KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan inayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan laporan kearifan lokal yang berjudul Kearifan
Lokal Upacara Tradisional.
Terima kasih kami ucapkan kepada guru pengampu P5 yang
telah membantu kami baik secara moral maupun materi. Terima
kasih juga lkami ucapkan kepada teman-teman sekelompok yang
telah bekerja sehingga buku ini bisa terselesaikan tepat waktu.
Kami mneyadari, bahwa laporan kearifan lokal yang kami
buat ini masih jauh dari kata sempurna baik segi penyusunan,
bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pembaca guna menjadi acuan agar kami bisa menjadi lebih baik
dimasa mendatang.
Semoga laporan kearifan lokal ini bisa menambah wawasan
para pembaca dan bisa bermanfaat untuk perkembangan dan
peningkatan ilmu pengetahuan
i
Kata Pengantar …………………………………………….. i
Daftar Isi ……………………………………………………ii
BAGIAN 1
KEARIFAN LOKAL ……………………………………...1
A. Pengertian ………………………………………………..2
B. Fungsi …………………………………………………….2
C. Pentingnya Kearifan Lokal ………………………………3
D. Macam-Macam Kearifan Lokal ………………………….3
Contoh Gambar …………………………………………..4
BAGIAN 2
UPACARA TRADISIONAL ………………………………5
A. Pengertian ………………………………………………...6
B. Alasan Masuk ke Dalam Kearifan Lokal …………………6
C. Macam-macam Upacara Tradisional ……………………..6
1. Tedhak Siten …………………………………………6
2. Mitoni ………………………………………………..10
3. Sekaten ………………………………………………15
4. Tepuk Tepung Mawar ……………………………….17
5. Ngaben ……………………………………………….20
6. Sadranan ……………………………………………..24
7. Rumbu Tuka …………………………………………25
8. Tradisi Bakar Batu …………………………………..26
D. Contoh Upacara Tradisional Lainnya ……………………29
E. Cara Menjaga Kelestarian ………………………………..30
Daftar Pustaka ……………………………………………….31
Profil Penulis ………………………………………………...33
ii
I. Pengertian
Secara umum, kearifan lokal adalah tata nilai atau
perilaku hidup masyarakat lokal secara arif dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Kearifan lokal dapat
menjadi pedoman masyarakat untuk bersikap dan bertindak
dalam konteks kehidupan sehari-hari karena kearifan lokal
berupa etika, norma, tindakan, dan tingkah laku. Menurut
beberapa ahli, berikut pengertian dari kearifan lokal:
a. Robert Sibarani
Kearifan lokal adalah kebijaksanaan atau
pengetahuan asli suatu
masyarakat yang
berasal dari nilai luhur
tradisi budaya untuk
mengatur tatanan
kehidupan masyarakat.
b. Paulo Freire
Kearifan lokal sebagai pendidikan yang
mengajarkan peserta didik untuk selalu konkret
dengan apa yang mereka hadapi.
c. Warigan
Kearifan lokal sebagai nilai-nilai yang ada di
dalam masyarakat dan sudah terbukti turut serta
menentukan kemajuan masyarakatnya.
d. Apriyanto
Kearifan lokal adalah berbagai nilai yang
diciptakan, dikembangkan dan dipertahankan oleh
masyarakat yang menjadi pedoman hidup mereka.
II. Fungsi Kearifan Lokal
2
Kearifan lokal yang ada mungkin memiliki sifat yang
sangat tradisional, tetapi keberadaan kearifan lokal
sangatlah penting bagi masyarakat setempat.
Hal ini dikarenakan, kearifan lokal bisa dijadikan
pedoman dalam bertindak maupun bersikap, tetapi juga
memiliki fungsi tertentu. Berikut fungsi dari kearifan lokal
bagi masyarakat!
a. Konservasi dan pelestarian sumber daya alam
b. Untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu
pengetahuan serta sumber daya manusia
c. Bermakna etika dan moral, yang terwujud dalam
Upacara Ngaben dan Selametan Roh
d. Bermakna sosial, misalnya upacara kekerabatan
pada Upacara Pertanian
e. Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra,
dan pantangan
III. Pentingnya Nilai Kearifan Lokal
Masyarakat memiliki nilai yang dijadikan sebagai dasar
kehidupan sehari-hari. Nilai tersebut menjadi ciri khas
setiap kelompok dan disebut dengan kearifan lokal.
Melalui kearifan lokal, tradisi dan kebudayaan di
masyarakat akan tetap terjaga dan lestari. Sehingga
masyarakat dapat hidup sesuai dengan kearifan yang
dimiliki oleh masyarakat setempat. Nilai-nilai tradisinya
masih terjaga, masyarakat dapat hidup sesuai dengan
kearifan yang dimiliki oleh masyarakat setempat.
IV. Macam-macam Kearifan Lokal
Macam kearifan lokal dapat dibedakan menjadi dua yaitu
berwujud dan tak berwujud.
a. Kearifan lokal berwujud berupa makanan
tradisional, pakaian tradisional, mainan
tradisional, upacara tradisional, peralatan rumah
tangga, kesenian dan sastra, teknologi tradisional
3
Makanan Pakaian Mainan
Tradisional Tradisional Tradisional
Upacara Seni dan Sastra Seni dan Sastra
Tradisional
Teknologi Peralatan Makanan
Tradisional Tradisional Tradisional
b. Kearifan lokal tak berwujud tidak terlihat karena
disosialisasikan kepda masyarakat dari mulut ke
mulut berupa petuah, pepatah, legenda, mitos-
mitos, dan pujangga
4
I. Pengertian
Secara umum, pengertian upacara tradisional adalah
upacara yang secara turun-temurun dilakukan oleh
pendukungnya disuatu daerah. Dengan demikian setiap
daerah memiliki upacara adat sendiri-sendiri seperti
upacara adat perkawinan, kelahiran dan kematian. Menurut
Supanto dalam Sunyata, upacara tradisional merupakan
kegiatan sosial yang melibatkan para warga dalam
mencapai tujuan keselamatan bersama. Upacara tradisional
bagian yang integral dari kebudayaan masyarakat. Hal ini
terwujud karena fungsi upacara tradisional bagi
kebudayaan masyarakat.
