The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by masjiddarussalam18, 2022-06-03 20:17:12

pengantar statistika matematis

pengantar statistika matematis

8.4.8. Misal X1, X2,..., Xn adalah sampel acak dari sebaran dengan pdf
f (x; p)  px (1 p)1x I (x  0,1). Tunjukkan bahwa

C  x1 ,  n  c
x2 , ..., xn : i 1 xi 


adalah daerah kritis terbaik untuk pengujian H0 : p  1 lawan H1 : p  1 .
2 3

Gunakan CLT untuk menentukan n dan c sehingga

 Pn  c | H   P  n Xi  c |   0.80.
 i 1 Xi 0  0.10 dan  i 1 H1 

8.4.9. Misal X1, X2,..., Xn sampel acak dari sebaran tertentu. Perhatikan

hipotesis lawan .

(a) Tentukan daerah kritis terbaik untuk pengujian hipotesis di atas.

(b) Tentukan k , jika taraf signifikan yang digunakan   0.05 dan

ukuran sampel n  25.

8.4.10. Misal peubah acak X tipe diskret.

(a) Berdasarkan satu nilai pengamatan X , turunkan daerah kritis terbaik

untuk pengujian hipotesis lawan hipotesis

dengan taraf signifikan   0.0975.

(b) Tentukan kuasa dari uji pada (a) untuk .

8.5 Uji Paling Kuasa Seragam

Daerah kritis terbaik yang telah kita bahas di atas untuk pengujian
hipotesis sederhana berhadapan dengan hipotesis sederhana. Pembahasan
selanjutnya, kita akan menentukan daerah kritis terbaik untuk pengujian
hipotesis sederhana berhadapan dengan hipotesis komposit atau hipotesis
komposit berhadapan dengan hipotesis komposit. Jika terdapat daerah
kritis terbaik tersebut berlaku untuk semua nilai parameter dalam
hipotesis yang dimaksud, maka daerah kritis yang demikian disebut
sebagai daerah kritis paling kuasa seragam (uniformly most powerful
critical region). Selanjutnya paling kuasa seragam ditulis sebagai UMP.

337

Definisi 8.5.1 Daerah kritis C adalah daerah kritis UMP ukuran
 untuk pengujian hipotesis sederhana H0 lawan hipotesis alternatif
komposit H1 jika C adalah daerah kritis terbaik ukuran  untuk
pengujian hipotesis sederhana H0 lawan masing-masing hipotesis
alternatif sederhana H1. Suatu uji yang didefinisikan oleh daerah kritis
C ini disebut uji UMP, dengan taraf signifikan  , untuk pengujian

hipotesis sederhana H0 lawan hipotesis alternatif komposit H1.

Prosedur yang digunakan untuk menentukan daerah kritis terbaik,
yaitu Teorema Neyman-Pearson dapat digunakan untuk menentukan
daerah kritis UMP, dengan memandang terlebih dahulu masing-masing
hipotesisnya sebagai hipotesis sederhana. Selanjutnya dari hipotesis
sederhana tersebut diberlakukan untuk hipotesis komposit.

Contoh 8.5.1 Kita lihat kembali Contoh 8.4.2 hipotesis untuk

pengujian H0 :   ' lawan H1 :   " di mana  '   " dengan taraf
signifikan  kita telah memperoleh daerah kritis paling baik

 C  (x1,..., xn ) : xi  c .

Daerah kritis ini tidak bergantung pada nilai tertentu  ", tetapi berlaku
untuk semua  ", di mana  '   ". Oleh karena itu C adalah daerah

kritis UMP untuk pengujian hipotesis sederhana H0 :   ' lawan

hipotesis alternatif komposit H1 :   '.

Contoh 8.5.2 Misal X1, X2,..., Xn sampel acak dari sebaran

normal, . Kita akan menentukan daerah kritis UMP untuk

pengujian hipotesis sederhana H0 :   ' lawan hipotesis komposit

H1 :   '. Untuk menentukan daerah kritis UMP ini, bila ada, mula-

mula kita pandang H1 sebagai hipotesis sederhana, yaitu H1 :   " di

mana  "   ', kemudian kita terapkan Teorema Neyman-Pearson.

Karena X1, X2,..., Xn sampel acak dari sebaran normal, ,
maka

338

f (x; )  1 exp  x2 
2  2 ,


dan

L( ; x)   1 n / 2  xi2 .
 2  exp  2 

Menggunakan Teorema Neyman-Pearson kita akan menolak H0 jika

n / 2  " '
 2 ' "
L('; x)    " exp    xi2   k.
''; x)   '    
L( 

Sehingga

 x2  2 ' "  n ln  "   ln k   k1.
i  " '  2  '  

Jadi

  C  (x1,..., xn) : x2  k1 .
i

Karena daerah kritisnya mempunyai bentuk x2  k1 yang berlaku
i

untuk semua  "   ', di mana dengan diberlakukan oleh kendala 

yang ditentukan, maka daerah kritis ini merupakan daerah kritis UMP

untuk pengujian hipotesis sederhana H0 :   ' lawan hipotesis

komposit H1 :   '.

Contoh berikut ini merupakan suatu contoh bahwa tidak semua
pengujian hipotesis mempunyai daerah kritis UMP.

Contoh 8.5.3 Misal X1, X2,..., Xn sampel acak dari sebaran

normal, . Kita akan menunjukkan bahwa tidak ada daerah

kritis UMP untuk pengujian hipotesis sederhana H0 :   ' lawan

hipotesis komposit H1 :   '. Seperti halnya pada contoh sebelumnya

mula-mula kita pandang H1 sebagai hipotesis sederhana, yaitu

H1 :   " di mana  "   ', kemudian kita terapkan Teorema Neyman-

Pearson. Karena X1, X2,..., Xn sampel acak dari sebaran normal,

, maka

339

f (x; )  1 exp   x  2  ,
2 
 2

dan

L(; x)   1 n / 2 exp   xi   2  .
 2   2 


Seperti prosedur pada contoh sebelumnya kita akan menolak H0 jika

 exp( n 
 " ') xi  2  "2   '2   k,


atau ekivalen dengan

 ( n
" ') xi  2  "2   '2  ln k.

