i
ii PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER KRISTIANI MELALUI BUDAYA SEKOLAH (Buku Fiksi) Erna Kristiani, S.Pd.
iii PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER KRISTIANI MELALUI BUDAYA SEKOLAH (Buku Fiksi)
iv Palembang © 2020, Nama Penulis, M. AP. Editor : Dr. Febrianty, SE, M.Si Perancang Sampul : Jenri Ambarita, M.Pd.K Layouter : ………………………………. Diterbitkan oleh Penerbit Inteligi CV. Interactive Literacy Digital Perumahan griya Sejahtera Sukawintan Blok. M No. 10 Rt/Rw: 87/07 UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta Fungsi dan sifat hak cipta Pasal 4 Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi. Pembatasan Pelindungan Pasal 26 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku terhadap: i. penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait untuk pelaporan peristiwa aktual yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan informasi aktual; ii. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan penelitian ilmu pengetahuan; iii. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk keperluan pengajaran, kecuali pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan Pengumuman sebagai bahan ajar; dan iv. penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dapat digunakan tanpa izin Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga Penyiaran. Sanksi Pelanggaran Pasal 113 1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah). 2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
v Kel. Sukajaya, Kec. Sukaramai, Kodya. Palembang - Sumsel Telp : 081278354748 Surel : [email protected] Web : http://www.inteligi.org Referensi | Non Fiksi | R/D IX + 101 hlm. ; 15,5 x 23 cm No ISBN : 978-623-………… Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, secara elektronis maupun mekanis termasuk fotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainya tanpa izin tertulis dari penerbit.Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. All right reserved
vi KATA PENGANTAR
vii DAFTAR ISI Kata Pengantar .................................................................... Daftar Isi ............................................................................... BAB 1 .................................................................................... BAB 2 .................................................................................... BAB 3 .................................................................................... BAB 4 .................................................................................... BAB 5 .................................................................................... BAB 6 Pentingnya Pendidikan Karakter Kristiani Melalui Budaya Shalom dan SMILE BAB 7 Penerapan Pembiasaan Budaya Shalom Dan SMILE Dilingkungan Sekolah Dan Diluar Sekolah BAB 8 BAB 9 BAB 10 DAFTAR PUSTAKA .......................................................... LAMPIRAN ........................................................................ PROFIL PENULIS ..............................................................
viii
1 BAB 6 PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER KRISTIANI MELALUI BUDAYA SHALOM DAN SMILE DI SEKOLAH A. Fenomena Karakter Pelajar "Zaman Now" Candra Novitasari dalam Pelajar Indonesia mengatakan bahwa sebutan diberikan kepada peserta didik yang mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran untuk meningkatkan pengetahuannya. Secara umum, pelajar merupakan individu-individu yang ikut serta dalam proses belajar. Sedangkan, dalam arti sempit pelajar disebut juga sebagai peserta didik, siswa dan murid. Biasanya sebutan ini mengacu pada setiap kurikulum yang dipakai pada satuan pendidikan. Misalnya kurikulum era 1945-1980-an menyebut pelajar dengan sebutan murid, kurikulum era 1990-an, menyebut pelajar dengan sebutan siswa dan era 2000-an menyebut dengan sebutan peserta didik. Sementara era kurikulum Merdeka Belajar menyebut dengan sebutan pelajar. Apakah sebutan itu memiliki makna yang berbeda? Tentu jawabannya sebutan itu memiliki makna yang sama
2 yaitu mereka yang sedang pengikuti proses pendidikan untuk meningkatkan pengetahuannya. Adapun pengertian pelajar menurut beberapa ahli diantaranya: Menurut Sinolungan (1997), mengemukakan bahwa pengertian pelajar secara luas adalah setiap orang yang terlibat dengan proses pendidikan untuk memperoleh pengetahuan sepanjang hidupnya. Sedangkan dalam arti sempit, pengertian pelajar adalah setiap siswa yang belajar di sekolah. Menurut Nasution, belajar merupakan suatu kegiatan untuk menambah dan mengumpulkan sejumlah ilmu pengetahuan. Pelajar adalah orang yang melakukannya atau pelakunya. Menurut Sudjana, mengemukakan bahwa pengertian belajar adalah setiap upaya yang dilakukan dengan sengaja agar tercipta suatu kegiatan edukatif yang terjalin antara pengajar (pendidik) dengan pelajar (peserta didik). Pelajar pada dasarnya diartikan sebagai pengguna dari jasa yang diberikan oleh pendidik atau pengajar tersebut. Maka berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pelajar adalah individu yang ikut dalam kegiatan belajar untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Pelajar merupakan aset yang sangat penting bagi suatu negara. Karena generasi penerus banga yang