II. Alasan Termasuk Kearifan Lokal
Upacara tradisional merupakan salah satu contoh dari
kearifan local, alasannya upacara tradisional sudah
dilaksanakan oleh masyarakat turun-temurun dan sudah
sejak nenek moyang. Meskipun sekarang tidak semua
daerah melaksanakan upacara tersebut, upacara tradisional
setiap daerah tetap dilestarikan dan dijaga oleh masyarakat.
Selain itu upacara di tiap daerah memiliki makna yang
sangat berarti dalam kehidupan.
III. Macam-macam Upacara Tradisional
Upacara tradisional biasanya dilakukan secara turun-
temurun sesuai dengan kepercayaan daerah masing-
masing. Tujuan setiap upacara pun berbeda-beda, misalnya
untuk perkawinan, kelahiran, maupun kematian. Berikut
ini penjelasan macam-macam upaccara tradisional:
1. Tedhak Siten
Tedhak Siten merupakan rangkaian prosesi adat
tradisi daur hidup masyarakat Jawa. Tedhak Siten
berasal dari kata Tedhak berarti turun
(menapakkan kaki) dan Siten atau Siti yang
6
artinya tanah, sehingga Tedhak Siten merupakan
tradisi menginjakkan atau menapakkan kaki ke
tanah bagi seorang anak.
Menurut Murniatmo, Tedhak Siten merupakan
upacara pada saat anak turun tanah untuk pertama
kali, masyarakat beranggapan bahwa tanah
mempunyai kekuatan gaib. Upacara Tedhak Siten
berlangsung saat anak berusia 7 lapan kalendar
jawa atau 8 bulan kalender masehi. Dalam usia
tersebut biasanya anak mulai memasuki masa
belajar berjalan sehingga inilah momen awal anak
mulai menapakkan kakinya ke tanah.
Tradisi Tedhak Siten menyimbolkan bimbingan
orang tua kepada anaknya dalam meniti
kehidupan melalui serangkaian prosesi dan
ubarampe yang digunakan. Dalam kegiatan
Tedhak Siten perlu dipersiapkan perlengkapan, di
antaranya yaitu, jadah 7 warna, tangga yang
terbuat dari tebu, keranji yang diisi dengan
barang/benda, air untuk membasuh dan
memandikan anak, udhik-udhik, jajan pasar,
tumpeng lengkap dengan gudangan dan nasi
kuning.
Selama proses tradisi Tedhak Siten ini ada
beberapa rangkaian kegiatan yang perlu
dilakukan, yakni:
1. Membersihkan Kaki
Orang tua menggendonng anaknya untuk
dicuci bersih kakinya sebelu menginjakkan
kaki anak ke tanah, bermakna bahwa si anak
mulai menapaki kehidupan yang perlu
dilakukan dengan suci hati.
7
2. Meniti Tujuh Jadah
Anak dituntun untuk berjalan di atas jadah warna
sebanyak tujuh buah, dengan warna dan
makna yang berbeda-beda. Ke tujuh warna
tersebut adalah
a. Merah: keberanian, dengan harapan si
anak berani dalam melangkah dalam
kehidupan
b. Kuning: kekuatan lahir dan batin yang
wajib dimiliki
c. Putih: kesucian
d. Merah muda: cinta dan kasih sayang
e. Biru: ketenangan jiwa dalam melangkah
dalam kehidupan
f. Hijau: lingkungan sekitar dan kesuburan
g. Ungu: kesempurnaan atau puncak
3. Menaiki dan Menuruni Tangga
Dalam Prosesi ini anak diajak orang tua
untuk menaik tujuh anak tangga yang terbuat
dari batang tebu. Ritual ini menggambarkan
bahwa bayi akan menghadapi perjalanan
hidupnya hari demi hari sampai pada
puncaknya.
4. Kurungan Ayam
Sang anak
kembali diajak
untuk memasuki
kandang ayam
yang didekorasi. Di
dalam kandang,
8
terdapat beberapa barang, seperti buku tulis,
perhiasan, aksesoris emas, kalung, gelang,
beras, kapas dan barang-barang bermanfaat
lainnya. Pada tahap ini, sang anak akan memilih
barang yang disediakan di kandang ayam
tersebut. Semua simbol profesi yang ada di
kurungan menjadi semacam penuntun bagi bayi
dalam memilih pekerjaan nanti.
5. Menyebar Udhik-udhik
Selanjutnya, ayah dan kakek dari sang anak
tersebut menyebarkan “udik-udik” berupa koin-
koin dan bunga. Dengan adanya kegiatan ini,
diharapkan bahwa sang anak nanti diberikan
kemudahan dalam mencari nafkah dan selalu
bermurah hati dalam membantu orang lain.
6. Memandikan Anak dengan Kembang Sritaman
Anak harus dimandikan bunga Sritaman.
Air mandi ini terdiri dari bunga mawar, melati,
magnolia dan kenanga. Dalam proses ini, anak
dimandikan oleh orang tuanya dengan air yang
diberi bunga. Maknanya adalah agar kelak si
bayi dapat mengharumkan keluarga dan
dirinya. Maksudnya, supaya ia bisa jadi anak
yang membanggakan.
7. Dipakaikan Pakaian Baru
Usai menjalani semua tahapan ritual, sang
anak dipakaikan pakaian rapi yang indah dan
baru. Ini menggambarkan bahwa ia harus selalu
memiliki kehidupan yang baik dan Makmur
dan membuat orang tuanya bahagia.
9
2. Mitoni
Mitoni berasal dari Bahasa Jawa yaitu “pitu”
yang artinya tujuh. Angka tujuh ini dimaksudkan
bahwa mitoni adalah ritual yang dilaksanakan
pada saat bayi menginjak usia tujuh bulan dalam
kandungan (Adriana, 2011). Masyarakat pun
sering menyebutnya sebagai tingkeban, yang
artinya ialah tutup. Upacara tingkeban atau mitoni
merupakan upacara yang diselenggarakan pada
bulan ke tujuh masa kehamilan dan hanya
dilakukan terhadap anak yang dikandung sebagai
anak pertama bagi kedua orang tuanya.
