Berawal dari akal yang rundung. Kini
tercurah menjadi eunoia yang kama.
Perhatian: Genap dari ganjilnya BAHASA telah berpartisipasi secara
menyeluruh selama proses penulisan Padika Rahsa ini berlangsung.
DAFTAR ISI
Gelap / 12
"dalam pijak pada bumi yang penuh tangis. hanya ada harapan yang terpecah belah."
Zona Nyaman / 13
"mencipta luka bagi dunia."
Pikuk / 14
"ia, akan terus hidup dalam hinanya dunia."
Mayapada / 15
"kamu, berharga."
Di balik Layar / 16
"kami di sini bermain peran. di balik layer kekuasaan."
Kesunyian / 17
"ku ingin merasa bahagia, tanpa merasa lara."
Masa / 18
"andai aku bisa memperlambat waktu."
Tempat Merindu / 19
"kotanya yang dirindu kah? atau sesosok yang ada di sana?"
DAFTAR ISI
Pemeran Tokoh / 20
"di ruang tak berujung. bak labirin, tak ada jalan keluar."
Pilar Kedua / 21
"dan kuucapkan selamat. doa terbaikku untukmu dan akan selalu menyertaimu."
Tugas dan Kepulanganku / 22
"kau bermustahak untuk megar diantara mega. kau sangat berharga saban
dentingan masa."
Rinai Semesta / 23
"berpeluh suka duka dalam dimensi desir, bernostalgia dengan diari pelipur."
Kepuasan Semu / 24
"sukacitamu adalah gerbang menuju keadilan."
W / 25
"meninggalkan jejak kenangan bagi siapapun yang pernah ditemu."
Orange / 27
"kenangan lama kembali terputar, menari nari dalam imaji lara."
Tanda / 28
"indurasmi yang menerangi kelamnya angkasa. membuatmu tampak anggun di
hadapannya."
DAFTAR ISI
Pelita Hidupku / 29
"memeluk erat menghujani dengan kecupan penawar sakit."
1997 / 30
"pahlawan yang tak gentar di medan perang."
Pergi tak Kembali / 32
"ku ucapkan seribu kata maaf. berharap kalbu itu terulur menerima."
Lucunya Negeri Ini/ 33
"tikus berdasi jadi pimpinan. jutaan rakyat jadi korban."
Kematian / 34
"di kala langit biru datang bersama awan, rasa sakit itu memenuhi seluruh badan."
Aku / 35
"melukis takdir dengan kanvas sang bintang."
Ibu / 36
"kita akan bertemu nanti sebelum bulan april."
Rindu dalam Hujan / 38
"melebur menjadi serpihan-serpihan kenangan. pada jarak yang meminta kita
untuk tetap ada."
DAFTAR ISI
Menahan Perih / 39
"pada harapan ku yang masih tak sempurna."
Mahkota Baja / 40
"jarak yang dekat terasa jauh membentang."
Sesal / 41
"ungkapan hampa bagai kapas. hilang terbawa angin yang lalu-lalang."
Pulang / 42
"sakit. teriak adalah satu satunya pilihan."
Kartika Redup
Di malam yang gelap gulita
Terlihat cahaya tunggal yang menyala
Diantara miliaran bintang di angkasa
Hanya ia yang menemani sang purnama.
Ambisinya yang amat tinggi
Melepas obsesi melewati dimensi
Menjulang tinggi menapaki galaksi
Hingga tercapai sang mimpi.
Hanya saja jika kau berhati-hati
Kau takkan terluka seperti ini
Kini kau berusaha menerangi
Walau cahayamu telah mati.
© AFZH
1
Labirin
Pikiran bagai labirin tanpa henti
Varian jalan buntu t’lah kuhadapi
Lalu kujumpai gerbang mimpi
Membuka portal lain dimensi.
Kutapaki dunia fantasi
Memasuki taman berduri
Tenggelam ke dalam ekstasi
Melintasi pelangi ku nanti.
Zaman ganal tiada henti
Melihat mawar yang mati
Ku ingin menetap disini
Namun semua hanya ilusi.
