MAKALAH
PERISTIWA SEPUTAR DIANGKATNYA MUHAMMAD SAW SEBAGAI NABI
Mata Kuliah : Sirah Nabawiyah
Pembimbing : Dr. Lukman Hakim, MA
Oleh :
1. Ahmad Hafidz Badiuzzaman
2. Irfan Zuhdi Salamy
3. Muhammad Miftahuddin
FAKULTAS USHULUDDIN
JURUSAN ILMU AL QURAN DAN TAFSIR
INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL QURAN JAKARTA
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
beribu-ribu nikmat kepada kita semua, salah satunya yaitu nikmat iman, islam dan juga nikmat
sehat sehingganya kami dapat menyelesaikan tugas makalah Sirah Nabawiyah dengan judul
“Peristiwa Seputar Diangkatnya Muhammad SAW Sebagai Nabi”. Shalawat dan salam
senantiasa kami sanjungkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa
kita dari zaman kegelapan menuju zaman terang benderang ini.
Makalah ini telah kami susun dengan semua kemampuan kami dan kami sampaikan rasa
terimakasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini, terutama kepada Bapak Dr. Lukman Hakim, MA. selaku dosen pada mata kuliah
Sirah Nabawiyah yang telah memberikan ilmu serta bimbingannya.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan di dalam
makalah ini, baik dari segi tata bahasa maupun susunan kalimat. Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan makalah ini.
Tangerang, 24 September 2021
Pemakalah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi yang diutus
Allah SWT sebagai nabi terakhir, beliau adalah panutan seluruh alam ini yang dimana beliau
adalah sebaik-baik makhluk yang di sebut afdolul kholqillah sebagaimana yang di utarakan oleh
para ulama salah satunya al-alim al-alamah as-syaikh Ibrohim Al-Alaqoni dalam kitab Jaoharo at-
Tauhid, dalam bentuk bait-bait sya’ir.
Wa afdolul kholqi alal itlaqi, nabiyuna famil anisyiqoqi yang artinya dan sebaik-baik
ciptaan allah yang paling mulia adalah nabi Muhammad secara mutlak. Dialah nabi kita maka
tidak ada keraguan sedikitpun baginya. Maka dari itu seecara kredibilitas nabi kita adalah seorang
yang harus kita ikuti dari segi apapun dalam aspek kehidupan ini dalam segi duniawi maupun
ukhrawi.
Tak ada jalan selamat didunia ini kecuali mengikuti ajaran beliau terlebih secara aqidah
karna beliaulah ahli tauhid terbaik seluruh manusia, yang dimana ajarannya mengajarkan kepada
umat tentang kesucian allah dari sifat-sifat makhluk, para ulama merangkum dan membuat formula
yang sangat kongkrit tentang aqidah tanzih mensucikan allah dari sifat-sifat makhluk yang biasa
oleh para ulama bahas didalam banyak karyanya yang selalu di kumandangkan bahwasanya
ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH, karna kalimat ini mengandung makna yang
sangat mendalam dalam aqidah yang di dasari ayat al-qur’an laisa kamistlihi syai, yang artinya
tidaklah dia allah menyerupai sesuatu apapun.
Ayat tersebut adalah ayat mukhamat yang dimana ayat muhkamat adalah ayat yang dipakai
untuk dasar hukum yang melandasi aqidah ummat islam, latar belakang ini penulis sampaikan
tentang aqidah yang benar karna dengannya seluruh amal perbuatan didunia ini dapat di terima
jika aqidah rusak dan salah maka tertolaklah seluruh amal ibadah akan sia-sia.
Yang dimana itu di tegaskan oleh seorang ulama besar ahli tasawuf yaitu al-imam al-
ghozali dalam kitabnya, ihya ulumuddin, beliau mengungkapkan latasihul ibadah illa ba’da
marifatil ma’bud, tidak akan di terima amal ibadah seorang hamba sebelum ia mengenal tuhan
yang ia sembah. Dengan kalimat seorang ulama besar ini kita bisa simpulkan betapa pentingnya
belajar aqidah, semoga kita semua selalu terjaga aqidahnya sampai akhir hayat nanti aamiin.