Upacara ini diselenggarakan untuk memohon
keselamatan, baik bagi ibu yang mengandung
maupun calon bayi yang akan dilahirkan. Upacara
Mitoni dalam masyarakat Jawa paling sering
dilakukan di kalangan masyarakat Jawa
dibandingkan upacara kehamilan lainnya.
Serangkaian upacara yang diselengggarakan pada
ritual tingkeban secara garis besar adalah sebagai
berikut:
1. Membuat Rujak
Dalam tradisi Jawa membuat rujak
dilakukan oleh ibu jabang bayi. Jika
bumbunya rasanya asin, biasanya jabang bayi
lahir
prempuan. Bila tidak asin biasanya lahir laki-
lakI.
2. Siraman Calon Ibu
10
Upacara siraman dilakukan oleh sesepuh
atau keluarga dari pemilik hajat sebanyak
tujuh orang. Hal ini bertujuan untuk memohon
doa restu, supaya suci lahir dan batin. Calon
ibu memakai kain 7 batik yang dililitkan
(kemben) pada tubuhnya. Dalam posisi duduk,
calon ibu mula-mula disirami oleh suaminya,
lalu oleh orang tua dan keluarga lainnya.
Maksud upacara ini adalah untuk mencuci
semua kotoran
dan hal-hal
negatif lainnya.
3. Memasukkan
Telor Ayam
Kampung
Setelah
siraman, telur
ayam kampung di masukkan ke dalam kain si
calon ibu oleh sang suami melalui dari atas
perut lalu telur dilepas sehingga pecah.
Upacara ini dilakukan di tempat siraman
sebagai simbol harapan agar bayi lahir dengan
lancar dan selamat.
4. Pantes-Pantes atau Ganti Busana 7 kali
Upacara ganti busana yang dilakukan
dengan tujuh jenis kain batik yang berbeda.
Fungsi dan tujuan busana pada mitoni
berkaitan dengan pengharapan, dan
keselamatan lahirnya bayi. Kain dan kebaya
yang pertama sampai yang ke enam
merupakan busana yang menunjukkan
kemewahan dan kebesaran.
Para ibu yang hadir waktu ditanya apakah si
calon ibu pantas memakai baju-baju tersebut
memberikanlah jawaban, “dereng pantes”
(belum pantas). Setelah dipakaikan busana ke
tujuh yang berupa kain lurik dengan motif
sederhana, yaitu Lasem, baru ibu-ibu yang
11
0
hadir menjawab, “pantes” (pantas). Hal
tersebut mendoakan supaya sang bayi
nantinya menjadi orang yang sederhana.
Angka 7 melambangkan 7 lubang tubuh (2
di mata, 2 di telinga, 1 hidung, 1 di mulut, dan
1 di alat kelamin), yang harus selalu dijaga
kesucian dan kebersihannya. Angka 7, dalam
bahasa jawa disebut pitu, keratabasa dari pitu-
lungan (pertolongan).
Motif kain di pakai yang paling bagus
dengan harapan supaya nanti sang bayi
memiliki kebaikan-kebaikan yang tersirat
dalam lambung kain:
Sidoluhur: Artinya supaya bayi
tersebut menjadi orang yang sopan dan
berbudi pekerti luhur.
Truntum: Artinya supaya keluhuran
budi orang tuanya menurun pada sang
bayi.
Wahyu tumurun: Artinya agar anak
yang akan lahir menjadi orang yang
beriman kepada Allah Yang Maha Esa
dan selalu mendapat petunjuk serta
perlindungan dari-Nya.
Udan riris: Artinya supaya anak dapat
membuat situasi yang menyegarkan,
enak dipandang, dan menyenangkan
siapa saja yang bergaul dengannya.
Sido asih: Maknanya agar bayi yang
akan lahir menjadi orang yang selalu di
cintai dan dikasihi oleh sesama serta
mempunyai sifat belas kasih.
Lasem: Bermotif garis vertikal,
bermakna semoga anak senantiasa
bertakwa pada Tuhan yang Maha Esa.
5. Membelah Kelapa Gading
Selanjutnya dua butir kelapa gading yang
masing-masing telah digambari Dewa
Kamajaya dan Dewi Ratih, gambar tokoh
wayang melambangkan doa, agar nantinya si
12
bayi jika laki-laki akan setampan Dewa
kamajaya dan jika wanita secantik Dewi Ratih.
Kedua dewa dan dewi ini merupakan lambang
kasih sayang sejati. Oleh si calon ibu, kedua
butir kelapa diserahkan pada suaminya (calon
bapak), yang akan membelah kedua butir
kelapa gading menjadi dua bagian dengan
bendo. Ini melambangkan, bahwa jenis
kelamin apapun, nantinya, terserah pada
kekuasaan Allah.
6. Selametan
Selamatan dilaksanakan pada malam hari
setelah melalui beberapa ritual yang
disebutkan diatas. Terkadang sebagian
masyarakat menggabungkan acara selama
Bentuk selamatan disini tuan rumah
mengundang para warga khususnya para
Bapak Kyai atau Ustadz untuk datang
kerumah pada jam yang telah ditentukan.
Surat-surat yang dipilih tidak terlepas dari
makna dan harapan-harapan kepada bayi yang
akan dilahirkan kelak. Misalnya surat Yusuf,
pembacaan surat ini diharapkan bahwa anak
yang kelak lahir adalah anak yang tampan dan
memiliki sifat-sifat baik seperti Nabi Yusuf.
Langkah-langkah proses upacara 7 bulanan/mitoni:
1) Kedua pasangan duduk di kursi yag telah
disiapkan, dibawah kursi telah ada 1 ekor ayam
putih dan kemenyan.di atas pangkuan sang ibu
diberi telur ,setelah itu ditutupi oleh kain putih
dan kedua jari tangan pasangan ini diikat oleh
tali putih. Wanita diikat di jari tangan sebelah
kanan dan laki-laki di jari tangan sebelah kiri,
ikatan ini bertujuaan agar bayi yang mereka
kandung setelah lahir memiliki ikatan yang erat
dengan orang tuanya.
2) Ibu dari pasangan ini menggendong kelapa
yang bertuliskan tulisan madura, kelapa yang
digendong oleh orang tua perempuan di berikan
13
kepada calon ayah sementara kelapa yang
digendong oleh orang tua laki-laki diberikan
kepada calon ibu, kelapa ini di ibaratkan bayi
bagi mereka, sehingga mereka sangat berhati-
hati saat memangku kedua kelapa tsb.
