MAKALAH
STRATEGI PENERJEMAHAN ARAB-INDONESIA
Mata Kuliah: Dasar-dasar Penerjemah Al-Qur’an Dan Hadits
Dosen Pengampu: Ustadz Abdul Kholiq
Disusun Oleh:
1. ABDUL MUHITH
2. ANANDA GILANG FAJAR ANUGRAH
3. HAIDAR SYAHPUTRA
INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QUR’AN JAKARTA
FAKULTAS USHULUDDIN
TAHUN AKADEMIK 2021
KATA PENGANTAR
ﺍﻟﺴﻼﻡ ﻋﻠﻴﻜﻢ ﻭﺭﺣﻤﺔ ﷲ ﻭﺑﺮﻛﺎﺗﻪ
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena
dengan Nikmat dan Karunia-Nya, kami kelompok 3 dapat menyelesaikan penyusunan
makalah pada mata kuliah Dasar-dasar Penerjemah Al-Qur’an Dan Hadits tentang
“Strategi Penerjemahan Arab-Indonesia”. Shalawat dan Salam semoga selalu tercurah
limpahkan kepada Nabi Muhammad ShallaAllahu‘alaihi Wa Sallam.
Penyusunan makalah ini hanyalah sebatas pengetahuan yang kami miliki.
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada
mata kuliah Dasar-dasar Penerjemah Al-Qur’an Dan Hadits. Selain itu, penyusunan
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang “Strategi Penerjemahan
Arab-Indonesia” bagi teman-teman dan tentunya juga bagi kami, serta diharapkan kita
semua dapat memahami bagaimana strategi penerjemahan dari bahasa Arab ke bahasa
Indonesia.
Kami mengucapkan terima kasih kepada ustadz Abdul Kholiq sebagai dosen
pengampu pada mata kuliah Dasar-dasar Penerjemah Al-Qur’an Dan Hadits yang telah
memberikan tugas makalah ini kepada kami, sehingga dapat menambah pengetahuan
dan wawasan bagi kami.
Kami menyadari bahwa makalah kami ini banyak kekurangan dan masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan untuk kesempurnaan makalah ini.
ﻭﺍﻟﺴﻼﻡ ﻋﻠﻴﻜﻢ ﻭﺭﺣﻤﺔ ﷲ ﻭﺑﺮﻛﺎﺗﻪ
Jakarta, 25 September 2021
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Rumusan Masalah
Tunjuan Pembahasan
BAB II PEMBAHASAN
Taqdim Wa Ta’khir
Tahdzif
Ziyadah
Tabdil
Praktik Menerjemah Surat Ash-Shaaffaat 6-7, 83-86, 99
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Quran adalah warisan Nabi Muhammad SAW yang paling berharga
bagi umat Islam, yang patut dijaga dan dilestarikan. Apabila para sahabat,
tabi’in dan ulama ulama begitu gigih melestarikan Al-Quran dengan baik
dengan pengumpulannya, penulisannya, penafsirannya, dan penerjemahannya
maka kita pun dituntut untuk melestarikan Al-Quran dengan kemampuan yang
kita miliki. Seperti dengan gerakan penerjemahan Al-Quran ke dalam berbagai
bahasa di dunia.
Penerjemahan Al-Quran menjadi penting karena stagnasi penerjemahan
Al-Quran akan dibarengi dengan penguatan penerjemahan destruktif, suatu
upaya yang sistematis yang sengja dibuat untuk membentuk opini publik yang
tidak menguntungkan umat Islam. Maka gerakan penerjemahan harus
dihidupkan bukan ditiadakan atau hanya cukup berdasarkan penerjemahan
resmi pemerintah.
Dalam mempelajari dasar-dasar penerjemahan Al-Quran, diperlukan
strategi strategi dan cara-cara tertentu agar memudahkan penerjemah dalam
menerjemahkan Al-Quran dari bahasa sumber (Bsu) ke dalam bahasa sasaran
(Bsa).
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Taqdim Wa Ta’khir ?
2. Apa itu Tahdzif ?
3. Apa itu Ziyadah ?
4. Apa itu Tabdil ?
5. Bagaimana praktik terjemah QS. Ash-Shaaffaat ayat 6-7, 83-86, dan 99 ?
C. Tunjuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui strategi dalam penerjemahan dari bahasa Arab ke bahasa
Indonesia, khususnya ketika menerjemahkan Al-Qur’an.