Dibalik dipilih dan diangkatnya beliau menjadi nabi juga banyak peristiwa-peristiwa
penting yang terjadi, dan kebanyakan masyarakat sekarang jarang yang mengetahui akan hal itu.
Masyarakat sekarang kebanyakan hanya mengetahui peristiwa umumnya saja tanpa mengetahui
detailnya. Oleh karena itu, disini kami ingin membahas secara detail seputar diangkatnya Nabi
Muhammad SAW menjadi rasul Allah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa kebiasaan Nabi Muhammad SAW sebelum menerima wahyu?
2. Bagaimana peristiwa diangkatnya Nabi Muhammad SAW menjadi rasul?
3. Bagaimana peristiwa proses turunnya wahyu pertama?
4. Apa saja peristiwa yang terjadi seputar diangkatnya Nabi Muhammad SAW menjadi rasul?
C. Tujuan Pembahasan
1. Menceritakan kebiasaan Nabi Muhammad SAW bertahannus.
2. Menceritakan peristiwa diangkatnya Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi rasul.
3. Menceritakan peristiwa turunnya wahyu pertama.
4. Menceritakan peristiwa lain seputar diangkatnya Nabi Muhammad SAW menjadi rasul.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kebiasaan Nabi Bertahannus
1. Definisi dan Latar Belakang Tahannus
Definisi Tahannus menurut sebagian ahli bahasa yaitu penghambaan1. Sedangkan
Tahannus menurut istilah adalah sebuah keadaan ruhani seperti i’tikaf yang selama waktu
tertentu, seseorang berkhalwat dan mengasingkan diri dari masyarakat untuk beribadah,
muroqobah nafs dan berbuat baik sehingga diharapkan akan terhindar dari dosa dan
tercapai sebuah keadaan jiwa seseorang yang murni2.
Beberapa hadis menjelaskan bahwa sebelum kedatangan islam, Tahannus dikenal
diantara orang-orang Quraisy. Menurut beberapa catatan sejarah, beberapa orang Quraisy
telah melakukan Tahannus di gua Hira selama bulan suci Ramadhan. Mereka pergi ke gua
Hira pada bulan Ramadhan dan tinggal disana selama sebulan dan memberi makan orang
miskin yang pergi kesana. Pada akhir bulan, mereka pergi ke Masjidil Haram dan tawaf
mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh putaran kemudian kembali ke rumah3. Mengingat gua
Hira berukuran kecil, maka hanya sedikit orang Quraisy yang melakukan Tahannus disana.
Kemungkinan besar, yang melakukan Tahannus adalah Hunafa (penganut agama yang
hanif)4 . Menurut Baladzuri, Abdul Muthalib, kakek Nabi Muhammad SAW yang memulai
kebiasaan ini diantara kaum Quraisy5. Namun Ibnu Hasyim menilai bahwa tahannus adalah
kebiasaan yang dilakukan untuk melanjutkan apa yang telah dilakukan oleh Hunaifi.
Menurut beberapa hadis, Abdul Muthalib melakukan tahannus untuk pertama
kalinya di gua Hira pada bulan Ramadhan. Selama bulan suci Ramadhan, beliau pergi ke
gua Hira dan memberi makan kepada orang miskin. Setelah itu, orang-orang lainnya,
seperti Waraqah bin Naufal dan Abu Umayyah bin Mughairah juga melakukan tahannus
seperti yang dikerjakan oleh Abdul Muthalib dan tinggal di gua Hira sampai akhir bulan
Ramadhan. Tindakan ini merupakan tanda penghormatan untuk bulan suci Ramadhan dan
mungkin saja kebiasaan ini telah ada pada masa sebelum-sebelumnya6.
