Pengarah :
Susi Tursilowati, SKM, M.Sc.PH
Koordinator Tim Penyusun :
Dr. Heni Hendriyani, SKM, MPH
Anggota Tim Penyusun :
M. Jaelani, DCN, M.Kes
Setyo Prihatin, DCN, MSc
Arintina Rahayuni, STP, MPd.
Ir. Enik Sulistyowati, M.Kes
Sunarto, SKM, M.Kes
Dr. Kun Aristiati S, SKM M Kes
Dyah Nur Subandriani, SKM, M.Kes
Dr. Muflihah Isnawati, DCN, M.Sc
Dr. Dra. Estuasih Dyah Pertiwi, S.Kom, M.Kes
Wiwik Wijaningsih, STP, M.Si
Sri Noor Mintarsih, SKM, M.Kes
J. Supadi, SKM, M.Kes
Ana Yuliah Rahmawati, S.Gz, M Gizi
Ria Ambarwati, SKM, M Gizi
Astidio Noviardhi, SP, M Kes (Epid)
Yuniarti, S Gz, MPH
Yuwono Setiadi, SST, M Gizi
Tri Kusuma Agung Puruhita, S.Gz, M.Sc
Fitriani, SKM, MKM
Meirina Dwi Larasati, SST, M Gizi
Dian Luthfita Prasetya Muninggar, S.Gz, M.Sc
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Definisi Literature Review
Literature review adalah kompilasi, klasifikasi, dan evaluasi dari segala
sesuatu yang telah ditulis oleh peneliti lain tentang topik tertentu. Literature review
biasanya merupakan bagian dari tesis penelitian tetapi juga dapat berdiri sendiri
sebagai tinjauan mandiri terhadap tulisan tentang suatu subjek. Definisi lain
menyebutkan juga Literature review merupakan sebuah laporan kritis, analitis dari
penelitian yang ada pada topik tertentu. Untuk sejumlah pertanyaan penelitian,
literature review mungkin merupakan alat metodologis terbaik untuk memberikan
jawaban. Misalnya, berguna ketika peneliti ingin mengajukan teori atau bukti di
area tertentu atau untuk menguji validitas atau keakuratan teori tertentu. Pendekatan
ini bisa bersifat sempit, seperti pengaruh atau hubungan antara dua variabel tertentu,
atau bisa lebih luas, seperti mengeksplorasi kolektif di bidang penelitian tertentu.
Selain itu, literature review berguna ketika tujuannya adalah untuk memberikan
gambaran tentang masalah penelitian tertentu.
Literature review memiliki empat tujuan utama yaitu mensurvei literatur di
bidang studi pilihan; mensintesis informasi dalam literatur itu menjadi ringkasan;
menganalisis secara kritis informasi yang dikumpulkan dengan mengidentifikasi
kesenjangan dalam pengetahuan saat ini, menunjukkan keterbatasan teori dan sudut
pandang, merumuskan area untuk penelitian lebih lanjut dan meninjau area
kontroversi. Literature review menyajikan literatur dengan cara yang terorganisir.
Literature review menunjukkan bahwa kita telah banyak menelaah berbagai sumber
pengetahuan dan menetapkan kredibilitas pekerjaan; merangkum penelitian
sebelumnya. Dengan menulis literature review kita telah mengintegrasikan dan
meringkas apa yang diketahui tentang suatu subjek dan menunjukkan bahwa kita
telah belajar dari orang lain.
B. Manfaat Literature Review
Literature review yang efektif dan dilakukan dengan baik sebagai metode
penelitian menciptakan dasar yang kuat untuk memajukan pengetahuan dan
1
memfasilitasi pengembangan teori. Dengan mengintegrasikan temuan dan
perspektif dari banyak temuan empiris, literature review dapat menjawab
pertanyaan penelitian dengan kekuatan yang tidak dimiliki oleh satu penelitian pun.
Hal ini juga dapat membantu untuk memberikan gambaran tentang bidang-bidang
di mana penelitian ini berbeda dan interdisipliner. Selain itu, literature review
adalah cara terbaik untuk mensintesis temuan penelitian untuk menunjukkan bukti
pada tingkat meta dan untuk mengungkap area di mana lebih banyak penelitian
diperlukan, yang merupakan komponen penting untuk menciptakan kerangka
teoretis dan membangun model konseptual. Sintesis secara sederhana berarti
menggabungkan, meringkas poin utama dari setiap sumber secara bergantian,
mengumpulkan ide dan temuan dari berbagai sumber untuk membuat poin
keseluruhan. Pada tingkat paling dasar, literature review melibatkan pencarian
persamaan dan perbedaan antara sumber yang dicari. Analisis dari jenis review ini
adalah proses mempertimbangkan sesuatu dengan cermat atau menggunakan
metode statistik untuk memahami atau menjelaskannya. Analisis adalah proses
ilmiah memeriksa sesuatu untuk mengetahui apa yang terkandung dalam satu
artikel penelitian.
Literatur review juga dapat berguna jika tujuannya untuk terlibat dalam
pengembangan teori. Dalam kasus ini, literature review memberikan dasar untuk
membangun model atau teori konseptual baru, dan dapat bermanfaat ketika
bertujuan untuk memetakan pengembangan bidang penelitian tertentu dari waktu
ke waktu.
C. Jenis- Jenis Literature Review
1. Systematic Literature Review
Systematic Review (SR) atau yang biasanya disebut Systematic Literature
Review (SLR) adalah cara sistematis untuk mengumpulkan, mengevaluasi secara
kritis, mengintegrasikan dan menyajikan temuan dari berbagai studi penelitian pada
pertanyaan penelitian atau topik yang menarik. Metode SLR dilakukan secara
sistematis dengan mengikuti tahapan dan protokol yang memungkinkan proses
penulisan artikel terhindar dari bias dan pemahaman yang bersifat subyektif dari
2
penelitinya. Sintesis pada metode ini biasanya berupa narasi dengan iringan tabel.
Analisis pada systematic review dilakukan dengan menyajikan apa yang diketahui,
rekomendasi untuk praktik, segala sesuatu yang tetap tidak diketahui,
ketidakpastian seputar temuan dan rekomendasi untuk penelitian masa depan.
Meta analisis merupakan bentuk dari systematic review. Meta analisis
merupakan teknik yang secara statistik menggabungkan hasil studi kuantitatif untuk
memberikan efek hasil yang lebih tepat. Sintesis dengan grafis dan tabular dengan
komentar naratif. Sedangkan analisisnya berupa numerik ukuran efek dengan
asumsi tidak adanya heterogenitas.
2. Literature Review
Literature review merupakan tulisan yang diterbitkan yang memberikan
paparan hasil telaah literatur terbaru atau saat ini. Dapat mencakup berbagai topik
penelitian di berbagai tingkat kelengkapan dan komprehensifnya. Sintesis dari
literature review biasanya dalam bentuk naratif dan analisisnya mungkin
kronologis, konseptual, tematik, dan lainnya. Literature review adalah analisis
terintegrasi (bukan hanya ringkasan) tulisan ilmiah yang terkait langsung dengan
pertanyaan penelitian. Artinya, literatur menunjukkan korespondensi antara tulisan-
tulisan dan pertanyaan penelitian yang dirumuskan. Literature review dapat berupa
karya yang berdiri sendiri atau pengantar untuk makalah penelitian yang lebih
besar, tergantung pada jenis kebutuhannya.
Literature review penting karena dapat menjelaskan latar belakang
penelitian tentang suatu topik, menunjukkan mengapa suatu topik penting untuk
diteliti, menemukan hubungan antara studi/ide penelitian, mengidentifikasi tema,
konsep, dan peneliti utama pada suatu topik, identifikasi kesenjangan utama dan
membahas pertanyaan penelitian lebih lanjut berdasarkan studi sebelumnya.
Literature review bisa digunakan untuk menyusun kerangka pemikiran yang jelas
dari perumusan masalah yang ingin diteliti. Hasil-hasil penelitian yang dilakukan
oleh peneliti lain dapat juga dimasukkan sebagai pembanding dari hasil penelitian
yang akan dilakukan. Semua pernyataan dan/atau hasil penelitian yang bukan
berasal dari penulis harus disebutkan sumbernya, dan tatacara mengacu sumber
pustaka mengikuti kaidah yang ditetapkan.
3
3. Scoping Review
Scoping review merupakan penilaian awal ukuran potensial dan ruang
lingkup literatur penelitian yang tersedia. Bertujuan untuk mengidentifikasi sifat
dan luasnya bukti penelitian. Sintesis scoping review biasanya berbentuk tabel
dengan beberapa komentar naratif. Sedangkan analisisnya mencirikan kuantitas dan
kualitas literatur, mungkin dengan desain studi dan fitur kunci lainnya. Upaya untuk
menentukan ulasan yang layak. Scoping review memiliki kegunaan yang penting
untuk mensintesis bukti penelitian dan sering digunakan untuk mengategorikan atau
mengelompokkan literatur yang ada di bidang tertentu. Review jenis ini akan
memperhatikan sifat, fitur dan isi dari literatur. Bentuk Scoping review adalah
penilaian awal ukuran potensial dan ruang lingkup literatur penelitian yang tersedia.
Perbedaan mendasar dari systematic literature review adalah tidak dilakukan
penilaian kualitas suatu studi di dalam metode ini.
4. Systematic Mapping Study
Systematic mapping study adalah metode penulisan studi literatur yang
sistematis dengan menggunakan tahapan-tahapan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Pemilihan artikel juga tidak dilakukan secara subyektif oleh peneliti,
akan tetapi menggunakan protokol dan filter yang telah ditetapkan di depan.
Biasanya hasilnya berupa klaster dan klasifikasi dari temuan-temuan yang
didapatkan pada suatu topik penelitian.
5. Critical review
Critical review bertujuan untuk menunjukkan bahwa penulis telah meneliti
literatur secara ekstensif dan mengevaluasi kualitasnya secara kritis. Critical review
melampaui deskripsi untuk memasukkan tingkat analisis dan inovasi konseptual.
Biasanya menghasilkan hipotesis atau model. Sintesis dari critical review biasanya
naratif, mungkin konseptual atau kronologis . Analisis critical review berfokus pada
komponen signifikan dan berusaha mengidentifikasi kontribusi konseptual untuk
mewujudkan teori yang ada atau memperoleh teori baru
6. State of the art review
Review jenis state of the art cenderung membahas lebih banyak masalah
terkini dibandingkan dengan pendekatan retrospektif dan pendekatan terkini
4
lainnya. Dapat menawarkan perspektif baru tentang masalah atau menunjukkan
area untuk penelitian lebih lanjut. Sintesis dari state of the art biasanya naratif,
mungkin memiliki iringan tabular. Analisis state of the art dapat berupa keadaan
pengetahuan saat ini dan prioritas untuk penyelidikan dan penelitian di masa depan.
5
BAB II
SISTEMATIKA PENULISAN LITERATURE REVIEW
Batasan studi literatur pada sarjana terapan umumnya berbentuk deskripstif,
fokus pada topik tertentu, dan menggunakan sumber literatur terkini yang sesuai
dengan topik tertentu dengan tujuan untuk menganalisis topik dalam hal
pembuktian. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam menyusun studi
literatur untuk penyusunan skripsi adalah:
1. Umumnya menggunakan jenis narrative/traditional review dan qualitative
systematic-review
2. Bersifat deskriptif dalam menganalisis topik yang dipilih dengan menggunakan
literatur yang relevan untuk pembuktian atas topik yang dipilih.
3. Studi literatur untuk skripsi bukanlah bagian dari skripsi serta bukan sebagai
tinjauan pustaka saja, tetapi merupakan bagian utuh dari skripsi dengan proses
yang terstruktur dan sistematis.
4. Data utama dalam penyusunan studi literatur adalah artikel ilmiah yang dipilih
dan diseleksi sesuai dengan kaidah seleksi artikel untuk studi literatur. Sumber
pustaka lain seperti buku, ataupun artikel lain selain yang digunakan sebagai
data utama tetap dibutuhkan untuk mendukung proses penulisan skripsi dengan
studi literatur, khususnya untuk melengkapi khasanah pustaka pada penulisan
pendahuluan dan tinjauan pustaka, serta sebagai pendukung dalam menyusun
pembahasan.
5. Sumber referensi berasal jurnal yang berhubungan dengan variabel dengan hasil
yang sama ataupun berbeda kemudian menganalisis mengapa ada kesamaan dan
ada perbedaan. Jumlah minimal artikel penelitian yang digunakan dalam data
utama studi literatur adalah 10 artikel penelitian. Jumlah refensi keseluruhan
minimal 30 sumber dengan komposisi 80% jurnal dan 20% textbook
6. Pencarian pustaka atau artikel jurnal dalam proses studi literatur berasal dari
minimal 4 empat database jurnal.
7. Artikel penelitian yang digunakan sebagai data utama studi literatur dapat
menggunakan artikel yang berasal dari jurnal nasional maupun internasional.
6
Kualitas jurnal nasional yang disarankan untuk digunakan minimal terindeks
Sinta-2.
Adapun Sistematika Penulisan Proposal Literature Review disusun sebagai
berikut :
A. Bagian Awal
Bagian awal terdiri dari :
1. Halaman sampul
Sebagai halaman terdepan yang pertama terbaca dari suatu karya ilmiah, Halaman
Sampul harus dapat memberikan informasi singkat, jelas dan tidak bermakna ganda
(ambigu) kepada pembaca tentang karya ilmiah tersebut yang berupa judul, maksud
pembuatan skripsi, lambang Poltekkes Kemenkes Semarang, Nama mahasiswa dan
NIM, nama institusi pendidikan dan tahun skripsi dibuat.
a. Judul penelitian : Judul harus dapat menarik minat pembaca. Judul harus jelas,
lugas mencerminkan isi karangan/masalah penelitian dan dapat
memperlihatkan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat, serta
populasi sasaran. Judul ditulis dalam bentuk frase bukan kalimat, tidak
menggunakan singkatan, dan menggunakan kaidah bahasa Indonesia yang baik
dan benar dan harus mengandung unsur studi literatur
b. Maksud pembuatan proposal : Usulan penelitian diajukan sebagai syarat
melakukan penelitian
c. Lambang : Lambang Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang dibuat dengan
diameter 4–5 cm
d. Nama dan nomor induk mahasiswa : nama dibuat lengkap tidak boleh
disingkat. Di bawah nama dicantumkan nomor induk mahasiswa.
e. Institusi pendidikan : Institusi Pendidikan adalah Politeknik Kesehatan
Kemenkes Semarang Jurusan Gizi
b. Sampul buku dan halaman judul dibuat sama. Contoh halaman sampul buku
terlampir.
2. Halaman Persetujuan Pembimbing
Berisi persetujuan yang meliputi judul proposal Skripsi, penulis, NIM, dan
ditandatangani oleh Pembimbing Utama dan Pembimbing Pendamping dengan
7
tanda tangan. Contoh halaman persetujuan terlampir.