3) Kedua pasangan ini di beri asap kemenyan
dengan tujuan agar bayi yang mereka kandung
lahir dengan selamat.
4) Dukun dari sang bayi mengambil air dari
tempat yang sudah disediakan. Sebelum air di
siramkan kepada ke dua pasangan air tersebut d
bacakan doa terlebih dahulu barulah di
siramkan kepada kedua pasangan.
5) Setelah dukun menyiramkan air kepada kedua
pasangan, barulah orang tua dan kerabat
menyiramkan air kepada kedua pasangan
dengan memberi uang seikhlasnya. Hal ini
bertujuan untuk mensucikan calon ibu dan
calon bayi yang sedang di kandung. Setelah itu
kelapa yang mereka pangku diambil oleh kedua
orang tua pasangan dan di bawa kedalam
rumah.
6) Ikatan tali di jari tangan mereka di buka lalu
diambil, setelah itu kain putih yang ada di
pangkuan pasangan diambil, dengan begitu
telur yang ada di pangkuan calon ibu langsung
jatuh dengan sendirinya dan telur itupun pecah,
namun jika telur itu tidak pecah maka telur itu
harus diinjak sampai telur itu pecah.
Manfaat melaksanakan 7 bulanan/mitoni:
Agar bayi yang ada di dalam kandungan
lahir dengan selamat.
Agar diberi kemudahan saat melahirkan.
Agar diberkahi oleh Allah swt.
Agar bayi yang mereka lahirkan kelak
menjadi anak yang sholeh dan sholeha.
14
3. Sekaten
Upacara Sekaten adalah sebuah upacara ritual di
Kraton Yogyakarta yang dilaksanakan setiap
tahun. Upacara ini dilaksanakan selama tujuh hari,
yaitu sejak tanggal 5 Mulud (Rabiulawal) sore
hari sampai dengan tanggal 11 Mulud
(Rabiulawal) tengah malam. Upacara Sekaten
diselenggarakan untuk memperingati hari
kelahiran (Mulud) Nabi Muhammad SAW.
Tujuan lain dari penyelenggaraan upacara ini
adalah untuk sarana penyebaran agama Islam.
Ada beberapa pendapat mengenai asal mula
nama Sekaten, yaitu:
a. Kata sekaten berasal dari kata sekati,
yaitu nama dari dua perangkat gamelan
pusaka Kraton Yogyakarta yang
bernama Kanjeng Kyai Sekati yang
ditabuh dalam acara peringatan
kelahiran Nabi Muhammad SAW.
b. Sekaten berasal dari kata suka dan ati
yang berarti suka hati atau senang hati.
Hal ini didasarkan bahwa pada saat
menyambut perayaan kelahiran Nabi
Muhammad SAW, orang-orang dalam
suasana bersuka hati.
c. Pendapat lain mengatakan bahwa
sekaten berasal dari kata syahadatain,
yang maksudnya dua kalimat syahadat
yang diucapkan ketika seseorang hendak
memeluk agama Islam. Pendapat ini
15
didasari bahwa pada jaman dahulu
upacara sekaten diselenggarakan untuk
menyebarkan agama Islam.
Urutan atau tata cara ritual dalam
penyelenggaraan upacara Sekaten terdiri dari 5
tahapan, yaitu:
1. Tahap persiapan
a. Persiapan non fisik: berupa sikap
dan perbuatan yang harus dilakukan
sebelum pelaksanaan upacara
Sekaten, yaitu persiapan diri
terutama mempersiapakan mental,
penyucian diri (berpuasa dan siram
jamas atau mandi keramas).
b. Persiapan fisik: benda-benda dan
perlengkapan-perlengkapan yang
dibutuhkan dalam proses
penyelenggaraan upacara tersebut.
2. Tahap gamelan sekaten mulai dibunyikan
Gamelan sekaten mulai dibunyikan di
dalam Kraton yaitu pada malam tanggal 6
Mulud di Bangsal Ponconiti mulai pukul
19.00 W.I.B hingga pukul 23.00 W.I.B.
3. Tahap gamelan sekaten dipindahkan ke
halaman masjid besar
Pukul 23.00 W.I.B. bunyi gamelan
harus sudah berhenti dan bersamaan
dengan itu pula, para prajurit Kraton
mengawal iring-iringan dipindahkannya
gamelan Sekaten menuju halaman Masjid
Besar.
4. Tahap Sri Sultan hadir di Masjid Besar
Tahap ini menyebutkan tentang
kehadiran Sultan dari Kraton menuju
Masjid Besar dengan mengendarai
kendaraan dan iring-iringan para Pangeran
dan kerabat Kraton pada malam ketujuh,
tanggal 11 Rabiulawal malam atau malam
tanggal 12 Rabiulawal dimana pembacaan
16
riwayat Nabi Muhammad s.a.w. dibacakan
yang selesai pada pukul 24.00 W.I.B. dan
penyebaran udhik-udhik dilakukan oleh
Sultan, yang disebut juga sebagai
Pisowanan Malem Garebeg/ Muludan.
Kemudian, diakhiri dengan bacaan doa
oleh Kangjeng Raden Penghulu, setelah itu
Sultan kembali ke dalam Kraton.
5. Tahap kondur gongsa
Proses pemboyongan gamelan sekaten
kembali ke dalam Kraton disebut sebagai
kondur gongsa dengan pengawalan dari
dua pasukan abdi dalem prajurit, yaitu
Prajurit Mantrijero dan Prajurit
Ketanggung pada tanggal 11 Mulud
(Rabiulawal), kira-kira pada pukul 24.00
W.I.B. setelah Sultan meninggalkan
Masjid
Besar.
Dengan dipindahkannya gamelan pusaka Sekati
(Kangjeng Kyai Sekati) dari halaman Masjid Besar
kembali ke dalam Kraton menandai bahwa upacara
Sekaten telah selesai dilaksanakan.
4. Tepuk Tepung Mawar
Tradisi Tepuk Tepung Tawar adalah upacara
adat Melayu Riau peningalan raja-raja terdahulu.
