The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

KESENIAN RENGKONG TARIKOLOT
SEBAGAI PERSEPEKTIP TRADISI MASYARAKAT
PETANI DI CIAMIS

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Heri Herdianto, 2021-10-04 03:12:15

KESENIAN RENGKONG TARIKOLOT SEBAGAI PERSEPEKTIP TRADISI MASYARAKAT PETANI DI CIAMIS

KESENIAN RENGKONG TARIKOLOT
SEBAGAI PERSEPEKTIP TRADISI MASYARAKAT
PETANI DI CIAMIS

KESENIAN RENGKONG TARIKOLOT
SEBAGAI PERSEPEKTIP TRADISI MASYARAKAT

PETANI DI CIAMIS

Heri Herdianto
MAN 1 Bekasi
e-mail: [email protected]

Abstrak
Tulisan ini bertujuan mengungkap keberadaan kesenian tradisional rengkong
Tarikolot yang merupakan representasi dari sebuah tradisi yang hidup di kalangan
masyarakat petani di daerah pedesaan Ciamis Jawa Barat. Kesenian rengkong bermula
dari tradisi ritual mengangkut padi dari sawah menggunakan rancatan awi
golondongan. Di balik kesakralan tradisi ini, terdapat sisi lain yang mampu menciptakan
keriangan, kegembiraan, dan keceriaan, sehingga kemudian tradisi ini diangkat menjadi
sebuah kesenian, yaitu kesenian tradisional ngrengkong, yang merupakan seni
instrumental. Unsur estetis kesenian ini diperkuat dengan dimasukkannya unsur
nyanyian. Maka terciptalah kesenian rengkong yang merupakan perkembangan dari seni
hiburan paska panen. Pada penampilan seni rengkong, unsur sakral sudah banyak
berkurang, sebaliknya unsur hiburan lebih menonjol sehingga seni rengkong pun
menjadi sebuah seni pertunjukan kontemporer yang dulu sangat digemari oleh
masyarakat Sunda, khususnya di daerah pedesaan. Kini keberadaan seni rengkong tengah
mengalami degradasi dan terancam punah, tersisihkan oleh jenis-jenis kesenian modern.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yang mengan-
dalkan data kualitatif.
Kata kunci: seni rengkong, representasi, tradisi.

1

Abstract
This paper aims to reveal the existence of traditional art ofrengkong which is a
representation of a living tradition among the farmers in the rural areas of Ciamis West
Java. Rengkong art stems from a tradition of ritual transporting rice from the fields
using the awi group. Behind the sanctity of this tradition, there is another side that is
capable of creating merriment, joy and cheerfulness, so that this tradition then elevated
to an art, the art of traditional tutunggulan which is an instrumental art. Art aesthetic
element is reinforced with the inclusion of singing elements. Then,rengkong art is
created as the development of post-harvest entertainmen art. On the appearance of
rengkong art, the element of the sacred has been much reduced; otherwise the
entertainment element is more prominent so the rengkongart becomes contemporary
performing arts once highly favored by the Sundanese people, especially in rural areas.
Now the existence of the art of rengkongis in the middle of degraded and endangered,
marginalized by the types of modern art. The method that the writer used in this
research is descriptive method that relies on qualitative data.
Keywords: rengkong arts, representations, tradition.

2

1. PENDAHULUAN

Ciamis merupakan salah satu kabupaten yang secara administratif
wilayah masuk ke dalam provinsi Jawa Barat. Di Kabupaten Ciamis inilah
banyak kebudayaan lokal yang tercipta, tumbuh, dan berkembang yang pada
gilirannya menjadi suatu kebanggaan dan identitas masyarakat setempat
sebagai pemilik aslinya. Kebudayaan lokal Ciamis banyak menghasilkan
berbagai hasil karya kearifan lokal yang saraat dengan makna anatara lain
kesenian Rengkong, Kesenian Gondang Buhun, kesenian Tari Kupat, Seni
Jaipong, bobodoran, dan lainsebagainya. Aneka kesenian tersebut telah
ditetapkan menjadi kearifan lokal dan pilar budaya setempat. Meskipun
kearifan lokal ini telah ditetapkan menjadi pilar budaya yang syarat makna,
namun masyarakat setempatnya sendiri terlihat banyak yang belum
mengetahuinya dan enggan memperhatikannya karena memnag dasarnya
akibat dari kurangnya pemahaman tentang budaya, sehingga dalam benak
dan jiwa mereka belum tumbuh rasa cinta, bangga, setia, apalagi rasa saling
memiliki terhadap kearifan lokal tersebut bahkan kesenian yang peneliti teliti
sendiri riwayatnya sedang mati suri akibat tidak adanya regenerasi.