1 Bukhari Jamfi, jld. 1, hlm. 3.
2 Azhari, Tahzdib Al-Lughah, jld. 4, hlm. 481; Dzahabi, Tarikh al-Islam, hlm. 129.
3 Baladzuri, Ansab al-asyraf, jld. 1, hlm. 105; Ibnu Hisyam, Al-Sirah Al-Nabawiyah, jld. 1, hlm. 251.
4 Ja’fariyan, Sirah Rasulullah SAW, hlm. 157.
5 Baladzuri, Ansab al-asyraf, jld. 1, hlm. 84.
6 Ramyar, Tarikh Qur’an, hlm. 37.
2. Tahannus Nabi Muhammad SAW
Menurut sebuah hadis dari Imam Ali as, Nabi Muhammad SAW setiap tahun
memiliki kebiasaan untuk pergi ke gua Hira dan tinggal disana untuk sementara waktu
setiap tahun sebelum bi’tsah7. Sesuai dengan tradisi orang Quraisy, beliau tinggal selama
satu bulan dalam setahun. Ketika berada disana, Nabi memberi makan kepada orang-orang
miskin yang mengunjunginya. Kemudian Nabi pergi ke ka’bah dan melakukan thawaf
sebanyak tujuh putaran atau lebih. Kemudian Nabi pulang ke rumah. Nabi Muhammad
SAW melakukan kebiasaan ini hingga masa sebelum Bi’tsah8. Menurut sebuah hadis dari
Aisyah, Nabi Muhammad SAW lebih mencintai untuk melakukan khalwat dari pada
aktivitas yang lain. Nabi pergi ke gua Hira selama beberapa hari, kemudian pergi ke rumah
Khadijah untuk mengambil makanan dan bekal kemudian kembali lagi ke gua Hira
memperlama khalwatnya. Nabi melakukan hal ini sampai bi’tsah.
Beberapa orang telah menyatukan kedua hadis tersebut dengan berkata bahwa Nabi
Muhammad SAW kembali ke rumah setelah beberapa malam dari tahannus untuk
mengambil bekal dan kemudian Kembali lagi ke gua. Nabi datang dan pergi (bolak-balik)
antara rumah dan gua selama satu bulan9. Riwayat-riwayat lain ada yang menunjukkan
bahwa Nabi Muhammad SAW pergi ke gua Hira sendirian tanpa disertai orang lain10.
Namun beberapa hadis11 menunjukan bahwa Sayyidah Khadijah juga menemani untuk
membawakan bekal12.
B. Diangkatnya Muhammad SAW Sebagai Rasul Allah
Sebelum Allah SWT mengangkat Muhammad SAW menjadi rasul, beliau dikenal
sebagai sosok yang terpuji, benar, jujur, amanah, sabar dan rendah hati. Bahkan bangsa
Arab Mekah menjuluki beliau dengan sebutan “Al-Amin”, yakni orang yang dapat
dipercaya. Hamper tidak ada kaum Quraisy yang tidak mengetahui kemulian dirinya.
Selain terkenal karena kemulian sifatnya, Nabi Muhammad SAW juga dikenal sebagai
seorang yang cerdas dan bijaksana. Jauh sebelum Allah SWT mengangkat Muhammad
SAW menjadi rasul, beliau memiliki kebiasaan berkhalwat, yakni menyendiri untuk
meresapi hakikat kehidupan dan memikirkan persoalan kehidupan manusia. Nabi
7 Khutbah Qashi’ah, Nahj Balaghah, hlm. 222
8 Ibnu Ishaq, Sirah Ibnu Ishaq, hlm. 101; Hisyam, Al-Syirah Al-Nabawiyah, jld. 1, hlm. 251-252.
9 Halabi, al-Sirah al-Halabiyah, jld. 1, hlm. 236
10 Ibnu Sa’ad, Thabaqat, jld. 1, bag. 1, hlm. 129; Thabari, Tarikh Thabari, jld. 2, hlm. 298; Bukhari Jamfi, Sahih, jld. 1,
hlm. 3; Ibnu Hazm, Jawami al-Sirah, hlm. 36.
11 Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyah, jld. 1, hlm. 252; Thabari, Tarikh Thabari, jld. 2, hlm. 300; Maqrizi, Imta’ al-
Asma’, jld. 1hlm. 12.
12 Najh Balaghah, Khutbah Qashi’iyyah, hlm. 222.
Muhammad SAW melakukan hal ini akibat berbagai kegundahan, kegelisahan dan
kecemasan atas realita sosial masyarakat Mekah saat itu yang sudah melampaui batas.