© AFZH
2
Sakura yang
Fana
Bertumpu diri di tengah ruang
Bagai kanvas putih nirmala
Tiada noda, tiada warna
Menunggu sesuatu akan perubahan
Lalu bunga sakura pun mekar
Menghiasi ruang layaknya jenggala
Mengisi palet lukis bersama pancarona
Menyapu melankolia dari atma
Namun bunga sakura pun meninggalkan pesan
“sampai jumpa di lain musim”
Dan meninggalkan jejak puspa
Yang kian pudar di esok hari.
© AFZH
3
Teguran Tuhan
Penyakit ini datang begitu saja
Hanya karena satu kata kita semua terkena
Si pembuat kacau yang merebut semua canda tawa
Mengubah canda tawa menjadi resah gelisah
Tidak terlihat namun menakutkan
Ada selintas ucap tentang peringatan dari Tuhan
Karena sudah banyak melakukan kezaliman
Orang-orang hanya bisa ketakutan
Namun mereka masih malas untuk menyembah Tuhan
Ini seperti perang
Tanpa adanya perisai dan pedang
Hanya masker yang kita pegang
Kita semua sedang berjuang
Bertarung dari musuh yang akan selalu berkembang
4
Malaikat maut senantiasa mendatangi kita
Namun Tuhan mempunyai rencana
Melewati perantara kita
Segeralah bertobat kepadanya
Entah kapan ajal akan menghampiri kita
© AFZH
5
Peron Terakhir
Balok-balok yang bergandeng itu perlahan mendekat
Bunyi klakson memekak dan aku terperanjat
Dadaku bergejolak, tiupan rindu semakin melekat
Aku mengencangkan dadaku dan menghela nafas
dalam-dalam
Dua kakiku sampai pintu terdekat dan mataku melihat
manusia yang beragam
Itu dia, lelaki yang tampak sama
Hanya rambutnya kini membuatnya sedikit berbeda
Kudekati dan mengucap selamat pagi
Bertanya ini itu basa basi
Walaupun sangat gugup tapi tetap kunikmati
Karena, kapanlagi?
6
Kami banyak bertukar kepala
Setelah itu, kuantar dia melompat ke bandara
Haha
Antara ingin ku ucapkan atau ku lewatkan
Aku tahu ini gila dan menyakitkan
Tapi aku tak sampai hati bila dia berubah karena rasa
yang kupaksakan
Peron tadi mungkin tertawa bila ikut menyaksikan
Segerombolan buih dibalik keegoisan
Harus memencar tertebas batas pertemanan
© AFAH
7
Usik
Derap langkah tanah-tanah yang bernafas itu semakin
mengerikan
Diam!
Diam!
Jangan dekati aku yang busuk
Dengan kepala-kepala penuh luka basah
Atau kau ingin diri ini berubah jadi singa lapar
Mencabik-cabik
Kata-katanya seperti orang tanpa dosa
Kalimatnya seperti orang hidup tanpa kepiluan
Diam!
Diam!
Aku sudah tahu
Jangan ajari aku
Cukup tangisku kau seka
Jangan diriku yang kau ajak lebih peka
8
Iya aku tahu, aku tahu...
Tuhan memang peneduh segala derita
Tapi bukan berarti aku jauh darinya
Diam!
Diam!
Cukup dekap aku, bisikan kata bahwa aku mampu
menjalani hidup
© AFAH
9
Besti
Layaknya senja di sore hari
bagaikan lilin di gelap gulita
yang tak pernah membiarkan rembulan sendiri
dihiasi bintang-bintang yang tersenyum
pelangi datang untuk menghibur langit yang hujan
walaupun pernah seperti minyak dan air
tapi kita seperti magnet setelah itu
bintang jangan pernah tinggalkan rembulan
menetap sendiri di langit
temani dan hiasi langit di bumi ini
dengan berjuta kenangan bersama
© CAD
10
Je'
ku membuka mata dalam kegelapan
saat detak jantungku terasa asing
banyak sekali cahaya merah itu muncul
yang membuatku semakin mengikat diriku dalam sunyi
mungkinkah ada jawaban untuk ini?...
saat merasa dingin dijutaan api unggun
saat gelaplah yang menjadi satu-satunya temanku
hujan pun merestui itu
akankah ada pelangi yang datang?
dan baru kusadari itu hanyalah sebuah angan
© CAD
11
Gelap
gelap sunyi dan ketakutan yang ku rasa
ku bagai berlayar di lautan merah
seakan ombak ingin menerkam
keringat pun seakan ingin membunuhku
dalam pijak pada bumi yang penuh tangis
hanya ada harapan yang terpecah belah
dan tidak ada yang tersisa
© CAD
12
Zona Nyaman
Lokawigna datang
Menepis seluruh hama yang ada
Ingkari norma
Junjung tinggi ego
Berkuasa hasil menjatuhkan
Porak-porandakan dunia dalam senyap
Huru hara yang dibuatnya
Mencipta luka bagi dunia
Egois dan kekanakan adalah mereka
Menjatuhkan namun tak ingin jatuh
Sadarlah!