Ketaksamaan terakhir ekivalen dengan

 xi  n  "  '  ln k ') ,
2 ( "

jika  "   ', dan ekivalen dengan

 xi  n  "  '  ln k ') ,
2 ( "

jika  "   '. Oleh karena itu daerah kritis terbaik untuk pengujian

H0 :   ' lawan H1 :   " asalkan  "   ', tidak sama dengan

daerah kritis terbaik untuk pengujian H0 :   ' lawan H1 :   "
asalkan  "   '. Sebagai contoh, daerah kritis terbaik untuk pengujian

H0 :   ' lawan H1 :   '1, bukan merupakan dengan daerah kritis
terbaik untuk pengujian H0 :   ' lawan H1 :   '1. Jadi tidak ada
daerah kritis UMP untuk pengujian hipotesis sederhana H0 :   '
lawan hipotesis komposit H1 :   '.

Misal X1, X2,..., Xn sampel acak dari sebaran dengan pdf

f (x; ),  . Anggap bahwa Y  u  X1, X2,..., Xn  adalah statistik

cukup untuk . Menggunakan teorema faktorisasi, pdf bersama dari
X1, X2,..., Xn boleh ditulis sebagai

340

L(; x1, x2,..., xn )  k1 u(x1, x2,..., xn ); k2(x1, x2,..., xn ),

di mana k2 (x1, x2,..., xn ) tidak bergantung pada . Konsekuensinya,

nisbah

L( '; x1, x2,..., xn )  k1 u(x1, x2,..., xn ); '
L( ''; x1, x2,..., xn ) k1 u(x1, x2,..., xn ); ''

bergantung pada x1, x2,..., xn hanya melalui u(x1, x2,..., xn ). Oleh karena

itu jika ada statistik cukup Y  u  X1, X2,..., Xn  untuk  dan jika uji

terbaik atau uji paling kuasa seragam diinginkan, maka tidak diperlukan

uji yang berdasarkan pada sebarang statistik lain dari pada statistik

cukup.

Dalam contoh-contoh di atas, kita telah memperkenalkan uji
paling kuasa seragam. Kita akan membahas pengujian untuk hipotesis

komposit H0 lawan hipotesis komposit H1 atau pengujian satu sisi dari
bentuk

H0 :   ' lawan H1 :   ', (8.5.1)

atau

H0 :   ' lawan H1 :   '.

Dalam pembahasan sebelumnya taraf signifikan dari uji untuk hipotesis

ini didefinisikan sebagai   max ( ).
  '

Definisi 8.5.2 Kita katakan bahwa kemungkinan L(; x)

mempunyai nisbah kemungkinan monoton dalam statistik y  u(x),

jika untuk 1  2, nisbah (8.5.2)
L(1, x)
L(2, x)

adalah fungsi monoton dari y  u(x).

Anggap fungsi kemungkinan L(; x) mempunyai nisbah

kemungkinan monotan turun dalam statistik y  u(x). Maka nisbah pada

persamaan (8.5.2) sama dengan g( y), di mana g( y) adalah fungsi

turun. Misal  menyatakan taraf signifikan. Maka kita nyatakan bahwa
uji berikut adalah UMP pada taraf  untuk pengujian hipotesis (8.5.1):

Tolak H0 jika Y  cY , (8.5.3)

341

di mana cY ditentukan oleh   P ' Y  cY .

Untuk menunjukkan kebenaran pernyataan tersebut, pertama kita

pandang hipotesis nol sederhana H0 ' :   '. Misal  "   ' dan misal
C daerah kritis paling kuasa untuk  ' lawan  ". Oleh Teorema

Neyman-Pearson, C didefinisikan sebagai

L( '; X)  k, jika dan hanya jika X  C,
L( "; X)

di mana k ditentukan oleh   P ' X C. Tetapi dengan Definisi

8.5.2, karena  "   ', maka

L( '; X)  g(Y )  k  Y  g1(k),
L( "; X)

di mana g1(k) memenuhi   P ' Y  g1(k) , yaitu cY  g1(k). Oleh

karena itu uji Neyman-Pearson ekivalen dengan (8.5.3). Lebih lanjut, uji

adalah UMP untuk  ' lawan  "   ' karena uji hanya bergantung pada

 "   ' dan g1(k) ditentukan tunggal di bawah  '.

Misal Y ( ) menyatakan fungsi kuasa dari uji (8.5.3). Untuk

yang terakhir, kita perlu menunjukkan bahwa   max  Y ( ), yaitu jika

  '

kita dapat menunjukkan bahwa Y ( ) adalah fungsi tidak turun. Untuk

melihat ini, misal 1  2. Kita catat bahwa karena 1  2, uji (8.5.3)

adalah uji paling kuasa untuk pengujian 1 lawan 2 dengan taraf

Y (1). Dengan Akibat 8.5.1, kuasa dari uji pada 2 haruslah tidak di

bawah taraf signifikan, yaitu Y (2 )  Y (1). Jadi Y ( ) adalah fungsi

tidak turun.

Contoh 8.5.4 Misal X1, X2,..., Xn sampel acak dari sebaran
Bernoulli dengan parameter p   , di mana 0   1. Misal  '   ".

Perhatikan nisbah kemungkinan,

nn n
L( ', x)  ( ')i1xi (1 ')ni1xi
L( ", x) nn   '(1 ") i1xi  1 ' n .
 "(1 ')   1 " 
( '')i1xi (1 ")ni1xi 

342

Karena  '/ " 1 dan (1 ") /(1 ') 1, maka  '(1 ") / "(1 ') 1.

n

Oleh karena itu nisbah adalah fungsi turun dari y   xi . Jadi nisbah
i 1

kemungkinan monoton dalam Y  n Xi.



i 1

Kita perhatikan hipotesis

H0 :   ' lawan H1 :   '.

Dengan pembahasan di atas, UMP taraf  untuk pengujian H0 lawan

H1 diberikan oleh

Tolak H0 jika Y  n Xi  c,



i1

di mana c suatu konstanta sehingga   P ' Y  c.

Latihan 8.5

8.5.1. Misal X1, X2,..., Xn sampel acak dari sebaran uniform,

. Tentukan daerah kritis UMP untuk pengujian

H0 :  0 lawan H1 :  0.

8.5.2. Misal X1, X2,..., X10 sampel acak dari sebaran dengan pdf
f (x; )   x (1 )1x I(x  0,1).

(a) Tentukan daerah kritis UMP untuk pengujian H0 :  1/ 4 lawan
H1 : 1/ 4 dengan taraf signifikan   0.05.

