c. Konsep-Konsep Pembangunan Wilayah
Ada berbagai konsep pembangunan wilayah yang berkembang dan diterapkan di
Indonesia. Menurut Bappenas, konsep-konsep itu antara lain sebagai berikut.
1) Konsep pengembangan wilayah berbasis karakter sumber daya dengan berbagai
pendekatan, di antaranya sebagai berikut.
a) Pengembangan wilayah berbasis sumber daya dengan pilihan strategi
berdasarkan pada sumber daya manusia, surplus sumber daya alam, sumber
daya modal dan manajemen, atau seni budaya dan keindahan alam.
b) Pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan yang menekankan pada
pilihan komoditas unggulan suatu wilayah sebagai motor penggerak
pembangunan.
c) Pengembangan wilayah berbasis efisiensi yang menekankan pengembangan
wilayah melalui pembangunan bidang ekonomi dengan porsi yang lebih besar
daripada pembangunan bidang-bidang yang lain.
d) Pengembangan wilayah berbasis pelaku pembangunan yang menekankan
peranan setiap pelaku pembangunan, yakni kelompok usaha kecil/rumah
tangga, lembaga sosial, lembaga keuangan, koperasi, dan pemerintah.
2) Konsep pengembangan wilayah berbasis penataan ruang yang diimplementasikan
dalam bentuk penyusunan penataan ruang nasional yang diperinci dalam wilayah
provinsi dan kabupaten. Konsep pengembangan wilayah berbasis penataan ruang,
membagi wilayah atas dasar pusat pertumbuhan, integrasi fungsional dan
desentralisasi.
3) Konsep pengembangan wilayah terpadu yang menekankan kerja sama antarsektor
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan di
daerah-daerah tertinggal.
4) Konsep pengembangan wilayah berdasarkan klaster (gugus). Konsep ini mengacu
pada konsentrasi dari suatu kelompok kerja sama bisnis atau unit-unit usaha dan
lembaga-lembaga, yang bersaing, bekerja sama, dan saling bergantung satu sama
lain, terkonsentrasi dalam satu wilayah tertentu, dalam bidang aspek unggulan
tertentu.
d. Faktor Penentu Pembangunan Wilayah
Menurut Blakely, ada empat faktor penentu perkembangan kemajuan
pembangunan suatu wilayah, yakni sebagai berikut.
1) Besarnya kesempatan kerja yang ada di daerah tersebut. Hal ini berkaitan juga
dengan kualitas tenaga kerja yang memungkinkan akses lokasi yang baik bagi
perusahaan untuk melakukan usaha di daerah tersebut.
2) Basis pembangunan daerah. Hal ini berkaitan dengan adanya pengembangan
institusi ekonomi yang baik yang mampu mendorong peningkatan hasrat berusaha
bagi kalangan dunia usaha.
3) Aset lokasi berupa keunggulan kompetitif daerah atas dasar kualitas lingkungan.
4) Sumber daya pengetahuan sebagai dasar pendorong perekonomian (knowledge
base development).
Ada beberapa faktor geografi yang digunakan untuk mempertimbangkan
pembangunan wilayah. Faktor-faktor itu adalah sebagai berikut.
1) Faktor topografi di mana kondisi topografi memengaruhi strategi pembangunan
yang terjadi di suatu wilayah.
2) Faktor klimatologi yang memengaruhi kondisi alam dan budaya di suatu wilayah.
3) Faktor hidrografi sebagai sistem penunjang kehidupan selain itu dapat digunakan
untuk pembangkit listrik, pertanian serta sarana transportasi.
4) Faktor sumber daya hayati yang mampu menunjang pengembangan dan
pertumbuhan suatu wilayah.
5) Faktor demografi atau sumber daya manusia.
e. Aspek Utama Pembangunan Wilayah
Menurut Hoover dan Giarratani, profesor ekonomi Amerika Serikat, ada tiga
aspek utama pembangunan wilayah. Ketiga aspek utama itu adalah sebagai berikut.
1) Pada dasarnya, terdapat fakta bahwa faktor-faktor produksi, seperti bahan dasar,
biaya transportasi, pasar dan lainnya tidak dapat berpindah secara bebas karena
faktor-faktor produksi itu bersifat lokasional. Hal inilah yang membuat suatu
wilayah memiliki keunikan yang menjadi keunggulan komparatifnya.
2) Pada dasarnya, setiap kegiatan usaha cenderung melakukan pemusatan kegiatan
ekonomi secara spacial (aglomerasi) di suatu lokasi tertentu. Hal ini dilakukan
untuk mengurangi biaya produksi.