2. Untuk memahami model dan dinamika dalam penerjemahan dari bahasa Arab
ke bahasa Indonesia, khususnya ketika menerjemahkan Al-Qur’an.
3. Untuk memahami praktik dalam penerjemahan dari bahasa Arab ke bahasa
Indonesia, khususnya ketika menerjemahkan Al-Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
a. Taqdim Wa Ta’khir (Mendahulukan Dan Mengakhirkan)
Taqdim Wa Ta’khir dalam Al-Quran adalah penyebutan suatu lafazh
dengan mendahulukan atau mengakhirkan atas lafazh yang lain. Jika
penyebutannya mendahului, maka lafazh tersebut disebut Muqaddam.
Sebaliknya, lafazh yang disebutkan setelahnya adalah Muakhkhar.
Secara esensial (hakikat), jika lafazh dalam redaksi Al-Quran yang
mengandung Muqaddam Muakhkhar tersebut dibolak-balik, maka tidak
mempengaruhi dari apa yang dikandung olehnya. Namun, kaidah Muqaddam
dan Muakhkhar ini bisa mempertegas apa yang diinginkan oleh teks Al-Quran
sekaligus memperindah dalam segi redaksinya.
Strategi ini mengharuskan seorang penerjemah mengedepankan kata
dalam bahasa sumber (Bsu) yang diakhirkan dalam bahasa sasaran (Bsa) dan
mengakhirkan kata bahasa sumber (Bsu) yang dikedepankan dalam bahasa
sasaran (Bsa).1
Bahasa Sumber Bahasa Sasaran
ﻗﺪ ﺣﺪﺩ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﺍﻟﺘﻌﺪﺩ ﺑﺎﻟﺰﻭﺍﺝ
Islam telah membatasi poligami
654 3 2 1
31 2 456
Pada contoh tersebut, kata dalam Bsu yang semula berurutan 123456, saat
diterjemahkan urutannya berubah menjadi 312456, ada yang kata asalnya didahulukan
dalam Bsu, kemudian ketika diterjemahkan kata tersebut diakhirkan. Ini terkait dengan
kaidah pembuatan kalimat antara Bsu dan Bsa yang berbeda. Dalam Bsu,
dimungkinkan kalimat dengan urutan 123456, sementara dalam Bsa tidak
dimungkinkan adanya kalimat dengan urutan kalimat seperti itu.
Pada kitab al-Itqan fi Ulum al-Quran, masalah ini dibagi menjadi dua macam.
Pertama, yang maknanya musykil, ditinjau dari sisi zahirnya. Ketika diketahui
bahwa hal itu termasuk dari bab yang didahulukan dan diakhirkan maka maknanya
menjadi jelas. Bagian ini layak untuk dijadikan kitab tersendiri. Ulama salaf telah
memberikan perhatian terhadap permasalahan ini pada beberapa ayat.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Qatadah pada firman Allah :
ۡ ُ َو ۡ ُ 0ُ 1ُ َ َ َ ۡ َ َو َ ۡ ِٱ َِ ُ َ ِّ َ ُ َ ُ "ُ ِ! ُ ٱ#َ ِ أَ ۡ* َ)ٰ(ُ ُ ۡ َوأَ ۡو َ'ٰ ُ ُ ۡۚ إ+َ ,ۡ -ِ ۡ .ُ /َ َو
أ أن
ُ!و َن1ِ ٰ2َ
“Dan janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu.
Sesungguhnya Allah menghendaki akan mengazab mereka di dunia dengan harta dan
anak-anak itu” (QS. AtTaubah: 85). Dia berkata, “Ini termasuk pembicaraan yang
didahulukan dan diakhirkan. Maknanya adalah ‘janganlah harta-harta dan anak-anak
mereka itu menarik hatimu pada kehidupan dunia.Tetapi Allah itu hendak menyiksa
mereka di akhirat.”
