The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by mitasutanto70, 2021-11-11 00:54:56

20-sebab-harus-memaafkan

20-sebab-harus-memaafkan

Keywords: memaafkan,ebook

DR. Firanda Andirja, Lc.,MA.

sebab

Kenapa Harus
Memaafkan

20 Sebab Kenapa Harus Memaafkan

DR. Firanda Andirja, Lc.,MA.

Tulisan ini adalah transkrip ceramah yang diunggah pada
channel Youtube Rodja TV
https://www.youtube.com/watch?v=DX8PU0EH4PI

Youtube Channel : FirandaAndirja
Instagram : firanda_andirja_official
Facebook : firandaandirja
SoundCloud : firanda-andirja

www.firanda.com

2 | 20 Sebab Kenapa Harus Memaafkan

20 Sebab Kenapa
Harus Memaafkan

Pada kesempatan ini kita akan membahas risalah yang
ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah
yang topiknya adalah 20 sebab kenapa kita harus
memaafkan orang yang menzalimi kita. Oleh karenanya
pembahasan kita pada kesempatan kali ini adalah tentang
sifat memaafkan.

|3

Sifat memaafkan bukanlah sifat yang patut disepelekan,
melainkan sifat memaafkan adalah sifat yang agung dan
yang Allah Subhanahu wa ta’ala sebutkan bahwa perangai
ini merupakan salah satu dari ciri-ciri penghuni surga. Allah
Subhanahu wa ta’ala mengabadikan hal ini dalam firman-
Nya,
‫ا َّل ِذي َن يُنْ ِف ُقو َن ِفي ال َّس َّرا ِء َوال َّض َّرا ِء َوا ْل َكا ِظ ِمي َن ا ْل َغ ْي َظ َوا ْل َعا ِفي َن َع ِن النَّا ِس‬

‫َوالل َُهّ يُ ِح ُّب الْمُ ْح ِس ِني َن‬

“(yaitu) Orang yang berinfak, baik di waktu lapang
maupun sempit, dan orang-orang yang menahan
amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain.
Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.”
(QS. Ali-’Imran : 134)

Pada ayat sebelumnya, Allah Subhanahu wa ta’ala
menyebutkan tentang surga. Allah Subhanahu wa ta’ala
berfirman,

‫َو َسا ِر ُعوا إِ َلى َم ْغ ِف َر ٍة ِم ْن َربِّ ُك ْم َو َجنَّ ٍة َع ْر ُض َها ال َّس َما َوا ُت َوالْأَ ْر ُض أُ ِع َّد ْت‬
‫ِل ْل ُمتَّ ِقي َن‬

“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu
dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan

4 | 20 Sebab Kenapa Harus Memaafkan

bumi yang disediakan bagi orang-orang yang
bertakwa.” (QS. Ali-’Imran : 133)

Dan di antara yang Allah Subhanahu wa ta’ala sebutkan
tentang ciri-ciri orang yang bertakwa itu adalah orang-
orang yang memaafkan orang lain. Oleh karenanya
janganlah kita menyepelekan sifat memaafkan ini.

Sebagian ulama mengatakan bahwasanya perkara yang
paling memudahkan seseorang masuk surga setelah tauhid
adalah akhlak yang mulia. Terlalu banyak dalil-dalil yang
menunjukkan bagaimana mulianya perangai yang baik di
sisi Allah Subhanahu wa ta’ala. Cukuplah sabda Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

‫إِ َّن ِم ْن أَ َحبِّ ُك ْم إِ َليَّ َوأَ ْق َر ِب ُك ْم ِمنِّي َم ْجلِ ًسا َي ْو َم ال ِق َيا َم ِة أَ َحا ِسنَ ُك ْم أَ ْخلَا ًقا‬

“Sesungguhnya di antara orang yang paling aku cintai dan
yang tempat duduknya lebih dekat kepadaku pada hari
kiamat ialah orang yang akhlaknya paling bagus
(mulia).” (HR. At-Tirmidzi no. 2018)

Demikian pula sebaliknya, perkara yang paling
memudahkan seseorang masuk ke dalam neraka setelah
kesyirikan adalah akhlak yang buruk.

|5

Dan pada kesempatan ini kita akan membahas salah satu
dari akhlak yang mulia, yang Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah mengatakan bahwa akhlak ini (memaafkan),
tidak ada yang mampu melakukannya kecuali para Nabi
dan para Shiddiqun (orang yang jujur imannya dan yakin
akan hari akhirat). Oleh karenanya tatkala Allah
menyebutkan sifat memaafkan kesalahan orang lain, Allah
Subhanahu wa ta’ala melanjutkan dengan firman-Nya,

‫َواللهَُّ ُي ِح ُّب الْمُ ْح ِس ِني َن‬

“Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan
(ihsan).” (QS. Ali-’Imran : 134)

Orang yang bisa memaafkan orang lain adalah orang yang
telah mencapai derajat ihsan. Ihsan dalam makna adalah
seseorang ihsan dalam beribadah dan ihsan terhadap orang
lain. Ihsan terhadap orang lain di antaranya adalah
memaafkan kesalahan orang lain dan berbuat baik kepada
orang lain. Dan ihsan dalam hal beribadah adalah dia
beribadah dengan perasaan seakan-akan dia melihat Allah,
dan jika dia tidak mampu maka dia meyakini bahwa Allah
melihatnya. Oleh karenanya tatkala ada seseorang yang
mampu memaafkan orang lain, tentunya hal tersebut

6 | 20 Sebab Kenapa Harus Memaafkan

didasari oleh keyakinan yang tinggi terhadap ihsan dalam
beribadah dan yakin bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala akan
memberikan ganjaran atas sikapnya. Jika seseorang tidak
memiliki keyakinan yang kuat bahwasanya Allah
Subhanahu wa ta’ala sedang melihatnya dan akan
memberikan ganjaran atas apa yang dia lakukan, maka
tentunya seseorang akan sulit memaafkan. Karena sejatinya
sifat memaafkan tidaklah tampak kecuali ketika seseorang
terzalimi. Sehingga tatkala orang lain memiliki salah
terhadap diri kita, maka saat itulah seseorang diuji apakah
dia mau memaafkannya atau tidak. Dan jika Anda meyakini
bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala akan memberikan
ganjaran yang luar biasa kepada orang-orang yang
memaafkan, maka pasti Anda akan mudah untuk
memaafkan. Dan tatkala seseorang terzalimi, biasanya
seseorang akan menuntut balas, karena kezaliman orang
lain itu menyakitkan bagi setiap orang. Akan tetapi Allah
Subhanahu wa ta’ala mengatakan bahwa di antara sifat-sifat
penghuni surga adalah senantiasa memaafkan. Oleh
karenanya sebagaimana telah kita sebutkan bahwa Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan bahwa
tidak ada yang bisa melakukan hal ini (memaafkan) kecuali
para Nabi dan Ash-Shiddiqun.

|7

Di dalam ayat yang lain Allah Subhanahu wa ta’ala
berfirman,

‫َوأَ ْن َت ْعفُوا أَ ْق َر ُب ِللتَّ ْق َوى‬
“Dan memaafkan itu lebih dekat kepada takwa.” (QS. Al-
Baqarah : 237)

‫َو ْل َي ْعفُوا َو ْليَ ْص َف ُحوا أَلَا تُ ِحبُّو َن أَ ْن َي ْغ ِف َر الل َُّه َل ُك ْم َوالل َُّه َغفُو ٌر َر ِحي ٌم‬
“Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada.
Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu?
Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS.
An-Nur : 22)

8 | 20 Sebab Kenapa Harus Memaafkan

Sifat Pemaaf Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam

Sebelum kita membahas tentang risalah Ibnu Taimiyah
rahimahullah, kita akan sebutkan sifat memaafkan yang
dimiliki oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketahuilah
bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang
yang pemaaf. Sangat banyak dalil yang menunjukkan sifat
pemaafnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga
tidak mungkin kita akan menyebutkan semua, melainkan
hanya sebagian contoh-contoh dari sifat pemaafnya Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antaranya adalah kisah
Arab Badui yang ingin meminta harta kepada Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian dia menarik
selendang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan keras
sehingga berbekas di leher Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Kemudian orang Arab Badui tersebut berkata,

‫َل ُه‬ ‫أَ َم َر‬ ‫ُث َّم‬ ‫َف َض ِح َك‬ ،‫إِ َليْ ِه‬ ‫َفا ْلتَفَ َت‬ ،‫ِعنْ َد َك‬ ‫ا َّل ِذي‬ ‫الل َِّه‬ ‫َما ِل‬ ‫ِم ْن‬ ‫أَ ْع ِط ِني‬ ‫يَا ُم َح َّم ُد‬
‫ِب َع َطا ٍء‬

|9

“Wahai Muhammad berikan kepadaku dari harta yang
diberikan Allah padamu”, Maka beliau (Rasulullah)
menoleh kepadanya diiringi senyum serta menyuruh salah
seorang sahabat untuk memberi suatu hadiah
untuknya.” (HR. Ahmad no. 12570)

Orang Arab Badui ini meminta secara kasar kepada Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bahkan dengan memanggil
nama beliau ‘Muhammad’ secara langsung . Padahal para
sahabat tidak ada yang berani memanggil beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam dengan namanya secara langsung. Bahkan
Allah Subhanahu wa ta’ala tatkala memanggil beliau,
senantiasa dengan sebutan Rasulullah atau Nabiullah
(Nabi Allah). Meskipun demikian, yang menakjubkan
adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam langsung
tersenyum setelah diperlakukan dengan demikian, serta
memberikan hadiah kepada orang tersebut. Ini adalah suatu
sikap yang menakjubkan, bagaimana Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak bermuka masam, tidak cemberut,
akan tetapi langsung memaafkan dan sekaligus memenuhi
permintaan orang Arab Badui tersebut.