3) Pada dasarnya, distribusi barang dan jasa antarwilayah juga tidak mungkin terjadi
secara sempurna (imperfect mobility of good and services) karena besarnya biaya
transportasi perlu dipertimbangkan.
f. Pentingnya Daya Dukung Wilayah untuk perencanaan pengembangan
Wilayah
Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2009 tentang
Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang
Wilayah, daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk
mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Daya dukung
wilayah (carrying capacity) didefinisikan sebagai populasi terbesar species tertentu
yang dapat hidup di daerah yang ditentukan tanpa merusak ekosistem yang
menopangnya secara permanen. Secara sederhana, daya dukung dapat dipahami
sebagai daya tampung maksimum lingkungan untuk diberdayakan oleh manusia. Dari
pernyataan ini, ada dua variabel yang perlu kita perhatikan. Kedua variabel itu adalah
potensi lahan yang tersedia dan jumlah penduduk. Jumlah penduduk akan terus
meningkat, sedangkan potensi sumber daya lahan sifatnya terbatas.
Menurut Ida Bagus Mantra (1986) dalam Moniaga, penurunan daya dukung
lahan dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang terus meningkat. Model yang dapat
menerangkan mengenai daya dukung wilayah adalah model pertumbuhan logistik. Di
awal pertumbuhan wilayah, pertumbuhan populasi terus meningkat (model
pertumbuhan eksponensial) hingga di satu titik ketika sumber daya tidak dapat
memenuhi kebutuhan, pertumbuhan populasi melambat atau bahkan berhenti. Titik ini
menggambarkan tingkat daya dukung suatu wilayah.
Kaitan antara populasi dan jumlah sumber daya dianalisis dalam analisis daya
dukung. Hasil analisis daya dukung akan menyangkut masalah kemampuan (daya
dukung) suatu wilayah dalam mendukung semua aktivitas masyarakat dan rencana
pengembangan wilayah itu. Seiring perkembangan, daya dukung wilayah tidak hanya
mengenai jumlah sumber daya, tetapi juga kemampuan untuk mendukung
penyelenggaraan hak asasi yang sama untuk semua manusia, keberagaman budaya dan
biodiversivitas yang terjaga serta perkembangan intelektual, kreativitas seni dan
teknologi.
Ada beberapa manfaat analisis daya dukung lahan bagi perencanaan
pengembangan wilayah, di antaranya sebagai berikut.
1) Mengetahui sejauh mana suatu wilayah masih mampu mendukung perkembangan
aktivitas kegiatan yang dibutuhkan oleh penduduk dengan melihat pertumbuhan
penduduk di wilayah tersebut.
2) Memberikan informasi kepada para perencana atau pihak lain yang akan
mengembangkan potensi wilayah tersebut, terutama ketika daya dukung wilayah
itu sudah tidak memadai.
3) Menjadi alat untuk menyosialisasikan dan mengembangkan tingkat kesadaran
berbagai pihak tentang perlunya menjaga kelestarian lingkungan.
1) Daya Dukung Lahan pertanian
Daya dukung lahan pertanian adalah kemampuan lahan untuk menghasilkan
tanaman pangan agar manusia dapat hidup layak. Menurut Odum, dkk., konsep
daya dukung lahan pertanian dipengaruhi oleh kondisi sosial dan kondisi fisik
suatu wilayah. Kondisi sosial mencakup jumlah penduduk dan kebutuhan fisik
minimum (kebutuhan pangan per kapita per tahun). Sementara itu, kondisi fisik
wilayah mencakup luas lahan panen dan produktivitas lahan. Menurut Moniaga,
analisis daya dukung lahan pertanian dapat digunakan untuk mengetahui daya
dukung lahan terhadap kebutuhan kalori penduduk. Analisis daya dukung lahan
pertanian juga dapat digunakan untuk mengetahui apakah suatu wilayah
merupakan wilayah swasembada pangan didasarkan pada kebutuhan kalori
penduduk. Untuk menghitung daya dukung lahan pertanian, rumus berikut dapat
digunakan.
= /
/
= daya dukung lahan pertanian
Lp = luas lahan panen (ha)
Pd = jumlah penduduk (jiwa)
KFM = kebutuhan fisik minimum (kg/kapita/tahun)
Pr = produksi lahan rats-rats per hektar (kg/ha)
Berdasarkan rumusan ini, daya dukung lahan pertanian dapat dikelompokkan
dalam tiga klasifikasi berikut.
1) Jika nilai > 1,daya dukung lahan pertaniannya tinggi. Nilai ini menjadi
indikator bahwa hasil produksi padi pada satuan lahan dapat mencukupi
kebutuhan pangan penduduk.
2) Jika nilai = 1, daya dukung lahan pertaniannya optimal. Nilai ini menjadi
indikator bahwa terjadi keseimbangan antara kebutuhan pangan penduduk dan
kemampuan wilayah dalam memproduksi padi.
3) Jika nilai < 1, daya dukung lahan pertaniannya rendah. Nilai ini menjadi
indikator bahwa hasil produksi padi pada satuan lahan tidak dapat mencukupi
kebutuhan pangan penduduk.
Coba perhatikan soal berikut.
Diketahui:
Penduduk di suatu wilayah berjumlah 10.000 jiwa. Kebutuhan fisik minimumnya
sebesar 75 kg/ kapita/tahun. Luas lahan panen yang ada sebesar 500 ha dengan
produksi lahan rata-rata per hektare sebesar 2.5 ton/ha.
