KISAH TOKOH-TOKOH PEJUANG
KEMERDEKAAN
INDONESIA
SEJARAH INDONESIA-BAB 7
KELOMPOK 1-XI MIPA 5
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas berkat rahmat dan karunia-Nyalah kami dari kelompok 1
bisa menyelesaikan e-book yang berjudul "Kisah Tokoh-Tokoh
Pejuang Kemerdekaan Indonesia" dengan tepat waktu.
E-book sejarah ini ditulis sebagai salah satu tugas dalam
bidang studi Sejarah Indonesia. Kami juga menyadari bahwa
dalam penyusunan e-book, kami mendapatkan banyak
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
dalam kesempatan kali ini kami menyampaikan terima kasih
kepada seluruh pihak yang berperan dalam proses penyusunan.
Akhir kata, dengan kerendahan hati kami berharap penulisan
e-book ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membacanya.
Surabaya, 29 April 2022
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.........................................................................i
Daftar Isi..................................................................................ii
Pendahuluan............................................................................1
Sultan Ageng Tirtayasa............................................................3
Kehidupan Pribadi................................................................4
Kejayaan Kerajaan Banten....................................................4
Keruntuhan Kerajaan Banten................................................5
Ir. Soekarno..............................................................................8
Kehidupan Pribadi................................................................9
Perjalanan Politik.................................................................10
Wafat.....................................................................................11
Tirto Adhi Soerjo.....................................................................14
Kehidupan Pribadi................................................................15
Perjuangan............................................................................16
Wafat.....................................................................................17
Daftar Pustaka.........................................................................18
ii
PENDAHULUAN
Sejarah adalah serangkaian kejadian pada masa lampau yang disusun berdasarkan
peninggalan-peninggalan berbagai peristiwa. Pada umumnya istilah sejarah
menunjuk pada cerita sejarah, pengetahuan sejarah, gambaran sejarah, yang
mengartikan sejarah dalam arti “subjektif”. Dikatakan “subjektif” karena dalam
sejarah memuat unsur-unsur dari subjek tentang pengetahuan gambarannya yang
merupakan rekonstruksi dari penulis atau sejarawan, dimana memuat sifat-sifat
gaya bahasanya, struktur pemikiran nya, pandangan-pandangan nya.
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia diawali dengan dijatuhkannya bom atom
pertama oleh tentara Amerika Serikat pada tanggal 6 Agustus 1945 di kota
Hiroshima di Jepang. Pada tanggal 9 Agustus 1945 bom atom kedua dijatuhkan
kembali oleh tentara Amerika Serikat di kota Nagasaki Jepang. Hal ini yang
menyebabkan Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu yang diketuai oleh
Amerika Serikat. Pada saat itulah kesempatan dipergunakan oleh para pejuang
bangsa Indonesia terlepas dari belenggu penjajahan Jepang. Namun dalam
pelaksanaannya terdapat perbedaan pendapat diantara para pejuang muda
dengan para pejuang golongan tua. Pejuang golongan tua tidak ingin terburu-buru
karena para pejuang golongan tua tidak ingin ada pertumpahan darah pada saat
proklamasi.
Setelah terjadi perdebatan yang hebat antara pejuang golongan muda dengan
pejuang golongan tua, maka di kediaman Laksamana Maeda para pejuang
kemerdekaan melakukan rapat semalam suntuk untuk mempersiapkan teks
Proklamasi. Dalam rapat tersebut dihasilkan lah konsep naskah proklamasi dan
telah disepakati konsep Soekarno lah yang diterima, kemudian disalin dan diketik
oleh Sayuti Melik, dan pagi harinya tanggal 17 Agustus 1945 berhubung alasan
keamanan pembacaan teks proklamasi dilakukan kediaman Soekarno di Jalan
Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta (sekarang menjadi Jalan Proklamasi No.1). Tepat
pada jam 10 pagi waktu Indonesia 3 bagian barat hari Jumat Legi, Soekarno yang
didampingi oleh Moh. Hatta membacakan naskah Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia. Dalam berjuang meraih kemerdekaan, indonesia memiliki beberapa
tokoh penting yang berperan diantaranya yaitu ada Soekarno, Sultan Ageng
Tirtayasa, dan Adhi Suryo.