3. Daftar Isi
4. Daftar Tabel (jika diperlukan)
5. Daftar Gambar (jika diperlukan)
6. Daftar Lampiran (jika diperlukan)
B. Bagian Utama
Isi Proposal Skripsi dengan metode studi literature disampaikan dalam sejumlah
bab, yaitu Pendahuluan dan Metode Penelitian. Sistematika proposal skripsi dengan
metode studi literatur sebagai berikut:
1. BAB 1. PENDAHULUAN
Pendahuluan terdiri dari latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian
a. Latar belakang : Latar belakang penelitian mengungkapkan keingintahuan
tentang fenomena/gejala yang menarik untuk diteliti dengan menunjukkan
signifikansi penelitian bagi pengembangan pengetahuan ilmiah berdasarkan
studi literatur. Pada subbab latar belakang ini perlu menuliskan secara jelas
terkait urgensi masalah atau topik yang diangkat, serta relevansi dan intensitas
pengaruhnya dengan gizi
b. Perumusan masalah : Perumusan masalah merupakan kalimat interogatif
mengenai hubungan antar variabel, masalah yang telah dirumuskan pada tahap
pertama langkah-langkah menyusun studi literatur, yaitu tahap penentuan topik
dan merumuskan pertanyaan penelitian.
c. Tujuan penelitian : Tujuan studi literatur adalah meringkas, membandingkan,
mencari persamaan, mencari perbedaan antar literatur yang dijadikan acuan
(yang berhubungan dengan variabel yang diteliti). Tujuan dirumuskan dalam
bentuk tujuan umum dan tujuan khusus (jika variabel terikat / dependen lebih
dari satu variabel). Tujuan umum berisi tentang tujuan secara umum dari
penelitian. Sedangkan tujuan khusus dibuat satu persatu secara sistematik sesuai
dengan rumusan masalah penelitian, atau disesuaikan dengan variabel/review
yang akan dibahas.
Contoh :
Tujuan umum :
8
Mengkaji faktor yang mempengaruhi perubahan berat badan dan lama rawat
inap pada pasien COVID-19.
Tujuan khusus :
1) Mengkaji faktor yang mempengaruhi perubahan berat badan pada pasien
COVID-19
2) Mengkaji faktor yang mempengaruhi lama rawat inap pada pasien COVID-
19.
2. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini masih bisa dimunculkan pada skripsi yang menggunakan studi literatur dan
dapat dianggap sebagai wadah untuk menuliskan langkah pertama dalam
penyusunan studi literatur. Secara garis besar pada bab tinjauan pustaka berisikan
konten/isi/ subyek dari skripsi atau naskah ilmiah yang sedang disusun dan akan
menggunakan studi literatur serta berbagai informasi umum untuk mendukung
penulisan pembahasan yang juga dituangkan dalam kerangka teori.
3. BAB III. METODE PENELITIAN
Sistematika metoda penelitian terdiri dari ruang lingkup penelitian sumber data,
prosedur pelaksanaan penelitian dan analisis data
a. Strategi Pencarian Literature
1) Database Pencarian
Pada bagian database pencarian dituliskan database online apa saja yang
digunakan untuk mencari literatur.
a. Menggunakan minimal 4 database akademik yaitu ProQuest, Science Direct,
PubMed, Google Scholar, SCOPUS, Web of Science, CINAHL, Research Gate,
Sage, EconLit, PsycINFO, Medline databases, dan Portal Garuda
b. Jumlah artikel yang di-review minimal 10 artikel dari 5-10 tahun terakhir.
c. Pencarian artikel menggunakan kata kunci yang sesuai dengan tema atau isu
utama yang dibahas.
2) Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Strategi yang digunakan untuk mencari artikel menggunakan PICOS framework
untuk menentukan kriteria kelayakan literatur yang digunakan, yang terdiri dari:
a. Population/problem yaitu populasi atau masalah yang akan dianalisis sesuai
9
dengan tema yang sudah ditentukan dalam studi literatur
b. Intervention yaitu suatu tindakan penatalaksanan terhadap kasus perorangan atau
masyarakat serta pemaparan tentang penatalaksanaan studi sesuai dengan tema
yang sudah ditentukan dalam studi literatur.
c. Comparation yaitu intervensi atau penatalaksanaan lain yang digunakan sebagai
pembanding, jika tidak ada bisa menggunakan kelompok kontrol dalam studi
yang terpilih.
d. Outcome yaitu hasil atau luaran yang diperolah pada studi terdahulu yang sesuai
dengan tema yang sudah ditentukan dalam studi literatur.
e. Study design yaitu desain penelitian yang digunakan dalam artikel yang akan
dikaji.
Contoh
Tabel 1. Format PICOS dalam Studi Literatur
Kriteria Inklusi Ekslusi
Population/ Penelitian pada masyarakat yang Penelitian pada masyarakat
problem terdampak COVID-19 yang tidak
terdampak COVID-19
Intervention Pasien COVID-19 yang diberikan Pasien COVID-19 yang tidak
asuhan gizi bagi diberikan asuhan gizi
Comparation Tidak ada pembanding
Outcome Faktor analisis perubahan berat Tidak mendeskripsikan faktor
badan & lama rawat inap pada analisis perubahan berat badan
pasien COVID-19 & lama rawat
inap pada pasien COVID- 19
Study design Penelitian eksperimental, Systematic review & meta-
kualitatif dan observasional analysis
Mendefinisikan kriteria kelayakan literatur, ditentukan dengan kriteria inklusi dan
eksklusi. Penentuan karakteristik laporan, seperti tahun, bahasa, status publikasi,
serta serta kriteria lain yang yang digunakan sebagai kriteria untuk kelayakan juga
harus dituliskan dengan jelas.
3) Penentuan Kata Kunci yang Digunakan
Pencarian artikel atau jurnal menggunakan kata kunci dan boolean operator (AND,
OR NOT or AND NOT) yang digunakan untuk memperluas atau menspesifikkan
pencarian, sehingga mempermudah dalam penentuan artikel atau jurnal yang
10
digunakan. Kata kunci dalam studi literatur ini disesuaikan dengan Medical Subject
Heading (MeSH)
Contoh :
Tabel 2. Kata Kunci Studi Literatur (Contoh)
Factors Status Gizi Lama Rawat Inap COVID-19
Risk factors Nutritional Status Length of Stay 2019-nCOV
OR OR OR OR
Nutrition Status
Factors Stay Length/s Coronavirus Disease 2019
OR OR OR
Causa* Hospital Stay/s SARS-Cov-2
b. Seleksi Studi dan Penilaian Kualitas
Pemilihan studi menggunakan software bibliografi seperti Mendeley. Hasil
penilaian kualitas studi berdasarkan form critical appraisal sesuai dengan masing-
masing jenis desain penelitian. Artikel atau studi yang tidak relevan bisa
dikeluarkan dengan mempertimbangkan relevansi dan kesesuaian dengan tujuan
penelitian. Penilaian kualitas studi dilakukan oleh penulis dengan arahan dari
pembimbing. Kualitas studi dinilai berdasarkan
1) Currency (Kapan informasi dipublikasikan dan apakah hasil penelitian cukup
bermakna untuk masa saat ini?)
2) Relevance (Seberapa penting informasi yang diberikan tersebut terhadap
pertanyaan penelitian anda?)
3) Authority (Siapakah author penelitian yang di-review? Apakah author bekerja
pada institusi yang credible? Apakah artikel berasal dari peer review journal?);
4) Accuracy (Apakah informasi yang diberikan dapat dipercaya? Apakah sitasi
yang ada sudah cukup? Apakah ada kesalahan penulisan?)
5) Purpose (Apakah penelitian tersebut suatu penelitian independen ataukah hanya
bertujuan untuk menjual produk atau ide?)
Hasil pencarian dan seleksi studi dapat digambarkan dalam diagram alur sebagai
berikut :
11
Database Jurnal yang digunakan dalam Eksklusi (n = ...)
pencarian pustaka : Pubmed, Google Scholar,
ScienceDirect, dan Garuda (Garba Rujukan Partisipan
........
Digital) (n=.....) (n = ...)
Jumlah artikel Intervensi
duplikasi yang dikeluarkan ........
(n = ...)
(n = ...)
Outcome
Jumlah artikel yang sesuai berdasarkan Judul ........
(n = ...) (n = ...)
Jumlah artikel yang sesuai berdasarkan Eksklusi (n = ...)
Abstrak
(n = ...) Partisipan
........
(n = ...)
Jumlah artikel full text dan memenuhi Intervensi
kriteria eligibilitas : ........
(n = ...) (n = ...)
Jumlah artikel yang disintesis dan memenuhi Outcome
critical appraisal : ........
(n = ...) (n = ...)
Gambar 2.1 Diagram Alur Literatur Review
4. BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyajian hasil dan pembahasan dibuat secara terpisah, tetapi berurutan dengan
penjelasan sebagai berikut:
a. HASIL
1) Seleksi Studi
Hasil seleksi studi dapat digambarkan dalam diagram alir (flow diagram) serta
dideskripsikan jumlah studi yang telah disaring, dinilai kelayakannya, dan
12
dimasukkan dalam review, dengan alasan mengapa studi dikeluarkan pada setiap
tahap. Hasil penilaian kualitas studi berdasarkan form critical appraisal.
Database Jurnal yang digunakan dalam Eksklusi (n =
pencarian pustaka : Pubmed, Google 266)
Scholar, ScienceDirect, dan Garuda (Garba
Partisipan
Rujukan Digital) (n= 385) Tidak fokuspada
pasien COVID-19 (n =
Jumlah artikel duplikasi yang 88)
dikeluarkan Intervensi
(n = 360) Tidak relevan dengan
preskripsi diet untuk
Jumlah artikel yang sesuai berdasarkan pasien covid (n = 92)
Judul Outcome
(n = 304) Tidak mencantumkan
diskusi spesifik terkait
Jumlah artikel yang sesuai berdasarkan perubahan berat badan
Abstrak lama rawat inap pada
(n = 38) pasien COVID- 19.
(n = 86)
Eksklusi (n = 20)
Partisipan
Jumlah artikel full text dan Tidak fokuspada
memenuhi kriteria eligibilitas : pasien COVID-19 (n =
(n = 18) 12)
Intervensi
Tidak relevan dengan
Jumlah artikel yang disintesis dan preskripsi diet untuk
memenuhi pasien covid (n = 5)
critical appraisal : Outcome
(n = 14)
Tidak mencantumkan
diskusi spesifik terkait
perubahan berat badan
lama rawat inap pada
pasien COVID- 19.
Gambar 2.2 Diagram Alur Literatur Revie(wn = 3)
2) Karakteristik Studi
Bagian ini memuat literatur yang relevan dengan tujuan penelitian. Penyajian
hasil literatur yang terpilih berdasarkan hasil pencarian pustaka dalam bentuk tabel
yang berisi deskripsi dari masing-masing artikel. Bagian ini juga dilengkapi dengan
deskripsi secara narasi rangkuman dari semua isi atau konten artikel terpilih
tersebut.
13
Tabel 3. Tabulasi studi yang dilakukan dalam studi literatu
Nama Judul Penelitian Populasi dan Jenis Penelitian
No. Penulis, Sampel
Penelitian kualitatif
Tahun Parent-Involved Informan adalah Eksploratif M
1 Xie, Qiao, & Prevention of Child l 26 orang tua ter
Sexual Abuse: A anak-anak Penelitian Kualitatif
Wang, 2016 Qualitative prasekolah dan menggunakan landasan wa
Exploration of anak usia teoritis konstruktif
2 G Babatsikos & Parents’ Perceptions sekolah dasar di sosial dan metode M
Miles, 2015 and Practices in Beijing Beijing grounded theory Qu
Penelitian de
3 Doinita & How Parents Manage 28 orangtua yang Kuantitatif Ba
Maria, 2015 the Risk of Child terdiri dari 16 ibu 19
Sexual Abuse: A dan 12 ayah Qu
..... Grounded Theory sebagai informan
Attachment and 74 orang
Parenting Styles dewasa
10
ur (tampilkan minimal 10 artikel jurnal)
Pengumpulan Data Temuan Penting
Melakukan wawancara semi- Orang tua merasa bahwa risiko KSA berbeda antara seluruh anak dan anak-
rstruktur anak mereka sendiri, antara laki-laki dan perempuan, dan antara anak-anak
miskin dan tidak miskin. Mereka bersikeras bahwa pelaku lebih mungkin
adalah orang asing. Sebagian besar orangtua belum bersedia untuk
mendiskusikan KSA dengan anak- anak mereka.
awancara mendalam Upaya besar yang harus dilakukan untuk mencegah pelecehan seksual pada
anak adalah tidak hanya motivasi yang tinggi untuk menghambat pelaku
Menggunakan Attachment melakukan pelechan kepada anak tetapi termasuk peran orang tua dan
uestionairre (disesuaikan pengasuh dalam memberikan perlindungan kepada anak-anak.
engan Stancu oleh
artholomew dan Horowitz, Parenting style memiliki keterkaitan yang erat dengan perasaan aman. Model
991) dan Parenting Styles terakhir mereka mengungkapkan bahwa tanggap (responsiveness)
uestionnaire (Nanu, 2015) berhubungan dengan kedekatan dan parenting style, dimana hubungan ini
tidak berbeda antara ibu dan ayah
14
b. PEMBAHASAN
Pada bagian ini peneliti perlu mengemukakan dan menganalisis makna
penemuan penelitian yang telah dinyatakan dalam hasil dan menghubungkan
dengan pertanyaan penelitian. Hal ini biasanya dilakukan dengan membandingkan
antar temuan apakah bertentangan atau tidak dengan teori yang ada sebelumnya.
Bagian ini merupakan bagian terpenting pada hasil studi literatur. Bagian ini
menunjukkan tingkat penguasaan peneliti terhadap perkembangan ilmu,
paradigma, konsep dan teori, yang dipadukan dengan hasil penelitian. Pembahasan
mencakup how & why sekurang-kurangnya terdiri atas FTO (Fakta, Teori dan
Opini) dari peneliti.
1) Fakta berdasarkan hasil penelitian: perlu dijabarkan mengapa dan bagaimana
(tidak mengulang–ulang angka yang sudah dianalisis pada bagian hasil)
2) Teori: Hasil penelitian dikaitkan dengan teori yang relevan (apakah
memperkuat atau bertentangan)
3) Opini: merupakan pendapat/pandangan peneliti terhadap komparasi fakta dan
teori yang ada termasuk keterbatasan penelitian yang dilakukan.
Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam menyusun pembahasan
adalah:
1) Bab ini berisikan analisis secara mendalam dari setiap tema atau variabel yang
ditemukan dalam artikel terpilih. Pembahasan merupakan bagian terbesar dan
bagian inti dari sebuah penulisan ilmiah.
2) Subbab pembahasan ditentukan berdasarkan tujuan khusus atau variabel yang
dibahas sesuai dengan topik yang diangkat. Penjelasan/isi dalam masing-
masing sub bab harus didasarkan pada hasil pencarian literatur terkait masing-
masing subbab yang dibahas.