Menurut Mahmud (dalam Erdlanda, 2014: 6) menyatakan bahwa
kepunahan atau kemunduran seni tradisional ternyata yang paling jelas
menimpa unsur pertunjukkan atau pagelarannya, sedangkan unsur sastranya
umumnya masih dapat dipertahankan melalui tulisan atau melalui rekaman
elektronik. Mengingat hal tersebut dan juga mengingat bahwa pencipta dan
pewaris seni tradisional sering kali tak dikenal lagi seiring lamanya ia
beredar, maka dari itu kita harus bersikap proaktif agar pengaruh negatif
dari perkembangan zaman tidak mempengaruhi apalagi sampai mengubah
ide dasar dan landasan filosofis kesenian Rengkong Tarikolot yang sarat
dengan kandungan nilai-nilai budaya, estetika, pendidikan, religi (agama),
dan nilai-nilai lain yang ada dalam kehidupan.

Masyarakat Sunda khusunya di Ciamis sendiri bahkan yang hidup di
daerah pedesaan dikenal sebagai masyarakat petani. Pengetahuan penduduk
setempat mengenai padi, termasuk di dalamnya pandangan masyarakat
setempat mengenai tanaman padi, memengaruhi bentuk tindakan serta sikap
mereka terhadap padi sehingga tak hasil dari mulai menggarap sawah dari
kering sampai siap bercocok tanam bahkan sampai musim panen masyarakat
mengelar berbagai ritual atau tradisi yang salah satunya yakni tradisi
memindahkan padi yang sudah di panen ke leuit atau tempat penyimpanan
dimana di buatlah semacam alat pemikul dari bambu gelondongan ditambah
salang, ketika memikul padi di wajibkan adanya gerakan digoyang-

3

goyangkan sehingga terlihat padi bergerak kekanan dan kekiri yang tujuanya
supaya bambu gelondongan dan salang saling bergesekan sehingga
menimbulkan suara.

Menurut caryoman tokoh masyarakat Dusun Tarikolot Desa
Situmandala Rancah Kab Ciamis mengetakana bentuk dan cara memainkan
kesenian rengkong tersebut sebenarnya diambil dari tata cara masyarakat
Sunda dahulu ketika menanam padi sampai menuainya. Tradisi kesenian ini
sudah jarang ditampilkan oleh masyarakat karena dewasa ini di dusun
tarikolot Situmandala sudah jarang yang menanam pare gede (padi yang
masih menempel pada gagangnya) atau pare geugeusan (padi besar yang
disatukan dari dua ikatan) karena diganti dengan menanam pare segon (padi
gabah) sehingga dalam pengangkutan padi gabah dari sawah ke lumbung
padi sudah menggunakan karung karena di pandang efektivitasnya padahal
pada masa dulu sebeulum adanya Karung masyarakat ketika panen tidak
menjadikan hasil panenanya berbentuk gabah tetapi di panenn masih ada
peganganya dan di ikat dan biasnya di pikul mengunakan bamabu ketika
membawanya ke tempat padi, akibatnya d era sekarang kesenian Rengkong
hampir tidak berkembang, walaupun masih ada tetapi itu pun susah untuk
ditemui, kecuali harus dicari dan dikumpulkan terlebih dahulu karena sudah
langka dan biasanya anggota kesenian Rengkong tersebut adalah orang-
orang yang memang sudah lanjut usia.

Berdasarkan hal tersebut, penulis merasa tertarik untuk mengkaji lebih
dalam lagi mengenai kesenian Rengkong sebagai persepektip tradisi
masyarakat Ciamis dengan harapan bisa menarik minat anak muda untuk
ikut berpartisipasi dalam melestarikan kesenian Rengkong dan mengangkat
kembali keberadaan kesenian Rengkong tersebut.

2. KAJIAN PUSTAKA

Mengacu pada judul tulisan ini maka setidaknya terdapat tiga konsep
atau pengertian dasar yang perlu diuraikan terlebih dahulu. Ketiga konsep
tersebut adalah: 1) kesenian tradisional, 2) Kesenian rengkong, 3) tradisi
masyarakat

a. Kesenian Tradisional
Kesenian tradisional adalah kesenian yang dimiliki dan dikembangkan suku-

suku bangsa yang umumnya hidup di daerah pedesaan. Kesenian tradisional
biasanya dicirikan dengan penggunaan bahasa lokal dari masyarakat yang
bersangkutan. Penyajiannya pun biasanya masih sangat sederhana, baik dari segi