1
2
SULTAN AGENG TIRTAYASA
Nama lengkap: Sultan Ageng Tirtayasa
Nama panggilan: Abdulfath
Lahir: 1631
Anak dari: Sultan Abdul Ma'ali Ahmad
Agama: Islam
Penerus: Sultan Haji
Tahun berkuasa: 1651-1683
Meninggal: 1692
Tempat pemakaman: Makam Sultan Ageng Tirtayasa
3
Kehidupan Pribadi
Abdulfath atau yang lebih dikenal Sultan Ageng Tirtayasa adalah sultan keenam
yang memerintah Kesultanan Banten. Ia dilahirkan tahun 1631 dan tumbuh
dewasa dalam suasana memburuknya hubungan antara Kesultanan Banten
dengan VOC (Verenigde Oostindische Compagnie). Hubungan buruk tersebut
terjadi karena secara terang-terangan VOC menuntut hak monopoli perdagangan
kepada Banten. Banten menolak karena sejak dahulu telah menerapkan sistem
perdagangan bebas dengan wilayah atau negara manapun termasuk Inggris.
Walaupun begitu, Banten berada di masa kejayaannya, saat Sultan Ageng Tirtayasa
ini berkuasa, beliau dikenal sebagai sosok yang ahli dalam strategi perang dan
perhatian terhadap perkembangan pendidikan agama Islam. Sebagai bukti, beliau
mendatangkan guru-guru agama dari segala penjuru, seperti Arab, Aceh, dsb.
Sultan Ageng ini juga terkenal akan keputusannya yang sangat menentang politik
Pemerintah Hindia Belanda. Ia tidak pernah menolerir untuk bekerja sama dengan
Belanda. Mengapa? Karena ia melihat banyaknya kecurangan yang dilakukan oleh
VOC terhadap Kesultanan Banten sebelumnya. Selain itu karena, ia menginginkan
Banten sebagai akses wilayah yang terbuka lagi bagi bangsa-bangsa lainnya, dan
juga agar Banten bisa menjadi kerajaan Islam terbesar di Nusantara.
Kejayaan Kerajaan Banten
Pada awal pemerintahannya, Sultan Ageng berhasil mengembangkan perdagangan
Banten. Banten berhasil menarik perdagangan bangsa Eropa dan mampu
mengembangkan perdagangannya. Melihat hal ini, VOC merasa bahwa ini adalah
ancaman serius terhadap perdagangannya. Sultan Ageng meneruskan usaha
kakeknya dengan mengirimkan tentara Banten untuk mengadakan gangguan
terhadap Batavia, yang saat itu adalah pusat politik VOC. Tahun 1655, VOC
mengusulkan untuk melakukan pembaruan perjanjian yang telah dibuat oleh
kakeknya 10 tahun yang lalu pada tahun 1645. Akan tetapi, Banten menolak karena
pihak VOC selalu egois.
Meski VOC tetap memaksakan kehendaknya, Banten selalu berjuang dengan gigih
untuk memulihkan kedudukannya. Banten terus-menerus melakukan perlawanan,
sehingga perang terjadi pagi pada tahun 1656. Bahkan pada tanggal 11 Mei 1658,
Sultan Ageng Tirtayasa sendiri menyatakan perang kepada Belanda. Banten
menerapkan Perang Dadali yaitu menyerang sekaligus menyapu bersih musuh,
sedangkan pihak Belanda melakukan Perang Papak pengepungan dari arah
belakang. 4
Belanda langsung mengirim empat sampai lima kapal dan mengadakan blokade
terhadap Banten agar aktivitas perdagangan di pelabuhan Banten terganggu.
Peperangan terjadi di beberapa wilayah, ada di Perairan Selat Pulau Pamujan, dan
Tanjung Balukbuk. Melihat perang yang terus menerus terjadi, Belanda menyadari
kegigihan Banten untuk melawan Belanda. Akhirnya, Belanda menawarkan sebuah
perjanjian damai dengan perantara Sultan Jambi pada tanggal 10 Juli 1659.
Perjanjian damai ini memuat 12 pasal. Meskipun perjanjian damai sudah dibuat,
Sultan Ageng Tirtayasa tidak langsung percaya pada Belanda. Agar mencegah
peperangan kembali, ia membangun istana baru dengan nama Tirtayasa. Oleh
karena itu sampai sekarang ia dikenal sebagai Sultan Ageng Tirtayasa. Sayangnya
rencana tidak berjalan mulus, usahanya Sultan Ageng Tirtayasa mempertahankan
Banten digagalkan oleh anaknya sendiri, yaitu Pangeran Gusti, yang dikenal
sebagai Sultan Haji yang memerintah di istana lama Surosowan.