3) Pada bab ini mengutamakan kemampuan menggambarkan argumentasi logis
dari variabel atau topik yang dipilih. Langkah kritis literatur merupakan langkah
yang perlu dituliskan secara detail pada bab ini.
4) Pembahasan argumentasi juga dapat menyertakan hasil yang bertentangan
dengan harapan atau tujuan penelitian. Dalam pembahasan, dapat diuraikan
dengan melihat dari metodologi yang digunakan, apakah sama atau berbeda.
15
Perbedaan metodologi atau sudut pandang lain ini dapat dibahas lebih dalam
mengapa menunjukkan hasil yang berbeda.
5) Kutipan yang dilakukan dalam penulisan ilmiah adalah ide atau hasil dari
penelitian lain. Dilarang mengulang semua penulisan yang ditulis oleh penulis
dalam sumber pustaka yang didapatkan.
6) Pastikan memunculkan sitasi dan sumber penulis saat menuliskan kutipan pada
bab pembahasan
5. BAB IV. KESIMPULAN
Kesimpulan disusun secara sistematis dan dirumuskan sedemikian rupa
sehingga memudahkan pembaca untuk mengerti. Kesimpulan yang diambil
mencerminkan jawaban dari permasalahan dan tujuan penelitian.
C. Bagian Akhir
Bagian ini terdiri dari:
1. Daftar Pustaka
Daftar pustaka memuat pustaka yang diacu dalam Skripsi ditulis menurut
cara Harvard. Komposisi daftar pustaka meliputi: textbook maksimal 20%, hasil
penelitian/jurnal minimal 80%. Tidak diperkenankan mensitasi dari artikel
populer dan hand out. Jumlah pustaka keseluruhan sebaiknya minimal sampai 30
buah dan secara umum dibatasi pada tulisan yang terbit dalam satu dekade terakhir
(10 tahun terakhir)
2. Lampiran
Lampiran merupakan data atau pelengkap atau hasil olahan yang menunjang
penulisan skripsi, tetapi tidak dicantumkan di dalam isi skripsi, karena akan
mengganggu kesinambungan pembacaan.
Lampiran 1. Screenshot proses pencarian literatur pada database jurnal dengan
menggunakan berbagai pola kata kunci
Lampiran 2. Form Critical Appraisal
16
Lampiran 1.
CRITICAL APPRAISAL CHECKLIST STUDI CROSS SECTIONAL
Reviewer : ……………… Tanggal : ………………
Author : ……………… Tahun : ………………. Kode : ……………….
No Pertanyaan Ya Tidak Tidak Tidak
jelas berlaku
1 Apakah kriteria inklusi dalam sampel
sudah jelas didefinisikan?
2 Apakah subyek penelitian dan latarnya
dijelaskan dengan detail?
3 Apakah paparan diukur secara valid dan
reliable?
4 Apakah digunakan kriteria standar
(objektif) untuk pengukuran kondisi?
5 Apakah faktor perancu (confounding
factor) diidentifikasi?
6 Apakah strategi untuk mengatasi faktor
perancu dijelaskan?
7 Apakah hasil diukur secara valid dan
reliabel?
8 Apakah analisis statistik yang digunakan
sesuai?
Penilaian keseluruhan :
Inklusi :
Eksklusi :
Info lanjutan :
17
Lampiran 2.
CRITICAL APPRAISAL CHECKLIST STUDI COHORT
Reviewer : ……………… Tanggal : ………………
Author : ……………… Tahun : ………………. Kode : ……………….
No Pertanyaan Ya Tidak Tidak Tidak
jelas berlaku
1 Apakah kedua kelompok sama dan
direkrut dari populasi yang sama ?
2 Apakah paparan diukur sama untuk
kelompok yang terpapar dan kelompok
yang tidak terpapar ?
3 Apakah paparan diukur secara valid dan
reliabel?
4 Apakah faktor perancu diidentifikasi?
5 Apakah dilakukan strategi untuk
menangani faktor perancu?
6 Apakah responden terbebas dari
outcome saat awal penelitian (atau saat
pemaparan) ?
7 Apakah outcome diukur secara valid
dan reliabel?
8 Apakah waktu follow up dijelaskan dan
sesuai dengan waktu timbulnya
outcome?
9 Apakah follow up lengkap ? Jika tidak,
apakah penyebab loss to follow up
dideskripsikan dan dikaji?
10 Apakah strategi untuk menangani
follow up yang tidak lengkap dijelaskan?
11 Apakah analisis statistic yang digunakan
sesuai?
Penilaian keseluruhan :
Inklusi :
Eksklusi :
Info lanjutan :
18
Lampiran 3.
CRITICAL APPRAISAL CHECKLIST STUDI CASE CONTROL
Reviewer : ……………… Tanggal : ………………
Author : ……………… Tahun : ………………. Kode : ……………….
No Pertanyaan Ya Tidak Tidak Tidak
jelas berlaku
1 Apakah kelompok kasus dan kontrol
yang dibandingkan sesuai?
2 Apakah kasus dengan kontrol sesuai?
3 Apakah kriteria yang sama digunakan
untuk mengidentifikasi kasus dan
kontrol?
4 Apakah paparan diukur dengan standar,
valid, dan reliabel?
5 Apakah paparan diukur dengan cara
yang sama untuk kasus dan kontrol?
6 Apakah faktor perancu diidentifikasi?
7 Apakah disebutkan strategi untuk
mengontrol faktor perancu?
8 Apakah outcome dinilai dengan
menggunakan standar, secara valid dan
reliabel untuk kasus dan kontrol?
9 Apakah periode paparan atau exposure
cukup lama dan bermakna?
10 Apakah analisis statistik yang digunakan
sesuai?
Penilaian keseluruhan :
Inklusi :
Eksklusi :
Info lanjutan :
19
Lampiran 4.
CRITICAL APPRAISAL CHECKLIST STUDI RANDOMIZED
CONTROLLED TRIALS : ………………
Reviewer : ……………… Tanggal
Author : ……………… Tahun : ………………. Kode : ……………….
No Pertanyaan Ya Tidak Tidak Tidak
jelas berlaku
1 Apakah randomisasi yang digunakan pada
partisipan sudah sesuai untuk kelompok
perlakuan?
2 Apakah alokasi untuk kelompok perlakuan
dirahasiakan?
3 Apakah kelompok perlakuan sama pada saat
baseline?
4 Apakah participant tidak mengetahui jika.
diberikan perlakuan?
5 Apakah orang yang memberikan perlakuan tidak
mengetahui tentang participant yang diberikan
perlakuan dan tidak diberi perlakuan?
6 Apakah orang yang mengukur outcome
tidak mengetahui tentang perlakuan?
7 Apakah kelompok perlakuan diberikan
perlakuan yang sama ?
8 Apakah follow up dilakukan secara lengkap atau
tidak? Dan apakah perbedaan antara kelompok
yang dilakukan follow up dideskripsikan dan
dianalisis?
9 Apakah partisipan dianalisis dalam
kelompok yang sudah dirandomisasi?
10 Apakah outcome diukur dengan cara
yang sama untuk kelompok perlakuan?
11 Apakah outcome diukur secara reliabel?
12 Apakah analisis statistic yang digunakan sesuai?
13 Apakah desain uji coba sesuai? Dan apakah
penyimpangan atau deviasi desain standar
RCT(randomisasi individu, kelompok parallel)
diperhitungkan dalam melakukan dan
menganalisis uji coba?
Penilaian keseluruhan :
Inklusi :
Eksklusi :
Info lanjutan :
20
Lampiran 5.
CRITICAL APPRAISAL CHECKLIST STUDI QUASI-EXPERIMENTAL
(NON-RANDOMIZED EXPERIMENTAL STUDI)
Reviewer : ……………… Tanggal : ………………
Author : ……………… Tahun : ………………. Kode : ……………….
No Pertanyaan Ya Tidak Tidak Tidak
jelas berlaku
1 Apakah jelas dalam studi ini apa
‗penyebab‘ dan apa ‗efek‘ (tidak ada
kebingungan tentang variabel mana
yang lebih dahulu?
2 Apakah partisipan dalam studi ini
sebanding atau serupa ?
3 Apakah partisipan yang dibandingkan
menerima perlakuan yang sama atau serupa,
dibanding dengan paparan atau
intervensi?
4 Apakah ada kelompok kontrol?
5 Apakah ada beberapa pengukuran dari
outcome sebelum dan setelah intervensi
(pre dan post intervensi)?
6 Apakah follow up lengkap dan jika tidak
apakah perbedaan antara kelompok dalam
follow up dideskripsikan dan
dianalisis?
7 Apakah outcome dari partisipan yang
dibandingkan diukur dengan cara yang
sama?
8 Apakah outcome diukur secara reliabel?
9 Apakah analisis statistik yang digunakan
sesuai?
Penilaian keseluruhan :
Inklusi :
Eksklusi :
Info lanjutan :
21
Lampiran 6. Form Penilaian Ujian Proposal (Kajian Literatur)
Hari, Tanggal :
Nama :
NIM :
Judul Proposal :
Aspek yang dinilai Rentang Nilai Bobot Nilai
(N) 1 – 5 (B) (NxB)
1.Sistematika Penulisan (15)
a.Kesesuaian judul dengan isi 3 0
b.Kesinambungan antar alinea 3 0
c.Penggunaan bahasa Indonesia yang benar 5 0
d.Cara penulisan rujukan 4 0
2. Pendahuluan (20)
a.Latar belakang permasalahan sesuai dengan data yang mendukung dan 12 0
perumusan masalah yang diteliti 8 0
b. Tujuan penelitian untuk menjawab permasalahan
3.Tinjauan Pustaka (10) 6 0
a.Menulis dan menelaah sesuai teori serta sesuai dengan permasalahan
penelitian berdasarkan sumber pustaka 4 0
b.Menyajikan konsep penelitian dengan atau tanpa hipotesis secara singkat dan
jelas 8 0
3. Metode Penelitian (25) 7 0
a. Menyajikan langkah-langkah penelitian secara sistematis 10 0
b. Menyajikan macam dan cara pengumpulan data
c. Menyajikan cara analisis data kualitatif yang digunakan 4 0
4. Tingkat kesulitan (10) 4 0
a. Keserupaan aspek penelitian dengan penelitian lain 2 0
b. Variasi jumlah variabel penelitian/luas lokasi penelitian
c. Kuantitas dan kualitas literatur yg digunakan 2 0
5.Penyajian Lisan (20) 5 0
a.Ketepatan waktu 10 0
b.Kejelasan mengemukakan intisari (tulisan & lisan) 3 0
c.Kemampuan menjawab pertanyaan 100 0
c. Penampilan dan sikap dalam tanya jawab
TOTAL NILAI
TOTAL
NILAI = ---------- = --------- = .............
55
Keterangan : 1.Konversi nilai A : 80 – 100, AB : 74 – 79, B : 69 -73, BC : 64 - 68
C : 56 – 63, D : 51 – 55, E : 0 - 50
Penilai,
( .................................)
22
Lampiran 7. Form Penilaian Ujian Skripsi Literature Review
Hari, Tanggal :
Nama :
NIM :
Judul Skripsi :
Aspek yang dinilai Rentang Nilai Bobot Nilai
(N) 1 – 5 (B) (NxB)
1.Judul Skripsi dan Abstrak (10) 2 0
5 0
a. Kesesuaian judul dengan isi 2 0
1 0
b. Kesinambungan antar alinea
9 0
c. Penggunaan bahasa Indonesia yang benar 6 0
d.Penggunaan kata-kata kunci 6 0
2.Pendahuluan (15) 4 0
a.Latar belakang permasalahan sesuai dengan data yang mendukung dan 3 0
4 0
perumusan masalah yang diteliti 3 0
b.Tujuan penelitian untuk menjawab permasalahan 2 0
2 0
3.Tinjauan Pustaka (10) 1 0
a.Menulis dan menelaah sesuai teori serta sesuai dengan permasalahan penelitian 5 0
6 0
berdasarkan sumber pustaka 9 0
b.Menyajikan konsep penelitian dengan atau tanpa hipotesis secara singkat dan 5 0
5 0
jelas
2 0
3.Metode Penelitian (10) 5 0
10 0
a.Menyajikan langkah-langkah penulisan literatur review secara sistematis 3 0
100 0
b.Menyajikan macam dan cara pengumpulan literatur
c.Menyajikan cara analisis data kualitatif yang digunakan
4.Tingkat kesulitan (5)
a.Keserupaan aspek penelitian dengan penelitian lain
b.Variasi jumlah variabel penelitian/luas lokasi penelitian
c.Kuantitas dan kualitas literatur yg digunakan
5.Hasil Penelitian dan Pembahasan (20)
a.Penyajian alur seleksi artikel
b.Penyajian karakterisktik data (tekstular,tabular)
c.Pembahasan sesuai hasil telaah variabel
6.Simpulan dan saran (10)
a.Kesimpulan sesuai tujuan atau
b.Saran sesuai hasil telaah yang telah dilakukan
7.Penyajian Lisan (20)
a.Ketepatan waktu
b.Kejelasan mengemukakan intisari (tulisan & lisan)
c.Kemampuan menjawab pertanyaan
c. Penampilan dan sikap dalam tanya jawab
TOTAL NILAI
TOTAL
NILAI = ---------- = --------- = .............
55
Keterangan : 1.Konversi nilai A : 80 – 100, AB : 74 – 79, B : 69 -73, BC : 64 - 68
C : 56 – 63, D : 51 – 55, E : 0 - 50
Penilai,
( .................................)
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Maria J. Grant & Andrew Booth. 2009. A typology of reviews: an analysis of
14 review types and associated methodologies, Health Information and
Libraries Journal, 26, pp.91–108.
2. Hannah Snyder. 2019. Literature review as a research methodology: An
overview and guidelines, Journal of Business Research 104, pp. 333–339
3. Nursalam. 2020. Penulis Literature Review Dan Systematic Review pada
Pendidikan Kesehatan (Contoh). Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.
24
Contoh-Contoh Artikel Narrative Literature Review
25
Volume 10, Nomor 1, Tahun 2021, Halaman 39-46 Submitted: 2 Januari 2021
Online di: http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jnc/ Accepted: 24 April 2021
GIZI UNTUK PROSES PENYEMBUHAN LUKA PADA PASIEN
DENGAN DIABETIC FOOT ULCER (DFU): LITERATURE REVIEW
Melani Puji Lestari, Niken Safitri Dyan Kusumaningrum*
Departemen Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro
Jl. Prof. Soedarto SH, Tembalang, Semarang, Jawa Tengah, 50275, Indonesia
*Korespondensi : E-mail: [email protected]
ABSTRACT
Background: Nutritional intake is one of the factors that play an important role in the wound healing process, especially
Diabetic Foot Ulcer (DFU). Therefore, apart from caring for the feet, DFU patients are strongly advised to pay attention to
their diet and nutrition.
Objectives: This study aimed to review the role of nutrition in the healing process of DFU.