Fakta tak seindah angan
© HAS
13
Pikuk
Dari maraknya dunia ia belajar,
Cara hidup dalam sarkasnya buana.
Memaksa untuk bertahan
Meski jiwa sumarah
Berjalan tanpa arah mengikuti alur
Berharap dalam ketidakpastian
Akan akhir yang bahagia
Akan manisnya asmaraloka
Kemudian, ia tersadar
Angan tetaplah angan
Kecil kemungkinan akan terwujud
Ia, akan terus hidup dalam hinanya dunia
© HAS
14
Mayapada
Langit dan bumi berkorelasi
Mencipta buana penuh dama
Menyiarkan rasa suka cita
Bagi mereka yang butuh harsa
Dersik menghantar pesan
Dari mereka yang peduli,
Dari mereka yang memperhatikan;
"Kamu, berharga."
Awan dan alam saling bersentuh
Mencipta hangat ia pun tersenyum
Matahari dan bulan menjadi saksi
Atas hilangnya rasa haus harsa ini
© HAS
15
Di balik Layar
Permadani menjuntai di cakrawala
Menutup sejuta luka
Kami disini bermain peran
Di balik layer kekuasaan
Di balik layer kami mengemis
Bertepuk tangan seakan manis
Menelan semua keangkuhan
Menerima semua kesenjangan
Di balik layer kami berdoa
Terhadap apa yang sudah tercerita
Kami pencinta narasi sang kuasa
Hilang arah dan terkuasa
© KAW
16
Kesunyian
Rasa ini kualami lagi
Berdiam diri dan tidak pasti
Rasa hampa dan sepi membasahi
Aku ingin segera mengakhiri ini
Rintik hujan membasahi badan
Keramaian tak merubah keadaan
Hari-hari yang kulewatkan
Juga detik-detik yang kuhabiskan
Semua terasa sia-sia
Hanya pedih yang kurasa
Ku Ingin merasa Bahagia
Tanpa merasa lara
© KAW
17
Masa
Kini aku harus menyadari
Hari yang berseri-seri
Dan cerahnya sinar matahari
Tak terasa sama lagi di hati
Aku sudah meninggalkan masa itu
Bercampur senang dan juga rindu
Andai aku bisa memperlambat waktu
Aku akan tinggal di masa remajaku
Dimana hariku penuh cinta
Dimana hariku penuh ceria
Senyum merekah bagai bunga
Oh indahnya masa remaja
© KAW
18
Tempat Merindu
Malam di bandung
di bawah cahaya remang lampu kota
rinai hujan semakin deras
udara dingin menyusup mantel coklat
warna-warni bergerak cepat
aroma teh dan kopi hangat
gelak tawa Mojang jajaka
memecah kesunyian malam
ada apa dengan bandung?
