The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Majalah Wacana Mitra Edisi Spesial SME Award 2019
Tahun XVIII/2020

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by BOGASARI, 2023-04-18 05:14:47

Wacana Mitra Edisi Spesial SME Award 2019

Majalah Wacana Mitra Edisi Spesial SME Award 2019
Tahun XVIII/2020

Keywords: bogasari,ukm,umkm,indofood,industri,bmc,mitra,wacana mitra,tepung,terigu,tepung terigu,gandum,kunci biru,lencana merah,payung,cakra kembar,segitiga biru

April/XVIII/2020 Media Usaha Kecil Menengah Makanan Berbasis Terigu 0807-1800-888, Lagansa (Layanan Pelanggan Bogasari: [email protected], www.bogasari.com @KreasiBogasari


Dari KAMI 2 Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019 Kupon bisa di-scan sendiri melalui mobile apps Bogasari atau di Depo Bogasari terdekat. Daftar Isi 2 Dari Kami 3 SME Award Kisah Sukses Gelegar Hadiah BMC Kata Mitra Untuk meningkatkan pelayanan dan mempercepat pengiriman, WACANA MITRA juga diterbitkan dalam format PDF (digital). Sehingga, secara bertahap edisi cetak akan dikurangi. Selanjutnya WACANA MITRA versi digital bisa diakses dan diunduh di website Bogasari, www.bogasari.com, mobile apps Bogasari, atau dikirim ke e-mail masingmasing UKM. Oleh karena itu, jika UKM menginginkan WACANA MITRA dikirim via e-mail, silakan memberikan alamat e-mail kepada bmc@ bogasariflour.com. Wacana Mitra Digital Mohon maaf itulah yang ingin kami haturkan di pengantar Edisi Khusus ini. Maaf, karena diundurnya pengundian Gelegar Hadiah BMC Tahap 2 tahun 2019 dan pengumuman Bogasari SME Award 2019. Sejatinya kedua acara ini digelar Bogasari Desember 2019, namun baru bisa dilaksanakan 16 Februari 2020. Meski agak telat, acara berjalan sukses dan disambut antusias. Menariknya lagi, beragam kisah para nominator Bogasari SME Award 2019 yang ditampilkan lewat tayangan video singkat tiap jelang pengumuman pemenang, sungguh mengundang decak kagum para hadirin. Para nominator berasal dari 11 kota dari 9 provinsi. Sarat dengan semangat dan inspirasi untuk menjadi pengusaha. Inilah yang ingin kami bagi dalam Edisi Khusus berjumlah 40 halaman ini. Kisah lengkap 12 Nominator dan 3 Pemenang Bogasari SME Award 2019. Juga cerita pengundian Gelegar Hadiah BMC Tahap 2 Tahun 2019. Terkait situasi negara akibat wabah Virus Corona, pastinya berdampak terhadap usaha kita semua. Mari kita bersabar dan tetap semangat dengan memelihara kebersihan dan mengutamakan kesehatan. Kiranya Tuhan Yang Maha Esa melindungi dan memberkati setiap upaya dan usaha yang kita lakukan. Salam sehat penuh semangat. Selamat membaca ! Berbagi Semangat dan Inspirasi 36 6 38Pemenang Hadiah Umrah


T angguh dan kreatif! Dua kata ini ditegaskan Ivo Ariawan, Senior Vice President Commercial Divisi Bogasari dalam sambutan acara Bogasari Small Medium Enterprise (SME) Award 2019. Sesi ini merupakan puncak acara Gelegar Hadiah Bogasari Mitra Card (BMC) 2019 yang berlangsung dari pagi hingga malam di Atrium Festival Citilink Mall, Bandung, Minggu (16/2/2020). “Mereka tidak hanya tangguh dalam berusaha tapi juga memiliki daya kreativitas dan inovasi yang sangat bagus.” ucap Ivo yang disambut tepuk tangan ratusan tamu undangan yang hadir di malam itu. Tangguh karena tidak hanya memulai dari nol, tapi juga diterpa krisis ekonomi nasional yang disertai kerusuhan dan penjarahan pada tahun 1998. Seperti yang dialami Darwin Sofjan, pemilik usaha Home Made Bakery yang merupakan nominator Bogasari SME Award 2019 untuk kategori Platinum. “Ketika tahun 98 itu, benarbenar seperti bumerang kita usaha makanan. Saat itu, tepung terigu harganya melonjak menjadi 4 kali lipat, bahkan bisa lebih. Belum lagi bahan baku yang lainnya. Tapi itu pilihan, you mau brand-nya bertahan atau tidak? Kita pilih bertahan, dan alhasil brand kita masih eksis sampai sekarang,” kenang Darwin, pria asli asal Kota Siantar, Sumatera Utara. Ketangguhan yang sama juga ditunjukkan Jamani Sukiban Kasman, UKM asal Samarinda, Kalimantan Timur. Pemilik usaha roti “Cahaya Nikmah” ini memilih berhenti berlayar untuk mendapat kan hidup yang lebih baik dan lebih banyak waktu bersama keluarga. Tidak seperti sebelumnya yang ia jalani selama 16 tahun lebih banyak waktu di tengah laut. Selain ketangguhan, catatan lain di balik kisah sukses para nominator dan pemenang Bogasari SME Award ini adalah kreativitas dan inovatif. Ada yang sebelumnya hanya seorang ibu rumah tangga, seperti Riswah Yuni, pemilik usaha “Cake Salakilo” dan Wati Imbarti asal Jambi pemilik usah Adila Snack. “Usaha ini muncul dari keprihatinan kami kepada petani salak di Balikpapan. Ivo Ariawan: "Mereka Tangguh dan Kreatif" Bogasari SME Award Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019 3