Methods: This was a literature review that critically examines the findings previously published. A certain amount of articles
from 3 databases, including SCOPUS, PubMed, and Google Scholar that fit the inclusion criteria were analyzed to answer
the research objective. The inclusion criteria including full-text articles published in international journals from January
2015 to December 2019, research design was a Randomized Controlled Trial (RCT). Six articles were analyzed according to
searching, screening, and selection process.
Results: This literature review indicated that both macronutrients (omega 3) and micronutrients (zinc, magnesium, vitamin
D, vitamin E, and probiotics) play an important role in DFU wound healing. Their roles range from modulation of cell
proliferation to collagen metabolism and also as biomarkers of oxidative – inflammatory phases. The proper nutrition will
control and reduce the complications of DFU so that wound healing can run optimally. The omega-3, zinc, magnesium,
vitamin D, vitamin E, and probiotics play a major role in increasing collagen production, protein synthesis, also eliminating
bacteria and necrotic cells.
Conclusion: Both macronutrients and micronutrients are required in the body to support diabetic foot ulcer healing. These
nutritional components play a vital role in the wound healing process.
Keywords: Diabetic Foot Ulcer (DFU); Nutrient; Wound healing.
ABSTRAK
Latar belakang: Asupan gizi merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam proses penyembuhan luka, khususnya
Diabetic Foot Ulcer (DFU). Oleh karena itu, selain merawat kaki, pasien DFU sangat dianjurkan untuk memperhatikan diet
dan gizi yang dikonsumsi.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mereview peran gizi pada proses penyembuhan DFU.
Metode: Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah literature review yaitu mengkaji secara kritis temuan-temuan
yang telah dipublikasikan sebelumnya. Artikel dari 3 database, yaitu SCOPUS, PubMed, dan Google Scholar yang sesuai
dengan kriteria inklusi kemudian dianalisis untuk menjawab tujuan penelitian. Kriteria inklusi artikel yang disertakan dalan
penelitian meliputi artikel yang telah dipublikasikan pada jurnal internasional dengan rentang publikasi dari Januari 2015
sampai Desember 2019, berupa Randomized Controlled Trial (RCT), dan berbentuk full-text. Enam artikel dianalisis dan
disintesis untuk mendapatkan hasil penelitian berdasarkan proses skrining, seleksi, dan pemilihan artikel.
Hasil: Literature review ini menunjukkan bahwa gizi, baik dalam bentuk macronutrient (misalnya omega 3) maupun
micronutrient (seng, magnesium, vitamin D, vitamin E, dan probiotik), berperan penting dalam proses penyembuhan luka
DFU. Macro dan micronutrient ini berperan mulai dari proses modulasi proliferasi sel, metabolisme kolagen, serta sebagai
biomarker fase inflamasi dan oksidasi. Asupan gizi yang tepat akan mengontrol dan menekan komplikasi DFU sehingga
penyembuhan lukanya berjalan secara optimal. Omega-3, seng, magnesium, vitamin D, vitamin E, dan probiotik berperan
besar dalam peningkatan produksi kolagen, sintesis protein, dan pembuangan bakteri serta sel - sel nekrotik.
Simpulan: Baik macronutrient maupun micronutrient, keduanya dibutuhkan di dalam tubuh untuk mendukung proses
penyembuhan luka DFU. Masing-masing komponen tersebut mempunyai peran penting dalam proses penyembuhan luka.
Kata kunci : Diabetic Foot Ulcer (DFU); Zat gizi; Penyembuhan luka.
Copyright 2021, P-ISSN: 2337-6236; E-ISSN: 2622-884X
Journal of Nutrition College, Volume 10, Nomor 1, Tahun 2021, 40
PENDAHULUAN sehat dan menekankan pada makanan padat nutrisi,
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit yang dapat mempercepat proses penyembuhan luka,
dengan porsi yang sesuai.14
kronis yang sering disebut sebagai silent killer dan tidak
dapat disembuhkan, namun dapat dikontrol sesuai Review secara menyeluruh mengenai gizi pada
dengan kondisi kesehatan masing-masing individu. pasien dengan DFU ini belum banyak ditemukan.
Oleh karena itu, pengelolaan DM pun harus dilakukan Publikasi terbaru terkait dengan nutrisi pada DFU
seumur hidup. Epidemi DM di Indonesia cenderung ditemukan pada sebuah systematic review dan meta
meningkat setiap tahunnya, di mana pada tahun 2017 analisis yang bertujuan untuk mengevaluasi hubungan
memiliki 10 juta kasus DM.1,2 Sejalan dengan hal antara defisiensi vitamin D dan DFU.15 Oleh karena itu,
tersebut, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 peneliti merasa penting dan perlu untuk melakukan
menyatakan bahwa terdapat peningkatan angka penelitian ini, yang tidak hanya terbatas pada vitamin D
prevalensi DM yang cukup signifikan, yaitu dari 6,9% saja. Literature review ini bertujuan untuk untuk
di tahun 2013 menjadi 8,5% di tahun 2018.3 mereview peran gizi pada proses penyembuhan DFU.
Salah satu komplikasi yang paling sering dialami METODE
pada pasien dengan DM adalah adanya luka di area Literature review ini dilakukan dengan
ekstremitas bawah, yang disebut sebagai Diabetic Foot
Ulcer (DFU).4,5 Pada tahun 2016, dinyatakan bahwa mengkaji secara kritis temuan atau gagasan ilmiah yang
prevalensi penderita DM yang berisiko tinggi sudah ada dan sudah dipublikasikan sebelumnya.
mengalami DFU adalah 55,4% (95% CI: 53,7% - Artikel yang digunakan dalam penelitian ini berasal
57,0%), sedangkan prevalensi DFU itu sendiri adalah dari 3 database yaitu SCOPUS, PubMed, dan Google
12% (95% CI: 10,3% - 13,6%).6 Selain itu, penelitian Scholar dengan kriteria inklusi (1) terpublikasi di jurnal
sebelumnya juga menyatakan bahwa dari 112 internasional, (2) rentang publikasi 5 tahun yaitu pada
responden, teridentifikasi 85,7% di antaranya Januari 2015 sampai dengan Desember 2019, (3) artikel
mempunyai risiko tinggi DFU.7 dengan desain penelitian Randomized Controlled Trial
(RCT), dan (4) berbentuk full text.
Neuropati diabetikum, sebagai salah satu
etiologi DFU, dapat menyebabkan kaki pasien terasa Pencarian literatur dilakukan menggunakan
baal hingga mengalami luka parah. Penelitian keywords berupa kata "nutrition” maupun "nutrient",
sebelumnya menunjukkan bahwa jenis kerusakan “wound healing”, "protein" maupun "albumin",
otonom baik kaki kanan maupun kaki kiri (89,9% ; “diabetic foot ulcer” maupun "diabetis foot ulcer"
85%) lebih banyak ditemukan pada 113 responden dengan menggunakan boolean operators "AND" dan
dengan DM.8 DFU yang meluas sangat rentan terhadap "OR" atau kombinasi dari keduanya pada database
masuknya kuman sehingga terjadi infeksi. Hal paling yang bersangkutan. Proses penelitian dilakukan secara
buruk apabila luka tersebut mengalami infeksi adalah komprehensif dalam 5 tahap meliputi compare,
amputasi kaki. Oleh karena itu, selain merawat kaki, contrast, criticize, synthesize, dan summarize. Proses
penyandang diabetes sangat dianjurkan untuk literature search berdasarkan diagram PRISMA
memperhatikan diet dan gizi yang dikonsumsi.9–12 disampaikan pada Gambar 1.
HASIL
Proses penyembuhan luka membutuhkan zat gizi
tertentu untuk memperlancarnya. Beberapa referensi Sebanyak 6 artikel yang memenuhi kriteria
menyatakan bahwa gizi merupakan salah satu faktor inklusi dan sesuai tujuan literature review dianalisis
yang berperan penting dalam proses penyembuhan lebih lanjut untuk mendapatkan informasi mengenai zat
luka, karena zat gizi dapat berperan dalam fungsi gizi yang berperan dalam proses penyembuhan luka
kekebalan tubuh, sintesis kolagen, dan membangun pasien DFU. Satu artikel yang dianalisis lebih berfokus
kekuatan serta kelenturan luka.11,13 Pada penelitian mengenai macronutrient,16 sedang artikel-artikel
sebelumnya dinyatakan bahwa pada responden dengan lainnya membahas berbagai micronutrient yang
DFU, baik laki-laki maupun perempuan, terdapat diperlukan untuk penyembuhan luka.17–21
ketidakadekuatan asupan protein yang dapat
mengganggu proses penyembuhan luka.13 Karakteristik demografi dari responden pada
beberapa artikel yang dianalisis menunjukkan beberapa
Konsumsi asupan gizi yang sesuai dapat kesamaan. Responden yang diteliti memiliki kesamaan
menunjang penyembuhan DFU. Mayoritas pasien DFU pada rentang usia yaitu 40-85 tahun. Secara
yang mengalami defisiensi micronutrient dikarenakan keseluruhan, responden terdiri atas 263 laki-laki dan
pola makan pasien yang tidak memadai, sehingga 104 perempuan. Pada semua artikel, responden yang
berimbas pada malnutrisi.11 American Diabetes diteliti adalah pasien DFU Grade 3 yang
Association (ADA) menganjurkan pola makan yang diklasifikasikan berdasarkan Wagner Meggit's
Clasification.16–21
Copyright 2021, P-ISSN: 2337-6236; E-ISSN: 2622-884X
Journal of Nutrition College, Volum
Tabel 1. Hasil Pe
Judul & Tahun Tujuan Metode
The effect of seng Meneliti mengenai
supplementation on efektivitas suplemen Randomized Dari pen
wound healing and seng untuk
metabolic status in penyembuhan luka double-blind bahwa m
patients with diabetic dan status metabolik
foot ulcer: a radomized pada pasien DFU. placebo- selama 1
double-blind,
placebocontrolled trial, Meneliti mengenai controlled of meredak
2017 efektivitas suplemen
The effects of vitamin vitamin D untuk clinical trial, tidak me
D supplementation on penyembuhan luka
wound healing and dan metabolik status responden yang dan biom
metabolic status in pada pasien DFU.
patients with diabetic digunakan dalam value <0
foot ulcer: A Meneliti mengenai
randomized, double- efektivitas suplemen penelitian ini
blind, placebo- tambahan
controlled trial, 2016 Magnesium dan adalah 60 jiwa.
Vitamin E untuk
The effects of penyembuhan luka Randomized Dari pen
magnesium and vitamin dan status metabolik
E co-supplementation pada pasien DFU. double-blind bahwa m
on wound healing and
metabolic status in Meneliti mengenai placebo- vitamin
patients with diabetic respon klinis dan
foot ulcer: A status metabolik controlled of meredak
randomized, double- terhadap
blind, placebo- clinical trial, memilik
controlled trial, 2019
responden yang homeost
Magnesium
Supplementation and digunakan dalam kolestero
the Effects on Wound
Healing and Metabolic penelitian ini dan MD
adalah 60 jiwa. mungkin
langsung
karena e
kontrol g
dengan n
Randomized Dari pen
double-blind bahwa m
placebo- tambaha
controlled of selama 1
clinical trial, meredak
responden yang kontrol g
digunakan dalam LDL- da
penelitian ini hs-CRP,
adalah 57 jiwa. tetapi tid
metaboli
<0.001 d
Randomized Dari pen
double-blind bahwa s
placebo- dikonsum
controlled of meredak
Copyright 2021, P-ISSN: 233
me 10, Nomor 1, Tahun 2021, 41 Kesamaan Keunikan
Penelitian ini Penelitian ini
encarian Literatur meneliti efektivitas membandingkan
Temuan zat gizi untuk efektivitas suplemen
penyembuhan luka seng dengan placebo
nelitian ini menunjukkan dengan menggunakan terhadap
mengonsumsi suplemen seng metode yang sama. penyembuhan luka
12 minggu terbukti dapat dan status metabolic
kan parameter ulkus. Namun, pasien DFU.
empengaruhi profil lipid lain
marker peradangan. Nilai p
0,001 dengan nilai 0,05.
nelitian ini menunjukkan Penelitian ini Penelitian ini
mengonsumsi suplemen meneliti mengenai membandingkan
D selama 12 minggu terbukti efektivitas zat gizi efektivitas suplemen
kan luka ulkus diabetik, untuk penyembuhan vitamin D dengan
ki efek menguntungkan pada luka dengan placebo terhadap
tasis glukosa, total LDL, menggunakan penyembuhan luka
ol total / HDL, ESR, hs-CRP metode yang sama. dan status metabolik
DA. Selain itu, vitamin D pasien DFU.
n telah memainkan peran tidak Penelitian ini
g dalam penyembuhan luka meneliti mengenai Penelitian ini
efeknya pada peningkatan efektivitas zat gizi membandingkan
glikemik. Nilai p value <0.001 untuk penyembuhan efektivitas suplemen
nilai 0.05. luka dengan Magnesium dan
nelitian ini menunjukkan menggunakan Vitamin E dengan
mengonsumsi suplemen metode yang sama. placebo terhadap
an magnesium dan vitamin E penyembuhan luka
12 minggu terbukti dapat Penelitian ini dan status metabolik
kan parameter ukuran ulkus, meneliti mengenai pasien DFU.
glikemik, trigliserida, VLDL-, efektivitas zat gizi
an kolesterol HDL, kolesterol untuk penyembuhan Penelitian ini
, ESR, TAC, dan MDA kadar, membandingkan
dak mempengaruhi profil efektivitas suplemen
isme lainnya. Nilai p value Magnesium dan
dengan nilai 0.05.
nelitian ini menunjukkan
suplemen magnesium apabila
msi selama 12 minggu dapat
kan parameter ukuran ulkus,
37-6236; E-ISSN: 2622-884X
Journal of Nutrition College, Volum
Status in Patients with suplementasi clinical trial, metaboli
Diabetic Foot Ulcer: Magnesium pada responden yang dan kada
a Randomized, Double- pasien DFU. digunakan dalam mempen
Blind, Placebo- penelitian ini biomark
Controlled Trial, 2017. adalah 70 jiwa. oksidatif
The effects of probiotic Meneliti mengenai The current dengan n
administration on pengaruh pengaturan randomized, Dari pen
wound healing and probiotic double-blind, bahwa s
metabolic (menggunakan media placebo- apabila d
status in patients with kefir) terhadap controlled trial, pada pas
diabetic foot ulcer: a penyembuhan luka responden yang paramete
randomized, double- dan status metabolik digunakan dalam kolestero
blind, pasien DFU. penelitian ini NO, TA
placebo-controlled adalah 60 jiwa. mempen
trial., 2017 lain dan
Meneliti mengenai The current serta stre
Clinical and metabolic respon klinis dan randomized,
response to flaxseed oil metabolik terhadap double-blind, dengan n
omega-3 fatty acids suplementasi minyak placebo- Dari pen
supplementation in biji rami omega-3 controlled trial, bahwa m
patients with diabetic asam lemak pada responden yang 3 selama
foot ulcer: a pasien DFU. digunakan dalam kontrol D
randomized, double- penelitian ini paramete
blind, placebo- adalah 60 jiwa. metaboli
controlled trial., 2017. TAC pla
tidak me
dan biom
oksidatif
biji rami
tidak lan
luka kar
profil m
dengan n
Copyright 2021, P-ISSN: 233
me 10, Nomor 1, Tahun 2021, 42
isme glukosa, serum hs-CRP, luka dengan Vitamin E dengan
ar TAC plasma, tetapi tidak menggunakan placebo terhadap
ngaruhi profil lipid dan metode yang sama. penyembuhan luka
ker peradangan dan stres dan status metabolic
f lainnya. Nilai p value <0.001 Penelitian ini pasien DFU.
nilai 0.05. meneliti mengenai
nelitian ini menunjukkan efektivitas suatu gizi Penelitian ini
suplementasi probiotik (kefir) untuk penyembuhan membandingkan
diberikan selama 12 minggu luka dengan pengaruh probiotic
sien DFU dapat menurunkan menggunakan administration
er ulkus, kontrol glikemik, metode yang sama. menggunakan kefir
ol total, kadar hs-CRP, plasma dengan placebo
AC dan MDA, tetapi tidak Penelitian ini terhadap
ngaruhi HOMA-B, profil lipid meneliti mengenai penyembuhan luka
biomarker dari peradangan efektivitas suatu gizi dan status metabolic
es oksidatif. Nilai p value 0.01 untuk penyembuhan pasien DFU.
nilai 0.05. luka dengan
nelitian ini menunjukkan menggunakan Penelitian ini
mengonsumsi flaxseed omega- metode yang sama. membandingkan
a 12 minggu pada kelompok efektivitas suplemen
DFU memiliki efek meredakan minyak biji rami
er ukuran ulkus, penanda omega-3 asam lemak
isme insulin, serum hs-CRP, dibandingkan dengan
asma dan nilai GSH; tetapi, itu placebo terhadap
emiliki efek pada profil lipid penyembuhan luka
marker peradangan dan stres dan status metabolic
f lainnya. Selain itu, minyak pasien DFU.
i flaxseed omega-3 berperan
ngsung dalam penyembuhan
rena efeknya pada peningkatan
metabolisme. Nilai p value 0.01
nilai 0.05.