3 diharapkan adalah pelajar yang nantinya dapat menjadi individu yang dapat memajukan agama, bangsa dan negara. Selain itu, pelajar yang diharapkan adalah generasi yang nantinya dapat meningkatkan pergaulan dan relasi sosial menjadi semakin baik. Tidak menuntut kemungkinan seorang pelajar yang baik harus mampu menempatkan dirinya dengan baik di lingkungan masyarakat. Karena sebagai seorang pelajar, pengetahuan dan keterampilan yang telah diperolehnya atau dipelajarinya harus dapat menunjukkan bahwa dirinya lebih baik dibandingkan yang lain. Hal inilah yang menuntut agar pelajar dapat berperilaku sopan dan memiliki sifat-sifat yang baik yang nantinya dapat ditiru atau dicontoh oleh masyarakat yang berpendidikan rendah ataupun yang tidak berpendidikan sekalipun. Pertanyaannya mengapa mereka disebut pelajar? Karena mereka mengikuti pembelajaran dalam pendidikan formal, yakni pendidikan di sekolah. Melalui pendidikan formal inilah pelajar diajarkan dan belajar berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan, diantaranya ilmu eksak seperti Matematika dan Akuntansi, rumpun Ilmu Pengetahuan Alam seperti Biologi, Fisika dan Kimia. Rumpun Ilmu Pengetahuan Sosial, Sosiologi dan Antropologi. Rumpun Ilmu Agama, seperti
4 Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Agama Kristen, Pendidikan Agama Katholik, Pendidikan Agama Hindu, Pendidikan Agama Budha, Pendidikan Agama Konghuchu. Rumpun Ilmu Bahasa, seperti Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan masih banyak rumpun bahasa lainnya. Serta masih banyak lagi displin ilmu pengetahuan yang dipelajari sesuai dengan bidang kejuruan masing-masing. Melalui kegiatan pembelajaran tersebut, diharapkan pelajar mampu mengembangkan dirinya baik secara emosional, sosial, bahasa, intelektual, moral maupun kepribadiannya agar lebih ke arah yang lebih positif agar nantinya dapat membangun dan memajukan bangsa dan negara serta agama. Adapun perkembangan yang dialami oleh setiap pelajar berbedabeda. Tergantung pada proses belajar yang ia peroleh. Perkembangan pada diri pelajar yang baik adalah perkembangan yang menuju pada hal-hal yang positif. Akan tetapi, beberapa pelajar justru menunjukkan perkembangan ke arah yang negatif, sebagai contoh adalah aksi premanisme dan bullying yang dilakukan oleh pelajar serta pergaulan bebas seperti yang sering kita lihat dan sekarang yang disebut dengan Kids Jaman Now. Secara umum karakteristik seorang pelajar dapat di jabarkan sebagai berikut:
5 1. Menurut J.J. Rousseau dalam bukunya tentang pendidikan mengungkapkan bahwa pelajar adalah seseorang yang memiliki dunianya sendiri dan bukan boneka atau miniatur yang dimiliki atau diatur oleh orang dewasa. Oleh karena itu seorang pelajar tidak mau menjadi miniature orang dewasa 2. Setiap pelajar memiliki kebutuhan yang berbeda-beda, seperti kebutuhan kasih sayang, biologi, realisasi, rasa aman dan harga diri. Sehingga pemenuhannya juga disesuaikan dengan apa yang dibutuhkan 3. Setiap pelajar memiliki tingkat perkembangan yang berbeda-beda. Sehingga capaian masing-masing pelajar juga berbeda-beda tidak bisa disamakan antara pelajar satu dengan pelajar yang lainnya. Namun dalam perkembangan dunia era modern saat ini terkadang karakteristik pelajar secara umum tersebut hanya menjadi sebagian kecil dalam proses perkembangan pelajar. Pelajar zaman now memiliki karakteristik yang berbeda dari pelajar pada umumnya. Perkembangan tehnologi menjadi salah satu faktor pemicunya. Ada sedikitnya 3 fenomena yang menjadi karakateristik pelajar zaman now dintaranya:
6 1. Memiliki Kemampuan Tehnologi Yang Tinggi Perkembangan tehnologi yang sangat pesat membuat pelajar zaman now juga memiliki kemampuan bertehnologi yang tinggi. Dunia pendidikan juga telah berusaha mengimbangi kebutuhan pelajar zaman now tesebut dengan menyediakan sarana dan media pembelajaran yang diistilahkan dengan dunia dalam genggaman. Tidak ada materi pembelajaran yang susah untuk dipahami. Pembelajaran pun bukan menjadi sesuatu yang membosankan. Akses internet yang tersedia dimana-mana menjadikan pelajar zaman now dapat dengan mundah mengakses pembelajaran dan bahkan mampu mengembangkan lebih dari yang diharapkan. Kemampuan berkreasi dalam proses pembelajaran menjadi lebih tinggi dan berinovasi. Terkadang kemampuan pelajar zaman now ini melebihi kemampuan gurunya. Oleh karena itu guru yang tidak mau belajar akan tergeser oleh “ guru-guru” yang lain. Guru lain dalam hal ini bisa termasuk kecanggihan tehnologi. Namun dengan kemampuan bertehnologi yang tinggi inilah membuat pelajar zaman now memiliki daya juang yang lemah. Bagaimana tidak? Semua kesulitan dalam pembelajaran dapat
7 diakses dengan sangat mudah. Perjuangan untuk mengeluarkan ide-ide orisinil mereka menjadi berkurang karena semua sudah disediakan dalam jangkauan internet. Selain itu, kemampuan bertehnologi yang tinggi membuat pelajar zaman now kehilangan rasa empati dan simpati. Hal ini disebabkan karena mereka merasa nyaman dalam dunianya. Merasa tdak butuk orang lain dalam dunia nyata karena dunia mereka adalah dunia maya yang sering disebut dengan “dunia tipu-tipu”. Pelajar zaman now sangat pandai mencari teman dan berkomunikasi dalam dunia maya, namun tidak percaya diri dalam dunia nyata. Rasa empati menjadi berkurang karena menganggap bahwa orang lain dalam dunia nyata bukan menjadi bagian mereka. Selain itu kemampuan bertehnologi yang tinggi menyebabkan pelajar zaman now memiliki karakter yang individualis. Semua berpusat dari dalam diri mereka sendiri. Merasa tidak membutuhkan orang lain. Kemampuan berliterasi juga menjadi berkurang. Perpustakaan menjadi sepi pengunjung dikarenakan pelajar zaman now lebih senang membaca melalui gawai mereka daripada berkunjung ke perpustakaan. Karena itulah dunia pendidikan menggalangkan