Alunan lagu kenangan
Seakan memanggil
Para jiwa yang merindu
Entahlah
Kotanya yang dirindu kah
Atau sesosok jiwa
Yang ada disana
© NKS
19
Pemeran Tokoh
Menelusuri teori abstrak
Bangun buana yang berbeda
Tak ada batasan waktu
Melingkar hanya ruang
Kilau cahaya matamu
Lihat sempurnanya dirimu
Namun sayang sekali
Kau abadi disini
Di ruang tak berujung
Hidup dalam fantasi yang berkutat
Terperosok dalam mimpi
Bak labirin, tak ada jalan keluar
© NKS
20
Pilar Kedua
sudut ruang yang sepi
hampa tak lagi berpenghuni
sudah lama tak dikunjungi
meratapi ia yang telah pergi
sampai jumpa
dan kuucapkan selamat
untukmu, sang anindita
pilar kedua keluarga
dirimu tlah mengajarkan banyak hal
untukku, adik kecilmu di masa lalu
tentang apa itu dama
tentang apa itu kehangatan
doa terbaikku untukmu
dan akan selalu menyertaimu
© NKS
21
Tugas dan
Kepulanganku
Semerbak karsa ditegakkan
Menjulang tinggi bak nirwana
Menerobos gairah sempat meredup
kembali menapaki singgasana buana
Duhai insan mulia
Kau ber mustahak untuk megar diantara mega
Kau sangat berharga saban dentingan masa
Kau jauh lebih sempurna dari dekorasi semesta
Meski anca begitu mengusik diri ditengah lokawigna
Dimanakah harus kau juangi
Setiap amanah yang diberi
Setiap arah yang diridhoi
Bersiteguh dengan segala ketetapan ilahi
Hingga mampu kembali dengan lapang hati
© NSF
22
Rinai Semesta
Terpaku diri dalam sepi
Menatap kebisingan hukum alam
Bagaskara perlahan hirap
Membiarkan suram menggantikan
Perlahan netra itu mulai samar
Membuat banyak hal menjadi bayang-bayang
Berpeluh suka duka dalam dimensi desir
Bernostalgia dengan diari pelipur
Tenang
Rasa yang selalu menjadi candu
Ketika sukma menghayati keadaan lakuna
Menepikan perjalanan dari riuhnya anca
Kini, dari banyaknya peristiwa
Bagian ini masih menjadi pemenangnya
Diantara ribuan nestapa yang membelenggu
Menjadikanmu atap tanpa celah
© NSF
23
Kepuasan Semu
Persepsi mereka mencapai bahagia
Membalas tanpa rasa
Bersikap tak acuh pada dunia
Untuk apa?
Melindungi diri?
Lantas bagaimana hati?
Picik, Sangat dangkal
Sukacitamu adalah gerbang menuju keadilan
Tawamu hanyalah imbalan fana
Eksesif, lupakah kau akan hukum?
Ekspektasi itu tak cukup
Tak mampu dipercaya
Mengalahkan belas kasih fitrah manusia
Memberikan jejak luka
Pada sucinya kalbu mereka
© NSF
24
W
Tlah sirna cahya dari sang chandra
Gemerlap bintang bagaikan lenyap ditelan angkasa
Kini polaris dan purnama tak lagi Bersama
Bagai nestapa menyelimuti semesta
Angkasa tak lagi dipenuhi cahaya
Sang Izrail datang menghentikan segalanya
Membuat purnama sirna
Pun dengan lintang yang hilang entah kemana
Kau bagai chandra yang karam saat sang bagaskara
terbit dengan cerah
Bersinar di gelapnya malamku
Dan menghilang di pagi jernih
Meninggalkan jejak kenangan bagi siapapun yang
pernah ditemu
Kau meninggalkanku dengan mudah
Tanpa sepatah katapun terucap dari tuturmu
Netraku menjelajahi nabastala yang cerah
Mencari sosokmu yang menungguku
25
Kini ia tak lagi berada di dimensi yang sama
Perpisahan akan selalu ada
Entah antara lintang dengan purnama
Atau antara aku dengan dia
© QFZ
26
Orange
Afsun langit senja memanjakan netra
warna orange menghiasi sang nabastala
Burung burung menari dengan ria
Melodi merdu mengalun pelan dari nirwana
Perlahan anila turun dengan anggunnya
menyatu sebagai kenikmatan asa
Rasanya bak swastaita
Mendekap dalam rindu yang usang
Dan merengkuh dalam perasaan yang sama
Kenangan lama Kembali terputar
Menari nari dalam imaji lara
Rasa ini tak pernah berlabuh
Sebab menaruh harapan pada sosok yang fana
© QFZ
27
Tanda
Akara seliranya menghiasi arunika
Zona baya memenuhi gelora
Atma mu yang mendekapku dengan erat
Menghalangi diriku yang hendak menetap
Indurasmi yang menerangi kelamnya angkasa
Membuatmu tampak anggun di hadapannya
Ufuk timurmu menelan rawi semesta
Sepai puspa repih tlah menghiasi tamanmu
Masihkah kau sisakan tempat untukku duduk?