4

peralatan, kostum, komposisi estetis, maupun bentuk penyajiannya. Kesenian
tradisional biasanya ber- sumber pada mitos, sejarah atau cerita rakyat yang
memiliki nilai-nilai yang bersifat sakral maupun profan, dan biasanya
diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Jenis-jenis kesenian
tradisional ini terutama masih berkembang di daerah-daerah perdesaan. Teguh
Hindarto (2016:1) mende- finisikan kesenian tradisional sebagai bentuk
kesenian yang lahir dan tumbuh dalam konteks wilayah tertentu yang
diteruskan dari satu periode ke periode berikutnya Kesenian rengkong yang
lahir dari tradisi masyarakat petani, khususnya para laki laki ketika memikul
padi dari sawah merepresentasikan bahwa kelambutan dan kekuatan
menjadi penentu dalam mendapatkan hasil apalagi dibarengi dengan
pemikiran yang matang sehingga hasil panen pun bisa melimpah karena
perencanaan yang matang dalam memanen sawah dan memikulnya ke
temapat penyimpanan.

b. Kesenian Rengkong

Kesenian Rengkong adalah kesenian yang dilakukan oleh masyarakat
Tarikolot Situmandala Rancah sebagai ucapan syukur kepada Tuhan karena
telah memberikan hasil panen yang melimpah, yang sangat besar artinya
bagi kesejahteraan hidup masyarakat. Kesenian Rengkong merupakan
semacam seremonial petani untuk melepas penat karena baru saja bebas dari
kesibukan dan aktivitas merawat padi disawah selama musim tanam padi.
Selain itu, kesenian Rengkong sebagai proses memasukkan padi ke dalam
lumbung tempat penyimpanan dimana padi akan diolah nantinya.

Bahkan bisa dikatakan bahwa Rengkong adalah salah satu kesenian
tradisional. Bentuk kesenian ini diambil dari tata cara masyarakat Sunda
dahulu ketika menanam padi sampai dengan menuainya. Istilah Rengkong
diambil dari nama sebuah alat untuk memikul padi dari sawah. Alat ini
terbuat dari bambu jenis “gombong” dan untuk mengikat padinya
menggunakan tali injuk. Kalau digunakan memikul padi sambil berjalan
dapat menghasilkan suara yang berirama akibat gesekan tali injuk dengan
bambu. Perlengkapan seni Rengkong yang digunakan untuk suatu
pertunjukan terdiri dari: bambu “gombong”, umbul-umbul, tali injuk dan
satu himpunan tangkai padi seberat 10 kg. Pemainnya menggunakan busana
yang terdiri dari: baju kampret, celana pangsi, ikat kepala, dan tidak
menggunakan alas kaki. Seni tradisional ini biasanya dilakukan pada waktu
upacara memanen padi, namun lambat laun sering digunakan pada waktu
yang lain seperti menyambut kedatangan tamu atau upacara peringatan hari
besar nasional.

5

Di era globalisasi saat ini kesenian Rengkong hampir tidak berkembang,
walaupun masih ada tetapi itu pun susah untuk ditemui, kecuali harus dicari
dan dikumpulkan terlebih dahulu karena sudah langka dan biasanya anggota
kesenian Rengkong tersebut adalah orang-orang yang memang sudah lanjut
usia. Karena memang bisanya tergerus arus gelobalisasi sehingga kesenian
tradisonal sering terlupakan. Bahkan menurut Dharma (2011: 3) dalam arus
globalisasi budaya, khususnya pemahaman tentang kondisi budaya kita
sebagai budaya postkolonial, seharusnya mendorong untuk melihat ke
belakang dan menemukan bahwa seni budaya adalah hasil proses pergulatan
dalam kerangka proses panjang globalisasi yang tidak perlu dihentikan dan
dibekukan sebagai seni warisan, justru dilanjutkan dalam interaksi terbuka
dengan unsur-unsur budaya global dan budaya lokal marjinal di belahan
bumi lain. Jika hal ini tidak bisa dilakukan, niscaya seni-seni tradisi tersebut
tidak akan mampu mempertahankan keberadaannya. Bahkan Situasi lain
muncul ketika jenis-jenis kesenian modern mulai merasuki masya- rakat
pedesaan. Keberadaan kesenian tradisional dewasa ini tidak lepas dari
pengaruh globalisasi yang tengah melanda dunia. Rahmawati (2010:110)
mengurai- kan bahwa globalisasi terbangun oleh interaksi sosial yang
melibatkan nilai-nilai sosio-kultural individu atau kelompok yang melintasi
batas komunikasinya untuk berhubungan dengan entitas lain. Terma- suk
korelasi antarbidang yang dilewati globalisasi. Salah satu yang berhubungan
dengan fenomena seni tradisional, tentu saja adalah globalisasi budaya yang
bergerak atas ekspansi mengalirnya arus budaya di berbagai pelosok dunia.

c. Tradisi Masyarakat

Tradisi dapat diartikan sebagai hasil dari gagasan dan hasil karya
manusia, tetapi tradisi ini sifatnya lebih kekal dan terus dilakukan secara
turun temurun dari generasi yang satu ke generasi berikutnya. Sedangkan
dalam kamus besar bahasa Indonesia, tradisi mempunyai arti sebagai adat
kebiasaan turun temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam
masyarakat. Masyarakat sendiri mempunyai pengertian sejumlah manusia
dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka
anggap sama. Sehingga yang dimaksud dengan tradisi masyarakat adalah
suatu kebiasaan yang dilakukan oleh sekelompok manusia secara turun-
temurun dari generasi ke kegenerasi yang dipengaruhi oleh lingkungannya
dan masih dilakukan oleh sekelompok manusia tersebut sampai dengan
sekarang.