Ditanya:
Berapa daya dukung lahan pertanian di wilayah tersebut?
jawab:
= /
/
= 500/10.000
75/2500
= 0,05
0,03
= 1,7
Daya dukung lahan pertanian di daerah tersebut sebesar 1,7. Hal ini menunjukkan
daerah tersebut memiliki daya dukung lahan pertanian yang tinggi.
Menurut Moniaga (2012), analisis daya dukung lahan pertanian perlu
dilakukan untuk mengetahui kemampuan lahan dalam menyediakan pangan untuk
memenuhi kebutuhan penduduk di suatu wilayah.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 41 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Lahan pertanian pangan Berkelanjutan mengatur mengenai
penataan kembali pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria
untuk mengatasi terjadinya degradasi, alih fungsi dan fragmentasi lahan pertanian
yang telah mengancam daya dukung wilayah secara nasional dalam menjaga
kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan Negara Republik Indonesia.
2) Daya Dukung Lahan Permukiman
Menurut Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 11/
Permen/M/2008 tentang Pedoman Keserasian Kawasan Perumahan dan
Permukiman, permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan
lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan
yang mendukung perikehidupan dan penghidupan yang dilengkapi dengan
prasarana dan sarana lingkungan, dan tempat kerja yang memberikan pelayanan
dan kesempatan kerja terbatas.
Karakteristik lahan untuk permukiman dinilai berdasarkan karakteristik lahan
yang memengaruhi fondasi bangunan, kenyamanan, kelestarian, keselamatan
bangunan, kekuatan batuan, tingkat pelapukan, tekstur tanah, bahaya longsor,
banjir dan permeabilitas tanah. Kriteria-kriteria lahan permukiman mencakup
kemiringan lereng, curah hujan, daya dukung tanah, drainase, jenis tanah dan tidak
pada daerah labil.
Dalam pengembangan kawasan permukiman, perlu diperhatikan keserasian
tata kehidupan manusia dengan lingkungan hidup. Untuk itu, perlu ada klasifikasi
kawasan berdasarkan lokasi geografi. Klasifikasi kawasan berdasarkan lokasi
geografi merupakan perbedaan karakteristik fisik kawasan yang diakibatkan oleh
perbedaan intensitas dan kepadatan wilayah. Dalam klasifikasi ini, ada tujuh zona
sebagaimana terlihat pada tabel berikut.
Tabel 1.3 Tujuh Zona Klasifikasi Kawasan berdasarkan Tingkat Kepadatan
Hunian
No. Zona Definisi Tingkat kepadatan
hunian
1 Zona Lindung Wilayah yang ditetapkan dengan fungsi Kepadatan 0
utama melindungi kelestarian jiwa/ha dan jumlah
lingkungan hidup yang mencakup rumah 0 unit/ha
sumber daya alam dan sumber daya
buatan, yang merupakan wilayah tidak
sesuai untuk permukiman karena
kondisi kelerengan, hidrologi, flora,
fauna maupun budaya yang memerlukan
perlindungan wilayah yang sangat ketat.
2 Zona Wilayah yang mempunyai kegiatan Kepadatan lebih
Perdesaan utama pertanian, termasuk pengelolaan
sumber daya alam, yang dapat berupa kecil dari 50
wilayah persawahan, perkebunan,
pegunungan, di sekitar kawasan lindung, jiwa/ha dan jumlah
dan wilayah lainnya yang dicirikan
dengan dominasi lingkungan alamiah, rumah paling
serta pertumbuhan permukiman yang
cukup lambat. banyak 15 unit/ha
3 Zona Wilayah perbatasan kota dengan desa, Kepadatan antara
Pinggiran Kota Kepadatan antara 51 yang 51 sampai dengan
memperlihatkan dimulainya! sampai 100 jiwa/ha dan
dengan 100 pertumbuhan permukiman jumlah rumah
secara cukup jiwa/ha dan signifikan. paling banyak 25
unit/ha
4 Zona Wilayah yang mempunyai kegiatan Kepadatan antara
perkotaan utama bukan pertanian, dengan susunan 101 sampai dengan
fungsi kawasan sebagai tempat 300 jiwa/ha dan
permukiman perkotaan, pemusatan dan jumlah rumah
distribusi pelayanan jasa pemerintahan, paling banyak 75
pelayanan social dan pelayanan unit/ha
ekonomi.
5 Zona Pusat Wilayah perkotaan inti dengan Kepadatan antara
Kota kepadatan penduduk tinggi, yang 301 sampai dengan
mempunyai keterkaitan fungsional 500 jiwa/ha dan
dengan wilayah di sekitarnya melalui jumlah rumah
sistem jaringan prasarana wilayah yang paling banyak 125
terintegrasi. unit/ha
6 Zona Wilayah perkotaan inti dengan Kepadatan lebih
Pusat Kota kepadatan penduduk sangat tinggi, dan besar dari 501
Metropolitan secara regional merupakan pusat jiwa/ha dan jumlah
pertumbuhan wilayah yang terintegrasi rumah paling
dengan pusat-pusat kota di sekitamya, banyak 300 unit/ha
serta merupakan pusat kota yang
mempunyai peran besar dalam
perekonomian negara.