Sultan Haji berhasil dikendalikan oleh Belanda dan melakukan kerja sama dengan
Belanda tanpa sepengetahuan Sultan Ageng. Setelah Sultan Ageng mendengar
kabar tersebut, ia melakukan serangan ke Istana Surosowan untuk menghentikan
kerjasama Sultan Haji dengan Belanda. Belanda membuat tentara gabungan
dengan pihak Batavia. Tentara gabungan ini membuat posisi Sultan Ageng sulit
dan berakhir menyingkir ke Hutan Keranggan. Istana Tirtayasa yang dibangunnya
hancur akibat serangan tersebut. Sultan Ageng ditangkap saat ia kembali ke Istana
Suwosowan atas permohonan Sultan Haji. Ia dipenjarakan di Batavia dan
meninggal pada tahun 1683. Ia dimakamkan di kompleks makam raja-raja di
Masjid Banten.
Keruntuhan Kerajaan Banten
Sejak tahun 1676, kekuasaan Banten masuk ke dalam Keraton Cirebon. Hal ini
berlangsung sampai tahun 1681, ketika Cirebon menjalin kerja sama dengan VOC.
Puncak konflik antara Banten dan VOC terjadi setelah Amangkurat II
menandatangani perjanjian dengan VOC yang sangat merugikan Mataram. Sultan
Ageng gagal dalam memutuskan hubungan VOC dengan Amangkurat II. Lalu, ia
membangkitkan perlawanan terhadap VOC di Cirebon, tetapi pemberontakannya
digagalkan oleh Belanda. Ditambah masalah, Banten mengalami perpecahan dari
keluarga kerajaan. Putra Mahkota, Sultan Abu Nasr Abdul Kahar yang dikenal
Sultan Haji diangkat menjadi pembantu ayahnya mengurus urusan dalam negeri,
sedangkan urusan luar negeri dipegang oleh Sultan Ageng, yang dibantu oleh
putranya yang lain yaitu Pangeran Arya Purbaya.
5
Termakan hasutan VOC, Sultan Haji mencurigai ayah dan saudaranya. Sultan Haji
khawatir tidak bisa naik tahta kesultanan jika masih ada Sultan Ageng dan
Pangeran Arya Purbaya. Kekhawatiran ini membuat persekongkolan dengan VOC
untuk merebut tahta kekuasaan Banten. VOC memberi syarat untuk membantu
Sultan Haji yaitu:
1.Banten harus menyerahkan Cirebon kepada VOC
2.Monopoli lada di Banten dipegang oleh VOC dan harus menyingkirkan Persia,
India, dan Cina
3.Banten harus membayar 600.000 ringgit apabila ingkar janji
4.Pasukan Banten yang menguasai daerah pantai dan pedalaman Priangan
segera ditarik kembali
Perjanjian ini disetujui oleh Sultan Haji. Dengan bantuan VOC, Sultan Haji
melakukan kudeta kepada ayahnya dan berhasil menguasai istana Surasowan
yang kemudian berada di bawah kekuasaan Belanda. Tanggal 27 Februari 1682,
terjadi perang antara ayah dan anak, pasukan Sultan Afeng menyerang Belanda
untuk mengepung Sultan Haji yang menduduki istana Surasowan. Pasukan Sultan
Ageng menguasai istana Surasowan dengan cepat. Sultan Haji dilindungi oleh
Jacob de Roy dan dibawa ke Loji milik VOC. Di bawah pimpinan Kapten Sloot dan
W. Caeff, pasukan Sultan Haji bersama sama dengan pasukan VOC
mempertahankan loji itu dari kepungan pasukan Sultan Ageng. Akibat perlawanan
yang sangat kuat dari Sultan Ageng, bantuan militer yang dikirim dari Batavia
tidak dapat mendarat di Banten. Bantuan militer yang lebih besar segera dikirim
dari Batavia dengan syarat Sultan Haji akan memberi hak monopoli kepada VOC di
Banten. Sultan Haji menyetujui syarat itu. Pada tanggal 7 April 1682 bantuan
Kompeni yang dijanjikan itu datang dengan kekuatan besar membalas serangan
Sultan Ageng dengan melakukan penyerangan ke Keraton Surasowan dan benteng
istana Tirtayasa di bawah pimpinan Francois Tack dan De Saint Martin. Pasukan
ini berhasil membebaskan loji dari kepungan Sultan Ageng. Sultan Ageng terus
melakukan perlawanan hebat. Ia dengan gigih meneruskan perjuangannya,
dibantu oleh pasukan Makassar, Bali, dan Melayu.