6

3. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitis
dengan pendekatan kualitatif. Metode kualitatif memberikan perhatian
terhadap data ilmiah. Data dalam hubungannya dengan konteks
keberadaannya, diuraikan dengan kata-kata bukan dengan bentuk angka.
Cara-cara inilah yang mendorong metode kualitatif dianggap sebagai
multimetode sebab penelitian ini melibatkan sejumlah besar gejala sosial
yang relevan (Ratna, 2013: 47-48). Objek penelitiannya adalah kesenian
Rengkong yang ada di dusun Tarikolot,desa Situmandala kecamatan Rancah
kabupaten Ciamis Jawa barat. Target khusus yang ingin dicapai dalam
penelitian ini, diantaranya: pertama, mendeskripsikan struktur kesenian
Rengkong melalui teknik wawancara dan observasi; kedua, menganalisis
nilai leluhur yang terkandung dalam kesenian Rengkong di Tarikolot
Situmandala Rancah melalui kajian studi pustaka.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
observasi dan wawancara. Adapun instrumen penelitiannya adalah dengan
mengunakan alat rekam dan alat tulis serta pedoman wawancara.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Profil Dusun Tarikolot Situmandala

Dusun Tarikolot ialah salah satu Dusun yang termasuk ke dalam
wilayah Desa Situmndala, Kecamatan Rancah Kabupaten Ciamis. Daerah
yang menjadi Perbatasan Kabupaen Ciamis dengan Kuningan ini memiliki
kekayaan lahan pertanian yang besar, di kelilingi pegunungan sehingga air
yang mengalir cukup besar sehingga untuk pesawahaan tidak sedikit
kekurangan air ketika bercocok tanam padi.

Desa Situmandala sendiri memiliki 7 dusun yaitu Sitularang Landeh,
Sitularang Tonggoh, Buni Girang, Buni Hilir, dan terakhir dusun Tarikolot
yaang menjadi objek penelitian diamana hampir semua dusun yang berada
di Desa Situamnadala bertumpu pada sektor pertanian.

Bukan hanya itu juga dari kekayaan serta potensi yang bisa diambil
selain dari sumber daya alam, masih ada kekayaan budayanya dan tradisi.
Salah satu bentuk karya musik taridisional yang tercipta pada tahun 1960.
Kesenian Rengkong sudah 2 generasi yang di pelopori oleh keluarga besar
bapak caryoman yang berada di dusun Tarikolot dimana awalnya di tahun

7

1960an sangat populer karena alunan suara dari rengkong ini menjadi
pemicu banyaknya para maestro ngibing ( penari baik laki kai ataupun
perempuan) yang tertarik atau terbawa ikut pentas bila mana ada acara
pesta patok, tujuhbelasan atapun lainnya. Tetapi kini riwayatnya hanya
sekedar legenda saja karena kurangnya bahan dan alat alat serta para pemain
yang sudah almarhum serta tidak adanya regenerasi.

b. Kesenian Rengkong

Rengkong diciptakan pada saat pesta panen tahun 1960 oleh keluarga
bapak caryoman dimana sekarang sudah masuk ke generasi ke dua yang bisa
memainkan dan membuat rengkong buhun tersebut. Dimana beliau berada
di dusun Tarikolot tepatnya di Kampung Tarikolot Rt 04/ Rw 13, Desa
Situmandala, Kecamatan Rancah, Kabupaten Ciamis. Menurt caryoman dulu
bapaknya membuat atau awal tujuan diciptakannya kesenian rengkong
sebagai hiburan ketika pulang dari panen. Kemudian kesenian rengkong
dikembangkan dan mulai dipentaskannya pada tahun 1960. Bapak caryoman
sendiri yang masih ada dan bisa membuat rengkong merupakan bagian dari
penerus atau meneruskan kesenian Rengkong walaupun sekarang kesenian
ini sudah jarang di pentaskan akibat tidak adanya regenerasi serta bahan
untuk membuat rengkong sendiri yang cukup sulit.