7 Zona Wilayah yang memiliki makna historis Sesuai dengan
Preservasi maupun kultural yang mendukung ketentuan yang
ketentuan yang struktur sejarah kota berlaku di daerah
sehingga berlaku di daerah memerlukan masing-masing
upaya proteksi yang ketat
masing-masing. terhadap lingkungan
yang ada.
Sumber : Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. II/Permen/M/2008
Setiap wilayah mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam
menyediakan lahan permukiman. Kemampuan suatu wilayah untuk menyediakan
lahan permukiman yang dapat menampung jumlah penduduk tertentu untuk
bertempat tinggal secara layak disebut dengan istilah daya dukung wilayah untuk
permukiman. Daya dukung wilayah untuk permukiman dapat dihitung dengan
rumus seperti berikut.
LPm/JP
DDPm = ∝
DDPm = Daya dukung permukiman
LPm = Luas lahan yang layak untuk permukiman (m)
JP = Jumlah penduduk
= koefisien luas kebutuhan ruang per kapita (m kapita)
Luas lahan yang layak untuk permukiman dapat diketahui dengan rumus berikut.
LPm = LW - (LKL + LKRB)
LPm = Luas lahan yang layak untuk permukiman
LW = Luas wilayah
LKL = Luas kawasan lindung
LKRB = Luas kawasan rawan bencana
Berdasarkan rumusan ini, daya dukung wilayah untuk pemukiman dapat
dikelompokkan dalam tiga klasifikasi berikut.
1) Jika DDPm > 1, daya dukung lahan permukimannya tinggi. Nilai ini menjadi
indikator bahwa wilayah itu memiliki kemampuan untuk menampung
penduduk bermukim.
2) Jika DDPm = 1, daya dukung wilayah untuk pemukiman optimal. Nilai ini
menjadi indikator bahwa terjadi keseimbangan antara kebutuhan untuk
bermukim dan kemampuan wilayah untuk menampung penduduk bermukim.
3) Jika DDPm < 1, daya dukung wilayah untuk permukiman rendah. Nilai ini
menjadi indikator bahwa wilayah tidak mampu menampung penduduk untuk
bermukim.
Coba perhatikan soal berikut.
Diketahui
Ada suatu wilayah dengan luas 163 ha. Jumlah penduduk yang bermukim di
wilayah itu sebanyak 100.000 jiwa. Koefisien luas kebutuhan ruang per kapita
sebesar 133 m2/kapita. Di wilayah itu, ada kawasan lindung seluas 59 ha. Selain
itu, ada juga kawasan rawan bencana seluas 40 ha.
Ditanya :
Apakah daya dukung wilayah itu untuk permukiman cukup tinggi?
Jawab:
Terlebih dahulu kita harus mengetahui luas lahan yang layak untuk permukiman.
Luas lahan yang layak untuk permukiman di wilayah itu adalah sebagai berikut.
LPm = LW - (LKL + LKRB)
LPm = 163ha - (59 ha + 40ha)
LPm = 64 ha
LPm = 640.000 m
Setelah mengetahui luas lahan yang layak untuk permukiman di wilayah itu, kita
menghitung berapa daya dukung permukiman di wilayah itu dengan rumus
sebagai berikut.
LPm/JP
DDPm = ∝
640.000/100.000
DDPm =
133
DDPm = 0,48
Dari perhitungan di atas, tampak bahwa DDPm-nya sebesar 0,48. Angka ini
menunjukkan daya dukung wilayah ini untuk permukiman rendah. Ini berarti
bahwa wilayah tersebut tidak mampu menampung penduduk untuk bermukim.
3) Daya Dukung Fungsi Lindung
Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam distribusi peruntukan ruang adalah
daya dukung fungsi lindung. Daya dukung fungsi lindung merupakan kemampuan
suatu wilayah dengan berbagai aktivitas penggunaan lahan di wilayah tersebut
untuk menjaga keseimbangan ekosistem (kawasan lindung) pada suatu luasan
wilayah tersebut. Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya
alam, sumber daya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan
pembangunan berkelanjutan. Penentuan daya dukung lingkungan hidup dilakukan
dengan cara mengetahui kapasitas lingkungan alam dan sumber daya untuk
mendukung kegiatan manusia/penduduk yang menggunakan ruang bagi
kelangsungan hidup. Untuk mengetahui seberapa besar daya dukung fungsi
lindung suatu wilayah, rumus berikut dapat digunakan.
DDL = Lgl1 . 1 + Lgl2 . 2 + Lgl3 . 3 ... Lgln . n
LW
DDL = daya dukung fungsi lindung
Lgln = luas guna lahan jenis n (ha)
n = koefisien lindung untuk guna lahan n
LW = luasan wilayah (ha)
Menurut Rusthon, nilai koefisien lindung berbeda-beda. Nilai koefisien lindung
bergantung pada penggunaan lahan. Coba perhatikan tabel berikut.
