42
Pihak apotek menyarankan pemberian Terapi Non Farmakologi :
salep scabimite untuk pengobatan 1.hindari makanan yg memicu alergi
topikal pada area kulit yang gatal dan 2. istirahat yg cukup
berair, dan obat alergine untuk 3. usahakan untuk tidak menggaruk area
antialergi nya yg gatal
ANALISIS KASUS PENANGANAN MASALAH
PENGGALIAN
W Ibu A Penggunaan Resik V:
W Keputihan Berlebih Pemakaian digunakan setelah mandi
H 1 minggu
A-
M-
Pasien merupakan ibu rumah tangga
Umur : 33 tahun
Riwayat Alergi : -
Riwayat Penyakit : -
Riwayat Pengobatan : -
Pasien mau beli obat Suppositoria vaginal
MONITORING
Diberikan Resik V untuk Terapi Non Farmakologi :
membersihkan & memperbaiki pH - Istirahat yang cukup.
area kewanitaaan. - Jaga pola makan.
- Jaga kebersihan area kewanitaan.
- Sering mengganti celana dalam.
- Jangan menggunakan bawahan
yang ketat.
- Hindari pemakaian panty liner
43
ANALISIS KASUS PENANGANAN MASALAH
PENGGALIAN
W Tn. H
W Kencing bernanah Diberikan obat zibramax diminum 1x
H 3 hari sehari selama 3 hari
A-
M-
Pasien merupakan seorang mahasiswa
Umur : 20 tahun
Keluhan lain : kencing bernanah terlihat berwarna kuning kehijauan, saat kencing
terasa sakit
Riwayat Alergi : -
Riwayat Penyakit : -
Riwayat Pengobatan : -
Pasien mau beli obat sifilis
MONITORING
Pihak apotek menyarankan pemilihan Terapi non farmakologi : disarankan
terapi dengan obat zibramax diminum untuk tidak melakukan aktivitas seksual
1x sehari selama 3 hari selama masa pengobatan
Analisis Swamedikasi
Swamedikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk
melakukan perawatan sendiri dalam menangani penyakit tanpa berkonsultasi
dengan dokter , dengan menggunakan obat bebas dan obat bebas terbatas yang
dijual bebas dan bisa didapat tanpa resep dokter (Izzatin,2015). Obat over the
counter (OTC) yang tersedia diapotek dapat digunakan tanpa resep dokter
dalam swamedikasi (Jain., et al, 2011).
Menurut WHO Definisi swamedikasi adalah pemilihan dan penggunaan
obat modern, herbal, maupun obat tradisional oleh seorang individu untuk
mengatasi penyakit atau gejala penyakit (WHO, 2010). Swamedikasi berarti
mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obat yang sederhana
44
yang dibeli bebas di apotik atau toko obat atas inisiatif sendiri tanpa nasehat
dokter (Rahardja,2010). Upaya masyarakat untuk mengobati dirinya sendiri
dikenal dengan istilah self medication atau swamedikasi (Departemen
Kesehatan RI, 2006).
Pelayanan obat non resep merupakan pelayanan kepada pasien yang ingin
melakukan pengobatan sendiri atau swamedikasi. Obat untuk swamedikasi
meliputi obat-obat yang dapat digunakan tanpa resep yang meliputi obat wajib
apotek (OWA), obat bebas terbatas (OBT) dan obat bebas (OB).
Patient assessment merupankan suatu penilaian terhadap keadaan pasien
yang penting dilakukan untuk pertimbangan apoteker dalam penentuan
identifikasi pasien sebelum membuat sebuah rekomendasi. Hal-hal yang perlu
dipertimbangkan dalam pengambilan tindakan oleh apoteker sebelum
konseling yang dijadikan referensi untuk rekomendasi adalah sejarah
pengobatan, obat untuk siapa, umur pasien, penyebab sakit, durasi sakit, lokasi
sakit, gejala sakit, pengobatan lain yang sedang digunakan, obat sejenis
lainnya yang digunakan, alergi obat, apakah pernah terjadi sakit seperti
sebelumnya, gejala lain,dan apakah sudah ke dokter (Chua, dkk., 2006).
Metode WWHAM
W: Who is the patient (siapakah pasien)
W : what are the symptoms ( Apa gejalanya)
H: How long have the symptoms (berapa lama timbunya gejala)
A: Action taken (Tindakan yang sudah dilakukan)
M: Medication being taken (obat yang sedang digunakan).
