The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

SEJARAH PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA (edit danar) Rev 2

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Heri Herdianto, 2023-08-05 23:58:02

SEJARAH PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA (edit danar) Rev 2

SEJARAH PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA (edit danar) Rev 2

Keywords: pergerakan nasional

Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia 37 menyebarkan paham Marxis. Dalam usaha memperluas pengaruhnya, mereka berusaha mempengaruhi perkumpulan- perkumpulan lain yang telah ada (Pringgodigdo, 1950). Salah satu organisasi yang pada waktu itu berpengaruh besar adalah Serikat Islam (SI) yang merupakan organisasi massa rakyat Indonesia. Di dalam SI berkumpul kaum tani, buruh, pedagang, ulama, cendekiawan dan borjuis nasional. Suatu keuntungan bagi ISDV dengan adanya tokoh-tokoh muda dalam SI dengan berjiwa militan yang dapat dipengaruhinya, antara lain Semaun dan Darsono. Melalui tokoh-tokoh tersebut, paham Marxis sedikit-demi sedikit dapat memasuki tubuh Serikat Islam. Semaun dan Darsono merupakan propagandis-propagandis yang utama dari ISDV guna menyebarkan paham komunis dalam tubuh SI (Salim, 1972). Secara rinci ada beberapa hal yang menyebabkan berhasilnya ISDV melakukan Infiltrasi ke dalam tubuh SI: 1) Central Sarekat Islam (CSI) sebagai badan koordinasi pusat masih sangat lemah kekuasaannya. Tiap-tiap cabang SI bertindak sendiri-sendiri secara bebas. Para pemimpin lokal yang kuat mempunyai pengaruh yang menentukan di dalam SI cabang. 2) Kondisi kepartaian pada masa itu memungkinkan orang untuk sekaligus menjadi anggota lebih dari satu partai. Hal ini disebabkan pada mulanya organisasi-organisasi itu didirikan bukan sebagai suatu partai politik melainkan sebagai suatu organisasi guna mendukung berbagai kepentingan sosial budaya dan ekonomi. Di kalangan kaum terpelajar menjadi kebiasaan bagi setiap orang untuk memasuki berbagai macam Organisasi yang dianggapnya dapat membantu kepentingannya (Poesponegoro, 2010). Sementara itu di kalangan ISDV sendiri timbul pertentangan sesama pimpinannya. Pertentangan tersebut terutama berkisar pada masalah taktik dan strategi perjuangan, di satu pihak menghendaki agar ISDV berfungsi sebagai pemberi petunjuk saja kepada organisasi pergerakan nasional dengan cara yang evolusioner. Sedang di lain pihak agar organisasi tersebut memimpin pergerakan dengan


Yusuf Perdana & Rinaldo Adi Pratama 38 perjuangan yang revolusioner, sesuai dengan cara-cara perjuangan kaum Sosialis-Marxis (Salim, 1972). Pertentangan tersebut semakin tajam sesudah Partai Komunis Rusia mendapat kemenangan dalam Revolusi Oktober 1917, sehingga paham komunis mendapat kemajuan di seluruh dunia. Paham ini di tiap-tiap negara ditandai dengan berdirinya Partai Komunis di negara yang bersangkutan. Pengaruh revolusi Rusia sampai juga di Indonesia, yang mana ISDV bermetamorfosis menjadi PKI (Partai Komunis Indonesia) yang dipimpin oleh Semaun (Tirtoprodjo, 1962) Setelah terbentuknya PKI, organisasi tersebut segera mengadakan Kongres Istimewa pada tanggal 24 Desember 1920. ISDV menginginkan untuk pembebasan masyarakat dari penjajahan baru sehingga masyarakat berdaulat atas alat-alat produksi dalam ekonominya. ISDV digunakan para aktivis Belanda untuk menentang kekuasaan kapitalis pemerintahan kolonial dengan cara memperkenalkan ide-ide Marxis kepada masyarakat Indonesia terutama kepada golongan kaum buruh (Ahmad & Arya, 2020). Untuk mendapatkan simpati dari rakyat Indonesia, PKI mengorganisasikan kaum buruh yang tergabung dalam VSTP di seluruh Jawa guna melancarkan pemogokan dan mengadakan tuntutan perbaikan nasib kaum buruh. Pemogokan itu dilancarkan pada tanggal 8 Mei 1923, tetapi semua tuntutan mereka ditolak oleh Pemerintah Belanda. Untuk mengatasi pemogokan tersebut, Pemerintah Belanda mengadakan penangkapan terhadap para pelaku dan pimpinan PKI. Semaun ditangkap dan diasingkan ke negeri Belanda. Pada masa Pemerintahan Jepang, sikap Jepang terhadap organisasi PKI yang (waktu itu) dipimpin oleh Sardjono dan terhadap Komunisme Tan Malaka dapat dikatakan berlainan. Terhadap PKI Sardjono sama sekali dilarang mengadakan kegiatannya, sedang terhadap Tan Malaka agak lunak. Untuk melanjutkan perjuangannya, kemudian PKI mengadakan kegiatan secara ilegal sampai diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Tetapi sikap Jepang terhadap Tan Malaka pun kemudian berubah pula, karena kemudian Pemerintah Jepang melarang semua kegiatan kepartaian di


Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia 39 Indonesia. Hanya organisasi-organisasi bentukan Jepang saja yang boleh berdiri (Salim, 1972). e. Indische Partij Hidup rakyat Indonesia pada masa penjajahan tidak hanya terletak pada tangan Belanda, melainkan pada kerja sama antar penduduk Indonesia itu sendiri. Douwes Dekker melihat adanya hal yang tidak benar dalam masyarakat kolonial terutama diskriminasi antara keturunan Belanda dan kaum pribumi Indonesia pada saat itu. Melalui karangan-karangan di dalam Het Tijdschrift, kemudian dilanjutkan di dalam De Express yang isinya meliputi: pelaksanakan suatu program “Hindia” untuk setiap gerakan politik yang sehat dengan tujuan menghapuskan perhubungan kolonial, menyadarkan golongan indo dan bumi putera bahwa masa depan mereka terancam oleh bahaya yang sama yakni, bahaya eksploitasi kolonial. Langkah yang tepat untuk melancarkan aksi perlawanan serta membuat pertahanan dari dalam diri masyarakat ialah dengan membentuk suatu partij atau perkumpulan yang bisa menampung segala aspirasi maupun suara dari segala lapisan masyarakat (Djoned dalam Utomo, 1995). Douwes Dekker menyampaikan ketidakpuasannya terhadap kebijakan pemerintah Kolonial melalui bidang politik dan menginginkan kemerdekaan untuk semua kalangan. Dimulai dari propaganda ke Pulau Jawa dan bertemu Tjipto Mangunkusumo, lalu saat di Bandung Dekker mendapat dukungan dari Suwardi Suryaningrat dan Abdul Muis yang merupakan pimpinan Sarekat Islam. Di Yogyakarta, propaganda tersebut mendapat sambutan hangat dari Budi Utomo. Lalu para redaktur surat kabar Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur dan lainnya, gagasan Douwes Dekker yang mendapat sokongan dari berbagai pihak tersebut (Het Tijdchrift III dalam Djoened, 2010). Perjalanan panjang tersebut, pada akhirnya sampai terbentuklah organisasi Indische Partij yang mana merupakan organisasi politik pertama dan lahir pada tanggal 25 Desember 1912 yang dibentuk oleh Douwes Dekker (Danudirja Setiabudi) yang salah


Yusuf Perdana & Rinaldo Adi Pratama 40 satunya bertujuan untuk mempersatukan semua golongan sebagai persiapan untuk kehidupan merdeka (Firmansyah, 2013). Douwes Dekker merupakan penggagas lahirnya organisasi Indische Partij bersama Tjipto Mangunkusumo dan Soewardi Soeryaningrat yang disebut Tiga Serangkai, dimana partai ini memiliki gagasan-gagasan besar di dalammya yang mengusung kesetaraan, ide yang belum begitu populer pada masa itu. E.F.E Douwes Dekker bukan merupakan orang Indonesia tulen, karena memiliki darah keturunan Belanda, Prancis, Jerman dan Jawa. Inilah yang menjadi pendorong bagi E.F.E Douwes Dekker untuk menyerukan adanya kesetaraan ras (Hidayat, 2017). Gambar 16. Tjipto Mangunkusumo (duduk di tengah berpeci) dan Soewardi Soeryaningrat (paling depan kanan) ketika berada di tempat pengasingannya di Belanda Sumber: Arsip Nasional Republik Indonesia Tujuan dari didirikannya Indische Partij secara global adalah membangkitkan rasa patriotisme orang Hindia untuk tanah yang memberinya kehidupan, yang mendorongnya untuk bekerja sama atas dasar persamaan hak politik nasional untuk mengembangkan tanah air Hindia ini dan untuk mempersiapkan sebuah kehidupan bangsa yang merdeka. Indische Partij merupakan organisasi pertama yang


Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia 41 menyerukan kemerdekaan penuh bagi tanah koloni Hindia (Indonesia) dari Belanda (Shiraisi, 1997). Organisasi ini mampu memberi konsep terhadap batas sebagai komunitas bangsa yang asli. Hindia diasumsikan sebagai orang yang menetap di Hindia Belanda. Pada perkembangannya organisasi ini alami perkembangan pesat hingga berbagai daerah di Indonesia. Gambar 17. Anggota Indische Partij Sumber: digitalcollections.universiteitleiden.nl C. RUJUKAN Oganisasi-organisasi masa pergerakan nasional dibentuk sebagai sarana perjuangan bangsa Indonesia untuk terlepas dari belenggu penjajahan, atau dalam kata lain untuk melakukan berbagai perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda, baik melalui jalan politik, pendidikan, perdagangan, keagamaan, alih-alih jalan kekerasan. Organisasi pergerakan nasional ini pun dibentuk oleh berbagai golongan, mulai dari golongan priyayi, pelajar, nasionalis, pemuka agama, dan lain sebagainya. Meskipun dari berbagai golongan yang berbeda, kesadaran akan kesamaan nasib menjadi pondasi awal munculnya berbagai organisasi tersebut. Berbagai


Yusuf Perdana & Rinaldo Adi Pratama 42 organisasi pergerakan nasional tersebut memiliki peran besar dalam menyadarkan bangsa Indonesia bahwa sudah saatnya untuk merdeka. Tentu, secara praktis kontribusi yang diberikan begitu besar, khususnya adalah sebagai wadah dalam aspirasi maupun hak berpolitik yang diberikan pada masyarkaat pribumi sehingga sampai saat ini nilai luhur yang jadi pegangannya tetap dijalankan. Organisasi pergerakan nasional telah mengubah perjuangan bangsa Indonesia yang awalnya secara dilakukan secara fisik menjadi perjuangan secara diplomatis. Organisasi organisasi tersebut juga mengubah perjuangan yang bersifat kedaerahan menjadi bersifat nasional. Terakhir organisasi pergerakan nasional telah memprakarsai satu hal yang paling penting, yaitu membangkitkan semangat nasional untuk mencapai Indonesia merdeka. D. LATIHAN 1. Jelaskan kapan organisasi Budi Utomo didirikan ! 2. Analisislah organisasi pada masa pergerakan nasional yang bergerak di bidang politik ! 3. Jelaskan bagaimana proses transisi dari SDI hingga SI ! 4. Jelaskan secara singkat terbentuknya ISDV ! 5. Sebutkan siapa saja pelopor terbentuknya Indische Partij ! E. RUJUKAN Ahmad, Mirza Ghulam & Muhmmad Arya Mahasta. (2020). Dinamika Sarekat Islam dan Komunis (Proses Penyusupan Komunis dan Perpecahan Sarekat Islam). Jurnal Islamika: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman. Vol. 20, No. 2. Ayu, ND. (2020). Roda Perjalanan Karir Sarekat Islam Dari Komunitas Hingga Organisasi Anti Kolonialis. Jurnal Kajian Islam Kontemporer (JURKAM). Vol. 1. No. 1 Firmansyah., Ahmad Bima. (2013). Perjuangan Douwes Dekker Dari Politik Menuju Pendidikan 1913-1941. Jurnal Pendidikan Sejarah. Vol. 1. No. 1.


Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia 43 Hatta, M. (1980). Permulaan Pergerakan Nasional. Jakarta: Yayasan Idayu. Hidayat, Rohmat. (2017). Perjalanan Politik Douwes Dekker Pada Masa Pergerakan Nasional Indonesia Tahun 1908-1942. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Husna, H. (2019). Rekonstruksi Sejarah Kebangkitan Nasional. Jurnal Adabiya. Vol 21. No. 2. Poesponegoro, Marwati Djoened. (2010). Sejarah Nasional Indonesia V. cet- 5 Edisi Pemutakhiran. Jakarta: Balai Pustaka. Poespoprodjo W. (1986). Jejak-jejak Sejarah 1908-1928. Terbentuknya Suatu Pola. Bandung: Remaja Karya. Pringgodigddo, Mr.A. (1950). Sedjarah Pergerakan Rakyat Indonesia. Djakarta: Pustaka Rakyat. Putra, M.B.S. (2013). Vorstenlanden Bergoentjang: Aksi dan Propaganda Haji Misbach dalam Gerakan Kaum Buruh dan Kaum Tahun Jawa Tahun 1916. 1926. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Ricklefs, M.C. (2008). Sejarah Indonesia Modern 1200–2008. Jakarta: Serambi. Riyanto, A. (2021). Dinamika Perkembangan Partai Proto Islam Indonesia, Sarekat Islam (1911-1940). Jurnal Sosio Dialektika. Vol 6. No.1. Said, M. (1981). Pendidikan Abad Kedua puluh dengan Latar Belakang Kebudayaanya. Jakarta: Mutiara Salim, Makmun. (1972). Komunisme dan Kegiatannya di Indonesia. Bandung: Dinas Sejarah Militer Angkatan Darat. Shiraisi Takashi. (1997). Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat di Jawa 1912- 1926. Jakarta: Grafiti. Soetomo, R. (1934). Kenang-kenangan. Soerabaja. Sulistiyono, Singgih Tri. (2011). Saministo Phobia. Jurnal Sejarah Citra Lekha. Vol. 16. No.2 Suryanegara, Ahmad Mansur. (2009). Api Sejarah. Bandung: Salamadani


Yusuf Perdana & Rinaldo Adi Pratama 44 Tirtoprodjo, Mr. Susanto. (1962). Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia. Djakarta: PT Pembangunan. Usman, I. (2017). Sarekat Islam (SI) Gerakan Pembaruan Politik Islam. Jurnal Penelitian dan Pemikiran Islam. Vol 21. No. 1. Utomo, Cahyo Budi. (1995). Dinamika pergerakan kebangsaan Indonesia: Dari kebangkitan hingga kemerdekaan. Semarang: IKIP Semarang Press.


Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia 45 BAB IV LAHIRNYA ORGANISASI KEAGAMAAN A. PENDAHULUAN ndonesia terkenal sebagai negara yang kaya, baik dari segi sumber daya, kebudayaan, serta keragaman masyarakatnya, tidak terkecuali dalam sisi agama. Indonesia sebagai negara multikultural, juga menyandang negara muslim terbesar di dunia, disusul secara berturut-turut oleh Pakistan, India, Bangladesh dan Turki. Sebagai negara muslim terbesar, Indonesia memiliki peranan penting dalam Islam, sehingga posisinya cukup diperhitungkan oleh berbagai negara. Keyakinan dan keimanan seseorang dalam memeluk agama memberikan peran dan pengaruh bagi kehidupan. Keragaman agama ini melahirkan organisasi-organisasi sosial keagamaan bermunculan, atas dasar solidaritas dan tujuan yang sama sekelompok orang mendirikan organisasi tersebut, khususnya pada masa pergerakan nasional, Indonesia pada saat itu juga berkembang organisasi keagamaan yang mempunyai kontribusi penting. Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah merupakan dua organisasi keagamaan yang terbentuk pada awal abad ke-20, abad yang mana menjadi penanda dalam pergerakan nasional Indonesia yang turut serta dalam mencapai kemerdekaan bangsa Indonesia. Baik secara keorganisasian maupun individu tokohnya dapat dilihat kontribusi yang nyata. Muhammadyah sendiri merupakan gerakan pembaruan Islam modern. Sedangkan Nahdlatul Ulama merupakan merupakan organisasi Islam yang pernah menjadi partai politik pada saat itu, Nahdatul ulama sendiri pada saat itu cenderung lebih I


Yusuf Perdana & Rinaldo Adi Pratama 46 konservatif dalam pergerakannya. Di sisi lain Muhammadiyah terus berkembang sehingga dikenal luas sebagai gerakan islam pembaruan dengan mengusung nuansa modernisasi. Sehingga dikenal juga sebagai gerakan reformasi dan gerakan modernism islam, yang berkiprah dalam mewujudkan ajaran Islam yang senada dengan semangat kemajuan dan kemodernan waktu itu. Selain itu, Muhammadiyah juga dikenal sebagai gerakan dakwah yang bergerak dalam menyebarluaskan dan mewujudkan ajaran islam dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Muhammadiyah sendiri tidak bergerak dalam politik, namun lebih condong dalam bidang pendidikan. Nahdlatul Ulama sendiri lahir karena dorongan untuk terciptanya kemerdekaan Indonesia. Nahdlatul Ulama berusaha membangun semangat nasionalisme melalui kegiatan keagamaan dan pendidikan. Nahdlatul Ulama yang awalnya berdiri bergerak dalam bidang sosial agama juga bergerak dalam bidang politik. Lahirnya Nahdlatul Ulama sendiri adalah untuk memberdayakan dan membantu memecahkan masalah- masalah sosial yang dihadapi banga Indonesia, maka Nahdlatul Ulama memasuki ranah politik demi memperjuangkan kebebasan masyarakat Indonesia pada saat itu. Baik Nahdlatul Ulama maupun Muhammadiyah sendiri tersebut bergerak dalam bidang keagamaan dan juga politik. Setelah menyelesaikan materi ini, anda dapat memiliki kemampuan untuk: (1). Menjelaskan terbentuknya Nahdlatul Ulama, (2). Menjelaskan Pelopor terbentuknya Nahdlatul Ulama, (3). Menjelaskan terbentuknya Muhammadyah (4). Menjelaskan pelopor terbentuknya Muhammadiyah (5). Menganalisis kontribusi organisasi keagamaan pada masa pergerakan nasional indonesia. B. PENYAJIAN MATERI a. Muhammadiyah Muhammadiyah merupakan organisasi Islam yang telah dikenal jauh sebelum Indonesia merdeka. Secara etimologis, Muhammadiyah berasal dari bahasa Arab, dari kata “muhammad” yaitu nama terakhir Nabi Muhammad SAW yang berarti terpuji.


Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia 47 Kemudian mendapat tambahan ya’ nisbah yang berfungsi menjelaskan atau membangsakan atau bermakna pengikut. Jadi, secara harfiah Muhammadiyah berarti kelompok pengikut Nabi Muhammad SAW. Muhammadiyah sendiri adalah organisasi Islam yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijjah Tahun 1330 H, bertepatan dengan tanggal 18 November Tahun 1912 di Yogyakarta dengan ajarannya bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah (Muhammad, 2014). Muhammadiyah sendiri didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan. Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar yang terkemuka diantara wali songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di tanah Jawa. Pada tahun 1909 Ahmad Dahlan masuk organisasi Budi Utomo dengan tujuan memberikan pelajaran agama kepada anggota-anggotanya, dengan jalan ini ia berharap dapat memberikan pelajaran agama di sekolahsekolah pemerintah, karena anggota-anggota Budi Utomo pada umumnya bekerja di sekolah-sekolah pemerintah (Salam, 1986). Gambar 18. Kyai Ahmad Dahlan dan Pengikutnya Sumber: historia.id


Yusuf Perdana & Rinaldo Adi Pratama 48 Ada beberapa alasan yang menyebabkan KH. Ahmad Dahlan dalam mendirikan organisasi Muhammadyah, antara lain sebagai berikut: Umat Islam tidak memegang teguh Al-Qur‟an dan Sunnah dalam beramal sehingga takhayul dan syirik merajalela, akhlak masyarakat runtuh. Akibatnya, amalan-amalan mereka merupakan campuran antara yang benar dan salah. Sebagaimana diketahui, orang-orang Indonesia sudah beragama Hindu sebelum datangnya Islam. Menurut catatan sejarah, agama Hindu dibawah pertama kali masuk Indonesia oleh pedagang-pedagang India sehingga pengaruhnya tidak terlepas dari umat Islam. Lembaga-lembaga pendidikan agama yang ada pada waktu itu tidak efisien. Pesantren yang menjadi lembaga pendidikan kalangan bawah, pada masa itu dinilai tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan masyarakat. Pada waktu itu pendidikan di Indonesia telah terpecah dua, yaitu pendidikan sekular yang dikembangkan oleh Belanda dan pendidikan pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan agama. Akibatnya terjadi jurang pemisah yang sangat dalam antara golongan yang mendapat pendidikan sekular dan golongan yang mendapat pendidikan di pesantren. Ini juga menyebabkan terpecahnya rasa persaudaraan (ukhuwah islamiyah) di kalangan umat Islam dan semakin melemahnya kekuatan umat Islam. Kemiskinan menimpa rakyat Indonesia, terutama umat Islam, yang sebagian besar adalah petani dan buruh. Orang kaya hanya mementingkan diri sendiri, dan bahkan banyak ulama lupa mengingatkan umatnya bahwa Islam mewajibkan zakat bagi si kaya, sehingga hak-hak orang miskin terabaikan. Kondisi bangsa Indonesia pada saat itu dijajah oleh Belanda, dan sangat logis bahwa bangsa yang terjajah adalah bangsa yang terbelakang. Penjajah Belanda bukan hanya menjajah, tetapi juga menyiarkan ideologi agama yakni agama Kristen. Para penjajah tidak hanya mempunyai misi memperoleh keuntungan finansial semata, akan tetapi juga mempunyai misi kristenisasi.


Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia 49 Sebagai sebuah organisasi yang berasaskan Islam, tujuan Muhammadiyah yang paling penting adalah untuk menyebarkan ajaran Islam, baik melalui pendidikan maupun kegiatan sosial lainnya. Selain untuk meluruskan keyakinan yang menyimpang serta menghapuskan perbuatan yang dianggap oleh Muhammadiyah sebagai bid’ah. Organisasi ini juga memunculkan praktek-praktek ibadah yang hampir-hampir belum pernah dikenal sebelumnya oleh masyarakat, seperti shalat hari raya di lapangan, mengkoordinir pembagian zakat dan sebagainya. Setelah Muhammadiyah berdiri, selanjutnya pada tanggal 20 Desember 1912, KH. Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum (rechtspersoon) bagi Muhammadiyah, namun permohonan itu baru dikabulkan pada Tahun 1914 dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 18 tanggal 22 Agustus 1914, izin ini hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan secara otomatis organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Daerah operasi organisasi Muhammadiyah mulai berkembang pada Tahun 1917 setelah Budi Utomo mengadakan kongres di Yogyakarta. Dalam kongres itu, banyak permintaan untuk mendirikan cabang Muhammadiyah di Jawa, pengurus Muhammadiyah menyikapinya dengan menerima permintaan dari beberapa daerah untuk mendirikan cabang-cabangnya. Untuk mencapai maksud ini, anggaran dasar dari organisasi Muhammadiyah yang membatasi diri hanya pada kegiatan-kegiatan di Yogyakarta saja, haruslah lebih dahulu diubah. Ini dilakukan pada Tahun 1920 ketika wilayah operasi Muhammadiyah sudah meliputi seluruh Pulau Jawa dan pada tahun berikutnya (1921), Muhammadiyah mulai berkembang ke seluruh wilayah Indonesia (Karim, 2021). Pada awal kemunculannya, organisasi ini menyiarkan kepada masyarakat Islam yang ada di Hindia Belanda agar kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah serta meninggalkan segala ibadah yang berhubungan dengan kemusyrikan dan khufarat. Organisasi ini menginginkan agar masyarakat mampu menjalankan Islam secara benar berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah.