Di antara contoh lain adalah kisah tatkala Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam membagi ganimah tatkala

10 | 20 Sebab Kenapa Harus Memaafkan

perang Hunain. Tatkala perang Hunain, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapatkan ganimah yang
sangat banyak. Namun tatkala pembagian ganimah,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan bagian
yang lebih banyak kepada orang-orang Arab Badui yang
baru masuk Islam, di antaranya adalah Aqra’ bin Habis
radhiallahu ‘anhu, Uyainah, dan sebagian pemimpin-
pemimpin dari orang Arab Badui. Kemudian ternyata ada
sebagian orang yang tidak puas dengan pembagian ini,
mereka mengeluh dan berkata,

َِّ‫ َوالله‬:‫ َف ُق ْل ُت‬،َِّ‫ َو َما أُ ِري َد ِب َها َو ْج ُه الله‬،‫َوالل ِّهَ إِ َّن َه ِذ ِه ال ِق ْس َم َة َما ُع ِد َل ِفي َها‬
‫ َف َم ْن َي ْع ِد ُل‬:‫ فَ َقا َل‬،‫ فَأَ ْخبَ ْر ُت ُه‬،‫ فَأَ َت ْيتُ ُه‬،‫لَأُ ْخ ِب َر َّن النَّ ِب ّيَ َص َّلى اللهُ َع َليْ ِه َو َس َّل َم‬
‫ َر ِح َم اللهَُّ ُمو َسى َق ْد أُو ِذ َي ِبأَ ْكثَ َر ِم ْن َهذَا َف َصبَ َر‬،‫إِ َذا َل ْم يَ ْع ِد ِل الل َُهّ َو َر ُسو ُل ُه‬

“Pembagian ini sungguh tidak adil dan tidak dimaksudkan
mencari ridha Allah. Aku (Abdullah Ibnu Umar) berkata;
“Demi Allah, sungguh aku akan memberi tahu Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam”. Lalu aku menemui Beliau
dan mengabarkannya, maka Beliau bersabda: “Siapakah
yang dapat berbuat adil kalau Allah dan Rasul-Nya saja
tidak dapat berbuat adil? Sungguh Allah telah merahmati
Musa Alaihissalam ketika dia disakiti lebih besar dari ini
namun dia tetap sabar.” (HR. Bukhari no. 3150)

| 11

Bayangkanlah bagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dituduh tidak berbuat adil dan juga tidak ikhlas.
Tentunya tuduhan ini sangatlah menyakitkan. Tidak perlu
kita jauh membahas seorang Nabi, bahkan jika seorang
ustaz dituduh demikian, mama pasti sang ustaz akan sakit
hati jika dituduh demikian. Akan tetapi lihatlah bagaimana
sikap Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam Shallallahu
‘alaihi wa sallam, tatkala berita tuduhan itu sampai kepada
beliau, maka beliau menyabarkan dirinya dengan
mengingat kisah Nabi Musa ‘alaihissalam. Dan penyebutan
kisah-kisah para Nabi di dalam Alquran tidak lain agar
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bisa menjadi seorang
yang penyabar. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

‫فَا ْص ِب ْر َك َما َصبَ َر أُو ُلو ا ْل َعزْمِ ِم َن ال ُّر ُس ِل َولَا َت ْستَ ْعجِ ْل َل ُه ْم َكأَ َّن ُه ْم َي ْو َم يَ َر ْو َن‬
‫َما ُيو َع ُدو َن َل ْم َي ْلبَثُوا إِلَّا َسا َع ًة ِم ْن نَ َها ٍر َبلَاغٌ فَ َه ْل ُي ْه َل ُك إِلَّا ا ْل َق ْو ُم ا ْل َفا ِس ُقو َن‬

“Maka bersabarlah engkau (Muhammad) sebagaimana
kesabaran rasul-rasul yang memiliki keteguhan hati dan
janganlah engkau meminta agar azab disegerakan untuk
mereka. Pada hari mereka melihat azab yang dijanjikan,
mereka merasa seolah-olah mereka tinggal (di dunia) hanya
sesaat saja pada siang hari. Tugasmu hanya menyampai-

12 | 20 Sebab Kenapa Harus Memaafkan

kan. Maka tidak ada yang dibinasakan kecuali kaum yang
fasik (tidak taat kepada Allah).” (QS. Al-Ahqaf : 35)

Allah Subhanahu wa ta’ala juga berfirman,
‫َو ُكلًاّ َن ُق ُّص َع َل ْي َك ِم ْن أَ ْنبَا ِء ال ُّر ُس ِل َما ُنثَبِّ ُت ِب ِه فُ َؤا َد َك َو َجا َء َك ِفي َه ِذ ِه ا ْل َح ُّق‬

‫َو َم ْو ِع َظ ٌة َو ِذ ْك َرى ِل ْل ُم ْؤ ِم ِني َن‬

“Dan semua kisah rasul-rasul, Kami ceritakan kepadamu
(Muhammad), agar dengan kisah itu Kami teguhkan
hatimu; dan di dalamnya telah diberikan kepadamu
(segala) kebenaran, nasihat dan peringatan bagi orang yang
beriman.” (QS. Yusuf : 120)

Oleh karenanya tatkala Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam diganggu dengan tuduhan semacam ini, beliau
kemudian langsung mengingat kisah saudaranya Nabi
Musa ‘alaihissalam yang juga pernah diganggu dengan
gangguan yang lebih berat. Bahkan Allah Subhanahu wa
ta’ala berfirman dalam ayat yang khusus menceritakan hal
ini. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
‫يَاأَيُّ َها ا َّل ِذي َن آ َمنُوا لَا َت ُكونُوا َكا َّل ِذي َن آذَ ْوا ُمو َسى َفبَ َّرأَهُ الل َّهُ ِم َّما َقا ُلوا َو َكا َن‬

‫ِعنْ َد الل َِّه َو ِجي ًها‬

| 13

‫‪“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu seperti‬‬
‫‪orang-orang yang menyakiti Musa, maka Allah‬‬
‫‪membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka‬‬
‫‪lontarkan. Dan dia seorang yang mempunyai kedudukan‬‬
‫)‪terhormat di sisi Allah.” (QS. Al-Ahzab : 69‬‬

‫‪Apa yang dilakukan Bani Israil terhadap Nabi Musa‬‬
‫‪‘alaihissalam? Telah diriwayatkan dalam hadits yang Shahih‬‬
‫‪Al-Bukhari, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam‬‬
‫‪bersabda,‬‬
‫إِ َّن ُمو َسى َكا َن َر ُجلًا َح ِييًّا ِستِّي ًرا‪ ،‬لاَ ُي َرى ِم ْن ِج ْل ِد ِه َشيْ ٌء ا ْس ِت ْح َيا ًء ِمنْ ُه‪،‬‬

‫َفآ َذاهُ َم ْن آ َذا ُه ِم ْن بَ ِني إِ ْس َرا ِئي َل فَ َقا ُلوا‪َ :‬ما يَ ْستَ ِت ُر َه َذا التَّ َستُّ َر‪ ،‬إِلَّا ِم ْن‬
‫َع ْي ٍب ِبجِ ْل ِد ِه‪ :‬إِ َّما بَ َر ٌص َوإِ َّما أُ ْد َرةٌ‪َ :‬وإِ َّما آ َف ٌة‪َ ،‬وإِ َّن الل ّهَ أَ َرا َد أَ ْن ُيبَ ِّرئَ ُه ِم َّما‬
‫َقا ُلوا لِمُو َسى‪َ ،‬ف َخلاَ َي ْو ًما َو ْح َدهُ‪ ،‬فَ َو َض َع ِثيَابَ ُه َع َلى ال َح َج ِر‪ ،‬ثُ َّم ا ْغتَ َس َل‪،‬‬
‫فَ َل َّما َف َر َغ أَ ْقبَ َل إِ َلى ِثيَا ِب ِه لِ َيأْ ُخ َذ َها‪َ ،‬وإِ َّن ال َح َج َر َع َدا ِبثَ ْو ِب ِه‪ ،‬فَأَ َخ َذ ُمو َسى‬