8 program literasi digital yaitu kebiasaan membaca dan menyaring informasi dalam dunia maya dengan bijak. 2. Memiliki Kemampuan Budaya yang Kekinian Kemajuan dalam bidang tehnologi juga memiliki peranan penting bagi pelajar zaman now mempunyai kemampuan budaya kekinian yang tinggi. Hal in disebabkan karena mereka mampu melihat budaya lain dan menjadikan mereka berinovasi dengan budaya yang kekinian. Pelajar zaman now sangat cepat sekali beradaptasi, meniru dan mengimitasi kebudayaan daerah lain atau bahkan bangsa lain. Lebih menyenangkan karena dengan bertehnologi mereka mampu menciptakan kreasi sesuai dengan bakat dan minat mereka. Sehingga munculah seniman-seniman berbakat dengan kiblat seniman modern. Hanya dari rumah, kamar bahkan kamar mandi sekalipun mereka bisa berkreasi. Menjadi hal yang mengejutkan saat pelajar zaman now mampu berprestasi dengan kemampuan yang tidak kita duga. Namun disisi lain, pelajar zaman now terkadang belum memiliki kemampuan menyaring budaya dari luar dengan dengan begitu saja diadopsi sehingga budaya lokal menjadi tersingkirkan. Oleh karena itu, kurikulum Merdeka Belajar
9 menerapkan Profil pelajar Pancasila salah satunya adalah berkebinekaan global. 3. Memiliki Kemampuan Berpikir Instan Kata instant memiliki arti langsung tidak membutuhkan waktu yang lama. Kemampuan berpikir instan yang dimiliki pelajar zaman now juga dipengaruhi oleh perkembangan zaman. Kemajuan tehnologi memagang peranan penting dalam hal ini. Generasi yang memiliki kemampuan tehnologi yang tinggi, berpikir cepat dan kreatif namun generasi yang mudah menyerah. Menurut Prof. Renald Kasali generasi zaman now juga disebut sebagai Strawberry Generation adalah generasi yang penuh dengan gagasan kreatif tetapi mudah menyerah dan gampang sakit hati. Generasi tukang sambat(Jawa=red). Generasi yang memiliki pemikiran yang cepat dan praktis namun terkadang kurang memperhitungkan resiko yang akan terjadi. B. Pendidikan Karakter Melalui Budaya Shalom dan SMILE Pendidikan karakter atau disebut juga dengan Charakter Building yaitu suatu usaha manusia secara sadar dan terencana untuk mendidik dan memberdayakan potensi pelajar guna membangun karakter pribadinya sehingga dapat menjadi individu yang bermanfaat bagi
10 diri sendiri dan lingkungannya. Pendidikan karakter juga merupakan suatu sistem pendidikan yang bertujuan untuk menanamkan nilainilai karakter tertentu kepada peserta didik yang di dalamnya terdapat komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, serta tindakan untuk melakukan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter sangat erat hubungannya dengan pendidikan moral dimana tujuannya juga adalah untuk membentuk dan melatih kemampuan individu secara terus-menerus guna penyempurnaan diri kearah hidup yang lebih baik. Menurut Elkind, pengertian pendidikan karakter adalah suatu metode pendidikan yang dilakukan oleh tenaga pendidik untuk mempengaruhi karakter murid. Dalam hal ini terlihat bahwa guru bukan hanya mengajarkan materi pelajaran tetapi juga mampu menjadi seorang teladan. Adapun beberapa fungsi pendidikan karakter adalah sebagai berikut; Mengembangkan potensi dasar dalam diri manusia sehingga menjadi individu yang berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku baik. Membangun dan memperkuat perilaku masyarakat yang multikultur.
11 Membangun dan meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam hubungan internasional. Pendidikan karakter seharusnya dilakukan sejak dini, yaitu sejak masa kanak-kanak. Pendidikan ini bisa dilakukan di lingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan, serta memanfaatkan berbagai media belajar 1. Pengertian dan Latar Belakang Budaya Shalom Pendidikan karakter pada satuan pendidikan memiliki ciri khas masing-masing. Tidak kalah pentingnya juga tentang bagaimana menanamkan karakter pendidikan Kristiani pada proses pembelajaran. Sebagaimana dikatakan oleh Elkind, bahwa pendidikan karakter seharusnya diawali oleh pendidik untuk memberikan keteladanan kepada pelajar sehingga tercipta budaya yang mengakar dan menjadi sebuah pembiasaan yang baik. Kita sudah terbiasa dengan pembisaan memberikan sapaan dengan berjabat tangan, namun pada masa pandemi ini mau tidak mau kita harus merubah kebiasaan tanpa bersentuhan. Hal ini dapat kita lakukan dengan cara mempertemukan kedua tangan didepan dada dan mengucapkan kata Shalom.
12 Shalom merupakan kata yang berasal dari bahasa Ibrani. Shalom artinya damai sejahtera. Damai sejahtera di sini merujuk pada kedamaian atau tidak adanya kekhawatiran dalam hidup. Shalom juga mengandung arti kesehatan, kemakmuran, kesuburan negeri, umur panjang, terhindari dari berbagai bahaya, berhasil di dalam upaya dan jerih payah, serta hidup rukun dengan orang lain. Shalom juga mengacu pada hubungan perjanjian dengan Allah, sukacita, segala sesuatu yang berlangsung secara aman dan bahagia, bebas dari perselisihan atau ancaman musuh, dan keteguhan hati untuk percaya kepada Tuhan Yesus. Berdasarkan Yesaya 57 : 19 mengatakan: “Aku akan menciptakan puji-pujian. Damai, damai sejahtera bagi mereka yang jauh dan bagi mereka yang dekat--firman TUHAN-- Aku akan menyembuhkan dia!” Dan dalam kitab 1 Korintus 13:11 mengatakan: “Akhirnya, saudara-saudaraku, bersukacitalah, usahakanlah dirimu supaya sempurna. Terimalah segala nasihatku! Sehati sepikirlah kamu, dan hiduplah dalam damai sejahtera; maka Allah, sumber kasih dan damai sejahtera akan menyertai kamu!” Pada ayat ini menjelaskan bahwa manusia sejak jatuh kedalam dosa meka kehingan shalom atau damai sejahtera sehingga mengakibatkan hubungan manusia dengan Allah menjadi rusak, hubungan manusia dengan sesama juga menjadi rusak dan manusia tidak mampu melakukan tugasnya sebagai mandataris Allah untuk