Yusuf Perdana & Rinaldo Adi Pratama 50 Organisasi Muhammadiyah sejak awal konsisten dengan bidang garapannya di bidang sosial keagamaan. Oleh karena itu, Muhammadiyah tidak pernah melakukan transformasi menjadi partai politik seperti yang dialami ormas-ormas Islam lainnya, seperti SI dan NU misalnya. Pada masa pendudukan Jepang, organisasi Islam justru berkembang dengan cukup pesat ini dikarenakan Jepang tidak menginginkan elit-elit modern warisan Belanda. Pada bulan September 1943 dua organisasi Islam yakni NU dan Muhammadiyah diizinkan kembali melakukan kegiatan-kegiatan di bidang sosial keagamaan dengan lebih bebas mendirikan cabang-cabangnya di berbagai daerah. Muhammadiyah memang tidak berpartisipasi dalam bidang politik secara langsung, akan tetapi justru melalui pendidikan yang berkualitas membentuk berbagai pemikiran yang modern untuk berpikir lebih maju dalam mencapai kemerdekaan Indonesia pada saat itu. Secara umum Muhammadiyah memiliki basis massa di daerah perkotaan. Muhammadiyah merupakan organisasi yang didirikan di kota Yogyakarta, sebuah wilayah perkotaan yang memadukan antara unsur modern dan tradisional. Muhammadiyah pun merupakan organisasi yang memadukan antara nilai modern dan keislaman dan lebih banyak mengedepankan rasional (Machmudi, 2013). Muhammadiyah adalah organisasi yang memiliki kontribusi besar terhadap bangsa terutama di bidang pendidikan. Pada awal pendiriannya Muhammadiyah fokus pada masalah pendidikan diantaranya sekolah rakyat di kampung kauman Yogyakarta. Murid laki-laki bersekolah di Standard School Muhammadiyah, Suronatan, sedangkan murid perempuan bersekolah di Sekolah Rakyat Pawiyatan, Kauman. Sekolah menengah yang pertama kali didirikan adalah perguruan AlQismun Arqo oleh KH. Ahmad Dahlan pada Tahun 1918. Tentu peranan lembaga pendidikan dan persyarikatan Muhammadiyah sangat penting bagi perjuangan mencapai kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia. Hingga saat ini Muhammadiyah masih dicirikan dengan aktivitas pendidikan yang tertata dengan baik. Muhammadiyah lebih memfokuskan pendidikan modern dibanding lembaga pendidikan


Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia 51 pesantren. Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah, Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah, Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah, hingga universitas banyak didirikan dan tersebar di seluruh Indonesia. Universitas yang didirikan Muhammadiyah memiliki cabang hampir di setiap daerah di Indonesia. Di samping pendidikan, Muhammadiyah juga cukup dikenal karena reputasinya dalam bidang sosial dan kesehatan. Rumah-rumah sakit banyak didirikan di daerahdaerah dan dikoordinasikan oleh Pengurus Pusat Muhammadiyah. Baik Universitas maupun rumah sakit yang dikembangakan oleh Muhammadiyah, semuanya memberikan kontribusi besar bagi kegiatan dakwah Muhammadiyah secara umum (Machmudi, 2013). b. Nahdlatul Ulama Nahdlatul Ulama adalah gerakan dari para ulama-ulama Islam di Indonesia yang dipelopori oleh KH. Hasyim Asy’ari pada Tahun 1926 dari Jombang Jawa Timur (Sayuti, dkk., 2018). Melalui lembagalembaga pendidikan pondok pesantren, Nahdatul Ulama berhasil menanamkan semangat dan watak anti kolonialisme dengan berpegang teguh pada ajaran Islam dan Ahlussunnah wal jama’ah yang beraliran empat mazhab yakni Syafi’i, Hanafi, Maliki, dan Hambali. Dalam perkembangannya NU memasuki dunia politik dan bergabung dengan beberapa perkumpulan seperti MIAI, GAPPI, Korindo, dan terakhir Partai Masyumi, namun karena banyaknya perbedaan pendapat, akhirnya NU diwarnai dengan partai politik (Siregar, 2021). Nahdlatul Ulama sendiri juga mempunyai majalah di Tahun 1936, yang salah satunya adalah Berita Nahdatoel Oelama.


Yusuf Perdana & Rinaldo Adi Pratama 52 Gambar 19. Berita Nahdlatoel Oelama Sumber: nu.or.id Perkembangan NU cukup pesat, khususnya di Pulau Jawa, yakni salah satunya adalah Kota Semarang yang memiliki posisi unik dalam perkembangan NU. Selama ini Kota Semarang telah diidentifikasi sebagai hubungan PKI dan PNI. Namun, dengan pengecualian dua partai politik, NU di Kota Semarang mampu tampil baik dalam pemilu 1952-1971. Namun, ada beberapa peristiwa penting selama perkembangan NU di Semarang. Singkatnya, Semarang adalah kota pertama di Jawa Tengah yang bertindak sebagai penyelenggara Muktamar NU ke-4. Sepanjang perkembangannya sebagai partai politik. Selanjutnya meskipun menjadi partai politik, Nahdlatul Ulama juga mengirimkan anggotanya untuk mengikuti pelatihan eksekutif Nasakom Presiden Soekarno pada awal 1960-an (Anam, 2010). Kelahiran Jamiyah Nahdlatul Ulama (NU) tidak bisa lepas dengan sosok KH Hasyim Asy`ari. Beliau tercatat salah satu dari sejumlah Kiai yang memprakarsai lahirnya organisasi Nahdlatul Ulama. Kiai Hasyim Asy'ari lahir pada hari Selasa (Kliwon), 24 dzulqa'dah 1287 H. Bertepatan dengan 14 Februari 1871 M. Beliau dilahirkan di lungkungan Pondok Pesantren Gedang, Jombang, Jawa Timur. Orang tua beliau adalah Kiai Ustman dan Nyai Halimah. Dalam sebuah data nasab, silsilah Ayah dan Ibunda Kiai Hasyim


Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia 53 tersambung dengan Jaka Tingkir, salah seorang Penguasa Kerajaan Islam Demak pada masa awal perkembangan ajaran agama Islam (Muzadi, 2006). Kehadiran NU turut meramaikan eksistensi organisasi masyarakat di Jawa, khususnya yang bergerak dalam bidang agama (sebutan Indonesia sebelum merdeka, lebih dikenal Hindia Belanda). Pada awal abad ke- 20 memang telah lahir berbagai perkumpulan atau organisasi keagamaan dengan motivasi ataupun tujuan yang beragam, mulai dari alasan sosial-politik untuk menggalang solidaritas umat Islam guna menentang kolonialisme sampai faktor keagamaan yakni untuk mempertahankan sekaligus menyebarkan pandangan atau wawasan teologi keislaman yang mereka yakini saat itu. Diantara sekian banyak ormas, pada mulanya yang paling berpengaruh adalah Sarekat Islam atau SI, yang mana pada perjalanannya sendir SI terpecah menjadi SI Merah dan SI Putih. Asal-usul dan pertumbuhan gerakan politik dan keagamaan di kalangan muslim Indonesia dapat dikatakan sangat identik dengan asal-usul dan pertumbuhan Sarekat Islam, yaitu sebuah ormas yang merupakan berawal dari Sarekat Dagang Islam atau SDI yang lahir pada tahun 1911 (SDI sendiri berdiri Tahun 1905). Sarekat Islam sendiri dalam perkembangannya bertransformasi menjadi Partai Sarekat Islam atau PSI (Tahun 1921), kemudian berubah menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia atau PSII (Tahun 1930). Dapat dikatakan bahwa SI merupakan embrio lahirnya ormas-ormas Islam yang muncul pada tahun-tahun berikutnya. Sejak saat itu, kemudian bermunculan berbagai ormas Islam, antara lain: Muhammadiyah (1912) di Yogyakarta, Persatuan Islam atau Persis (1923) di Bandung, al-Irsyad (1914) di Jakarta, Pergerakan Tarbiyah Islamiyah atau Perti (1928) di Bukit Tinggi, al-Jamifiyatul Washliyah (1930) di Medan, termasuk Nahdlatul Ulama (1926) di Surabaya (Noer, 1996). Perlu digaris bawahi, terbentuknya NU bukan semata-mata karena Sarekat Islam tidak mampu menampung gagasan keagamaan para ulama tradisional, ataupun sebagai reaksi atas penetrasi ideologi gerakan modernisme Islam yang mengusung gagasan purifikasi Islam


Yusuf Perdana & Rinaldo Adi Pratama 54 seperti yang sering digembor-gomborkan oleh sejumlah pengamat. Statmen yang demikian bukan hanya terlalu menyederhanakan persoalan, tetapi telah mereduksi fakta historis atas dinamika keulamaan yang merupakan embrio lahirnya NU. Pendirian NU ini memiliki sejarah panjang dan sangat kompleks untuk terlalu disederhanakan, khususnya dalam hal kontribusinya pada masa pergerakan nasional. Kehadiran NU mewakili faham konservatif para ulama, namun juga sekaligus mewakili tradisi perlawanan ratusan tahun terhadap cengkeraman kolonialisme Belanda, dengan kedudukan mandiri, bebas dan tersentralisasi pada masyarakat pedesaan, serta para kiainya orang-orang yang tidak diperintah oleh siapapun. Organisasi sosial keagamaan Nahdatul Ulama sendiri lahir pada 31 Januari 1926 di Jombang Jawa Timur. Pendirian Nahdatul Ulama dilatarbelakangi dari kondisi rakyat Indonesia yang pada saat itu menentang kebijakan kolonialisme. Pada masa penjajahan Belanda, segala bentuk perjuangan dilakukan mulai dari perjuangan lokal maupun nasional seperti Budi Utomo yang merupakan tonggak awal kebangkitan nasional dan diikuti dengan organisasi sosial keagamaan. Nahdatul Ulama dibentuk mewakili perlawanan terhadap kekuasaan pemerintah kolonial untuk melestarikan lembaga dan tradisi islam yang berorientasi kuat pada mazhab. Tradisionalisme Nahdlatul Ulama merupakan bentuk politik dan suatu aliran dalam Islam pesantren yang dekat hubungannya dengan rakyat. Melalui organisasi inilah peran ulama terealisasikan baik dalam hal memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia, baik melalui pendidikan hingga keagamaan. Hadirnya NU sendiri pada saat itu tentu mempunyai pengaruh yang tidak sedikit, beberapa pengaruhnya adalah sebagai berikut: Pengaruh di Bidang Politik Penerapan politik Adu Domba (Devide et Impera) yang dilakukan pemerintah kolonial Belanda mampu memperlemah, memperdaya bangsa Indonesia, bahkan dapat menghapus kekuasaan penduduk pribumi. Beberapa kerajaan besar yang berkuasa di berbagai daerah di Indonesia satu demi satu dapat dikuasai oleh pemerintah


Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia 55 Kolonial Belanda. Berbagai kebijakan – kebijakan telah di terapkan oleh Belanda guna memperparah keadaan politik Indonesia. Pada waktu itu dengan diterapkannya kebijakan politik kolonial Belanda di Indonesia, maka masuk pula pengaruh Belanda dalam bidang struktur birokrasi Indonesia. Perubahan sistem birokrasi turut mengubah sistem pemerintahan yang ada di Indonesia. Perubahan sistem pemerintahan tersebut baru terlaksana setelah Indonesia dikuasai oleh Belanda. Peranan Nahdlatul Ulama pada masa kolonialisme dapat dilihat pada Muktamar Nahdlatul Ulama ke-11 di Banjarmasin pada Tahun 1936 yang menegaskan keterikatan Nahdlatul Ulama dengan nusa bangsa. Meskipun disadari peraturan yang berlaku tidak menggunakan Islam sebagai dasarnya, akan tetapi Nahdlatul Ulama tidak mempersoalkan, karena yang terpenting adalah umat Islam dapat melaksanakan syariat agamanya dengan bebas. Secara langsung NU turut serta mempunyai pengaruh dalam bidang politik. Pengaruh di Bidang Sosial Peran organisasi Nahdlatul Ulama di bidang sosial ini lebih difokuskan pada aspek keagamaan yang berbentuk pada dakwah dan penguatan keislaman. Tentunya hal ini dilakukan karena menyikapi Kristenisasi yang dilakukan oleh pihak Belanda terhadap bangsa pribumi. Sehingga hal tersebut sangat diperlukan untuk membendung arus para missionaris Kristen dalam menyebarkan paham agama lain selain Islam. Dari segi sosial sendiri tentunya sangat beragam karena dengan dakwah dan penguatan islam yang langsung kepada mssyarakat mak tentu tidak terlepas dengan berbagai aspek sosial lainya juga. Pengaruh di Bidang Pendidikan Peran Nahdlatul Ulama dalam pendidikan inilah yang akan mengubah pola perjuangan masyarakat Indonesia selama ini. Di bidang pendidikan inilah NU lebih memfokuskan pada dunia pesantren. Pendidikan di dalamnya haya membahas mengenai ilmu agama dan nasionalisme, sehingga penguatan keislaman dan