No. Penggunaan Lahan Koefisien Lindung
1 Cagar alam 1,00
2 Suaka margasatwa 1,00
3 Taman wisata 1,00
4 Taman buru 0,82
5 Hutan lindung 1,00
6 Hutan cadangan 0,61
7 Hutan produksi 0,68
8 Perkebunan 0,54
9 Perkebunan rakyat 0,42
10 Persawahan 0,46
11 Ladang/tegalan 0,21
12 Padang rumput 0,28
13 Danau/tambak 0,98
14 Tanaman kayu 0,37
15 Permukiman 0,18
16 Tanah kosong 0,01
Nilai daya dukung fungsi lindung berkisar antara 0-1 dengan kualifikasi sebagai
berikut.
1) Jika nilai DDL berkisar antara 0-0,20, daya dukung fungsi lindungnya sangat rusak.
2) Jika nilai DDL berkisar antara 0,20-0,40, daya dukung fungsi lindungnya rusak
3) Jika nilai DDL berkisar antara 0,40-0,60, daya dukung fungsi lindungnya sedang
4) Jika nilai DDL berkisar antara 0,60-0,80, daya dukung fungsi lindungnya baik.
5) Jika nilai DDL berkisar antara 0,80-1, daya dukung fungsi lindungnya sangat baik.
Coba perhatikan soal berikut.
Diketahui:
Penggunaan lahan di suatu wilayah pada tahun 2017 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel Penggunaan Lahan di Suatu Wilayah Tahun 2017
No. Penggunaan Tanah Luas (Ha)
1 Pemukiman 1.800
2 Persawahan 3.000
3 Cagar alam 800
4 Hutan lindung 500
5 Hutan cadangan 300
6 Hutan produksi 200
7 Perkebunan rakyat 1.200
Total 7.800
Ditanya :
Apakah daya dukung fungsi lindung di wilayah itu sangat baik ?
Lgl1 . 1 + Lgl2 . 2 + Lgl3. 3 + Lgl4 . 4 + Lgl5 . 5 + Lgl6 . 6 + Lgl7 . 7
DDL =
LW
(1.800 x 0,18)+(3.000 x 0,46)+(800 x 1,00)+(500 x 1,00)+(300 x 0,61)+(200 x 0,68)+(1.200x0,42)
DDL =
7.800
324 + 1.380 + 800 + 500 + 183 + 136 + 504
DDL =
7.800
3.827
DDL =
7.800
DDL = 0,49
Nilai D menunjukkan daya dukung fungsi lindung wilayah itu sangat rusak. Kondisi
itu saja perlu segera diperbaiki karena kelestarian lingkungan sangat diperlukan untuk
mendukung aktivitas pembangunan berkelanjutan.
4) Daya Dukung Ekonomi Wilayah
Daya dukung ekonomi wilayah (DDE) adalah kemampuan perekonomian suatu
wilayah dalam mendukung konsumsi penduduk di wilayah tersebut. Besarnya
daya dukung ekonomi suatu wilayah dapat dilihat dengan menggunakan rumus
sebagai berikut.
DDE =
×
DDE = Daya dukung ekonomi wilayah
PDRBtot = Produk domestik regional bruto (Rp)
JP = jumlah penduduk (Jiwa)
K = Konsumsi penduduk per kapita (Rp)
Daya dukung ekonomi suatu wilayah dapat dikelompokkan dalam kualifikasi
sebagai berikut.
1) Jika nilai DDE > 1, potensi ekonomi wilayah mampu mendukung kebutuhan
dan konsumsi penduduk.
2) Jika nilai DDE= 1, potensi ekonomi wilayah seimbang dengan kebutuhan dan
konsumsi penduduk.
3) Jika nilai DDE < 1, potensi ekonomi wilayah tidak mampu mendukung
kebutuhan dan konsumsi penduduk.
Coba perhatikan soal berikut.
Diketahui:
Di suatu wilayah, jumlah penduduknya sebesar 15.043 jiwa. Produk domestik
regional bruto wilayah tersebut atas dasar harga berlaku sebesar
Rp 11.154.750.000. Sementara itu, produk domestik regional bruto wilayah
tersebut atas dasar harga konstan sebesar Rp 4.802.650.000. Konsumsi penduduk
per kapitanya sebesar Rp462.287.
Ditanya:
Apakah daya dukung ekonomi di wilayah ini mampu memenuhi kebutuhan dan
konsumsi penduduknya?
Jawab:
Berdasarkan harga berlaku, maka:
DDE =
×
DDE = 11.154.750.000
15.043 × 462.287
DDE = 1,6
Berdasarkan harga berlaku, potensi ekonomi wilayah mampu mendukung
kebutuhan dan konsumsi penduduk.
Berdasarkan harga konstan maka :
DDE =
×
DDE = 4.802.650.000
15.043 × 462.287
DDE = 0,69
Berdasarkan harga konstan, potensi ekonomi wilayah tidak mampu mendukung
kebutuhan dan konsumsi penduduk.