© QFZ
28
Pelita Hidupku
Ijinkan aku bersandar dibahumu meski aku tak kecil
lagi
Berayun di tanganmu yang kokoh
Merasakan damai hidup yang tak terganggu
Memiliki semua hal hanya dengan berada di
pelukanmu
Merasakan terang dunia meski malam telah tiba
Teduh kedamaian yang kau sajikan
Menguatkan tangan tak bertulang untuk tegak
Ku mohon aku selalu kecil agar kau tak menua
Desah nafasmu Kembali tak terdengar berat
Detak jantung penuh semangat bagai Langkah
amukan kuda
Aku mohon kau tetap ada
Bersama denganku seperti hari lalu
Memeluk erat menghujani dengan kecupan penawar
sakit
© RK
29
1997
Pagi yang cerah..
Seraya Mentari tersenyum menyambut kehadiranmu
Kau lahir dengan begitu tampannya
Dan tumbuh menjadi laki laki yang begitu tangguh
Aku bersyukur karena telah memilikimu di dalam
hidupku
Hadirmu bagaikan Pelangi
Yang selalu memberiku warna dalam hidupku
Sungguh baiknya tuhan kepadaku
Api semangat yang selalu berkobar dalam dirimu
Itulah hal yang sangat membuatku salut akan
perjuangmu
Pikirku melayang kemana mana disaat ku mengetahui
Tentang perjuangan barumu
30
1997
Sungguh kuatnya kesabaranmu
bagaikan batu karang yang tak hancur dihantam ombak
Tetaplah menjadi laki laki Tangguh yang ku kenal
Dan tetaplah menjadi laki laki yang kuat
seperti pahlawan yang tak gentar di medan perang
© RK
31
Pergi tak
Kembali
Kudapati engkau di ujung senja
Yang tak pernah ku minta kehadirannya
Ku kenang selalu jejak memori
Yang tak pernah ku lupakan
Ku syukuri nikmat Tuhan
Yang telah membawamu datang
Bahagiaku tak terbilang
Ku jalani sisa bait perjalanan
Di tengah hangatnya angin malam
Ku renungi semua perkataan
Yang telah menusuk ke dalam dada
Ku ucapkan seribu kata maaf
Berharap kalbu itu terulur menerima
© RK
32
Lucunya Negeri
Ini
Sungguh lucu kawan
Di negeri ini hukuman bak barang
Bisa dibeli bisa ditawar bisa digandakan
Asal ada uang semua bisa diselesaikan
Sungguh lucu kawan
Di negeri ini tikus berdasi jadi pimpinan
Jutaan rakyat jadi korban
Ironis, hukumannya diringankan
Sungguh lucu kawan
Di negeri ini minyak goreng bak berlian
Langka, mahal, tak terbandingkan
Padahal, kebun sawit menari di sepanjang jalan
Sungguh lucu kawan
Di negeri ini korban dijatuhi hukuman
Penjahat malah dibela mati-matian
Oleh mereka yang tak berperikemanusiaan
© RNK
33
Kematian
Aku sungguh lelah, Tuhan
Rasa sakit di tubuhku tak tertahankan
Apakah karena hitam dosaku tak bisa diputihkan
Ataukah karena diriku dipenuhi kesalahan
Air mataku sudah mengering, Tuhan
Menangis pun tak lagi sanggup aku lakukan
Dikala langit biru menjadi temaram
Rasa sakit itu semakin tak bisa dihentikan
Tubuhku sudah lunglai, Tuhan
Merangkak pun tak lagi bisa kulakukan
Di kala langit biru datang bersama awan
Rasa sakit itu memenuhi seluruh badan
Langit malam dan bulan jadi saksi
Betapa aku menderita setiap hari
Merintih, merengek, menangis tiada henti
Sungguh hanya kematian yang aku nanti
© RNK
34
Aku
Aku tidak asing terhadap kegelapan
Sembunyilah mereka bilang
Karena kami tak inginkan sebuah kepingan
Kenangan telah memberiku banyak pelajaran
Larilah, mereka bilang
Karena kau tak diinginkan
Tapi, tak kubiarkan mereka jadikanku serpihan
Sebab aku percaya akan cahaya dalam kegelapan
Saat bibir jahil datang menyerang
Kan ku banjiri, kan ku tenggelamkan
Aku pemberani dan penuh persiapan
Inilah diriku, hebat tak terkalahkan
Aku akan ledakkan semua dinding penghalang
