RESENSI BUKU “GAGALNYA HISTORIOGRAFI INDONESIASENTRIS” KARYA BAMBANG PURWANTO Disusun dalam Rangka Pemenuhan Tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Historiografi Dosen Pengampu: Muhammad Anggie Farizqie Prasadana, S.Pd., M.Pd. Disusun oleh Nadia Lutfun Nisa (2288220017)
PENDAHULUAN Alasan Memilih Buku Buku ini mungkin memberikan analisis mendalam tentang gerakan sejarah yang terjadi di Indonesia, seperti gerakan nasionalisme, periode kolonialisme, atau era Orde Baru. Jika seseorang memiliki minat dalam memahami dinamika sejarah dan bagaimana gerakan-gerakan tersebut mempengaruhi historiografi, buku ini dapat memberikan wawasan yang berharga. Memahami Perspektif Sejarah yang Beragam, Buku ini mungkin membahas pandangan-pandangan yang tidak begitu dominan dalam sejarah Indonesia yang umumnya dipelajari. Dengan memilih buku ini, pembaca dapat memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif tentang sejarah Indonesia dengan melibatkan perspektif-perspektif yang berbeda. PEMBAHASAN Resensi Secara garis besar buku yang ditulis oleh Bambang Purwanto yang berjudul “GagalnyaHistoriografi Indonesiasentris?!” ini berisi tentang bagaimana usaha para sejarawan di Indonesia untuk kembali menyusun ataupun merekonstruksi konsep penulisan sejarah diIndonesia yang lebih Indonesiasentris. Sejak awal perkembangannya, historiografi Indonesiasentris ternyata cenderung jauh dari sejarah objektif karena pengaruh tradisihistoriografi kolonial, Belanda, atau Eropa yang mengecilkan arti masyarakat Indonesia dalam proses sejarahnya sendiri. Memang tak bisa dipungkiri kolonial juga memegang peranan penting dalam perjalanan sejarah di Indonesia, namun bagaimana pun juga rakyat Indonesia seharusnya menjadi objek utama dalam proses perjalanan sejarah Indonesia. Bahkan dominasi sebelum masa kemerdekaan di Indonesia, Historiografi di Indonesia juga sama yaitu lebih mengutamakan peran orang-orang besar atau pemimpin Belanda di Indonesia sehingga hal ini menyebabkan peran rakyat Indonesia terutama rakyat kecil tak berarti bagi Historiografi Kolonialsentris. Oleh karena itu, sudah saatnya para sejarawan Indonesia berpikir secara bersama-sama mencoba merumuskan kembali prinsip-prinsip dasar filosofis dan epistomologis historiografi Indonesiasentris, tanpa perlu takut terhadap perkembangan pemikiran postmodernisme atau post-kolonialisme.
Dalam buku ini juga dijelaskan sebagai seorang sejarawan harus mampu melihat sejarah Indonesia tidak hanya dari dokumen-dokumen tertulis saja namun juga sumbersumberlisan yang juga bisa menjadi bahan untuk penulisan sejarah. Jadi dapat dikatakan bahwawacana Historiografi Indonesiasentris tidak sepenuhnya gagal karena ada usaha untukmengahadirkan unsur keindonesiaan baik dari segi tokoh di masa lalu maupun dari perspektif dan sudut pandang yang dibangun. Jika diringkas pembahasannya buku ini menurut saya dibagi kedalam tujuh pembahasan inti diantaranya yaitu: Pembahasan Pertama pada buku ini berjudul “Kesadaran dekonstruktif dan Historiografi Indonesiasentris” Bab ini membahas persoalan kesadaran dekonstruktif dan arti pentingnya bagi sejarawan agar terhindar dari pemujaan yang berlebihan tanpa kritik, baik terhadap konstruksi historis maupun cara berpikir yang telah dilakukan oleh para sejarawan Indonesia sebelumnya dan kemungkinan membangun sebuah cara berpikir lain untuk memahami dan memaknai masa lalu Indonesia. Sejak awal perkembangannya, historiografi indonesiasentris ternyata cenderung menjauh dari sejarah objektif karena berkembangnya prinsip dekolonisasi historiografi yang bersifat ultra nasionalis dan lebih mementingkan retorika. Pembahasan bab 2 berjudul sejarah lisan dan wacana baru historiografi, sebuah konteks sejarah mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar unsur mitos dalam rekonstruksi