Ketika memasuki usia empat puluh tahun, Nabi Muhammad SAW semakin
memupuk kegemaran mengasingkan diri dan menyendiri di gua Hira. Tidak jarang beliau
berada disana selama berhari-hari bahkan berpuluh-puluh malam. Jika beliau kembali ke
rumah, biasanya hanya untuk sekedar menyambangi istri beliau, yakni Khadijah ra dan
mengambil bekal baru. Nabi Muhammad SAW senantiasa melakukan ritual tersebut
hingga turun kepadanya wahyu pertama, yakni surat Al-Alaq ayat 1-5, menurut mayoritas
ulama, ayat ini merupakan bukti peresmian Allah SWT mengangkat Muhammad SAW
menjadi rasul melalui perantara malaikat Jibril as yang membawa wahyu tersebut.
Meskipun demikian, menurut Imam Al-Syaukani dalam Fath Al-Qadir Nabi Muhammad
SAW telah menjadi nabi sebelum surat Al-Alaq ayat 1-5 turun, yakni melalui mimpi (Al-
Ru’yah Al-Shalihah). Sedangkan surat Al-Alaq ayat 1-5 adalah peresmian beliau sebagai
rasul. Pendapat ini diperkuat oleh pandangan Imam Al-Baihaqi yang mengatakan bahwa
Muhammad SAW telah diangkat menjadi nabi pada bulan Rabiul Awal atau enam bulan
sebelum peristiwa wahyu pertama turun.
Dengan demikian, sebelum turunnya surat Al-Alaq ayat 1-5 telah ada komunikasi
ilahi kepada nabi Muhammad SAW. Menurut Ibnu Hajar Al-‘ashqalani wahyu atau
komunikasi ilahi lewat mimpi-mimpi ini berfungsi sebagai persiapan mental bagi beliau
dalam menerima wahyu tersebut. Penjelasan peristiwa wahyu pertama diatas yakni
sebagai bukti Allah SWT mengangkat Muhammad SAW sebagai rasul tercatat dalam
sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, bahwa Aisyah ra berkata, “wahyu
yang diterima Rasulullah dimulai dengan suatu mimpi yang benar (Al-Ru’yah, Al-
Shalihah). Dalam mimpi itu beliau melihat cahaya terang laksana fajar menyingsing
dipagi hari…”. Dikisahkan, kemudian beliau pergi untuk melakukan khalwat di gua Hira
selama beberapa malam, lalu pulang kerumah untuk mengambil bekal. Ketika beliau
kembali ke gua Hira akhirnya turunlah wahyu Allah SWT, yakni surat Al-Alaq ayat 1-5
yang disampaikan oleh malaikat Jibril dalam bentuk aslinya. Selepas menerima wahyu
tersebut, Nabi Muhammad SAW kemudian pulang kerumah menemui istrinya, dalam
keadaan gemetar dan ketakutan. Khadijah yang melihat keadaan Nabi sedemikian rupa
padahal sebelumnya tidak pernah terjadi. Kemudian Khadijah menyelimuti baginda Nabi
SAW dan mencoba menenangkan beliau.
Setelah itu, barulah Nabi Muhammad SAW menceritakan apa yang terjadi di gua
Hira, bahwa ia telah didatangi malaikat membawa wahyu Allah SWT. Mendengar cerita
suaminya, Khadijah langsung percaya dan mengimani dirinya, sebab suaminya itu sejak
kecil terkenal sebagai seorang pria jujur. Ia yakin bahwa suaminya telah dipilih oleh Allah
SWT untuk menjadi rasul bagi umat manusia.