Saya berdialog dengan para petani salak waktu itu. Ternyata salak yang begitu melimpah di Balikpapan apabila tidak laku dijual, mereka membuangnya kembali ke kebun mereka,” ucap wanita kelahiran 1977 yang saat ini memiliki 10 karyawan. Ada juga yang memilih alih profesi dari perusahaan swasta meski sudah punya jabatan tinggi. Contohnya Eriyanto Eko Saputro, mantan manajer di salah satu bank swasta yang banting setir jadi pengusaha kue dan roti dengan merek “Papa Cookies” yang sudah memiliki 11 outlet. Masih banyak cerita menarik lainnya yang akan dikupas dalam setiap tulisan profil dihalaman berikutnya. Dan yang pasti, sebagian dari mereka pernah berlatih di Bogasari Baking Center (BBC). Ada yang sebelum memulai usaha, ada yang setelah berjalan dengan tujuan untuk meningkatkan usaha. Cukup Ketat Penganugerahan Bogasari SME Award sudah dilakukan Bogasari sejak tahun 2010 lalu. Acara ini merupakan acara tahunan sebagai puncak dari pembinaan Bogasari terhadap UKM yang sudah bergabung menjadi anggota BMC. Anugerah Bogasari SME Award dibagi 3 kategori sesuai jenis keanggotaan kartu BMC, yakni Platinum, Gold, dan Silver. Untuk kategori Platinum, UKM dengan pemakaian tepung terigu Bogasari di atas 18,75 ton per bulan, Gold 6,25 ton sampai 18,75 ton dan Silver 25 kilogram sampai 6,25 ton per bulan. Setelah dilakukan seleksi administratif oleh tim internal Bogasari, dilanjutkan dengan penjurian oleh tim independen yang ditunjuk Bogasari. Dari perbankan diwakili Bank BTPN, akademisi dari Universitas Prasetya Mulya, dan perwakilan pemerintahan dari kementerian koperasi dan UKM. Secara umum, kriteria penilaian mencakup 3 aspek, yakni aspek usaha, produksi, dan sosial. “Pada saat diskusi penjurian, kami sempat ngotot-ngototan. Karena beberapa UKM ada yang hanya berbeda nol koma saja. Jujur saja kami saat itu kebingungan menentukan 15 nominator dan yang terbaik di 4 Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019


tiap kategorinya,” ucap Adhiyat Thoriq, juri dari Bank BTPN. Alhasil didapat 15 UKM sebagai Nominator Bogasari SME Award 2019. Mereka berasal dari 11 kota di 9 provinsi di Indonesia. Untuk kategori Platinum adalah Dea Bakery (Malang), Bakpia Kencana (Sleman), Roti Jepang Morinaga (Samarinda), Monica & Loren (Lampung), dan Home Made Bakery (Jakarta). Kategori Gold ialah Dynamic Bakery (Jakarta), Indo Frozen Food (Surabaya), Cahaya Nikmah (Samarinda), Papa Cookies (Bantul) dan Serba Jadi Dua Bakery (Aceh). Terakhir, nominator  Kategori Silver yakni Adila Snack (Jambi), Cake Salakilo (Balikpapan), My Bakery (Palembang), Ivan Bakery (Jambi), dan Mc Hery est 98 (Medan). Dari 15 penerima penghargaan tahunan tersebut, 3 UKM berhasil meraih predikat “The Best of Bogasari SME Award 2019” yakni Dea Bakery untuk kategori Platinum, Papa Cookies kategori Gold, dan Cake Salakilo kategori Silver. “Setiap pemenang berhak atas hadiah senilai Rp 20 juta dan nominator senilai Rp 7,5 juta,” ucap Ivo. Usai acara penganugerahan, Bogasari menggelar silaturahmi dan makan malam bersama pemenang dan nominator. Dalam acara tersebut, Ivo Ariawan atas nama manajemen dan seluruh karyawan Bogasari menyampaikan terima kasih atas loyalitas para UKM mitra Bogasari. Sebelum santap malam dimulai, Ivo kembali menyatakan kekaguman atas semangat dan kegigihan usaha para UKM. “Contohnya Mulyani Hadiwijaya pemilik usaha Dea Bakery asal Malang yang saat ini memiliki 340 karyawan. Saya saja nggak kebayang bagaimana Ibu bisa mengelola jumlah karyawan sebanyak itu. Salut saya,” ucap Ivo yang disambut tepuk tangan dan senyum para UKM. Makan malam bersama yang berlangsung kurang lebih 1 jam itu cukup bermakna. Tidak hanya untuk kian mendekatkan Manajemen Bogasari dengan UKM, tapi juga sesama UKM sendiri karena meski berjauhan kota bahkan pulau, beberapa diantaranya pernah kontak meski hanya lewat telepon dan media sosial. Kisah lengkap 12 Nominator dan 3 Pemenang Bogasari SME Award 2019 yang disajikan di Wacana Mitra Edisi Khusus ini, juga dapat ditonton berupa video di youtube resmi Bogasari dengan akun @kreasibogasari. Video profil sudah tayang secara bulanan di youtube @ kreasibogasari dan secara bertahap diunggah di website www.bogasari.com dan dipromosikan di Facebook @ kreasibogasari sejak awal Maret lalu. Selamat membaca dan menonton. Sukses selalu Tumbuh Bersama Bogasari. (EGI/ DEO / RAP) Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019 5


B ila tidak bisa mengolahnya, sesuatu yang melimpah bisa berakhir menjadi limbah. Seperti yang terjadi pada buah salak Balikpapan. Buah yang seharusnya menjadi anugerah, harus berakhir menjadi limbah. Prihatin dengan kondisi itu, adalah Riswah Yuni, perempuan asli Balikpapan coba membuat kreasi makanan dengan menggunakan buah yang rasanya cenderung sepet dan masam itu. “Usaha ini muncul dari keprihatinan kami kepada petani salak di Balikpapan. Saya berdialog dengan para petani salak waktu itu. Ternyata salak yang begitu melimpah di Balikpapan apabila tidak laku dijual, mereka membuangnya kembali ke kebun mereka,” ungkap Yuni. Sejak itulah, tepatnya di tahun 2012 akhir, Yuni mulai memproduksi cake salak, tepatnya di tahun 2012 akhir. Awalnya, ia hanya menggunakan 1 kg salak dan1 kg tepung terigu Segitiga Biru per harinya. Tanpa dibantu karyawan, ia memproduksi cake salakilo di rumah dan memasarkannya melalui media online seperti website dan media sosial. “Sejak awal kita langsung memasarkannya menggunakan media online, baik dari website, Instagram, Facebook, dan Twitter. Karena memang sekarang eranya era digital, saat ini orang lebih banyak mencari informasi melalui smartphone,” jelas ibu 2 orang anak ini. Raih Sukses Dari Buah Salak The Best of Bogasari SME Award 2019 Kategori Kisah Sukses SIlver 6 Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019 Cake Salakilo Konsumsi Terigu Per Bulan : >30 sak Karyawan : 10 orang Tempat Produksi + Outlet : 1