Kompeni di bawah pimpinan Jonker, St. Martin, dan Tack berhasil mendesak
barisan Banten. Margasana pun dapat diduduki. Kacarabuan dan Tangerang juga
dapat dikuasai oleh Kompeni. Sultan Ageng kemudian mengundurkan diri ke
Tirtayasa yang dijadikan pusat pertahanannya. Serangan umum dimulai dari
daerah pantai menuju Tanara dan Tangkurak. Pada tanggal 28 Desember 1682
pasukan Jonker, Tack, dan Michielsz menyerang Pontang, Tanara, dan Tirtayasa
serta membakarnya. Ledakan-ledakan dan pembakaran menghancurkan Keraton
Tirtayasa.
6
Akan tetapi, Sultan Ageng berhasil menyelamatkan diri ke pedalaman. Pangeran
Arya Purbaya juga berhasil lolos dengan selamat dengan terlebih dahulu
membakar benteng dan keratonnya. Pihak Kompeni berusaha untuk mencari
Sultan Ageng dan membujuknya untuk menghentikan perlawanan dan turun ke
Banten. Sultan Haji mengutus 52 orang keluarganya untuk menjemput ayahnya,
sebagai tipu daya menangkap ayahnya di Ketos. Pada malam menjelang 14 Maret
1683, terjadi penghianatan putranya sendiri yang berkerja sama dengan Belanda,
namun Pangeran Arya Purbaya berhasil lolos, Sultan Ageng Tirtayasa
dipenjarakan di Batavia sampai ia meninggal tahun 1692. Atas permintaan
keluarganya, jenazah Sultan Ageng Tirtayasa dipulangkan ke Banten dan
dimakamkan di Kompleks Mesjid Agung Banten.
Banten dipimpin Sultan Haji namun dibawah kekuasaan tangan Belanda. Dan
setelah wafatnya Sultan Haji, Banten sepenuhnya dikuasai oleh Hindia Belanda.
Sehingga pengangkatan Sultan harus mendapat persetujuan Gubenur Jendral
Hindia Belanda. Akhirnya, Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya dipilih sebagai
pengganti Sultan Haji, kemudian digantikan oleh Sultan Abdul Mahasin
Muhammad Zainal Abidin. Penyerangan Banten terjadi saat pemerintahan Sultan
Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin. Penyerangan tersebut
terjadi karena Sultan menolak memindahkan ibukota Banten ke Anyer. Hingga
tahun 1813, Kerajaan Banten runtuh dan dipegang oleh Inggris.
7
IR. SOEKARNO
Nama lengkap : Ir. Soekarno
Nama panggilan : Bung Karno
Nama kecil : Kusno
Tempat, tanggal lahir : Surabaya, 6 Juni 1901
Pendidikan : HIS di Surabaya, Hogere Burger School (HBS),
Technische Hoogeschool (THS) di Bandung
Tempat, tanggal wafat : Jakarta, 21 Juni 1970
Tempat dimakamkan : Blitar, Jawa-Timur
8
Kehidupan Pribadi Ir. Soekarno
Ir. Soekarno atau yang akrab disapa Bung Karno lahir pada 6 Juni 1901 di
Surabaya, Jawa Timur dengan nama depan Kusno Sosrodihardjo dan meninggal
pada 21 Juni 1970 di Jakarta. Bung Karno adalah anak dari Raden Soekemi
Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai. Karena sakit-sakitan, keluarganya sepakat
untuk mengganti nama Kusno Sosrodihardjo menjadi Soekarno. Soekarno kecil
diasuh oleh kakak laki-lakinya yang bernama Raden Hardjodikromo di
Tulungagung sebelum kembali tinggal bersama ayah dan ibunya pada tahun 1909
di Mojokerto. Soekarno bersekolah di Sekolah Eerste Inlandse, sekolah di mana
ayahnya ditugaskan sebagai kepala sekolah. Sejak kecil Soekarno sudah menjadi
anak yang berprestasi dan mampu menguasai banyak bahasa.