C. Peristiwa Turunnya QS. Al-Alaq 1-5
Surat Al-alaq 1-5 merupakan wahyu pertama yang diturunkan oleh Allah SWT
kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril. Peristiwa ini terjadi
pada bulan Ramadhan ketika Nabi berusia 40 tahun di gua Hira. Dikisahkan dari Aisyah
ra, beliau berkata, pada awalnya, wahyu yang diterima oleh Rasulullah SAW adalah ar-
ru’ya ash-shalihah (mimpi yang baik) dalam tidurnya. Kemudian (setelah mimpi itu)
Nabi jadi sering menyendiri di gua Hira untuk bertahannus, hingga datang kepada beliau
Al-Haqq (kebenaran, wahyu). Maka datanglah kepada beliau malaikat Jibril dan berkat,
“bacalah!”. Rasul menjawab, “aku tidak bisa membaca”. Lalu malaikat Jibril menarik
Nabi dan memeluknya erat-erat sehingga Nabi kepayahan.
Kemudian malaikat Jibril melepaskan Nabi dan kembali berkata, “bacalah!”.
Dan Nabi menjawab, “aku tidak bisa membaca”. Lalu Nabi ditarik dan dipeluknya
Kembali kuat-kuat hingga habislah tenaga Nabi. Sambil melepaskan Nabi, malaikat
Jibril berkata lagi, “bacalah!”. Nabi kembali menjawab, “aku tidak bisa membaca”.
Kemudian untuk ketiga kalinya malaikat Jibril menarik dan memeluk Nabi dengan kuat,
lalu sambil melepaskan Nabi malikat Jibril berkata,
( َع َلّ َم ا ْْ ِل ْن َسا َن4) (ا َّل ِذي َع َّل َم ِبا ْل َقلَ ِم3) (ا ْق َرأْ َو َر ُّب َك ا ْْلَ ْك َر ُم2) ( َخ َل َق ا ْْ ِل ْن َسا َن ِم ْن َعلَ ٍق1) ا ْق َرأْ بِا ْس ِم َربِ َك ا َلّ ِذي َخلَ َق
(5) َما َل ْم يَ ْعلَ ْم
“Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah Yang Maha Pemurah. Yang
mengajar (manusia) dengan perantaran qalam (pena). Dia mengajar kepada manusia apa
yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq: 1-5)
D. Kisah Penting Seputar Diangkatnya Muhammad SAW Menjadi Rasulullah
1. Mimpi Kebenaran
Enam bulan sebelum wahyu pertama turun, Nabi Muhammad SAW mendapat
mimpi-mimpi. Aisyah memberi keterangan, “yang pertama sekali mendahului
kedatangan wahyu kepada Rasulullah adalah mimpi-mimpi yang benar. Setiap mimpi
beliau selalu terbukti (kebenarannya) secara nyata, seterang cahaya dipagi hari”.
Mengapa Nabi Muhammad SAW sering mendapatkan mimpi sebelum menerima
wahyu pertama dan sebelum diangkat menjadi rasul? Menurut para psikolog muslim,
mimipi-mimpi itu dimaksudkan untuk meyakinkan Nabi akan adanya informasi yang
benar. Dan yang dapat diperoleh manusia melalui cara yang tidak biasa atau dengan
kata lain adanya yang dinamai divine revelation. Sebab, mimpi merupakan salah satu
cara Tuhan untuk memberikan informasi kepada manusia, sebagaimana mimpi-mimpi
Nabi Ibrahim dan Nabi Yusuf.
Setelah itu beliau terdorong untuk menyendiri di gua Hira untuk beribadah. Dan
kembali lagi ke rumah untuk mengambil bekal kemudian kembali ke gua Hira. Hingga
suatu ketika datang kepada beliau al-haqq, kebenaran mutlak, yaitu dengan datangnya
malaikat Jibril yang menyampaikan wahyu.
2. Tafsir Mimpi
Beberapa waktu menjelang turunnya wahyu pertama, Nabi Muhammad SAW
sering kali mendengar suara yang berkata, “Wahai Muhammad, sesungguhnya engkau
adalah pesuruh Allah (Rasulullah) yang benar”. Dan Ketika Nabi mengarahkan
pandangan mencari sumber suara itu, beliau mendapati seluruh penjuru telah dipenuhi
oleh cahaya yang gemerlap dan hal ini mencemaskan beliau sehingga dengan tergesa-
gesa beliau menemui istri tercinta, Khadijah.