(b) Tentukan fungsi kuasa  ( ) pada (a) untuk 0   1/ 4.

8.5.3. Misal X peubah acak dari suatu sebaran dengan pdf
f (x; )  (1/ )I(0  x   ). Misal Y1  Y2  Y3  Y4 merupakan statistik
urutan sampel acak dari sebaran ini dengan ukuran n  4. Kita akan

menolak H0 :  1 lawan H1 :  1, jika salah satu y4  1/ 2 atau

y4  1. Tentukan fungsi kuasa  ( ) untuk 0   untuk pengujian ini.

343

8.5.4. Perhatikan sebaran-sebaran N(1, 400) dan N(2, 225). Misal
  1  2. Kita akan menolak H0 :  0 dan menerima H1 :  0 jika

dan hanya jika x  y  c, di mana x dan y purata pengamatan dari dua

sampel bebas, masing-masing berukuran n, dari dua sebaran di atas.
Tentukan n dan c sehingga  (0)  0.05 dan  (10)  0.90.

8.5.5. Misal X1, X2,..., Xn sampel acak dari sebaran dengan pdf
f (x; )   x1 I (0  x 1,  0). Tentukan statistik cukup untuk  dan
tunjukkan bahwa uji UMP dari H0 :  6 lawan H1 :  6 didasarkan
pada statistik ini.

8.6 Uji Nisbah Kemungkinan

Dalam Subpokok Bahasan 8.4 kita telah membahas daerah terbaik untuk
hipotesis sederhana lawan hipotesis sederhana. Dalam Subpokok
Bahasan 8.5 kita perluas teori ini untuk daerah kritis paling kuasa
seragam untuk hipotesis satu sisi dan keluarga sebaran yang mempunyai
nisbah kemungkinan monoton, dan uji paling kuasa seragam ini tidak
selalu ada. Sekarang kita akan membahas permasalahan yang lebih
umum. Anggap peubah acak X mempunyai pdf f (x;θ) di mana θ

adalah vektor dari parameter-parameter dalam . Misal    dan

perhatikan hipotesis-hipotesis

H0 : θ  lawan H1 : θ  C.

Metode untuk uji ini disebut sebagai uji nisbah kemungkinan.

Contoh 8.6.1 Misal peubah acak dan misal ruang

parameter   1,2  :   1  ,0  2  . Kita ingin menguji

H0 : θ  lawan H1 : θ  C ,

 di mana   1,2  :1  0,0  2   . Misal X1, X2,..., Xn sampel

acak berukuran n  1 dari sebaran ini. Maka pdf bersama dari

X1, X2,..., Xn untuk masing-masing titik dalam  adalah

344

L(1,2; x1, x2,..., xn )  n / 2  n (xi 1)2 
  1   i 1 22   L().
 22  exp  
 
 

Untuk masing-masing (1,2 ) , pdf bersama dari X1, X2,..., Xn

adalah

L(0,2; x1, x2,..., xn )  n / 2  n 
  1     L().
 22  exp  xi 2 
 
i 1

22
 

Kita akan menentukan maksimum dari L() dalam , yaitu,

maksimum dari L() terhadap 2 , dan maksimum L() dalam ,
yaitu, maksimum L() terhadap 1 dan 2. Nisbah dari maksimum ini

akan diambil sebagai kriteria untuk uji H0 lawan H1. Misal maksimum

dari L() dalam  dinyatakan sebagai L(ˆ ) dan misal maksimum dari

L() dinyatakan sebagai L(ˆ ). Maka kriteria untuk uji H0 lawan H1

adalah nisbah kemungkinan

 ( x1 , x2 , ..., xn )    L(ˆ ) .
L(ˆ )

Karena L() dan L() adalah pdf, maka   0, dan karena 

himpunan bagian dari , maka   1. Maksimum L(ˆ ) dari L()

diperoleh dari

n xi

d ln L()   n   0.
i 1

d2 22 222

Penyelesaian persamaan di atas adalah

n
ˆ2
 xi2
i1 .

n

Oleh karena itu maksimum L() adalah

345

  L(ˆ) 1 n / 2  n    ne1 n / 2 .
     
 2 n / n  exp   2 xi2 n   n 
     
 xi2   i 1   2 xi2 

i 1 n i 1

xi2 /

i 1

Di pihak lain maksimum L(ˆ ) dari L(), dari Contoh 7.3.4 diperoleh

n
ˆ1  xn  xi  xn 2
dan ˆ2 
i1 .
n

Oleh karena itu

 n/2  n 
 L(ˆ )    
 1   (xi  x )2 
  n (xi   exp  
 i 1   i 1 
2 x )2 / n 2 n
n

(xi  x )2 /

i 1

 n/2
 
 ne1 
   .
 n 
2 x )2
(xi 

i 1

Jadi

 n n/2

 ( xi  x )2

i 1
   .
 n 
 i 1 xi2 

Karena

nn

 xi2  (xi  x )2  nx 2,

i1 i1

maka

  1 n/ 2 .

1   2 / n  x )2  
 nx 
( xi

i 1

346

Jika nilai pengamatan x  0, maka percobaan menuju ke penerimaan

n

H0, dan   1. Di pihak lain, jika x dan nx 2 (xi  x )2 berbeda dari
i 1

nol, maka percobaan menuju ke negasi dari H0, dan   1. Jika  ini

digunakan sebagai kriteria, maka secara intuisi daerah kritis untuk

pengujian H0 didefinisikan oleh 0    0, di mana 0 adalah pecahan
sejati positif. Jadi kita menolak H0 jika   0. Suatu uji dengan daerah
kritis   0 disebut sebagai uji nisbah kemungkinan. Dalam contoh
ini   0 jika dan hanya jika

n|x|  (n 1)(02/n 1)  c.

n
 (xi  x )2 /(n 1)
i 1

Jika H0 benar maka statistik

t( X1, X 2,..., X n )  n( X  0)

n

 ( Xi  X )2 /(n 1)

i 1

bersebaran t dengan derajat bebas (n 1). Untuk bilangan bulat positif

n dan taraf signifikan  diketahui, menggunakan tabel sebaran t atau

dengan perangkat lunak statistik, nilai c dapat ditentukan sehingga

  P| t(X1, X2,..., Xn ) | c; H0 .