Berkat kreativitas dan inovasinya memanfaatkan panganan lokal menjadi sesuatu yang memiliki nilai jual, sungguh mengundang decak kagum para dewan juri Bogasari SME Award 2019. Ketiga juri independent ini pun sepakat memilih Riswah Yuni pemilik Cake Salakilo sebagai The Best of Category Silver Bogasari SME Award 2019. Berkembang Awalnya Yuni hanya memproduksi cake. Tapi seiring waktu berjalan, wanita kelahiran 1977 ini berhasil mengembangkan produk lain seperti brownis, pie, cookies, klappertart, asinan, sambal, sirup, dan dodol. Dan yang pasti semuanya mengandung bahan baku dari buah salak. Tapi cake salak memang yang menjadi best seller. “Sampai kini dalam sehari kami mampu menghabiskan minimal 100-120 kg daging buah salak dan 25 kg terigu Segitiga Biru dari Bogasari,” papar wanita yang latar belakang pendidikan sarjana teknik itu. Sejalan dengan perkembangan usahanya, wanita yang sebelumnya hanya ibu rumah tangga biasa itu mulai merangkul warga sekitar menjadi karyawan produksi. Sampai akhir 2019, ia sudah mempekerjakan 10 orang karyawan. Yuni juga sudah punya toko oleh-oleh Khas Balikpapan sekaligus dapur produksi di Jalan MT Haryono KM. 4,5, Kelurahan Batu Ampar, Balikpapan Utara. Kalimantan Timur. Bahkan di lantai 2 toko tersebut, Raih Sukses Dari Buah Salak ia membuka kelas pelatihan untuk masyarakat umum termasuk pelajar dan mahasiswa. Yuni berencana mengekspor beberapa produknya ke Swiss dan Turki. Memang daya tahan setiap produk berbeda. Khusus untuk cake salak mampu bertahan 6 hari di suhu ruang, dan 30 hari di lemari pendingin. Harga produk olahan Cake Salakilo beragam, mulai dari harga Rp 10.000 – Rp 120.000 Guna menunjang perkembangan usahanya, Yuni sangat aktif di komunitas UKM di sekitar Balikpapan. Ia senang berbagi pengalaman dan pengetahuan dengan anggota komunitas lainnya. “Kita memang berkomitmen bisa bersinergi dengan teman-teman UKM yang ada di Balikpapan. Mereka bisa menitipkan produknya di outlet kami dengan sistem konsinyiasi. Jadi saat ada wisatawan yang datang ke outlet kami, mereka bisa mendapatkan juga produk oleh-oleh khas Balikpapan lainnya,” jelasnya. Karena berbagai terobosan dan kegiatan sosialnya, cukup banyak penghargaan yang berhasil diraih Yuni. Tidak hanya dari Bogasari, tapi juga dari pemerintah pusat dan daerah, petani salak di Balikpapan, dan sejumlah perusahan swasta lainnya. (EGI/RAP) Kategori SIlver Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019 7


Ivan Bakery Nominator Bogasari SME Award 2019 Ada pepatah “dimana ada kemauan di situ ada jalan”. Begitulah kira-kira semangat yang dimiliki seorang wanita bernama Wiji Erniati asal Jambi. Meski modal dan pengetahuannya di bidang kuliner berbasis terigu sangat terbatas, tapi ia tak mau menyerah. “Saya sudah hampir putus asa. Saya mau jualan sembako kembali juga sudah tak punya modal. Mau kerja, usia sudah tidak memungkinkan. Dari skill pun sepertinya saya sudah ketinggalan dengan anak-anak yang lebih muda. Jadi kayaknya sudah tak mungkin lagi ada perusahaan yang menampung saya untuk bekerja,” ucap Wiji seraya mengenang di masa susah itu Tiga tahun menjalankan usaha dengan susah payah. Wanita yang sebelumnya hanya pedagang sembako kecil ini bahkan nyaris menyerah. Ia hanya bisa pasrah namun percaya bahwa Tuhan akan mengatur segalanya dengan baik. Alhasil, usaha roti yang ditekuninya secara perlahan dan mencicil membuahkan hasil gemilang. Wiji Erniati jadi juragan roti di Jambi dengan merek usaha “Ivan Bakery”. Ia memiliki 3 oulet di wilayah Jambi dan mempekerjakan 30 karyawan. Namun di tengah suksesnya, Wanita berusia 47 tahun ini tak lupa bersyukur. Salah satunya, hampir setiap Minggu pagi, ia berbagi dengan anak yatim penghuni panti. Perjalanan usahanya dimulai sejak tahun 2002 silam. Saat itu ia masih menjadi pedagang sembako (sembilan bahan pokok). Karena tidak begitu laris, ia memanfaatkan terigu Segitiga Biru dan Lencana Merah yang dijualnya untuk membuat berbagai makanan cemilan keluarga. “Toko sembakonya sepi. Saya mulailah berpikir bagaimana caranya agar tidak terlalu rugi. Karena jualan saya salah satunya adalah tepung terigu, saya coba kreasikan jadi camilan keluarga karena doyan makan dan agar tidak terbuang. Sejak itulah Pedagang Sembako Jadi Juragan Roti 8 Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019 Konsumsi Terigu Per Bulan : +-250 sak Karyawan : 30 orang Tempat Produksi + Outlet : 3