“dulu mah memang karena masih adanya bahan dan juga masih
adanya para pelaku yang memainkan sering di pentaskan di acara panen
atau acara agustusan serta pernah juga di undang dalam acara pesta patok
dinas pertanian. Tetapi karena sekarang para pelaku seninya banyak yang
sudah almarhum serta juga bahan pembuatan kesenian rengkong sendiri
sulit di dapat terutama padi gegesan nya(padi yang masih terikat ) sehingga
kesenian ini sekarang redup” ungkapnya caryoman rabu, 25 mei 2021 di
kediamanya.

Beliau mengungkapkan bahwa kesenian Rengkong sarat akan simbol-
simbol. Alat dan bahan yang digunakan untuk bermain kesenian rengkong
yaitu bambu kering (awi gombong) 2 - 2.5 meter, sunduk, tali ijuk, padi,
pohon beringin, pohon hanjuang, bendera merah putih, umbul-umbul
sedangkan kostum pakaian yang dipakai adalah baju dan celana pangsi
hitam, ikat kepala, topi (cetok, dudukuy), sarung, sendal karet hitam atapun
bisa tanpa alas kaki. Penamaan rengkong itu berdasarkan kemiripan suara
dengan salah satu jenis burung besar berwarna hitam pekat dan mempunyai
paruh besar yaitu burung Rangkong

Fungsi bambu (awi gombong) sebagai pikulan, padi sebagai beban
pikulan, sunduk dan tali ijuk sebagai penghubung antara pikulan dan beban

8

pikulan. Pada kedua ujung bambu biasanya diberikan ruang garis tempat tali
ijuk mengait sehingga dengan cara digerak-gerakan dari gesekan itulah
bunyi rengkong dihasilkan, biasanya agar suaranya lebih keras harus diolesi
minyak tanah atau minyak kasturi. Pemilihan bambu harus kering dan lurus
ternyata memiliki makna bahwa setiap manusia harus berada pada jalan
yang lurus yaitu jalan yang di Ridhai oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Penggunaan pohon beringin (caringin) dan pohon hanjuang dikaitkan
diatas pikulan ternyata memiliki makna tersendiri. Pohon beringin
mempunyai simbol mengayomi, seperti seorang kepala keluarga harus
mengayomi istri dan anak-anaknya. Pohon hanjuang memiliki makna ciri
atau batas, seperti dalam agama islam ada pembatas dari hal yang halal dan
yang haram.

Kesenian rengkong didominasi oleh penggunaan warna merah putih
dan hitam. Penggunaan merah putih pada kedua ujung bambu, sunduk, topi,
dan bendera memiliki makna Memiliki pemaknaan rasa cinta nasionalisme
dan semangat membara dalam melakukan aktivitas. Dominasi warna hitam
dalam kesenian rengkong selain persis seperti dominasi warna hitam pada
burung Rangkong juga memiliki makna kegagahan dan keperkasaan.
Kemudian ada tali, tali juga ada maknanya seperti tali injuknya yang
berhubungan dengan dewi sri atau padi. tali injuk dibentuk menjadi tiga ikat,
ikatan pertama melambangkan tekad ikatan kedua melambangkan ucapan
dan ikatan ketiga melambangkan langkah. Artinya semuanya harus menjadi
satu ikatan dan bermanfaat untuk dunia dan akhirat.

Caryoman menuturkan bahwa alat-alat yang digunakan tidak bisa
diganti dengan alat lainnya. Dengan cara digerakan-gerakan (digibeg-
gibegkeun) Rengkong akan mengeluarkan suara yang khas dengan jarak
dengar sampai 500 meter dari lokasi. Suara Rengkong memang sederhana
dan khas akan tetapi suara tersebut memiliki fungsi sebagai alat penghibur
pelepas penat karena telah menyelesaikan musim penanaman padi. Suara
Kesenian Rengkong memiliki pemaknaan bahwa setiap manusia harus saling
bersuara dalam artian saling mengajak, menasehati, menyerukan.

Kesenian rengkong tidak hanya ada di tarikolot saja sebenranya ,
tetapi juga ada di daerah lain di Ciamis misalnya di daerah kampung kuta
tambaksari. Bisanya ada perbedaan antara kesenian rengkong Tarikolot
dengan kesenian rengkong daerah tersebut. Yaitu terletak padi jumlah berat
beban pikulan (padi). Daerah lain biasanya padi yang digunakan yaitu 4 ikat
(4 gedeng) dengan rincian 2 ikat di depan dan 2 ikat di belakang sehingga
jumlah totalnya yaitu 40 kg. Kesenian rengkong tarikolot memiliki beban
pikulan padi lebih ringan yaitu 2 ikat padi dengan total beratnya 15 kg. Padi
yang digunakan berjenis padi huma atau pandan wangi dan tidak bisa

9

diganti oleh jenis padi yang lainnya. Padi yang digunakan bisa bertahan
sampai 20 tahun lebih dengan perawatan disimpan ditempat tertutup.
Awalnya dimainkan oleh enam orang sesuai dengan rukum iman dalam
ajaran Islam.