Contoh 8.6.2 Misal peubah-peubah acak X dan Y bebas

berturut-turut mempunyai N(1,3) dan N(2,3), di mana 3 tidak

 diketahui. Maka   1,2,3  :   1  ,    2  ,0  3   .

Misal X1, X2,..., Xn dan Y1,Y2,...,Ym merupakan sampel-sampel acak dari
sebaran-sebaran ini. Hipotesis H0 : θ , di mana

   (1,2,3  :   1  2  ,0  3   ,

akan diuji lawan hipotesis alternatif. Di sini X1, X2,..., Xn, Y1,Y2,...,Ym
adalah n  m  2 peubah acak bebas dengan fungsi kemungkinan

347

 n m 
 i 1 
exp  1)2 

i 1

23
 L() ( xi ( yi  1 )2
 1 (nm)/ 2
  23  ,
  
 

dan

 n m 
 i 1 
exp  1)2  .
 
i 1

23
 L() ( xi ( yi  3 )2
 1 (nm)/ 2
  23 

  

Jika
 ln L()  ln L()
dan
1 3

kedua-duanya sama dengan nol, maka (Latihan 8.6.1)

nm

 (xi 1)  ( yi 1)  0,

i1 i1

(8.6.1)

m)  1  n m 
3  i 1 i 1 
 (n )2
 ( xi  1 )2  ( yi  1  0.

Penyelesaian persamaan (8.6.1) untuk 1 dan 3 berturut-turut adalah

nm
 ˆ1 
xi  yi

i 1 i 1

nm

dan

n (xi ˆ1)2  m ( yi ˆ1)2
 ˆ3
 i1 i1 .

nm

Oleh karena itu maksimum dari L() adalah

L(ˆ )   e1 (nm)/ 2 .
 2ˆ3 

Secara sama jika

 ln L() ,  ln L() , dan  ln L()
1 2 3

348

ketiga-tiganya sama dengan nol, maka diperoleh persamaan (Latihan

8.6.2)

n

 (xi 1)  0,

i 1

m

 ( yi 1)  0,

i 1

(8.6.2)

 (n 1  n m )2 
 m)  3  i1 ( xi  1 )2  i1 ( yi  2   0.

Penyelesaian untuk 1,2, dan 3 berturut-turut adalah

n
ˆ1 ' 
xi
i1 ,

n

m
ˆ2 ' 
yi ,

i 1

n

dan

n ˆ1 ')2  m ( yi ˆ2 ')2
.
( xi i 1

i 1 nm
 ˆ3 ' 

Oleh karena itu maksimum dari L() adalah

L(ˆ )   e1 (nm)/ 2 .
 2ˆ3 

Sehingga

L(ˆ )  ˆ3 (n m ) / 2
L(ˆ )  ˆ3 
 ( x1 , x2,..., xn , y1, y2 , ..., ym )     ' .

Peubah acak yang didefinisikan oleh 2/(nm) adalah

nm
 ( Xi  X )2  (Yi  Y )2
i1 i1
n 2m .
        Xi   nX  mY /(n  m)  Yi   nX  mY /(n  m)
2

i1 i1

349

Kita tulis

   n  nX  mY 2  n   nX  mY 2
 n  m    nm 
i 1  
Xi  i1  Xi  X  X

 

 n (Xi  X )2  n  X  nX  mY 2
i 1  nm 
 

dan

   m  2 m   Y  2
 Yi  nX  mY   i 1  Yi Y   nX  mY 
 nm   n m 
i 1

 m (Yi Y )2  m  Y  nX  mY 2 .
i 1  nm 


Demikian juga

2 m2n
 (n  m)2
  

n

X  nX  mY  X Y 2
nm

dan

2 n2m
 (n  m)2
   nX  mY   2
n m
mY .

X Y

Oleh karena itu peubah acak yang didefinisikan oleh 2/(nm) dapat

ditulis sebagai

nm

 ( Xi  X )2  (Yi  Y )2

i1 i1

   n ( Xi  X )2  m (Yi  Y )2  nm /(n  m) X  Y 2

i1 i1

 1 .

1 n nm /(n  m) X Y 2

m
 ( Xi  X )2  (Yi  Y )2
i1 i1

Jika H0 benar, maka statistik

350

nm  X Y 

T  nm
nm
 ( Xi  X )2  (Yi  Y )2
i1 i1
nm2

bersebaran t dengan derajat bebas n  m  2. Jadi peubah acak yang
didefinisikan oleh 2/(nm) adalah

nm2
(n  m  2)  T 2 .

Seperti halnya pada contoh sebelumnya, kita menolak H0 jika
  0  1. Taraf signifikan dari uji ini adalah

  P(X1, X2,..., Xn,Y1,Y2,...,Ym)  0; H0 .

Meskipun demikian, (X1, X2,..., Xn,Y1,Y2,...,Ym)  0 ekivalen dengan

| T | c, sehingga

  P| T | c; H0 .

Untuk m, n, dan  diketahui nilai c dapat diperoleh dari tabel sebaran

t, atau dari perangkat lunak statistik.

Dalam dua contoh di atas kita menentukan uji nisbah
kemungkinan berdasarkan statistik yang jika H0 benar dia bersebaran t.

Definisi 8.6.1 Misal peubah acak , peubah acak

, W dan V bebas. Maka

T W
V /r

dikatakan bersebaran t takterpusat dengan derajat bebas r dan

parameter takterpusatnya  . Jika   0, maka dikatakan T mempunyai

sebaran terpusat t.

Kita ingin menguji statistik dalam contoh-contoh di atas
berdasarkan Definisi 8.6.1. Dalam Contoh 8.6.1 kita mempunyai

351

t( X1, X 2,..., X n )  nX

n

 ( Xi  X )2 /(n 1)

i 1

 nX / .

n
 ( Xi  X )2 /  2 (n 1)
i 1

Di sini ̅ dan ∑ ̅ , W1

dan V1 bebas. Jadi, jika 1  0, maka t(X1, X2,..., Xn ) bersebaran t

takterpusat dengan derajat bebas n 1 dan parameter terpusatnya

1  n1 /. Dalam Contoh 8.6.2 kita mempunyai

T  W2 ,
V2 /(n  m  2)

di mana

W2  nm  X Y  /
nm

dan  V2  n m )2 
Di sini   i 1 (Xi  X )2  i 1 (Yi Y  / 2.