13 menjaga dan melestarikan alam. Inilah pentingnya mengapa manusia harus menghadirkan shalom dalam hidupnya. Budaya shalom ini menjadi sebuah pembiasaan yang baik di lingkungan sekolah mengacu pada pembiasaan karakter 3S yaitu; Senyum, Sapa dan Salam. Kita memberikan Senyum yang tulus keluar dari hati kita, menyapa dengan ramah dan memberikan salam damai sejahtera pada setiap orang yang kita temui. Harapannya saat kita memberikan shalom kepada orang lain maka orang lain juga akan membalas salam kita dengan kata shalom. Hal ini menunjukan bahwa salam shalom mengandung makna saling mendokan yaitu dengan saling memberikan damai sejahtera. Mengingat pelajar era sekarang lebih individualis, maka dengan salam shalom ini dapat meningkatkan kepedulian dengan cara-cara yang sederhana. 2. Pengertian dan Latar Belakang Budaya SMILE Dunia modern saat ini mengahantarkan kita pada posisi dimana kita harus mampu beradaptasi dengan kemajuan tehnologi termasuk dalam hal berbahasa. Istilah SMILE bukan hanya bermana tersenyum namun merupakan sebuah penjabaran yang mengacu pada proses pembisaan karakter. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sekolah harus menerapkan budaya
14 Senyum, Sapa dan Salam Shalom, maka SMILE merupakan kelajutan dari pembiasaan budaya shalom tersebut. SMILE merupakan kepanjangan dari; S : Show your respect M : Make a responsible choice I : I care L : Let be safe E : Everyone smile Berdasarkan penjabaran tersebut, kita kan melihat poin-poin karakter apa sajakah yang terkandung dalam SMILE tersebut? 1) Show your respect Kalimat Show your respect mengandung arti menunjukan rasa hormat atau menghargai orang lain. Pada poin ini halhal praktis yang harus dilakukan seorang pelajar antara lain: Mendengarkan dan memperhatikan orang lain dengan baik Mengangkat tangan jika akan berbicara Bersikap sopan baik didalam maupun diluar kelas Duduk atau berdiri dengan tegap 2) Make a responsible choice
15 Kalimat make a responsible choice mengandung makna membuat pilihan-pilihan yang bertanggung jawab. Pada poin ini hal-hal praktis yang harus dilakukan seorang pelajar antara lain: Mengerjakan tugas dengan senang hati Datang kesekolah tepat waktu Membiasakan budaya antri 3) I care Kalimat I care mengandung makna kepedulian. Aku anak yang peduli. Pada poin ini hal-hal praktis yang harus dilakukan seorang pelajar antara lain: Peduli terhadap diri sendiri Peduli terhadap orang lain Peduli terhadap lingkungan 4) Let be safe Kalimat let be save mengadung makna menjaga keamanan. Aku anak yang menjaga keamanan bersama. Pada poin ini hal-hal praktis yang harus dilakukan seorang pelajar antara lain: Berjalan bukan berlari Menjalin persahabatan yang baik
16 Menghindari permusuhan Menggunakan volume suara yang normal 5) Everyone smile Pada kalimat everyone smile mengandung makna setiap orang tersenyum. Harapannya jika poin S-L sudah dilakukan maka akan tercipta Shalom (damai sejahtera) dalam lingkungan belajar. 3. Keterkaitan Budaya Shalom dan SMILE dengan Pendidikan Karakter di Sekolah Dunia pendidikan dewasa ini mulai dihadapkan dengan nilai-nilai karakter yang mulai bergeser. Secara akademik boleh dikatakan tidak ada pelajar yang tidak pintar, semua pelajar dapat dikatakan kreatif dan inovatif pada bagiannya masing-masing. Namun tidak dapat dipungkiri, jika nilai-nilai karakter, moral dan etika mulai sulit diterapkan. Oleh karena itu, setiap satuan pendidikan hendaknya memiliki ciri khas khusus dalam penerapan pendidikan karaekter di sekolah. Bertolak dari keunikan pelajar era sekarang, maka karakter Kristiani yang diterapkan disekolah adalah budaya Shalom dan SMILE. Keterkaitan budaya tersebut dengan karakter pelajar adalah keterbukaan hati dan kosistensi dalam membiasakan
17 pembiasaan ini. Membutuhkan ketulusan dan kemauan untuk memberikan Shalom kepada orang lain dan membutuhkan sikap kerendahan hati untuk menerima dan membalas Shalom dari orang lain. Pada saat Shalom diterima dan diberikan maka pelajar bersama-sama melakukan tanggung jawab yang ada pada SMILE untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Perlu ditekankan bawa budaya Shalom dan SMILE tidak hanya dilakukan oleh pelajar saja namun oleh seluruh warga sekolah dan setiap orang yang memasuki lingkungan sekolah. Pembiasaan ini terutama dikalukan oleh pendidik yang menjadi teladan dalam pembentukan karakter dengan nilai spiritualitas kepemimpinan yang baik. Sehingga dapat melahirkan pembiasaan yang positif dalam pembentukan karakter pelajar. C. Keunggulan dan Keunikan Budaya Shalom dan SMILE Segala sesuatu yang baik dalam penerapannya membutuhkan proses yang panjang. Tidak serta-merta terjadi begitu saja. Begitu juga dengan penerapan budaya Shalom dan SMILE pada satuan pendidikan. Tentunya setiap budaya yang diterapkan memiliki keunggulan dan keunikan masing-masing yang menjadi ciri khas pada setiap satuan pendidikan. Adapun keunggulan dan keunikan budaya Shalom dan SMILE di satuan pendidikan antara lain:
18 1) Praktis dan higeinis Pada masa pandemi seperti sekarang ini kita harus menjaga jarak dan menjaga kebersihan dengan tidak saling bersentuhan tangan. Mengapa? Karena kuman dan bakteri dapat mudah berpindah saat bersentuhan melalui tangan. Hal ini bukan berarti kita melawan budaya berjabat tangan, namun kita mencari alternative terbaik untuk kepentingan bersama. Budaya Shalom dan SMILE sangat mudah dilakukan secara tindakan dan higeinis secara kesehatan. 2) Mudah dilakukan Budaya Shalom dan SMILE sangat mudah dilakukan hanya membutuhkan konsistensi dan tanggung jawab dalam melakukannya. 3) Menjadi ciri khas sekolah Tidak semua sekolah menerapkan budaya ini, inilah alasannya mengapa budaya Shallom dan SMILE merupakan pembiasaan karaker yang unik dan menari menjadi ciri khas sekolah. D. Respons Warga Sekolah Terhadap Budaya Shalom dan SMILE Segala sesuatu yang berkaitan dengan perubahan atau revolusi pasti aka ada respons yang bermacam-macam. Apalagi perubahan
19 yang berkaitan dengan pembiasaan karakter. Tidak jarang banyak yang menolak. Pembinaan dan penerapan pembiasaan kareakter tidak hanya dilakukan sekali atau dua kali kemudian langsung terbentuk. Namun membutuhkan waktu yang lama bahkan bertahun-tahun untuk menjadi sebuah hebbit yang baik di satuan pendidikan. Respons warga sekolah tentunya bermacam-macam diantaranya: 1) Menolak dengan tegas Menolak sebuah perubahan merupakan hal yang biasa kita lihat dalam sebuah organisasi. Apalagi perubahan karakter yang menjadi pembiasaan dan dilakukan setiap hari, pasti ada kelompok yang menentang dengan alasan menghingkan budaya salaman. 2) Menerima dengan terpaksa Pada penerapan budaya ini tentunya ada kelompokkelompok tertentu yang menerima namun dengan keadaan terpaksa. Terpaksa karena merupakan keharusan dan kesepakatan yang harus dijalankan atau menerima karena takut terkena sanksi bahkan menerima dengan alasan karena semua orang melakukannya. Pada kelompok ini tentunya pembiasaan budaya Shalom dan SMILE hanya sebuah rutinitas saja.
20 3) Menerima untuk mencari rasa aman Pada kelompok ini, penerapan budaya Shalom hanya dilakukan karena menghindari sanksi yang terjadi. Padahal pembiasaan karakter dengan budaya tersebut merupakan sebuah pembiasaan yang baik bukan pembiasaan untuk mendapatkan hukuman 4) Menerima dan melaksanakan dengan senang hati Berbeda dengan kelompok ini, karena menyadari bahwa damai sejahtera merupakan poin penting yang harus dialami oleh semua orang, maka dengan sadar dan senang hati akan menarima dan melaksanakan pembiasaan tersebut dengan senang hati dan tulus. Berdasarkan macam-macam respons tersebut, poin penting yang harus dilakuan semua warga sekolah sebaiknya menyadari bahwa pentingnya penerapan budaya Shalom dan SMILE bagi pelajar dibutuhkan keteladanan dari pendidik sehingga semua warga sekolah mapu menerapkan karakter ini dengan senang hati bukan dengan keterpaksaan. Menyadari bahwa untuk mencapai tujuan dari pembelajaran yang baik dibutuhkan hati yang gembira dan pikiran yang tenang. Maka dengan semua warga sekolah
21 saling memberikan damai sejahtera maka niscaya tidak ada lagi rasa duka atau keputusasaan dalam proses pembelajaran.
22 BAB 7 PENERAPAN PEMBIASAAN BUDAYA SHALOM DAN SMILE DI SEKOLAH DAN DILUAR SEKOLAH A. Tujuan Penerapan Pembiasaan Budaya Shalom dan SMILE di Sekolah Pada penjelasan sebelumnya telah dibahas bahwa pembiasaan budaya Shalom dan SMILE di sekolah membutuhkan kerjasama, kesepakatan dan keteladanan dari semua warga sekolah untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Pembiasaan adalah proses kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang yang bertujuan untuk membuat individu menjadi terbiasa dalam bersikap, berperilaku dan berpikir sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pembentukan karakter pelajar dapat dilaksanakan melalui kegiatan pembiasaan pada saat melaksanakan kegiatan pembelajaran. Tujuan dari proses pembiasaan di sekolah untuk membentuk sikap dan perilaku pelajar yang relatif menetap karena dilakukan secara berulang-ulang baik di dalam proses pembelajaran maupun di luar
23 proses pembelajaran. Adapun tujuan dari pembiasaan budaya shalom dan SMILE disekolah antara lain: 1. Melatih karakter pelajar dan warga sekolah untuk memberikan salam dengan ketulusan Pendidikan karakter di sekolah tidak mudah begitu saja diterapkan. Membutuhkan pembiasaan yang konsisten. Sehingga pembiasaan tersebut menjadi sebuah budaya yang baik. Memberikan salam dengan hati yang tulus kadang tidak mudah untuk dilakukan apalagi bagi pelajar yang masih memiliki ego tinggi. Terkadang salam yang kita berikan tidak direspons dengan baik oleh orang lain. Inilah pentingnya karakter ketulusan, melakukan kebaikan tanpa mengharapkan balasan. 2. Melatih pelajar dan warga sekolah untuk mendoakan orang lain melalui salam yang diucapkan Doa pada dasarnya merupakan komunikasi antara manusia dengan Tuhan. Pada poin ini pelajar dan warga sekolah diajak untuk mendoakan orang lain lewat salam yang diucapkan dengan memberikan salam damai sejahtera, berharap orang yang menerima salam mengalami kedamaian hati dan keberkahan hidup.