saya sering membuat kue-kue,” jelas ibu 2 orang anak ini. Kurang lebih 1 tahun berjalan, Wiji memutuskan untuk menutup toko sembako dan fokus buka usaha jajanan pasar. Awal produksi hanya 4 – 10 kg terigu per hari. Produk buatannya hanya dititip ke tokotoko di sekitar rumahnya. Tahun 2005, ia mengadu peruntungan dengan membuka outlet. Sejak itulah ia memberikan nama pada usahanya yakni “Ivan Bakery”. Merek usaha ini diambil dari nama anak pertamanya Ivan. “Selain jajanan pasar berupa wingko babat, pia, dan bolu, Ivan Bakery memproduksi roti manis, roti tawar dan donat. Saat itu, saya dan suami dibantu 4 orang karyawan,” papar Wiji. Produk Ivan Bakery mulai mendapat posisi di hati warga Jambi. Setiap tahun pelanggannya bertambah. Tahun 2009 banyak pelanggannya memesan roti dengan varian yang belum ada di Ivan Bakery. Karena itulah Wiji rajin mengikuti berbagai pelatihan dan kegiatan. Kini Ivan Bakery mampu menghabiskan sekitar 250 sak terigu Segitiga Biru dan Lencana Merah atau 6 ton lebih dalam sebulan untuk membuat 130 varian rasa roti dan berbagai jenis jajanan pasar. Produk yang menjadi favorit dari dulu sampai saat ini ialah martabak telor khas Ivan Bakery. “Harga jual produk kami pun bisa dibilang murah. Mulai dari Rp 1.500 per potongnya untuk jajanan tradisional, Rp 3.000- 12.000 per potongnya untuk cake, dan Rp 25.000-60.000 untuk kue loyangan. Sedangkan untuk kue tart harganya mulai dari Rp 55.000 sampai tak terbatas tergantung permintaan. Kami menjualnya di 3 outlet yang berlokasi masih di wilayah Jambi,” jelas wanita 47 tahun itu. Walau sudah sukses, Wiji tak melupakan jasa orang-orang yang membantu membesarkan Ivan Bakery. Jadi saat mereka ada acara dan butuh konsumsi, Wiji siap memberi. Bahkan hampir setiap Minggu pagi, ia selalu berbagi dengan anak yatim penghuni panti. “Hampir setiap Jumat dan Minggu pagi kami kirim roti ke masjid dan beberapa panti. Kami juga mempunyai satu bangunan yang digunakan sebagai tempat menghapal Al-Quran. Semoga Ivan Bakery bisa menjadi corong bagi kami untuk terus berbagi,” ucap Nominator Bogasari SME Award 2019 kategori Silver ini. (EGI/REM) Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019 9


B agi sebagian besar kita, keripik bawang mungkin camilan ringan dan biasa saja. Tapi siapa yang menyangka, dari camilan biasa berkembang menjadi usaha yang luar biasa. Bahkan saking luar biasanya, pemasarannya pun menembus ke berbagai kota dan provinsi. Itulah yang dialami Wati Imbarti, ibu rumah tangga asal Jambi yang berhasil mengembangkan usaha keripik bawang dengan bendera “Adila Snack”. Ia memulai usaha tersebut dari rumahan di tahun 2006 dan hanya mengerjakan sendiri. Meski perlahan, tapi usahanya terus membuahkan kesuksesan. “Puncaknya itu di tahun 2012, saya sudah mulai menyuplai ke mallmall. Sekarang Adila Snack sudah memiliki 1 rumah produksi dan 1 outlet. Kapasitas produksinya pun bertambah. Kini Adila Snack bisa menghabiskan sekitar 250 sak atau lebih dari 8 ton terigu Segitiga Biru per bulannya untuk membuat kripik bawang, ciput ubi, ciput keju dan stik udang,” ucap ibu 2 orang anak ini. Tidak hanya tempat dan kapasitas produksinya saja yang bertambah. Wati kini sudah dibantu 6 orang karyawan produksi dan 4 orang untuk penjualan. Wilayah pemasarannya pun semakin meluas, yang awalnya hanya di Provinsi Jambi, kini produk buatan Adila Snack bisa didapatkan di Alfa Mart di Provinsi Jambi dan Palembang. Indomaret di Provinsi Jambi, Palembang dan Lampung. Serta Carefour se Jabodetabek, Carefour Solo dan Semarang. “Kita melangkahnya juga harus tahap demi tahap. Saya memulainya dari Jambi, terus ke Palembang. Palembang sudah tertata rapi, baru ke Lampung. Lampung sudah tertata, baru kami bisa beranjak lagi,” paparnya dengan antusias. Awal Usaha Wati mengisahkan, awalnya keripik bawang ini dibuatnya sebagai camilan keluarga, terutama di saat Idul Fitri. Ternyata camilannya sangat Dari Camilan Keluarga Menyebar ke Berbagai Kota 10 Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019 Adila Snack Nominator Bogasari SME Award 2019 Konsumsi Terigu Per Bulan : +-250 sak Karyawan : 10 orang Tempat Produksi + Outlet : 2