(√ )

dan
,

W2 dan V2 bebas. Jadi, jika 1  2, maka T bersebaran t takterpusat
dengan derajat bebas n  m  2 dan parameter takterpusatnya

2  nm /(n  m)(1 2) /.

Contoh 8.6.3 Misal peubah-peubah acak X dan Y bebas

berturut-turut mempunyai N(1,3) dan N(2,4 ), di mana 3 tidak

 diketahui. Maka   1,2,3  :   1,2  , 0  3,4   . Misal

352

X1, X2,..., Xn dan Y1,Y2,...,Ym merupakan sampel-sampel acak dari
sebaran-sebaran ini. Hipotesis H0 : θ , di mana

   (1,2,3  :   1,2  ,0  3  4   ,

akan diuji lawan hipotesis alternatif. Ditinggalkan sebagai latihan untuk
menunjukkan bahwa statistik yang didefinisikan oleh   L(ˆ) / L(ˆ )

adalah fungsi dari statistik

n

 ( Xi  X )2 /(n 1)
i 1
W  m .

 (Yi  Y )2 /(m 1)
i 1

Jika 3  4, statistik . Hipotesis H0 : θ ,

ditolak jika W  c1 atau W  c2. Konstanta c1 dan c2 dipilih sehingga,
jika 3  4,

P(W  c1)  P(W  c2)   / 2,
di mana  menyatakan taraf signifikan uji ini.

Latihan 8.6

8.6.1. Selidiki kebenaran persamaan (8.6.1).

8.6.2. Selidiki kebenaran persamaan (8.6.2).

8.6.3. Dalam Contoh 8.6.1 misal n  10, dan misal nilai pengamatan

n

x  0.6 dan (xi  x)2  3.6. Jika uji yang telah diturunkan pada
i 1

contoh ini digunakan, apakah menolak atau menerima H0 :1  0 pada
taraf signifikan 5 persen?

8.6.4. Dalam Contoh 8.6.2 misal n  m  8, x  75.2, y  78.6,

88

 (xi  x)2  71.2, dan ( yi  y)2  54.8. Jika uji yang telah

i1 i1

353

diturunkan dalam contoh ini digunakan, apakah menolak atau menerima

H0 :1  2 pada taraf signifikan 5 persen?

8.6.5. Misal X1, X2,..., Xn sampel acak dari sebaran normal N( ,1).
Tunjukkan bahwa prinsip nisbah kemungkinan untuk perngujian
H0 :   ', di mana  ' tertentu, lawan H1 :   ', menolak H0 jika
| x  ' | c. Apakah ketaksamaan ini merupakan daerah kritis UMP

untuk pengujian H0 :   ' lawan H1 :   '?

8.6.6. Misal X1, X2,..., Xn sampel acak dari sebaran normal N(1,2 ).

Tunjukkan bahwa prinsip nisbah kemungkinan untuk perngujian

H0 :2  2 ', di mana 2 ' tertentu dan 1 tidak diketahui, lawan

nn

 H1 :2  2 ', menolak H0 jika (xi  x )2  c1 atau (xi  x )2  c2, di
i1 i1

man c1  c2.

8.6.7. Misal peubah-peubah acak X dan Y bebas berturut-turut

mempunyai N(1,3) dan N(2,4 ), di mana 3 tidak diketahui.

(a) Tunjukkan bahwa nisbah kemungkinan untuk pengujian hipotesis

H0 : θ , di mana

   (1,2,3  :   1,2  ,0  3  4   , lawan hipotesis

alternatif diberikan oleh

n n/2  m m/2
i 1 n  i1 ( yi m
 ( xi  x )2 /  y)2 /

  ,

n ( xi  u)2  m ( yi  u)2  (nm) / 2
i 1 i 1  /(n  m)
 


di mana u  (nx  my) /(n  m).

(b) Tunjukkan bahwa uji nisbah kemungkinan untuk pengujian

H0 :3  4, di mana 1 dan 2 tidak diketahui, lawan H1 :3  4,

diperoleh berdasarkan peubah acak

354

n
 ( Xi  X )2 /(n 1)
i 1
W  m .

 (Yi  Y )2 /(m 1)
i 1

355

DAFTAR PUSTAKA

Anton, H; terjemahan Silaban, Pantur. 1988. Aljabar Linear Elementer.
Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.

Bain, L.J. dan Engelhardt, M. 1992. Introduction to Probability and
Mathematical Statistics. Edisi Kedua. Belmont, California: Duxbury
Press.

Bartle, R.G. dan Sherbert, D.R. 1982. Introduction to Real Analysis.
New York: John Wiley

Bhat, B. R. 1981. Modern Probability Theory an Introductory Text
Book. New Delhi: Wiley Eastern Limited.

Dudewicz, E. D. dan Mishra, S. N.; terjemahan Sembiring, R. K. 1995.
Statistika Matematika Modern. Bandung: Penerbit ITB.

Fisz, M. 1963. Probability Theory and Mathematical Statistics. Edisi
ketiga. New York: John Wiley.

Grahramani, S. 2005. Fundamentals of Probability with Stochastic
Processes. Edisi Ketiga. New Jersey: Pearson Prentice Hall.

Hogg, R. V., McKean J.W., dan Craig, A. T. 2005. Introduction to
Probability and Mathematical Statistics. Edisi Keenam. New Jersey:
Pearson Prentice Hall.

http://en.wikipedia.org/wiki/Countable_set#Definition, diakses 16 Juni
2008.

http://en.wikipedia.org/wiki/Indicator_function, diakses 26 Juni 2008.

Ross, M. S. 1997. Introduction to Probability Models. San Diego:
Academic Press.

Smith, G. 1985. Statistical Reasoning. Boston: Allyn and Bacon.
356

Susiswo. 2009. Statistika Matematis. Malang: UM Press.
Susiswo. 2009. Teori Peluang. Malang: UM Press.
Thomas, JR. G. B. 1962. Calculus and Analytic Geometry. Edisi Ketiga.
Massachusetts: Addison-Wesley.