Dia meriwayatkan darinya pada ayat :
4ّٗ 0َ 5 7ٞ 8َ َ َن (ِ َا ٗ* َوأ:َ َ; +َ ِ<ّ َ@ ۡ? ِ*> ر,َ Aَ ٞB#َ ِCَ /َ Dۡ َ(َو
“Dan sekiranya mereka tidak ada sesuatu ketetapan dari Allah yang telah
terdahulu dan tidak ada ajal yang telah ditentukan, pasti (adzab itu) menimpa mereka”
(QS. Thaha: 129). Dia berkata, “Ini termasuk pembicaraan yang didahulukan dan
diakhirkan. Maknanya adalah ‘jika tidak karena ketetapan dan ajal yang pasti maka
jadilah itu hal yang pasti’.
Kedua, yang maknanya tidak demikian. Al-‘Allamah Syamsuddin bin ash-
Shaigh telah menyusun sebuah kitab tentang hal ini yang berjudul al-Muqaddimah fi
Sirril Alfadz alMuqaddamah. Dia berkata, “Hikmah yang umum pada masalah ini
adalah untuk memberikan perhatian kepadanya, seperti yang dikatakan oleh Imam
Sibawaih di dalam kitabnya, ‘Mereka mendahulukan sesuatu yang lebih penting untuk
dijelaskan dan lebih diperhatikan’.
b. Tahdzif (Membuang)
Strategi ini mengharuskan seorang penerjemah untuk membuang kata
dalam Bsa yang disebut dalam Bsu.
Bahasa Sumber Bahasa Sasaran
Suatu hari Ahmad (pergi) mengunjungi
ﻓﻲ ﻳﻮﻡ ﻣﻦ ﺍﻷﻳﺎﻡ ﺫﻫﺐ ﺃﺣﻤﺪ ﻟﺰﻳﺎﺭﺓ ﺃﻣﻪ ibunya
910 78 6 5 4 3 2 1
1 26 5 8
910
Pada contoh tersebut, jumlah kata dalam Bsu yang semula berjumlah 10 kata,
ketika diterjemahkan menjadi 7 kata. Ada beberapa kata yang tidak diterjemahkan,
karena kata-kata itu tidak perlu untuk kepetingan pengalihan Bsu ke Bsa. Bahkan,
apabila kata-kata itu dimunculkan dan tidak dibuang, maka mungkin pesannya menjadi
menyimpang.
c. Ziyadah (Memambahkan)
Kata Ziyadah secara etimologi berakar dari huruf ﺯ-ﻱ- ﺩyang berarti tambahan,
kelebihan. Secara terminologi, ulama berbeda pendapat tentang definisi ziyadah
yangsatu sama lain saling berkaitan, meskipun ada perbedaan yang signifikan.
Perbedaan itu disebabkan tujuan mereka menggunakan ziyadah. Diantara
ulama tersebut adalah:
1) Ulama nahwu mengatakan bahwa ziyadah adalah lafadz yang tidak
memiliki posisi dalam i’rab. Artinya, ziyadah bagi mereka bukan
terletak pada makna, tapi terletak pada lafadz-lafadz tersebut.
Begitupun yang dimaksud oleh ulama tashrif.
2) Ulama bahasa berpendapat bahwa ziyadah adalah penambahan huruf
atau lafadz yang tidak mempunyai arti dan faedah sama sekali, hanya
sebagai penghias kata.
3) Ulama tafsir cenderung berpendapat sama dengan ulama nahwu,
terlebih bahwa ziyadah tidak mungkin terjadi dalam Al-Quran jika yang
dimaksud ziyadah adalah penambahan huruf atau lafadz yang tidak
berfaedah atau sia-sia. Hanya ulama tafsir memperingatkan agar
waspada menggunakan istilah ziyadah karena dapat menimbulkan
kesalahpahaman dan kebimbangan dalam masyarakat awam.
Berdasarkan penjelasan tersebut, yang dimaksud ziyadah adalah penambahan
huruf atau lafadz yang mempunyai tujuan dan faedah tertentu yang tidak didapatkan
ketika lafadz tersebut dibuang. Namun, ketika makna dasarnya tidak rusak atau
berubah.
Pada strategi ini penerjemah mengharuskan untuk menambahkan kata dalam
bahasa sumber yang disebut dalam bahasa sasaran.