‫َع َصاهُ َوطَ َل َب ال َح َج َر‪َ ،‬ف َج َع َل يَ ُقو ُل‪َ :‬ث ْو ِبي َح َج ُر‪ ،‬ثَ ْو ِبي َح َج ُر‪َ ،‬حتَّى‬
‫ا ْنتَ َهى إِ َلى َملَ ٍإ ِم ْن َب ِني إِ ْس َرا ِئي َل‪ ،‬فَ َرأَ ْو ُه ُع ْريَانًا أَ ْح َس َن َما َخ َل َق الل َُّه‪،‬‬
‫َوأَ ْب َرأَ ُه ِم َّما َي ُقو ُلو َن‪َ ،‬و َقا َم ال َح َج ُر‪َ ،‬فأَ َخ َذ ثَ ْوبَ ُه فَ َل ِب َس ُه‪َ ،‬وطَ ِف َق ِبال َح َج ِر‬
‫َض ْر ًبا ِب َع َصاهُ‪ ،‬فَ َوالل َِّه إِ َّن ِبال َح َج ِر َلنَ َدبًا ِم ْن أَ َث ِر َض ْر ِب ِه‪َ ،‬ثلاَثًا أَ ْو أَ ْر َب ًعا أَ ْو‬
‫َخ ْم ًسا‪َ ،‬فذَلِ َك َق ْو ُل ُه‪َ :‬يا أَ ُيّ َها ا َّل ِذي َن آ َمنُوا لاَ َت ُكونُوا َكا َّل ِذي َن آ َذ ْوا ُمو َسى‬

‫فَبَ َّرأَ ُه الل َُهّ ِم َّما َقا ُلوا َو َكا َن ِعنْ َد الل ِهَّ َو ِجي ًها‬

‫‪14 | 20 Sebab Kenapa Harus Memaafkan‬‬

“Sesungguhnya Nabi Musa ‘Alaihissalam adalah seorang
pemuda yang sangat pemalu dan senantiasa badannya
tertutup sehingga tidak ada satu pun dari bagian badannya
yang terbuka karena sangat pemalunya. Pada suatu hari
ada orang-orang dari Bani Israil yang mengolok-oloknya.
Mereka berkata; “Sesungguhnya tidaklah dia ini menutupi
tubuhnya melainkan karena kulit tubuhnya sangat jelek,
bisa jadi karena menderita sakit kusta, bisul atau penyakit-
penyakit lainnya”. Sungguh Allah ingin membebaskan Nabi
Musa dari apa yang mereka katakan terhadap Musa,
sehingga pada suatu hari dia mandi sendirian dengan
telanjang dan meletakkan pakaiannya di atas batu. Maka
mandilah dia dan ketika telah selesai dia beranjak untuk
mengambil pakaiannya namun batu itu telah melarikan
pakaiannya. Maka Musa mengambil tongkatnya dan
mengejar batu tersebut sambil memanggil-manggil;
“Pakaianku, wahai batu. Pakaianku, wahai batu”. Hingga
akhirnya dia sampai ke tempat kerumunan para pembesar
Bani Israil dan mereka melihat Musa dalam keadaan
telanjang yang merupakan sebaik-baiknya ciptaan Allah.
Dengan kejadian itu Allah membebaskan Musa dari apa
yang mereka katakan selama ini. Akhirnya batu itu
berhenti lalu Musa mengambil pakaiannya dan

| 15

memakainya. Kemudian Musa memukuli batu tersebut
dengan tongkatnya. Sungguh demi Allah, batu tersebut
masih tampak bekas pukulan Musa, tiga, empat atau lima
pukulan. Inilah di antara kisah Nabi Musa ‘Alaihissalam
seperti difirmankan Allah Ta’ala: “Wahai orang-orang
beriman janganlah kalian menjadi seperti orang-orang
yang mengolok-olok (menyakiti) Musa lalu Allah
membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka
katakana.” [QS. Al-Ahzab : 69].” (HR. Bukhari no. 3404)

Dahulu laki-laki dari kalangan Bani Israil biasa mandi
bersama sehingga saling melihat di antara mereka.
Sedangkan Nabi Musa ‘alaihissalam tidak mandi bersama
mereka dan mandi sendiri karena beliau adalah seorang
pemalu dan tidak ingin kulitnya dilihat oleh orang lain.
Tatkala Nabi Musa ‘alaihissalam tidak mandi bersama
kaumnya, maka kaumnya kemudian suuzan (berprasangka
buruk) kepada Nabi Musa ‘alaihissalam dengan menuduh
bahwa Nabi Musa ‘alaihissalam memiliki penyakit.
Bayangkanlah bagaimana rasanya beliau yang seorang Nabi,
kemudian dituduh demikian. Akan tetapi Nabi Musa
‘alaihissalam bersabar terhadap tuduhan kaumnya, padahal
kita tahu bahwa Nabi Musa ‘alaihissalam sangatlah kuat.
Allah Subhanahu wa ta’ala menyebutkan tentang

16 | 20 Sebab Kenapa Harus Memaafkan

bagaimana kuatnya beliau, Allah Subhanahu wa ta’ala
berfirman,

‫َف َو َك َزهُ ُمو َسى َف َق َضى َع َليْ ِه‬

“Lalu Musa memukulnya, dan matilah musuhnya
itu.” (QS. Al-Qashash : 15)

Maka jika sekiranya ada beberapa orang yang menuduhnya
memiliki penyakit, maka pasti Nabi Musa ‘alaihissalam pun
tetap mampu memukul kaumnya tersebut. Akan tetapi
beliau tidak melakukannya dan bersabar. Dan lihatlah
bagaimana dalam hadits disebutkan bahwa Nabi Musa
‘alaihissalam marah kepada batu yang telah membawa lari
pakaiannya, namun tidak marah kepada kaumnya yang
menuduhnya dengan tuduhan yang tidak-tidak.

Maka tatkala Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingat
kisah ini, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa ringan
dengan tuduhan tidak adil dan tidak ikhlas tersebut
dibandingkan dengan tuduhan Bani Israil kepada Nabi
Musa ‘alaihissalam. Sehingga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam akhirnya sabar dan memaafkan orang yang
menuduhnya tersebut.

| 17

Di antara kisah sifat pemaafnya Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah perlakuan Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam tatkala beliau menaklukkan kota Mekkah. Kita
ketahui bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
terusir dari Mekkah, sehingga harus berhijrah dan dengan
meninggalkan harta dan rumah beliau yang dirampas oleh
orang-orang kafir, meninggalkan tempat kelahirannya yang
sangat dicintai oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Tatkala Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar
untuk berhijrah, beliau kemudian dikejar dan hendak
dibunuh oleh orang-orang kafir Quraisy. Bahkan mereka
mengadakan sayembara bahwa barangsiapa yang dapat
membunuh Muhammad maka akan diberikan seratus ekor
unta. Akhirnya berlomba-lombalah orang-orang untuk
membunuh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Namun kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
selamat dan sampai ke Madinah.

Berjalan waktu, datang orang-rang kafir menyerang
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang pertama
terjadi adalah perang Badar, dimana pasukan kafir Quraisy
yang berjumlah 1000 orang akhirnya kalah. Kemudian pada
tahun 3H terjadi perang Uhud dengan 3000 pasukan,
namun pada perang itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa

18 | 20 Sebab Kenapa Harus Memaafkan

sallam terluka hingga wajah beliau berlumuran darah.
Kemudian pada tahun 5H terjadi perang Khandaq, dimana
pasukan orang-orang kafir datang bersama orang-orang
Arab Badui dengan jumlah sepuluh ribu orang, hingga
akhirnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para
sahabat harus menggali parit, padahal waktu itu adalah
musim dingin yang membuat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan para sahabat kelaparan, sehingga akhirnya
mereka mengikatkan batu pada perut-perut mereka
termasuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Perang
Khandaq dan perang Uhud dipimpin oleh Abu Sufyan,
salah satu gembong orang kafir tatkala itu. Akan tetapi
tatkala tahun 8 hijriah, yaitu tatkala Fathu Makkah,
kondisinya akhirnya terbalik. Pada waktu itu Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam membawa pasukan berjumlah
sepuluh ribu orang untuk menaklukkan kota Mekkah.
Ternyata Abu Sufyan masuk Islam tatkala itu, dan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melupakan segala
kesalahan Abu Sufyan. Bahkan Ibnu Abbas tatkala itu
berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

| 19

،‫ فَ َل ْو َج َع ْل َت َل ُه َشيْئًا‬،‫ إِ َّن أَبَا ُسفْيَا َن َر ُج ٌل ُي ِح ُّب َه َذا ا ْل َف ْخ ِر‬،ِ‫َيا َر ُسو َل الل َّه‬
‫ َو َم ْن أَ ْغ َل َق َع َل ْي ِه َبابَ ُه فَ ُه َو‬،‫ َم ْن َد َخ َل َدا َر أَ ِبي ُسفْ َيا َن فَ ُه َو آ ِم ٌن‬،‫ نَ َع ْم‬:‫َقا َل‬

‫آ ِم ٌن‬

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan adalah
orang yang senang berbangga diri, seandainya Anda
memberikan sesuatu kepadanya maka lakukanlah!” Beliau
berkata: “Ya, barang siapa yang memasuki rumah Abu
Sufyan maka ia aman dan barang siapa yang menutup
pintu rumahnya maka ia aman.” (HR. Abu Daud no.
3021)