357

TABEL SEBARAN POISSON, NORMAL,  2, t, DAN F

1. Sebaran Poisson

P( X  x)  x em mw
w0 w!

x m  E(X )

0.5 1.0 1.5 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 10.0
0 .607 .368 .223 .135 .050 .018 .007 .002 .001 .000 .000 .000
1 .910 .736 .558 .406 .199 .092 .040 .017 .007 .003 .001 .000
2 .986 .920 .809 .677 .423 .238 .125 .062 .030 .014 .006 .003
3 .998 .981 .934 .857 .647 .433 .265 .151 .082 .042 .021 .010
4 1.00 .996 .981 .947 .815 .629 .440 .285 .173 .100 .055 .029
5 1.00 .999 .996 .983 .916 .785 .616 .446 .301 .191 .116 .067
6 1.00 1.00 .999 .995 .966 .889 .762 .606 .450 .313 .207 .130
7 1.00 1.00 1.00 .999 .988 .949 .867 .744 .599 .453 .324 .220
8 1.00 1.00 1.00 1.00 .996 .979 .932 .847 .729 593 .456 .333
9 1.00 1.00 1.00 1.00 .999 .992 .965 .916 .830 .717 .587 .458
10 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 .997 .986 .957 .901 .816 .706 .583
11 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 .999 .995 .980 .947 .888 .803 .697
12 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 .995 .991 .973 .936 .876 .792
13 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 .999 .996 .987 .966 .926 .864
14 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 .999 .994 .983 .959 .917
15 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 .999 .998 .992 .978 .951
16 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 .999 .996 .989 .973
17 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 .998 .995 .986
18 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 .999 .998 .993
19 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 .999 .997
20 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 .998
21 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 .999
22 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00

358

2. Sebaran Normal

x 1 ew2 / 2 dw
 2
P(X  x)  (x) 

Catatan bahwa peluang pada tabel hanya untuk nilai x  0. Untuk

memperoleh peluang untuk x  0, gunakan kesamaan

(x) 1 (x).

x 0.00 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09
0.0 .5000 .5040 .5080 .5120 .5160 .5199 .5239 .5279 .5319 .5359
0.1 .5398 .5438 .5478 .5517 .5557 .5596 .5636 .5675 .5714 .5753
0.2 .5793 .5832 .5871 .5910 .5948 .5987 .6026 .6064 .6103 .6141
0.3 .6179 .6217 .6255 .6293 .6331 .6368 .6406 .6443 .6480 .6517
0.4 .6554 .6591 .6628 .6664 .6700 .6736 .6772 .6808 .6844 .6879
0.5 .6915 .6950 .6985 .7019 .7054 .7088 .7123 .7157 .7190 .7224
0.6 .7257 .7291 .7324 .7357 .7389 .7422 .7454 .7486 .7517 .7549
0.7 .7580 .7611 .7642 .7673 .7704 .7734 .7764 .7794 .7823 .7852
0.8 .7881 .7910 .7939 .7967 .7995 .8023 .8051 .8078 .8106 .8133
0.9 .8159 .8186 .8212 .8238 .8264 .8289 .8315 .8340 .8365 .8389
1.0 .8413 .8438 .8461 .8485 .8508 .8531 .8554 .8577 .8599 .8621
1.1 .8643 .8665 .8686 .8708 .8729 .8749 .8770 .8790 .8810 .8830
1.2 .8849 .8869 .8888 .8907 .8925 .8944 .8962 .8980 .8997 .9015
1.3 .9032 .9049 .9066 .9082 .9099 .9115 .9131 .9147 .9162 .9177
1.4 .9192 .9207 .9222 .9236 .9251 .9265 .9279 .9292 .9306 .9319
1.5 .9332 .9345 .9357 .9370 .9382 .9394 .9406 .9418 .9429 .9441
1.6 .9452 .9463 .9474 .9484 .9495 .9505 .9515 .9525 .9535 .9545
1.7 .9554 .9564 .9573 .9582 .9591 .9599 .9608 .9616 .9625 .9633
1.8 .9641 .9649 .9656 .9664 .9671 .9678 .9686 .9693 .9699 .9706
1.9 .9713 .9719 .9726 .9732 .9738 .9744 .9750 .9756 .9761 .9767
2.0 .9772 .9778 .9783 .9788 .9793 .9798 .9803 .9808 .9812 .9817
2.1 .9821 .9826 .9830 .9834 .9838 .9842 .9846 .9850 .9854 .9857
2.2 .9861 .9864 .9868 .9871 .9875 .9878 .9881 .9884 .9887 .9890
2.3 .9893 .9896 .9898 .9901 .9904 .9906 .9909 .9911 .9913 .9916
2.4 .9918 .9920 .9922 .9925 .9927 .9929 .9931 .9932 .9934 .9936
2.5 .9938 .9940 .9941 .9943 .9945 .9946 .9948 .9949 .9951 .9952
2.6 .9953 .9955 .9956 .9957 .9959 .9960 .9961 .9962 .9963 .9964
2.7 .9965 .9966 .9967 .9968 .9969 .9970 .9971 .9972 .9973 .9974
2.8 .9974 .9975 .9976 .9977 .9977 .9978 .9979 .9979 .9980 .9981
2.9 .9981 .9982 .9982 .9983 .9984 .9984 .9985 .9985 .9986 .9986
3.0 .9987 .9987 .9987 .9988 .9988 .9989 .9989 .9989 .9990 .9990
3.1 .9990 .9991 .9991 .9991 .9992 .9992 .9992 .9992 .9993 .9993
3.2 .9993 .9993 .9994 .9994 .9994 .9994 .9994 .9995 .9995 .9995
3.3 .9995 .9995 .9995 .9996 .9996 .9996 .9996 .9996 .9996 .9997
3.4 .9997 .9997 .9997 .9997 .9997 .9997 .9997 .9997 .9997 .9998
3.5 .9998 .9998 .9998 .9998 .9998 .9998 .9998 .9998 .9998 .9998