Contoh:
Bahasa Arab (BSa) Bahasa Indonesia (BSa
ﻣﻬﻢ ﺃﻣﺮ ﺍﻟﻘﺮﺃﻥ ﻓﻬﻢ Memahami Al-Qur’an merupakan hal
4 3 21 1 2 T3
(yang) penting
T4
Pada contoh diatas, kata dalam bahasa sumber berjumlah empat kata,
sedangkan kata dalam terjemahan sasaran berjumlah enam kata. Tambah (T) kata itu
merupakan konsekuensi dari perbedaan struktur dalam Bsu dan Bsa.
Kata tambahan dalam terjemahan sasaran yang terlihat wujud luar nya (secara
leksikal) itu merupakan konsekuensi struktur gramatikal dalam terjemahan sumber
yang mengharuskan demikian. Dalam terjemahan sumber, tidak diharuskah adanya
pemarkah predikat untuk predikat berupa nomina, karena sudah diwakili oleh struktur
gramatikal yang menyimpan hal itu. Sementara dalam terjemahan sasaran, predikat
berupa nomina mengharuskan adanya pemarkah predikat.
d. Tabdil (Mengganti)
Tabdil adalah salah satu strategi penerjemahan Al-Quran dimana penerjemah
harus mengganti struktur kata dalam Bsu dengan memperhatikan makna dalam Bsa.
Strategi mengharuskan seorang penerjemah untuk mengganti struktur kata dalam
bahasa sumber dengan memperhatikan makna dalam bahasa sasaran.
Contoh:
Bahasa Arab (BSa) Bahasa Indonesia (Bsa)
ﻳﺒﺎﻉ ﻻ ﻭ ﻣﺠﺎﻧﺎ ﻳﻮﺯﻉ Gratis atau tidak diperjualbelikan
5 43 2 1
Pada contoh diatas, kata dalam terjemahan sumber yang berjumlah lima kata,
cukup diterjemahkan dengan satu kata atau dua kata saja. Ini terkait dengan kelaziman
penggunaan konsep dari struktur itu dalam terkemahan sasaran. Kapan diterjemahkan
menjadi gratis dan kapan diterjemahkan menjadi tidak diperjualbelikan, sepenuhnya
dikaitkan dengan konteks yang melingkupinya.
e. Praktik Menerjemah Surat Ash-Shaaffaat 6-7, 83-86, 99
1) Surat *As>ٖhٰG-Sَ hۡ Haَ afIِfّ aُ a>t 6*ِّ -7 Jٗ 1ۡ Kِ َو Lِ ِMاDَ Nَ ;ۡ ٱ َۡ ٓ َء ٱ#َ 0( ٱP إِ َز
Fٖ ِر Bٍ Pَ ِ ِ
“Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit dunia (yang terdekat) dengan
hiasan bintang-bintang (6), Dan (Kami) telah menjaganya dari setiap syaithan yang
durhaka (7).”
Dalam menerjemahkan kata Jٗ 1ۡ Kِ dalam potongan ayat tersebut, yang secara
kedudukan i’rab sebagai maf’ul mutlaq, penerjemah menambahkan terjemahan dengan
‘Dan Kami telah menjaganya’ dan tidak hanya menerjemahkan kata Jٗ 1ۡ Kِ semata,
namun menggunakan kata kerjanya/fi’ilnya agar mudah dipahami oleh pembaca.
Dengan demikian, penerjemah dalam hal ini melakukan strategi ziyadah dalam
menerjemahkannya.
Dalam menerjemahkan َ ۡ ٓ َء ٱ#َ 0(ٱ, penerjemah juga menggunakan strategi
ziyadah untuk memberikan pemahaman yang lebih detail kepada pembaca bahwa
lafadz َ ۡ ٱsecara harfiah bermakna yang terdekat. Oleh karenanya, disamping
menerjemahkan secara istilahi, penerjemah menambahkan penjelasan makna َ ۡ ٱ
dengan menambahkan kata-kata yang terdekat yang dia gunakan sebagai penjelas dari
terjemah kata ‘langit’.