Lihatlah bagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memaafkan Abu Sufyan dan bahkan memuliakannya
dengan memberikan jaminan keamanan jika seseorang
bersembunyi di rumah Abu Sufyan, padahal dia telah
berulang-ulang ingin membunuh Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Dan tatkala Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam masuk ke dalam Mekkah, seharusnya waktu
itulah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membalas
dendamnya kepada Abu Sufyan. Akan yang Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan adalah masuk ke
dalam Kakbah dan melaksanakan shalat, setelah itu beliau

20 | 20 Sebab Kenapa Harus Memaafkan

keluar menemui orang-orang kafir Quraisy yang telah
berkumpul dan berkata,

‫ ما تظنون أني فاعل بكم؟ قالوا خيرا؛ أخ كريم وابن‬،‫يا معشر قريش‬
:‫ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم‬،‫أخ كريم )وفي رواية( َو َق ْد َق َد ْرت‬
‫ }لاَ تَثْ َري َب َع َل ْي ُك ُم ا ْل َي ْو َم يَ ْغ ِف ُر‬:‫اليوم اقول لكم ما قال أخي يوسف من قبل‬

‫[ اذهبوا فأنتم الطلقاء‬92 :‫اللهُ َل ُك ْم َو ُه َو أَ ْر َح ُم ال َّرا ِح ِمي َن{ ]يوسف‬

“Wahai orang-orang Quraisy, menurut kalian apa yang
akan aku lakukan terhadap kalian?” Orang Quraisy
berkata, ‘Menurut kami yang akan kau lakukan adalah
kebaikan. Engkau adalah seorang yang mulia, dan anak
dari seorang yang mulia, (dalam riwayat lain) sedangkan
engkau telah mampu membalas.’ Maka Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Hari ini aku
mengatakan kepada kalian sebagaimana perkataan
saudaraku Yusuf, ‘Pada hari ini tak ada cercaan terhadap
kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan
Dia adalah Maha Penyayang di antara para
penyayang’ [QS. Yusuf : 92], Pergilah! Sekarang kalian
bebas.” (As-Sirah An-Nabawiyah Durus wa Ibar 1/101)

Pada kisah ini, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengingat kisah Nabi Yusuf ‘alaihissalam. Dan kondisi

| 21

yang dialami sama. Nabi Yusuf ‘alaihissalam juga
memaafkan saudaranya tatkala dia mampu untuk
melakukan balas dendam. Dan memaafkan tatkala mampu
untuk membalas adalah suatu sikap yang sangat terpuji.
Adapun memaafkan tatkala tidak mampu membalas, maka
yang ini adalah memaafkan dengan terpaksa. Dan di antara
sifat Allah Subhanahu wa ta’ala adalah Al-’Afuw (Maha
Memaafkan) dan Al-Qadir (Maha Kuasa), Allah Maha
Memaafkan padahal Allah Subhanahu wa ta’ala mampu
untuk membalas.

Kita ketahui bahwa Nabi Yusuf ‘alaihissalam dihinakan
oleh saudara-saudaranya, kemudian dilemparkan ke dalam
sumur dan dipisahkan dari orang tuanya. Akhirnya beliau
sedih dan ayahnya pun Nabi Ya’qub ‘alaihissalam sedih.
Kemudian Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah
menyebutkan bahwa kakak-kakanyalah yang menjual dia
sebagai budak. Sejak saat itu Nabi Yusuf ‘alaihissalam diuji
dengan banyak cobaan, di antaranya adalah di penjara,
hingga akhirnya Allah Subhanahu wa ta’ala berkehendak
menjadikan Nabi Yusuf ‘alaihissalam sebagai orang yang
dimuliakan sebagai bendaharawan dan menteri keuangan
Mesir tatkala itu. Tatkala Allah takdirkan adanya musim
paceklik, akhirnya saudara-saudaranya yang datang kepada

22 | 20 Sebab Kenapa Harus Memaafkan

Nabi Yusuf ‘alaihissalam untuk meminta pertolongan
(makanan). Pada waktu inilah sebenarnya Nabi Yusuf
‘alaihissalam mampu membalas perbuatan saudara-
saudaranya, akan tetapi yang beliau lakukan adalah
memaafkan mereka. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman
tentang perkataan Nabi Yusuf ‘alaihissalam,

‫َقا ُلوا أَإِ َنّ َك لَأَ ْن َت يُو ُس ُف َقا َل أَ َنا يُو ُس ُف َو َهذَا أَ ِخي َق ْد َم َّن الل َُّه َع َل ْينَا إِ َّن ُه َم ْن‬
‫َيتَّ ِق َويَ ْص ِب ْر فَ ِإ َّن اللهَّ لَا ُي ِضي ُع أَ ْج َر الْمُ ْح ِس ِني َن‬

“Mereka berkata: “Apakah kamu ini benar-benar Yusuf?”.
Yusuf menjawab: “Akulah Yusuf dan ini saudaraku.
Sesungguhnya Allah telah melimpahkan karunia-Nya
kepada kami”. Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa
dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-
nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” (QS.
Yusuf : 90)

‫َقا ُلوا تَالل َهِّ َل َق ْد آ َث َر َك الل َّهُ َع َل ْينَا َوإِ ْن ُكنَّا َل َخا ِط ِئي َن‬

“Mereka berkata: “Demi Allah, sesungguhnya Allah telah
melebihkan kamu atas kami, dan sesungguhnya kami
adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)”. (QS. Yusuf :
91)

| 23

Tatkala Nabi Yusuf ‘alaihissalam mampu membalas
perbuatan-saudaranya, beliau malah mengatakan,

‫َقا َل لَا تَثْ ِري َب َع َل ْي ُك ُم ا ْل َي ْو َم َي ْغ ِف ُر اللهَُّ َل ُك ْم َو ُه َو أَ ْر َح ُم ال َّرا ِح ِمي َن‬

“Dia (Yusuf) berkata: “Pada hari ini tak ada cercaan
terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni
(kamu), dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para
penyayang”. (QS. Yusuf : 92)

Perhatikanlah dalam ayat ini, Nabi Yusuf ‘alaihissalam telah
berkomitmen terhadap saudaranya untuk tidak akan
mencela mereka atas apa yang mereka lakukan. Kemudian
Nabi Yusuf ‘alaihissalam meminta kepada saudaranya
untuk mendatangkan ayahnya dari Palestina menuju Mesir.
Maka tatkala ayah dan ibunya beserta saudara-saudaranya
berkumpul, maka Nabi Yusuf ‘alaihissalam berkata kepada
ayahnya Nabi Ya’qub ‘alaihissalam,

ْ‫َياأَبَ ِت َهذَا تَأْ ِوي ُل ُر ْؤيَا َي ِم ْن َقبْ ُل َق ْد َج َع َل َها َربِّي َح ًّقا َو َق ْد أَ ْح َس َن ِبي إِذ‬
‫أَ ْخ َر َج ِني ِم َن ال ِّس ْج ِن َو َجا َء ِب ُك ْم ِم َن ا ْلبَ ْد ِو ِم ْن بَ ْع ِد أَ ْن َن َزغَ ال َّش ْي َطا ُن بَيْ ِني‬

‫َو َب ْي َن إِ ْخ َو ِتي إِ َّن َر ِبّي َل ِطي ٌف لِمَا يَ َشا ُء إِ َّن ُه ُه َو ا ْل َعلِي ُم ا ْل َح ِكي ُم‬

“Wahai ayahku inilah takwil mimpiku yang dahulu itu;
sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu

24 | 20 Sebab Kenapa Harus Memaafkan

kenyataan. Dan sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik
kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari rumah
penjara dan ketika membawa kamu dari dusun padang
pasir, setelah syaithan merusakkan (hubungan) antaraku
dan saudara-saudaraku. Sesungguhnya Tuhanku Maha
Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya
Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana.” (QS. Yusuf : 100)

Di antara nikmat yang Allah Subhanahu wa ta’ala berikan
kepada Nabi Yusuf ‘alaihissalam adalah keluar dari penjara.
Padahal di antara nikmat sebelumnya adalah Allah
Subhanahu wa ta’ala menyelamatkan beliau dari sumur.
Akan tetapi Nabi Yusuf ‘alaihissalam tidak menyebutkan
masalah sumur karena yang memasukkannya ke dalam
sumur adalah saudara-saudaranya, sedangkan dia telah
berjanji untuk tidak mencela saudara-saudaranya. Oleh
karenanya masalah tatkala Nabi Yusuf ‘alaihissalam yang
dimasukkan di dalam sumur tidak disebut oleh Nabi Yusuf
‘alaihissalam karena beliau telah memaafkan hal tersebut.
Kemudian yang tidak kalah pentingnya adalah Nabi Yusuf
‘alaihissalam menyandarkan kesalahan-kesalahan
saudaranya kepada syaithan. Lihatlah bagaimana
komitmennya Nabi Yusuf dengan janjinya untuk tidak lagi

| 25

ada cercaan bagi saudara-saudaranya, sehingga seakan-akan
Nabi Yusuf ‘alaihissalam menjelaskan kepada Nabi Ya’qub
bahwa tidak semata-mata saudaranya yang salah, melainkan
Nabi Yusuf ‘alaihissalam juga salah.