Khadijah menyarankan Nabi menemui Waraqah bin Naufal, seorang tua yang
mempunyai pengetahuan tentang agama-agama terdahulu. Dalam pertemuan tersebut
terjadilah dialog. “Dari mana engkau mendengar suara tersebut?” tanya Waraqah. Nabi
menjawab, “Dari atas”. Waraqah berkata lagi, “yakinlah bahwa suara itu bukan suara
setan, karena setan tidak akan mampu datang dari arah atas, tidak pula dari arah bawah.
Suara itu adalah suara dari malaikat”. Dalam Al-Qur’an surat al-A’raf ayat 17
disebutkan sumpah iblis untuk menggoda manusia datang dari empat penjuru : muka,
belakang, kanan dan kiri. Tanpa menyebutkan arah atas atau bawah. Arah atas diartikan
oleh Sebagian ulama sebagai arah ketinggian dan keagungan Tuhan serta rahmat-Nya.
Arah bawah sebagai lambing kerendahan dan ketaatan manusia dalam
memperhambakan diri kepada-Nya. Seseorang tidak akan terkecoh dan dipengaruhi
oleh rayuan setan selama ia menengadah ke atas mengakui kemahaagungan AllahSWT
atau sujud ditanah mengakui kelemahan dan kebutuhan kepada dzat yang maha tinggi.
3. Kematangan Usia
Sejarah mencatat, saat menerima wahyu usia beliau mencapai empat puluh tahun.
Usia empat puluh tahun adalah puncak kematangan seseorang. Oleh karena itu, konon,
para rasul diutus pada usia tersebut. Kematangan usia ini didukung pula oleh
kematangan pribadi yang telah diuji oleh terbentuknya keluarga yang telah dijalani
beliau sejak usia dua puluh lima tahun, dengan mempersunting Khadijah dan kemudian
dikaruniai anak-anak. Seseorang bisa dikatakan matang (untuk memimpin), jika ia
sudah teruji dalam kepemimpinan dikeluarga. Bagaimana ia akan memimpin umat,
memimpin dunia, jika ia belum teruji dalam kepemimpinan keluarga. Keluarga adalah
miniatur masyarakat. Seorang pemimpin akan menjadi contoh masyarakat tentang
kehidupan yang baik. Bagaimana ia akan berbicara tentang istri shalehah, jika ia tidak
beristri.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari proses diangkatnya Nabi Muhammad SAW menjadi Rasul diatas, dapat disimpulkan
bahwa diangkatnya Muhammad SAW menjadi nabi di awali dari Nabi mendapat mimpi-mimpi
yang baik untuk menyiapkan mental beliau sebelum menerima wahyu pertama. Kemudian Nabi
menjadi sering menyendiri atau bertahannus di gua Hira dan disitulah wahyu pertama turun yakni
surat Al-Alaq ayat 1-5 melalui perantara malaikat Jibril dalam wujud aslinya. Sekaligus peresmian
diangkatnya Nabi menjadi Rasul Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Azhari, Muhammad bin Ahmad. Tahdzib al-Lughah. Kairo: Percetakan Abdul Karim Azbawi,
tanpa tahun.
Baladzuri, Ahmad bin Yahya. Ansab al-Asyraf. Mesir: Percetakan Muhammad Hamidullah, 1959.
Bukhari Ju’fi, Muhammad bin Ismail. Shahih al-Bukhari.
Dzahabi, Muhammad bin Ahmad. Tarikh al-Islam wa Wafayat al-Masyahir wa al-Alam, as-Sirah
an-Nabawiyah. Beirut: Percetakan Umar Abdussalam Tadmuri, 1994.
Ibnu Hisyam. As-Sirah an-Nabawiyah. Percetakan Mustafa Saqa, Ibrahim Abyari dan Abdul Hafiz
Syabli. Beirut: tanpa tahun.
Ibnu Ishaq. Sirah Ibnu Ishaq. Quniah: Percetakan Muhammad Hamidullah.
https://amp/s/tafsiralquran.id/surat-al-alaq1-5-allah-swt-mengangkat-nabi-muhammad-saw-
menjadi-rasul/amp/.