Ayat 83-86
ِۦ َ* َذاV*ِ Dۡ Wَ ِ َوV ِ َ َل َW إِ ۡذ Zٍ ِ[Aَ Lٖ [ۡ @َ ِ ۥVُ < ٓ َء َر8َ إِ ۡذ َ ِ ٰ]َ ۡ ^ِ َ ِۦVِ_َ Hِ >*ِ ۞`ن
Xِ
ۥVُ < ٓ َء َر8َ ِۦ َ ِ^ ۡ َ]ٰ ِ َ إِ ۡذVِ_َ Hِ >*ِ ُدو َن ٱ ِ ُ ِ! ُ و َن ۞`نBٗ َ ِ( َءا:ً 1ۡ ِdَ ُ و َن أ,ُ ۡ .َ
ِ ُ ِ! ُ و َن ٱ ُدو َن Bٗ َ ِ (َءا :ً 1ۡ ِdَأ ُ و َن ,ُ ۡ .َ َذا *َ ِۦV*ِ Dۡ َWَو ِV ِ َ َل Wَ إِ ۡذ Zٍ ِ[Aَ Lٖ [ۡ @َ ِ
Xِ
“Dan sungguh, Ibrahim termasuk golongannya (Nuh) (83), (Ingatlah) ketika
dia datang kepada Tuhannya dengan hati yang suci (84), (Ingatlah) ketika dia berkata
kepada ayahnya dan kaumnya, ‘Apakah yang kamu sembah itu?’ (85), Apakah kamu
menghendaki kebohongan dengan sesembahan selain Allah itu (86).”
Dalam terjemahan ayat ini, penerjemah menggunakan strategi taqdim wa
ta’khir, dimana lafadz ِۦVِ_َ Hِ >*ِ `نdalam potongan ayat Al-Quran di atas terletak di
awal ayat diterjemahkan dengan didahulukan letaknya oleh penerjemah, dan dengan
mengakhirkan lafadz laibrahim. Hal ini dilakukan penerjemah untuk menyesuaikan
dengan uslub dan style bahasa sasaran, yaitu bahasa Indonesia, dimana dalam bahasa
Indonesia tidak dikenal struktur bahasa menerangkan-diterangkan (dalam bahasa Arab
yaitu khobar muqaddam dan mubtada muakhkhar).
Dalam menerjemahan potongan ayat 85, penerjemah melakukan strategi
ziyadah dimana penerjemah menambahkan terjemah kata ‘ingatlah’ dimana kata
tersebut tidak ada padanannya dalam Bsu, agar pembaca memberikan perhatian khusus
pada kalimat tersebut.
Dalam menerjemahan potongan ayat 86, penerjemah melakukan strategi taqdim
wa ta’khir, dimana penerjemah mendahulukan menerjemahkan lafadz ُ ِ! ُ و َنdan
mengakhirkan terjemahan lafadz Bٗ َ ِ( َءا:ً 1ۡ ِdَأ
Ayat 99
>ِ "ِ ۡ َ Aَ hِّ َرeٰ َ ِ إLٌ ِ َذاgِّ ِ َل إWَ َو
“Dan dia (Ibrahim) berkata, ‘Sesungguhnya aku harus pergi (menghadap)
kepada Tuhanku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku.”
Dalam potongan ayat 99, penerjemah menggunakan strategi ziyadah, dimana
penerjemah menambahkan terjemah kata ‘menghadap’ yang tidak terdapat padanan
katanya dalam Bsu, agar pembaca memahami alur makna dari ayat tersebut.
BAB III
PENUTUP
D. Kesimpulan
Ada beberapa strategi dalam penerjemahan Al-Quran agar dapat
memudahkan penerjemah dalam menerjemahkan ayat-ayat Al-Quran, yaitu:
1. Taqdim Wa Ta’khir, yakni penyebutan suatu lafazh dengan
mendahulukan atau mengakhirkan atas lafazh yang lain.
2. Tahdzif, yakni membuang kata dalam Bsa yang disebut dalam
Bsu.
3. Ziyadah, yakni tambahanَ lafazh untukَ memperjelasَ maknaَ
yangَ dimaksud danَ menghilangkan kesamaranَ danَ ketidak
jelasan darinya (makna) untuk menjaga perbedaan dan budaya
bahasa yang menjadi bahasa penerjemahan (Bsa).
4. Tabdil, yakni menggunakan lafazh yang bukan merupakan
lafazh yang hakiki (kiasan) untuk sampai kepada makna yang
dimaksud.
Dalam praktik penerjemahan Al-Qur’an surat Ash-Shaaffat ayat
6-7, ayat 83-86, dan ayat 99, strategi yang dilakukan
penerjemah adalah memakai Taqdim Wa Ta’khir dan Ziyadah.