sejarah Indonesiasentris dan perkembangan penelitiansej arah lisan yang mereorientasi sebuah format baru historiografi yang lebih dekat dengan objektivitas sejarah dan kebenaran sejarah. Berisi tentang Sejarah lisan mulai ramai dibicarakan setelah masa pemerintahan Orde Baru runtuh dengan mundurnya presiden Soeharto pada tahun 1998, ketika setelah mundurnya Soeharto banyak kelompok-kelompok sosial yang mulai membicarakan tentang “pembenaran” sejarah karena pada masa Orde Baru sejarah itu seakan-akan hanya rekayasa untuk kepentingan politik para penguasa dimasa itu sehingga kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap sejarah menjadi berkurang padamasa Orde Baru dan muncul berbagai stigma yang baru. Pembahasan bab 3 berjudul Naskah Tradisi dan Historiografi Jawa, membahas tentang sejarah Jawa yang mampu menghadirkan realitas yang tersembunyi di dalam historiografi tradisi tersebut. Berbagai karya sejenis serat. suluk, babad, hikayat, dan sebagainya dapat dengan mudah dikategorikan oleh sebagian besar sejarawan sebagai karya sastra yang hanya memuat cerita fiktif dan tidak ada hubungannya dengan sejarah yang merupakan rekonstruksi atas fakta atau realitas empirik masa lalu. Para sejarawan beranggapan bahwa karya para pujangga banyak bersandar pada sesuatu yang terjadi pada masa lalu itu hanya berfungsi politis dan bukan historis. Pembahasan bab 4 “VOC dalam tradisi Historiografi Indonesia” VOC yang merupakan singkatan dari Verenidge Oostindische Compagnie adalah nama yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah Indonesia. Secara historiografis, kenyataan itu menimbulkan persoalan dalam memahami posisi VOC ketika dihubungkan dengan sejarah kolonialisme dan imperialisme Belanda di Indonesia. Konstruksi historis yang menyatakan VOC identik dengan praktik kesewenangan Barat terhadap Timur dianggap telah melebih-lebihkan atau bahkan memanipulasi realitas masa lalu. Buku-buku sejarah yang ada di Indonesia selama ini memaparkan berbagai interpretasi sejarawan yang berbeda dalam upaya mereka
merekonstruksi dan menjelaskan kolonialisme dan imperialisme di Indonesia, sedangkan masyarakat juga memiliki pemahaman sendiri tentang sejarah yang sama. Pembahasan bab 5 “Sejarah dan pemahaman kembali nasionalisme Indonesia” berkembang interpretasi yang berbeda tentang makna nasionalisme seiring dengan perubahan yang terjadi pada waktu itu. Nasionalisme Indonesia telah berubah makna dengan label-label seperti revolusi total, revolusi belum selesai, demokrasi, syariat Islam, nasionalisme, sekuler atau orang Indonesia ash. Dalam konteks yang lain, nasionalisme Indonesia juga hanya dikenal sebagai sesuatu yang merepresentasi identitas secara "nasional" sehingga tidak pernah mengakui adanya nasionalisme Indonesia yang merupakan produk dari dinamika lokal. Rekonstruksi sejarah dari nasionalisme Indonesia di masa depan seharusnya tidak lagi terikat pada perlawanan terhadap kolonialisme atau patriotisme mempertahankan kemerdekaan sebagai sebuah paradigma, namun bagaimana memahami identitas keindonesiaan sesuai dengan perubahan yang terjadi dan dinamika internal pada tingkat lokal. Oleh sebab itu secara historis perkembangan "nasionalisme Indonesia nasional" harus dilihat lebih rasional dan objektif sebagai sebuah proses. Keberadaan nasionalisme Indonesia akan dapat dimengerti dan dihargai jika proses pembentukannya direkonstruksi secara sejajar dengan perkembangan nasionalisme nasional di berbagai wilayah yang kemudian dikenal sebagai Indonesia. Sejarah Indonesia harus dibangun dari perspektif sejarah daerah atau lokal, yang menempatkan kesadaran tentang keindonesiaan bukan hanya didasarkan pada konsep yang datang dari pusat atau segelintir elite yang berlabel nasional. Pembahasan bab 6 Militer Indonesia dan Legitimasi Historiografis