digemari tamu yang datang. “Dari sanalah timbul di benak saya untuk menjualnya,” ucap Wati. Ia sendirian coba-coba membuat kripik bawang dengan 2 kg terigu Segitiga Biru dari Bogasari. Sedangkan sang suami sibuk kerja di pabrik. Wati kemudian memasarkannya ke sejumlah sekolah dekat rumahnya, tetangga sekitar dan teman dekatnya. “Saya door to door menawarkannya. Ternyata banyak yang suka, saya jadi semangat memproduksinya lagi. Pelan-pelan saya tambah kapasitas produksinya,” jelasnya. Tak lama berselang, ia pergi ke Dinas Perindustrian Kota Jambi untuk mendaftarkan usahanya dengan nama “Adila”. Dan ternyata banyak hal baik terjadi setelah ia melakukan kontak dengan dinas tersebut. Ia diajak ikut pameran, bazaar, pelatihan dan kegiatan lainnya. Termasuk mendapat usulan agar mulai memasok ke swalayan-swalayan di wilayah Jambi. “Sejak itu mulailah usaha saya menanjak dan berkembang cukup pesat,” ucap wanita kelahiran tahun 1977 ini. Hanya sekitar 3 tahun sejak memulai usaha, Wati sudah menyuplai kurang lebih 10 toko swalayan di Provinsi Jambi. Permintaan terus bertambah. Tempat produksi dan rumah tinggal yang sebelumnya menyatu, sejak tahun 2011 berhasil dipisah. Rencananya, Adila Snack akan ekspansi ke Pekanbaru, Medan, dan beberapa wilayah lainnya. Jika modal sudah semakin kuat, ia berencana untuk memberikan mesin produksi kepada warga sekitar yang ingin bermitra dengannya. Ia berharap kelak bisa menciptakan kampung keripik bawang di kota Jambi. Kripik bawang produksi Adila Snack dijual dengan harga Rp 10 ribu untuk kemasan kecil, Rp 25 ribu untuk kemasan ½ kg dan Rp 50 ribu untuk kemasan 1 kg. Selain menjual di toko dan retail, Wati juga bekerja sama dengan beberapa reseller online di berbagai daerah. Meskipun kapasitas produksinya semakin banyak, Wati menjamin mutu dan kualitas produknya tetap terjaga. Atas perkembangan usaha yang dulunya hanya seorang ibu rumah tangga biasa, Wati Imbarti pun terpilih sebagai Nominator Bogasari SME Award 2019 kategori Silver. (EGI/REM) Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019 11


S ebagai pengusaha makanan, kebanyakan dari kita pasti ingin memiliki outlet yang megah nan mewah untuk menjajakan makanan olahannya. Tidak salah memang, hanya saja tidak berlaku pada Hery Multy, pengusaha pizza, burger dan aneka jajanan di Medan. Pria lulusan sarjana Ekonomi ini lebih memilih menjual produk olahannya secara gerobakan di 4 lokasi di pinggir jalan. Dari konsep gerobakan inilah ia terus mendulang untung bahkan berhasil meraih pernghargaan sebagai Nominator Bogasari SME Award 2019 kategori Silver. Awal kisahnya sebagai pengusaha, bermula saat duduk di kelas 3 SMA di Kota Medan, sekitar tahun 1998. Menjelang Ebtanas (evaluasi belajar tahap akhir nasional) semacam UN (ujian nasional), ia bersama pacarnya membeli burger di pinggir jalan. Melihat proses pembuatannya yang cukup mudah, dua sejoli ini berencana buka usaha burger bersama setelah kelulusan. “Karena tidak difasilitasi orang tua, kita modalnya itu dari kerja mocok-mocok. Mocokmocok itu seperti agen kereta api. Kita dapat komisi dari sana. Dari situlah saya dan pacar, mengumpulkan modal. Awalnya buka 1 gerobak burger di sini, di Jalan Perintis Kemerdekaan, Medan,” kenangnya. Ia pun memberi nama usahanya Mc Hery est 98, menyerupai nama perusahaan asal Amerika yang saat itu mulai tenar di Kota Medan. Geliat usahanya cukup lambat, dalam sehari paling ia bisa menjual 4-10 burger dengan harga Rp 600. “Pengembangannya cukup susah waktu itu. Karena ini makanan western, jadi masyarakat belum familiar. Mereka tahunya roti pakai isi daging giling beku. Agar lebih bisa diterima lidah orang Indonesia, Kita memodifikasinya dengan menggunakan isian telur. Jadi tahun 98 itu hanya ada 2 rasa burger” ungkap ayah 1 anak itu. Di tengah sepinya penjualan, ia dan pacarnya pun putus. Tapi Hery tetap semangat menjalankan usaha Mc Hery est 98 meski seorang diri. Tahun 2008 ia pun menikah. Tak diduga, di tahun yang sama ada Mendulang Untung dari Usaha Gerobakan 12 Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019 MC Hery est 98 Nominator Bogasari SME Award 2019 Konsumsi Terigu Per Bulan : +-120 sak Karyawan : 17 orang Tempat Produksi + Outlet : 4


kawannya yang ingin bergabung menjadi karyawan. “Setelah menikah dan memiliki karyawan, saya mulai berani berinovasi dengan menambah varian makanan. Jadi ada gerobak yang menjual pisang bakar dan roti bakar Bandung. Di tahun 2015 kita berinovasi kembali dengan membuat pizza. Pizza inilah yang adonannya kita buat sendiri secara tradisional,” ungkap pria kelahiran Padang Sidempuan itu. Awalnya ia hanya menghabiskan 2 - 4 kg terigu Segitiga Biru per hari. Berjalan kurang lebih 1 bulan, ia disarankan oleh kawannya yang lain untuk menggunakan terigu Cakra Kembar Emas, produk premium dari Bogasari. “Menggunakan terigu Segitiga Biru juga hasilnya bagus, tapi ada produk Bogasari yang lebih pas dan hasilnya lebih memuaskan, yaitu Cakra Kembar Emas. Setelah menggunakan Cakra Kembar Emas perbedaannya itu teksturnya lebih lembut, dan tahan hingga esok hari,” kata pria yang gemar bertopi itu. Penjualan pun terus meningkat. Hingga awal tahun 2020 Mc Hery est 98 sudah memiliki 4 lokasi penjualan yang dijalankan 17 karyawan. Dalam sehari, Mc Hery est 98 menghabiskan 4 sak atau 100 kg terigu Cakra Kembar Emas, atau 1 sak per lokasi. Selain gerobak burger, pisang bakar, roti bakar, dan pizza, produk makanan yang dijualnya pun bertambah. Ada gerobak pop corn dan es krim. Produk Mc Hery est 98 bisa didapatkan dengan harga mulai Rp 15.000 – Rp 70.000. Meski sudah punya segmen pasar sendiri, Hery tetap enggan membuka outlet seperti toko roti atau kue pada umumnya. Ia tetap mempertahankan konsep jualan dengan gerobakan di pinggir jalan. “Bukan tidak mampu, tapi lebih terasa kekeluargaan jika menjual makanan secara gerobakan di pinggir jalan. Terlebih memang mangsa pasar utama kita adalah keluarga,” ujarnya. Meski gerobakan, sejumlah artis pernah singgah menikmati produk Mc Hery est 98, diantaranya Sammy Simorangkir, Dea Mirella, dan Omo Kucrut. “Untuk menjaga rasa, kami tetap menggunakan produk yang dari dulu memang sudah dipakai. Bahan tidak akan membohongi rasa. Kalau ada penawaran dari principle, kami mau yang kualitasnya lebih tinggi,” tegasnya. (EGI) Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019 13