Maka demikian juga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang mengatakan kepada orang-orang Quraisy,

‫اذهبوا فأنتم الطلقاء‬

“Pergilah! Sekarang kalian bebas.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memaafkan orang-
orang kafir Quraisy dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidak pernah mengungkit-ungkit kesalahan mereka. Maka
inilah kisah dimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengingat kisah-kisah para Nabi terdahulu yang mereka
juga bersabar.

Di antara sikap memaafkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah beliau mendoakan orang-orang yang
menzalimi beliau. Di antaranya adalah kisah meninggalnya
Abdullah bin Ubay bin Salul. Abdullah bin Ubay bin Salul
adalah gembong orang-orang munafik yang selalu berusaha
menyakiti Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antara

26 | 20 Sebab Kenapa Harus Memaafkan

usaha Abdullah bin Ubay bin Salul menyakiti Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah tatkala perang Uhud,
dia berkhianat di tengah-tengah perjalanan menuju
peperangan dengan mundur membawa sekitar tiga ratus
pasukan, sehingga membuat kegaduhan dan keguncangan
di barisan kaum muslimin. Dan kisah ini Allah abadikan
dalam firman-Nya,

‫فَ َما َل ُك ْم ِفي الْمُنَا ِف ِقي َن ِفئَتَ ْينِ َوالل ُّهَ أَ ْر َك َس ُه ْم ِب َما َك َسبُوا أَ ُت ِري ُدو َن أَ ْن تَ ْه ُدوا‬
‫َم ْن أَ َض َّل الل َُهّ َو َم ْن يُ ْضلِ ِل الل َُّه َف َل ْن َتجِ َد َل ُه َس ِبيلًا‬

“Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua golongan
dalam (menghadapi) orang-orang munafik, padahal Allah
telah mengembalikan mereka (kepada kekafiran),
disebabkan usaha mereka sendiri? Apakah kamu
bermaksud memberi petunjuk kepada orang yang telah
dibiarkan sesat oleh Allah? Barangsiapa dibiarkan sesat oleh
Allah, kamu tidak akan mendapatkan jalan (untuk
memberi petunjuk) baginya.” (QS. An-Nisa’ : 88)

Kemudian di antara usaha Abdullah bin Ubay bin Salul
dalam menyakiti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah gembong orang-orang munafik yang menuduh
‘Aisyah radhiallahu ‘anha sebagai pezina. Ketika Abdullah

| 27

bin Ubay bin Salul tidak mampu menyakiti Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara fisik, maka dia berusaha
untuk menyakiti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
secara mental. Tentunya tuduhan itu sangat menyakitkan
bagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bagaimana
tidak istri yang sangat dicintai oleh beliau dituduh
melakukan zina, sampai-sampai sikap Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berubah kepada ‘Aisyah
radhiallahu ‘anha. Ini semua di antaranya disebabkan oleh
Abdullah bin Ubay bin Salul.

Akan tetapi tatkala Abdullah bin Ubay bin Salul meninggal
dunia, maka datanglah anaknya kepada Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan hal tersebut. Dan
tatkala itu Abdullah bin Ubay bin Salul meninggal dalam
keadaan terhina lagi miskin, sampai-sampai tidak ada kain
kafan yang bisa digunakannya, datanglah anaknya kepada
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta baju
beliau untuk digunakan sebagai kain kafan bagi ayahnya.
Anaknya berkata kepada Rasulullah,

.‫ َوا ْستَ ْغ ِف ْر َل ُه‬،‫ أَ ْع ِط ِني َق ِمي َص َك أُ َك ِّفنْ ُه ِفي ِه َو َص ِّل َع َل ْي ِه‬،ّ‫يَا َر ُسو َل الل َِه‬
‫ فَ َجا َء‬،‫ فَ َل َّما َف َر َغ آذَنَ ُه ِب ِه‬،‫ إِ َذا َف َر ْغ َت ِمنْ ُه َفآ ِذ ّنَا‬:‫ َو َقا َل‬،‫َفأَ ْعطَا ُه َق ِمي َص ُه‬
‫ أَ َليْ َس َق ْد َن َها َك اللهَُّ أَ ْن ُت َص ِّل َي َع َلى‬:‫ فَ َجذَ َب ُه ُع َم ُر فَ َقا َل‬،‫ِليُ َص ِّل َي َع َل ْي ِه‬

28 | 20 Sebab Kenapa Harus Memaafkan

‫ }ا ْستَ ْغ ِف ْر َل ُه ْم أَ ْو لاَ َت ْستَ ْغ ِف ْر َل ُه ْم إِ ْن َت ْستَ ْغ ِف ْر َل ُه ْم َسبْ ِعي َن‬:‫ َف َقا َل‬،‫المُنَا ِف ِقي َن‬
‫ } َولاَ تُ َص ِّل َع َلى أَ َح ٍد ِمنْ ُه ْم‬:‫[ َفنَ َز َل ْت‬80 :‫َم َّرةً َف َل ْن يَ ْغ ِف َر الل ّهَُ َل ُه ْم{ ]التوبة‬
‫[ فَتَ َر َك ال َّصل َاةَ َع َل ْي ِه ْم‬84 :‫َما َت أَ َب ًدا َول َا تَ ُق ْم َع َلى َقبْ ِر ِه{ ]التوبة‬

“‘Wahai Rasulullah, berikanlah baju engkau kepadaku
hingga aku mengafaninya dengan baju itu, shalatkanlah ia
dan mintalah ampunan untuknya!” lalu beliau
memberikan baju beliau kepadanya. Kemudian beliau
bersabda: “Jika kalian telah selesai, beritahulah aku.”
Ketika telah selesai, maka anaknya Abdullah bin Ubay
memberitahukan kepada beliau, lalu beliau datang untuk
menyalatinya. Maka Umar menariknya seraya berkata;
‘Tidakkah Allah telah melarang engkau untuk
menyalatkan orang-orang munafik’. Namun beliau
membaca ayat: “Mintakanlah ampun untuk mereka atau
kamu tidak memintakan ampun untuk mereka, sama saja
jika kamu memintakan ampun untuk mereka sebanyak
tujuh puluh kali maka Allah tidak akan mengampuni
mereka” [QS. At-Taubah : 80]. Lalu turunlah ayat, ‘Dan
janganlah kamu sekali-kali menyalatkan (jenazah) seorang
yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri
(mendoakan) di kuburnya’ [QS. At-Taubah : 84]. Akhirnya

| 29

beliau pun tidak lagi menyalatkan mereka.” (HR. Bukhari
no. 5796)

Yang menjadi perhatian kita adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam sama sekali tidak dendam kepada Abdullah bin
Ubay bin Salul. Bahkan beliau memilih agar Abdullah bin
Ubay bin Salul dimaafkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, sampai-sampai tatkala ditegur oleh Umar bin
Khattab, beliau tidak peduli dan tetap ingin Abdullah bin
Ubay bin Salul di maafkan. Meskipun yang dilakukan oleh
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam salah, tapi kisah ini
menunjukkan bagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam memiliki sifat pemaaf yang luar biasa dengan
mendoakan orang yang menzalimi beliau.

Di antara doa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada
orang yang menzaliminya adalah tatkala perang Uhud.
Dalam sebuah hadits disebutkan,

،‫ َي ْح ِكي َن ِب ًّيا ِم َن الأَ ْن ِب َيا ِء‬،‫َكأَنِّي أَ ْن ُظ ُر إِ َلى النَّ ِب ّيِ َص َّلى الل ُه َع َليْ ِه َو َس َّل َم‬
‫ ال َّل ُه َّم ا ْغ ِف ْر لِ َق ْو ِمي‬:‫ َو ُه َو َي ْم َسحُ ال َّد َم َع ْن َو ْج ِه ِه َو َي ُقو ُل‬،‫َض َربَ ُه َق ْو ُم ُه فَأَ ْد َم ْو ُه‬

‫َف ِإ َّن ُه ْم ل َا َي ْع َل ُمو َن‬

30 | 20 Sebab Kenapa Harus Memaafkan

“Aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sedang
bercerita tentang seorang Nabi di antara para nabi yang
dipukuli oleh kaumnya hingga berdarah-darah sambil dia
mengusap darah yang mengalir dari wajahnya dan
berkata: ‘Ya Allah, ampunilah kaumku karena mereka
orang-orang yang belum mengerti’.” (HR. Bukhari no.
3477)

Dalam riwayat Thabrani dalam Majma’u Az-Zawaid, serta
disebutkan dalam risalah Ibnu Taimiyah dalam Jami’ul
Masail bahwa perkataan seorang Nabi yang Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam ceritakan dalam hadits di atas
juga disebutkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala
perang Uhud. Sebelumnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam terluka hingga mengalirkan darah di perang
Uhud. Maka tatkala itu beliau mengatakan,

‫ َو ُه َو َي ْد ُعو ُه ْم إِ َلى اللهِ؟‬،‫ َو َك َس ُروا َربَا ِع َيتَ ُه‬،‫َك ْي َف يُفْلِ ُح َق ْو ٌم َش ُّجوا َن ِب َيّ ُه ْم‬
‫ } َل ۡي َس َل َك ِم َن ٱلۡأَ ۡم ِر َش ۡي ٌء أَ ۡو يَتُو َب َع َل ۡي ِه ۡم أَ ۡو ُي َع ّذِ َب ُه ۡم‬:‫َفأَ ْنزَ َل الل ُه َع ّزَ َو َج َّل‬