Yusuf Perdana & Rinaldo Adi Pratama 56 paham nasionalisme terus dilaksanakan demi menjaga stabilitas perjuangan menuju kemerdekaan Indonesia. Dalam pendidikan inilah Nahdlatul Ulama terus berkomitmen dan menunjukkan sikap perjuangan lewat pendidikan dengan terus menambah jumlah pesantren-pesantren dan madrasah di nusantara. Hal ini dilakukan demi mengimbangi jumlah sekolah buatan Belanda yang hanya diisi oleh kaum bangsawan dan priyayi (perbedaan strata sosial), serta pendidikan yang isinya tidak memasukkan mata pelajaran agama di dalamnya. Perkembangan jumlah pondok pesantren tentunya sangat berpengaruh dalam bidang pendidikan yang dialami masyarakat pribumi pada saat itu, mengingat pada saat itu pribumi masih banyak yang belum merasakan bangku sekolah, terlebih sekolah yang berintgrasi dengan nilai maupun pembelajaran agama. C. RANGKUMAN Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, dua organisasi keagamaan yang terbentuk pada awal abad ke-20, tampak peranannya dalam perjuangan usaha mempertahankan kemerdekaan. Baik secara keorganisasian maupun individu tokohnya dapat dilihat andil mereka, baik pada masa pra-kemerdekaan maupun pasca-proklamasi kemerdekaan Indonesia. Muhammadiyah sendiri merupakan gerakan pembaruan Islam modern. Sedangkan Nahdatul Ulama merupakan organisasi Islam yang dalam perkembangannya bertransformasi menjadi partai politik. Muhammadiyah didirikan oleh Muhammad Dahlan yang kemudian dikenal sebagai KH. Ahmad Dahlan pada 8 Dzulhijjah tahun 1330 H (18 November 1912) di Yogyakarta. Ideologi Muhammadiyah dapat terlihat dari keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah berlandaskan pada Al-Qur'an dan Sunnah. Kedua sumber ini merupakan landasan organisasi Muhammadiyah. Pada awal kemunculannya, organisasi ini menyiarkan kepada masyarakat Islam yang ada di Hindia Belanda (Indonesia saat itu) agar kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah serta meninggalkan segala ibadah yang berhubungan dengan kemusyrikan dan khufarat. Nahdlatul Ulama


Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia 57 sendiri adalah gerakan dari para ulama-ulama Islam di Indonesia yang dipelopori oleh KH. Hasyim Asy’ari pada Tahun 1926 dari Jombang Jawa Timur. Melalui lembaga-lembaga pendidikan pondok pesantren, Nahdatul Ulama berhasil menanamkan semangat dan watak anti kolonialisme. Dalam perkembangannya NU akhirnya memasuki dunia politik dan bergabung dengan beberapa perkumpulan seperti MIAI, GAPI, Korindo, dan terakhir Partai Masyumi, namun karena banyaknya perbedaan pendapat, akhirnya NU diwarnai dengan partai politik. D. LATIHAN 1. Jelaskan secara singkat munculnya Muhammadyah ! 2. Sebutkan siapa saja tokoh pelopor berdirinya Muhammadyah ! 3. Jelaskan kontribusi Nahdatul Ulama pada kemerdekaan Indonesia ! 4. Jelaskan hubungan antara K.H. Hasyim Asyari dengan lahirnya Nahdatul Ulama ! 5. Analisislah pengaruh Nahdatul Ulama dalam bidang pendidikan dan sosial ! E. RUJUKAN Anam, Choirul. (2010). Pertumbuhan dan Perkembangan NU. Sidoarjo: Duta Aksara Mulia. Karim, M. Rusli. (2012). Muhammadiyah Dalam Kritik dan Komentar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Machmudi, Yon. (2013). Sejarah dan Profil Ormas-Ormas Islam di Indonesia. Depok: PTTI UI. Muhammad, Riezam. (2014). Muhammadiyah Prakasa Besar Kyai Dahlan. Yogyakarta: Badan Penerbit UAD. Muzadi, A. M. (2006). NU dalam Perspektif Sejarah & Ajaran. Surabaya: Khalista Noer, Deliar. (1996). Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES


Yusuf Perdana & Rinaldo Adi Pratama 58 Salam, Yunus. (1986). Riwayat Hidup KH. Ahmad Dahlan. Yogyakarta: TB Yogya Sayuti, dkk., (2018). Dinamika Politik Partai Nahdlatul Ulama di Semarang Tahun 1952-1979. Jurnal Sejarah. Vol. 7. No. 1. Siregar, Syulhennisari. (2021). Harmonisasi Beribadah Warga Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama di Mesjid At-Tawwabin Kelurahan Tobat Kota Padangsidimpuan. Jurnal Arist. Vol. 9. No. 1.


Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia 59 BAB V PARTAI POLITIK PADA MASA RADIKAL A. PENDAHULUAN oedjanto menjelaskan ciri perjuangan atau perlawanan dari rakyat terhadap kolonialisme dan imperialisme di Nusantara sebelum dan setelah 1900, sebagai berikut: (1) Sebelum 1900; perjuangan rakyat berciri perlawanan atau perjuangan bersifat kedaerahan atau lokal, menggantungkan pada tokoh kharismatik, belum ada tujuan yang jelas; (2) Setelah 1900; perjuangan rakyat berciri perjuangan bersifat nasional, diplomasi, dan perjuangan dengan organisasi modern (Moedjanto dalam Ahmadin, 2017). Munculnya Partai Politik di Indonesia dapat ditandai sebagai dampak dari perubahan sosial, politik, dan ekonomi di negara Belanda dan Hindia Belanda pada saat itu. Kebijakan politik etis merupakan salah satu penanda penting munculnya berbagai partai politik yang diberlakukan oleh pemerintah Kolonial Belanda, yang mana secara tidak langsung pendidikan yang dialami pribumi pada saat itu membuka wawasan yang luas, khususnya melalui jalur politik (Ritoga, 2016). Eksistensi politik di Hindia Belanda sangat dipengaruhi oleh kondisi pada masa itu, khususnya bagaimana saat itu cengekeraman colonial masih mendominasi di berbagai sektor, khususnya dalam hal politik. Di Indonesia organisasi modern yang pertama berdiri yakni Budi Utomo, mereka terdiri dari golongan pemuda keturunan Priyayi dan pribumi. Awal abad 20 merupakan titik penting bagi sejarah Indonesia, pada masa tersebut berbagai organisasi terbentuk, tidak M


Yusuf Perdana & Rinaldo Adi Pratama 60 terkecuali juga beberapa partai politik yakni diantaranya Partai Nasional Indonesia, Partai Komunis Indonesia, dan Perhimpunan Indonesia. Bagi PNI, PKI, dan PI untuk memperoleh pergerakan rakyat yang sadar, maka perkumpulan perlu mempunyai asas yang terang dan jelas, perlu mempunyai suatu teori nasionalisme yang radikal yang dapat menimbulkan kemauan yang satu, yaitu kemauan nasional. Dari masa radikal tersebutlah maka terbentuknya berbagai partai politik tersebut juga sering disebut dengan munculnya berbagai partai politik di masa radikal. Setelah menyelesaikan materi ini, anda dapat memiliki kemampuan untuk: (1). Menjelaskan partai politik pertama di Hindia Belanda, (2). Menjelaskan Pelopor terbentuknya Partai Nasional Indonesia, (3). Menjelaskan terbentuknya Partai Komunis Indonesia (4). Menjelaskan pelopor kondisi Partai Politik pada masa radikal (5). Menganalisis kontribusi partai politik pada masa radikal. B. PENYAJIAN MATERI a. Radikalisme Secara etimologi, istilah radikal berasal dari bahasa latin radix atau radici yang artinya adalah akar, sumber, atau asal mula. Ketika dimaknai secara luas maka radikal mengarah pada pemaknaan hal-hal yang mendasar, prinsip-prinsip, pokok-pokok persoalan, atau hal-hal yang esensial. Dari masa ke masa istilah ini dipakai sebagai kata sifat yang dihubungkan dengan makna asalnya yaitu akar. Dalam bidang keilmuan istilah radikal dipahami secara netral. Dalam filsafat dianjurkan berfikir radikal, yaitu upaya berfikir sampai ke akarakarnya atau sampai pada persoalan yang paling mendasar atau mendalam. Fenemonena itu memberi makna bahwa radikal dapat dipahami positif atau negatif. Radikal merupakan kata sifat yang dapat memberi makna tergantung dari apa yang disifati dan dalam konteks apa. Jika yang disifati adalah sesuatu yang positif maka radikal bermakna positif seperti berfikir radikal dalam filsafat. Begitu pun sebalikanya jika dipakai dalam konteks yang negatif maka akan bermakna negatif seperti halnya gerakan radikal yang dipahami


Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia 61 sebagai gerakan perubahan dengan cara-cara kekerasan sebagaimana pemahaman yang muncul akhir-akhir ini. Meski pada dasarnya netral, namun istilah radikal pada awalnya banyak digunakan untuk makna positif. Gerakan radikalisme sendiri sebagai suatu faham tidak selalu ditandai dengan aksi-aksi kekerasan namun dapat juga sebatas ideologi yang tidak menggunakan cara-cara kekerasan (Satriawan, dkk dalam Budijanto & Rahmanto, 2021). Soekarno yang populer sebagai tokoh kemerdekaan sendiri juga menganjurkan radikalisme. Dalam pandangannya, perjuangan kaum Marhaen harus bernyawakan radikalisme dan berasaskan radikalisme agar tidak tergelincir pada reformisme dan kompromi yang merugikan masa depan. Bahkan dia menganjurkan Partai Nasional Indonesia (PNI) menjadi partai yang radikal (Mujiburrohman, 2022). Adapun sejumlah organisasi politik telah menyebut diri sebagai Partai Radikal, atau memiliki nama Radikal, yang termasuk partai-partai di Prancis, Italia, Britania Raya, Denmark, Argentina dan Kanada. Nama Radikal bisa memiliki sejumlah arti, bervariasi dari gerakan radikal asli untuk reformasi pemilihan yang dikaitkan dengan republikanisme juga dengan partai-partai liberal progresif, kesayap ekstrem kiri maupun kanan dari spektrum-spektrum politik. b. Dinamika Partai Politik Masa Radikal Perhimpunan Indonesia merupakan salah satu organisasi yang berdiri pada masa radikal dengan dipelopori salah satunya oleh R. M . Notosoeroto di Belanda, yang terpengaruh oleh ide-ide sosialisme. Perhimpunan Indonesia dengan tegas berpendapat bahwa Pemerintah Hindia Belanda bertugas untuk menuntut wilayah Hindia Belanda kearah kemerdekaan. Organisasi Perhimpunan Indonesia banyak mengirim wakil wakilnya dalam konferensi Internasional yang membahas mengenai penjajahan. Oleh sebab itu, Perhimpunan Indonesia sering kali didasari oleh ideologi Marxisme seperti Liga Demokratie Internasional. Perhimpunan Indonesia di Tahun 1925 menggaris bawahi bahwa tujuan mereka adalah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia secara penuh dengan memisahkan batasan


Yusuf Perdana & Rinaldo Adi Pratama 62 antara penjajah dengan yang dijajah. Sikap inilah yang dikenal dengan asas national democratische yang bergerak secara non-cooperatie. Gambar 20. Anggota Perhimpunan Indonesia di Belanda Tahun 1927 Sumber: Arsip Nasional Republik Indonesia Keberadaan gerakan Perhimpunan Indonesia pada periode selanjutnya mempengaruhi dinamika sosial politik dalam negeri Indonesia, salah satunya mempengaruhi kelahiran Partai Nasional Indonesia yang didirikan oleh Sukarno. Partai Nasional Indonesia ini memiliki pengaruh dan basis yang kuat di tengah-tengah masyarakat Indonesia dengan tujuan utamanya yaitu kemerdekaan Indonesia. Radikalisme yang tunjukan oleh PNI berupa kongres-kongres yang diselenggarakan selalu menegaskan mengenai ideologi yang mereka anut dan imperialisme Belanda sebagai dalang mundurnya kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan politik masyarakat Indonesia pada saat itu. Pemikiran pemikiran PNI disebarluaskan melalui surat kabar Banteng Priangan yang berlokasi di Bandung dan Persatoean Indonesia yang berlokasi di Jakarta. Keberadaan PNI sebagai partai beraliran nasionalis ini membuat Pemerintah Hindia Belanda


Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia 63 Khawatir akan pengaruhnya ideologi nasionalisme ekstrim. Puncaknya ketika Pemerintah Hindia Belanda melakukan penangkapan terhadap tokoh-tokoh PNI dari pusat hingga cabangcabang PNI yang mengakibatkan Partai PNI membubarkan diri di Tahun 1931. Menelisik gerakan radikalisme di masa lampau, kita dapat memahami bahwa sikap dari gerakan radikalisme yang di tunjukan oleh organisasi maupun partai politik dalam periode pergerakan nasional sejatinya merupakan usaha dalam melawan imperialisme yang telah dibangun oleh Belanda selama kurang lebih 350 tahun. Gerakan radikalisme dijadikan sebagai arah pergerakan pemudapemuda Indonesia dalam membentuk identitasnya sebagai bagian dari Negara Indonesia yang berdaulat dan bebas dari campur tangan pihak asing, yang mana pada saat itu adalah kolonial Belanda. Keadaan pergerakan nasional pada Tahun 1930-an berbeda dengan keadaan sebelumnya. Keadaan tersebut terutama disebabkan oleh sikap pemerintah kolonial yang lebih mengontrol berbagai gerakan yang mengancam eksistensi kolonial belanda, khusunya gerakan yang menganut azas perjuangan non-kooperatif. PNI yang didirikan pada Tahun 1927, kemudian pada Tahun 1931 pecah menjadi Partindo yang dipimpin oleh Sukarno dan PNI Baru yang dipimpin oleh Mohammad Hatta. Baik Partindo maupun PNI-Baru dinilai pemerintah, membahayakan. Ditekanlah kedua partai itu melalui berbagai cara, seperti pembatasan kebebasan berbicara dalam rapat-rapat, dilaksanakannya hak luar biasa Gubernur Jenderal yaitu exorbitantrechten, dan adanya larangan untuk mengadakan rapat dan berkumpul yang berlaku di seluruh Indonesia. Dengan dilaksanakannya berbagai senjata itu, maka keadaan gerakan nonkoperatif (Partindo dan PNI baru), menjadi tidak berdaya. Pada tanggal 23 Mei 1937 di Jakarta didirikan partai baru yang kooperatif dengan nama Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). Gerindo bertujuan kemerdekaan politik, ekonomi, dan sosial, yang hendak dicapai dengan berjuang baik di luar maupun di dalam dewandewan. Walaupun Gerindo kooperatif, namun pemerintah masih


Yusuf Perdana & Rinaldo Adi Pratama 64 mencurigainya. Beberapa rapat untuk mendirikan cabang Gerindo dibubarkan oleh pemerintah karena berbagai macam alasan. Sebagian besar bekas anggota Partindo masuk dalam partai ini. Cabangcabangnya tersebar hampir merata di seluruh Indonesia. Aktivitas Gerindo dipusatkan pada bidang politik, karena menurutnya kemenangan di bidang ini merupakan jalan utama untuk mencapai kemerdekaan di bidang lainnya. Namun demikian, bidang ekonomi tidak dilupakan karena menurut Gerindo bahwa susunan ekonomi yang baik akan berpengaruh terhadap bidang politik dan sosial. Kegiatan di bidang politik di antaranya ialah sikapnya terhadap Petrisi Sutarjo yang mendukung sebagian isinya; masuk dan aktifnya Gerindo dalam GAPI yang dibentuk Tahun 1939, keinginannya untuk membentuk suatu Front Demokrasi guna menghadapi kemungkinan menjalarnya perang ke Indonesia. Kegiatan di bidang ekonomi yaitu didirikannya perkumpulan yang bernama Penuntun Ekonomi Rakyat Indonesia (PERI) yang bertujuan untuk memperbaiki perekonomian rakyat Indonesia. Di bidang sosial Gerindo membantu sekolah-sekolah nasional dan melakukan pemberantasan buta huruf. Di bidang kepemudaan Gerindo mendirikan perkumpulan pemuda bernama Barisan Pemuda Gerindo. Setelah Jepang menduduki Indonesia, perjuangannya terhenti karena Gerindo dan partai-partai politik lainnya dibubarkan oleh Jepang. Sejak digantikannya Gubernur Jendral de Jonge dengan Gubernur Jendral Tjarda van Starkenbourgh Stachover (1936-1942), organisasi pergerakan terus mengalamim hambatan dan tekanan. Organisasi pergerakan waktu itu adalah Gerindo, Parindra dan GAPI, tetapi organisasi-organisasi itu tidak dapat berbuat banyak. Aktivitas parlementerlah yang ditempuh sebagai usaha mendekati pemerintah. Di kalangan Islam ada usaha bersatu tanpa melihat perbedaanperbedaan yang kadang menggangguyaitu dengan mendirikan Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) pada Tahun 1938. PSII Abikusno dan PII Wiwoho saling berebut pengaruh dalam MIAI. Kekuatan politik waktu itu tersebar sebagai berikut: Parindra terdiri dari golongan menengah, tinggi dan cendekiawan. Gerindo terdiri dari golongan


Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia 65 menengah dan kecil, serta bekas anggota PKI. Anggota PNI Lama menyebar ke semua partai baik Parindra maupun PSII dan Muhammadiyah. Anggota GAPI 47.000, MIAI 22.000 dan sekitar 11.400 anggota ada di partai-partai kecil. Jumlah seluruh yang aktif dalam politik adalah 80.400 orang. Diperkirakan orang Indonesia yang ikut menentang pemerintah kolonial mencapai 200.000 orang. Dalam rapat-rapat yang diselenggarakan oleh organisasi politik waktu itu mereka memasang bendera merah putih untuk mengobarkan semangat. Indonesia berparlemen tetap menjadi tujuan baik oleh GAPI maupun PSII. Pemerintah harus menyadari sepenuhnya keinginan rakyat dan demi memobilisasi pertahanan dalam masa genting dan itu hanya dapat dicapai melalui parlemen. Suara rakyatlah yang menjembatani dan menjamin berakhirnya hubungan kolonial yang lambat laun dapat menyelesaikan persoalan ekonomi, sosial dan lainlainnya. Untuk mempertahankan diri dari serangan Jepang, dalam bulan Desember 1941 sampai Maret 1942 pemerintah Hindia Belanda minta bantuan raja Yogyakarta 93 dan Surakarta. Sekalipun persekutuan erat tetapi pemerintah tidak dapat mempertahankan diri dari serangan Jepang dan ditandatangani penyerahan pemerintahan dari Jendral Ter Poorten kepada Jenderal Imamura di Kalijati, Cirebon pada tanggal 8 Maret 1942. Gerakan – gerakan massa secara terbuka yang dilakukan selama masa pemerintahan Bala tentara Jepang cenderung kurang. Para pemuda pejuang lebih memilih gerakan bawah tanah dan penyiapan pasukan milisi sipil (Pranoto, 2001). PNI berkeyakinan bahwa untuk membangun nasionalisme ada tiga syarat yang harus ditanamkan kepada rakyat yaitu jiwa nasional (nationaale geest), tekad nasional (nationaale wil), dan tindakan nasional (nationnale daad). Dengan cara ini Partai Nasional Indonesia berusaha dengan kekuatan rakyat sendiri, memperbaiki keadaan politik, ekonomi, dan budaya. Pada Tahun 1935 terjadi penyatuan antara Budi Utomo dan PBI. Dalam sebuah partai yang disebut Partai Indonesia Raya (Parindra), Ketuanya adalah Dokter Sutomo. Organisasi-oraganisasi lain yang ikut bergabung dalam Parindra adalah: Serikat Sumatera, Serikat Celebes, Serikat Ambon, Kaum


Yusuf Perdana & Rinaldo Adi Pratama 66 Betawi, dan Tirtayasa. Bergabungnya berbagai partai membuat Parindra semakin kuat dan anggotanya tersebar di mana-mana. Jumlah anggotanya meningkat pesat. Pada tahun 1936 jumlah anggotanya berkisar 3425 orang dari 37 cabang. Cita-cita Parindra semakin tegas yaitu mencapai Indonesia merdeka. c. Perkembangan Partai Politik Pada Masa Radikal Perhimpunan Indonesia (PI) Perhimpunan Indonesia tumbuh menjadi organisasi yang radikal, karena didukung oleh kaum muda intelektual. Kepeloporan Perhimpunan Indonesia dilatarbelakangi oleh faktor-faktor yang diantaranya: 1. Kesempatan untuk terlibat dalam komunikasi Internasional, dengan berperan serta dalam berbagai kongres Internasional, terutama yang berkaitan dengan imperialisme dan kolonialisme. Adanya kesempatan tersebut membuat anggota-anggota Perhimpunan Indonesia memiliki pengetahuan untuk menghadapi penjajahan di Indonesia, di samping berkesempatan memperkenalkan bangsa Indonesia yang sedang berjuang untuk mencapai kemerdekaannya. 2. Situasi pergerakan nasional di Indonesia yang sedang mengalami kekosongan kepemimpinan secara nasional, memungkinkan anggota Perhimpunan Indonesia yang memiliki asas radikal dan nasional dapat diterima oleh organisasi-organisasi lokal dan kedaerahan di Indonesia. 3. Kebebasan yang dimiliki anggota Perhimpunan Indonesia, baik sewaktu di Belanda maupun setelah kembali ke tanah air, dari segala keterikatan. Hal ini merupakan faktor terpenting, karena dengan ketidakterikatan pada berbagai birokrasi dan kepentingan penguasa, Perhimpunan Indonesia mempunyai kebebasan diri untuk berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan demi kemerdekaan bangsa Indonesia.


Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia 67 Melalui berbagai faktor penunjang tersebut, Perhimpunan Indonesia mampu menunjukkan keberadaannya terhadap pergerakan nasional di Indonesia. Gambar 21. Pertemuan Perhimpunan Indonesia Sumber: digitalcollections.universiteitleiden.nl Semenjak Tahun 1923, PI aktif berjuang bahkan mempelopori dari jauh perjuangan kemerdekaan untuk seluruh rakyat Indonesia dengan berjiwa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang murni dan kompak (Poesponegoro & Notosusanto, 2007). Partai Komunis Indonesia (PKI) Partai komunis indonesia dibawah pinpinan D.N Aidit mulai menentukan sikap dimana PKI menempuh garis kanan sebagaimana yang digariskan oleh Moskow, yaitu jalan Legal parlementer dengan dilengkapi taktik merangkul golongangolongan non Komunis. Berdasarkan Marxisme-Leninisme yang Konvensional. Menurut Aidit orientasi politik lebih menjadi faktor penentu kelas sosial dibandingkan dengan


Yusuf Perdana & Rinaldo Adi Pratama 68 kelas sosial itu sendiri yang menentukan orientasi Partai Politik. Jadi, dia menyatakan bahwa kaum Komunis dapat bekerjasama dengan kaum borjuasi kecil-kecilan dan kaum borjuasi nasional melawan kelas borjuis komparador dan kelas feodal (Ricklefs, 2008). Gerakan PKI selanjutnya sangat radikal dan selalu menggerakkan organisasi buruh untuk mogok, apabila tuntutan perbaikan nasib buruh tidak dipenuhi. Sebagai puncak kegiatan PKI untuk memperjuangkan nasib buruh adalah melancarkan pemogokan secara besar-besaran (Sudiyo, dkk, 1997) Ideologi komunis dalam kancah perpolitikan merupakan bagian dari ideologi sayap kiri, ideologi ini lahir dari adanya gagasan Karl Marx yang menentang segala bentuk penindasan atas kaum buruh atau proletar oleh para pengusaha dan penguasa. Marx melihat penerapan paham liberal dan kapitalis hanya menciptakan adanya keterasingan kaum proletar, disisi lain kapitalisme justru hanya menguntungkan para kaum pemilik modal saja. Sebagai partai komunis, pegerakan PKI juga dapat dikatakan bersifat revolusioner yang bertujuan untuk memperluas paham komunis, sehingga atas adasar sifatnya ini PKI termasuk kedalam kelompok radikalisme kiri. Penilaian ini setidaknya juga dapat dilihat dari gerakangerakan PKI, baik sebelum Pemilu 1955 maupun setelahnya. Partai Nasional Indonesia (PNI) Partai Nasional Indonesia (PNI) merupakan salah satu partai tertua di Indonesia, yang dibentuk oleh para tokoh nasional seperti Dr. Tjipto Mangunkusumo, Mr. Sunaryo dan Soekarno pada Juli 1927 di Bandung. Pada Tahun 1929 Partai Nasional Indonesia dianggap membahayakan Belanda, karena menyebarkan ajaran-ajaran pergerakan kemerdekaan sehingga pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan perintah penangkapan pada tanggal 24 Desember 1929. Penangkapan baru dilaksanakan pada tanggal 29 Desember 1929 terhadap


Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia 69 para tokoh Partai Nasional Indonesia di Yogyakarta seperti Soekarno, Gatot Mangkupraja, Soepriadinata dan Maskun Sumadiraja. Para tokoh nasional tersebut diadili pada tanggal 18 Agustus 1930. Setelah diadili di pengadilan Belanda, para tokoh nasional ini dimasukkan dalam penjara Sukamiskin di Bandung. Kemudian dalam masa pengadilan Soekar no menulis pidato “Indonesia Menggugat" dan membacakannya di depan pengadilan sebagai gugatannya. Pada Tahun 1931, pimpinan PNI Ir. Soekarno diganti oleh Mr. Sartono. Setelah PNI dipimpin oleh Mr. Sartono Partai Nasional Indonesia dibubarkan dan membentuk Partindo, dan Ir. Soekarno bergabung dengan Partindo. Atas pembentukan Partindo pada tanggal 25 April 1931, Moh. Hatta tidak setuju dan kemudian membentuk Partai Nasional Indonesia baru (Dewantarina, 2012). Partai Indonesia (Partindo) Dalam kongres Partindo, Mr. Sartono berpidato bahwa Partindo adalah sebuah partai politik yang menghendaki kemerdekaan penuh bagi Indonesia dan mendasarkan programnya pada empat prinsip, yakni menentukan nasib sendiri, kebangsaan Indonesia, menolong diri sendiri, dan demokrasi. Partindo terdiri dari seluruh lapisan masyarakat, lapisan atas dan bawah, lapisan kaya dan miskin, dan bukan partai untuk kepentingan kelompok tertentu. Partindo adalah partai demokratis, non-kooperatif dan radikal, yang dalam kegiatan ekonomi dan sosialnya berusaha menyiapkan Indonesia untuk merdeka. Didirikannya Partindo menuai pro kontra di kalangan mantan pemimpin PNI, ada yang mendukung ada pula yang menolak. Salah satunya yaitu Mohammad Hatta yang marah atsu menyayangkan atas tindakan yang dilakukan oleh Mr. Sartono, karena dianggap memalukan dan melemahkan pergerakan rakyat Indonesia yang tidak mau berkorban.