24 Setelah menerima salam diharapkan agar pemberi salam juga menerima doa yang sama dari penerima salam sebelumnya. Maka dengan budaya Shalom dan SMILE ini semua warga sekolah ataupun tamu yang datang pada satuan pendidikan mendapatkan doa yang sama yaitu penerima damai sejahtera. 3. Membiasakan pelajar untuk melakukan kebaikan tanpa mengharapkan balasan. Membiasakan karakter baik pada peserta didik bukan merupakan hal yang mudah apalagi berkaitan dengan sikap memberi dan menerima. Terkadang sangatlah manusiawi jika kita berbuat baik dan ingin mendapatkan sesuatu yang baik pula dari orang lain. Namun pada karakter ini, pelajar dan warga sekolah belajar melakukan kebaikan tanpa mengharapkan imbalan kebaikan dari orang lain. Pada saat mengucapkan Shalom kepada orang lain, tidak jarang orang yang diberikan salam tersebut tidak membalas salam kita, inilah pentingnya keikhlasan. Memberikan doa dalam wujud salam tanpa mengharapkan doa Shalom balasan. 4. Mendidik pelajar dan warga sekolah untuk bertanggung jawab dengan pembiasaan yang diterapkan. Pada penjelasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa, menerapkan karakter butuh keteladanan dari pendidik. Jika
25 pendidik melakukan dengan konsisten dan tanggung jawab maka pelajarpun akan melalukan pembiasaan karakter ini dengan tanggung jawab secara konsisten dan pada akhirnya akan menjadi pembiasaan yang baik dimulai dari lingkungan sekolah. 5. Menciptakan lingkungan sekolah yang nyaman dan damai Waktu belajar terlama seorang pelajar adalah sekolah. Mulai dari pukul 07.00-14.00, kurang lebih selama 7-8 jam di sekolah. Waktu belajar tersebut akan terasa lebih lama apabila pelajar tidak merasa damai dan nyaman dilingkungan belajarnya. Rasa nyaman akan diarasakan pelajar mulai dari masuk halaman sekolah sampai mengikuti pembelajaran didalam kelas. Maka dengan adanya budaya Shalom dan adanya pembiasaan karakter SMILE ini, pelajar dan seluruh warga sekolah dapat menikmati suasana yang nyaman dan damai karena seluruh warga sekolah saling menyapa dengan ketulusan memalui budaya Shalom dan penerapan karakter SMILE ini. B. Bentuk Pembiasaan Budaya Shalom dan SMILE Budaya Shalom adalah memberikan salam dengan mendoakan damai sejahtera kepada orang lain dan orang yang diberikan Shalom juga dapat membalas dengan salam serupa. Budaya Shalom
26 merupakan salam dalam bentuk doa. Sedangkan SMILE merupakan pembiasaan karakter yang harus dilakukan pelajar sebagai bagian dari penerapan Shalom dalam pembelajaran di kelas dan diluar kelas sebagai bentuk tanggung jawab pelajar dan warga sekolah. Kedua hal tersebut secara umum bertujuan menciptakan suasana belajar yang nyaman dan menjadi ciri khas pendidikan bernuansa Kristiani di sekolah. 1. Pembiasan Budaya Shalom dan SMILE di Sekolah Mengutip ayat Alkitab dalam kitab Amsal 22:6 Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu. Pada ayat tersebut ditulis kata “didiklah” artinya ada peranan orang dewasa dalam proses pendidikan anak. Orang dewasa termasuk guru, orang tua dan orang-orang disekitar anak yang usianya lebih tua. Jika dalam satuan pendidikan orang dewasa itulah guru atau pendidik. Mendidik dan mengajar merupakan rangkaian pembelajaran yang tidak dapat dipisahkan. Mengajar lebih berfokus pada pendidikan akademik dan mendidik lebih pada pendidikan karakter. Pendidikan karakter dapat diajarkan melalui pembiasaan yang berlangsung secara terus menerus dan konsisten, apalagi pendidikan karakter kerohanian yang dikemas
27 dalam bentuk sebuah budaya yang akan mengakar dan menjadi pembiasaan yang baik. Tentunya membutuhkan proses yang panjang dan kerjasama yang baik pada setiap satuan pendidikan. Budaya Shalom dan SMILE merupakan satu kesatuan budaya yang bernuansa Kristiani yang diterapkan pada satuan pendidikan. Adapau pembisaannya dapat dilakukan dengan cara: 1) Shalom Mengatupkan kedua tangan didepan dada Menundukan kepala dan membungkuk Memberikan senyum yang tulus sambil berucap “ Shalom” Catatan pentingnya: Pemberi salam dan penerima salam melakukan aksi yang sama Jika penerima salam tidak membalas maka tidak boleh sakit hati atau mengerutu Lakukan perilaku ini dengan keikhalasan dan ketulusan 2) SMILE Membuat tulisan-tulisan yang mengingatkan tentang muatan SMILE Pada setiap kelas ditempelkan gambar-gambar yang mendukung muatan-muatan SMILE
28 Penguatan karakter SMILE di ajarkan pada kelas khusus dengan kurikulum khusus di sekolah Penerapan karakter SMILE terintegrasi pada setiap mata pelajaran disekolah sehingga setiap pendidik dapat andil dan bertanggung jawab pada pembentukan karakter pelajar Setiap warga sekolah saling mengingatkan jika terdapat pelanggaran yang dilakukan Hindari pemberian penghukuman pada pelanggaran namun penghargaan dari setiap keberhasilan dari poinpoin SMILE yang dlakukan. Catatan pentingnya: Lakukan pembiasaan karakter SMILE dengan konsisten tanpa paksaan sehingga benar-benar muncul kesadaran dari dalam diri pelakunya. Penghargaan dan pujian sangat penting diberikan bagi pelaku karakter yang berhasil melakukan karakter SMILE ini. 2. Pembiasaan Budaya Shalom dan SMILE diluar Sekolah Pendidikan karakter dapat berhasil jika dilakukan secara konsisten dan terus menerus tanpa jenuh atau bosan. Keberhasilannya pun memerlukan kolaborasi dan kerjasama dari
29 semua pihak baik warga sekolah maupun lingkungan diluar sekolah. Namun, budaya Shalom dan SMILE yang bernuansa Kristiani tentunya tidak dengan mudah begitu saja dapat diterapkan dan diterima oleh lingkungan diluar sekolah. Lalu bagaimana pembiasaan ini tetap menjadi budaya dilingkungan luar sekolah? Mengutip ayat Alkitab pada injil Matus 10:16b …, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. Kata cerdik disandingkan dengan kata tulus, sepertinya memang sulit untuk dilakukan. Namun ini yang hasus dilakukan dalam penerapan budaya Shalom dan SMILE diluar lingkungan sekolah. Adapun penerapannya lebih ditekankan pada gesture dan mimic denga cara sebagai berikut: 3) Shalom Mengatupkan kedua tangan didepan dada Menundukan kepala dan membungkuk Memberikan senyum yang tulus sambil berucap salam sesuai kondisi seperti; selamat pagi, siang atau malam Catatan pentingnya:
30 Pemberi salam harus melihat kondisi lingkungan setempat termasuk budaya mereka. Jika penerima salam tidak membalas maka tidak boleh sakit hati atau mengerutu Lakukan perilaku ini dengan keikhalasan dan ketulusan Tidak memaksa orang lain untuk melakukan hal yang sama dengan yang kita lakukan tetapi lebih pada pemberian contoh. 4) SMILE Menunjukan poin-poin dalam karakter SMILE dalam sikap dan perbuatan seperti: sopan, menjaga keselamatan bersama, tidak memotong pembicaraan orang dan selalu memberikan senyum Berani bersikap tegas dan menegur dengan bahasa santun saat melihat perilaku orang yang merugikan orang lain sepeti: menerobos antrian Memberikan contoh yang baik dalam pergaulan dengan cara memberikan pujian yang baik kepada orang lain Catatan pentingnya:
31 Lakukan pembiasaan karakter SMILE dengan konsisten tanpa paksaan sehingga benar-benar muncul kesadaran dari dalam diri pelakunya dan mengimbas pada orang lain. Penghargaan dan pujian sangat penting diberikan bagi pelaku karakter yang berhasil melakukan karakter SMILE ini meskipun diluar sekolah C. Dampak Pembiasaan Budaya Shalom dan SMILE Bagi Pelajar, Warga Sekolah dan Sekolah Penerapan dari pembiasaan karakter pada satuan pendidikan tentunya akan memiliki dampak bagi seluruh pihak yang terlibat. Dampak yang dimaksudkan adalah dampak yang baik dan positif. Begitu pula dengan penerapan budaya Shalom dan SMILE di sekolah. Dampak tersebut diantaranya: 1. Dampak Bagi Pelajar Pelajar yang dimaksudkan adalah peserta didik yang ada pada satuan pendidikan. Penerapan budaya Shalon dan SMILE ini akan berdampak pada: Suasana belajar yang menyenangkan dikelas Pembelajaran menjadi lebih terarah dan terkondisikan Tidak ada lagi perkelahian dan bullying di sekolah Relasi antar pelajar menjadi lebih hangat
32 Terbentuknya karakater dengan nilai-nilai Kristiani 2. Dampak Bagi Warga Sekolah Warga sekolah yang dimaksud adalah semua orang yang ada pada satuan pendidikan, pengurus yayasan, pelajar, guru, karyawan, satpam dan petugas kebersihan sekolah. Penerapan budaya Shalon dan SMILE ini akan berdampak pada: Relasi antar warga sekolah menjadi lebih harmonis Meningkatnya rasa kekeluargaan dilingkungan sekolah Terciptanya rasa kebersamaan yang bernuansa Kristiani 3. Dampak Bagi Sekolah Sekolah yang dimaksud adalah satuan pendidikan yang melaksanakan budaya Shalom dan SMILE dalam proses dan kegiatan di sekolah. Penerapan budaya Shalon dan SMILE ini akan berdampak pada: Terciptanya budaya sekolah yang memiliki ciri khas nuansa Kristiani Terciptanya sekolah yang nyaman dan damai bagai semua warga sekolahnya Menciptakan pelajar-pelajar yang memiliki karakter Kristus
33 D. Kendala dan Solusi Penerapan Pembiasaan Budaya Shalom dan Smile Pendidikan karakter dalam pembentukannya bukanlah permasalahan yang mudah untuk diselesaikan. Membutukan perjuangan, kerjasama dan konsistensi dalam pembiasaanya. Pembentukan karakter dengan budaya Shalom dan SMILE di sekolah, tentunya ada kandala yang dihadapi. Kendala tersebut bisa berasal dari lingkungan sekolah sendiri atau bahkan lingkungan masyarakat. 1. Kendala Kendala yang dihadapi diantaranya: 1) Interan Kurangnya pemahaman dalam penerapan budaya Shalom dan SMILE di sekolah Kurangnya sosialisasi dan pembiasaan yang intensif kepada warga sekolah Adanya pemahaman yang salah tentang kata Shalom jika diterapkan secara umum Adanya pihak-pihak yang menolak dengan alasan menghilangkan budaya “ salaman” Kuranganya integrasi budaya Shalom dan SMILE antar mata pelajaran
34 Keteledoran pendidik dan pemangku kepentingan dalam memberikan keteladanan 2) Eksteren Adanya pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan adanya pembiasaan budaya Shalom dan SMILE di sekolah Adanya pihak-pihak yang menolak dengan alasan menghilangkan budaya “ salaman” Adanya pemahaman yang salah tentang budaya Shalom yang dikaitkan dengan kristenisasi Budaya Shalom dan SMILE tidak dapat dengan mudah diterapkan di masyarakat karena berbenturan dengan nilai budaya dan tradisi 2. Solusi Pepatah mengatakan “ tidak ada masalah tanpa solusi” artinya tidak ada permasalahan yang tidak dapat diselesaikan. Penerapan budaya Shalom dan SMILE dapat diterapkan dengan solusi diantaranya: 1) Memberikan pemahaman yang benar tentang makna kata Shalom kepada warga sekolah 2) Mengadakan kesepakatan bersama antar guru mata pelajaran agar budaya ini dapat terintegrasi disemua mata pelajaran
35 3) Konsistensi keteladanan dari pendidik untuk pembiasaan budaya Shalom dan SMILE 4) Mengajarkan kepada pelajar secara terus menerus dan berulang-ulang 5) Menjalin komunikasi dengan semua pihak yang terkait tentang penerapan budaya Shalom dan SMILE 6) Memberikan pemahaman yang logis tentang budaya Shalom sehingga tidak bertentangan dengan budaya dan norma dimasyarakat 7) Membaur dengan masyarakat agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam penerapan budaya Shalom dan SMILE E. Penutup Penerapan pendidikan karakter melalui budaya Shalom dan SMILE merupakan pendidikan karakter dengan nilai-nilai Kristiani. Penerapan budaya ini membutuhkan kerjasama yang baik dari seluruh warga sekolah. Pencapaian tujuan dari budaya ini juga membutuhkan pembiasaan yang terus menerus. Selain itu diperlukan pemberian pujian bagi pelajar yang telah menujukan dan membiasakan karakter ini. Peran pendidik dalam penerapan budaya Shalom dan SMILE adalah menjadi roll model dalam memberikan keteladanan pembiasaan karakter ini.