{‫فَ ِإ َّن ُه ۡم َظٰلِ ُمو َن‬

“Bagaimana mungkin suatu kaum akan beruntung,
sedangkan mereka melukai nabinya dan mematahkan gigi
gerahamnya. Padahal Nabi mereka mengajak mereka

| 31

kepada Allah” Maka Allah ‘Azza wa jalla menurunkan
ayat: ‘Tidak ada sedikitpun campur tanganmu dalam
urusan mereka apakah Allah menerima taubat mereka,
atau mengazab mereka karena sesungguhnya mereka itu
orang-orang yang zalim’ (Qs. Ali Imran: 128).” (HR.
Muslim no. 1791)

Tatkala Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditegur oleh
Allah Subhanahu wa ta’ala, maka Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam kemudian mendoakan mereka dengan
berkata,

‫ال َّل ُه َّم ا ْغ ِف ْر ِل َق ْو ِمي َف ِإ َنّ ُه ْم لَا َي ْع َل ُمو َن‬
“Ya Allah, ampunilah kaumku. Sesungguhnya mereka
tidak mengetahui.” (HR. Bukhari no. 3477)

Dari perkataan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini,
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
‫ والاعتذار عنهم‬،‫ والاستغفار لهم‬،‫ العفو عنهم‬:‫فجمع في هذا ثلاثة أمور‬

‫بأنهم لا يعلمون‬

32 | 20 Sebab Kenapa Harus Memaafkan

“Terkumpul dalam perkataan ini tiga perkara, yaitu
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memaafkan
mereka, dan memohonkan ampun untuk mereka, dan
member uzur atas mereka karena ketidaktahuan
mereka.” (Jami’ul Masail – Majmu’at Al-ula h.167)
Tentunya ini adalah sikap yang luar biasa. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak hanya sekadar
memaafkan, melainkan meminta agar mereka dimaafkan
dan mengajukan uzur agar permintaan beliau bisa
dikabulkan.
Inilah di antara beberapa kisah-kisah memaafkannya Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tentunya masih banyak
kisah-kisah memaafkan beliau yang lain. Akan tetapi inilah
beberapa kisah yang bisa kita sampaikan pada kesempatan
kali ini.

| 33

Kisah Pemaafnya
Ibnu Taimiyah

Sebelum kita membahas tentang risalah Ibnu Taimiyah
rahimahullah dalam Jami’ul Masail, penulis mengingatkan
kepada antum sekalian bahwasanya Ibnu Taimiyah adalah
seorang yang sangat pemaaf. Tatkala beliau menuliskan 20
sebab ini, beliau benar-benar menghayati apa yang beliau
tuliskan. Beliau menghadapi musuh-musuh dan kezaliman
yang sangat banyak, akan tetapi beliau senantiasa
memaafkan.

Ada tiga kisah yang menunjukkan bagaimana sifat
memaafkannya Ibnu Taimiyah rahimahullah.

Kisah pertama adalah kisah yang disebutkan oleh Al-
Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah dalam Al-Bidayah wa An-
Nihayah tentang kisah Sulthan Nashir Ibnu Qalawun.
Dikisahkan bahwa Nashir Ibnu Qalawun memiliki
beberapa menteri di kerajaannya yang membenci Ibnu
Taimiyah. Dan menteri-menteri tersebut sering menulis
fatwa bahwa Ibnu Taimiyah adalah kafir dan harus
ditumpahkan darahnya. Akhirnya Nashir Ibnu Qalawun

34 | 20 Sebab Kenapa Harus Memaafkan

memerintahkan agar Ibnu Taimiyah ditangkap namun
tidak dibunuh. Qadarullah, datang suatu masa dimana
datanglah Jasyinkir menyerang Ibnu Qalawun serta
menggulingkan tahtanya, sehingga jadilah Jasyinkir
berkuasa. Tatkala Jasyinkir berkuasa, menteri-menteri yang
sebelumnya bersama Nashir Ibnu Qalawun akhirnya
membelot kepada Jasyinkir. Melihat keadaan tersebut, Ibnu
Qalawun akhirnya jengkel dengan sikap menteri-
menterinya. Akhirnya pada kesempatan yang lain, Nashir
Ibnu Qalawun kembali berusaha merebut kerajaannya dan
ternyata dia berhasil kembali merebut singgasananya.
Tatkala Ibnu Qalawun kembali menjadi raja, ternyata
menteri-menterinya yang sebelumnya berbelot ke Jasyinkir
akhirnya kembali lagi berbaiat kepada Ibnu Qalawun. Akan
tetapi Ibnu Qalawun sudah telanjur marah kepada mereka
dan ingin membunuh mereka semua dengan cara yang
menyakitkan. Maka Nashir Ibnu Qalawun memanggil
menteri-menterinya tersebut dan juga memanggil Ibnu
Taimiyah keluar dari penjara dengan penuh kehormatan,
serta diberi salam dan pelukan dari sang raja. Setelah itu,
Ibnu Qalawun mengeluarkan secarik kertas yang ditulis
oleh menteri-menteri yang membencinya yang berisi
tentang fatwa kafirnya Ibnu Taimiyah dan halal darahnya.

| 35

Maka Ibnu Taimiyah paham terhadap apa yang diinginkan
oleh Ibnu Qalawun.

Nashir Ibnu Qalawun ingin agar Ibnu Taimiyah
melepaskan dendamnya kepada menteri-menteri tersebut
dengan berfatwa agar mereka juga dibunuh. Dan pada saat
itu Ibnu Taimiyah mampu membalas perlakuan mereka
sebelumnya. Akan tetapi menanggapi maksud sang Raja,
Ibnu Taimiyah kemudian memuji para menteri-menteri
yang menjadi hakim tersebut dan menyebutkan jasa-jasa
mereka seraya berkata,

‫إِ َذا َقتَ ْل َت َه ُؤلَا ِء لَا َتجِ ُد ِب ْع َد ُه ْم ِمثْ َل ُه ْم‬

“Jika Baginda membunuh mereka ini, niscaya Baginda
tidak akan menemukan lagi sesudah mereka, tokoh-tokoh
seperti mereka.”

Kemudian Ibnu Qalawun berkata,
‫إِ َّن ُه ْم َق ْد آ َذ ْو َك َوأَ َرا ُدوا َقتْ َل َك ِم َرا ًرا‬

“Sesungguhnya mereka (para ulama dan petinggi) tersebut
telah menyakitimu dan berulang-ulang ingin agar engkau
dibunuh”

36 | 20 Sebab Kenapa Harus Memaafkan

Maka Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
‫ َوأَنَا لَا‬،‫ َو َم ْن آذَى الل َّه َو َر ُسو َل ُه فَاللهَُّ يَنْتَ ِق ُم ِمنْ ُه‬،‫َم ْن آ َذا ِني َف ُه َو ِفي ِح ٍّل‬
‫أَ ْنتَ ِص ُر لِنَ ْف ِسي‬

“Barangsiapa yang menyakitiku maka aku telah
memafkannya (tidak akan aku tuntut –red), dan
barangsiapa yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya maka
Allah akan membalasnya, aku tidak akan membela diriku
sendiri.”

Akhirnya mereka dimaafkan oleh sang Raja. Oleh
karenanya Ibnu Makhluf, salah seorang Qadhi’ Malikiyah
yang berseteru dengan Ibnu Taimiyah dan juga ikut
memerintahkan agar Ibnu Taimiyah dipenjara berkata,
َ‫ َو َق َد َر َع َليْنَا فَ َص َفح‬،‫ َف َل ْم نَ ْق ِد ْر َع َل ْي ِه‬،‫ َح َّر ْضنَا َع َليْ ِه‬،‫َما َرأَيْنَا ِمثْ َل ابْ ِن َتيْ ِم َّي َة‬

‫َعنَّا َو َحا َج َج َعنَّا‬

“Aku tidak melihat ada orang seperti Ibnu Taimiyah. Kami
berusaha mengganggunya, namun kami tidak mampu.
Akan tetapi ketika dia mampu (menjatuhkan) kami, maka
dia memaafkan kami, dan memberikan kami uzur
(pembelaan).”

| 37

Lihatlah bagaimana sifat Ibnu Taimiyah yang langsung
mudah memaafkan, sementara dia telah disiksa. Ini semua
dikarenakan beliau rahimahullah memiliki sifat ihsan,
sehingga beliau yakin bahwa sikapnya tersebut salah satu
ciri penghuni surga. (Al-Bidayah wa An-Nihayah, Tahqiq
At-Turki 18/94-95)

Kisah yang kedua adalah kisah yang disampaikan oleh
Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah dalam kitabnya Madarijus
Salikin. Disebutkan bahwa Ibnu Taimiyah memiliki musuh
bebuyutan yang sangat benci kepada beliau. Ibnul Qayyim
berkata,

