The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Bahan Ajar Telaah Kurikulum Matematika Oktober 2018

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by iravahlia56, 2022-03-12 21:08:33

Bahan Ajar Telaah Kurikulum Matematika Oktober 2018

Bahan Ajar Telaah Kurikulum Matematika Oktober 2018

KERUCUT
1. Perhatikan gambar di bawah ini!

Gambar 1 merupakan limas yang alasnya berbentuk segi empat dan
mempunyai kubus yang mempunyai 6 buah Limas, maka:

vkubus  6.vlim as

vlim as  vkubus : 6

vlim as  1 .S 2.2t
3

vlim as  1 .S 2t
3

Jadi rumus limas adalah :

2. Perhatikan gambar berikut ini!

46

Kerucut adalah sebuah limas istimewa yang alasnya berbentuk
lingkaran. Volume kerucut dapat ditentukan dari volume limas dengan alas
berbentuk lingkaran. Maka, volume kerucut adalah:

Contoh soal
1.

Alas sebuah limas berbentuk persegi yang panjangnya 10 cm, dan
tingginya 12 cm.Hitunglah volum limas tersebut !
Pembahasan
Diketahui : p: 10 cm

t : 12 cm
ditanya volum limas...?
jawab
Volum limas = x Luas alas x tinggi

47

= x sisi x sisi x tinggi
= x 10 x 10 x 12
= 4 x 100
= 400 cm3
Jadi, volum limas adalah 400 cm3 .

2. Jari-jari alas sebuah kerucut 3,5 cm dan tingginya =15 cm.Hitunglah
volum kerucut tersebut !
Pembahasan
Diketahui = r : 3,5
t : 15 cm
ditanya volum kerucut???
Jawab:
Volum = x r2t
= x x 3,5 x 3,5 x 15
= 11 x 3,5 x 5
= 192,5 cm3
Jadi, volum kerucut adalah 192,5 cm3

3. Perhatikan gambar dibawah ini

Gambar 1
a. Nama bangun ruang gambar 1 adalah .....
b. Bentuk alas dari gambar 1 tersebut adalah ....
c. Apa yang dimaksud dengan kerucut ....
d. Rumus volum dari gambar tersebut adalah ....

48

Pembahasan
Jawab

a. Bangun kerucut
b. Berbentuk lingkaran
c. Kerucut adalah sebuah limas istimewa yang alasnya berbentuk

lingkaran.
d. Volume kerucut adalah

49

H. KONGRUENSI DAN KESEBANGUNAN

Perhatikan benda-benda atau bentuk-bentuk di sekitar anda.
Pernahkah anda memikirkan bahwa benda tersebut terkait dengan suatu
konsep dalam matematika?
Amatilah ketiga benda berikut ini!

Jika dicermati dua segitiga pada gambar paling kiri dan dua foto
Einstein pada gambar di tengah maka akan tampak adanya dua bentuk yang
sama tetapi ukurannya berbeda. Sedangkan untuk ubin-ubin segilima
beraturan pada gambar paling kanan menunjukkan adanya bentuk serta
ukuran yang sama. Kesamaan bentuk berkaitan dengan konsep
kesebangunan sedangkan kesamaan bentuk dan ukuran berkaitan dengan
kekongruenan.

A. KESEBANGUNAN
Beberapa bangun datar dikatakan sebangun apabila bangun-

bangun tersebut memiliki bentuk yang sama tetapi ukurannya berbeda
dan panjang sisi-sisinya memiliki perbandingan yang tetap.

Syarat –syarat dua bangun datar yang sebangun antara lain:
1. Sudut-sudut yang bersesuaian (berkorespondensi) sama besar
2. Semua perbandingan panjang sisi-sisi yang bersesuaian

(berkorespondensi) sama.

50

Kesebangunan dilambangkan dengan symbol “~”.
Contoh:
Diberikan dua bangun segiempat gambar di bawah ini

Kita bentuk pengaitan satu-satu antara titik-titik sudut di kedua segiempat
tersebut, yaitu:
A  E, B  F, C  G dan D  H
Pengait seperti ini disebut korespondensi satu-satu. Sehingga menghasilkan:

1. Sudut-sudut yang bersesuaian sama besar, yaitu:
DAB = HEF , ABC = EFG , BCD = FGH , dan CDA = GHF

2. Semua perbandingan panjang sisi-sisi yang bersesuaian sama yakni

Sesuai dengan definisi dapat disimpulkan bahwa segi empat ABCD sebangun
dengan EFGH,. Dapat ditulis ABCD ~ EFGH.