dijelaskan bahwa ada kesan yang kuat bahwa para peneliti meragukan adanya hubungan antara historiografi dan peran sosial politik tentara karena historiografi hanya dipahami sebagai bagian dari upaya merekonstruksi masa lalu, yang dapat dengan mudah dianggap terpisah dari aktivitas sosial politik militer. Padahal, pemikiran tentang perlunya pusat sejarah sebagai salah satu unit kegiatan di dalam institusi militer Indonesia yang memiliki peran strategis, telah berkembang jauh sebelum militer menjadi kekuatan paling dominan pada masa orde baru. Pembahasan bab terakhir yaitu “Historiografi Tragedi 1965” dimana telah terjadi peristiwa yang sangat mempengaruhi perjalanan sejarah Indonesia sampai saat im dan masamasa yang akan datang. Gerakan 30 September menyebabkan wacana historis tentang peristiwa tersebut dan adanya kekacauan historiografis dalam merekonstruksi dan memaknai masa lalu Indonesia. khusunya tempat komunisme dalam peristiwa tersebut. Metode Historis Heuristik, yaitu tahapan pengumpulan sumber. Heuristik yaitu langkah awal bagi penulis dalam proses dan mengumpulkan sumber yang diperlukan. Tahap ini merupakan kegiatan untuk mengumpulkan sumber, seperti sumber tertulis dan sumber lisan. Verifikasi (kritik sumber) adalah kegiatan untuk menyelidiki apakah sumber sejarah ini dapat di percaya atau tidak. Pada tahap ini kritik sumber dilakukan dengan 2 cara yaitu kritik ekstern dan kritik intern. Interpretasi (penafsiran) tahapan atau kegiatan menafsirkan fakta- fakta serta menetapkan makna yang saling berhubungan dari pada fakta-fakta yang diperoleh. penafsiran dan analisis terhadap data dan fakta, menghubungkan berbagai data dan fakta serta membuat tafsirnya.
Historiografi (penulisan sejarah) langkah akhir dari metode sejarah. Dalam kegiatan ini peneliti menyajikan hasil temuan sejarah pada tahap heuristik, kritik, dan interpretasi yang dilakukan sebelumnya dengan menggunakan cara menyusunnya menjadi sebuah tulisan. Profile Penulis Bambang Purwanto, guru besar pada Jurusan Sejarah Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Sejak 1994 menjadi pengelola Program Studi Sejarah Program Pacasar- jana UGM sampai sekarang. Menyelesai kan pendidikan S-1 di Jurusan Sejarah UGM pada tahun 1984. Pada tahun 1989 berhasil menye lesaikan M.A. di School of Oriental and African Studies (SOAS) University of London, UK. Pada lembaga yang sama kemudian menyelesaikan disertasi Ph.D pada tahun 1992 Selain itu aktif di PAU UGM-Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (PSSAT). Saat ini menjabat Wakil Dekan I bidang Akademik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Berbagai karya ilmiahnya tersebar pada jurnal ilmiah baik nasional maupun internasional, serta aktif juga pada berbagai kegiatan akademis baik pada tingkat nasional maupun internasional. Dilahirkan di Sungailiat, Bangka, 45 tahun yang lalu, menikah dengan putri asal Yogyakarta. Bekti Handayani. Saat ini sudah dikarunia tiga orang anak, dua laki-laki dan satu perempuan. Menetap di Dogkelan. Yogyakarta. Informasi Singkat Buku Identitas Buku Judul Buku: Gagalnya Historiografi IndonesiaSentris?! Penulis: Bambang Purwanto No. ISBN: 979-3472-61-5 Penerbit: Ombak Tahun Terbit: 2006 Tebal: 301hlm GAYA PENULISAN Latar Belakang Indonesiasentrisme yang selama ini dianggap sebagai identitas historiografi Indonesia ternyata tidak lebih dari sebuah label tanpa makna yang jelas, kecuali sebagai antitesa dari kolonialsentrisme yang melekat pada historiografi yang ada sebelumnya. Dekolonisasi yang menjadi prinsip dasar dari Indonesiasentrisme yang merupakan cara pandang orang Indonesia tentang masa lalunya sendiri, seolah-olah telah membangun wacana sekaligus perspektif yang menjadikan historiografi sekedar sebagai alat penghujat dan menggunakan masa lalu sebagai tameng pembenaran.