Pada tahun 1911, Soekarno pindah lagi ke ELS (Europeesche Lagere School) yang
setara dengan Sekolah Dasar (SD) yang khusus dipersiapkan untuk masuk Hogere
Burger School (HBS) di Surabaya. Pada tahun 1915 Soekarno juga menyelesaikan
sekolah di ELS dan kemudian tinggal di rumah teman ayahnya, Haji Oemar Said
Tjokroaminoto atau HOS Cokroaminoto yang merupakan pendiri Persatuan Islam.
Sejak saat itu, Soekarno mulai mengetahui dunia perjuangan yang akhirnya
membuatnya sangat ingin membela bangsa Indonesia.
Di kediaman Cokroaminoto, Soekarno muda mulai banyak belajar politik dan
banyak berlatih pidato. Di sanalah Soekarno mulai mengenal dan berinteraksi
dengan tokoh-tokoh besar, seperti Dr. Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo, dan
Ki Hajar Dewantara, yang merupakan pemimpin organisasi National Indische
Partij saat itu.
Setelah lulus dari HBS pada tahun 1921, Soekarno pindah ke Bandung dan tinggal
bersama Haji Sanusi untuk melanjutkan pendidikannya di Technische Hooge
School (THS) jurusan sipil rekayasa atau yang dikenal sebagai kampus ITB. Di
sanalah Soekarno mendapatkan gelar sarjana teknik dengan lulus pada 25 Mei
1926.
Semasa hidupnya, Soekarno pernah menikahi sejumlah wanita, yaitu Fatmawati,
Hartini, Ratna Sari Dewi, Kartini Manopo, Haryati, Yurike Sanger, dan Heldy Djafar.
Atas pernikahan tersebut, Soekarno dikaruniai 11 orang anak. Beberapa keturunan
Soekarno akhirnya mengikuti jejak ayah mereka dalam politik Indonesia. Salah
satunya adalah Megawati Soekarnoputri yang pernah menjabat sebagai presiden
ke-5 Republik Indonesia.
9
Perjalanan Politik Ir. Soekarno
Ir. Soekarno telah berkecimpung di dunia politik sejak ia masih sangat muda.
Soekarno menjadi terkenal pertama kali pada tahun 1915 ketika menjadi anggota
Jong Java Cabang Surabaya. Menurut Soekarno, sebagian besar organisasi di
Indonesia masih bersifat kedaerahan yang hanya memikirkan kepentingan daerah
sendiri. Karena kekecewaannya terhadap sikap etnosentrisme, Soekarno pun
memberikan pidato dengan menggunakan bahasa ngoko (Jawa kasar) pada rapat
pleno tahunan Jong Java di Surabaya. Tidak lama kemudian, setelah satu bulan
pertemuan, Soekarno muncul dengan ide untuk membuat koran Jong Java
menggunakan Bahasa Melayu bukan Bahasa Belanda.
Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemeene Study (ASC) di Bandung yang
terinspirasi oleh Dr. Soetomo di Indonesia's Study Club. Organisasi ASC ini
menjadi cikal bakal berdirinya sebuah partai besar di Indonesia yaitu Partai
Nasional Indonesia yang lahir pada tahun 1927. Karena aktivitas PNI dianggap
berbahaya bagi pemerintah kolonial, Soekarno beberapa kali ditangkap oleh
Belanda.
Pada tanggal 29 Desember 1929, Soekarno ditangkap di Yogyakarta untuk
dipindahkan ke penjara Banceuy di Bandung. Kemudian, pada tahun 1930, ia
dipindahkan ke penjara Sukamiskin dan pada tahun inilah ia mengeluarkan pledoi
Indonesia Gugat yang fenomenal. Soekarno akhirnya dibebaskan pada tanggal 31
Desember 1931 dan mulai bergabung dengan Partindo yang merupakan pecahan
PNI pada tahun 1932.
Namun, kegiatannya di Partindo kembali membuatnya dipenjara di pengasingan
Folder pada tahun 1933. Karena pengasingannya yang lama dan sangat jauh, tokoh
bangsa Indonesia lainnya hampir melupakan keberadaan dan keterlibatan
Soekarno. Tetapi, hal ini tidak membuatnya menyerah dan Sukarno terus berkirim
surat kepada Ahmad Hasan, seorang Guru Persatuan Islam.
Pada tahun 1938-1942, Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu. Pada tahun
1942, yaitu ketika di bawah penjajahan Jepang, Soekarno baru kembali dibebaskan.
Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Toja mengundang Soekarno,
Moh. Hatta, dan Ki Bagoes Hadikoesoemo. Kehadiran mereka disambut hangat
oleh Kaisar Hirohito. Mereka bertiga kemudian dianggap sebagai keluarga kaisar
Jepang dengan diberikannya Bintang Kekaisaran (Ratna Suci).
.
10
Soekarno juga berperan vanyak dapat persiapan kemerdekaan Indonesia. Beliau
merupakan anggota dari BPUPKI yang diketuai oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat.
Pada rapat BPUPKI ke-2, tepatnya pada 1 Juni 1945, Soekarno mengemukakan
gagasan Pancasila sebagai dasar negara kita. Selain itu, Beliau juga mengetuai PPKI
yang bertugas menyiapkan berbagai kepentingan negara Indonesia yang akan
merdeka.
Pada 16 Agustus 1945, sekitar pukul 03.00 WIB, kaum muda menculik Soekarno dan
Hatta dari Jakarta ke Rengasdengklok, Karawang. Tujuan penculikan tersebut,
salah satunya untuk agar Soekarno dan Hatta tidak terpengaruh dengan Jepang
serta untuk mendesak proklamasi kemerdekaan Indonesia. Setelah perjuangan
yang panjang, Soekarno dan Moh. Hatta akhirnya memproklamasikan
kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Proklamasi
diikrarkan pukul 09.00 WIB di halaman rumah Soekarno yaitu Jalan Pegangsaan
Timur No. 56. Sejak saat itu Soekarno diangkat sebagai Presiden pertama Indonesia
dan mulai dikenal sebagai Proklamator yang didampingi oleh Mohammad Hatta
sebagai wakilnya.
Setelah kemerdekaan, Soekarno terus berusaha membawa nama Indonesia pada
taraf internasional. Pada tahun 1955, Indonesia menjadi tuan rumah pelaksanaan
Konferensi Asia Afrika (KAA) yang menjadi landasan bagi Soekarno untuk
memelopori Gerakan Non-Blok (GNB). Berkat jasa Soekarno, banyak negara di
kawasan Asia-Afrika mendapatkan kemerdekaannya, meski ada juga yang
mengalami konflik berkepanjangan akibat ketidakadilan di negaranya. Itulah
sebabnya Soekarno dikenal menjalankan politik bebas aktif di dunia internasional
11
Wafat Soekarno
Setelah pengunduran diri Wakil Presiden Mohammad Hatta pada tahun 1956,
Soekarno mengalami masa jatuh dalam politiknya di atas semua kejayaan
perjuangannya untuk Indonesia. Selain jatuhnya Soekarno dalam ranah politik,
banyak pula pemberontakan separatis yang mengancam kesatuan dan persatuan
di beberapa daerah di Indonesia. Berdasarkan catatan sejarah, puncak
pemberontakan tersebut adalah saat terjadinya pemberontakan yang dikenal
dengan G30S PKI yang meluluhlantakan masyarakat Indonesia pada saat itu.
Karena peristiwa G30S PKI, Soekarno mendapat pengucilan dari masyarakat dan
presiden yang menggantikan dirinya, yakni Soeharto. Karena usianya yang sudah
tua dan sering sakit-sakitan, Soekarno akhirnya wafat di Jakarta, tepatnya di
Wisma Yaso pada tanggal 21 Juni 1970. Jasadnya dimakamkan di Blitar dan menjadi
Museum Satria Mandala, ikon kota Blitar, hingga saat ini. Makam Soekarno pun
selalu ramai peziarah dan wisatawan yang datang di hari-hari tertentu dan sangat
ramai saat Hari Ulang Tahun Sang Proklamator tersebut.