5) Daya Dukung Ekologi
Daya dukung ekologi merupakan tingkat maksimum (baik jumlah maupun
volume) pemanfaatan suatu sumber daya atau ekosistem yang dapat diakomodasi
oleh suatu wilayah sebelum terjadi penurunan kualitas ekologis. Daya dukung
ekologis dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
DDE =
DDE = Daya dukung ekologis
BK = Biokapasitas (ha/orang). Biokapasitas adalah kemampuan ekosistem
menyediakan dan memproduksi bahan alami serta menyerap materi
limbah manusia.
JE = Jejak ekologis. Jejak ekologis adalah suatu besaran daerah imajiner yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhannya dan membuang atau
mengasimilasi limbah yang dihasilkannya.
Daya dukung ekologis suatu wilayah dapat dikelompokkan dengan kualifikasi
sebagai berikut.
1) Jika nilai DDE > 1, ekosistem di wilayah itu mampu mendukung penduduk
yang berdiam di dalamnya (ecological debt). Ekosistem di wilayah itu
mengalami surplus.
2) Jika nilai DDE < 1, ekosistem di wilayah itu tidak mampu mendukung
penduduk yang berdiam di dalamnya (ecological deficit). Ekosistem di
wilayah itu mengalami overshoot (kelebihan beban) di mana jejak ekologis
mengalami biokapasitas.
Coba perhatikan soal berikut.
Diketahui:
Biokapasitas suatu wilayah sebesar 0,128. Adapun jejak ekologisnya sebesar 0,12.
Ditanya:
Berapa daya dukung ekologis wilayah tersebut?
Jawab:
DDE =
DDE = 0,128
0,12
DDE = 1,07
Ini berarti daya dukung ekologis wilayah tersebut cukup baik. Ekosistem di
wilayah itu mampu mendukung penduduk yang berdiam di dalamnya (ecological
debt). Ekosistem di wilayah itu mengalami surplus.
g. Tujuan Pembangunan Wilayah
Pembangunan Negara Republik Indonesia diperlukan untuk mewujudkan cita-cita
nasional seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yaitu berkehidupan kebangsaan yang bebas, bersatu,
berdaulat, adil, dan makmur. Adapun tujuan pembangunan wilayah menurut
Bagdja Muljarijadi, seorang ahli Perencanaan Pembangunan, antara lain sebagai
berikut.
1) Membentuk "institusi" baru yang mendukung perekonomian daerah.
2) Mengembangkan industri alternatif.
3) Meningkatkan kapasitas pekerja untuk menghasilkan produk yang lebih baik.
4) Mencari pasar yang lebih luas.
5) Ada transfer teknologi.
6) Membuka peluang investasi bagi para pengusaha.
Sementara itu, menurut Nugroho dan Dahuri, tujuan pelaksanaan pembangunan
wilayah antara lain sebagai berikut.
1) Memberi perlindungan sosial dan ekonomi bagi keadaan sebagai akibat dan
kemiskinan dan ketimpangan serta sumber daya alam yang mengalami
tekanan.
2) Menyediakan media bagi beroperasinya mekanisme pasar secara efisien dan
adil serta memperbaiki kualitas aliran beragam sumber daya secara
berkelanjutan (sustainable).
3) Menyediakan perangkat bagi aspek perencanaan pembangunan.
4) Membangun sistem kelembagaan untuk memperbaiki dan menyempurnakan
pembangunan.
h. Wilayah Pembangunan di Indonesia
Menurut Rancangan Awal RPJMN (rencana pembangunan jangka menengah
nasional) 2015-2019, isu utama pembangunan wilayah nasional adalah masih
besarnya kesenjangan antarwilayah, khususnya kesenjangan pembangunan antara
kawasan barat Indonesia (KBI) dan kawasan timur Indonesia (KTI). Itulah
sebabnya arah kebijakan utama pembangunan wilayah nasional difokuskan untuk
mempercepat pengurangan kesenjangan pembangunan antarwilayah.
Terdapat tujuh wilayah pembangunan di Indonesia. Pengembangan
ketujuh wilayah itu didasarkan pada potensi dan keunggulan daerah, serta lokasi
geografis yang strategis di setiap wilayah. Adapun tema pengembangan wilayah
di setiap wilayah adalah sebagai berikut.
I) Pembangunan Wilayah Pulau Sumatera sebagai salah satu pintu gerbang
Indonesia dalam perdagangan internasional dan lumbung energi nasional,
diarahkan untuk pengembangan hilirisasi komoditas batu bara, serta
industri berbasis komoditas kelapa sawit, karet, timah, bauksit, dan kaolin.
II) Pembangunan Wilayah Pulau Jawa-Bali sebagai lumbung pangan nasional
dan pendorong sektor industri dan jasa nasional dengan pengembangan
industri makanan-minuman, tekstil, otomotif, alat utama sistem pertahanan
(alutsista), telematika, kimia, alumina dan besi baja; salah satu pintu
gerbang destinasi wisata terbaik dunia dengan pengembangan ekonomi
kreatif; serta percepatan pembangunan ekonomi berbasis maritim (kelautan)
melalui pengembangan industri perkapalan dan pariwisata bahari.