Yusuf Perdana & Rinaldo Adi Pratama 70 Berdirinya Partindo menjadikan aktivitas politik Mr. Sartono dan kawan-kawan kembali berlanjut. Apalagi ketika Soekarno telah keluar dari penjara dan memilih Partindo sebagai kendaraan politiknya. Adanya persamaan visi dan misi dalam hal aksi massa antara PNI dan Partido menjadi alasan bagi Soekarno lebih memilih Partindo dari pada PNI Baru bentukan Hatta dan Sjahrir (Ricklefs, 2008). Organisasi Partindo ini kembali melancarkan aktivitasnya dengan melakukan ide-ide atau gagasan tentang kemerdekaan bangsa Indonesia, dan pemerintah kolonial kembali menangkap Soekarno pada tanggal 30 Juli 1933, kemudian dibuang ke Endeh lalu dipindahkan ke Bengkulu. Sama halnya dengan pimpinan PNI Baru seperti Hatta dan Sjahrir, pemerintah kolonial melakukan pembuangan terhadap mereka ke Digul. Bulan April 1937, bekas-bekas pemimpin Partindo, seperti Mr. Sartono, A.K Gani, dan Moh. Yamin mendirikan organisasi baru yang diberi nama Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) yang bekerja sama dengan pemerintah kolonial. Namun, Gerindo juga tidak bertahan lama setelah adanya perbedaan pendapat di kalangan pimpinan Partindo. Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) Pada April 1937 diumumkan secara resmi berdirinya sebuah partai baru yang bernama “Gerakan Rakyat Indonesia” (Gerindo). Partai ini didirikan oleh Amir Syariffudin setelah pada November 1936 Partindo dibubarkan oleh Gubernur Jenderal De Jong yang menindas partai yang berasas nonkoperatif. Amir Syariffudin dalam mendirikan Gerindo mendapatkan dukungan dari bekas tokoh-tokoh Partindo. Ketua Gerindo yang pertama adalah A.K. Gani, pada awalnya Amir Syariffudin yang ditunjuk sebagai ketua partai namun ditolaknya dengan alasan untuk menyelamatkan hidup dan kegiatan-kegiatan partai karena Amir Syariffudin selalu diawasi gerak-geriknya oleh pemerintah. Namun


Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia 71 pengangkatan A.K. Gani sebagai ketua partai hanya sebagai taktik saja untuk menyelamatkan hidup partai, sebenarnya pucuk pimpinan dalam Gerindo tetap dipegang oleh Amir Syariffudin yang menduduki jabatan sebagai wakil ketua Gerindo. Pada Tahun 1939 Gerindo melangsungkan kongresnya yang kedua di Palembang. Dalam kongres itu Amir Syariffudin dipilih menjadi ketua Gerindo. Keputusan terpenting dalam kongres ini adalah penerimaan orang-orang Indo dalam tubuh Gerindo. Dasar penerimaan orang indo menurut Amir Syariffudin yaitu bahwa nasionalisme tidak ditentukan oleh kriteria darah dan warna kulit saja tetapi terletak pada persamaan cita-cita, persamaan nasib dan kemauan untuk mewujudkan cita-cita. Gerindo sendiri berkembang di berbagai daerang, salah satunya di Siantar. Cabang Gerindo di Siantar berdiri Tahun 1938. Pada masa itu Gerindo secara terang – terangan menyatakan sikap sebagai antikolonial, anti Eropa, anti kapitalisme, menuntut kemerdekaan nasional dan menuntut hak – hak tanah rakyat (Sinurat, 2017). C. RANGKUMAN Beberapa organisasi politik telah menyebut diri mereka Partai Radikal, atau memiliki nama radikal, termasuk partai-partai di Prancis, Italia, Inggris Raya, Denmark, Argentina, dan Kanada. Nama Radikal dapat memiliki beberapa arti, dari gerakan radikal asli hingga reformasi pemilu yang terkait dengan republikanisme serta partaipartai liberal progresif di paling kiri dan kanan spektrum politik. Perhimpunan Indonesia di Belanda kurang lebih memiliki kesamaan dalam pemikiran di balik perjuangan mereka. Perhimpunan Indonesia, awalnya didirikan oleh R. M. Notosoeroto dan Soetan Kasayangan di Belanda dipengaruhi oleh paham sosialisme. Keadaan pergerakan nasional pada Tahun 1930-an berbeda dengan sebelumnya. Keadaan itu terutama disebabkan oleh sikap pemerintah kolonial yang memberikan tekanan besar pada gerakan nasionalis, terutama gerakan


Yusuf Perdana & Rinaldo Adi Pratama 72 yang berjuang untuk berpegang pada prinsip non-kooperatif. Contoh partai yang terbentuk pada masa radikal di Indonesia adalah Perhimpunan Indonesia (PI), Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Indonesia (Partindo), dan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). D. LATIHAN 1. Jelaskan secara singkat munculnya Perhimpunan Indonesia (PI),! 2. Sebutkan siapa saja tokoh pelopor berdirinya Partai Komunis Indonesia (PKI) ! 3. Jelaskan kontribusi Partai Nasional Indonesia (PNI) ! 4. Jelaskan tujuan dibentuknya Partai Indonesia (Partindo) ! 5. Analisislah dampak dibentuknya Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) terhadap keadaan politik di Indonesia pada saat itu ! E. RUJUKAN Ahmadin. (2017). Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia. Makassar: Rayhan Intermedia Dewantarina Aryani. (2012). Partai Nasional Indoneisa Pada Pemilihan Umum Tahun 1955 Di Semarang. Journal of Indonesian History. Vol. 1. No.2. Ibnu Ali, Mujiburrahman. (2022). Radikalisme Dari Terminologi Ke Fenomena. Ahsana Media: Jurnal Pemikiran, Pendidikan Dan Penelitian Ke-Islaman. Vol. 8. No. 1. Junita Yosephine Sinurat. (2017). Sejarah Partai Politik Di Pematang Siantar (1927-1949). Jurnal Sriwijaya Historia. Vol. 1. No. 1. Oki Wahju Budijanto & Tony Yuri Rahmanto. (2021). Pencegahan Paham Radikalisme Melalui Optimalisasi Pendidikan Hak Asasi Manusia Di Indonesia. Jurnal HAM. Vol. 12. No. 1. Poesponegoro, Marwati Djoened & Nugroho Notosusanto. (2007). Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Hindia Belanda. Jakarta: Balai Pustaka Pranoto, Drs. H Tukidjan. (2001). Tetes Embun di Bumi Simalungun


Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia 73 Ricklefs, M.C. (2008). Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Ritonga, R. (2016). Pembubaran Partai Politik Terhadap Sistem Demokrasi di Indonesia. Jurnal Pranata Hukum. Vol. 10. No. 2. Sudiyo, dkk. (1997). Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia Dari Budi Utomo Sampai Dengan Pengakuan Kedaulatan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan


Yusuf Perdana & Rinaldo Adi Pratama 74 BAB VI AKHIR PERIODE PEMERINTAHAN HINDIA BELANDA A. PENDAHULUAN ergerakan nasional di Indonesia erat hubungannya dengan keberhasilan negara-negara Asia lainnya, yaitu seperti kemenangan Jepang atas Rusia pada Tahun 1905, Gerakan Turki Muda, Revolusi Cina, juga dengan pergerakan-pergerakan nasional lainnya di negara-negara tetangga, yakni di India dan Filipina yang pada saat itu juga sedang mengalami gejolak kebangkitan nasional. Inilah yang mempengaruhi perjuangan kaum nasionalis di Indonesia. Pengaruh lainnya yang menyebabkan berkembangnya gerakan-gerakan tersebut adalah adanya ekspansi pendidikan modern yang pada saat itu tumbuh dengan pesatnya, sehingga memunculkan para cendekiawan yang berasal pribumi Indonesia saat itu (Rudiyanto, 2013). Runtuhnya Hindia Belanda, secara tidak langsung pada saat memasuki Perang Dunia II, ketika tentara Jerman menyerbu dan melancarkan perang kilat. Kalah dari Jerman, Hindia Belanda kembali harus menghadapi kegagalan ketika Jepang melakukan invasinya. Kekalahan Hindia Belanda terhadap Jepang mulai terjadi setelah Jepang berhasil menguasai beberapa wilayah, seperti Tarakan dan Palembang (Notosusanto, dkk, 2019). Sikap keras pemerintah kolonial Belanda dalam menindak para kaum nasionalis Indonesia dengan cara menangkap dan membuang ke luar Pulau Jawa berdampak pada gerakan kaum nasionalis Indonesia yang awalnya bersifat radikal dan non kooperatif terhadap pemerintah mulai merubah haluannya menjadi lebih lunak P


Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia 75 dan kooperatif, salah satunya adalah dibentuknya Fraksi Nasional oleh M.H. Thamrin yang juga merupakan anggota dari Volksraad, Parindra (Partai Indonesia Raya). Salah satu tujuan dari pembentukan organisasi tersebut adalah, memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dengan cara kooperatif, yaitu dengan bekerjasama dengan pihak pemerintah kolonial Belanda. Salah satunya adalah terobosan yang dilakukan oleh Soetardjo Kartohadikoesoemo dengan menggagas petisi Soetardjo, meskipun pada akhirnya petisi tersebut ditolak oleh pemerintah saat itu (Rudiyanto, 2013). Tujuan dibentuknya petisi sutarjo sendiri adalah dengan cara kooperatif yakni menyusun rencana yang isinya adalah pemberian hak atau wewenang kepada Indonesia dalam sebuah pemerintahan yang berdiri sendiri, yang mana diatur dalam Pasal 1 UUD Belanda. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa Kerajaan Belanda meliputi wilayah Belanda, Hindia Belanda, Suriname, dan Curacao. Gagal akibat ditolaknya petisi Soetardjo rupanya tidak membuat kaum nasionalis putus asa, salah satu bentuk usaha mereka adalah dengan membentuk Gabungan Politik Indonesia sebagai badan konsentrasi nasional. Sebelum dibentuknya Gabungan Politik Indonesia (GAPI) sebagai wadah untuk menyatukan organisasiorganisasi politik di Indonesia, sudah ada usaha untuk menyatukan organisasi-organisasi politik tersebut dalam satu wadah, yaitu pada Tahun 1926 telah dibentuk Indonesische Eenheids Comite (Komite Persatuan Indonesia), akan tetapi komite tersebut tidak berhasil atau dapat dikatakan gagal. Kemudian pada Tahun 1927, tepatnya pada tanggal 27 Desember 1927, Partai Nasional Indonesia (PNI) membentuk Pemufakatan Perhimpunan Partai Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI), dan organisasi hasil bentukan partai ini bisa dikatakan berhasil dan berjalan cukup lama dan efektif. Setelah menyelesaikan materi ini, anda diharapkan dapat memiliki kemampuan untuk: (1). Menjelaskan kondisi akhir pemerintahan Hindia Belanda, (2). Menjelaskan bagaimana terbentuknya Fraksi Nasional, (3). Menjelaskan terbentuknya Petisi Sutarjo, (4).