37-6236; E-ISSN: 2622-884X
Journal of Nutrition College, Volume 10, Nomor 1, Tahun 2021, 43
Google SCOPUS PubMed
Scholar 84 6
25779
Total artikel yang teridentifikasi pada literature search (n: 25869)
[SCOPUS (n = 84); PubMed (n = 8), Google Scholar (n = 25779)]
Inklusi: artikel dari
tahun 2015-2019,
terpublikasi pada
jurnal internasional
Artikel berdasarkan kriteria inklusi n: 326
Inklusi: Full text, sesuai
dengan judul studi literatur
Sesuai dengan topik studi literatur n: 124 artikel
Jumlah artikel yang diinklusi n: 6 Inklusi: Macronutrient
artikel dan micronutrient sebagai
penyembuhan luka DFU.
Gambar 1. Diagram Flow Chart Pencarian Artikel
Artikel yang meneliti tentang macronutrient dapat mempengaruhi karakteristik fisik ulkus namun
menyatakan bahwa omega-3 pada minyak biji rami tidak mempengaruhi profil lipid lain dan biomarker
berguna dalam wound healing.16 Penelitian tersebut inflamasi. Apabila dikonsumsi selama 12 minggu,
menunjukkan bahwa mengonsumsi flaxseed omega-3 magnesium dapat menurunkan ukuran ulkus,
selama 12 minggu pada kelompok kontrol DFU metabolisme glukosa, serum hs-CRP, dan kadar TAC
memiliki efek menurunkan ukuran ulkus, penanda plasma, tetapi tidak mempengaruhi profil lipid dan
metabolisme insulin, serum hs-CRP, TAC plasma dan biomarker peradangan dan stres oksidatif lainnya.20
nilai GSH. Tetapi, konsumsi omega-3 tidak memiliki
efek pada profil lipid, biomarker inflamasi, dan stres Mohseni melakukan penelitian mengenai manfaat
oksidatif lainnya. Selain itu, minyak biji rami flaxseed probiotik dengan memanfaatkan 3 bakteri baik yaitu
omega-3 berperan tidak langsung dalam penyembuhan Lactobacillus Acidophilus, Bifidobacterium Longum,
luka karena efeknya pada peningkatan profil dan Lactobacillus Casei.19 Konsumsi suplementasi
metabolisme. probiotik (kefir) apabila diberikan selama 12 minggu
pada pasien DFU dapat menurunkan ukuran ulkus,
Selain tentang macronutrient, bahasan tentang kontrol glikemik, kolesterol total, kadar hs-CRP,
micronutrient juga banyak dibahas pada artikel yang plasma NO, TAC dan MDA, tetapi tidak
ditemukan. Adapun micronutrient yang berperan dalam mempengaruhi HOMA-B, profil lipid lain dan
penyembuhan DFU mencakup vitamin D, seng, biomarker dari peradangan serta stres oksidatif.
magnesium, probiotic, dan vitamin E. Konsumsi
suplemen vitamin D selama 12 minggu terbukti Selain itu, manfaat gabungan antara magnesium
meredakan ulkus diabetik, memiliki efek dengan vitamin E dapat berperan dalam wound
menguntungkan pada homeostasis glukosa, total LDL, healing.17 Dari penelitian ini menunjukkan bahwa
kolesterol total/ HDL, ESR, hs-CRP dan MDA.21 Selain mengonsumsi suplemen tambahan magnesium dan
itu, vitamin D juga dimungkinkan berperan secara tidak vitamin E secara bersamaan selama 12 minggu terbukti
langsung dalam penyembuhan luka karena efeknya dapat mengurangi ukuran ulkus, kontrol glikemik,
pada peningkatan kontrol glikemik. Lebih lanjut, trigliserida, VLDL-, LDL- dan kolesterol HDL,
konsumsi suplemen seng selama 12 minggu terbukti kolesterol hs-CRP, ESR, TAC, dan kadar MDA, tetapi
tidak mempengaruhi profil metabolisme lainnya.
Copyright 2021, P-ISSN: 2337-6236; E-ISSN: 2622-884X
Journal of Nutrition College, Volume 10, Nomor 1, Tahun 2021, 44
Keenam penelitian tersebut mempunyai satu tujuan asupan zat gizi berupa protein yang berasal dari hewan
yang sama yaitu meneliti mengenai efektivitas atau produk olahannya. Sedangkan, protein nabati
macronutrient dan micronutrient terhadap wound merupakan protein yang bersumber dari tumbuhan
healing pasien DFU grade 3 dengan Wagner Meggit's seperti kacang-kacangan, tahu, tempe, susu kedelai,
Clasification. Keenam zat gizi tersebut terbukti dapat oatmeal, brokoli, alpukat, dan lain-lain.
membantu memaksimalkan penyembuhan luka pada
pasien DFU, dengan dosis dan rentang waktu berbeda Karbohidrat juga merupakan salah satu
yang secara subjektif dapat dilihat berdasarkan ukuran macronutrient penting bagi tubuh sebagai sumber
ulkus, peningkatan angka glikemik dan profil lipid, utama dalam mendapatkan energi. Komponen
serta sebagai biomarker inflamasi dan oksidatif. glycoprotein pada glukosa yang terkandung dalam
karbohidrat merupakan elemen kunci dalam
PEMBAHASAN penyembuhan luka, dengan cara mengaktivasi enzim
Pengaturan asupan gizi, baik dari segi heksonikase dan sitrat sintase. Penatalaksanaan DM
dan komplikasinya dengan prinsip "high-protein and
makronutrien maupun mikronutrien secara terapeutik low-carbohydrate" adalah metode yang paling tepat
merupakan cara yang tepat dalam mengontrol serta dipakai. Kekurangan glycoprotein, misalnya LRG-1,
menekan komplikasi lanjut DFU. Asupan gizi yang dapat menyebabkan penundaan yang signifikan dalam
tepat dapat memaksimalkan cara tubuh dalam penyembuhan luka normal sebagai konsekuensi dari
memperbaiki lukanya sendiri. Hal ini dapat dipantau gangguan inflamasi, re-epitelisasi, dan angiogenesis.23
melalui beberapa faktor antara lain ukuran ulkus, Diet rendah karbohidrat telah terbukti meningkatkan
indeks glikemik dan profil lipid, serta biomarker manajemen glukosa pada pasien DM dengan
inflamasi dan oksidatif. komplikasi karena dapat menurunkan indeks glikemik
Macronutrient untuk Pasien dengan DFU tubuh. Indeks glikemik yang terkontrol sangat
berpengaruh dalam proses penyembuhan luka DFU.24
Lemak tak jenuh inilah yang disebut sebagai lemak Karbohidrat untuk penderita diabetes yang aman
baik. Salah satu produk dari lemak tak jenuh adalah dikonsumsi adalah sekitar 45-60 gram per kali makan,
Omega 3. Omega-3 sebagai macronutrient mempunyai atau sebesar 135-180 gram karbohidrat per hari. Selain
peran penting dalam pembentukan colagen. nasi, sagu, dan jagung, karbohidrat dapat diperoleh dari
Peningkatan produksi colagen secara efisien makanan bertepung, seperti pasta, roti dan olahan
bermanfaat untuk menyembuhkan luka di kulit. Cara pati.14
kerja colagen adalah dengan meminimalkan jaringan Micronutrient untuk Pasien dengan DFU
parut dan memberikan kekuatan pada jaringan ikat
seperti ligamen. Suplementasi asam lemak omega-3 Seng adalah elemen yang tidak kalah penting dalam
sebesar 1gr/hari pada responden yang dilakukan selama penyembuhan luka. Penurunan kadar seng dapat
12 minggu terbukti dapat menurunkan konsentrasi menghambat epitelialisasi dan proliferasi fibroblas
insulin, serum trigliserida, dan manifestasi inflamasi.16 serta meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Selain
Selain sebagai sumber energi utama setelah glukosa, itu, seng juga berperan dalam mensintesis protein,
lemak juga berperan sebagai anti inflamasi pada proses sebagai unsur yang digunakan untuk menyimpan
penyembuhan luka yaitu asam linolenat dan linoleat. insulin dalam pankreas, serta membantu kerja enzim
Tidak hanya dari suplemen minyak ikan, omega-3 juga dalam memetabolisme lipid dan insulin dalam tubuh.
dapat diperoleh dari kuning telur, makanan laut seperti Efek suplementasi seng dapat memperkecil ukuran
ikan salmon, ikan sarden, ikan makarel, dan beberapa ulkus dan memperbaiki angka glikemik tubuh yang
jenis minyak sayur, kacang-kacangan dan biji-bijian.22 merupakan parameter dari penyembuhan luka.
Mengkonsumsi seng 250 mg/ hari selama 1 bulan pada
Selain omega 3, protein telah terbukti merupakan pasien dengan DFU dapat membantu penyembuhan
salah satu makronutrien yang penting perannya untuk luka khususnya pengurangan yang signifikan pada
penyembuhan luka. Protein merupakan sumber utama panjang, lebar, dan kedalaman ulkus, dengan
dalam pertumbuhan dan pemeliharaan otot dan jaringan peningkatan keseluruhan dalam kontrol metabolik,
tubuh. Protein diperlukan pada semua tahap dalam serta meningkatkan respon imun tubuh.18 Kandungan
proses penyembuhan mulai dari proliferasi fibroblast, seng yang berlimpah terdapat pada makanan kaya
sintesis kolagen, angiogenesis dan fungsi kekebalan. protein seperti daging merah, kerang, produk susu,
Asupan rata-rata ideal protein pada laki-laki dengan kacang-kacangan, sereal, dan biji-bijian.25
DFU yang baik adalah 219,5 gr/hari dan pada wanita
dengan DFU sebesar 130,2 gr/hari atau sekitar 1.5-2.0 Peran magnesium dalam proses penyembuhan
gr protein/ kg BB.13 Ada dua jenis protein, yaitu protein luka adalah sebagai pensintesis protein dan colagen.
hewani dan protein nabati. Protein hewani merupakan Mengonsumsi suplementasi magnesium sebesar 250-
Copyright 2021, P-ISSN: 2337-6236; E-ISSN: 2622-884X
Journal of Nutrition College, Volume 10, Nomor 1, Tahun 2021, 45
300 mg/hari pada pasien DFU dapat mempengaruhi dalam omega 3, protein, dan karbohidrat dalam jumlah
glukosa puasa, profil lipid, memperkecil ukuran ulkus, dan waktu yang tepat sangat berpengaruh dalam proses
serta memperbaiki status metabolik pasien DFU.20 Ada penyembuhan luka. Zat gizi ini mulai berperan pada
banyak makanan yang bersumber dari magnesium produksi kolagen, pertumbuhan dan pemeliharaan otot
antara lain alpukat, pisang, serta sayuran berdaun hijau dan jaringan tubuh, serta berperan dalam pembuangan
tua, seperti bayam, brokoli, dan sawi. bakteri dan sel nekrotik. Micronutrient seperti
magnesium, seng, vitamin D, vitamin E, dan probiotik
Vitamin E berperan dalam menurunkan inflamasi dalam jumlah dan waktu yang tepat dapat
melalui regulasi apoptosis, respon inflamasi dan stres memaksimalkan proses penyembuhan luka mulai dari
oksidatif, meningkatkan fungsi dari mitokondria, dan modulasi proliferasi sel, metabolisme kolagen, sampai
meningkatkan ekspresi gen dari faktor pertumbuhan dengan mengatasi peradangan, dan memperkuat imun
sel-torso. Hal tersebut dapat membantu metabolisme tubuh.
dari karbohidrat, dikarenakan terdapat peningkatan
produksi magnesium dan glutathione yang dapat Tenaga kesehatan perlu menyusun program
memaksimalkan penyembuhan luka DFU.17 Sumber mengenai pengontrolan gizi dan memberikan konseling
vitamin E banyak diperoleh dari biji-bijian termasuk gizi, serta merancang dan melaksanakan pemenuhan
biji bunga matahari, jagung, almond, serta dapat kebutuhan zat gizi dengan sebaik-baiknya berdasarkan
dijumpai pada bayam, avokado, dan juga olive oil. hasil penelitian. Promosi dan konseling gizi pasien
DFU juga merupakan hal yang penting diberikan pada
Kekurangan vitamin D akan berdampak pada setiap kegiatan kesehatan yang bertujuan untuk
meningkatnya kerentanan infeksi pada tubuh. mengoptimalkan kualitas hidup pasien.
Konsumsi suplementasi vitamin D mempunyai
pengaruh yang besar pada penurunan konsentrasi lipid UCAPAN TERIMA KASIH
dan lipoprotein. Secara tidak langsung vitamin D Terima kasih atas dukungan semua pihak yang telah
memainkan peran pada peningkatan kontrol glikemik, membantu terselesaikannya artikel ini.
yang menjadi parameter penyembuhan luka.