12
13
TIRTO ADHI SURYO
Nama Lengkap : Tirto Adhi Soerjo (lahir sebagai Raden Mas
Djokomono)
Tempat lahir : Blora, Jawa Tengah
Tahun lahir : 1880
Wafat : 7 Desember 1918 (berusia 37–38), Batavia
Profesi : Jurnalis
Tahun aktif : 1894–1912
Pasangan : Raden Siti Suhaerah Siti Habibah
14
Kehidupan Pribadi
R.M. Tirto Adhi Soerjo dikenal sebagai pelopor persuratkabaran dan
kewartawanan nasional Indonesia karena beliau adalah orang pertama yang
menggunakan surat kabar sebagai alat propaganda. Semasa hidupnya, beliau telah
menerbitkan surat kabar Soenda Berita (1903-1905), Medan Prijaji (1907) dan Putri
Hindia (1908). Pria dengan nama kecil Raden Mas Djokomono ini juga mengambil
peran dalam pendirian Sarekat Dagang Islam. Kisah perjuangan dan kehidupan
Tirto diangkat dalam Tetralogi Buru dan Sang Pemula oleh Pramoedya Ananta
Toer. Pada tahun 1973, pemerintah mengukuhkannya sebagai Bapak Pers Nasional,
dan pada tanggal 3 November 2006, Tirto resmi mendapat gelar sebagai Pahlawan
Nasional melalui Keppres RI no 85/TK/2006.
Tirto terlahir dari keluarga priyayi pada tahun 1880 di Blora, Jawa Tengah dan
dibesarkan oleh kakek-neneknya. Tirto bersekolah di Europeesche Lagere School
dan lulus pada tahun 1894. Pada tahun inilah beliau mulai terjun dalam dunia
jurnalisme dengan melakukan beberapa korespondensi untuk Hindia Olanda.
Tirto melanjutkan studinya ke Batavia (sekarang Jakarta), tepatnya di School tot
Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA). Beliau menghabiskan enam tahun di
STOVIA, mengambil tiga tahun kursus persiapan dan tiga tahun sisanya untuk
studi lainnya. Pada tahun keempat, tokoh pahlawan Indonesia ini meninggalkan
sekolah dengan alasan gagal dalam ujian yang diperlukan untuk lulus. Beliau
terlalu sibuk menulis untuk Hindia Olanda, sehingga dia harus mengundurkan
diri dari sekolah.
15
Perjuangan Tirto
Pada tahun 1906, Tirto menyusun rencana bersama berbagai priyayi dan pedagang
untuk membuat surat kabar berbahasa Melayu baru. Mereka bersatu sebagai
Sarekat Prijaji. Tirto meluncurkan Medan Prijaji pada tahun 1907, yang merupakan
sebuah berita mingguan berbasis di Bandung. Beliau mengiklankan surat kabar
baru sebagai "suara untuk raja, bangsawan pribumi, dan pemikiran pedagang
pribumi.” Meskipun Sarekat Prijaji gagal, surat kabar itu sudah tersebar dan
terkenal di seluruh Hindia Belanda. Tirto terus memberi kritikan terhadap
kebijakan Belanda. Hal ini menyebabkan beliau dipenjara selama dua bulan pada
tahun 1909. Selama masa penahanan, Tirto tidak berdiam diri dan pasrah. Beliau
mendirikan dua penerbitan kecil, yaitu Soeloeh Keadilan dan Poetri Hindia yang
berorientasi kepada perempuan. Ia sempat diasingkan ke Lampung atas artikel
yang ditulisnya melalui Medan Prijaji. Menurut surat-suratnya, Tirto mendirikan
Sarekat Dagang Islam pada masa pengasingannya. Beliau menggunakan rumahnya
sebagai markas awal SDI dan akhirnya menjabat sebagai sekretaris-penasihat
organisasi. Tirto melakukan beberapa perjalanan di Jawa untuk mempromosikan
organisasi tersebut. Di Solo, Jawa Tengah, beliau bertemu Samanhudi dan
berbicara lebih jauh tentang SDI.
Pada tahun 1910, Tirto memindahkan Medan Prijaji ke Batavia dan menjadikannya
berita harian. Edisi pertama dalam format baru ini diterbitkan pada 5 Oktober 1910
dan telah memiliki sekitar 2.000 pelanggan. Beliau terus menulis kritik keras
terhadap pemerintah kolonial Belanda serta mengiklankan surat kabar sebagai
"organ untuk orang-orang yang ditaklukkan di Easties Belanda" dan "tempat suara
pribumi.”. Seiring berjalannya waktu, semangat Tirto untuk mengkampanyekan
tentang pentingnya berorganisasi dan boikot sebagai senjata kaum lemah melawan
penindas semakin meningkat. Padahal saat itu, kritik terhadap pemerintah dan
promosi ideologi nasionalis dinilai berbahaya. Banyak penulis telah menghabiskan
waktu mereka di penjara akibat mengekspresikan penghinaan dan kebencian
terhadap kolonialisme. Tirto dan Medan Prijaji mampu bertahan hingga tahun
1912. Terbitan terakhir dari Medan Prijaji dicetak pada 3 Januari 1912 akibat
Belanda melarang adanya koran di kawasan Hindia Belanda. Adanya artikel Tirto
yang mengkritik bupati Rembang menyebabkan ia dikirim kembali ke Bacan.