.‫ َوأَ َش ِّد ِه ْم َع َدا َوةً َوأَ ًذى َل ُه‬،‫َو ِجئْ ُت يَ ْو ًما ُمبَ ِّش ًرا َل ُه ِب َم ْو ِت أَ ْكبَ ِر أَ ْع َدا ِئ ِه‬
،‫ ثُ َّم َقا َم ِم ْن فَ ْو ِر ِه إِ َلى بَيْ ِت أَ ْهلِ ِه َف َعزَّا ُه ْم‬.َ‫فَنَ َه َر ِني َو َتنَ َّك َر لِي َوا ْستَ ْر َجع‬
‫ َولَا َي ُكو ُن َل ُك ْم أَ ْم ٌر َت ْحتَا ُجو َن ِفي ِه إِ َلى ُم َسا َع َد ٍة إِلَّا‬،‫ إِ ّنِي َل ُك ْم َم َكا َن ُه‬:‫َو َقا َل‬
‫ َو َع َظّ ُموا َه ِذ ِه‬.‫ َف ُّس ُروا ِب ِه َو َد َع ْوا َل ُه‬.ِ‫ َونَ ْح َو َه َذا ِم َن ا ْل َكلَام‬.‫َو َسا َع ْد ُت ُك ْم ِفي ِه‬

.‫ا ْل َحا َل ِمنْ ُه‬

“Pada suatu hari aku datang membawa kabar gembira
tentang kematian musuh besarnya dan yang paling keras
menentang dan menyakiti Ibnu Taimiyah. Maka
beliaupun membentakku dan mengingkariku serta
beristirja’. Lalu beliapun segera pergi menuju rumah

38 | 20 Sebab Kenapa Harus Memaafkan

keluarga musuhnya yang meninggal tersebut menyatakan
turut berduka cita dan menghibur mereka dan berkata:
“Sesungguhnya aku menggantikan posisinya bagi kalian.
Dan tidaklah kalian membutuhkan sesuatu dan bantuan
kecuali aku akan membantu kalian”, atau semisal
perkataan ini. Maka mereka pun gembira dan mendoakan
Ibnu Taimiyah dan mereka menganggap ini perkara yang
besar dari Ibnu Taimiyah.” (Madarijus Salikin 2/329)

Lihatlah bagaimana Ibnu Taimiyah mampu memaafkan
orang yang telah lama memusuhinya. Bahkan Ibnul
Qayyim berkata dalam kitabnya,

‫ َو ِد ْد ُت أَنِّي ل ِأَ ْص َحا ِبي ِمثْ ُل ُه ل ِأَ ْع َدا ِئ ِه‬:‫َكا َن َب ْع ُض أَ ْص َحا ِب ِه الْأَ َكا ِب ِر َي ُقو ُل‬
‫َو ُخ ُصو ِم ِه‬

“Berkata sebagian sahabat senior Ibnu Taimiyah, ‘Aku
sangat berharap (berangan-angan –red) sikapku kepada
sahabat-sahabatku sebagaimana sikap Ibnu Taimiyah
kepada musuh-musuh beliau’.” (Madarijus Salikin 2/328)

Adakah kita memiliki sifat seperti ini? Padahal mungkin
banyak di antara kita yang mungkin jarang mendoakan
kebaikan bagi teman kita.

| 39

Kisah ketiga disebutkan dalam mukadimah dari kitab Al-
Istighatsah fii ar-Radd ‘ala Al-Bakri. Dalam kitab ini
disebutkan bahwa Al-Bakri adalah orang yang menyeru
kepada kesyirikan, karena membolehkan bertawasul
(meminta) kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
meninggal dunia. Maka karena kejadian ini, Ibnu Taimiyah
pun membantah sikap Al-Bakri. Maka akhirnya Al-Bakri
pun mengkafir-kafirkan Ibnu Taimiyah. Suatu ketika Al-
Bakri bersama murid-muridnya mendatangi Ibnu
Taimiyah. Tatkala mereka bertemu di jalan, maka Ibnu
Taimiyah diserang dan dikeroyok oleh mereka. Melihat
kejadian ini, prajurit kerajaan datang dan memisahkan
mereka. Seketika itu pula Al-Bakri dan murid-muridnya
kabur. Maka tentara tersebut meminta izin kepada beliau
untuk menghukumi Al-Bakri akibat perbuatannya. Akan
tetapi Ibnu Taimiyah berkata, “Aku tidak mau membela
diriku”. Akan tetapi mereka tetap ingin agar menghukumi
perbuatan Al-Bakri. Akhirnya Ibnu Taimiyah berkata,
“Apakah menghukuminya merupakan hak saya, atau
merupakan hak kalian atau merupakan hak Allah? Jika
hak tersebut adalah hak saya maka Al- Bakri telah saya
maafkan, dan jika hak menghukum adalah hak kalian

40 | 20 Sebab Kenapa Harus Memaafkan

maka jika kalian tidak mendengar nasihatku maka jangan
meminta fatwa kepadaku, dan silahkan kalian melakukan
apa yang kalian kehendaki. Dan jika hak adalah milik
Allah maka Allah akan mengambil hak-Nya sesuai
kehendak-Nya dan kapan saja Ia kehendaki”. Akan tetapi
tentara masih bersikeras untuk menangkap Al-Bakri. Maka
tatkala tentara kerajaan mencari-cari Al-Bakri untuk
dihukum, maka Al-Bakri pun lari dan bersembunyi di
rumah Ibnu Taimiyah –tatkala beliau bermukim di Mesir-
hingga akhirnya Ibnu Taimiyah memberi syafaat agar Raja
mengampuni Al-Bakri, dan akhirnya dia pun dimaafkan.
Kisah ini lagi-lagi menegaskan bahwa tidak mungkin
seseorang yang dalam kondisi seperti Ibnu Taimiyah,
kemudian memaafkan orang yang menyakitinya kecuali dia
adalah orang yang telah sampai pada derajat ihsan, yaitu
orang-orang yang yakin akan janji-janji Allah Subhanahu
wa ta’ala.

| 41

20 Sebab Kenapa Harus
Memaafkan

Kita akan membahas tentang 20 sebab kenapa harus
memaafkan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam
Jami’ul Masail,

‫و ُي ِعي ُن العب َد على هذا الصبر ع ّدةُ أشيا َء‬
“Ada beberapa perkara yang membatu seorang hamba
untuk bersabar (memaafkan).” (Jami’ul Masail 1/168-174)

1. Meyakini bahwa Allah Subhanahu wa
ta'ala yang menciptakan perilaku
seorang hamba.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,
‫ حركا ِتهم‬،‫ أن يشه َد أن الله سبحانه وتعالى خال ُق أفعا ِل العباد‬:‫أحدها‬
‫ فلا يتحرك‬،‫ ومالم يشأ لم يكن‬،‫ فما شا َء الله كان‬،‫و َس َكنا ِتهم وإرادا ِتهم‬

42 | 20 Sebab Kenapa Harus Memaafkan

‫ فانظر‬،‫ فالعباد آلة‬،‫في العالم ال ُع ْل ِو ّي وال ّسفل ّي ذ َّرة إل ّا بإذنه ومشيئ ِته‬
‫ َت ْستَ ِر ْح من اله ّم وال َغ ِّم‬،‫ ولا َتن ُظ ْر إلى ِفعلِهم ب َك‬،‫إلى الذي َس َّلطَهم عليك‬

“Pertama, hendaknya seseorang meyakini bahwa Allah
Subhanahu wa ta’ala yang menciptakan seluruh perbuatan
seorang hamba, baik itu gerakan mereka, dan diam mereka,
dan keinginan mereka. Apa yang Allah kehendaki akan
terjadi, dan apa yang Allah tidak kehendaki maka tidak
akan terjadi. Tidak ada benda sekecil zarrah yang bergerak
baik di langit maupun di bumi kecuali atas izin dan
kehendak Allah. Sesungguhnya hamba-hamba hanyalah
alat, maka lihatlah kepada Dzat yang menjadikan musuh
bagimu, dan jangan lihat kepada perbuatan mereka. (jika
telah dilakukan –red) Maka engkau akan istirahat dari
kegelisahan dan gundah gulana.” (Jami’ul Masail 1/168)

Perkataan Ibnu Taimiyah rahimahullah di atas seakan-akan
menjelaskan kepada kita bahwa perlakuan zalim orang lain
adalah di antara takdir Allah Subhanahu wa ta’ala dan telah
dicatat oleh Allah Subhanahu wa ta’ala 50.000 tahun
sebelum Allah Subhanahu wa ta’ala menciptakan bumi.
Sehingga jika seseorang telah yakin bahwa apa yang
menimpanya adalah takdir Allah Subhanahu wa ta’ala dan

| 43

tidak bisa untuk diubah, maka kita dia akan merasa
tenteram dan tenang.

Ketahuilah bahwa sebenarnya satu sebab ini saja sudah bisa
menjadikan kita seorang yang pemaaf. Akan tetapi
demikianlah sebuah teori terkadang sangat mudah untuk
dipahami, namun sangat sulit untuk diterapkan. Oleh
karenanya masalah iman adalah tauhid dan bukan teori
semata, melainkan masalah praktik dan penghayatan.
Orang yang beriman akan takdir tentu akan memberikan
dampak aplikasi kehidupannya akan luar biasa. Hanya saja
masalahnya adalah banyak di antara kita yang pandai
berteori namun terkadang kosong dalam praktik.