Tradisi Tepuk Tepung Tawar merupakan bentuk
rasa syukur atas terkabulnya suatu keinginan atau
usaha.
Tradisi Tepuk Tepung Tawar dilakukan pada
acara-acara tertentu, misalnya: pernikahan,
menempati rumah baru, mengendarai kendaraan
baru, maupun khitanan.
17
Tradisi ini digunakan
sebagai bentuk ungkapan
luapan kegembiraan untuk
orang-orang yang
mempunyai hajat atau
upacara adat.
Bahan dan alat yang
digunakan dalam upacara tradisional tepung tepuk
mawar serta maknanya, yaitu:
1. Beras Kunyit, melambangkan supaya
diberikan kemurahan rezeki.
2. Beras Putih, melambangkan kesucian.
3. Beras Bertih, berarti kemakmuran
4. Air Tepung Tawar, melambangkan
penyejuk hati.
5. Inai Digiling,
bermakna
kerukunan.
6. Daun Perinjis,
bermakna
kebersamaan.
Tata cara pelaksanaan upacara tradisional
Tepuk Tepung Mawar:
1. Mengambil daun perenjis (percikan),
yaitu daun yang diikat jadi satu
dicelupkan ke dalam air yang
dicampur bedak, jeruk, dan bunga
mawar. Kemudian, daun itu direnjis
pada kedua tangan yang telengkup di
atas paha yang beralas bantal tepung
tawar dan telah dialasi kain putih.
2. Orang yang akan melakukan
(penepuk) tepuk tepung tawar
mengambil beras kunyit, basuh,
bertih, dan bunga rampai. Bahan-
bahan tersebut ditaburkan pada orang
yang menjalankan prosesi adat atau di
tepuk tawari. Jika orang yang di tepuk
18
tawar adalah orang terhormat, maka
bahan-bahan tadi di tabur sampai atas
kepala dengan putaran dari kiri ke
kanan sambil membaca salawat.
3. Proses merinjiskan air percung (air
wangi-wangian yang direbus dari
bahan alami) kepada pengantin atau
yang ditepuk tawari dengan
mengambil sejumput inai lalu
dioleskan di telapak tangan kanan dan
kiri.
4. Penepuk tepung tawar mengatur
sembah dengan mengangkat tangan.
5. Setelah semua orang yang ditunjuk
sebagai penepuk tepung tawar selesai,
acara ditutup dengan doa. Jumlah
penepuk tepuk tepung tawar adalah
bilangan ganjil, dimulai dari 3,5,7,9,
dan 13.
Makna prosesi upacara tradisional Tepuk
Tepung Mawar:
Merinjis kening bermakna supaya
berpikir sebelum bertindak atau
menggunakan akal sehat.
Merinjis bahu kiri dan kanan
bermakna harus siap memikul beban
dengan penuh rasa tanggung jawab.
Merinjis punggung tangan
bermakna jangan pernah putus asa
dalam mencapai rezeki, terus
berusaha dalam menjalankan
kehidupan.
Menginai telapak tangan bermakna
sebagai penanda bahwa mempelai
sudah berakad nikah. Disadarkan
bahwa saat ini mereka tidak bujang
atau gadis lagi karena sudah ada
pendamping.
19
Doa penutup dalam Acara bermakna
pengharapan apa yang dilakukan
mendapatkan berkah dan ridho dari
Allah SWT.
5. Ngaben
Upacara Ngaben mungkin tidak terdengar
asing lagi bagi Masyarakat Indonesia. Banyak
masyarakat Indonesia yang tidak berasal dari
Pulau Bali tetapi mengetahui keberadaan
Upacara Ngaben, karena upacara ini terbilang
unik dan tidak lumrah ditemukan di daerah
Indonesia. Berdasarkan etimologi, kata
“ngaben” sendiri
konon berasal dari
kata “ngabu” yang
bisa diartikan
sebagai “menjadi
abu”. Hal ini
tentunya sesuai
dengan prinsip
dasar Upacara Ngaben, di mana mayat
seseorang akan dibakar sampai tidak tersisa
apapun dari badannya dan akan menjadi abu.
Jenis-jenis upacara tradisional Ngaben:
1) Ngaben Sawa Wedana
Ngaben Sawa Wedana merupakan jenis
Upacara Ngaben di mana seseorang yang
nantinya akan dikremasi masih memiliki
tubuh fisik. Sampai Upacara Ngaben
dimulai, tubuh jenazah akan diusahakan
agar tidak membusuk.
2) Ngaben Asti Wedana
Ngaben Asti Wedana merupakan jenis
Upacara Ngaben yang dilakukan setelah
jenazah dikubur. Biasanya, jenazah yang
akan dikremasi hanya berupa tulang-
belulang yang tersisa pasca digali dari
makam dia berada.
20
3) Swasta
Swasta artinya Upacara Ngaben yang
dilakukan tanpa ada adanya jenazah untuk
dikremasi. Hal ini tidak jarang terjadi,
mengingat ada sejumlah peristiwa di mana
jenazah bisa menghilang atau tidak
ditemukan seperti adanya kecelakaan
pesawat atau peristiwa terorisme. Jenazah
ini nantinya akan diganti berupa lukisan
atau foto jenazah dengan kayu cendana
replika jenazah.
4) Ngelungah
Ngelungah merupakan jenis Upacara
Ngaben pertama yang didasarkan oleh
kategori usia seseorang. Pada Ngelungah,
Upacara Ngaben berarti diadakan untuk
anak-anak yang belum tanggal gigi atau
berganti gigi susu. Dengan ini, bisa
disimpulkan bahwa jenazah anak yang akan
dikremasi biasanya berkisar usia 5-6 tahun.
5) Warak Kruron
Jenis Upacara Ngaben terakhir yang akan
kita bahas adalah Warak Kruron. Jika
Ngelungah di atas akan mengkremasi anak-
anak berusia sekitar 5-6 tahun, Warak
Kruron akan mengkremasi anak-anak yang
masih berusia 3-12 bulan, atau masuk ke
dalam kategori bayi.
Tata cara 10 rangkaian pelaksanaan
upacara tradisional Ngaben sebagai berikut
1. Ngulapin
Ngulapin merupakan langkah awal dalam
tata cara Upacara Ngaben, di mana
seseorang memanggil Sang Atma atau roh
dari jenazah yang sudah meninggal.