Tidak memerlukan hal atau syarat khusus untuk bermain kesenian
rengkong cukup dengan keadaan sehat, siap menanggung pikulan, sudah
memiliki alat dan bahannya serta postur tubuh atau tinggi badan yang tidak
terlalu pendek karena akan sulit mengangkat pikulan bambu (awi gombong)
dan beban pikulannya (padi). tidak ada batasan umur minimal dan maksimal
bagi pemain kesenian rengkong. Berapapun umurnya asal masih sanggup
dan kuat maka diperbolehkan. Hal biasa yang dilakukan oleh caryoman
sebelum mementaskan Rengkong adalah berziarah ke makan para pemain
rengkong sebelumnya dan mendoakannya serta bisanya berjiarah kepada
leluhur kampung.Awalnya kesenian rengkong sendiri hanya berdiri seniri
tanpa ada

nya bantuan alat musik lainnya tetapi karena banyaknya kemunculan
kesenian lain bisanya saling di padukan atau di rangkaikan atara lain dengan
kesenian tutunggulan, kecapi suling serta di tambah dengan gamelan
sehingga para pengunjung yang menyaksikan akan ikut terbawa situasi
bahkan ikut ngibing (menari).

“ sebenranya kesenian rengkong juga tidak memiliki lirik lagu
(kakawihan), murni sebagai gerakan dan suara yang terdengar seperti kokak
kekok kokak kekok sehingga karena ada suaranyalah dijadikan seni dan sebab
dijadikan senilah karena ada suaranya, serta untuk kesenian ini sering
dipentaskan dalam berbagai acara dan di berbagai daerah seperti, acara Hari
Ulang Tahun Republik Indonesia (17 Agustusan), Hari Ulang Tahun Daerah,
pesta patok peternakan di Ciamis”ungkapnya.

c. Nilai luhur yang terkandung dalam Kesenian Rengkong

Nilai pendidikan atau nilai luhur yang terkandung dalam kesenian
Rengkong seberanya memapunyai sarat makna yang dalam diaman
tergambar pada pola kehidupan masyarakat yang bersih lahir dan batin
tanpa adanya perlawanan dan konplik saling menyatu demi keharmonisan.
Oleh sebab itu manusia juga harus sadar akan pencipta-Nya. Kesenian
rengkong pun juga mengajarkan kita untuk taat dan percaya pada ajaran
Islam dimana adanya kaitan antar satu demi satu seta adanya kewajiban
dalam membuanyiakanya yakni dengan di goyangkan ke kiri dan kekana
karena tanpa di pikul dan di goyangkan ke kiri dan ke kakan suara dari

10

kesenian rengkong pun tidak akan keluar. Selain itu, nilai pendidikan yang
terdapat dalam kesenian ini adalah jika kita berusaha maka kita akan
mendapatkan hasil sesuai yang kita harapkan. Bahkan dimulai dariproses
menciptakan sampai mempertahankan kesenian saat ini, merupakan nilai
pendidikan yang patut ditiru dan sarat akan makna.

Ada beberapa nilai pendidikan yang bisa di ambil dari kesenian
rengkong dimana diantaranya :

1) Nilai pendidikan agama

a) Bahwa Kesenian Rengkong merupakan kesenian yang bernuansa
religi (keagamaan). Karena Kesenian Rengkong sendiri bisanya di
mainkan oleh 6 jumlah pemain supaya suara dari gesekan
rengkong sendiri mengeluarkan bunyi yang bagus. Bias di bilang
dari 6 pemin seni rengkong ini bias di Filosofi berdasarkan jumlah
Rukun Iman yakni berjumlah enam. Iman kepada Allah Swt, iman
kepada Malaikat, iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada para
Rasul, Iman kepada hari kiamat dan iman kepada qada qadar.
Sehingga makna rukun iman ini bisa diterapkan dalam kehidupan
sehari- hari terutama urusannya dalam kehidupan spritiual.

b) Dai alatnya sendiri juga emmpunyai nilai pilosopi yang serat
makanya dimana Pikulan yang digunakan dalam Kesenian
Rengkong terbuat dari bambu gombong yang kira kira panjangnya
sekitar 2-2.5 meter. Bambu yang dipilih harus lurus, artinya setiap
manusia harus berada di jalan yang kepada Sang Pencipta dengan
cara melaksanakan segala perintahNya dan menjauhi LaranganNya.