III) Pembangunan Wilayah Pulau Kalimantan sebagai salah satu paru-paru
dunia dengan mempertahankan luasan hutan Kalimantan; dan lumbung
energi nasional dengan pengembangan hilirisasi komoditas batu bara; serta
pengembangan industri berbasis komoditas kelapa sawit, karet, bauksit,
bijih besi, gas alam cair, pasir zirkon dan pasir kuarsa, serta pengembangan
food estate (usaha budi daya tanaman skala luas yang dilakukan dengan
konsep pertanian sebagai sistem industrial yang berbasis iptek, modal, serta
organisasi dan manajemen modern).
IV) Pembangunan Wilayah Pulau Sulawesi sebagai salah satu pintu gerbang
Indonesia dalam perdagangan internasional dan pintu gerbang kawasan
timur Indonesia dengan pengembangan industri berbasis logistik; serta
lumbung pangan nasional dengan pengembangan industri berbasis kakao,
padi, jagung; dan pengembangan industri berbasis rotan, aspal, nikel, dan
biji besi; serta percepatan pembangunan ekonomi berbasis maritim
(kelautan) melalui pengembangan industri perikanan dan pariwisata bahari.
V) Pembangunan Wilayah Kepulauan Nusa Tenggara sebagai pintu gerbang
pariwisata ekologis melalui pengembangan industri meeting, incentive,
convention, exhibition (MICE); penopang pangan nasional dengan
percepatan pembangunan perekonomian berbasis maritim (kelautan)
melalui pengembangan industri perikanan, garam, dan rumput laut;
pengembangan industri berbasis peternakan terutama sapi, jagung; serta
pengembangan industri mangan, dan tembaga.
VI) Pembangunan Wilayah Kepulauan Maluku sebagai produsen makanan laut
dan lumbung ikan nasional dengan percepatan pembangunan perekonomian
berbasis maritim (kelautan) melalui pengembangan industri berbasis
komoditas perikanan; serta pengembangan industri pengolahan berbasis
nikel, dan tembaga.
VII) Pembangunan Wilayah Pulau Papua sebagai lumbung pangan melalui
pengembangan industri berbasis komoditas padi, jagung, kedelai, kacang
tanah, sagu, ubi, sayur dan buah-buahan, serta pengembangan peternakan
dan tanaman non-pangan, seperti tebu, karet, dan kelapa sawit; percepatan
pembangunan ekonomi berbasis maritim (kelautan) melalui pengembangan
pariwisata bahari; serta lumbung energi di kawasan timur Indonesia melalui
pengembangan minyak, gas bumi, dan tembaga.
Gambar 1.20 Wilayah perkembangan di Indonesia berdasarkan tema pengembangan
di masing-masing wilayah.
i. Pembangunan Wilayah Berkelanjutan
Pada tahun 1987, Komisi Lingkungan dan Pembangunan Dunia (The World
Commission on Environment and Development [WCED]) memperkenalkan
istilah "pembangunan berkelanjutan (sustainable development)." Komisi ini
menyadari bahwa masalah lingkungan tidak dapat dipisahkan dari masalah lain,
seperti kemiskinan dan disintegrasi sosial. Komisi ini menganggap pembangunan
berkelanjutan sebagai pilihan untuk meminimalkan risiko penciptaan masalah
baru atau memperburuk masalah yang sudah ada. pembangunan berkelanjutan
diasumsikan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini, tanpa
mengurangi kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhan
mereka sendiri" (WCED, 1987).
Pada tahun 1993, Mohan Munasinghe membahas tiga pendekatan
terhadap pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan
membutuhkan analisis yang seimbang dan terpadu dari tiga perspektif utama,
yakni perspektif sosial, ekonomi, dan lingkungan (ekologi). Perhatikan gambar
1.21.
Gambar 1.21. Segitiga perpaduan perspektif sosial, ekonomi, dan lingkungan menurut
Mohan Munasinghe.
Perspektif ekonomi diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan
manusia, terutama melalui peningkatan konsumsi barang dan jasa. Perspektif
lingkungan fokus pada perlindungan integritas dan ketahanan sistem ekologis.
Domain sosial menekankan pengayaan hubungan antarmanusia dan pencapaian
aspirasi individu dan kelompok.
Terkait dengan pembangunan berkelanjutan, menurut Undang-Undang
Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan
terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke
dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta
keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan
generasi masa depan.
Pada September 2015, Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/ SDG) dengan
melibatkan 194 negara anggota PBB, komunitas sipil dan pelaku ekonomi di
seluruh dunia. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDG adalah program 15
tahun sejak 2015 hingga 2030 sebagai usaha untuk menjawab permasalahan
global dalam mengatasi kemiskinan, kesenjangan, dan perubahan iklim. Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan ini merupakan lanjutan dari Tujuan Pembangunan
Milenium (Millenium Development Goals / MDG) yang diselenggarakan tahun
2000 hingga 2015.
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan terdiri dari tujuh belas tujuan global
berikut.
1) Tanpa kemiskinan dengan cara mengentaskan segala bentuk kemiskinan di
semua tempat.