Tidak banyak yang menyadari bahwa prinsip dekolonisasi itu telah mengakibatkan sebagian besar pemahaman tentang sejarah Indonesia cenderung anakronis. Mereka menafikan banyak realitas yang dikatagorikan sebagai bagian dari kultur kolonial, dan menganggap hal itu hanya sebagai bagian dari sejarah Belanda atau sejarah para penjajah yang tidak ada hubungannya dengan sejarah Indonesia. Padahal sebagai sebuah proses, realitas-realitas itu sebenarnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah Indonesia. Sebaliknya tradisi itu menganggap realitas-realitas lain sebagai realitas Indonesia hanya karena sebagai masa lalu realitas itu terjadi di Indonesia sebagai sebuah unit geografis. Padahal secara konseptual, realitas itu tidak dapat dikatagorikan sebagai masa lalu Indonesia. Selain itu, prinsip dekolonisasi yang sebenarnya hanya tepat digunakan untuk merekonstruksi masa lalu yang berkaitan dengan periode dominasi Barat di Indonesia ternyata juga digunakan untuk merekonstruksi masa lalu di luar periode itu, baik periode pra-kolonial maupun masa pascakolonial. Cara pandang itu telah mengakibatkan berkembangnya historiografi Indonesia. Gerak Sejarah Gerak sejarah dalam buku ini mencakup pengkajian terhadap pendekatan historiografi Indonesiasentris yang dianggap gagal atau memiliki kelemahan. Gerak sejarah tersebut mungkin melibatkan evaluasi kritis terhadap narasi sejarah yang telah lama diterima secara luas dan mencoba menghadapi bias atau kekurangan yang mungkin terjadi. melibatkan penelusuran perkembangan historiografi Indonesia dari masa ke masa, serta memperhatikan faktor-faktor sosial, politik, dan budaya yang memengaruhi penulisan sejarah. Buku tersebut mungkin juga menyelidiki pengaruh kolonialisme, nasionalisme terhadap pembentukan narasi sejarah yang bersifat Indonesiasentris. PENUTUP Kesimpulan Historiografi Indonesiasentris yang selama ini dianggap telah menempatkan orang Indonesia sebagai pemeran utama dan sebagai suatu pembenaran terhadap historiografi eropasentris ternyata masih ditemui banyak sekali kekurangan. sejarah sebagai kenyataan hanya merupakan sesuatu yang terjadi satu kali di masa lalu dan tidak berulang, sedangkan sejarah sebagai sebuah rekonstruksi tertulis dan lisan yang kita kenal saat ini adalah produk dari bahasa, wacana dan pengalaman sesuai dengan konteksnya. Hal itu berarti sebagai sebuah realitas,sejarah hanya ada di masa lalu dan tidak mungkin dapat dijangkau oleh sejarawan yang ada pada masa kini. .Artinya, rekonstruksi sejarah adalah produk subjektif dari sebuah proses pemahaman kebahasaan atau naratif dan dapat berubah dari waktu, tempat, dan orang yang berbeda Sebagai seorang sejarawan, kita seharusnya memikirkan kembali hal-hal yang selama ini dihindari dan kurang diperhatikan oleh sejarawan-sejarawan sebelumnya, baik itu kesadaran dekonstruktif yang selama ini dianggap tidak bisa menampilkan sebuah fakta, sumber lisan yangselama ini dianggap tidak akurat dan mudah dimanipulasi, serta historiografi tradisional yangselama ini dianggap hanya sebagai sebuah pusaka yang mengandung unsur mitologisasi danfiktif belaka
Kita juga perlu menguak hal-hal yang selama ini tidak terlalu penting dalam penulisan sejarah, seperti peranan wanita yang sebenarnya begitu kuat pengaruhnya terhadap sejarah, peranan anak-anak dan remaja di masa lalu juga perlu dikaji lebih dalam lagi. Peristiwaperistiwa sepanjang sejarah kolonial hingga nasional juga perlu dibenahi agar carut marut dan kesalahpahaman yang telah mengakar di dalam pikiran masyarakat dan kurikulum sekolah dapat dihilangkan dan digantikan dengan kebenaran berdasarkan fakta yang didapatkan melalui beberapa metode sejarah. Itu semua harus dilakukan agar tidak terjadi kegagalan dalam historiografi Indonesiasentris. Daftar Pustaka Purwanto Bambang, 2006 gagalnya historiografi indonesiasentris. Yogyakarta: Ombak.