Yusuf Perdana & Rinaldo Adi Pratama 76 Menjelaskan latar belakang dibuatnya petisi sutarjo, (5). Menganalisis terbentuknya gabungan politik indonesia. B. PENYAJIAN MATERI a. Akhir Masa Pemerintahan Hindia Belanda Hindia Belanda memberikan pernyataan menyerah kepada Jepang pada 8 Maret 1942. Ketika Jepang mulai berinvasi pada Tahun 1940, Hindia Belanda sudah tidak lagi memiliki kekuatan untuk berjuang, sehingga membutuhkan bantuan dari negara-negara lain. Hindia Belanda meminta bantuan dari Sekutu induknya, yaitu Inggris, Australia, dan Amerika Serikat, tetapi tidak banyak bantuan yang diberikan. Hal tersebut disebabkan, karena Inggris sedang berjuang melawan invasi Jerman di Eropa, begitu juga dengan Australia dan Amerika Serikat. Kedatangan Jepang menyerang Hindia Belanda sendiri bukan tanpa suatu alasan. Jepang merupakan negara yang tidak memiliki sumber daya alam yang memadai untuk menunjang perekonomiannya. Oleh sebab itu, Jepang sangat bergantung pada pasokan dari negeri-negeri yang berlimpah sumber daya alamnya, salah satunya yang diharapkan adalah Hindia Belanda. Hindia Belanda merupakan salah satu daerah yang menghasilkan sumur dan ladang minyak bumi, yang mana saat itu minyak bumi sangat diperlukan untuk kebutuhan perang. Untuk itu, agar Jepang mampu menghadapi pertempuran panjang, Jepang perlu menguasai daerah penghasil sumber daya tersebut. Itulah sebabnya, Hindia Belanda dijadikan target invasi oleh negara Jepang. Jurnal bursa saham Belanda “Amsterdam Effectenblad” Tahun 1932 yang berkomentar “kwaliteit minjak boemi di Tarakan tjoekoep baik, sehingga kapal-kapal besar bole ambil minyak dengan segera dan bisa dikasi masuk dalam tank (maksudnya tangki) dengan begitu saja” (Santosa, 2004).


Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia 77 Gambar 22. Jejak Pengeboran Minyak di Tarakan Sumber: Tempo.co Bulan Februari 1940, Jepang mengajukan beberapa tuntutan kepada Belanda. Selain itu, Jepang juga menghendaki pemberian minyak mentah dan bauksit yang lebih banyak lagi. Kemudian, Jepang juga melarang pers Hindia Belanda untuk menerbitkan tulisan yang berisi semangat anti-Jepang. Beberapa permintaan Jepang tersebut dapat dikabulkan oleh pemerintah Belanda, seperti memasok lebih banyak bauksit, meski tidak sebanyak yang diminta oleh Jepang. Ketika Jepang mulai menyerbu Hindia Belanda, sasaran utamanya adalah pengeboran minyak di Tarakan, Balikpapan, dan Palembang. Gerakan maju ini dimungkinkan setelah pertahanan Hindia Belanda di utara Pulau Sulawesi berhasil dilumpuhkan pada 26 Desember 1941. Kekuatan udara Jepang juga tidak mendapati kesulitan untuk menghancurkan pangkalan dan pertahanan udara Hindia Belanda di Tondano, Sulawesi Utara. Setelah Tarakan, sasaran selanjutnya adalah Palembang, sumber minyak mentah yang menghasilkan setengah produksi seluruh Hindia Belanda. Pada 14 Februari 1942. Sejumlah 600 tentara pasukan komando mendarat di salah satu lapangan udara di Palembang dan sempat berhasil memukul mundur Jepang, sebelum pasukan besar


Yusuf Perdana & Rinaldo Adi Pratama 78 infantri Jepang datang dan merusak fasilitas pengeboran yang ada. Untuk mencegah Jepang mengambil kilang-kilang minyak disana, pemerintah berencana untuk menghentikan pemanfaatan kilang minyak tersebut selama enam bulan. Akan tetapi, rencana tersebut tidak membuahkan hasil. Salah satu kilang minyak di Palembang hanya mengalami sedikit kerusakan, sehingga setelah enam bulan, proses produksi dapat kembali dijalankan. Mengingat gempuran yang tidak bisa ditahan, dan Belanda tidak lagi mampu melawan Jepang, pada 8 Maret 1942 Jepang menerima surat pernyataan menyerah dari Hindia Belanda. Pernyataan tersebut kemudian menyebar luas melalui siaran terakhir di Nederlandsch Indische Radio Omprope (NIROM) yang ada di Bandung. Perubahan sosial yang terjadi dari masa Hindia Belanda ke masa Jepang membawa perubahan pula pada cara berpikir dan nilai-nilai masyarakat. Perdebatan mengenai perubahan tersebut, terutama pola berpikir menghadapkan dua golongan, yaitu golongan kaum tua (konservatif) dan kaum muda (progresif) dalam segala lapangan kehidupan (Yoesoef, 2010), hal ini tercermin juga salah satunya pada saat pra kemerdekaan, bagaimana golongan tua yang berbeda pendapat dengan golongan tua. b. Fraksi Nasional Ide pembentukan fraksi nasional di dalam Volksraad muncul dari anggota Volksraad Moh. Husni Thamrin, ketua perkumpulan kaum Betawi, karena pengaruh faktor-faktor yang melatar belakangi pada saat itu. Faktor-faktor tersebut dapat diuraikan lebih lanjut sebagi berikut: a. Sikap pemerintah Hindia Belanda terhadap gerakan politik di luar Volksraad, terutama PNI. b. Anggapan dan perlakuan yang sama oleh pemerintah terhadap semua gerakan nasional baik non maupun kooperasi. Terutama dalam peristiwa penggeledahan tokoh-tokoh PNI yang juga dilakukan terhadap anggota-anggota perkumpulan yang bersifat moderat dan bersifat kooperasi.


Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia 79 c. Didirikannya Vaderlandsche club (VC) Tahun 1929 sebagai protes terhadap “ethisch beleid” Gubernur Jenderal de Graef. Zentgraaff pendiri VC berpendapat bahwa kehidupan nasional Belanda yang lebih kuat akan merupakan alat untuk “menghadapi tuntutan-tuntutan gila dari nasionalisme timur” (Pluvier, 1953). Terdapat Salah satu wadah pergerakan kaum kooperatif yang juga memperjuangkan kemerdekaan Indonesia di tengah kondisi politik yang cukup kemelut pada saat itu, yakni Fraksi Nasional yang merupakan bagian dari Volksraad (Rohmadi, 2016). Fraksi ini secara resmi didirikan tanggal 27 Januari 1930 di Jakarta dan beranggotakan 10 orang anggota Volksraad yaitu wakil-wakil dari daerah-daerah di Jawa, Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Menurut Moh. Husni Thamrin yang ditunjuk sebagai ketua, sedikitnya jumlah anggota bukanlah merupakan suatu masalah karena yang penting adalah mutu dari anggota-anggota tersebut. Dalam tindakannya Fraksi Nasional lebih memusatkan usahanya di dalam lingkungan Volksraad sesuai dengan keadaan yang memengaruhi timbulnya, Fraksi nasional mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Menjamin adanya kemerdekaan nasional dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, dengan jalan mengusahakan perubahanperubahan ketatanegaraan. 2. Berusaha menghapuskan perbedaan-perbedaan politik, ekonomi, dan intelektual sebagai antitesis kolonial. 3. Mengusahakan kedua hal tersebut diatas dengan gara-gara yang tidak bertentangan dengan hukum (Pluvier, 1953). Meskipun pemakaian kata Fraksi kurang tepat sebab anggotaanggotanya bukanlah berasal dari satu partai politik atau perkumpulan yang sama bahkan ada yang tidak berpartai, hal tersebut biasa terjadi di dalam Volksraad dimana satu golongan disebut Fraksi. Dari tujuannya jelas terlihat bahwa Fraksi nasional condong bersifat Radikal meskipun mereka tetap duduk di dalam Volksraad dan


Yusuf Perdana & Rinaldo Adi Pratama 80 menjadi anggota dewan itu. Kegiatan pertama dari fraksi ini adalah pembelaan terhadap PNI yang ditangkap didalam sidang-sidang Volksraad, terutama sebelum tokoh-tokoh PNI tersebut diadili pada Agustus 1930. Anggota-anggota fraksi nasional, terutama Moh. Husni Thamrin, berpendapat bahwa tindakan pengeledahan dan penangkapan terhadap pemimpin-pemimpin PNI oleh pemerintah itu tidak dapat dipertanggungjawabkan bahkan banyak diantara mereka yang bukan anggota PNI juga digeledah dan dicurigai. Daftar pengeledahan dan penangkapan yang dilakukan polisi dibeberapa tempat di kota di Jawa, Sumatra, dan Sulawesi oleh Thamrin telah diberikan kepada sidang Volksraad. Dengan peristiwa ini terbukti bahwa pemerintah dalam tindakannya telah berlaku tidak bijaksana dan tidak adil terhadap pergerakan rakyat Indonesia. Thamrin berpendapat bahwa peristiwa-peristiwa buruk yang sering menimpa pergerakan rakyat adalah berpangkal kepada artikel-artikel yang ditulis. Oleh karena itu, ia mengajukan suatu mosi kepada Volksraad mengenai artikel-artikel ini. Kemudian dibentuk suatu komisi untuk meninjau kembali artikel-artikel tersebut. Usul Thamrin agar sidang perkara pemimpin-pemimpin PNI yang dituduh melanggar artikel-artikel itu dilakukan dihadapan di majelis yang lebih tinggi (Hooggerchtschof) dan bukan pada leandraad, ditolak oleh pemerintah dengan alasan bahwa pengadilan tertinggi itu hanya suatu penuntut politik, sedang bukti-bukti sifatnya berkenaan dengan hukum pidana (Tjokroaminoto, 1930). Sementara itu, masalah pertahanan juga dibicarakan juga dalam sidang Volksraad pada Tahun 1930, dimana pemerintah bermaksud akan meningkatnya. Maksud ini ditentang oleh anggotaanggota fraksi nasional. Mereka berpendapat bahwa peningkatan kekuatan pertahanan itu pasti akan memerlukan biaya besar, sedangkan keadaan keuangan negara sangat buruk, terlebih lagi tidak ada lagi manfaatnya bagi Indonesia. Daerah-daerah diseluruh Indonesia tidak mempunyai suatu yang harus dipertahankan juga tidak kemerdekaan, sedangkan yang dimaksud dengan pertahanan terhadap serangan musuh adalah pertahanan terhadap kemerdekaannya. Jelas ia


Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia 81 tidak mempunyai kemerdekaan, karena Indonesia adalah daerah jajahan. Oleh karena itu, lebih baik biaya tersebut digunakan untuk memperbaiki kesejahteraan sosial rakyat Indonesia. Krisis malaise yang melanda Indonesia saat itu dan diangkatnya De Jonge seseorang yang sangat reaksioner sebagai Gubernur Jenderal yang baru pada Tahun 1931 ternyata telah memberikan akibat yang sangat buruk bagi Indonesia, baik dalam segi sosial ekonomi maupun kehidupan politik. De Jonge menjalankan pemerintahan dengan sikap yang sangat keras dan kaku, sehingga masa pemerintahannya dianggap masa yang terburuk. Dalam kehidupan politik, fraksi nasional yang tidak radikal itu telah didorong kearah politik non kooperatif, sedangkan seharusnya pemerintah justru mendorong mereka kearah politik kooperatif. Sesuai dengan keadaan kehidupan sosial ekonomi yang sangat tertekan akibat depresi ekonomi, kegiatan fraksi juga terutama ditujukan untuk memperbaiki keadaan sosial ekonomi rakyat. Apalagi kehidupan dibidang politik memang sangat ditekan sekali oleh pemerintah De Jonge. Masalah sosial yang banyak dibicarakan pada waktu itu adalah bidang pendidikan akibat dengan diumumkannya peraturan sekolah-sekolah liar (Wilde Schoolen Ordonantie) oleh pemerintah. Dijalankannya peraturan ini pasti akan menghambat kemajuan rakyat Indonesia bahkan juga dari golongan Cina, India, dan Arab, karena itu dengan dipelopori oleh Ki Hajar Dewantara peraturan ini ditentang dengan keras. Anggota-anggota fraksi nasional didalam sidang Volksraad juga menuntut agar pemerintah mencabut segera peraturan tersebut. Bahkan Thamrin bermaksud akan keluar dari Volksraad apabila tuntutan itu gagal. Melihat kemungkinan jejak Thamrin akan diikuti pula oleh anggota-anggota lainnya, karena wakil-wakil bangsa Indonesia praktis tidak ada. Setelah melihat reaksi-reaksi baik di luar maupun di dalam Volksraad, yang dapat mengganggu ketenangan masyarakat, pemerintah kolonial dengan terpaksa mencabut peraturan tersebut. Dibawah tekanan politik Gubernur Jenderal De Jonge, politik non kooperatif menjadi lumpuh, akibatnya muncul kaum kooperatif yang di dalam Volksraad oleh