B erbincang dengan ibu muda yang baru berusia 30-an tahun ini sangatlah menarik. Apalagi kalau topik pembicaraannya seputar usaha makanan, dia tampak begitu energik dan antusias memaparkannya. Terlebih seputar usaha makanan yang dilakoninya sejak tahun 2008. Padahal saat itu usianya masih sangat muda, tepatnya 26 tahun. Maya Dona, itulah nama pemilik usaha My Bakery yang berlokasi di Kota Palembang. Hanya dalam waktu 4 tahun, sejak 2008, Maya berhasil mengembangkan usahanya di Kota “Pempek” Palembang hingga memiliki omzet mencapai Rp 200 juta lebih dalam sebulan di masa itu. Meski begitu Maya tak lekas berpuas diri. Ia terus melakukan inovasi. Saat ini rata-rata pemakaian terigu Bogasari sekitar 1 ton per bulan. Mulai dari Cakra Kembas Emas (CKE) kemasan 5 kg, terigu Segitiga Biru dan Kunci Biru. Untuk menjalankan usahanya, Maya mengerahkan 23 orang tenaga kerja. “Semuanya itu butuh ketekunan dan strategi dalam berusaha. Ada saatnya kita memakai strategi untuk membangun merek, ada saatnya juga untuk meraup omzet. Contohnya kemarin dalam Asian Games 2018 yang mana Palembang jadi salah satu tuan rumah, My Bakery bukan mau bangun merek tapi kejar omzet. Alhamdulillah bisa dapat omzet sampai ratusan juta rupiah,” kenang Maya seraya megatakan pesanan saat itu adalah snack box isi roti manis dan varian cake mini. Dan yang pasti semua perizinan usaha sudah dimiliki My Bakery termasuk sertifikat halal dari MUI. Wanita kelahiran Palembang 6 September 1982 ini sudah gemar dengan dunia memasak sejak masih duduk di bangku SD. Sesekali ia membantu ibunya yang membuka usaha katering. Ketika duduk di bangku SMA hobinya kian diseriusi. Ia tak lagi sebatas membuat, tapi juga memasarkan ke teman-temannya, saudara dan kerabat. Memasuki bangku kuliah di jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Sriwijaya, Maya pun semakin meyakini hobinya di bidang tata boga. Saat duduk di semester 6, ia sengaja mengikuti kursus pelatihan di Bogasari Baking Center (BBC) Palembang.  Beberapa kali ia juga mengikuti lomba kewirausahaan dan membuat beberapa business plan.  “Waktu itu saya sudah punya impian untuk membuka usaha roti,” ungkap Maya.  Lantaran suka membuat roti, ia selalu menjadikan business plan roti sebagai andalannya di setiap lomba. “Saya merasa memiliki chemistry dengan roti ketimbang produk lainnya,” tambahnya. Lulus kuliah, Maya pun menjajal berbagai pekerjaan di perusahaan yang bergerak di bidang makanan. Dan yang terakhir sebelum buka usaha, ia bekerja di BBC. Ibarat peribahasa; Sambil Menyelam minum air. Dua tahun kerja di BBC, Maya mendapat banyak ilmu, mulai dari pengolahan sampai cara menangani customer. Pilih Berusaha Selepas kerja dari BBC, Maya pun memutuskan untuk membuka usaha roti. Tepatnya Mei 2008. Berani Usaha Sejak Masih Muda 14 Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019 Konsumsi Terigu Per Bulan : +-250 sak Karyawan : 30 orang My Bakery Tempat Produksi + Outlet : 3 Nominator Bogasari SME Award 2019