Mengonsumsi suplementasi vitamin D 50.000 IU/ 2 DAFTAR PUSTAKA
minggu pada pasien DFU memiliki efek 1. Subekti I. Are we ready for national diabetes
menguntungkan pada homeostasis glukosa dan stres
oksidatif, namun tidak mempengaruhi profil lipid, serta prevention program? Acta Med Indones. 2017;
peningkatan indeks glikemik, yang secara langsung 49(4): 289–90.
meningkatkan penyembuhan luka.21 Beberapa 2. Cho NH, Shaw JE, Karuranga S, Huang Y, da
makanan yang bersumber dari vitamin D antara lain Rocha Fernandes JD, Ohlrogge AW, et al. IDF
kuning telur, jamur-jamuran, sereal, produk kedelai, Diabetes Atlas: Global estimates of diabetes
yoghurt, serta ikan berlemak. prevalence for 2017 and projections for 2045.
Diabetes Res Clin Pract. 2018;138:271–81.
Mengkonsumsi suplementasi probiotik pada 3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Hasil
pasien DFU terbukti dapat membantu penyembuhan Utama Riskesdas 2018. Jakarta: Kemenkes RI.
luka, dapat dilihat dari parameter ukuran luka yang 2019.
mengecil, serta dapat mengontrol kadar glikemik tubuh. 4. Boulton AJM. The diabetic foot. Medicine
Mekanisme anti infeksi probiotik pada pasien DFU (Baltimore). 2015; 43(1):33–7.
menyebabkan peningkatan kemampuan tubuh dalam 5. Ahmad J. The diabetic foot. Diabetes Metab
melawan patogen. Mengonsumsi yogurt 200 gr/ hari Syndr. 2016;10(1):48–60.
yang mengandung Lactobacillus Acidophilus, 6. Yusuf S, Okuwa M, Irwan M, Rassa S, Laitung B,
Bifidobacterium Longum, dan Lactobacillus Casei Thalib A, et al. Prevalence and risk factor of
(masing-masing 108 CFU/gr) pada pasien DFU selama diabetic foot ulcers in a regional hospital , Eastern
8 minggu dapat menurunkan indikator inflamasi.19 Indonesia. Open J Nurs. 2016; 6(January): 1–10.
Yoghurt, kefir, dan kimchi merupakan contoh makanan 7. Kusumaningrum NSD, Asriningati R. Identifikasi
yang mengandung probiotik Risiko Diabetic Foot Ulcer (DFU) pada Pasien
dengan Diabetes Melitus. J Luka Indones.
SIMPULAN 2016;3(1).
Gizi berperan penting dalam penyembuhan luka 8. Rosyida K, Kusumaningrum NSD. Gambaran
neuropati perifer di Semarang: Studi Cross-
DFU. Dampak positif dari asupan gizi yang tepat akan sectional. J Luka Indones. 2016;2(3):133–9.
mengontrol serta menekan komplikasi DFU, sehingga 9. Bilous R, Donelly R. Handbook of Diabetes. 4th
penyembuhan luka pasien dapat berjalan maksimal.
Macronutrient seperti lemak yang terkandung dalam
Copyright 2021, P-ISSN: 2337-6236; E-ISSN: 2622-884X
Journal of Nutrition College, Volume 10, Nomor 1, Tahun 2021, 46
ed. Bariid B, editor. Jakarta: Bumi Medika; 2014. Blind, Placebo-Controlled Trial. Biol Trace Elem
Res. 2018;181(2):207–15.
10. Nurrahmani U. STOP! Diabetes Melitus. Qoni,
editor. Yogyakarta: Familia (Group Relasi Inti 21. Razzaghi R, Pourbagheri H, Momen-heravi M,
Media); 2015.
Bahmani F, Shadi J, Soleimani Z, et al. The effects
11. Vas PRJ, Edmonds ME, Papanas N. Nutritional
of vitamin D supplementation on wound healing
supplementation for diabetic foot ulcers: the big
challenge. Int J Low Extrem Wounds. and metabolic status in patients with diabetic foot
2017;16(4):226–9. ulcer : A randomized, double-blind, placebo-
12. WHO Global Report. Global Report on Diabetes.
Geneva : WHO. 2016. p 6–86. controlled trial. J Diabetes Complications. 2017;
13. Sajid N, Miyan Z, Zaidi SIH, Jaffri SSA, Abdeali
M. Protein requirement and its intake in subjects 31(4): 766-72.
with diabetic foot ulcers at a tertiary care hospital.
Pakistan J Med Sci. 2018;34(4):886–90. 22. National Institutes of Health. Omega-3 Fatty
14. American Diabetes Association. Standars of
medical care in diabetes 2017. J Sports Med Phys Acids. NIH. 2021. Available from:
Fitness. 2017;40 supp 1: 6-131.
https://ods.od.nih.gov/factsheets/Omega3FattyAc
15. Dai J, Jiang C, Chen H, Chai Y. Vitamin D and
diabetic foot ulcer: a systematic review and meta- ids-Consumer/
analysis. Nutr Diabetes. 2019;9(1):4–9.
23. Liu C, Teo MHY, Pek SLT, Wu X, Leong ML,
16. Soleimani Z, Hashemdokht F, Bahmani F,
Tay HM, et al. A multifunctional role of leucine-
Taghizadeh M, Memarzadeh MR, Asemi Z.
Clinical and metabolic response to flaxseed oil rich a-2-glycoprotein 1 in cutaneous wound
omega-3 fatty acids supplementation in patients
with diabetic foot ulcer: a randomized, double- healing under normal and diabetic conditions.
Diabetes. 2020; 69(11): 2467–80.
blind, placebo-controlled trial. J Diabetes
Complications. 2017; 31(9): 1394-1400. 24. Huhmann MB, Yamamoto S, Neutel JM, Cohen
17. Afzali H, Kashi AHJ, Momen-Heravi M, Razzaghi
R, Amirani E, Bahmani F, et al. The effects of SS, Ochoa Gautier JB. Very high-protein and low-
magnesium and vitamin E co-supplementation on carbohydrate enteral nutrition formula and plasma
wound healing and metabolic status in patients
with diabetic foot ulcer : A randomized, double- glucose control in adults with type 2 diabetes
blind, placebo-controlled trial. Wound Repair
Regen. 2019;27(3):277–84. mellitus: a randomized crossover trial. Nutr
18. Momen-heravi M, Barahimi E, Razzaghi R,
Bahmani F, Gilasi HR, Asemi Z. The effects of Diabetes. 2018;8(1): 45.
zinc supplementation on wound healing and
25. Posthauer ME. Does Zinc Supplementation
metabolic status in patients with diabetic foot
ulcer : a randomized , double-blind , placebo- Accelerate Wound Healing? September 6th. 2011.
controlled trial. Wound Repair Regen.
2017;25(3):512–20. Available from:
19. Mohseni S, Bayani M, Bahmani F, Tajabadi- https://www.woundsource.com/blog/does-zinc-
Ebrahimi M, Bayani M, Javari P, et al. The effects
of probiotic administration on wound healing and supplementation-accelerate-wound-healing.
metabolic status in patients with diabetic foot
ulcer : a randomized, double-blind, placebo-
controlled trial. Diabetes Metab Res Rev.
2017;34(5).
20. Razzaghi R, Pidar F, Momen-heravi M, Bahmani
F, Akbari H, Asemi Z. Magnesium
Supplementation and the Effects on Wound
Healing and Metabolic Status in Patients with
Diabetic Foot Ulcer : a Randomized, Double-
Copyright 2021, P-ISSN: 2337-6236; E-ISSN: 2622-884X
nutrients
Review
Nutrition in the Actual COVID-19 Pandemic. A Narrative Review
Vicente Javier Clemente-Suárez 1,2,3,* , Domingo Jesús Ramos-Campo 4 , Juan Mielgo-Ayuso 5 ,
Athanasios A. Dalamitros 6, Pantelis A. Nikolaidis 7 , Alberto Hormeño-Holgado 3 and
Jose Francisco Tornero-Aguilera 1,3
1 Faculty of Sports Sciences, Universidad Europea de Madrid, Tajo Street, s/n, 28670 Madrid, Spain;
[email protected]
2 Grupo de Investigación en Cultura, Educación y Sociedad, Universidad de la Costa,
080002 Barranquilla, Colombia
3 Studies Centre in Applied Combat (CESCA), 45007 Toledo, Spain; [email protected]
4 Departamento de Educación, Universidad de Alcalá, 28801 Alcalá de Henares, Spain;
[email protected]
5 Department of Health Sciences, Faculty of Health Sciences, University of Burgos, 09001 Burgos, Spain;
[email protected]
6 Laboratory of Evaluation of Human Biological Performance, School of Physical Education and Sport Sciences,
Aristotle University of Thessaloniki, 54124 Thessaloniki, Greece; [email protected]
7 Exercise Physiology Laboratory, 18450 Nikaia, Greece; [email protected]
* Correspondence: [email protected]; Fax: +34-911-413-585
Citation: Clemente-Suárez, V.J.; Abstract: The pandemic of Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) has shocked world health author-
Ramos-Campo, D.J.; Mielgo-Ayuso, J.; ities generating a global health crisis. The present study discusses the main finding in nutrition
Dalamitros, A.A.; Nikolaidis, P.A.; sciences associated with COVID-19 in the literature. We conducted a consensus critical review using
Hormeño-Holgado, A.; primary sources, scientific articles, and secondary bibliographic indexes, databases, and web pages.
Tornero-Aguilera, J.F. Nutrition in the The method was a narrative literature review of the available literature regarding nutrition interven-
Actual COVID-19 Pandemic. A tions and nutrition-related factors during the COVID-19 pandemic. The main search engines used
Narrative Review. Nutrients 2021, 13, in the present research were PubMed, SciELO, and Google Scholar. We found how the COVID-19
1924. https://doi.org/10.3390/ lockdown promoted unhealthy dietary changes and increases in body weight of the population,
nu13061924 showing obesity and low physical activity levels as increased risk factors of COVID-19 affection
and physiopathology. In addition, hospitalized COVID-19 patients presented malnutrition and
Academic Editor: Carlo Agostoni deficiencies in vitamin C, D, B12 selenium, iron, omega-3, and medium and long-chain fatty acids
highlighting the potential health effect of vitamin C and D interventions. Further investigations are
Received: 17 May 2021 needed to show the complete role and implications of nutrition both in the prevention and in the
Accepted: 31 May 2021 treatment of patients with COVID-19.
Published: 3 June 2021
Keywords: COVID-19; nutrition; lockdown; body composition; vitamin; dietary pattern; immunol-
ogy; physical activity; gut
Publisher’s Note: MDPI stays neutral 1. Background
with regard to jurisdictional claims in
published maps and institutional affil- Originated in Wuhan (China) in December 2019 as a group of unexplained cases
iations. of pneumonia caused by the SARS-Cov-2 virus, the World Health Organization (WHO)
declared as a pandemic in March 2020, affecting multiple countries around the world and
Copyright: © 2021 by the authors. with more than 154 million confirmed cases and more than 3.3 million of deaths [1]. A direct
Licensee MDPI, Basel, Switzerland. impact on the normal life of people around the world was produced by the actual pandemic
This article is an open access article with restrictive policies like lockdown, the use of protective masks, and limitations of
distributed under the terms and personal movement [2,3]. The clinical symptomatology varies from asymptomatic to
conditions of the Creative Commons acute respiratory distress syndrome and multi-organ dysfunction [4], being common
Attribution (CC BY) license (https:// fever, headache, sore throat, dry cough, fatigue, myalgia, breathlessness, and occasional
creativecommons.org/licenses/by/ gastrointestinal symptoms [5]. At the end of the first week of infection, the infection can
4.0/). progress to pneumonia, respiratory failure, and death [4]. This progress is associated with
Nutrients 2021, 13, 1924. https://doi.org/10.3390/nu13061924 https://www.mdpi.com/journal/nutrients
Nutrients 2021, 13, 1924 2 of 20
an extreme rise in inflammatory cytokines such as GCSF, IP10, MCP1, MIP1A, IL-2, IL-7,
IL-10, and TNFα [4]. Also, eosinophilic cell blood count seems to have a major role in
COVID-19 diagnosis and prognosis [6]. Different factors associated with socioeconomic
status, age, sex, and race have been investigated concerning COVID-19 [7–10]. One of them,
which plays a fundamental role in the subject’s immune status and its response to disease,
is nutrition. Nutritional intervention during the COVID-19 pandemic has revealed different
ways of acting with different results. To present the actual knowledge about nutrition in
the actual COVID-19 pandemic, we conducted the present research. Then, this study is
a narrative review with the aim of collecting published literature and articles regarding
dietary patterns, body composition, nutritional deficiencies, vitamin interventions, dietary
patterns, nutrition, and physical activity in the COVID-19 pandemic.
Search Methods and Strategies for Research Identification
The protocol used consisted of a literature search, using primary sources, like scientific
articles, and secondary like; bibliographic indexes, databases, and web pages. We used
PubMed, Embase, SciELO, Science Direct Scopus, and Web of Science employing MeSH-
compliant keywords including COVID-19, Coronavirus 2019, SARS-CoV-2, 2019-nCoV,
Nutrition, Diet, Dietary Patterns, Body Compositions, Vitamin, Nutritional, Immunology,
Physical Condition, and Physical activity. We used articles published from 1 February 2020
till 13 April 2021, although previous studies were included to explain some information in
several points of the review. The following exclusion criteria were used: (i). studies with
old data (out of the COVID-19), (ii). present inappropriate topics, being not pertinent to
the main focus of the review, (iii). Ph.D. dissertations, conference proceedings, abstracts,
unpublished studies, and books. We included all the articles that met the scientific method-
ological standards and had implications with any of the subsections in which this article
is distributed, nutrition and COVID-19. The information treatment was performed by
the seven authors of the review. Finally, articles were discussed by the authors to write
the present review. A total of 4533 papers were retrieved from the above bibliographic
searches, and 2904 papers were removed after the publishing period inclusion criteria. 132
papers were removed as duplicates, and 1472 were rejected after reviewing paper titles and
abstracts. The final 157 papers were read to be considered relevant to the search criteria
and appropriate for assessing our research objective.
2. Dietary Patterns in COVID-19 Pandemic Lockdown
The COVID-19 lockdown has affected the dietary habits and nutritional patterns of
the different countries affected. In this way, some discrepancies according to the type and
duration of the home confinement, the cultural and social tendencies of the countries, the
age of the sample analyzed, and the level of previous obesity have promoted different
conclusions. Specifically, in Spain, it has been reported that the diet conducted during the
lockdown had a larger energy intake and lower nutritional quality than the pre-COVID-
19 eating patterns [11]. This study found that people consume 539 kcal more than the
recommendation during the COVID-19 lockdown, presenting the food ingested with lower
nutritional quality [11]. In addition, in comparison with the same period in 2019, an
increase of 6% of daily intake was found with ingestion of 2509 kcal during the COVID-19
home confinement. In this line, a study conducted in Poland’s population showed how
people ate and snacked more during the lockdown, being these tendencies more frequent
in overweight and obese individuals [12]. One possible reason to justify this increase in
the energy intake could be related to the fact that staying at home, indoor, and working
remotely had a direct impact on daily food habits, producing an increase in energy ingestion
and the craving for comfort food due to boredom and stress [13]. Governments must take
into consideration that these lifestyle changes that modify the diet patterns and quality
of foods, like the increased ingestion of high caloric foods and the decreased ingestion of
healthy foods like vegetables and fruits, could consequently increase the risk for chronic
diseases [14].