Yusuf Perdana & Rinaldo Adi Pratama 82 fraksi nasional dan di luar Volksraad oleh Partai Indonesia Raya (Parindra) yang didirkan pada Tahun 1935. Dalam masa itu muncullah petisi Sutardjo pada Tahun 1936, yang berisi usul Indonesia berdiri sendiri tetapi tidak lepas dari kerjasama Belanda. Petisi yang menghebohkan kalangan pergerakan yang ada pro dan kontra, karena ditolak oleh pemerintah Belanda. Dalam sidang Volksraad sendiri, suara fraksi nasional juga terpecah-pecah dalam menanggapi petisi tersebut. Disatu pihak gerakan nasional di luar Volksraad bersatu, tetapi dipihak lain terjadi perpecahan fraksi nasional di Volksraad. Setelah pembukaan Volksraad yang baru pada Tahun 1939, sudah menjadi kebiasaan bahwa fraksi nasional ditinjau kembali. Muhammad Yamin yang pada Tahun 1939 menjadi anggota Volksraad menyusun rencana yang dalam beberapa hal lebih luas dari pada rencana yang dibuat oleh Mohammad Husni Thamrin. Muhammad Yamin mengusulkan agar fraksi nasional menyusun suatu program yang akan diumumkan kepada seluruh rakyat Indonesia, untuk mengakhiri kecaman bahwa fraksi nasional itu tidak bekerja hanya untuk Jawa saja tetapi juga untuk daerah-daerah luar Jawa. Usul Muhammad Yamin ini tidak disetujui oleh Mohammad Husni Thamrin. Oleh karena itu, pada tanggal 10 Juli 1939 atas prakasa Muhammad Yamin di Volksraad berdiri Golongan Nasional Indonesia (GNI) disamping fraksi nasional. Badan ini tidak mewakili partai-partai di Volksraad melainkan mewakili golongan-golongan rakyat. Dalam arti tertentu GNI ini bersifat provinsialistis. Semua anggotanya, yaitu Muhammad Yamin, Soangkupon, Abdul Rasyid, dan Tajuddin Noor adalah utusan-utusan dari luar Jawa. Anggota fraksi nasional dari luar Jawa tetap setia pada badan tersebut adalah Mukhtar dan Lapian. Tanggapan pers terhadap kejadian itu ada yang menyambut baik yaitu sebagi usaha untuk meningkatkan perjuangan nasional, sedang suara lain menghawatirkan tindakan itu sebagai pemecahbelahan dan akan memperlemah perjuangan. Untuk mengurus kepentingan-kepentingan di daerah luar Jawa, orang-orang Sumatra juga bisa tetap berada di fraksi nasional.


Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia 83 Tahun 1941 fraksi nasional dan GNI berfusi menjadi Fraksi Nasional Indonesia (Frani) tujuan singkat dan tegas yaitu memperjuangkan Indonesia merdeka. Fraksi Nasional dan GNI sendiri dapat dikatakan fraksi yang bergerak dengan cara kooperatif atau cara diplomatis. Cara-cara diplomasi merupakan cara yang tepat untuk mengalahkan musuh secara perlahan. Cara diplomasi akan memudahkan menganalisis bagaimana pengambilan sikap pemerintah Hindia Belanda, memperoleh dukungannya dan bahkan mengelabui pemerintah dengan berpura-pura bersifat kooperatif (Ramadhan K H, 2008). c. Petisi Sutardjo Perjuangan dalam mencapai kemerdekaan, baik yang melalui gerakan kooperatif maupun non kooperatif sama-sama memiliki konsekuensi masing-masing. Kelompok yang memiliki jalan non kooperatif kerapkali pergerakan mereka dipatahkan oleh pemerintahan Hindia Belanda dengan berbagai cara. Berbeda dengan kelompok yang memilih jalan kooperatif, kerapkali mereka mendapat konotasi negatif. Dengan berjuang di dalam sistem pemerintahan kolonial, mereka seringkali dianggap sebagai kaki tangan Belanda. Kecurigaan tersebut tidak sepenuhnya salah, terdapat diantara mereka yang setia dan patuh kepada pemerintahan Hindia Belanda dengan sikap lebih Belanda daripada Belanda (Ruchiat, dkk, 2012). Soetardjo Kartohadikoesoemo lahir di Kunduran, Blora, 22 Oktober 1892 merupakan putra seorang Assistant Wedono di onderdistrik Kunduran, Ngawi. Dalam hal memperjuangkan bangsa Indonesia, Soetardjo Kartohadikoesoemo memakai taktik kerjasama atau kooperatif yaitu dengan bekerjasama pemerintahan Hindia Belanda. Di Dewan Rakyat (Volksraad), Soetardjo Kartohadikoesoemo menjadi anggota yang merangkap sebagai wakil ketua fraksi pamong praja. Sebagai seorang pamong praja, Soetardjo Kartohadikoesoemo tentu bertindak sesuai dengan hukum yang berlaku.


Yusuf Perdana & Rinaldo Adi Pratama 84 Perjuangan Soetardjo Kartohadikoesoemo di forum Dewan Rakyat mencapai puncaknya pada saat diajukannya “Petisi Soetardjo” dengan mengajukan Petisi Soetardjo pada sidang Volksraad yang dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 1936. Tanpa pemilihan suara dalam Volksraad, Petisi Soetardjo akhirnya diterima untuk dibicarakan dalam sidang khusus. Sidang khusus untuk membicarakan Petisi Soetardjo dilaksanakan pada tanggal 17 sampai dengan 29 September 1936. Hasil dari sidang khusus tersebut adalah 26 orang anggota Volksraad menyetujui Petisi Soetardjo dan 20 orang lainnya menolak. Dengan begitu berarti Petisi Soetardjo telah menjadi Petisi Volksraad. Pada tanggal 1 Oktober 1936, Petisi Soetardjo kemudian dikirimkan pada Ratu, Staten Generaal, dan Menteri Jajahan di negeri Belanda. Sambil menunggu keputusan disetujui atau ditolaknya Petisi Soetardjo, maka dibentuklah Central Comite Petisi Soetardjo baik di Indonesia maupun di Belanda. Sedangkan di daerah-daerah, dibentuk Sub-sub Comite Petisi Soetardjo. Dengan bantuan dari pers-pers nasional, Central Comite Petisi Soetardjo maupun Sub-sub Comite Petisi Soetardjo baik di Nederland maupun di Indonesia selalu melakukan kampanye-kampenye atau propaganda-propaganda untuk mengumpulkan pendukung Petisi Soetardjo. Sutrisno (1982) memaparkan Isi dari petisi Soetardjo tersebut adalah sebagai berikut: “Kami yang bertanda tangan dibawah ini dengan hormat menyorongkan usul supaya Volksraad dengan menggunakan hak yang diberikan kepada majelis itu dalam pasal 68 dari pada Undang-Undang Indische Staadregering, mengajukan permohonan pada Pemerintah Tinggi dan Staten Generaal supaya sukalah menolong daya upaya akan supaya diadakan satu sidang permusyawaratan dari wakil-wakil Nederland dan wakil-wakil Hindia Belanda, yang sidang permusyawaratan itu dengan memakai aturan hak bersamaan dengan anggota-anggotanya akan mengatur suatu rencana bagi memberikan kepada Hindia Nederland dengan jalan berangsur-angsur di dalam sepuluh tahun, ataupun di dalam yang oleh sidang permusyawaratan itu akan


Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia 85 dianggap dapat melaksanakannya, kedudukan berdiri sendiri di dalam batas-batas pasal 1 dari pada Grondwet”. Sutarjo Ratu Langie Kasimo Datuk Tumenggung Ko Kwat Tiong Alatas Akhirnya pada tanggal 16 November 1938 datanglah keputusan dari Kerajaan belanda Nomor 40 yang menyatakan bahwa Petisi Soetardjo ditolak oleh Ratu Belanda. Alasan penolakan adalah karena bangsa Indonesia dianggap belum matang untuk memikul tanggung jawab memerintah Indonesia sendiri. Surat keputusan pemerintah kerajaan Belanda tersebut disampaikan kepada sidang Volksraad pada tanggal 29 November 1938. Meskipun mengalami kekecewaan tetapi Penolakan pemerintah terhadap Petisi Soetardjo telah menimbulkan pengaruh terhadap pergerakan nasional Indonesia yang antara lain adalah semakin menumbuhkan rasa solidaritas dan rasa persatuan diantara kaum pergerakan. d. Gabungan Politik Indonesia Pada tanggal 29 Mei 1939 terbentuklah Gabungan Politik Indonesia (GAPI) atas prakarsa dari Partai Indonesia Raya (Parindra). Di dalam bendera Gapi tersebut duduklah di antaranya adalah Parindra, Garindo, dan Pasundan. Puncak pimpinan Gapi diduduki oleh Abikusno Tjokrosujoso dari PSII. Beberapa tokoh penting lain yang berada di tubuh Gapi adalah Amir Sjarifuddin dari Gerindo, dan Muhammad Husni Thamrin dari Parindra. Adapun tujuan dari federasi tersebut adalah untuk mempersatukan partai politik Indonesia, menuntut Indonesia berparlemen, dan menghadapi berbagai kemungkinan yang terjadi akibat Perang Dunia II (Suryana, 2019). GAPI (Gabungan Politik Indonesia), didirikan berdasarkan hasil rapat yang dipimpin oleh Mohammad Hoesni Thamrin, yang dihadiri oleh


Yusuf Perdana & Rinaldo Adi Pratama 86 wakil-wakil dari Parindra, PSII, Partai Katolik, Persatuan Minahasa dan Partai Islam Indonesia (PII). Wakil-wakil dari Paguyuban Pasundan yang hadir dalam rapat tersebut adalah Atik Soeardi, S. Soeradiredja dan Ir. Oekar Bratakoesoemah. Tujuan dari GAPI ini adalah memperjuangkan hak untuk dapat menentukan nasib sendiri dan persatuan nasional, yang kemudian tujuan tersebut dirumuskan dalam semboyan “Indonesia Berparlemen“, yang bermakna bahwa GAPI ingin adanya parlemen sepenuhnya (Irshanto, 2016). Peranan GAPI dalam pergerakan nasional Indonesia terlihat jelas dalam pembentukan sebuah Kongres Rakyat Indonesia (KRI) pada tanggal 24 Desember 1935 yang bertujuan untuk mensejahterakan rakyat Indonesia. Aktivitas yang dilakukan GAPI dalam KRI adalah dengan mengadakan kongres-kongres yang bertujuan untuk memperjuangkan Indonesia Berpelemen. Dalam melakukan perjuangannya, GAPI memberntuk Komite Parlemen Indonesia di seluruh wilyah Indonesia. Dimana pada masa itu, seluruh daerah diminta untuk mengadakan rapat yang diselenggarakan secara umum maupun tertutup. Pada Tahun 1940 GAPI melakukan penuntutan terhadap penggantian Volksraad menjadi perlamen sejati yang anggotanya dipilih oleh rakyat. Selain itu, ativitas yang dilakukan oleh GAPI dalam rangka pergerakan nasional Indonesia lebih ditingkatkan dengan melakukan perubahan nama Kongres Rakyat Indonesia (KRI) menjadi Majlis Rakyat Indonesia (MRI) yang dilakukan dalam konfrensi pada tanggal 14 September 1941 di Yogyakarta (Sholikin, 2020). C. RANGKUMAN Fraksi Nasional dilatar belakangi oleh berbagai faktor diantaranya adalah: 1. Sikap pemerintah Hindia Belanda terhadap gerakan politik di luar Volksraad, terutama PNI. 2. Anggapan dan perlakuan yang sama oleh pemerintah terhadap semua gerakan nasional baik non maupun kooperasi. Terutama dalam peristiwa penggeledahan tokoh-tokoh PNI yang juga dilakukan terhadap anggota-anggota perkumpulan yang bersifat moderat dan bersifat


Click to View FlipBook Version