“Kebetulan saat itu saya punya anak bayi berusia lima bulan, sehingga tak memungkinkan untuk ditinggal bekerja,” ungkap Maya. Pilihan usaha roti bukan semata karena kesukaannya. Tapi karena merasa di kota kelahirannya belum ada produsen roti yang membidik konsumen kelas menengah. Kebanyakan, hanya menyasar kalangan bawah dan atas. Berbekal modal awal Rp 20 juta, ia nekat mendirikan usaha pembuatan roti di bawah bendera usaha bernama CV Adya Pratama. Meski ia sadar bahwa untuk membuka pabrik roti modern minimal membutuhkan modal Rp 300 juta. “Sementara modal saya tak sampai sepersepuluhnya, tapi saya bertekad membesarkan bisnis ini,” ujarnya. Perlahan usahanya menapaki sukses. Produksi My Bakery yang dulunya dilakukan di rumah kontrakan 4x5 meter, kini memiliki rumah produksi di Jalan Tanjung Rawo Bukit Lama, Palembang sekaligus gerai utama dengan luas 400 meter persegi. My Bakery juga memiliki satu gerai lagi di Jalan RA Abusamah, Suka Bangun, Kecamatan Sukarami, Palembang. Dalam sehari, My Bakery memproduksi sebanyak 1.000 roti manis aneka rasa, 500 roti kombinasi, 250 bungkus roti tawar, serta puluhan snack dan kue tradisional untuk keperluan meeting dan acara lainnya. Yang paling laris adalah roti, pancake durian, snack box, jajan pasar, cake dan kue jadul. Sukses Maya tentu tidak datang begitu saja. Butuh kemauan belajar dan kerja keras serta kreatif. Bahkan ia tetap harus bisa membagi waktu untuk mengurus suaminya, Ardiansyah dan tiga anak mereka Nafeeza Rachmadya, Maisya Ramadhani dan Khalief Azharadya. Sementara untuk mengontrol kerja 23 karyawannya ia membuat 4 grup whatsapp (WA) yakni Kantor, Tim Produksi, Kasir Penjualan, dan Admin Cabang. Ada banyak terobosan yang dilakukan wanita berdarah campuran Palembang dan Ambon ini. Termasuk dalam pemasaran yang sejak tahun 2016 sudah berkonsep digital marketing yang kemudian meningkatkan penjualan sampai 3 kali lipat. Kerja sama dengan aplikasi layan antar seperti GoJek dan Grab, serta lewat media social Instagram dan Facebook dengan akun Mybakery_Palembang. Wajar kemudian My Bakery berhasil meraih berbagai penghargaan baik dari pemerintah maupun swasta. Diantaranya Wirausaha Muda Mandiri 2011, Wirausaha Bank Indonesia 2017, dan lain-lain. Dan yang terbaru penghargaan sebagai Nominator Bogasari SME Award 2019 kategori Silver. “Saya terbantu sekali dengan adanya produk Bogasari yang menunjang kontinyutas bisnis kami sejak awal berdiri hingga saat ini, terutama dengan adanya produk premium. Kami jadi lebih bisa berkreasi menghasilkan produk-produk yang lebih baik lagi kualitasnya,” ucap Maya. Ia sudah bertekad akan melebarkan sayap usaha  dengan konsep waralaba (franchise). Dalam hitungannya, biaya investasi waralaba My Bakery lebih dari Rp 300 juta. “Banyak kota di Sumatera masih minim pemain roti, khususnya di kelas menengah,” katanya. My Bakery diwaralabakan dengan konsep modern bakery, yakni produksi dan penjualan di bawah satu atap. Harapannya, gerai rotinya akan mirip dengan sejumlah gerai roti ternama yang berkembang di Pulau Jawa. “Tapi, saya tetap akan bermain di kelas menengah dan berusaha melestarikan kue khas Indonesia sebagai perwujudan pelestarian budaya Indonesia,” harapnya. (EGI/RAP) Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019 15


Info Paguyuban Pilih Buka Usaha daripada Manager Bank B agi sebagian orang, menjabat sebagai manajer adalah posisi yang didambakan dan prestius. Apalagi usia baru 36 tahun dan sudah mendapatkan gaji di angka 2 digit. Seperti itulah sukses yang dirasakan Eriyanto Eko Saputro yang sempat 14 tahun bekerja di salah satu bank swasta. Tapi di tengah posisi manajer yang sudah diraihnya, Eriyanto malah lebih tertarik menjadi pengusaha makanan. Sukses pun diraih Eriyanto, yang dulu hanyalah seorang manajer menjadi owner (pemilik) usaha dengan jumlah karyawan 100 orang. Papa Cookies juga mulai bermitra dan membuka cabang baru. Hingga awal tahun 2020, Papa Cookies secara keseluruhan telah memiliki 11 outlet yang mampu menghabiskan sekitar 300 sak terigu produksi Bogasari. Bagi siapa saja yang ingin bermitra dengan Papa Cookies bisa menghubungi ayah dua orang anak ini langsung di no: +62-895-1214-5759. Berkat kesuksesannya dalam berusaha dan menebar manfaat bagi sesama, ia terpilih sebagai The Best of Category Gold Bogasari SME Award 2019. Ide membuka usaha diawali dari pengamatan Eriyanto terhadap berbagai proposal penawaran pasokan makanan. “Saya sering lihat-lihat proposal orang yang menjual 16 Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019 Konsumsi Terigu Per Bulan : +-300 sak Karyawan : 100 orang Tempat Produksi + Outlet : 11 Kategori Gold Papa Cookies The Best of Bogasari SME Award 2019


makanan, kok untungnya besar-besar. Di tahun 2010, saya coba kirimkan istri untuk membuat kue di salah satu lembaga kursus pemerintah. Jadi awalnya, itu istri yang buat kue, saya yang jualkan di kantor,” kenang Eriyanto. Dari modal hanya Rp 100 ribu, ia bisa dapat uang Rp 200 ribu. Tak jarang juga ia mendapat komentar positif tentang kue yang dijualnya. Hal ini membuatnya semakin yakin untuk berhenti dan beralih profesi menjadi pengusaha kue dan roti. Belajar Di BBC Sepanjang tahun 2010 itu, ia membuat kue musiman dan roti yang dikemasnya bersama gorengan dan kacang dalam bentuk snack box. Ia menjualnya ke beberapa instansi pemerintah dengan harga Rp 3. 000-5.000. “Papa Cookies” itulah nama usaha yang ditekuninya sejak tahun 2010. Di tahun 2011 Eriyanto memberanikan diri untuk membuka outlet. “Kita dapat tempat untuk buka toko kecil-kecilan. Pas saya buka toko kok tidak laku. Ternyata setelah saya cek, snack box kita laku karena sesuai dengan budget di pemerintahan. Jadi pesanannya banyak sampai beribu-ribu, tapi roti di outlet-nya tidak laku,” ungkapnya. Ia tak menyerah. Di tahun 2012 Eriyanto mulai memperbaiki kualitas produknya dengan belajar di Bogasari Baking Center (BBC). Ia pun semakin lebih paham mengenai kegunaan bahan dalam setiap proses pembuatan kue dan roti, termasuk dalam pemilihan tepung terigunya. Ia memilih untuk menggunakan tepung Bogasari karena bisa membuat roti dan kue lebih banyak dan enak. Sekitar 2 tahun berjalan, Eriyanto mampu membuka outlet baru dengan ukuran yang lebih besar dan konsep yang lebih moderen. “Kita merubah konsep menjual roti yang murah menjadi menjual roti yang enak. Jadi sekarang roti yang kami jual itu semuanya harus enak. Walaupun demikian, kami tetap berusaha meminimalkan biaya. Agar masih masuk ke kantong mereka semua,” jelas pria kelahiran tahun 1974 itu. Alhasil usahanya berkembang. Selain outlet dan konsumi tepung terigu meningkat, Papa Cookies juga sudah memiliki puluhan varian roti yang dijual dengan harga mulai Rp 5.500 - Rp 42.000. “Yang menjadi best seller ialah Chiffon Papa Cookies khas Sragen,” tambahnya. Di sela kesibukan pencapaian usahanya, Eriyanto tetap peduli dengan apa yang terjadi di sekelilingnya. Ia selalu menyediakan beasiswa bagi anak karyawan atau warga di sekitar tempat usahanya. Papa Cookies juga rutin membagikan air bersih ke beberapa daerah yang terdampak kekeringan, dan melakukan beberapa kegiatan sosial lainnya. “Yang pasti kalau mau buka usaha jangan takut melangkah dan cintailah apa yang sedang ditekuni,” ucap Alumni STIE YKPN Yogyakarta ini. (EGI) Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019 17