Untuk lebih jelasnya amati ilustrasi di bawah ini!

Perhatikan bahwa korespondensi yang menjadikan dua bangun datar
sebangun tidak terpengaruh oleh posisi kedua bangun. Sekali telah
ditemukan korespondensi satu-satu maka posisi apapun tetap sebangun. Hali
ini dapat dijelaskan sebagai berikut.

51

Pada masing-masing posisi, amatilah semua pasangan titik yang
dihubungkan dengan garis terputus. Cocokkan ukuran sudut dan sisinya.
Apakah ada di antara keempat posisi yang menjadikan kedua bangun tidak
sebangun lagi? Tentu saja tidak ada.

B. KEKONGRUENAN
Definisi kekongruenan tidak lepas dari kesebangunan karena

kekongruenan merupakan kasus khusus kesebangunan . Jadi definisi
kekongruenan adalah sebagai berikut:
Beberapa bangun datar dikatakan kongruen apabila bentuknya sama
serta ukurannya sama dan panjang setiap sisi memiliki perbandingan 1.
Syarat bangun datar dikatakan kongruen adalah sebagai berikut:

1. Sudut-sudut yang bersesuaian sama besar
2. Semua perbandingan panjang sisi-sisi yang bersesuaian adalah satu.
Syarat kedua ini dapat diringkas menjadi “sisi yang bersesuaian sama
panjang”. Sedangkan lambing kongruen adalah “ ≡ ”
Contoh:

52

Pada gambar di atas telah dibuat korespondensi satu-satu antar titik-
titik sudut pada kedua bangun sehingga sudut-sudut yang bersesuaian sama
besar dan sisi-sisi yang bersesuaian sama panjang. Berarti (sesuai definisi)
dapat disimoulkan bahwa segiempat ABCD kongruen dengan segiempat
EFGH. Atau dapat ditulis ABCD ≡ EFGH.
Lebih jelasnya perhatikan gambar berikut!

Pada gambar diatas kedua bangun pada posisi I, II, III maupun IV
tetap kongruen walaupun posisi kedua bangun tersebut berubah-ubah. Jika
dicermati lebih lanjut, keempat posisi itu mewakili proses translasi, refleksi,
rotasi, dan kombinasi dari ketiganya. Secara bahasa sederhana dua bangun
dikatakan kongruen jika kedua bangun tersebut sama dalam hal bentuk dan
ukurannya.
Contoh perbedaan antara kongruensi dan kesebangunan dapat dilihat dari
table berikut ini!

C. Sifat – sifat dua segitiga yang sebangun dan kongruensi
Setelah kita memahami pengertian kesenbangunan dan kekongruen

secara umum,sekarang kita akan memahami sifat-sifat kesebangunan dan
kongruen, khusus mengenai segitiga namun sebelumnya perlu diingat bahwa
dua bangun yang kongruen pasti sebangun sementara dua bangun belum
tentu kongruen. Oleh karena itu dalam pembahasan ini akan dimulai dari
sifat kekongruenan.

53

1. Prinsip-prinsip kekongruenan dua segitiga
Secara sederhana sesuai dengan pengertian kekongruenan, dua

segitiga dikatakan kongruen jika sudut-sudut yang bersesuian sama
besar dan sisi-sisi yang bersesuian sama panjang . ada satu postula dan
tiga teorema yang terkait dengan kekongruenan segitiga. Kita ingat
bahwa postula tidak dibuktikan sedangkan teorema perlu dibuktikan .
tetapi pada modul ini kit tidak membahas bukti teorema karena telah
dibahas .
a. Postula kekongruenan s,sd,s (sisi-sudut-sisi) :

Diberikan dua segitiga ΔABC dan ΔDEF dimana ∠A = ∠D , AB
= DE, dan AC = DF maka ΔABC≡ΔDEF

b. Teorema kekongruenan sd,s,sd (sudut-sisi-sudut)
Diberikan dua segitiga ΔABC dan ΔDEF dimana ∠A = ∠D , AC =
DF, dan ∠C = ∠F maka ΔABC≡ΔDEF.

c. Teorema kekongruenan s,s,s (sisi-sisi-sisi)
Diberikan dua segitiga ΔABC dan ΔDEF dimana AB = DE , AC =
DF, dan BC = EF maka ΔABC≡ΔDEF.

