mengajak mereka makan bersama. Kami
senang keminoritasan kami menjadi sarana untuk berbagi
dengan mereka.

Meski tragedi pembantaian di berbagai daerah masih
kami rasakan begitu mencekam, kami masih tetap bertahan
dan ebrgandengan tangan bersama: jika kami terbunuh,
kami akan mati dengan tenang. Pohon Natal pertama kami,
sungguh berkesan. Sayangnya, benarkah? Aku tak tahu pasti.

Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015

Usia Pohon Natal Joshua Ivan W.S. 547
Usia tiga belas tahun. Sleman, 25 Desember 1978. di berbeda tempat: ada yang sebagian di Sleman dan bagian
lainnya menyebar rata, baik di Jakarta, Salatiga, Makassar,
Kami masih turut berduka dengan peristiwa jatuhnya dan Solo. Kami merasa baik-baik saja. Kami tak terlalu
pesawat DC-8 Icelandic Loftleider di Sri Lanka yang memusingkan hal yang sederhana. Natal tetaplah Natal.
mengangkut sekitar dua ratusan jemaah haji. Entah mengapa
kami merasakan duka mendalam. Tak hanya itu, gerakan Sayangnya, kehadiran di Sleman tampak berbeda.
mahasiswa yang lalu sungguh sukses memberikan dampak Pohon Natal itu telah dipindahkan ke rumah anaknyayang
suasana hati kami begitu was-was dan tegang. ketiga dengan alasan anak-anaknya yang masih kecil sangat
menginginkan pohon Natal berwarna putih salju itu.
Rasa-rasanya kami menikmati Natal selama tiga belas
tahun dengan konfrontasi hati, pikiran dan suasana sekitar Alasan lainnya, sudah cukup tua untuk umur sebuah
kami. Kapan kedamaian kan membawa kita, terutama pohon Natal. Pantaslah diwariskan ke anggota yang lainnya.
bangsa ini? Tak dipungkiri, kami memang bukan keluarga Kami sebenarnya tak tahu ke mana arah pembicaraan kami
berbasis angkatan militer atau bersenjata. Tetapi kami selalu mengenai Natal. Kami tak pernah menikmati Natal. Mereka
merasakan juga apa yang negara ini rasakan. Apakah terlalu mengunjungi satu sama lain, mencoba berpartisipasi untuk
naif ? menyelamatkan Natal. Atau bersandiwara memeriahkannya.

Kami rasa tidak, banyak sekali orang-orang di sekitar “Masih ingat kan? Kita sangat butuh,” kata si bungsu.
kami berasal dari angkatan militer, bersenjata, dan “Masih,” kata anak keenam dan si sulung hampir
negarawan. Sungguh-sungguh pahlawan! Natal ini serasa bersamaan.
untuk mereka, untuk mendamaikan jiwa-jiwa yang telah “Tapi aku tak begitu yakin.”
berkorban. Kami pula, kami ingin Natal dan pohon Natal “Yakinlah Mas, tak apa! Lakukan. Cepat saja. Lalu kita
kami yang berusia tiga belas tahun ini mampu membawa ambil, pergi!”
kami menuju arti sebuah keluarga. Kami dewasa, kami Percakapan itu membawa pada memoriku.
tumbuh dan berkembang, kami siap menghadapi tantangan Usia delapan belas tahun. Salatiga, 25 Desember
apa pun itu. 1983.
“Bakar saja! buat apa?” Ia membentak.
Tetapi benarkah? Aku masih mencurigai si sulung dan “Apa yang kau lakukan, Mas? Ia warisan!” anak kedua
si bungsu yang telah dewasa. Waktu memihak keluarga dan tampak gusar.
pohon natalnya untuk sukses, berhasil, dan kaya, melimpah “Kamu bodoh atau tuli? Kamu cuma diberi pohon
546 harta singkatnya. Yakinkan kalian? Natal!” si bungsu setuju.
Usia 23 tahun. Solo, 25 Desember 1998. “Apa yang kalian harapkan?”

Kami memutuskan untuk merayakan Natal tahun ini Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015

Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015

Usia Pohon Natal Joshua Ivan W.S.
Sayangnya sudah beberapa bagian pohon Natal itu Semua secara rata, tak ada sepeser pun yang terlewatkan,
tergerus dengan api yang membara. Meleleh, seperti berlebih, atau kekurangan. Tentu warisan anak kelimanya
tangisan. Namun Natal memilihnya hidup dan bertahan. yang hilang akan tetap tersimpan. Cucu-cucunya semakin
Usia 25 tahun. Solo, 25 Desember 1990. banyak dan tumbuh dewasa. Ayah sakit keras dan akan
Pohon Natal itu maish kokoh menikmati Natalnya menggunakan seluruh sisa harta yang dimilikinya untuk
(meski sejatinya sudah sangat reyot dan rapuh). Anak ketiga kesehatannya.
dan keempat menggagalkan mereka. Anak kelima memilih
pergi tanpa berpamitan dan tak pernah ada kabar darinya TAK lagi mengitung usia. Hari raya Natal. Setiap orang
kemudian. Aku ragu, apakah itu artinya bersama? tua mengetahui keinginan dan kebutuhan anak-anaknya. tak
Usia 27 tahun. Jakarta, 25 Desember 1992. perlu bersusah payah mencari jalan lain atau bahkan
Pohon Natal itu menemani si sulung . Ia tak menyangka berencana membunuh. Ayah meninggal dunia. Bukan karena
akan memeliharanya jika bukan karena desakan istri dan kesehatannya yang memburuk. Tetapi karena menggunakan
anak-anaknya. Katanya sangat bersejarah. Ia sangat tak seluruh hartanya untuk mengobati kelainan jantung cucunya
peduli. dari si sulung, tetapi kelumpuhan anak keenam setelah
Usia 30 tahun. Makassar, 25 Desember 1995. mengalami kecelakaan, dan pengobatan kanker tulang yang
Kami merasakan Natal yang berbeda. Anak keempat diderita si bungsu yang sama seperti diderita oleh ibunya.
memilih untuk memelihara pohon Natal itu. Ancaman si Ayah hanya mewariskan harta terakhir, yaitu pohon Natal
sulung ingin memusnahkannya membuatnya bersusah payah tua untuk anak kelimanya agar kembali, usianya takkan mati
datang ke Jakarta hanya untuk mengambil pohon natal tua bersamanya.
itu. Tak begitu berharga secara material, tapi berkesan. Aku
tahu itu. Aku tahu keluarga ini istimewa. badai boleh mencabik
Usia 28 tahun, Jakarta 25 Desember 1993. setiap inci jiwa. Tapi mereka kembali pada hari yang cerah,
548 Ibu meninggal di usia 73 tahun. menjaga kedamaian dan diriku hingga Natal 25 Desember
Usia 31 tahun. Sleman, 25 Desember 1996. 2015.
Ayah mewariskan segala warisan kepada anak-anaknya.
Selamat hari Raya Natal! 
Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015
549

Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015

550
Kumpulan Cerpen Jawa Pos 2015


Click to View FlipBook Version