Penatalaksanaan Swamedikasi
Apotek Kimia Farma 336 Antasari memberikan pelayanan OWA, OTC,
Alkes dan obat herbal atau disebut juga dengan swamedikasi yaitu pengobatan
sendiri oleh pasien yang dating ke Apotek dengan keluhan tertentu.Pelayanan
ini dilakukan oleh Apoteker atau Tenaga Teknis Kefarmasian menggunakan
metode WWHAM (Who,What,How,Action,Medication) yaitu menanyakan
45
siapa yang sakit,apa gejala atau keluhannya,berapa lama gejala tersebut
dirasakan,tindakan apa yang telah dilakukan dan obat apa yang sedang dan
atau telah digunakan.Berdasarkan metode tersebut,Apoteker kemudian
memilihkan obat-obatan yang sesuai dengan keluhan pasien tersebut.Selain itu
pasien yang datang bisa juga menyebutkan langsung atau membawa contoh
obat yang akan dibeli.Apoteker atan Tenaga Teknis Kefarmasian yang
melayani akan mengecek ketersediaan stoknya.Jika obat yang dimaksud
pasien tidak tersedia Apotek maka Apoteker atau Asisten Apoteker
menyarankan produk lain yang sama kandungannya seperti yang diinginkan
konsumen.Alur kegiatan pelayanan tersebut sama halnya dengan alur
pelayanan untuk alat kesehatan dan obat herbal.Pelayanan obat swamedikasi
didokumentasikan dalam Formulir Layanan Obat Swamedikasi oleh Apoteker.
Monitoring
Monitoring resep dapat dilakukan dengan kegiatan berupa Monitoring
Efek Samping Obat (MESO), Pemantauan Terapi Obat (PTO) dan evaluasi
penggunaan obat. MESO merupakan kegiatan pemantauan setiap respon
terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis
normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis, dan
terapi atau memodifikasi fungsi fisologis. PTO merupakan proses yang
memastikan bahwa seseorang pasien mendapatkan terapi obat yang efektif,
terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
Sedangakan evaluasi penggunaan obat adalah kegiatan untuk mengevaluasi
penggunaan obat secara terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin
obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau (rasional)
(Permenkes No. 74, 2016). Kegiatan monitoring resep seperti MESO dan PTO
di Apotek Kimia Farma No. 336 Antasari masih belum dilakukan, karena
keterbatasan tenaga kerja di puskesmas.
BAB
46
KESIMPULAN
Setelah kami melakukan Praktik Lapangan Kerja (PKL) pada Apotek Kimia
Farma Pangeran Antasari No. 336 Banjarmasin mulai dari tanggal 01 Maret - 14
Meret 2021. Maka dapat ditarik kesimpulan ialah :
1. Pengelolaan sistem manajemen Apotek Kimia Farma Pangeran Antasari No.
336 telah berjalan dengan baik, dan kerja sama antar karyawan juga berjalan
dengan baik, dimana masing-masing memiliki job description yang dilakukan
dengan sikap professional.
2. Apotek Kimia Farma Pangeran Antasari No. 336 telah melakukan usaha
sesuai dengan Peraturan Pemerintah yang berlaku.
3. Apoteker, Asisten Apoteker, serta Tenaga Teknis Kefarmasian telah
menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik sebagai bagian pada
pelayanan resep, pengelolaan obatobat dan perbekalan
kefarmasiankefarmasian pada apotek.
4. Sistem Pengelolaan obat telah memenuhi standar yaitu dengan sistem FIFO
(First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out).
5. Penjualan sediaan pada Pengelolaan sistem manajemen Apotek Kimia
Farma Pangeran Antasari No. 336 dibantu dengan sistem komputerisasi
yaitu melaui POS.
6. Mempertahankan kebersihan yang sudah terjaga di Apotek Kimia Farma
Pangeran Antasari No. 336.
46
BAB 47
SARAN
Pengelolaan sistem manajemen Apotek Kimia Farma Pangeran Antasari
No. 336 telah berjalan dengan baik, dan kerja sama antar karyawan juga berjalan
dengan baik, dimana masing-masing memiliki job description yang dilakukan
dengan sikap professional. Diharapkan kepada Apotek Kimia Farma Pangeran
Antasari No. 336 dapat mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan
kepada masyarakat yang telah dicapai selama ini dan lebih meningkatkan
hubungan kerja sama antar sesama. Kemudian, pada saat penyerahan obat
sebaiknya lebih ditekankan pada pemberian konseling atau pharmaceutical
care kepada pasien.