54

d. Teorema kekongruenan s,sd,sd (sisi-sudut -sudut)
Diberikan dua segitiga ΔABC dan ΔDEF dimana AB = DE , ∠A =
∠D, dan ∠C = ∠F maka ΔABC≡ΔDEF.

Contoh :
1. Perhatikan gambar dibawah ini.

Buktikan bahwa ΔKLM dan ΔPQR adalah sebangun , kemudian
tulislah pasangan-pasangan sudut yang sama besar !
Jawab:

Karena maka ΔKLM dan ΔPQR adalah

sebangun . sisi KL bersesuaian dengan sisi PQ , sudut di depan

55

sisi KL adalah ∠M dan sudut di depan PQ adalah ∠R , artinya
∠M = ∠R. sisi LM bersesuaian dengan sisi QR, sudut di depan
LM adalah ∠K dan sudut di depan QR adalah ∠P , artinya ∠M =
∠P .
2. Perhatikan gambar dibawah ini .

Buktikan bahwa ΔABC dan ΔDEF adalah sebangun, kemudian
tulislah pasangan-pasangan sisi yang mempunyai perbandingan
sama !
Jawab:
Karena :
∠A = ∠D =
∠B = ∠E =
∠C = ∠F =
Maka ΔABC dan ΔDEF sebangun .
Kemudian ∠A = ∠D , sisi di depan ∠A bersesuain dengan sisi di
depan ∠D, artinya BC bersesuain dengan EF.
Selanjutnya ∠B = ∠E , sisi di depan ∠B bersesuain dengan sisi di
depan ∠E, artinya AC bersesuain dengan DF.
Kemudian ∠C = ∠F , sisi di depan ∠C bersesuain dengan sisi di
depan ∠F, artinya AB bersesuain dengan DE.
Jadi

56

D. Contoh-contoh untuk sifat kesebangunan dua segitiga
Dari prinsip dasar kesebangunan segitiga , dapat diturunkan
dengan sifat , yaitu perbandingan sederhana .

1. Perbandingan sederhana
Perhatikan gambar dibawah ini .

Dari gambar diatas diketahui QR ∥ ST sehingga
∠PQR = ∠PST ( sehadap )
∠PRQ = ∠PTS ( sehadap )
∠QPR= ∠SPT ( berhimpit )
Diperoleh ΔPQR ~ ΔPST , akibatnya

( )( )

Garis yang sejajar dengan salah satu sisi suatu segitiga dan
memotong kedua sisi lainnya ,akan membentuk dua segtiga yang

sebangun dan membagi kedua sisi yang lain dengan
perbandingan yang sama.

akan tetapi perlu diingat , untuk kasus ini perbandingan
sederhana bagi e dan f tidak berlaku , atau dengan kata lain:

57

Untuk perbadingan e dan f , harus kembali mengacu prinsip
dasar kesebangunan, yaitu :
Contoh:
1. Perhatikan gambar dibawah ini .

Dari gambar diatas tentukan panjang a dan b .
Jawab:
Karena BC ∥ DE Maka ΔABC~ΔADE
Untuk menghitung nilai b kita harus kembali menggunakan
sifat dasarnya.

58

I. PELUANG

A. Pengertian
Percobaan = usaha yang memunculkan kemungkinan-kemungkinan tertentu
Ruang Sampel = kumpulan semua hasil yang mungkin dari suatu percobaan.
Titik sampel = semua anggota ruang sampel.
n(S) = banyak anggota sampel
contoh:
Percobaan melempar uang logam, diperoleh
- titik sampelnya adalah gambar dan angka
- Himpunan ruang sampel , S = { Gambar, Angka}
- n(S) = 2

1. Menentukan ruang sampel dapat dilakukan dengan cara sbb:

1. Membuat tabel
contoh:
sebuah percobaan melempar dua buah dadu , Ruang sampelnya dapat
dibuatkan tabel seperti tabel berikut.