2. Nyiramin atau Ngemandusin
Selanjutnya, jenazah akan dimandikan
disertai dengan berbagai simbolisme
seperti bunga melati di rongga hidung,
21
pecahan kaca di atas alis dan sebagainya.
Proses ini bertujuan agar reinkarnasi dari
jenazah bisa lahir dengan kondisi tubuh
baik tanpa adanya kecacatan.
3. Ngajum Kajang
Pada prosedur ini, akan ada sebuah kertas
putih, atau disebut juga dengan istilah
“kajang”, yang akan ditulis oleh aksara-
aksara hindu. Keluarga dan kerabat dari
orang yang meninggal ini nantinya akan
menekan kertas atau kajang ini sebanyak 3
kali, menunjukan bahwa mereka siap
melepas kepergian jenazah.
4. Ngaskara
Ngaskara memiliki arti sebagai
“penyucian roh”. Maksudnya, roh dari
orang yang sudah meninggal ini akan
disucikan sesuai dengan kepercayaan dari
masing-masing penyelenggara Upacara
Ngaben. Ngaskara dilakukan agar
nantinya roh atau Atma bisa kembali
kepada Yang Maha Esa dan suatu saat bisa
dipertemukan lagi dengan keluarga dan
kerabatnya.
5. Mameras
Prosedur mameras hanya akan
dilaksanakan jika orang yang meninggal
sudah memiliki cucu. Mameras sendiri
berasal dari kata “peras” yang dalam
kepercayaan sana dapat diartikan sebagai
“sukses”, “berhasil”, atau “selesai”. Cucu
dari orang yang meninggal diharapkan
bisa menuntun orang ini ke jalan yang
benar.
6. Papegatan
Papegatan memiliki kata dasar pegat, yang
artinya “putus”. Dalam prosedur
papegatan, tandanya keluarga dan kerabat
sudah mengikhlaskan kepergian dari orang
yang meninggal ini. Papegatan biasanya
22
disertai dengan sarana sesaji sebagai
katalisnya, dan bertujuan agar keluarga
dan kerabat tidak menghalangi roh untuk
kembali ke Yang Maha Esa karena ketidak
ikhlasan mereka dalam melepas jenazah.
7. Pakiriman Ngutang
Setelah Papegatan, proses selanjutnya
bernama Pakiriman Ngutang, yaitu
pengiriman jenazah ke makam. Prosedur
ini akan dilakukan dengan cukup meriah,
di mana jenazah akan dibawa di dalam
keranda dan diiringi musik gamelan khas
Bali. Keranda juga akan diputar-putar
sebanyak 3 kali di sejumlah lokasi sebagai
simbol perpisahan.
8. Ngeseng
Setelah seluruh prosedur di atas dilakukan,
tiba saatnya bagi anggota keluarga dan
kerabat untuk melakukan ngeseng, yaitu
membakar jenazah dari orang yang sudah
meninggal. Ngeseng sendiri dipimpin oleh
pemuka agama atau pendeta, dan nantinya
abu serta tulang yang tersisa dari orang ini
dikumpulkan, digilas, dan dimasukkan ke
dalam buah kelapa.
9. Nganyud
Nganyud adalah istilah yang digunakan di
mana anggota keluarga dan kerabat dari
orang yang sudah meninggal akan
menghanyutkan abu jenazah ke laut atau
sungai. Nganyud dilakukan dengan tujuan
agar kotoran atau ketidaksucian dari
jenazah bisa “hanyut” atau hilang dari
dunia ini, dan pergi ke alam lain.
10. Mangelud atau Mangoras
Biasanya, 12 hari pasca meninggalnya
seseorang, akan dilakukan prosedur
bernama mangelud atau mangoras, di
mana keluarga akan menyucikan serta
membersihkan lingkungan rumah mereka
23
3
yang bisa saja masih dipenuhi kesedihan
dan rasa duka setelah meninggalnya
anggota keluarga.
6. Sadranan
Sadranan atau disebut juga Nyadran adalah
sebuah budaya keagamaan dari kearifan lokal
daerah Jawa tengah yang sudah turun temurun.
Daerah yang masih kental dengan acara
nyadranan ini antara lain Boyolali, Klaten,
Jogjakarta, Temangung, Banyumas, dan daerah
Jawa Tengah lainnya.
Sadranan
dilaksanaka pada
Bulan Sya'ban atau
Ruwah dalam bulan
jawa dan
dilaksanakan
sebelum bulan
puasa (Ramadhan). Biasanya 2 sampai 3 minggu
menjelang datangnya bulan suci Ramadhan.
Tradisi sadranan ditujukan untuk menghormati
para arwah leluhur,kerabat dan sanak saudara
yang telah meninggal serta mendoakannya dan
dihadiri oleh sanak keluarga arwah yang masih
hidup,baik dari desa setempat ataupun keluarga
yang jauh.
Rangkaian kegiatan sadranan secara umum
adalah sebagai berikut :
1. Bersih – bersih
Sadranan atau nyadran ini diawali dengan
bersih bersih area pemakaman. Bersih
bersih dimulai dari makan anggota keluarga
masing masing hingga menyeluruh kearea
pemakaman yang dilanjutkan dengan
nyekar makam makam kerabat atau leluhur.
2. Berkat
Setelah acara bersih bersih selesai,para
warga kemudian kembali ke rumah masing
masing untuk mengambil makanan yang
24
akan disajikan diacara sadranan atau
ruwahan. Makanan ini biasa dinamakan
berkat. Makanan setiap rumah biasanya
berbeda dan dibagi sesuai kesepakatan
bersama warga lainya. Ada yang membawa
nasi beserta lauk, ada yang membawa buah
buahan, ada yang membawa makanan kecil
atau jajanan pasar dan lainya.
3. Berdoa
Berdoa yang biasa dipimpin oleh tetua adat
atau pembawa doa desa setempat. Doa
ditujukan untuk para arwah yang sudah
mendahului kita agar diterima amalnya oleh
Gusti Allah serta mendoakan kepada warga
yang masih hidup supaya sadar akan
kematian dan mempersiapkan bekal
sebelum ajal menjemput.