Nutrients 2021, 13, 1924 3 of 20
Regarding food composition, COVID-19 has modified the frequency of intake of some
products and the amount of consumption of others [14,15]. These changes supported
the hypothesis that, stays at home and social distancing represent a negative impact on
the adherence to healthy dietary patterns [14]. Specifically, a previous study showed
that during the lockdown, Spanish people ingested lower amounts of beverages, slightly
increased eggs, and red meat ingestion and presented a substantial increase of plant-based
foods, like nuts, pasta, rice, or processed vegetables, in comparison with the same period
in 2019 [15]. Although these changes were found, the consumption of red meat was still
higher than the recommended dietary guidelines, whereas the plant-based food products
remained below the recommended range [15]. On the other hand, the dietary patterns
of Chinese people during the COVID-19 lockdown also changed, showing a decrease in
the frequency of intake of fresh vegetables and fruit, rice, poultry, meat, and soybean
products [16].
Interestingly, other research which studied the effect of COVID-19 confinement in an
adolescent population of Brazil, Chile, Colombia, Spain, and Italy showed a healthy dietary
change [17], increasing the ingestion frequency of vegetables, legumes, and fruit during the
lockdown. In this way, the number of adolescents who consume the recommended weekly
servings of legumes and fruits during confinement increased by 8% and 7.7%, respectively,
in comparison to before confinement moment. Some reasons may justify these patterns
changes. First, the legume and fruit sale increased since the beginning of confinement,
and second, the people have more time to cook in their homes [17]. Hence, controversial
findings have been reported in the recent studies published which analyze the effect of
lockdown in dietary patterns. In this way, some possible factors could affect the results
reported. For instance, studies analyzed some populations with inherent eating patterns.
Additionally, the government of each country established different levels of lockdown
with divergences in the severity and the restrictions of the population. These factors may
underlie the inconsistent patterns detected in the studies reported [17,18].
Remarkably, within all groups affected by the COVID-19 lockdown, overweight
and obese people are particularly impairing their dietary patterns and lifestyles. These
population groups are known to display more disruptive eating behaviors, including food
consumption without hunger feeling and frequent overeating [18]. In this way, overweight
and obese individuals reported eating and snacking more during home confinement [19],
which could be explained due to the prolonged stay at home with often unlimited food
access. Furthermore, individuals with a higher body mass index (BMI) presented lower
frequency in consumption of fruit, vegetables, and legumes during the lockdown and
higher consumption of dairy, meat, and fast foods [19]. In addition, lockdown produced
modifications in diet patterns of obese children and adolescents, significantly increasing
their ingestion of potato chips, sugary drinks, and red meat in comparison to the same
period in 2019 [20]. And of course, all these lifestyle changes could produce a final increase
in fat mass [21].
The consequences of the unhealthy dietary modifications reported during a short
period of lockdown may result in developing unhealthy eating habits in the medium to
long term, which could negatively affect their long-term health status [22,23]. The negative
emotions as boredom and stress promoted during the lockdown tend to develop these
unhealthy eating habits to draw attention away from these negative emotions [24,25].
This fact could be very important during the COVID-19 pandemic because a healthy
and balanced diet is an integral part of the personal risk management strategy during
the COVID-19 pandemics [26] due to the immunomodulatory effects that some macro-,
micro-, and phytonutrients have [27,28]. In addition, it has been shown how nutritional
deficiencies were linked to higher host susceptibility to viral infection and a more severe
clinical course of diseases [27,28]. Therefore, although a healthy diet does not completely
prevent the infection, it may play an intense role in the host response to an infectious
agent [19]. Curiously, other unhealthy habits showed a similar pattern to dietary habits. In
this way, an increase in alcohol consumption (15%), with a higher tendency to drink more
Nutrients 2021, 13, 1924 4 of 20
in alcohol addicts’ people, and a rise in smoking frequency during the lockdown has been
reported [19]. Therefore, future research is needed to analyze how dietary patterns will
evolve after the COVID-19 lockdown and the necessity to recommend a short guideline to
promote healthy habits during future possible lockdowns.
3. Body Composition and COVID-19 Risk
It has been suggested that an excess of fat or decreased lean mass might affect the
physiological functioning of the human body [29]. In this section, the relationship of body
composition with COVID-19 was discussed. We focused on the following questions: (a)
changes in body composition during the lockdown, (b) changes in body composition corre-
late (e.g., physical activity and nutrition) during the lockdown, and (c) body composition
as a risk factor for COVID-19.
Physical activity was characterized by an abrupt decrease at the beginning of lockdown
followed by a small gradual increase during this period [30]. Those with more body fat
percentage had a smaller increase in physical activity during lockdown than those with
lower body fat percentage [30]. It should be highlighted that body composition was
evaluated using proxy measures of fatness such as circumferences [31], bioimpedance
analysis [30], or body mass index (BMI) to examine differences among underweight,
normal weight, overweight and obese adults [32].
There was evidence that obesity increased COVID-19 risk [33]. For instance, obesity
class II presented a greater risk of COVID-19 in adults older than 65 years, whereas BMI
shows a linear association with testing positive for this virus in younger than 65 years
old adults [34]. Moreover, it has been observed that visceral fat was higher in positive
COVID-19 patients requiring intensive care [35]. Also, it has been shown that an increase
in visceral fat in COVID-19 patients was related to a higher likelihood of intensive care
unit treatment [36]. It has been proposed that body composition on low-dose computed
tomography of the chest was a predictor of poor clinical outcome in COVID-19, in a study
where body composition was monitored using the ratio of waist circumference per par-
avertebral muscle circumference [37]. In addition, abdominal adiposity, described by the
waist-to-hip circumference ratio, in patients with respiratory symptoms was an indepen-
dent risk factor for respiratory distress in COVID-19 [38]. Obesity might also influence
immunological responses to the virus, inflammatory reaction, metabolic and respiratory
distress [39]. An explanation of obesity as a risk factor might be its effect on immunity
altering the pathogenesis of acute respiratory distress syndrome and pneumonia [40].
Obesity and morbid obesity were identified as significant risk factors for internal care
units (ICU) admission and particularly for invasive mechanical ventilation requirements
in COVID-19 [41]. It may function as a clinical predictor for risk stratification models,
being the measurement of anthropometric and metabolic parameters in COVID-19 would
be crucial, especially for the younger group [42]. Specifically, visceral fat deposition is
higher in COVID-19 patients accessing ICU, finding how visceral fat is related to the
necessity of intensive medical care [43]. Patients with obesity and elevated BMI should
be closely monitored and might need escalation of therapy earlier to avoid unfavorable
clinical outcomes [44]. Obesity or BMI should be recommended as important parameters
for COVID-19 risk assessment, and Obese patients with COVID-19 should be treated as a
higher risk population [45,46].
In the context of energy balance, the detrimental changes in body composition during
lockdown should be attributed to corresponding changes in physical activity and nutrition,
reflecting a decreased energy expenditure and increased caloric ingestion [47]. In addition,
it was demonstrated how obesity could negatively influence the efficacy of the vaccine in
rabies, tetanus, hepatitis B, and influenza, so in the current vaccination situation, it could
also be another limitation for the efficacy of the COVID-19 vaccine [48–51].
Nutrients 2021, 13, 1924 5 of 20
4. Nutritional Deficiencies of COVID-19 Patients
The relationship between nutrition and the immune system is well known, so much
attention is being paid to its role in COVID-19 [52]. In this sense, although it does not appear
to be a cure for COVID-19, healthy eating patterns seem to optimize the immune system
function and contribute to a lower probability of COVID-19 contagion and to recover
better in those who have suffered it [7]. This fact is especially important considering
the healthcare overload due to the pandemic, highlighting the importance of nutrition
in the correct general health and immune response of the population. Specifically, the
Mediterranean diet and other dietary strategies that reduce inflammation and the risk of
chronic disease could reduce the risk of severe disease and mortality from COVID-19 [53].
In addition, certain nutrients such as vitamins A, B related vitamins (folic acid, vitamins
B6 and B12), vitamin D, vitamin C, and the minerals Se, Fe, Cu, and Zn, are important for
proper immune function [54]. Therefore, it is plausible to believe that deficiencies and a
suboptimal nutritional status of these micronutrients could potentially favor the spread of
COVID-19 by reducing resistance to infection and reinfection.
Surely the most studied micronutrient in relation to COVID-19 is vitamin D because
the vitamin D receptor is expressed in almost all types of cells of the immune system (for
example, B and T lymphocytes, dendritic cells, macrophages, and monocytes) [55]. Con-
sequently, the correct immune system function will depend on the correct bioavailability
of vitamin D from these cells. Although vitamin D deficiency has not been associated
with an increased likelihood of COVID-19 infection, a positive association has been ob-
served between vitamin D deficiency and disease severity [56]. Thus, the most severe
cases of COVID-19 have shown 64% more vitamin D deficiency than mild cases. Likewise,
insufficient vitamin D levels increase the probability of hospitalization and mortality by
COVID-19 [56].
On the other hand, although there is sufficient evidence to indicate the relationship
that other micronutrients have on the immune system [57], there is little research that links
these with the likelihood and/or severity of COVID-19 [58,59]. However, the data shown
indicate that, while the hospitalized patient is not usually deficient in vitamins B1 and B12
or zinc, the vast majority can reveal at least one nutrient deficiency [59]. Specifically, 42%
of patients hospitalized for COVID-19 have presented selenium deficiency, 6% of vitamin
B6, and 4% of folate [59]. These results suggest that together with vitamin D deficiency,
selenium deficiency could decrease immune defenses against COVID-19 and cause a
progression to serious disease. In addition, selenium is involved in the differentiation,
proliferation, and normal function of many innate immune system cells. Additionally,
selenium is also crucial in the adaptive response, aiding in the production and development
of antibodies [60]. However, more precise and large-scale studies are needed to confirm
these results.
Another micronutrient whose influence on respiratory tract infections, this type of
pathology is one of the most serious in COVID-19 patients due to its antioxidant role is
vitamin C [61]. In addition, vitamin C presented other pleiotropic and important functions
in the immune function, including the regulation of hundreds of genes in immune cells [62].
Serum vitamin C levels have been observed to be low in most critically ill COVID-19
patients. In addition, along with age, vitamin C appears to be a codependent risk factor for
mortality from COVID-19 [63].
There is no research that directly relates the levels of other micronutrients in the
prevention and treatment of COVID-19, although they play an important role in immu-
nity [64]. However, an ecological study in which the relationship between the nutritional
status of the country population and the epidemiological data of COVID-19 in 10 European
countries revelated that the suboptimal consumption of iron and vitamin B12 correlated
with a higher incidence or mortality of COVID-19 [64]. While iron participates in various
immune processes and is an essential component for some enzymes involved in crucial
immune cell activities [65], low levels of B12 elevate methylmalonic acid and homocysteine,
Nutrients 2021, 13, 1924 6 of 20
resulting in increased inflammation, and increased production of reactive oxygen species,
and oxidative stress [66].
Another important aspect to consider is the nutritional status of patients with a pro-
longed stay in hospitals and especially in intensive care (>5 days) [67]. In this sense,
despite a personalized diet that includes supplementation with vitamin D and trace ele-
ments during the hospital stay, the prevalence of malnutrition among hospitalized patients
with COVID-19 is approximately 50.0% with age independence [68]. Malnutrition during
hospitalization for COVID-19 is the product of increased energy expenditure associated
with ventilatory work during a severe respiratory infection that causes an inflammatory
syndrome and hypercatabolism and of a greatly reduced food intake caused by different
factors such as respiratory distress, anosmia, ageusia, and digestive symptoms (anorexia,
diarrhea, vomiting or abdominal pain) [67]. Thus, approximately 40% of patients suffer a
weight loss of ≥5% during their hospitalization that defines cachexia [69]. Furthermore,
biologically these patients present, among others, hypoalbuminemia, hypoproteinemia,
hypocalcemia, anemia, hypomagnesemia, and vitamin D deficiency [67]. This fact is exac-
erbated by immobilization and could also contribute significantly to muscle atrophy and
sarcopenia in COVID-19 [70]. In this sense, although there are no specific treatments for
use on patients who have been hospitalized for COVID-19, treatments should focus on
nutritional support and rehabilitation exercise whenever possible to prevent long-term
disability due to acute illness due to COVID-19 [69].
The relationship between nutrition and COVID-19 disease is becoming clearer every
day. Although they are not decisive in the contagion of COVID-19, deficiency states of
some nutrients are a prognostic factor of the disease. Specifically, deficient states of vitamin
C, D, and selenium, as well as the suboptimal consumption of iron and vitamin B12,
have been shown to raise the probability of hospitalization and mortality from COVID-19.
On the other hand, despite receiving individualized nutrition during their stay, most
patients who have suffered a hospital stay of more than five days have presented a state of
malnutrition/cachexia upon leaving the hospital.
Therefore, public health organizations are encouraged to promote population nu-
tritional strategies that include supplementation or foods rich in nutrients related to the
prognosis of COVID-19, especially in vulnerable populations such as the elderly, to main-
tain optimal immune function, especially in times of infections such as COVID-19 [71]. In
addition, it would be advisable to monitor COVID-19 surviving patients for a period of 3
to 6 months in which anthropometric, clinical, and laboratory evaluations are carried out
to guarantee adequate recovery [72].
5. Vitamin Intervention in COVID-19 Pandemic
Until the widespread vaccination or a specific drug treatment against COVID-19 is
approved, a great deal of attention has been focused on nutritional interventions as a
prophylaxis and treatment potential [73]. A great list of minerals, natural products (not
processed), probiotics and prebiotics, omega-3 fatty acids, and mostly vitamins A to E have
gained much attention since the onset of the pandemic, considering their anti-inflammatory,
antioxidant and immune-boosting role and evidence from previous clinical trials showing
potential benefits against respiratory infections [74].
Vitamin D is an essential nutrient, a fat-soluble prohormone steroid that has endocrine,
paracrine, and autocrine functions [75], that has been positively associated with lower
severity symptoms in COVID-19 elderly patients [76] through different mechanisms [77];
however, considering the mortality rates, the existing body of knowledge has not reached a
consensus [78]. Generally, vitamin D deficiency seems to co-exist in COVID-19 patients [77].