Keterangan:
Titik sampel (1,2) berarti Dadu ke 1 muncul angka 1 dan dadu 2 muncul
angka 2. Ruang sampelnya S ={(1,1), (1,2),(1,3),..., (6,6)}
n(S) = 36

59

2. Membuat Diagram Pohon
Pada pengetosan 2 buah uang logam sebanyak satu kali, maka untuk
menentukan ruang sampel dapat menggunakan beberapa cara.
Diagram pohon

Tabel

Ruang sampel: {(G, G), (G, A), (A, G), (A, A)}
Banyaknya titik sampel: n(S) = 4

B. Peluang Suatu Kejadian
Peluang suatu kejadian adalah perbandingan banyaknya kejadian (titik
sampel) dengan banyaknya ruang sampel.
Peluang suatu kejadian dapat ditentukan dengan tiga cara:

1. Pendekatan frekuensi relatif
Misalkan suatu percobaan dilakukan sebanyak n kali. Jika kejadian acak A

muncul sebanyak k kali (0  k  n) , maka frekuensi kejadian A adalah

fr ( A)  k
n

60

Contoh :
Dari percobaan pengambilan kartu domino sebanyak 2.800 kali, diperoleh
kartu double empat sebanyak 100 kali. Maka tentukan frekuensi relatifnya!
Jawab :
Diketahui : banyaknya kejadian acak= k = 100

Banyak percobaan= n = 2.800

Ditanyakan : fr (A)

fr ( A)  k  100  1
n 2800 28

1
Maka frekuensi relatif terpilihnya kartu double empat adalah 28

2. Pendekatan definisi peluang klasik
Misalkan kejadian A terjadi dalam k cara dari keseluruhan n cara yang
mempunyai kemungkinan yang sama, maka peluang kejadian A adalah :

P( A)  k
n

Contoh :
Dalam sebuah kotak terdapat 3 kelereng merah dan 5 kelereng putih. Satu
kelereng diambil secara acak. Tentukan peluang terambilnya:
Kelereng warna merah
Kelereng warna putih
Jawab :
Dik : misal A = kejadian terambilnya kelereng merah, dan

B = kejadian terambilnya kelereng putih
n=3+5=8
Dit :
P (A)

P( A)  kA  3
n8

P (B)

61

P(B)  kB  5
n8

3. Pendekatan ruang sampel
cara untuk menentukan peluang munculnya kejadian A dalam suatu
percobaan adalah

P( A)  n( A)
n(S )

Dengan n( A) = banyak kejadian A, dan n(S) = banyak titik sampel.
Contoh :
Pada percobaan pelemparan dadu sebanyak satu kali, tentukanlah peluang
munculnya mata dadu ganjil.
Jawab :
Misalkan A = kejadian munculnya mata dadu ganjil
S = {1, 2, 3, 4, 5, 6}, n(S) = 6
A= {1, 3, 5}, maka n( A) = 3
Sehingga
P( A)  n( A)  3  1

n(S) 6 2

C. Peluang Komplemen dari suatu Kejadian
Menurut teori batasan nilai peluang, nilai peluang suatu kejadian selalu
berada dalam kisaran antara 0 dan 1
0  P(A)  1,
jika
P( A) = 0, disebut peluang kemustahilan atau kejadian yang tidak mungkin
terjadi
Contoh :
Kubus mempunyai delapan sisi

62

Matahari terbit dari utara
Dua garis yang berpotongan pasti sejajar
P( A) = 1, disebut peluang kepastian atau kejadian yang pasti terjadi
Contoh :
Setiap makhluk hidup pasti mati
Segitiga memiliki tiga sisi
Matahari tenggelam di barat
Perhatikanlah diagram venn berikut ini :

S
A’

A

Jika A adalah sebuah kejadian yang mungkin terjadi, maka kejadian bukan A
disebut A’. Dan hubungan peluang kejadian A dengan bukan A adalah

P(A)  P(A')  1 dan P(A)  1 P(A')
Contoh :
Hari ini cuaca mendung. Peluang hari ini tidak turun hujan adalah 0,13.
Berapakah peluang hari ini turun hujan?
Jawab :
Misal A = kejadian hari ini turun hujan

A’= kejadian hari ini tidak turun hujan
P(A')  0,13
Maka P(A)  1 P(A')

P(A) 1 0,13
P(A)  0,87
Sehingga, peluang hari ini turun hujan adalah 0,87.