359

3. Sebaran Khi Kuadrat

P(X  x)  x 1 wr / e21 w/ 2 dw
0 2)2r
(r / / 2

P(X  x)

r 0.010 0.025 0.050 0.100 0.900 0.950 0.975 0.990
1 0.000 0.001 0.455 0.016 2.706 3.841 5.024 6.635
2 0.020 0.051 1.386 0.211 4.605 5.991 7.378 9.210
3 0.115 0.216 2.366 0.584 6.251 7.815 9.348 11.345
4 0.297 0.484 3.357 1.064 7.779 9.488 11.143 13.277
5 0.554 0.831 4.351 1.610 9.236 11.070 12.833 15.086
6 0.872 1.237 5.348 2.204 10.645 12.592 14.449 16.812
7 1.239 1.690 6.346 2.833 12.017 14.067 16.013 18.475
8 1.646 2.180 7.344 3.490 13.362 15.507 17.535 20.090
9 2.088 2.700 8.343 4.168 14.684 16.919 19.023 21.666
10 2.558 3.247 9.342 4.865 15.987 18.307 20.483 23.209
11 3.053 3.816 10.341 5.578 17.275 19.675 21.920 24.725
12 3.571 4.404 11.340 6.304 18.549 21.026 23.337 26.217
13 4.107 5.009 12.340 7.042 19.812 22.362 24.736 27.688
14 4.660 5.629 13.339 7.790 21.064 23.685 26.119 29.141
15 5.229 6.262 14.339 8.547 22.307 24.994 27.488 30.578
16 5.812 6.908 15.338 9.312 23.542 26.296 28.845 32.000
17 6.408 7.564 16.338 10.085 24.769 27.587 30.191 33.409
18 7.015 8.231 17.338 10.865 25.989 28.869 31.526 34.805
19 7.633 8.907 18.338 11.651 27.204 30.144 32.852 36.191
20 8.260 9.591 19.337 12.443 28.412 31.410 34.170 37.566
21 8.897 10.283 20.337 13.240 29.615 32.671 35.479 38.932
22 9.542 10.982 21.337 14.041 30.813 33.924 36.781 40.289
23 10.196 11.689 22.337 14.848 32.007 35.172 38.076 41.638
24 10.856 12.401 23.337 15.659 33.196 36.415 39.364 42.980
25 11.524 13.120 24.337 16.473 34.382 37.652 40.646 44.314
26 12.198 13.844 25.336 17.292 35.563 38.885 41.923 45.642
27 12.879 14.573 26.336 18.114 36.741 40.113 43.195 46.963
28 13.565 15.308 27.336 18.939 37.916 41.337 44.461 48.278
29 14.256 16.047 28.336 19.768 39.087 42.557 45.722 49.588
30 14.953 16.791 29.336 20.599 40.256 43.773 46.979 50.892

360

4. Sebaran t

P(X  x)   x (r 1) / 2 dw
  r(r / 2)(1 w2 / r)(r1)/2

P(X  x)

r 0.900 0.950 0.975 0.990 0.995 0.999
1 3.078 6.314 12.706 31.821 63.657 318.309
2 1.886 2.920 4.303 6.965 9.925 22.327
3 1.638 2.353 3.182 4.541 5.841 10.215
4 1.533 2.132 2.776 3.747 4.604 7.173
5 1.476 2.015 2.571 3.365 4.032 5.893
6 1.440 1.943 2.447 3.143 3.707 5.208
7 1.415 1.895 2.365 2.998 3.499 4.785
8 1.397 1.860 2.306 2.896 3.355 4.501
9 1.383 1.833 2.262 2.821 3.250 4.297
10 1.372 1.829 2.228 2.764 3.169 4.144
11 1.363 1.796 2.201 2.718 3.106 4.025
12 1.356 1.782 2.179 2.681 3.055 3.930
13 1.350 1.771 2.160 2.650 3.012 3.852
14 1.345 1.761 2.145 2.624 2.977 3.787
15 1.341 1.753 2.131 2.602 2.947 3.733
16 1.337 1.746 2.120 2.583 2.921 3.686
17 1.333 1.740 2.110 2.567 2.898 3.646
18 1.330 1.734 2.101 2.552 2.878 3.610
19 1.328 1.729 2.093 2.539 2.861 3.579
20 1.325 1.725 2.086 2.528 2.845 3.552
21 1.323 1.721 2.080 2.518 2.831 3.527
22 1.321 1.717 2.074 2.508 2.819 3.505
23 1.319 1.714 2.069 2.500 2.807 3.485
24 1.318 1.711 2.064 2.492 2.797 3.467
25 1.316 1.708 2.060 2.485 2.787 3.450
26 1.315 1.706 2.056 2.479 2.779 3.435
27 1.314 1.703 2.052 2.473 2.771 3.421
28 1.313 1.701 2.048 2.467 2.763 3.408
29 1.311 1.699 2.045 2.462 2.756 3.396
30 1.310 1.697 2.042 2.457 2.750 3.385

 1.282 1.645 1.960 2.326 2.576 3.090

361

5. Sebaran F

  P(X  x) 
x  (r1  r2 ) / 2 (r1 / r2 )r1 / 2 wr1 / 21 dw
0 (r1 / 2)(r2 / 2)(1 r1w / r2 )(r1r2 )/ 2

r1

P(X  x) r1 1 2 3 4 5

0.950 1 161.450 199.500 215.710 224.580 230.160
0.975 921.850
0.990 1 647.790 799.500 864.160 899.580 5763.650
0.950 19.300
0.975 1 4052.180 4999.500 5403.350 5624.580 39.300
0.990 99.300
0.950 2 18.510 19.000 19.160 19.250
0.975 9.010
0.990 2 38.510 39.000 39.170 39.250 14.880
0.950 28.240
0.975 2 98.500 99.000 99.170 99.250 6.260
0.990 9.360
0.950 3 10.130 9.550 9.280 9.120 15.520
0.975 5.050
0.990 3 17.440 16.040 15.440 15.100 7.150
0.950 10.970
0.975 3 34.120 30.820 29.460 28.710 4.390
0.990 5.990
0.950 4 7.710 6.940 6.590 6.390 8.750
0.975 3.970
0.990 4 12.220 10.650 9.980 9.600 5.290
0.950 7.460
0.975 4 21.200 18.000 16.690 15.980 3.690
0.990 4.820
0.950 5 6.610 5.790 5.410 5.190 6.630
0.975 3.480
0.990 5 10.010 8.430 7.760 7.390 4.480
0.950 6.060
0.975 5 16.260 13.270 12.060 11.390 3.330
0.990 4.240
6 5.990 5.140 4.760 4.530 5.640