2) Nilai Moral Kemanusiaan

Kesenian rengkong juga serat dengan nilai moral kemanusiaan
diaman diantaranya :

a. moral manusia terhadap Tuhan

yang mana menurut caryoman dalam setiap pementasan
Kesenian Rengkong dilakukan, para pemain selalu melakukan
sembahyang terlebih dahulu sebagai bentuk kewajiban karena
tanpa sembayang bisasanya alat yang di gunakan yakni
rengkong sering tidak berpungsi sebagai mestinya makanya
sering di amanati untuk tidak ketinggalan semabayang.

b. moral manusia terhadap manusia

11

Makan moral manusi terhadap sesama manusia ini bisa di ambil
dalam pembagian insentip ataun upah yang dihasilkan dari
pementasan Kesenian Rengkong tidak besar, akan tetapi jika
dinikmati bersama dengan keluarga akan terasa nikmat dan
berkah. Dan lagi dari Pementasan Kesenian Rengkong terkadang
sering membawa pemain cadangan. Hal ini supaya ketika
pemain kelelahan maka pemain cadangan bisa menggantikan
sehingga terjalin kebersamaan.
c. moral manusia terhadap alam
dalam pembuatan perangkat Kesenian Rengkong wajib
menggunakan pucuk pohon beringin dan pohon hanjuang di
tambah wai gombong kering diaman maknanya yakni kita wajib
mensukuri atas anugrah dari tuhan dengan mengunakannya
dengan baik bahakan pengambilan semua pohon pohon tersebut
jangan sampai merusak tetapi wajib melestarikan pohon
tersebut, bahkan bisnaya pohon pohon tersebut selalu di rawat
dan bila mati selalu mencoba menanam bibit-bibit pohon
tersebut di area tanaman warga atau milik desa.

3) Nilai kesopanan

Hal yang wajib dipenuhi untuk bermain Kesenian Rengkong
adalah bukan hanya keadaan sehat fisik maupun batin tetapi Para
pemain harus bertindak ramah santun dan sopan dalam
melakukan pementasan Kesenian Rengkong.bahka bukan itu juga
Para pemain Kesenian Rengkong dituntut untuk aktif dan cekatan
untuk piawai dalam segala hal seperti mempersiapkan persiapan,
rapih dalam berpakian dan lainnya. Bukan itu juga Para pemain
inti atau senior Kesenian Rengkong melakukan pembinaaan atau
mengarahkan pada pemain baru terutama dalam tata cara bermain
Kesenian Rengkong sebagai bentuk regenerasi walapun hal itu
hanya berjalan sampai tahun 90an karena para pemuda setelah itu
kurang suka dengan kesenian seperti ini padahal syarat dengan
makna. Bahkan dalam lantunan Suara Kesenian Rengkong
memiliki pemaknaan bahwa setiap manusia harus saling bersuara
dalam artian saling mengajak, menasehati, menyerukan kebaikan.
Kondisi seperti inilah yang kini tengah dihadapi oleh kesenian
rengkong buhun Tarikolot . Kini kesenian rengkong sudah sangat jarang
ditampilkan dan dipertunjukkan, baik pada acara-acara hajatan, selamatan,

12

ataupun memperingati hari-hari besar nasional. Bukan hanya alat
keseniannya yang sukar di dapat tetapi minat masyarakat dan generasi muda
yang kurang sehingga tebengakali dan bahkan mati suri padahal keluarga
yang b isa membuat kesenian rengkong Tarikolot masih ada tetapi akibat
satu satunya adalah kurang minatanya generasi muda serta juga kurang
adanya sentuhan dari pemerintah daerah kshusunya desa setempat sehingga
kesenian ini hanya sebatas legenda. Bahkan kini orang yang akan melaksa-
nakan hajatan lebih memilih menanggap pertunjukan dangdut, ataupun
orgen tunggal, ketimbang kesenian tradisional seperti seni rengkong. Dengan
kata lain, keberadaan kesenian rengkong dewasa ini tengah mengalami
degradasi, hidup enggan, mati pun tak mau. Padalah bila mana di hidupkan
kembali kesenian rengkong ini akan mengabil kembali kejayaanya khsusnya
di daerah Situmandala Rancah Ciamis.

5. Simpulan
Rengkong adalah salah satu kesenian yang ada di Ciamis tepatnya di

Dusun Tarikolot, Desa Situmandala, Kecamatan WRancah, Kabupaten
Ciamis. Kesenian ini berjaya pada tahun 1960an sampai 1980 dan mulai
mulai redup di tahun 1990 akibat tidak adanya regenerasi serta kesulitan
bahan. Pencipta kesenian Rengkong ini adalah keluarga bapak caryoman
yang turun temurun dari bapaknya dulu.