D. Frekuensi Harapan
Frekuensi harapan suatu kejadian A dinotasikan dengan E(A). Misalkan
dalam suatu percobaan, A adalah suatu kejadian yang diharapkan dan

63

peluang kejadian A adalah P(A). Maka frekuensi kejadian A dalam N kali

percobaan adalah :

E(A)  P(A)xN

Contoh :
Sebuah dadu dilemparkan sebanyak 150 kali. Hitunglah frekuensi harapan
munculnya mata dadu angka genap!
Jawab :
Misal A adalah kejadian munculnya mata dadu genap, maka

A  {2, 4, 6} dan n(A)  3

P( A)  3  1 , sehingga E( A)  P( A) xN
6 2

E(A)  1 x150
2

E(A)  75

Jadi, frekuensi harapan munculnya mata dadu genap adalah 75 kali.

E. Peluang Kejadian Majemuk
Konsep kejadian majemuk adalah gabungan dari dua atau lebih kejadian
sederhana. Untuk menentukan peluang dua buah kejadian maka kita gunakan
teori himpunan.

Misalkan A dan B adalah dua kejadian yang berada dalam satu ruang sampel S, maka
peluang kejadian A  B adalah :

P(A  B)  P(A)  P(B)  P(A  B)

Contoh :
Dua buah dadu dilempar bersamaan. Hitunglah peluang munculnya mata
dadu berjumlah 8 atau keduanya bermata genap.
Jawab :
n(S)  36
Misal A = kejadian munculnya mata dadu berjumlah 8

B = kejadian munculnya kedua mata dadu adalah bilangan genap

64

A  {(2, 6), (6, 2), (3,5), (5,3), (4, 4)} , maka n(A)  5
B  {(2, 2), (4, 4), (6, 6), (2, 4), (4, 2), (2, 6), (6, 2), (4, 6), (6, 4)}, maka n(B)  9
A  B  {(4, 4)}, maka n(A  B)  1
P(A  B)  P(A)  P(B)  P(A  B)
P(A B)  5  9  1

36 36 36
P( A  B)  13

36

65

J. BILANGAN BERPANGKAT

1. Pengertian Bilangan Berpangkat
Apabila sebuah bilangan real dilambangkan dengan huruf a kemudian
bilangan bulat dilambangkan dengan huruf n, maka bilangan berpangkat
dapat kita tuliskan menjadi an (a pangkat n) yang mana merupakan perkalian
bilangan a secara berulang sebanyak n faktor. Bilangan berpangkat dapat
dinyatakan dengan rumus di bawah ini:

2. Jenis-Jenis Bilangan Berpangkat
Ada beberapa jenis bilangan berpangkat yang dibedakan berdasarkan nilai
atau jenis bilangan yang menempati posisi pangkat.

a) Bilangan Berpangkat Bulat Positif
ini merupakan hasil dari penyederhanaan sebuah perkalian bilangan yang
memiliki faktor yang sama. Contohnya:

4 x 4 x 4 x 4 x 4 = 45
maka 45 dapat diartikan sebagai perkalian 4 dengan 4 yang diulang sebanyak
5 kali. Oleh karenanya, bilangan berpangkat secara umum dirumuskan
sebagai berikut:
an = a × a × a ×……..× a ( sebanyak n faktor)
a = bilangan pokok (dasar)
n = pangkat (eksponen)
Contohnya:

66

a7 = a x a x a x a x a x a x a
57 = 5 x 5 x 5 x 5 x 5 x 5 x 5 = 78125
b) Bilangan Berpangkat Bulat Negatif
Bilangan berpangkat bulat negatif terjadi apabila di dalam operasi hitung
pembagian bilangan berpangkat nilai atau angka pangkat pembagi lebih
besar dari pada nilai pangkat yang dibagi.
Contoh:

c) Bilangan berpangkat nol
Amatilah bilangan berpangkat nol di bawah ini!

Sifat Sifat Bilangan Berpangkat
Di dalam operasi hitung bilangan berpangkat, ada beberapa sifat yang biasa
dijadikan aturan dasar dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang
menggunakan bilangan berpangkat. Berikut adalah sifat-sifat dari bilangan
berpangkat:

67

Contoh Soal dan Pembahasan Bilangan Berpangkat
Berikut ini adalah beberapa contoh soal tentang bilangan berpangkat yang
dapat kalian pelajari untuk memperdalam pengetahuan mengenai materi
yang sudah dipaparkan di atas:

68

69


Click to View FlipBook Version