2) Tanpa kelaparan dengan cara mencapai ketahanan pangan dan perbaikan
nutrisi serta menggalakkan pertanian yang berkelanjutan.
3) Kehidupan sehat dan sejahtera dengan cara menggalakkan hidup sehat dan
mendukung kesejahteraan untuk semua usia.
4) Pendidikan berkualitas dengan cara mendorong kesempatan belajar seumur
hidup untuk semua orang serta memastikan pendidikan berkualitas yang layak
dan inklusif.
5) Kesetaraan gender dengan cara mencapai kesetaraan gender dan
pemberdayaan perempuan.
6) Pengadaan air bersih dan sanitasi layak untuk semua.
7) Energi bersih dan terjangkau dengan cara memastikan akses pada energi
terjangkau, dapat diandalkan, berkelanjutan dan modern untuk semua.
8) Pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi dengan cara mempromosikan
pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan inklusif serta menjamin adanya
lapangan pekerjaan yang layak untuk semua.
9) Membangun infrastruktur yang kuat, mempromosikan industrialisasi
berkelanjutan, serta mendorong terciptanya inovasi.
10) Mengurangi kesenjangan di antara negara-negara.
11) Membuat perkotaan menjadi inklusif, aman, kuat, dan berkelanjutan.
12) Memastikan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan.
13) Mengambil kebijakan serta langkah penting untuk melawan perubahan iklim
dan dampaknya.
14) Perlindungan ekosistem laut melakukan optimalisasi penggunaan samudera,
laut, dan sumber daya kelautan secara berkelanjutan.
15) Pengelolaan ekosistem darat dengan cara mengelola hutan secara
berkelanjutan, melawan perubahan lahan menjadi gurun, menghentikan dan
merehabilitasi lahan yang rusak serta menghentikan kepunahan
keanekaragaman hayati.
16) Mencapai perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang tangguh dengan cara
mendorong masyarakat adil, damai, dan inklusif.
17) Menghidupkan kembali kemitraan global demi pembangunan berkelanjutan.
Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 59 Tahun 2017
tentang pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan,
pembangunan berkelanjutan bertujuan untuk hal-hal berikut.
1) Menjaga peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara
berkesinambungan.
2) Menjaga keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat
3) Menjaga kualitas lingkungan hidup serta pembangunan yang inklusif dan
terlaksananya tata kelola yang mampu menjaga peningkatan kualitas
kehidupan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Konferensi Nasional Pembangunan Berkelanjutan (KNPB) atau
Indonesian Summit of Sustainable Development (ISSD) yang dilaksanakan di
Yogyakarta tahun 2004 menghasilkan kesepakatan nasional pembangunan
berkelanjutan berikut.
1) Penegakan komitmen bagi pembangunan yang berkelanjutan melalui
penerapan tiga pilar, yaitu pembangunan ekonomi, sosial, dan perlindungan
lingkungan.
2) Pengentasan kemiskinan, perubahan pola produksi dan konsumsi, serta
pelestarian lingkungan.
3) Peningkatan kemandirian nasional.
4) Penegasan jaminan keragaman sumber daya dan budaya sebagai modal
pembangunan dan perekat bangsa.
5) Penegasan komitmen untuk meneruskan proses reformasi.
6) Penyelenggaraan "good governance" pengelolaan sumber daya alam, pola
produksi, dan konsumsi serta pengembangan kelembagaan yang merupakan
dimensi keberhasilan pembangunan yang berkelanjutan.
7) Perwujudan sumber daya manusia yang terdidik dan cerdas serta memiliki
integritas moral.
8) Pengintegrasian pembangunan berkelanjutan dalam strategi dan program
pembangunan nasional.
9) Pencapaian rencana pelaksanaan pembangunan berkelanjutan yang harus
bermanfaat bagi seluruh masyarakat, khususnya kelompok perempuan,
pemuda, anak-anak, dan kaum rentan.
Pembangunan wilayah tentu saja perlu diterapkan dalam konteks
pembangunan berkelanjutan. Dalam konteks pembangunan berkelanjutan,
dimensi keruangan merupakan hal yang penting. Ini terlihat dari hal-hal berikut.
1) Fenomena lokal memiliki dampak global. Misalnya, pengalihfungsian habitat
alam menjadi lahan pertanian sangat memengaruhi fungsi dan struktur
ekosistem. Hal ini dapat mengurangi ketahanan ekosistem dan memengaruhi
siklus geokimia. Dampaknya, kegiatan ini berkontribusi pada pemanasan
global.
2) Tren global menimbulkan dampak lokal. Misalnya, perubahan iklim global,
pada gilirannya, memiliki konsekuensi lokal dalam hal erosi tanah,
sedimentasi hilir, banjir dan salinisasi.
Tampak bahwa ada hubungan antara fenomena lokal di suatu wilayah dan
fenomena global. Hal ini menunjukkan konsep pembangunan berkelanjutan juga
hendaknya diterapkan dalam pembangunan wilayah. Konsep ini mengacu pada
integrasi prinsip pembangunan berkelanjutan ke dalam praktik pembangunan
wilayah.