4. Makan Bersama
Acara berikutnya adalah makan bersama
dengan warga yang hadir. Makanan yang
disediakan tersebut bebas dimakan oleh
siapa saja yang hadir di acara ruwahan
tersebut. Acara selanjutnya adalah penutup.
Acara ditutup dengan doa dan pulang
kerumah masing masing.
7. Rumbu Tuka
Upacara tradisional yang berasal dari
Sulawesi Selatan. Rambu tuka merupakan
upacara suka cita atau syukuran. adalah bagian
dari perayaan kehidupan khususnya syukuran
rumah, hasil panen yang baik dan kegembiraan
lainnya. Upacara rambu tuka diyakini telah
berkembang sejak jaman purbakala beriringan
dengan kedatangan manusia pertama di muka
bumi. Hal ini karena rambu tuka adalah bagian
yang integral dengan sistem kepercayaan
masyarakat Toraja kuno yang disebut aluk
todolo. Upacara ini diselenggarakan di sebelah
23
5
timur rumah,
barung-barung atau
tongkonan ketika
matahari menanjak.
Jenis-jenis
Rambu Tuka mulai dari tingkat terendah
hingga tertinggi adalah sebagai berikut:
a. Kapuran Pangan: menyuguhkan sirih
pinang sebagai tahapan awal
b. Piong Salampa: menyuguhkan lemang
bambu
c. Malingka Biang: upacara persembahan
seekor ayam sebagai pengakuan
kekurangan
d. Memmamu: persembahan satu ekor babi
e. Ma Pakande Deata Dao Banua:
persembahan seekor babi sebagai hidangan
bagi seluruh keluaga yang hadir
f. Ma Pakande Deata Diong Padang: upacara
kurban persembahan kepada deata di
halaman rumah. Seekor babi dikurbankan
dijadikan lauk pauk untuk sanak
keluarganya dan sisanya dibagi-bagikan
kepada masyarakat
g. Massura Tallang: upacara yang
dilaksanakan setelah semua upacara adat
yang disebutkan di atas
h. Merok: upacara persembahan tertinggi
yang ditujukan kepada Puang Matua.
Kurban persembahannya adalah kerbau,
babi, dan ayam.
8. Tradisi Bakar Batu
Ritual ini berasal dari Papua dan umumnya
diselenggarakan saat ada peristiwa penting,
seperti kelahiran, kematian, perkawinan, hingga
ucapan syukur atas hasil panen.
26
Tradisi ini dilakukan oleh suku Dani dari
Lembah Baliem, Papua. Penamaan "Bakar Batu"
ini disebabkan masyarakat Papua yang memasak
dengan batu yang dibakar terlebih dahulu.
Setelah dibakar, maka batu-batu tersebut
dimasukkan ke dalam lubang kecil. Nantinya,
bahan makanan seperti daging, umbi-umbian dan
sayuran disusun tepat di atasnya dan dibiarkan
hingga matang.
Upacara Bakar
Batu merupakan
upacara ritual
dengan cara
memasak bersama
yang bertujuan
untuk
mengungkapkan
rasa syukur kepada pemberi kehidupan atas
karunia yang telah diberikan.
Dalam melakukan Tradisi Bakar Batu, ada tiga
tahapan yang harus dilalui, yaitu persiapan,
bakar babi, dan makan bersama, berikut
pemaparannya. Urutannya sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini, masyarakat Papua akan
mengumpulkan kayu bakar dan batu untuk
memasak. Di bagian paling bawah, ditata batu-
batu dengan ukuran besar dan ditutup
menggunakan kayu bakar. Tumpukan tersebut
akan dibakar hingga habis dan batu menjadi
panas. Setelahnya, warga mempersiapkan
sebuah lubang dengan ukuran yang
disesuaikan, tergantung pada banyaknya bahan
makanan yang akan dimasak. Dasar lubang
nantinya dilapisi oleh daun alang-alang dan
daun pisang. Selanjutnya, batu-batu yang telah
panas disusun di atas dedaunan dengan cara
dijepit menggunakan kayu khusus yang biasa
disebut apando. Setelah itu, setiap suku akan
27
menyerahkan babi. Masing-masing kepala suku
akan memanah babi secara bergiliran.
Masyarakat meyakini jika sekali panah babinya
langsung mati, maka ritual akan berjalan
sukses. Sebaliknya, jika babi tidak langsung
mati, dipercaya akan terjadi hal yang kurang
baik saat ritual.
2. Tahapan Membakar Babi
Tahap yang kedua ialah membakar babi.
Sebelum dibakar, babi akan dibelah dan
dikeluarkan isi perutnya serta bagian-
bagian lain yang tidak dimakan.
Setelahnya, babi diletakkan di atas alang-
alang yang telah dipersiapkan dan ditutup
menggunakan dedaunan dan batu panas.
Pada lapisan atas, diletakkan rerumputan
tebal serta ubi jalar. Sayur-sayuran
diletakkan di atasnya, seperti daun hipere,
iprika, daun singkong, labu parang, daun
pepaya, dan lain sebagainya. Masakan
tersebut juga ditambah potongan buah-
buahan.
Waktu yang dibutuhkan dalam proses
pembakaran hingga marang sekitar 60
sampai 90 menit. Rumput akan dibuka dan
makanan akan dikeluarkan satu per satu,
lalu dihamparkan di atas rerumputan.
3. Makan Bersama
28
V. Contoh Upacara Tradisional Lain
1. Mekikuwa dari Sulawesi Utara
Upacaraa bentuk rasa
syukur pada Tuhan yang
Maha Esa.
2. Ngebabali dari Lampung
Dilaksanakan saat
seseorang akan membuka
rumah baru
3. Dahau di Kalimantan Timur
Upacara pemberian
nama anak dan upacara
ini hanya dilakukan oleh
keluarga keturunan
bangsawan atau keluarga
terpandang.
4. Sisingaan di Jawa Barat
Tradisi mengarak anak
sehari sebelum
dikhitan dengan
menggunakan tandu
berbentuk singa.
5. Kasada di Jawa Timur
Upacara persembahan
untuk Sang Hyang
Widhi dan para leluhur
yang digelar setiap
Bulan Kasada hari-14
dalam penanggalan
kalender tradisional
29
Hindu Tengger. Tujuannya adalah sebagai ungkapan
syukur dan dijauhkan dari malapetaka.