Awal mulanya Rengkong ini digunakan untuk kepentingan panen
padi. Bahkan bilama mengalar dari Asal-usul kesenian Rengkong tidak
terlepas dari sistem pertanian. Bermula kesenian ini dari pemindahan padi
huma (ladang) ke saung (lumbung padi). Masyarakat Ciamis pada umumnya,
termasuk masyarakat Tarikolot (Situmandala), di masa lalu sebelum
mengenal bercocok tanam padi di sawah (sistem irigarasi) pada umumnya
adalah sebagai peladang (ngahuma) yang berpindah-pindah. Kelahiran
kesenian Rengkong yang terdapat di dusun Tarikolot tidak terlepas dari
upaya masyarakat dalam melestarikan kesenian Rengkong tidak terlepas
dari prilaku masyarakat yang tidak melepaskan atau menghilangkan budaya
tersebut.

Kedua, kesenian Rengkong pada tahun 60an dilaksanakan setiap ritual
panen raya selesai yang dipimpin oleh juru kunci. Pada tahun tersebut
biasanya petani melaksanakan panen tiga kali dalam setahun maka,
kesenian Rengkongpun dilaksanakannya tiga kali dalam setahun. Dalam hal
pelaksanaannya, kesenian Rengkong dimulai dari rumah menuju sawah
untuk menjemput padi yang ada di sawah dan dibawa kembali ke tempat
penyimpanan padi dengan diria-ria. Pada saat membawa padi tersebut alat

13

yang digunakan adalah Alat dan bahan yang digunakan untuk bermain
kesenian rengkong yaitu bambu kering (awi gombong) 2 - 2.5 meter,
sunduk, tali ijuk, padi, pohon beringin, pohon hanjuang,di tambah minyak
jaitun atau minyak tanah sehingga menimbulkan suara yang nyaring dari
gesekan antara tali dengan pikulan, munculnya suara itu menjadi sebuah
seni. Pada tahun 80an pelaksanaan keseniana Rengkong dilaksanakan
sebagai penghubung antara ritual dan kesenian. Dimana kesenian Rengkong
tidak hanya dilaksanakan pada panen raya melainkan pada acara-acara
besarpun kesenian tersebut bisa ditampilkan. Sedangkan pada tahun 90an
kesenian Rengkong menjadi modern baik dari alat maupun dari proses
pelaksanaan kesenian tersebut tetapi tidak melupakan unsur tradisionalnya
wal[aun di tahun 90an ini lah mulai meredupnya eksistensi kesenian
rengkong karena tergerus kesenian moderan dan juga semangat para
pemuda yang luntur.

Nilai pendidikan yang di mabil dari kesenian rengkong ini sendiri
adalah upaya menumbuhkan kearifan lokal dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat bhakan nilai yang ditemukan berupa nilai
kehidupan, nilai pendidikan, nilai moral, nilai keagamaan, dan nilai sosial.
Terdapat nilai pendidikan yang menggambarkan pola kehidupan
masyarakat yang bersih lahir dan batinnya serta adanya saling keterkaitan
anatar sesama seperti layaknya alat kesenian rengkong yang saling terkait
dengan alat lainya sehingga menimbulkan suaya yang indah.

DAFTAR PUSTAKA

Dharma, I. Krishna. (2011).“Seni Tradisi dan Globalisasi: Menyikapi
Ekspansi dan Pendalaman (Deepening) Sistem Dunia dengan
Kemantapan Identitas dan Keter- bukaan.” Makalah Disampaikan pada
Workshop dan Festival Seni Tradisi: Pelestarian dan Revitalisasi Musik dan
Lagu Rakyat Menuju Ketahanan Budaya di Gedung Mandala Bhakti
Wanitatama Yogyakarta.

Rahmawati, Ayu Diasti. (2010).Globalisasi Budaya dan Bahasa Indonesia sebagai
Indentitas Bangsa. Multiversa, Journal of International Studies, Vol 1
No1.

Erdlanda, Febry M.C. (2014). Folklor pada Seni Ngarak Posong (Studi Deskriptif
Mengenai Nilai-nilai Budaya, Estetika, dan Pendidikan serta Bentuk Respons
Masyarakat Setempat Terhadap Nilai-nilai Kesenian dalam Kehidupan
Aktual Di Kecamatan Cibeber Kabupaten Cianjur. Tesis Magister
Pendidikan pada FKIP-PBI

Teguh Hindarto.(2016). Revitalisasi Nilai Politis dan Edukatif Seni Tradisi
Ketoprak Berbasis Karakter Banyumas”, dalam: http://historyan-dlegacy
kebumen.blogspot. co.id /2016/01/ketoprak-sebagai-seni-tradisi-
kesenian.html di akses pada hari rabu 26 Mei 2021.

14

Ratna, Nyoman Kutha. (2013). Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
15


Click to View FlipBook Version