Tidak hanya itu, Tirto juga diberi tuduhan palsu oleh Belanda bahwa ia memiliki
hutang besar kepada bank nasional. Setelah surat kabarnya ditutup oleh Belanda,
nama dan reputasi beliau pun rusak dan tidak pernah pulih sampai kematiannya
sebelum waktunya.
16
Wafat Tirto
Tirto meninggal pada tahun 1918, di Hotel Medan Prijaji milik ia sendiri, yang saat itu
telah dilelang oleh teman lama Tirto, Goenawan. Pada saat kematiannya, tidak ada
satu surat kabar pun yang mengabarkan atau menulis tentang kematiannya selain
Marco Kartodikromo, salah satu karyawannya di Medan Prijaji. Marco menulis
sedikit obituari tentang Tirto. Awalnya, Tirto dimakamkan di Mangga Dua, namun
makamnya dipindahkan pada tahun 1973 karena tanahnya hendak dibeli untuk
membangun mall di daerah tersebut. Akhirnya, ia pun dimakamkan bersama
keluarga dan makam keturunannya di Bogor.
Tulisan Tirto di Medan Panji membuat pemerintah kolonial Belanda tidak begitu
saja. Dua kali Tirto ditangkap dan dibuang. Pertama Tirto dibuang ke Telukbetung,
Lampung tahun 1910.
Tirto juga dihadapkan ke pengadilan dengan tudingan menghina gubernur jenderal
dengan berita iring-iringan taksi. Tanggal 22 Agustus 1912, Tirto diputus bersalah.
Dia dihukum enam bulan ke pembuangan di Ambon, Medan Prijaji pun dinyatakan
dibredel atau pailit.
Tak hanya itu, seluruh kekayaan Tirto dan modalnya pun dilikuidasi pemerintah
Belanda. Berakhir sudah karir sang pelopor pers perlawanan ini. Pada 1913 dia
kembali ke Jakarta, sejak itulah sekitar 1914 sampai 1918 dia sakit-sakitan dan
meninggal dunia 1918 saat berusia 38 tahun.
17
DAFTAR PUSTAKA
A.A. Navis, dkk. 2022."R.M. Tirto Adhi Soerjo (1880—1918)",
http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/R_M_Tirto_Adhi_Soerjo
Adryamarthanino, Verelladevanka.2022."Peran PPKI dalam Kemerdekaan
Indonesia",https://www.kompas.com/stori/read/2022/02/07/
080000779/peran-ppki-dalam-kemerdekaan-indonesia
Ayu, Luthfia. 2022. "Profil Tirto Adhi Soerjo, Bapak Pers Nasional",
https://www.kompas.com/tren/read/2022/02/09/161500365/profil-tirto-adhi
soerjo-bapak-pers-nasional?page=all
Dwi, Arie. 2021. "Peristiwa 16 Agustus: Soekarno-Hatta Diculik ke
Rengasdengklok",https://nasional.okezone.com/read/2021
/08/16/337/2456102/peristiwa-16-agustus-soekarno-hatta-diculik-ke-
rengasdengklok
Kurniawan, Dian. 2020. "Mengenang Sukarno dari Kiprah di Dunia
Internasional hingga Kota Kelahiran",https://surabaya.liputan6.com/read
/4273116/mengenang-sukarno-dari-kiprah-di-dunia-internasional
hingga-kota-kelahiran
Nilawanti, Lala. 2021."Biografi Ir. Soekarno, Sang Proklamator Kemerdekaan
Indonesia", https://www.gramedia.com/literasi/ir-soekarno/
Raditya, Iswara. 2018. "Tirto Adhi Soerjo, Bapak Pers Nasional yang Mati dalam
Sunyi"https://tirto.id/tirto-adhi-soerjo-bapak-pers-nasional-yang-mati
dalam sunyi-dbs6
Ulfah, Siti Maria. 2o20. "Perlawanan Banten Terhadap Belanda"
Wikipedia. 2021. "Tirto Adhi Soerjo",https://en.wikipedia.org/wiki
/Tirto_Adhi_Soerjo
18