2. Meyakini bahwa musibah menimpa
karena dosa-dosa yang dimiliki

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
‫ كما قال‬،‫ وأ ّن الله إنما س َّلطهم عليه بذنبه‬،‫ أن يَ ْش َهد ذُنُو َبه‬:‫الثاني‬

– ‫ ) َو َما أَ َصابَ ُك ْم ِم ْن ُم ِصيبَ ٍة َف ِب َما َك َسبَ ْت أَ ْي ِدي ُك ْم َويَ ْعفُو َع ْن َك ِثي ٍر‬:‫تعالى‬
‫( فإذا شهد العب ُد أن جميع ما يناله م ْن المكروه فسببُه‬30 : ‫الشورى‬

44 | 20 Sebab Kenapa Harus Memaafkan

‫ اشتغ َل بالتوبة والاستغفار من الذنوب التي س َّلطهم عليه‬،‫ذنو ُبه‬
‫ وإذا رأيت العبد يقع في‬.‫ عن ذَ ِّمهم و َلو ِمهم والوقيع ِة فيهم‬،[‫]بسببها‬
‫الناس إذا آذوه ولا يرجع إلى نفسه باللوم والاستغفار فاعلم أن مصيبته‬
‫ صار ْت في ح ّق ِه‬،‫ هذا بذنوبي‬:‫ وإذا تاب واستغفر وقال‬،‫مصيبة حقيقية‬

‫نعم ًة‬

“Kedua, hendaknya seseorang mengingat dosa-dosanya,
dan yakin sesungguhnya Allah menjadikan musuhnya
menzaliminya disebabkan karena dosa-dosanya.
Sebagaimana firman Allah ta’ala, ‘Dan apa saja musibah
yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh
perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan
sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)’ [QS. Asy-
Syura : 30]. Apabila seorang hamba yakin bahwa apa yang
menimpanya dari hal-hal yang dia tidak senangi
disebabkan karena dosa-dosanya, dia sibuk untuk bertaubat
dan memohon ampun atas dosa-dosanya yang menjadikan
orang berbuat zalim terhadapnya, maka dengan sebab itu
seseorang akan terlalaikan dari mencaci maki orang yang
menzaliminya. Dan apabila engkau melihat seorang hamba
yang dizalimi oleh manusia, kemudian dia membalasnya
dan tidak kembali (merenungi) kepada dirinya (dosa-
dosanya) dan beristighfar, maka ketahuilah bahwa

| 45

musibahnya adalah musibah yang hakiki. Dan apabila dia
bertaubat dan beristighfar dan berkata, ‘Ini semua karena
dosa-dosaku’, maka musibah yang menimpanya hakikatnya
adalah nikmat.”

Tatkala seseorang disibukkan dengan mengintrospeksi
dirinya, maka dia akan terlalaikan dari membalas kezaliman
orang lain terhadapnya. Dan jika seseorang telah bisa
memperbaiki dirinya, maka tentu musibah yang
menimpanya akan diangkat oleh Allah Subhanahu wa
ta’ala. Dan jika seseorang tatkala mendapatkan musibah
berupa kezaliman orang lain, kemudian dia beristighfar dan
menyalahkan dirinya sendiri, maka hakikatnya yang dia
alami bukanlah musibah, melainkan hakikatnya adalah
nikmat karena hal tersebut membuat dia beristighfar,
bertaubat dan kembali kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
Sehingga dia yakin bahwa apa yang menimpa dirinya itu
hanyalah wasilah agar dia bisa beribadah kepada Allah.
Akan tetapi tatkala seseorang dizalimi oleh orang lain,
kemudian dia tidak beristighfar serta tidak merenungi dosa-
dosanya, kemudian dia malah membalas kezaliman orang
tersebut, maka ketahuilah bahwa inilah musibah yang
hakiki. Oleh karenanya Ali bin Abi Thalib berkata,

46 | 20 Sebab Kenapa Harus Memaafkan

‫ ولا ُر ِفع إلاّ بتوبة‬،‫ما نز َل بلا ٌء إلاّ بذن ٍب‬
“Tidaklah datang suatu musibah kecuali karena dosa, dan
tidak akan terangkat kecuali dengan taubat.” (Jami’ul
Masail 1/169)

3. Meyakini bagaimana besarnya
ganjaran Allah Subhanahu wa ta’ala
atas orang-orang yang memaafkan

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
‫ كما‬،‫ أن يشهد العب ُد ُح ْس َن الثواب الذي وعده الله لمن َع َفا و َصبَر‬:‫الثالث‬

‫ ) َو َجزَا ُء َس ّيِئَ ٍة َسيِّئَ ٌة ِمثْ ُل َها فَ َم ْن َعفَا َوأَ ْص َل َح َفأَ ْج ُرهُ َع َلى الل َِّه‬:‫قال تعالى‬
40 : ‫( إِ ّنَ ُه لا يُ ِح ُّب الظَّالِمِي َن – الشورى‬

“Ketiga, hendaknya seorang hamba meyakini bagaimana
indahnya balasan (pahala) bagi orang yang bersabar dan
memaafkan. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa
ta’ala, ‘Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan
yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat
baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.

| 47

Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim’
[QS. Asy-Syura : 40].”

Pada ayat yang dibawa oleh Ibnu Taimiyah rahimahullah
dalam perkataannya, terdapat tiga golongan sikap manusia
tatkala dizalimi yang disebutkan oleh Allah Subhanahu wa
ta’ala.

Golongan pertama adalah seorang yang muqtashid, yaitu
orang yang membalas sebagaimana kezaliman yang
menimpanya. Dan dalam ayat lain Allah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam berfirman,

‫َوإِ ْن َعا َقبْتُ ْم فَ َعا ِقبُوا ِب ِمثْ ِل َما ُعو ِقبْتُ ْم ِب ِه َو َل ِئ ْن َصبَ ْر ُت ْم َل ُه َو َخيْ ٌر ِلل َّصا ِب ِري َن‬

“Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah
dengan balasan yang sama dengan siksaan yang
ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar,
sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang
sabar.” (QS. An-Nahl : 126)

Maka pada dasarnya seseorang tidaklah berdosa tatkala dia
membalas kezaliman orang lain padanya selama dia
membalas dengan kezaliman yang serupa, akan tetapi
perbuatannya bukanlah perbuatan yang terbaik dan mulia.

48 | 20 Sebab Kenapa Harus Memaafkan

Golongan kedua adalah seorang yang zalim, yaitu orang
yang membalas dengan melebihi balasan yang seharusnya.
Jenis orang kedua ini baru dikatakan berdosa atas balasan
yang dia lakukan, karena tatkala seseorang membalas
kezaliman orang lain melebihi kezaliman yang dia alami,
maka dia telah berlaku zalim. Oleh karenanya Allah
menutup firmannya dengan perkataan,

‫إِنَّ ُه لا يُ ِح ُّب ال َّظالِمِي َن‬

“Sesungguhnya Dia (Allah) tidak menyukai orang-orang
yang zalim.” (QS. Asy-Syura : 40)

Golongan ketiga adalah seorang yang pemaaf, yaitu dia
memaafkan kezaliman orang lain terhadap dia. Dan
golongan sikap inilah yang terbaik di antara tiga golongan
sikap manusia tatkala mendapatkan sebuah kezaliman,
karena Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman.

َِّ‫َف َم ْن َع َفا َوأَ ْص َل َح َفأَ ْج ُرهُ َع َلى الله‬

“Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka
pahalanya di sisi Allah.” (QS. Asy-Syura : 40)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan
bahwa diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu

| 49

bahwa pada hari kiamat akan ada suara yang menyeru
dengan perkataan,

‫ فلا َي ُق ْم إلاّ من عفا وأصلح‬،’‫ألاَ ِل َي ُقم َمن َو َجب أج ُره على الله‬

“Hendaknya berdiri orang yang pahalanya wajib Allah
tunaikan”, maka tidak ada yang berdiri kecuali orang-
orang yang memaafkan dan berbuat baik.” (Jami’ul Masail
1/169)

Oleh karenanya sikap orang ketiga, yaitu yang memaafkan
akan dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala pada hari
kiamat kelak.

Terdapat salah satu hadits yang sangat indah yang berkaitan
dengan memaafkan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,

‫ َد َعاهُ اللهَُّ َع َلى ُر ُءو ِس ا ْل َخلَا ِئ ِق‬،‫َم ْن َك َظ َم َغ ْيظًا َو ُه َو َقا ِد ٌر َع َلى أَ ْن ُينْ ِفذَ ُه‬
‫ َحتَّى يُ َخ ِيّ َر ُه ِفي أَ ِّي ا ْل ُحو ِر َشا َء‬،‫يَ ْو َم ا ْل ِقيَا َم ِة‬

“Barangsiapa mampu menahan amarahnya sedangkan ia
mampu melampiaskannya, maka Allah akan
memanggilnya di hadapan seluruh makhluk pada hari

50 | 20 Sebab Kenapa Harus Memaafkan


Click to View FlipBook Version