Menggapai matahari memeluk bulan
Melukis takdir dengan kanvas sang bintang
Ya, itulah yang akan aku lakukan
© RNK
35
Ibu
Dunia gelap seakan-akan tidak ada makhluknya
Ku lari kesana kemari tidak tahu arah
Tak menemui jalan keluar kecuali pulang kepadanya
Ku merindukanmu wahai surgaku
Ku mencari jalan keluar agar bisa bertemu denganmu
Oh, ibuku ku merindukanmu hingga hujan turun deras
Tak peduli sederas apa ku hanya ingin pulang
kepadamu
Ku doakan kau baik-baik saja di dalam kubus putih itu
Ku yakin kita akan bertemu nanti sebelum bulan april
Ke bulan dan Kembali ku mencintaimu wahai ibuku
Aku akan segera datang untuk menemuimu
Kita akan segera berkumpul Kembali
36
Tawa candamu yang membuatku semakin
merindukanmu
1,2 hari tak terasa telah berlalu
Kurang dari 45 jam kita akan bertemu
Sampai jumpa besok wahai ibuku
© SAXP
37
Rindu dalam
Hujan
Pada gelap yang menyelimuti malam
Hati ku terikat dalam sebuah kerinduan
Melekat begitu hebatnya pada impian
Oleh rindu yang rasanya semakin dalam
Tubuh ku sendirian diterpa gerimis
Tiap rintik yang jatuh meninggalkan jejak
Seakan mengabarkan ku cara untuk menangis
Akan sesak dari tertahannya pertemuan
Ragaku menopang setiap detak yang menggema
Melebur menjadi serpihan-serpihan kenangan
pada jarak yang meminta kita untuk tetap ada
Dari genangan air hujan yang menjadi pecahan
© SAXP
38
Menahan Perih
Langkah yang ku sematkan pada bumi
Berlabuh mesra pada sebuah harapan
Untuk satu mimpi yang ingin tercapai
Aku bertahan dari setiap cobaan
Menahan tiap perih dari rasa penghinaan
Pada harapan ku yang masih tak sempurna
Berjuang pada kekosongan dari pikiran
Perih pada hati yang mulai menyapa
Perkataan yang menjadikan ku tergeletak
Ku abaikan dengan wajah penuh senyuman
Tekad ku ku tak akan pernah bisa retak
Dalam balutan semangat meraih masa depan
© SAXP
39
Mahkota Baja
Sekejap cahaya menyinari malam
Membangunkan bidadari mungil yang tadi diam
Tangisan keras memenuhi kesunyian
Kelopak mata terbuka penuh kelelahan
Sigap memberikan rasa paling nyaman
Tiba dimana hari bermain perasaan
Tetes demi tetes menggenang
Menghilangkan sesak yang tak pernah terbayang
Hari dimana waktu memisahkan,
Antara bidadari mungil dan mahkotanya
Jarak yang dekat terasa jauh membentang
Hingga akhirnya penantian datang
Tetesan air mata kembali terulang
Melihat sang bidadari terus memandang.
© ZSJ
40
Sesal
Terukir sudah garis harapan
Menyuarakan hati yang lama tersimpan
Menggali tuntas seutas kenangan
Menyesali waktu yang telah lenyap
‘andai tak begitu‘
Ungkapan hampa bagai kapas
Hilang terbawa angina yang lalulalang
Berjuta perak tandas tanpa perasaan
Memutuskan tali yang terpasang
Melenyapkan senyum yang tak bersalah
Tanpa peduli apa itu susah
Melakukan sesuatu walau tak ingin
Hanya untuk mendapat apa yang diingin
Sadar membuatku terang
Menghempaskan masalalu yang terlanjur datang
Memaafkan semua yang terpampang
Agar hati kembali tenang
© ZSJ
41
Pulang
Terkumpul nyawa yang tak sempurna
Mendengar kabar terbaik yang ada
Menghadirkan sekilas senyum merona
Kata “pulang” hadir menyapa hati
Ingin rasanya memberitahukan satu dunia
Rasa manis yang terjadi
Andai aku menikmatinya,
Tetapi. Kata “sakit” hadir juga
Meredupkan lampu yang sudah menyala
Menusuk ribuan bunga yang mekar
Terucap pula puluhan keluhan
Sakit.
Teriak adalah satu satunya pilihan
Serasa melayang di tumpukan awan
Aku ingin pulang tanpa tertahan
© ZSJ
42