VI. Cara Menjaga Kelestarian
Upacara adat merupakan salah satu tradisi masyarakat
tradisional yang masih dianggap memiliki nilai-nilai yang
masih cukup relevan bagi kebutuhan masyarakat. Selain
itu, upacara tradisional dapat berhubungan dengan arwah
para leluhur. Oleh karena itu kita perlu melestarikan
upacara tradisional agar tidak meluntur bagi generasi yang
akan datang. Berikut adalah beberapa contoh cara
melestarikan upacara tradisional:
a. Melaksanakan upacara tradisional terus-menerus
atau setiap tahun
b. Memberikan wawasan atau memperkenalkan
upacara tradisional kepada generasi selanjutnya
c. Memahami nilai-nilai yang terkandung dalam
upacara tradisional
d. Menjadikan upacara tersebut sebagai kegiatan yang
rutin untuk dilaksanakan
30
DAFTAR PUSTAKA
Aulisani Annisa, 2022, Kearifan Lokal: Pengertian, Ciri, Fungsi,
Bentuk dan Potensi [Lengkap + Contoh Soal],
https://warstek.com/kearifan-lokal/
“Mengenal Tradisi Tedak Siten dan Urutan Acara serta Maknanya,
Budaya Jawa agar Anak Sukses di Masa Depan”. Orami.co.id. 10
Agustus 2019, https://www.orami.co.id/magazine/amp/tedak-siten
Lensa Khoirul Jannah Sonida, 2022, “Tradisi Bancaan Weton
Masyarakat Jawa Sebagai Rasa Syukur dan Meminta
Keselamatan”
https://www.sonobudoyo.com/id/berita/read/tradisi-bancaan-
weton-masyarakat-jawa-sebagai-rasa-syukur-dan-meminta-
keselamatan
Raden Fatah, 2021, “Pengertian & Sejarah Mitoni”
http://repository.radenfatah.ac.id/19297/3/3.pdf
Raden Fatah, 2021, ”Pengertian Mitoni: Langkah-langkah Serta
Manfaatnya!” http://repository.radenfatah.ac.id/19297/3/3.pdf
Dini Daniswari, 2022, ”Tradisi Tepuk Tepung Mawar Riau:
Makna, Tujuan, dan Perlengkapan”
https://regional.kompas.com/read/2022/02/12/020918978/tradisi-
tepuk-tepung-tawar-melayu-riau-makna-tujuan-dan-
perlengkapan?page=all&jxconn=1*10bpaaa*other_jxampid*YV9
qaUM0YjRta0NYLTNvelRpTVpBUEJxVnNmSThxTExWYlhvc
2lXX1J2VkZybTByRk10UnJ0SjJQOEVxVWNVcw..#page2
M. Adrianto S. "Memahami Upacara Ngaben Beserta Jenis dan
Tata Caranya". https://www.gramedia.com/literasi/upacara-
ngaben/
Galih, 2010, “Rangkaian Tahap-tahap Penyelenggaraan Upacara
Sekaten” https://jadiberita.com/2563/rangkaian-tahap-tahap-
penyelenggaraan-upacara-sekaten.html?amp=1
31
Upacara Sekaten,
http://www.jogjasiana.net/index.php/site/adat_tradisi/custom_trad
ition-2
Dresyamaya Fiona, 2021, “9 Upacara Kelahiran Bayi, Hanya Ada
di Indonesia” https://www.orami.co.id/magazine/6-tradisi-
merayakan-kelahiran-bayi-yang-hanya-ada-di-
indonesia?utm_source=whatsapp&utm_medium=shareartikel&ut
m_campaign=magazinesocmed&utm_content=Newborn
Guru Sekolah, 2022, “Bahan dan Alat yg Diperlukan Utk
Melakukan Adat Tedak Siten”
https://gurusekolah.net/2022/06/bahan-dan-alat-yg-diperlukan-
utk-melakukan-adat-tedak-siten.html
32
PROFIL PENULIS
Nama Lengkap : Ivana Fidelia Lestari
No Telp : 085700058218
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 28 Juni 2007
Alamat : Danliris 98, Puspan Rt:
2/Rw: 7, Blulukan,
Pendidikan Colomadu
: SDN16 Surakarta,
Hobi SMPN 3 Surakarta, SMAN 5 Surakarta
Instagram : Dengerin musik
: @ivanafff
Nama Lengkap : Luthfiyah Nur Hayati
No Telp : 089692840898
Tempat/Tanggal Lahir : Karanganyar, 5 Maret
2007
Alamat : Griya Tegal Asri Rt:
06/Rw: 06 Gagaksipat
Pendidikan : SDN 2 Malangjiwan
Colomadu, SMPN1 Surakarta, SMAN 5
Hobi Surakarta
Instagram : Menonton film dan memasak
: @lutthfiyah
Nama Lengkap : Najma Annisa
No Telp : 088227352249
Tempat/Tanggal Lahir : Surakarta, 14 Juli 2007
Alamat : Jl. Sumpah Pemuda 35
Karangasem Kadipiro,
Pendidikan Banjarsari
: SD Muhammadiyah 1,
Hobi SMPN 24 Surakarta, SMAN 5 Surakarta
Instagram :Mendengarkan music dan berenang
: @annisaa.naj
33
PROFIL PENULIS
Nama Lengkap : Rudy Waluyo
No Telp : 085801605091
Tempat/Tanggal Lahir : Grobogan, 26 April 2006
Alamat : Kadipiro Rt: 5/Rw: 3
Pendidikan : Sd Al Islam 4 Surakarta,
SMPN 26 Surakarta,
Hobi SMAN 5 Surakarta
Instagram : Sepak bola
: @dhyyxz.86
Nama Lengkap : Tabina Widya Nurullah
No Telp : 085930322861
Tempat/Tanggal Lahir : Surakarta, 15 April 2007
Alamat : Jl. Kediri Tengah II
Bonorejo Rt: 1/Rw: 16
Pendidikan Nusukan Banjarsari
: SDN Nusukan Surakarta,
Hobi SMPN 3 Surakarta, SMAN
Instagram 5 Surakarta
: Berenang
: @tabtabinawidya
34