36 Kitab Ulangan 1:6-7 mengatakan: Apa yang kuperintahkan kepadamu hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau emngajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakan apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Firman ini mengingatkan kepada kita untuk mengajarkan pengajaran yang baik dan mencerminkan kasih Kristus dalam kehidupan pelajar Kristen. Oleh karena itu pendidikan karakter dengan budaya Kristiani perlu diterapkan dalam pendidikan di sekolah dan di rumah. Sehingga mereka dapat menjadi teladan dalam hidup bermasyarakat dan nama Tuhan dimuliakan lewat anak-anakNYA. KESIMPULAN DAN SARAN Pendidikan karakter Kristiani merupakan pendidikan yang membangun karakter pelajar dengan nilai-nilai Kristiani dan berdasarkan pada Alkitab. Seperti dikutip pada buku Pendidikan Untuk Perubahan pentingnya pendidikan karakter Kristiani pada satuan pendidikan merupakan modal awal pembentukan pribadi anak untuk takut akan Tuhan. Maka dapat disimpukan bahwa penerapan pendidikan karakter dengan budaya Kristiani sangat diperlukan di sekolah. Melalui pembiasaan budaya Shalom dan SMILE diharapkan ciri khas karakter
37 Kristus tertanam dalam kehidupan para pelajar dan mampu mengimbas dalam kehidupan bermasyarakat. Pencapaian budaya tersebut diperlukan pembiasaan yang konsiten dan terus menerus karena itu saran kami sebagai penulis adalah mengoptimalkan kemampuan pendidik untuk memberikan teladan dalam proses pembiasaan budaya tersebut di sekolah dan perlunya kerjasama yang baik antar warga sekolah sehingga budaya Shalom dan SMILE tersebut menjadi budaya yang baik.
38 DAFTAR PUSTAKA Alkitab Anisa, Nurul. 2017. Modal Pembentukan Karakter melalui Budaya 5S Senyum, Salam, Sapa, Sopan dan Santun. (http://anisanurul2728.wordpress.com/2017/06/14/modal-pembentukankarakter-melalui-budaya-5S-senyum-salam-sapasopan-dan-santun/). Ihsan, A. 2010. 9 Pilar Pendidikan Holistik Berbasis Karakter. (http://sdncb11.wordpress.com/2010/08/03/9-pilar-pendidikan-holistikberbasis-karakter/). Maulindya, Novia, dkk.2013. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. Surabaya. CV. Cahaya Agency. Wahyuni, I. 2011. Pendidikan dan Karakter. (http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan). (http://id.wikipedia.org/wiki/Karakter). Kusuma, Tjandra, Maryam, Kurniawati. 2010. Pendidikan Karakter Berbasis Nilai-Nilai Kristiani. Jakarta. BPK Gunung Mulia. Khasali, Rhenald. 2018. Strawberry Generation. Jakarta.Mizan. Tjasmadi, Maria Patricia. PAK Dalam Masyarakat Majemuk Otoritas Otonomi dan Tradisi. https://online.fliphtml5.com/qiuwo/lehy/#p=1. PROFIL PENULIS
39 Erna Kristiani, S.Pd. lahir di Waitila Seram Utara Maluku Tengah pada tanggal 12 April 1985. Menyelesaikan pendidikan dasar di SD Impres 1 Waitila lulus tahun 1997-1998 dan menyelesaikan pendidikan menengah di SMP Negri 2 Seram Utara lulus tahun 2000-2001. Kemudian melanjutkan pendidikan menengah atas di SMP Pekerjaan Sosial di Magelang Jawa Tengah program pendidikan 4 tahun lulus tahun 2005-2006. Senang dalam pelayanan di bidang sosial dan memulai pekerjaan di bidang pelayanan sosial Tuna Grahita Temanggung . Tahun 2012 Bekerja di SMP Masehi Parakan sebagai guru Bimbingan Konseling, pada tahun 2015 menempuh pendidikan di STT Diakonos Banyumas Jawa Tengah dan lulus tahun 2017 mengambil jurusan Pendidikan Agama Kristen. Tahun 2016 SMP Masehi Parakan berubah nama menjadi SMPK Krista Citra Parakan. Sekarang penulis mengajar Pendidikan Agama Kristen dan koordinator bidang pendidikan karakter dan konseling di SMPK Krista Citra Parakan. Prestasi yang pernah diraih diantaranya menjadi penulis RPP 1 Lembar pada tahun 2020 , menjadi penulis cerita fiksi dan antologi puisi Catatan Hati Seorang Guru pada tahun 2020-sekarang , Guru Fasilitator Program Anti Perundungan dari PUSPEKA tahun 2021 dan
40 pelaksana program Sekolah Penggerak dari Kementrian Kebudayaan Riset dan Tehnologi tahun 2021. Penulis berdomisili di Ds. Kemiriombo Kc. Gemawang Kab. Temanggung Jawa Tengah. Nomor HP 082137626380 dan e-mail [email protected] serta dapat ditemukan di media sosial Facebook Gabryella Yonna Putrica dan Instagram gabryella_yonna_Putrica (Erna CH).
41
42