CERITA
RAKYAT
LEMBUSURA
Amelia Dwi Putri Ayuni
LEMBUSURA
Raja Brawijaya penguasa kerajaan
Majapahit, mempunyai seorang putri yang
cantik yaitu Dyah Ayu Pusparani. Putri ini
memang benar benar ayu sesuai dengan
namanya. Banyak raja dan pangeran yang
melamar untuk di jadikan permaisuri
Prabu Brawijaya bingung memilih calon
menantu. Lalu raja mengadakan sayembara
siapa yang bisa merentang busur sakti Kyai
Garodayakasa dan sanggup mengangkat
gong Kyai Sekardelima, dialah yang berhak
menikah dengan Putri Pusparani
Para pelamar menguji kemampuannya
namun ternyata tak satu pun yang sanggup
merentang busur apalagi mengangkat gong
yang sangat besar.
Menjelang berakhir sayembara itu datang
seorang pemuda berkepala lembu yaitu
Raden Lembusura atau Raden Wimba. Dia
mengikuti sayembara itu dan berhasil
merentang busur serta mengangkat gong
Kyai Sekardelima. Dengan demikian berarti
Raden Lembusura yang berhak menikah
dengan Dewi Pusparani.
Melihat kemenangan Lembusura, Putri
Pusparani langsung meninggalkan Sitihinggil.
Ia sangat sedih karena harus menikah
dengan pemuda yang berkepala lembu.
Putri itu lari kepada embannya. Dia tidak
mau menikah dengan manusia berkepala
binatang, betapapun saktinya. Emban yang
setia itu mencari akal bagaimana caranya
agar putri itu batal menikah dengan Raden
Lembusura. Dia akhirnya menemukan jalan
keluar
Putri Puspa Rani disarankan mengajukan syarat
kepada Lembusura. Syaratnya, Raden Lembusura
harus bisa membuat sumur di puncak gunung
Kelud. Mendengar saran embannya Dyah
Pusparani sangat gembira. Dia segera menyertai
ayahnya untuk menemui Lembusura. "Selamat
Raden Wimba. Engkau telah memenangkan
sayembara dengan gemilang." "Terimakasih Putri
dan kau akan menjadi istriku." "Saya tahu itu.
Namun saya masih mengajukan satu syarat lagi."
"Katakanlah Putri, apa syaratmu itu?." "Buatkan
aku sumur di puncak gunung Kelud. Air sumur itu
akan kita pakai mandi berdua setelah selesai
upacara perkawinan." "Baiklah Putri. Demi
cintaku padamu, akan kupenuhi permintaan mu
itu."
Raden Wimba putra adipati Blambangan itu
segera meninggalkan keraton Majapahit menuju
puncak gunung Kelud. Dengan kesaktiannya
konon dia mampu mengerahkan makhluk halus
untuk membantunya menggali sumur di puncak
gunung Kelud.
Ternyata benar tak lama kemudian
Lembusura telah menggali sumur cukup
dalam. Melihat hal itu, Pusparani ketakutan,
bagaimanapun kalau Lembusura berhasil
menemukan air di sumur itu dia harus
menjadi istri Lembusura.
Prabu Brawijaya juga kebingungan. Dia bisa
memahami perasaan putrinya. Dewi
Pusparani menangis di hadapan ayahnya, ia
mohon ayahandanya bisa menolongnya.
Akhirnya Prabu Brawijaya menemukan cara.
Lembusura harus ditimbun hidup hdup di
dalam sumur itu. Kemudian Prabu Brawijaya
menitahkan seluruh prajurit yang
menyertainya untuk menimbun sumur itu
dengan batu batuan besar. Juga gundukan
tanah yang ada di sekitar itu. Sebentar saja
sumur tadi telah rata seperti semula.
Lembusura tertimbun di dasarnya.
Meskipun begitu karena dia sakti, dia masih
sempat mengancam kepada Prabu Brawijaya.
"Prabu Brawijaya, engkau raja yang licik, culas.
Meskipun aku telah terpendam di sumur ini, aku
masih bisa membalasmu. Yang terpendam ini
ragaku bukan nyawaku. Ingat ingatlah, setiap
dua windu sekali aku akan merusak tanahmu
dan seluruh yang hidup di kerajaanmu."
Setelah suara itu hilang. Seluruh prajurit yang
melihat kejadian itu ketakutan. Begitu pula Prabu
Brawijaya dan putrinya, kemudian Prabu
Brawijaya memerintahkan untuk membuat
tanggul pengaman. Tanggul itu sekarang disebut
Gunung Pecat.
Hingga sekarang ini jika Gunung Kelud meletus
dianggap sebagai amukan Lembusura untuk
membalas dendam atas kelicikan Prabu
Brawijaya.
Kisah ini mirip dengan kisah asal mula Reog
Ponorogo. Lembusura yang asalnya seorang
putra bangsawan itu memang seorang pemuda
sakti namun sifatnya berandalan maka ayahnya
menyabda hingga dianggap pemuda bodoh
berkepala kerbau.
Sekian terimakasih