6 8.810 7.260 6.600 6.230

6 13.750 10.920 9.780 9.150

7 5.590 4.740 4.350 4.120

7 8.070 6.540 5.890 5.520

7 12.250 9.550 8.450 7.850

8 5.320 4.460 4.070 3.840

8 7.570 6.060 5.420 5.050

8 11.260 8.650 7.590 7.010

9 5.120 4.260 3.860 3.630

9 7.210 5.710 5.080 4.720

9 10.560 8.020 6.990 6.420

10 4.960 4.100 3.710 3.480

10 6.940 5.460 4.830 4.470

10 10.040 7.560 6.550 5.990

362

r1

P(X  x) r1 6 7 8 9 10

0.950 1 233.990 236.770 238.880 240.540 241.880
0.975 968.630
0.990 1 921.850 948.220 956.660 963.280 6055.850
0.950 19.400
0.975 1 5763.650 5920.360 5981.070 6022.470 39.400
0.990 99.400
0.950 2 19.330 19.350 19.370 19.380
0.975 8.790
0.990 2 39.330 39.360 39.370 39.390 14.420
0.950 27.230
0.975 2 99.330 99.360 99.370 99.390 5.960
8.840
0.990 3 8.940 8.890 8.850 8.810
0.950 14.550
0.975 3 14.730 14.620 14.540 14.470 4.740
0.990 6.620
0.950 3 27.910 27.670 27.490 27.350 10.050
0.975 4.060
0.990 4 6.160 6.090 6.040 6.000 5.460
0.950 7.870
0.975 4 9.200 9.070 8.980 8.900 3.640
0.990 4.760
0.950 4 15.210 14.980 14.800 14.660 6.620
0.975 3.350
0.990 5 4.950 4.880 4.820 4.770 3.960
0.950 5.81
0.975 5 6.980 6.850 6.760 6.680 3.140
0.990 3.960
0.950 5 10.670 10.460 10.290 10.160 5.260
0.975 2.980
0.990 6 4.280 4.210 4.150 4.100 3.720
4.850
6 5.820 5.700 5.600 5.520

6 8.470 8.260 8.100 7.980

7 3.870 3.790 3.730 3.680

7 5.120 4.990 4.900 4.820

7 7.190 6.990 6.840 6.720

8 3.5080 3.500 3.440 3.390

8 4.650 4.530 4.430 4.030

8 6.370 6.180 6.030 5.910

9 3.370 3.290 3.230 3.180

9 4.320 4.200 4.100 4.030

9 5.800 5.610 5.470 5.350

10 3.220 3.140 3.070 3.020

10 4.070 3.950 3.850 3.780

10 5.390 5.200 5.060 4.940

363

INDEKS

batas atas kepercayaan, 279 kejadian, 4
batas bawah kepercayaan, 279 kejadian sukses, 79
Batas Bawah Rao-Cramer, 256 Kekontinuan dalam Peluang,
batas kepercayaan dua sisi, 280
batas kepercayaan satu sisi, 281 14
Bernoulli, 79, 80 keputusan, 265
daerah jelajah, 38 Ketaksamaan Boole, 15, 16
dengan pengembalian, 30, 81 Ketaksamaan Chebyshev, 64
Dugaan Bayes, 297 Ketaksamaan Jensen, 68
dugaan kemungkinan Ketaksamaan Markov, 63
Kondisi Kereguleran, 246
maksimum, 241 Kondisi Kereguleran
efisien secara asimtotik, 262
ekspektasi matematis, 59 Tambahan, 253, 260
Faktorisasi Neyman, 272 kontinu kanan, 54
frekuensi relatif, 5 Kovarians, 139
fungsi gamma, 104 median, 51
fungsi himpunan peluang, 9 metode kemungkinan
fungsi kemungkinan, 241
fungsi kepadatan peluang, 47, maksimum, 240
model lokasi, 255
48 model peluang klasik, 10
fungsi keputusan, 265 modus, 51
fungsi keputusan minimax, 267 momen sampel, 236
fungsi kerugian, 265 MVUE, 264
fungsi pembangkit momen, 72 parameter bentuk, 106
fungsi sebaran kumulatif, 52 pdf awal, 294
fungsi skor, 254 pdf posterior, 295
himpunan terbilang, 3 peluang, 6, 9
Hukum Bilangan Besar, 215 Peluang bersyarat, 19, 270
iid, 256 peluang terinduksi, 40
Informasi Fisher, 254 Peluang Total, 23
Kaidah Bayes, 25 penduga Bayes, 294, 297
kaidah keputusan, 265 penduga efisien, 258
keefisienan, 258 penduga galat purata kuadrat
Keefisienan asimtotik, 262
keefisienan relatif asimtotik, minimum, 267
penduga konsisten, 251
262 penduga metode momen, 235
penduga takbias, 249

364

penduga takbias varians sebaran merosot, 70, 206
minimum, 264 sebaran normal, 114
sebaran normal baku, 116
percobaan acak, 2 sebaran normal bivariat, 181
peubah acak, 38 sebaran normal multivariat,
peubah acak diskret, 42, 47
peubah acak kontinu, 42, 48 178
populasi homogen, 319 sebaran Pareto, 111
prinsip minimax, 267 sebaran Poisson, 94
proses Poisson, 96 sebaran Rayleigh, 110
purata, 58 sebaran seragam kontinu, 102
purata sampel, 166 sebaran t, 195
Rao-Blackwell, 274 sebaran Weibull, 110
risiko, 265 secara acak, 10
ruang peubah acak, 38 selang acak, 279
Ruang sampel, 2 selang kepercayaan, 279
ruang sampel diskret, 4 selang peluang, 300
ruang sampel kontinu, 4 selang penduga, 279
saling asing, 5 selang terpercaya, 300
sebaran beta, 201 semi definit positif, 178
sebaran binomial negatif, 91, sifat invarians, 237
Sifat tanpa Memori, 89, 109
92 sigma field, 8
sebaran Cauchy, 58, 263 simpangan baku, 62
sebaran eksponensial, 109 statistik cukup, 269
sebaran eksponensial dua statistik urutan, 168
tanpa pengembalian, 83
parameter, 239 taraf kepercayaan, 279
sebaran F, 199 taraf signifikan, 280
sebaran gamma, 106 Varians, 62
sebaran geometrik, 88 varians bersyarat, 133
sebaran hipergeometrik, 83 varians sampel, 166
sebaran khi kuadrat, 110, 185
sebaran Laplace, 255

365


Click to View FlipBook Version