In any case, increasing the levels of vitamin D-deficient patients or high-risk populations at
the optimal levels (75–125/mL) is commonly suggested [79], although defining the deficient
and sufficient levels is a matter of much debate [80]. As such, the recommended dose,
based on the measurement of serum 25-hydroxyvitamin D, shows a great inter-individual
variation depending on the chronological age, the incubation period (early or late), and
Nutrients 2021, 13, 1924 7 of 20
the pre-existing comorbidities [81]. Moreover, physiological (e.g., skin tone, body mass
index), environmental (e.g., pollution), and seasonal factors, as well as the consumed form
(D2 or D3) [82], have been examined. The co-supplementation with L-cysteine [83] or
magnesium and vitamin B [84] has also been proposed in COVID-19 patients. Ultimately,
more well-designed studies with greater sample size, clearly determining issues such as
the ideal dosage and intervention timeframe that should be conducted to shed some light
on the protective role of vitamin D, especially for those individuals with normal values or
population at no risk for COVID-19 [56,85–87].
Currently, the potential role of the vitamin B complex in reducing inflammation and
breathing difficulties in COVID-19 infected patients has not been proved. For example,
no vitamin B deficiency was observed within seven days of admission in 50 patients [52].
Regarding liposoluble vitamins, there was no direct association between vitamin A and E
deficiency and COVID-19. Hence, the existing body of knowledge is limited to proposing
the adequate intake of these nutrients, but it important to highlight the importance of
vitamin A and E in immune system function [88,89]. On the other hand, vitamin C may be
beneficial to prevent progression from mild to severe symptoms in COVID-19 patients [90].
A three-day vitamin C supplementation (1 g every 8 h) decreased inflammatory markers
in 17 hospitalized patients [91]. A higher dose (6 g every 12 h on day 1 and 6 g for
the following four days) reduced the risk of mortality and improved oxygen support
in 46 patients [92]. Using bioinformatical network pharmacology, it was proposed the
combination of vitamin C and glycyrrhizic acid was a treatment option for COVID-19 [93].
In another case, the co-administration of vitamin C and quercetin, a plant flavonoid found
in vegetables, was also proposed [94]. Meanwhile, other studies [95,96] did not provide
convincing evidence to support the use of a high dose of vitamin C or in combination
with zinc [97] as a treatment option. While currently, large-scale studies are in progress,
for example in Canada (LOVIT-COVID) and Italy (NCT04323514), vitamin C intervention
strategy is presented as a low-cost promising alternative to improve outcomes in COVID-19
patients. Nevertheless, other related issues such as the severity of illness, the length of the
administration, and the ideal dosage should be examined [97].
Vitamin intervention has gained a lot of attention within the scientific community as
an effective and low-cost strategy for assisting the immune system to COVID-19. Among
the vitamins A to E briefly discussed here, C and D seem to have more evidence supporting
their supplementation at an individual level. While ongoing larger-scale COVID-19 studies
are expected to clarify the preventive or treatment role of vitamin interventions, especially
in high-risk populations. Securing an adequate nutritional status while also considering
the recommended upper safety limits, and encouraging an active lifestyle should be a
priority of public health policies until a sufficient quantity of vaccines will immunize a
large proportion of citizens.
6. Dietary Guidelines in COVID-19 Treatments
The European Society for Clinical Nutrition and Metabolism identifies malnutrition to
be included in the management of COVID-19 patients as it has a direct impact on health
outcomes and incremented healthcare costs [98]. The immune system and antioxidant
response are worsened by malnutrition leading to a higher list of complications [99].
Patients with malnutrition are more likely to be from lower socioeconomic groups, and
addressing malnutrition is an important step in leaving nobody behind in this fight against
the COVID-19 pandemic [100,101]. Some of the symptoms experienced by the COVID-19
patients, such as lack of appetite, loss of taste & smell, fever, or breathing difficulties, among
others, affect the nutritional-metabolic pattern. Moreover, isolation, lockdown, and social
distancing measures might also drive to limited support for meals.
The systemic inflammation provoked by COVID-19 increases nutritional needs and
accelerates muscle loss. Patients admitted to intensive care units also have an increased
risk of malnutrition [98], so nutritional medical therapy should be considered as an integral
part of the therapeutic approach [26,100,101]. This started at the earliest and no more than
Nutrients 2021, 13, 1924 8 of 20
72 h [102]. Associating nutrition to life-support measures has the potential to improve
outcomes, particularly in the recovery phase.
The dietary assessment and evaluation of nutritional risks, together with proper risk
management, are prudent approaches to deal with the COVID-19 pandemic [26,103]. A
well-balanced and diverse diet should ensure optimal intake of all nutrients, especially
those that play critical roles in the immune system to help reduce the risk of infections.
Non-critically ill patients should follow a healthy diet and supplements, such as vitamins
D and E. Long-term patients should not consume hyper nor hypocaloric diets (with caloric
ingestion above or below basal metabolism requirements) [104]. In addition, the European
Society for Clinical Nutrition and Metabolism guidelines suggest using low carbohydrate
diets to avoid insulin resistance and hyperglycemia. High-carbohydrate content (>60%) has
also been associated with worsening acute respiratory distress syndrome due to the increase
in carbon dioxide production and consequent hypercapnia [102], being the requirement
for critically COVID-19 patients 2 g/kg/day and must not exceed 150 g per day [105]. It
is also indicated to increase protein supply as top priority complications [99] as patients
could experience a loss of up to 1 kg of muscle per day [98,105], to reduce the muscle
loss due to the systemic inflammation and enhance the strength of respiratory muscles.
The recommendation of proteins is 1.3 g/kg/day increasing the branched-chain amino
acids to 50% [105]. The lipid requirement is 1.5 g/kg/day, increasing the proportion of
ω-3 fatty acids and ω-9 fatty acids, as well as prioritizing medium and long-chain fatty
acids [105,106]. Regarding fluid ingestion is recommended to maintain a neutral fluid
balance in critically COVID-19 patients, especially in renal and prerenal failure patients. For
stable patients in ICU is recommended 30 mL/kg/day of fluid for adult and 28 mL/kg/day
for elderly [105,107].
In line with previous reports about vitamin deficiencies and vitamin intervention, the
actual knowledge about supplementation of micronutrients it was highlighted how subop-
timal consumption of vitamin B12, vitamin C, vitamin D, and iron is correlated with either
COVID-19 incidence or mortality indicators [101,106,107]. Among routine supplementation
with multivitamins and minerals, vitamin D deficiency must be assessed [100,101,108,109],
as it has been studied that it reduces the risk of the common cold and other similar viral
infections [108]. While vitamin C was found to be deficient in COVID-19 patients [110]
and could be used to decrease the vulnerability to lower respiratory tract infections, the
evidence is still insufficient to support its efficacy to protect people from the SARSCoV2
infection [108,110]. Immunonutrients influence the immune system and improve metabolic
and nutritional indices, and can promote patient recovery [104,107,111] by reducing the
risk and consequences of infection, including viral respiratory infections [106,107].
Excessive production of pro-inflammatory cytokines increases the risk of a wide range
of diseases, including COVID-19, so probiotics and polyphenol supplementation should be
carefully assessed [67,105,111]. The increasing prevalence of individuals with malnutrition
is related to a greater risk of severe consequences, from COVID-19, in both critically and
non-critically ill patients. Further studies should be considered to understand the causal
relationships between malnutrition, COVID-19, and metabolic and inflammatory factors.
Implementing an optimal nutritional therapy with the right number of macronutrients and
with micronutrients and fatty acids supplementation is an essential part of the treatment.
Not only for the favorable recovery of COVID-19 patients but also to prevent the deleterious
consequences of malnutrition worldwide.
7. Nutrition, Immunology and COVID-19
To date, despite the existence of several vaccines in motion, the lack of logistics and
production means that the global population must learn to live for a longer time with the
virus among us. Therefore, we must continue to rely on our natural defense system to deal
with the SARS-CoV-2. Given that the virus, as well as its affection, is multi-organ, and
therefore, different organ systems are affected in the immune response process, the greater
the protective factors, the better the response and the prognosis of the infected person.
Nutrients 2021, 13, 1924 9 of 20
Thus, we discuss the effect of nutrition on different systems and its interaction with the
SARS-CoV-2 infection.
7.1. Immunonutrition as a Cornerstone
Clinical nutrition plays an important role, and above all, is essential for the multi-
disciplinary patient management affected by the known SARS-CoV-2 [112]. It is even
important for those patients who have not contracted the disease but have a pathological
history of cardiovascular disease, diabetes mellitus, or poor metabolic control since these
may worsen the affection of the virus [113]. Yet, independently of the previous clinical
history of the patient, all subjects have the same risk of contracting the SARS-CoV-2 [114].
However, subjects with pathological history have an increased risk of mortality, mainly
due to the response to inflammatory disease generated by the immune system [114]. This
severe immune response is given by multiple factors, one of them is the degree of previous
inflammation that the organism has, and as a result of this, premature senescence of the
immune system [114]. However, the state of chronic inflammation of the organism can
be prevented by changes in the lifestyle, such as appropriate nutrition [115], the correct
amount of physical exercise [7,116], and good mental state/health [3]. Hence, nutrition has
undoubtedly an essential role in responding to the disease and specifically “immunonutri-
tion”, a cornerstone in understanding the inflammatory response, either as a prevention
or treatment factor. Immunonutrition is an emerging and interdisciplinary subject since it
covers different aspects related to Nutrition, Immunity, Infection, Inflammation, and Injury
or tissue damage. Different interactions are made between the endocrine, nervous and
immune systems, being the latter part, the gut microbiome. Furthermore, these systems
are highlighted and affected by the novel SARS-CoV-2.
7.2. Endocrine System, SARS-CoV-2 & Nutrition
The endocrine glands’ diseases highlight the importance of hormonal and nutritional
factors in the regulation of metabolism. Nutritional alterations affect each aspect of the
functioning of the endocrine glands leading to serious disorders. Thus, nutrition and
endocrinology are linked with the premise that adequate nutrition is essential for the
maintenance of organism balance and homeostasis [117].
Furthermore, hormones could affect the phenotype, typically of behavior, as well as
regulating development, growth, reproduction, metabolism, and immunity [118]. The
abundance of hormone receptors themselves can explain differences between phenotypes
among individuals when encountering specific stressors [119], which may be a plausible
explanation for the “cytokine storm” (severe immune reaction in which the body releases
too many cytokines into the blood too quickly) seen among different subjects infected with
SARS-CoV-2. Furthermore, the pathogenesis of COVID-19 entails entry of SARS-CoV-2 via
the respiratory system and lodgment in the lung parenchyma. Notably, the angiotensin-
converting enzyme-2 receptor is the entry route of coronaviruses to the host cell, widely
expressed in the endocrine organs, including testis, endocrine pancreas, thyroid, and
adrenal, and pituitary glands [120]. Highlighting the importance of this system on the
SARS-CoV-2 response.
7.3. Immune System SARS-CoV-2 & Nutrition
The immune system responds to the SARS-CoV-2 via a cytokine storm and hyper
inflammation, which itself leads to further multi-organ damage and, in the worst scenario,
to death [121]. Yet, it is a fact that people consuming a well-balanced diet are healthier,
with a strong immune system, and present a reduced risk of chronic illness, infectious
diseases [121]. Furthermore, the immune system is always active, which is accompanied
by an increased metabolism rate, requiring energy sources, substrates for biosynthesis,
and regulatory molecules. These energy sources, substrates, and regulatory molecules are
ultimately derived from the diet. Hence an adequate supply of a wide range of nutrients is
essential to support the immune system to function optimally [122].
Nutrients 2021, 13, 1924 10 of 20
In this line, the bibliography suggests that vitamins from group B are essential in
viral and bacterial infections [123]. Vitamin C is considered as a protective from flu-like
symptomatology [124]. Vitamins E and D among zinc have been found essential for the
immune system and are especially being studied in the COVID-19 [112]. High protein
consumption (>15%) may be a top priority since it induces immunoglobulin production
and potential antiviral activity [125]. Furthermore, recent studies suggest that in a regular
meal, individuals should eat fruit, vegetables, legumes, nuts, whole grains, unsaturated
fats, white meats, and fish. Fruit juice, tea, and coffee can also be consumed cautiously
since, sweetened fruit juices, fruit juice concentrates, syrups, fizzy drinks, and still drinks
must be avoided [126]. Saturated fat, red meat, more than 5 g salt per day, and industry
processed food should be avoided [127].
7.4. Nervous System, SARS-CoV-2 & Nutrition
There were reported neurological manifestations and complications of the SARS-
CoV-2, suggesting that it could reach the peripheral nervous system and central nervous
system since patients suffer from neurological manifestations as anosmia, confusion, and
ageusia, and viral particles have been specifically documented in endothelial cells of the
kidney, lung, skin, and central nervous system. This, meaning that the blood endothelial
barrier may be considered as the main route for SARS-CoV-2 entry into the nervous system,
with the barrier disruption being more logical than barrier permeability, as evidenced by
postmortem analyses [128].
The blood endothelial barrier is a dynamic and complex interface between the blood
and the central nervous system regulating brain homeostasis. Bibliography suggests that
the penetration of neuroprotective nutrients, especially plant polyphenols and alkaloids,
may have a potential protective effect on brain endothelium [129]. Furthermore, the
neuroprotective effects of extracts and constituents of medical plants, spices, and dietary
supplements were demonstrated in both preclinical experiments and clinical trials [130].
In this line, the following nutrients and nutraceuticals have been found to offer a
somewhat brain-protective effect [131]. Lipids as Omega-3 fatty acid (Eicosapentaenoic,
Docosahexaenoic, Linoleic α-lipoic acids), vitamins (C, B9, D3, and E), Plant polyphenols
(Flavone as Apigenin and Luteolin; Flavonol as Tangeretin, Chrysin, Quercetin; Isoflavone
as Naringenin, Naringin, Hesperetin, Rutin; Antocyanidines; Phenolic Acids; Stilbene;
Trace elements as Theophylline, Capsaicin, Piperine, and Zin; Endogenous antioxidants as
Selenium, Glutathione, Melatonin, Creatin, and N-acetyl-cysteine). However, these dietary
compounds need to reach effective concentrations in the central nervous system to exert.
Yet, knowledge is still scarce and continuously growing due to novel technologies being an
area of intense research.
7.5. Gut Microbiome, SARS-CoV-2 & Nutrition
There are approximately 100 trillion microorganisms within the gut, tenfold greater
than the number of cells in the human body. It is in contact with the body’s immune cells
and with the second largest pool of neural cells in the body, the largest being located in
the brain [132]. This large pool of microorganisms residing on mucosal surfaces of the
gastrointestinal tract has both direct and indirect effects upon the host immune system,
being an estimated 70% of the immune system response located within the gastrointestinal
tract [133]. Given the importance of the intestinal microbiota in the immune response
and knowing that SARS-CoV-2 progression appears to be associated with the “cytokine
storm” which leads to hyper-inflammation (elevated levels of pro-inflammatory cytokines,
including TNFα, IL-6, and IL-1β), a special focus should be given.
Actual authors have tried to address the mechanism whereby the gut microbiota
may facilitate or difficult the viral transmission of SARS-CoV-2. Since COVID-19 RNA
has been found in feces [134], there is a door open for a new link. Recent authors found
increased levels of Clostridium ramosum and Clostridium hathewayi, which are associated with
severity of SARS-CoV-2 symptomatology along with reduced levels of Alistipes spp [135].