47
LAMPIRAN
Lampiran 1. Meja Peracikan Obat
Lampiran 2. Rak Penyimpanan Stok Obat
48
49
Lampiran 3. Rak Penyimpanan Obat Vitamin
Lampiran 4. Rak Penyimpanan Obat Saluran Cerna
50
Lampiran 5. Rak Penyimpanan Obat Antihistamin
Lampiran 6. Rak Penyimpanan Obat Hypertensi dan Kolesterol
51
Lampiran 7. Rak Penyimpanan Obat PRB
Lampiran 8. Kartu Stok
52
Lampiran 9. Rak Penyimpanan Obat PARETO
Lampiran 10. Lemari Pendingin Untuk Sediaan Tertentu Yang Tidak Stabil
Pada Suhu Kamar
53
Lampiran 11. Rak Penyimpanan Obat Generik Sirup
Lampiran 12. Rak Penyimpanan Obat Generik
54
Lampiran 13. Rak Penyimpanan Obat Antibiotik
Lampiran 14. Rak Penyimpanan Obat Tetes
55
Lampiran 15. Rak Penyimpanan Obat Topikal
Lampiran 16. Rak Penyimpanan Obat Tetes Mata dan Tetes Telinga
56
Lampiran 17. Rak Penyimpanan Obat Analgetik
Lampiran 18. Etiket Biru
57
Lampiran 19. Etiket Putih
Lampiran 20. Bon Obat Antar Outlet
58
Lampiran 21. Copy Resep
Lampiran 22. Layanan Obat Swamedikasi Oleh Apoteker
59
Lampiran 23. Tanda Terima Obat
Lampiran 24. Kwintansi
60
Lampiraan 25. Alat Kesehatan
Lampiran 26. Alat Kesehatan
61
Lampiran 27. Area Swalayan
Lampiran 28. Area Rak Suplement
62
Lampiran 29. Area Pelayanan Obat Bebas
Lampiran 30. Area Penerimaan Resep
Lampiran 31. Ruang PIO
63
Lempiran 32. Ruang Tunggu Pasien
DAFTAR PUSTAKA
BPOM, 2008, Informatorium Obat Nasional Indonesia, Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta.
Depkes RI, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73 Tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Jakarta.
INDONESIA, K. B. P. O. D. M. R. (2013). Peraturan Kepala Badan Pengawasan
Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2013 Tentang
Pedoman Pengelolaan Prekursor Farmasi Dan Obat Mengandung Prekursor
Farmas. 1–155.
LKPP. (2015). Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Pelaksanaa Pengadaan
Barang/Jasa Melalui E-Purchasing. 2–4.
Permenkes,R.I.(1978). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
28/MENKES/PER/I/1978 Tahun 1978.
Permenkes, R. I. (1983). Surat Keputusan Menteri Kesehatan Ri
No.2380/A/Sk/Vi/83 Tentang Tanda Khusus Untuk Obat Bebas Dan Obat
Bebas Terbatas.
Permenkes, R. I. (1986). Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.02396/A/SK/VII/1986. 02396, 6–7.
Permenkes, R. I. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:
347/Menkes/Sk/Vli/1990 T tentang Obat Wajib Apotik. 419.
Permenkes, R. I. (2015). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
3 Tahun 2015 Tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, Dan
Pelaporan Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi. nomor 3.
Permenkes, R. I. (2016). PERMENKES RI No.73 Tahun 2016. 3345– 3356.
64
65
Permenkes, R. I. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 9
Tahun 2017 tentang Apotek. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Apotik, 1–36.
PP, R. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009
Tentang Pekerjaan Kefarmasian.
PP, R. (2010). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2010
Tentang Prekursor. 1–91.
Subagyo. (1990). Manajemen Logistik.
Syamsuni. (2016). Farmasetika Dasar Dan Hitungan Farmasi (Vol. 1).
UU, R.I. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997
Tentang Psikotropika. nomor 5.
UU, R.I. (2009b). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika. nomor 35(75), 31–47.
UU, R.I. (2009a). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan.