The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by soedito, 2019-12-22 08:40:07

099_TEK PENGOLAHAN KERING_7

099_TEK PENGOLAHAN KERING_7

STRATEGI DAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN LAHAN
KERING MENDUKUNG PENGADAAN PANGAN
NASIONAL

A. Abdurachman, A. Dariah, dan A. Mulyani

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Jalan Ir. H. Juanda No. 98 Bogor 16123

ABSTRAK

Peningkatan produksi bahan pangan nasional berjalan relatif lambat dibandingkan dengan permintaannya karena
adanya berbagai kendala yang sulit diatasi, seperti konversi lahan sawah, persaingan dalam penggunaan air, banjir,
dan longsor. Salah satu peluang yang cukup besar tetapi sering terabaikan adalah pemanfaatan lahan kering yang
tersedia cukup luas dan secara teknis sesuai untuk pertanian. Lahan potensial tersebut akan mampu menghasilkan
bahan pangan yang cukup bila dikelola dengan menggunakan teknologi yang efektif dan strategi pengembangan
yang tepat. Teknologi pengelolaan lahan kering telah tersedia, meliputi konservasi, peningkatan kesuburan kimiawi,
fisik dan biologi, pengelolaan bahan organik, dan irigasi suplemen. Strategi untuk mendayagunakan lahan kering
yang berpotensi adalah: a) identifikasi dan delineasi lahan yang sesuai untuk pertanian tanaman pangan, b) seleksi
teknologi pertanian tepat guna, c) diseminasi teknologi secara intensif, dan d) peningkatan penelitian pertanian
lahan kering.

Kata kunci: Lahan kering, pengelolaan lahan, produksi pangan

ABSTRACT

Strategy and technology of dryland management to support national food production

The increase of national food production is relatively slower than its requirements due to several constraints, such
as rice field conversion, water use competition, floods, and land slides. One of the promising opportunities but
often to be neglected is the use of arable dryland suitable for food crops production. The potential land is
prospective for food production when managed properly by using effective technologies and proper agricultural
development strategies. Technologies for dryland agriculture management are available, such as soil conservation,
soil fertility and soil organic management, and irrigation management. Strategies to develop dryland agriculture of
Indonesia include: a) identification and delineation of suitable land for food crops, b) selection of effective
agricultural technologies, c) intensive technology dissemination, and d) improvement of the dryland agriculture
research.

Keywords: Drylands, land management, food production

Laju peningkatan produksi bahan Bahan pangan terutama beras se- perlu upaya lain untuk meningkatkan
pangan nasional terutama beras ber- bagian besar diproduksi di lahan sawah produksi bahan pangan nasional, salah
jalan relatif lambat dibandingkan dengan beririgasi teknis dengan tingkat kesuburan satunya adalah dengan mengoptimalkan
kebutuhan pangan rakyat yang terus me- tanah cukup tinggi. Karakteristik budi pemanfaatan lahan kering, baik yang telah
ningkat akibat pertumbuhan penduduk. daya padi sawah seperti itu membatasi menjadi lahan pertanian maupun yang
Hal ini terbukti dengan masih diperlukan- peluang peningkatan produksi beras belum digunakan.
nya impor beras walaupun hanya sekitar melalui perluasan areal sawah, karena
262 ribu ton pada tahun 2006 (Departemen sempitnya lahan cadangan yang sesuai Pemanfaatan lahan kering untuk per-
Pertanian 2008), serta sesekali terjadi ke- untuk dijadikan sawah dan makin ketatnya tanian sering diabaikan oleh para peng-
kurangan bahan pangan di wilayah- persaingan penggunaan air dengan ambil kebijakan, yang lebih tertarik pada
wilayah kantong kemiskinan, seperti di industri, pertambangan, rumah tangga, peningkatan produksi beras pada lahan
pelosok NTT, NTB, dan Papua. Kelambat- dan lainnya. Di sisi lain, konversi lahan sawah. Hal ini mungkin karena ada ang-
an peningkatan produksi pangan tersebut sawah ke nonpertanian makin sulit gapan bahwa meningkatkan produksi padi
disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain dikendalikan. Selama periode 1979−1999, sawah lebih mudah dan lebih menjanjikan
konversi lahan sawah dan persaingan konversi lahan sawah mencapai 1,63 juta dibanding padi gogo yang memiliki risiko
penggunaan air, selain bencana banjir dan ha, dan satu juta ha di antaranya terjadi di kegagalan lebih tinggi. Padahal lahan
longsor. Pulau Jawa (Isa 2006). Oleh karena itu, kering tersedia cukup luas dan berpotensi
untuk menghasilkan padi gogo > 5 t/ha.
Jurnal Litbang Pertanian, 27(2), 2008
43

Lahan kering yang potensial dapat meng- sangat curam atau solum tanah dangkal Suriadikarta et al. 2002). Bahan organik
hasilkan bahan pangan yang cukup dan dan berbatu, atau termasuk kawasan hu- memiliki peran penting dalam memperbaiki
bervariasi, tidak hanya padi gogo tetapi tan. Dari total luas 148 juta ha, lahan kering sifat kimia, fisik, dan biologi tanah. Meski-
juga bahan pangan lainnya, bila dikelola yang sesuai untuk budi daya pertanian pun kontribusi unsur hara dari bahan or-
dengan menggunakan teknologi yang hanya sekitar 76,22 juta ha (52%), sebagian ganik tanah relatif rendah, peranannya
efektif dan strategi pengembangan yang besar terdapat di dataran rendah (70,71 juta cukup penting karena selain unsur NPK,
tepat. Bahan pangan bukan hanya beras, ha atau 93%) dan sisanya di dataran tinggi. bahan organik juga merupakan sumber
tetapi juga jagung, sorgum, kedelai, Di wilayah dataran rendah, lahan datar- unsur esensial lain seperti C, Zn, Cu, Mo,
kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar, dan se- bergelombang (lereng < 15%) yang sesuai Ca, Mg, dan Si (Suriadikarta et al. 2002).
bagainya, yang kesemuanya dapat dibudi- untuk pertanian tanaman pangan men-
dayakan di lahan kering. cakup 23,26 juta ha. Lahan dengan lereng Hal lain yang perlu diperhatikan ada-
15−30% lebih sesuai untuk tanaman lah adanya tanah masam, yang dicirikan
Dalam tulisan ini dikemukakan keter- tahunan (47,45 juta ha). Di dataran tinggi, oleh pH rendah (< 5,50), kadar Al tinggi,
sediaan lahan kering yang sesuai untuk lahan yang sesuai untuk tanaman pangan fiksasi P tinggi, kandungan basa-basa
tanaman pangan, berbagai teknologi pe- hanya sekitar 2,07 juta ha, dan untuk dapat tukar dan KTK rendah, kandungan
ngelolaan lahan yang efektif, seperti kon- tanaman tahunan 3,44 juta ha (Tabel 1). besi dan mangan mendekati batas me-
servasi dan rehabilitasi tanah, pengelolaan racuni tanaman, peka erosi, dan miskin
kesuburan tanah, pengelolaan air pertani- Masalah Pemanfaatan Lahan unsur biotik (Adiningsih dan Sudjadi
an, dan strategi pengembangan pertanian Kering untuk Tanaman Pangan 1993; Soepardi 2001). Dari luas total lahan
lahan kering tersebut di Indonesia. kering Indonesia sekitar 148 juta ha, 102,80
Permasalahan dalam pengelolaan lahan juta ha (69,46%) merupakan tanah masam
POTENSI DAN MASALAH kering bervariasi pada setiap wilayah, baik (Mulyani et al. 2004). Tanah tersebut
PERTANIAN LAHAN KERING aspek teknis maupun sosial-ekonomis. didominasi oleh Inceptisols, Ultisols, dan
Namun, dengan strategi dan teknologi Oxisols, dan sebagian besar terdapat di
Potensi Lahan Kering yang tepat, berbagai masalah tersebut Sumatera, Kalimantan, dan Papua.
dapat diatasi.
Lahan kering merupakan salah satu Lahan kering masam di wilayah ber-
agroekosistem yang mempunyai potensi Kesuburan tanah bukit dan bergunung cukup luas, men-
besar untuk usaha pertanian, baik tanaman capai 53,50 juta ha atau 52% dari total
pangan, hortikultura (sayuran dan buah- Pada umumnya lahan kering memiliki tanah masam di Indonesia. Tanah masam
buahan) maupun tanaman tahunan dan tingkat kesuburan tanah yang rendah, ter- tersebut umumnya kurang potensial
peternakan. Berdasarkan Atlas Arahan utama pada tanah-tanah yang tererosi, untuk pertanian tanaman pangan karena
Tata Ruang Pertanian Indonesia skala sehingga lapisan olah tanah menjadi tipis tingkat kesuburannya rendah, lereng
1:1.000.000 (Pusat Penelitian dan Pengem- dan kadar bahan organik rendah. Kondisi curam, dan solum dangkal.
bangan Tanah dan Agroklimat 2001), ini makin diperburuk dengan terbatasnya
Indonesia memiliki daratan sekitar 188,20 penggunaan pupuk organik, terutama Topografi
juta ha, terdiri atas 148 juta ha lahan kering pada tanaman pangan semusim. Di
(78%) dan 40,20 juta ha lahan basah samping itu, secara alami kadar bahan Di Indonesia, lahan kering sebagian besar
(22%). organik tanah di daerah tropis cepat terdapat di wilayah bergunung (> 30%)
menurun, mencapai 30−60% dalam waktu dan berbukit (15−30%), dengan luas
Tidak semua lahan kering sesuai 10 tahun (Brown dan Lugo 1990 dalam masing-masing 51,30 juta ha dan 36,90 juta
untuk pertanian, terutama karena adanya ha (Hidayat dan Mulyani 2002). Lahan
faktor pembatas tanah seperti lereng yang kering berlereng curam sangat peka ter-

Tabel 1. Luas lahan kering yang sesuai untuk pertanian.

Dataran rendah (ha) Dataran tinggi (ha)

Provinsi Tanaman Ta n a m a n Ta n a m a n Ta n a m a n To t a l
semusim tahunan semusim tahunan
Total Total 22.842.910
5.593.067
Sumatera 4.899.476 15.848.203 20.747.679 1.103.176 992.055 2.095.231 2.687.934
Jawa 925.412 3.982.008 4.907.420 200.687 484.960 685.647
Bali dan Nusa Tenggara 1.335.469 2.427.347 58.826 201.761 260.587 25.502.757
Kalimantan 1.091.878 592.129 389.521 981.650 6.671.017
Sulawesi 10.180.151 14.340.956 24.521.107 70.780 1.134.320
Maluku dan Papua 3.664.040 5.465.917 43.094 233.981 1.205.100 12.920.202
1.801.877 8.282.809 277.075
4.360.318 12.643.127 76.217.887

Indonesia 23.259.112 47.453.485 70.712.597 2.068.692 3.436.598 5.505.290

Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat (2001).

44 Jurnal Litbang Pertanian, 27(2), 2008

hadap erosi, terutama bila diusahakan Penggunaan dan Ketersediaan an) baru mencapai 47,76 juta ha (Tabel 2),
untuk tanaman pangan semusim dan curah Lahan sehingga masih tersedia 28,46 juta ha lahan
hujannya tinggi. Lahan semacam ini lebih untuk perluasan areal pertanian, termasuk
sesuai untuk tanaman tahunan, namun ke- Menurut Badan Pusat Statistik (2005), lahan terlantar 13,77 juta ha.
nyataannya banyak dimanfaatkan untuk lahan pertanian Indonesia meliputi 70,20
tanaman pangan, sedangkan perkebunan juta ha, sekitar 61,53 juta ha di antaranya Perluasan areal pertanian memerlukan
banyak diusahakan pada lahan datar-ber- berupa lahan kering (Tabel 2) dengan lahan cadangan yang sesuai dari aspek
gelombang dengan lereng < 15%. Lahan produktivitas relatif rendah, jauh di bawah biofisik dan saat ini belum digunakan.
kering yang telah dimanfaatkan untuk per- potensi hasil. Produktivitas padi gogo ber- Lahan yang masih tersedia saat ini umum-
kebunan mencakup 19,60 juta ha (Badan kisar antara 2−3 t/ha, padahal potensinya nya ditumbuhi alang-alang dan semak
Pusat Statistik 2005), terutama untuk dapat mencapai 4−5 t/ha (Sumarno dan belukar. Melalui tumpang tepat (overlay)
tanaman kelapa sawit, kelapa, dan karet. Hidayat 2007). Demikian juga komoditas peta penggunaan lahan skala 1: 250.000,
lain, seperti kedelai, masih dapat ditingkat- kecuali Papua skala 1:1.000.000, dengan
Ketersediaan air pertanian kan. Menurut Subandi (2007), peluang peta arahan tata ruang pertanian, diper-
peningkatan produktivitas kedelai masih oleh lahan kering cadangan 22,39 juta ha,
Keterbatasan air pada lahan kering meng- terbuka, karena hasil di tingkat petani yang terdiri atas 7,08 juta ha sesuai untuk
akibatkan usaha tani tidak dapat dilakukan (0,60−2 t/ha) masih jauh lebih rendah tanaman semusim (termasuk tanaman
sepanjang tahun, dengan indeks perta- dibandingkan dengan hasil di tingkat pangan) dan 15,31 juta ha untuk tanaman
naman (IP) kurang dari 1,50. Penyebabnya penelitian, yang berkisar antara 1,70−3,20 tahunan (Tabel 3). Namun, lahan cadangan
antara lain adalah distribusi dan pola hujan t/ha. tersebut sulit ditemukan di lapangan, ter-
yang fluktuatif, baik secara spasial mau- utama karena status kepemilikannya belum
pun temporal. Wilayah barat lebih basah Selain meningkatkan produktivitas jelas, apakah tergolong tanah negara,
dibandingkan dengan wilayah timur, dan lahan kering yang sudah ada (existing), HGU, HPH, tanah ulayat, tanah masyara-
secara temporal terdapat perbedaan distri- produksi bahan pangan dapat pula di- kat yang diterlantarkan, atau lainnya. Oleh
busi hujan pada musim hujan dan kemarau. tingkatkan melalui perluasan areal tanam karena itu, untuk memperoleh luas dan
Pada beberapa wilayah di Sumatera, pada lahan kering. Dari 76,22 juta ha lahan lokasi lahan terlantar secara pasti, perlu
Kalimantan, dan Sulawesi, curah hujan kering yang sesuai untuk pertanian (Tabel penghitungan secara menyeluruh dengan
melebihi 2.000 mm/tahun, sehingga IP 1), lahan yang telah digunakan (tegalan, melibatkan Departemen Pertanian, Depar-
dapat ditingkatkan menjadi 2−2,50 (Las et perkebunan, kayu-kayuan, dan pekarang- temen Kehutanan, Badan Pertanahan
al. 2000; Amien et al. 2001). Nasional, Departemen Pemukiman dan
Tabel 2. Penggunaan lahan kering Prasarana Wilayah, dan Departemen
Kepemilikan lahan untuk pertanian. Dalam Negeri.

Tantangan yang lebih berat dan sukar di- Tipe penggunaan Luas (ha) TEKNOLOGI
atasi adalah permasalahan sosial ekonomi, PENGELOLAAN LAHAN
antara lain pemilikan lahan oleh petani Tegalan 14.614.144 KERING
cenderung menyempit. Data sensus Lahan terlantar 11.341.7571)
pertanian tahun 1993 dan 2003, serta hasil Perkebunan 18.489.589 Dari segi luas, potensi lahan kering di
penelitian Puslitbangtanak pada tahun Padang rumput 2.432.1131) Indonesia tergolong tinggi, namun ter-
2002/2003 (Abdurachman et al. 2005) Kayu-kayuan 9.303.625 dapat permasalahan biofisik dan sosial
menunjukkan luas lahan pertanian di Jawa Pekarangan 5.357.596 ekonomi yang harus diatasi untuk me-
cenderung menurun, sedangkan di luar ningkatkan produktivitasnya secara ber-
Jawa sedikit meningkat. Di lain pihak, Total 61.538.824
jumlah rumah tangga petani (RTP) me-
ningkat secara signifikan dari 22,40 juta 1)Belum dimanfaatkan.
menjadi 27,40 juta dalam 10 tahun terakhir. Sumber: Badan Pusat Statistik (2005).
Luas penguasaan lahan rata-rata nasional
menurun dari 0,86 ha menjadi 0,73 ha per Tabel 3. Luas lahan kering (ha) yang tersedia untuk perluasan areal
RTP. Sejalan dengan itu, jumlah petani pertanian.
gurem (luas lahan garapan < 0,50 ha)
meningkat dari 10,80 juta RTP pada tahun Pulau Lahan kering Lahan kering To t a l
1993 menjadi 13,70 juta pada tahun 2003, tanaman semusim tanaman tahunan
atau rata-rata meningkat 2,40%/tahun. Bila 4.538.561
luas lahan pertanian tidak bertambah Sumatera 1.311.776 3.226.785 199.497
secara signifikan seiring dengan laju per- Jawa 40.544 158.953 747.824
tambahan penduduk maka jumlah petani Bali dan Nusa Tenggara 610.165
gurem akan makin bertambah dan peluang Kalimantan 137.659 10.911.452
perambahan hutan meningkat. Sulawesi 3.639.403 7.272.049 816.632
Maluku dan Papua 601.180
Jurnal Litbang Pertanian, 27(2), 2008 215.452 5.179.951
1.738.978 3.440.973
22.393.917
Indonesia 7.083.812 15.310.105

Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2007).

45

kelanjutan. Beberapa tindakan untuk Jenis pupuk lain yang mulai ber- Teras bangku merupakan teknik kon-
menanggulangi faktor pembatas biofisik kembang pesat adalah pupuk hayati servasi yang banyak diterapkan di Jawa
lahan meliputi pengelolaan kesuburan (biofertilizer) seperti pupuk mikroba dan Bali. Teknik ini telah dikembangkan
tanah, konservasi dan rehabilitasi tanah, pelarut fosfat, pupuk mikroba pemacu secara luas sejak tahun 1975 melalui inpres
serta pengelolaan sumber daya air secara tumbuh dan pengendali hama, dan mikro- penghijauan (Siswomartono et al. 1990).
efisien. flora tanah multiguna. Pupuk hayati selain Teras bangku cukup disukai petani, dan
mampu meningkatkan ketersediaan hara, juga efektif mencegah erosi dan aliran
Pengelolaan Kesuburan Tanah juga bermanfaat untuk: 1) melindungi akar permukaan (Abdurachman dan Sutono
dari gangguan hama penyakit, 2) men- 2005). Beberapa teknik konservasi lain
Pengelolaan kesuburan tanah tidak ter- stimulasi sistem perakaran agar ber- dapat dijadikan alternatif, seperti teras
batas pada peningkatan kesuburan kembang sempurna dan memperpanjang gulud untuk tanah yang dangkal (< 40 cm),
kimiawi, tetapi juga kesuburan fisik dan usia akar, 3) memacu mitosis jaringan rorak atau teknik konservasi vegetatif
biologi tanah. Hal ini berarti bahwa meristem pada titik tumbuh pucuk, kuncup seperti alley cropping dan strip rumput.
pengelolaan kesuburan tanah tidak cukup bunga, dan stolon, 4) penawar racun be- Selain murah, teknik konservasi vegetatif
dilakukan hanya dengan memberikan berapa logam berat, 5) metabolit pengatur memiliki keunggulan lain, yaitu dapat ber-
pupuk saja, tetapi juga perlu disertai tubuh, dan 6) bioaktivator perombak fungsi sebagai sumber pakan dan pupuk
dengan pemeliharaan sifat fisik tanah bahan organik. hijau atau bahan mulsa, bergantung pada
sehingga tersedia lingkungan yang baik jenis tanaman yang digunakan. Dalam
untuk pertumbuhan tanaman, kehidupan Di samping pemupukan, pengapuran prakteknya, penerapan teknik konservasi
organisme tanah, dan untuk mendukung juga penting untuk meningkatkan produk- mekanik sering dikombinasikan dengan
berbagai proses penting di dalam tanah. tivitas tanah masam, antara lain untuk teknik vegetatif, karena efektif dalam
mengurangi keracunan aluminium (Al). mengendalikan erosi (Dariah et al. 2004;
Salah satu teknologi pengelolaan ke- Cara untuk menentukan takaran kapur Santoso et al. 2004) dan lebih cepat
suburan tanah yang penting adalah pe- yang perlu diberikan adalah dengan me- diadopsi petani.
mupukan berimbang, yang mampu me- nentukan sensitivitas tanaman dan
mantapkan produktivitas tanah pada level kemudian mengukur kejenuhan Al dalam Pengaturan pola tanam dengan
yang tinggi. Hasil penelitian Santoso et tanah dengan analisis tanah (Dierolf mengusahakan permukaan lahan selalu
al. (1995) menunjukkan pentingnya dalam Santoso dan Sofyan 2005). tertutup oleh vegetasi dan/atau sisa-sisa
pemupukan berimbang dan pemantauan tanaman atau serasah, juga berperan pen-
status hara tanah secara berkala. Peng- Konservasi Tanah dan ting dalam konservasi tanah. Pengaturan
gunaan pupuk anorganik yang tidak tepat, Rehabilitasi Lahan proporsi tanaman semusim dan tahunan
misalnya takaran tidak seimbang, serta pada lahan kering juga penting; makin
waktu pemberian dan penempatan pupuk Erosi merupakan salah satu penyebab curam lereng sebaiknya makin tinggi
yang salah, dapat mengakibatkan ke- menurunnya produktivitas lahan kering, proporsi tanaman tahunan. Pengaturan
hilangan unsur hara sehingga respons terutama yang dimanfaatkan untuk usaha jalur penanaman atau bedengan yang
tanaman menurun (Santoso dan Sofyan tani tanaman semusim seperti tanaman searah kontur juga berkontribusi dalam
2005). Hara yang tidak termanfaatkan pangan (Abdurachman dan Sutono 2005; mencegah erosi.
tanaman juga dapat berubah menjadi Kurnia et al. 2005). Hasil penelitian me-
bahan pencemar. Praktek pemakaian nunjukkan budi daya tanaman pangan Pengolahan tanah secara intensif
pupuk oleh petani pada lahan-lahan mine- semusim tanpa disertai konservasi tanah merupakan penyebab penurunan produk-
ral masam, meskipun pada saat ini masih menyebabkan erosi berkisar antara 46−351 tivitas lahan kering. Hasil penelitian me-
dilakukan dengan takaran rendah, dalam t/ha/tahun (Sukmana 1994; 1995). nunjukkan bahwa pengolahan tanah yang
jangka panjang dapat menimbulkan ke- berlebihan dapat merusak struktur tanah
tidakseimbangan kandungan hara tanah Erosi bukan hanya mengangkut (Larson dan Osborne 1982; Suwardjo et
sehingga menurunkan produktivitas material tanah, tetapi juga hara dan bahan al. 1989) dan menyebabkan kekahatan
tanaman. organik, baik yang terkandung di dalam bahan organik tanah (Rachman et al.
tanah maupun yang berupa input pertani- 2004). Olah tanah konservasi (OTK) me-
Penerapan teknologi pemupukan an. Erosi juga merusak sifat fisik tanah. rupakan alternatif penyiapan lahan yang
organik juga sangat penting dalam pe- Oleh karena itu, penerapan teknik konser- dapat mempertahankan produktivitas
ngelolaan kesuburan tanah. Pupuk orga- vasi merupakan salah satu prasyarat lahan tetap tinggi (Brown et al. 1991;
nik dapat bersumber dari sisa panen, keberlanjutan usaha tani pada lahan ke- Wagger dan Denton 1991). OTK dicirikan
pupuk kandang, kompos atau sumber ring. Target yang harus dicapai adalah oleh berkurangnya pembongkaran atau
bahan organik lainnya. Selain menyum- menekan erosi sampai di bawah batas pembalikan tanah, mengintensifkan peng-
bang hara yang tidak terdapat dalam toleransi, dengan kisaran antara 1,10−13,50 gunaan sisa tanaman atau bahan lainnya
pupuk anorganik, seperti unsur hara mikro, t/ha/tahun, bergantung pada sifat tanah sebagai mulsa, kadang-kadang (namun
pupuk organik juga penting untuk mem- dan substratanya (Thompson dalam tidak dianjurkan) disertai penggunaan
perbaiki sifat fisik dan biologi tanah. Lahan Arsyad 2000). Untuk menekan erosi sam- herbisida untuk menekan pertumbuhan
kering akan mampu menyediakan air dan pai di bawah ambang batas toleransinya, gulma atau tanaman pengganggu lainnya.
hara yang cukup bagi tanaman bila beberapa jenis teknik konservasi dapat
struktur tanahnya baik sehingga men- diterapkan dengan memperhatikan per- Rehabilitasi lahan-lahan terdegradasi
dukung peningkatan efisiensi pemupukan. syaratan teknis (Agus et al. 1999). dapat mendukung optimalisasi lahan
kering, antara lain dengan menanam legum
penutup tanah atau tanaman penghasil

46 Jurnal Litbang Pertanian, 27(2), 2008

bahan organik lainnya, khususnya yang atau sprinkle, pemberian air dapat di- dayagunaan lahan kering yang telah
bersifat in situ seperti alley cropping dan kombinasikan dengan pemupukan. direncanakan.
strip cropping. Penggunaan bahan
pembenah tanah baik organik maupun Untuk meningkatkan efisiensi peng- Seleksi Teknologi Tepat Guna
mineral juga dapat merehabilitasi lahan gunaan air, konsep management allowable
terdegradasi. depletion atau maximum allowable Teknologi pengelolaan lahan kering untuk
depletion (MAD) dapat digunakan dalam pertanian tanaman pangan telah tersedia,
Pengelolaan Air Pertanian merancang penjadwalan irigasi suplemen baik teknologi konservasi tanah, pening-
bagi suatu jenis tanaman. MAD dapat katan kesuburan tanah, pengelolaan
Kelangkaan air sering kali menjadi pem- didefinisikan sebagai derajat kekeringan bahan organik tanah, dan pengelolaan air.
batas utama dalam pengelolaan lahan tanah yang masih diperbolehkan untuk Dari sekumpulan teknologi tersebut, perlu
kering. Oleh karena itu, inovasi teknologi menghasilkan produksi yang optimum. diseleksi teknologi yang tepat guna,
pengelolaan air dan iklim sangat diperlu- Subagyono (1996) dan Sutono et al. (2006) sesuai dengan kondisi lahan (tanah, air,
kan, meliputi teknik panen hujan (water melaporkan bahwa untuk tanaman jagung, dan iklim) dan petani. Oleh karena itu, perlu
harvesting), irigasi suplemen, prediksi efisiensi penggunaan air irigasi tertinggi diketahui terlebih dulu karakteristik lahan
iklim, serta penentuan masa tanam dan dicapai pada level MAD 75% pada tanah dan kondisi petani agar teknologi yang
pola tanam. lempung berpasir dari Zeebrugge, Belgia, terpilih betul-betul efektif dan dapat di-
dan untuk tanaman cabai pada tanah adopsi petani.
Pemanenan air dapat dilakukan Typic Kanhapludults di Lampung dicapai
dengan menampung air hujan atau aliran pada level MAD 60% air tersedia. Karakteristik lahan dapat diketahui
permukaan pada tempat penampungan melalui pemetaan skala detail (1:50.000
sementara atau permanen, untuk diguna- STRATEGI PENGELOLAAN atau 1:25.000), atau lebih detail, skala
kan mengairi tanaman (Subagyono et al. LAHAN KERING 1:10.000 atau 1:5.000. Dengan mengguna-
2004). Oleh karena itu, pemanenan air kan peta dengan skala sangat detail,
selain berfungsi menyediakan air irigasi Pertanian lahan kering tidak memerlukan pemilihan komoditas dan teknologi dapat
pada musim kemarau, juga dapat me- banyak air, seperti halnya budi daya padi dilakukan dengan lebih tepat. Aspek
ngurangi risiko banjir pada musim hujan. sawah, sementara ketersediaan lahan sosial-ekonomi petani dapat diketahui
Teknologi ini bermanfaat untuk lahan yang kering masih luas. Selain itu, teknologi dengan melaksanakan survei lapangan,
tidak mempunyai jaringan irigasi atau pengelolaan lahan kering cukup banyak misalnya dengan menggunakan metode
sumber air bawah permukaan (ground tersedia. Namun, pemanfaatan kedua Participatory Rural Appraisal (PRA).
water). Di daerah arid dan semiarid banyak komponen tersebut dan pelaksanaannya
dipraktekkan teknik modifikasi mikrorelief di lapangan memerlukan perencanaan dan Diseminasi Teknologi
seperti pematang setengah lingkar (half strategi yang tepat.
moon dykes), rorak, sistem gulud menurut Diseminasi dan adopsi teknologi pada
kontur, gulud berblok, dan lain-lain. Identifikasi Lahan yang Sesuai umumnya berjalan lambat, termasuk tek-
Embung, kedung, dan dam parit juga nologi pengelolaan lahan (tanah, air, dan
merupakan teknik panen air yang telah Cara yang dapat digunakan untuk meng- iklim). Teknologi tersebut disebarkan
berkembang di beberapa daerah di identifikasi lahan yang sesuai untuk per- melalui seminar, simposium, jurnal, serta
Indonesia. Namun, Agus et al. (2005) me- tanian, terutama lahan alang-alang dan media cetak dan elektronik. Namun akses
nyatakan perlu analisis ekonomi yang semak belukar adalah dengan mengguna- penyuluh apalagi petani ke media tersebut
komprehensif tentang manfaat dan kan peta penggunaan lahan skala relatif terbatas, sehingga cara dan media
keuntungan pembuatan bangunan pe- 1:250.000 yang ditumpangtepatkan penyampaian tersebut kurang efektif. Oleh
manen air seperti embung. dengan peta arahan tata ruang pertanian. karena itu, diperlukan metode diseminasi
Dengan cara ini, diperoleh data tentang secara langsung kepada petani, yang lebih
Irigasi suplemen merupakan istilah lahan kering cadangan seluas 22,39 juta mendekatkan sumber teknologi dengan
yang digunakan dalam pemberian dan ha, yang terdiri atas 7,08 juta ha sesuai petani sebagai calon pengguna teknologi.
pendistribusian air pada lahan kering, yang untuk tanaman pangan semusim dan 15,31
mencakup dua aspek penting, yaitu besar- juta ha untuk tanaman tahunan. Salah satu terobosan dalam disemina-
nya air yang diberikan dan interval pem- si teknologi pertanian adalah melalui Prima
beriannya (Agus et al. 2005). Jumlah air Untuk memperoleh data yang lebih Tani (Badan Penelitian dan Pengembangan
yang diberikan ditetapkan berdasarkan tepat, harus digunakan peta tanah atau Pertanian 2006), yang bertujuan untuk
kebutuhan tanaman, kemampuan tanah peta kesesuaian dan peta penggunaan mempercepat diseminasi dan adopsi
memegang air, serta sarana irigasi yang lahan dengan skala yang lebih besar, teknologi inovatif, terutama yang dihasil-
tersedia. Berdasarkan sarana irigasi yang misalnya 1:50.000 atau lebih baik lagi skala kan Badan Litbang Pertanian. Melalui
digunakan, sistem irigasi suplemen terdiri 1:25.000. Selain itu, data biofisik lahan program ini, pertanian lahan kering, ter-
atas: 1) irigasi permukaan, 2) irigasi bawah perlu ditunjang dengan informasi sosial- masuk pengembangan budi daya padi
permukaan, 3) irigasi sprinkle, 4) irigasi ekonomi, terutama status kepemilikan gogo, palawija dan sebagainya, misalnya
tetes, dan 5) kombinasi dari dua atau lebih lahan, sehingga pengembangan pertanian dengan introduksi benih unggul, pe-
sistem (irigasi hybrid). Tersedianya sarana tidak terbentur pada permasalahan non- mupukan, dan rotasi tanaman, dapat
irigasi memungkinkan pemberian air dapat teknis, yang dapat menggagalkan pen- berkembang lebih cepat dan mampu
dilakukan lebih teliti. Untuk irigasi tetes
47
Jurnal Litbang Pertanian, 27(2), 2008

meningkatkan produksi bahan pangan berbagai disiplin ilmu, sehingga dapat pangan menghadapi permasalahan teknis
nasional secara signifikan. menghasilkan teknologi yang efektif dan dan sosial-ekonomis, antara lain lahan
menguntungkan. berlereng terjal, kesuburan tanah rendah,
Peningkatan Penelitian kemasaman tinggi, kekurangan air irigasi,
Pertanian Lahan Kering KESIMPULAN DAN SARAN dan status kepemilikan lahan tidak jelas.
Berbagai masalah tersebut perlu diatasi
Penelitian padi saat ini lebih terfokus pada Jalan keluar untuk menembus kebuntuan dengan menerapkan teknologi, kelembaga-
padi sawah, yang telah menghasilkan peningkatan produksi bahan pangan an, dan kebijakan pemerintah yang tepat.
berbagai varietas unggul dan teknologi nasional adalah dengan mengoptimalkan
budi daya seperti pengendalian hama/ pemanfaatan lahan kering melalui: a) Berbagai teknologi pengelolaan
penyakit, pemupukan, dan pengairan. peningkatan produktivitas lahan pertanian lahan kering telah tersedia, mencakup
Penelitian dan pengembangan padi gogo yang sudah ada saat ini, dan b) perluasan pengelolaan kesuburan tanah, pengen-
jauh tertinggal. Sejalan dengan itu, minat lahan pertanian tanaman pangan dengan dalian erosi (konservasi tanah), rehabilitasi
dan upaya petani untuk mengembangkan memanfaatkan lahan kering terlantar. lahan, dan pengelolaan sumber daya air
padi gogo juga relatif rendah, tercermin secara efisien. Yang menjadi masalah
dari luas pertanaman setiap tahun yang Di wilayah dataran rendah, lahan adalah lemahnya diseminasi teknologi
jauh lebih rendah dari luas lahan sawah. yang sesuai untuk pertanian tanaman inovatif kepada para petani dan lambat-
pangan berupa lahan datar-bergelombang nya adopsi teknologi tersebut.
Ke depan, penelitian dan pengem- (lereng < 15%), yang luasnya sekitar 23,30
bangan pertanian lahan kering perlu juta ha. Di wilayah dataran tinggi, lahan Pemanfaatan lahan kering untuk
mendapat perhatian yang lebih besar, ter- yang sesuai untuk tanaman pangan men- meningkatkan produksi bahan pangan
masuk pembiayaannya. Akan lebih baik cakup 2,10 juta ha. Namun, lahan tersebut memerlukan perencanaan dan strategi
bila penelitian diarahkan pada teknologi sebagian besar telah digunakan untuk yang tepat, yaitu: a) identifikasi lahan
pengelolaan padi gogo dan palawija berbagai kepentingan, baik pertanian kering yang sesuai untuk pertanian, b)
sebagai bagian dari sistem usaha tani maupun nonpertanian. Lahan kering yang seleksi teknologi pengelolaan lahan kering
(farming system) yang disesuaikan dapat digolongkan sebagai cadangan yang tepat guna, c) diseminasi teknologi
dengan kondisi spesifik lokasi. Penelitian untuk tanaman pangan semusim tersedia pengelolaan lahan kering secara intensif,
hendaknya dilaksanakan secara kompre- sekitar 7,08 juta ha, yang saat ini berupa dan d) peningkatan penelitian pertanian
hensif, dalam arti peneliti tidak bekerja lahan alang-alang atau semak-belukar. lahan kering, terutama budi daya padi
sendiri-sendiri, tetapi dalam suatu tim dari gogo, palawija, dan tanaman semusim
Upaya pengelolaan lahan kering lainnya dalam sistem usaha tani terpadu.
untuk meningkatkan produksi bahan

DAFTAR PUSTAKA Agus, F., A. Abdurachman, A. Rachman, S.H. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Talao’ohu, A. Dariah, B.R. Prawiradiputra, 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agri-
Abdurachman, A., A. Mulyani, G. Irianto, dan N. B. Hafif, dan S. Wiganda. 1999. Teknik bisnis: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan.
Heryani. 2005. Analisis potensi sumber daya Konservasi Tanah dan Air. Sekretariat Tim Edisi II. Badan Penelitian dan Pengembangan
lahan dan air dalam mendukung pemantap- Pengendali Bantuan Penghijauan dan Reboi- Pertanian, Jakarta. hlm. 30.
an ketahanan pangan. hlm. 245−264. Dalam sasi Pusat. Departemen Kehutanan, Jakarta.
Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Badan Pusat Statistik. 2005. Statistik Indonesia
Gizi VIII, 17−19 Mei 2004. Ketahanan Agus, F., E. Surmaini, dan N. Sutrisno. 2005. tahun 2005. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Teknologi hemat air dan irigasi suplemen.
Globalisasi. LIPI bekerja sama dengan Badan hlm. 223−245. Dalam Teknologi Pengelola- Brown, R.E., J.L. Havlin, D.J. Lyons, C.R. Fenster,
Pusat Statistik, Departemen Kesehatan, an Lahan Kering: Menuju pertanian produktif and G.A. Peterson. 1991. Long-term tillage
Bappenas, Departemen Pertanian, dan dan ramah lingkungan. Pusat Penelitian dan and nitrogen effects on wheat production in
Kementerian Riset dan Teknologi, Jakarta. Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor. a wheat fallow rotation. In Agronomy
Abstracts. Annual Meetings ASA, CSSA, and
Abdurachman, A. dan S. Sutono. 2005. Teknologi Amien, L.I., S. Purba, B. Sugiharto, dan A. SSSA, Denver Colorado, 27 October–1
pengendalian erosi lahan berlereng. hlm. Hamdani. 2001. Analisis pasokan dan ke- November 1991. 326 pp.
103−145. Dalam Teknologi Pengelolaan butuhan air untuk pertanian pangan dan
Lahan Kering: Menuju pertanian produktif kebutuhan lainnya. Laporan Akhir Peneliti- Dariah, A., U. Haryati, dan T. Budhyastoro.
dan ramah lingkungan. Pusat Penelitian dan an. Pusat Penelitian dan Pengembangan 2004. Teknologi konservasi mekanik. hlm.
Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Tanah dan Agroklimat, Bogor. 109−132. Dalam Konservasi Tanah pada
Bogor. Lahan Kering Berlereng. Pusat Penelitian
Arsyad, S. 2000. Pengawetan Tanah dan Air. dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat,
Adiningsih, J.S. dan M. Sudjadi. 1993. Peranan Departemen Ilmu-Ilmu Tanah, Fakultas Per- Bogor.
sistem bertanam lorong (alley cropping) tanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
dalam meningkatkan kesuburan tanah pada Departemen Pertanian. 2008. Impor beras per
lahan kering masam. Risalah Seminar Hasil Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. negara asal. www.deptan.go.id. [18 April
Penelitian Tanah dan Agroklimat. Pusat 2006. Pedoman Umum Prima Tani. Badan 2008].
Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Jakarta. Jurnal Litbang Pertanian, 27(2), 2008
48

Hidayat, A. dan A. Mulyani. 2002. Lahan kering study on sloping land. p. 103−108. In A. Subandi. 2007. Teknologi dan strategi pengem-
untuk pertanian. hlm. 1−34. Dalam A. Maglinao and A. Sajjapongse (Eds.). Inter- bangan kedelai pada lahan kering masam.
Abdurachman, Mappaona, dan Saleh (Ed.). national Workshop on Conservation Farming Iptek Tanaman Pangan 2(1): 12−25.
Pengelolaan Lahan Kering Menuju Pertanian for Sloping Upland in South East Asia:
Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Challenge, Opportunities, and Prospects. Sukmana, S. 1994. Budi daya lahan kering ditinjau
Penelitian dan Pengembangan Tanah dan IBSRAM Proc. No. 14. Bangkok, Thailand. dari konservasi tanah. hlm. 25−39. Dalam
Agroklimat, Bogor. Prosiding Penanganan Lahan Kering Margi-
Santoso, D., J. Purnomo, I G.P. Wigena, dan E. nal melalui Pola Usaha Tani Terpadu. Jambi,
Isa, I. 2006. Strategi pengendalian alih fungsi Tuherkih. 2004. Teknologi konservasi 2 Juli 1994. Pusat Penelitian Tanah dan
tanah pertanian. Prosiding Seminar Multi- vegetatif. Olah tanah konservasi. hlm. 77− Agroklimat, Bogor.
fungsi dan Revitalisasi Pertanian. Balai 108. Dalam Konservasi Tanah pada Lahan
Penelitian Tanah, Bogor. hlm. 17. Kering Berlereng. Pusat Penelitian dan Pe- Sukmana, S. 1995. Teknik konservasi tanah
ngembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor. dalam penanggulangan degradasi tanah
Kurnia, U., Sudirman, dan H. Kusnadi. 2005. pertanian lahan kering. hlm. 23−42. Dalam
Teknologi rehabilitasi dan reklamasi lahan. Santoso, D. dan A. Sofyan. 2005. Pengelolaan Prosiding Pertemuan Pembahasan dan
hlm. 147−182. Dalam Teknologi Pengelola- hara tanaman pada lahan kering. hlm. 73− Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan
an Lahan Kering: Menuju pertanian produktif 100. Dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Agroklimat. Pusat Penelitian Tanah dan
dan ramah lingkungan. Pusat Penelitian dan Kering: Menuju pertanian produktif dan Agroklimat, Bogor.
Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor. ramah lingkungan. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor. Sumarno dan R. Hidayat. 2007. Perluasan areal
Larson, W.E. and G.J. Osborne. 1982. Tillage padi gogo sebagai pilihan untuk mendukung
accomplishments and potential. In Predicting Siswomartono, D., A.N. Gintings, K. Sebayong, ketahanan pangan nasional. Iptek Tanaman
Tillage Effects on Soil Physical Properties and S. Sukmana. 1990. Development of con- Pangan 2(1): 26−40.
and Processes. ASA Special Publ. No. 44. servation farming systems, Indonesia Country
Review. Regional Action Learning Programme Suriadikarta, D.A., T. Prihatini, D. Setyorini, dan
Las, I., S. Purba, B. Sugiharto, dan A. Hamdani on the Development of Conservation Farming W. Hartatiek. 2002. Teknologi pengelolaan
2000. Proyeksi kebutuhan dan pasokan Systems. Report of the Inaugural Workshop. bahan organik tanah. hlm. 183−238. Dalam
pangan tahun 2000−2020. Pusat Penelitian Chiang Mai, 23 February-1 March 1990. Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Menuju
Tanah dan Agroklimat, Bogor. ASOCON Report No. 2. Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah
Mulyani, A., Hikmatullah, dan H. Subagyo. 2004. Soepardi, H.G. 2001. Strategi usaha tani agri- dan Agroklimat, Bogor.
Karakteristik dan potensi tanah masam lahan bisnis berbasis sumber daya lahan. hlm. 35−
kering di Indonesia. hlm. 1−32. Dalam Prosi- 52. Prosiding Nasional Pengelolaan Sumber Sutono, S., U. Haryati, dan K. Subagyono. 2006.
ding Simposium Nasional Pendayagunaan Daya Lahan dan Pupuk Buku I. Pusat Optimalisasi irigasi tanaman cabai di lahan
Tanah Masam. Pusat Penelitian dan Pe- Penelitian dan Pengembangan Tanah dan kering. hlm. 339−358. Dalam Prosiding
ngembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor. Agroklimat, Bogor. Seminar Nasional Sumber Daya Lahan Per-
tanian. Balai Besar Penelitian dan Pengem-
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Subagyono, K. 1996. Water Use Efficiency and bangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor,
Agroklimat. 2001. Atlas Arahan Tata Ruang Available Water Capacity for Irrigated Corn 14−15 September 2006.
Pertanian Indonesia Skala 1:1.000.000. in Reclaimed Saline Soil. MSc. Thesis.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah International Training Center for Post- Suwardjo, H., A. Abdurachman, and S. Abujamin.
dan Agroklimat, Bogor. 37 hlm. Graduate Soil Science, Faculty of Science, 1989. The use of crop residue mulch to
University of Gent, Belgium. minimize tillage frequency. Pemberitaan
Rachman, A., A. Dariah, dan E. Husen. 2004. Penelitian Tanah dan Pupuk 8: 31−37.
Olah tanah konservasi. hlm. 189−210. Dalam Subagyono, K., U. Haryati, dan S.H. Talao'ohu.
Teknologi Konservasi Tanah pada Lahan 2004. Teknologi konservasi air pada pertani- Wagger, M.G. and H.P. Denton. 1991. Consequ-
Kering Berlereng. Pusat Penelitian dan Pe- an lahan kering. hlm. 151−188. Dalam ences of continuous and alternating tillage
ngembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor. Konservasi Tanah pada Lahan Kering regimes on residue cover and grain yield in a
Berlereng. Pusat Penelitian dan Pengem- corn-soybean rotation. In Agronomy Abs-
Santoso, D., I P.G. Wigena, Z. Eusof, and C. bangan Tanah dan Agroklimat, Bogor. tracts. Annual Meetings ASA, CSSA, and
Xuhui. 1995. The Asian land management SSSA, Denver Colorado, 27 October–1
of sloping lands network: Nutrient balance November 1991. 344 pp.

Jurnal Litbang Pertanian, 27(2), 2008 49


Click to View FlipBook Version