Memang dari dulu saya hobi memasak, dari kecil sampai kuliah itu saya ambil jurusan tata boga. Saya dulu dari SKP (Sekolah Keterampilan Putri), kalau anak sekarang itu setara SMP (Sekolah Menengah Pertama). Kemudian lanjut masuk SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) dan IKIP (Institute Keguruan dan Ilmu Pendidikan). Di sana pun saya ambil jurusan tata boga. Begitulah kira-kira jawaban Esty Prasetyawati saat ditanya kenapa memilih usaha roti dibanding usaha lainnya. Kendati demikian, setelah lulus kuliah tahun 1986, ia tidak langsung membuka usaha roti. Ia sempat mencicipi dunia pengajaran sebagai staf pendidik di salah satu sekolah di Jakarta. Itu bertahan kurang lebih 6 tahun. Di tahun 1992, Esty memutuskan untuk membuka usaha roti dengan nama Dynamic Bakery. “Dulu di sini adalah tempat fitness, namanya ‘Dynamic Fitness’, lalu tutup dan kita buka outlet bakery. Karena orang-orang di wilayah sini sudah familiar dengan nama itu, jadi namanya tetap kita pertahankan. Itu sampai sekarang,” jelas Esty. Menggunakan alat-alat sederhana, di awal usahanya Esty menghabiskan tepung terigu Cakra Kembar sekitar 20 kg per hari. Ia membuat roti manis, roti keset dan roti tawar yang kemudian dijual dengan harga Rp 500. Usahanya berjalan lambat, sehingga ia memutuskan untuk ikut kursus di Bogasari Baking Center (BBC) selama 1 setengah bulan. “Kita diinfokan nama-nama tepung, bagaimana sifat-sifat tepung dan kegunaan setiap bahannya. Kemudian diajarkan dasar-dasar membuat roti, semuanya saya dapat ilmu dari pelatihan Bogasari,” akunya. Tahun ke tahun Dynamic Bakery terus berkembang. Ia pun mengembangkan berbagai jenis roti, kue, dan jajanan tradisional. Kini, berbagai olahan roti dijualnya dengan harga dari Rp 11.500-50.000. Jajanan tradisional dijualnya dengan harga Rp 7.000-35.000. Untuk cake, Hobi dari Kecil 18 Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019 Konsumsi Terigu Per Bulan : +-320 sak Karyawan : 107 orang Dynamic Bakery Tempat Produksi + Outlet : 12 Nominator Bogasari SME Award 2019 Berujung Sukses


harganya menyesuaikan sesuai dengan tingkat kesulitan dan ukurannya. Semakin dikenalnya produk Dynamic Bakery, membuat Esty semakin bersemangat dalam melakukan promosi. Akibatnya banyak pesanan yang datang dari berbagai instansi dan perusahaan, baik swasta maupun pemerintah. Termasuk BUMN, kepolisian dan TNI. Selain bertambahnya pesanan, outlet Dynamic Bakery juga kian menjamur seiring munculnya mall-mall di Jakarta. “Pas pertama itu kita masuk mall Diamond, terus berkembang kita juga buka di Mall Kelapa Gading (MKG) 2 di tahun 1994, sekitar tahun 2000- 2005 di MKG 3, kita juga buka di Puri Indah Mall dan masih ada lagi. Sekarang total outlet kita ada 12,” jelasnya. Konsumsi tepung terigu Dynamic Bakery pun bertambah menjadi sekitar 80 sak per minggu, atau sekitar 320 sak per bulan. Selain inovasi produk, yang bisa membuat merek bertahan hingga saat ini ialah konsistensi membuat produk yang natural dan sehat. Ditambah dengan kejujuran terhadap pelanggan. Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019 19 “Sejak dulu bahan-bahan yang kita gunakan adalah bahan-bahan yang natural, dan sehat. Karena kita memang sejak awal concern pada roti yang sehat. Tips dari saya bagi yang ingin membuka usaha ialah berikan yang terbaik, jujur terhadap konsumen, dan konsisten terhadap apa yang sedang dituju,” pungkasnya. Berkat perkembangan usaha dan konsistensinya dalam mengampanyeukan produk sehat, Dynamic Bakery terpilih sebagai Nominator Bogasari SME Award 2019 kategori Gold. (EGI)


Hidup terus berputar dan merupakan proses belajar. Seperti halnya Slamet Raharjo yang berlatar belakang pengajar desain grafis, justru berhasil sebagai pengusaha tortilla atau kulit kebab. Dalam sehari usahanya yang bernama Indo Frozen Food berhasil memproduksi dan memasarkan ribuan lembar kulit kebab ke berbagai daerah. Empat tahun pertama, pelaku usaha di Surabaya ini memang hanya menjual tortilla milik temannya. “Saya basic-nya adalah pengajar desain grafis. Karena perusahan tempat bekerja dulu ada kendala keuangaan. Jadi, mau tidak mau saya harus mencari pekerjaan lain. Kemudian, ada salah satu pelanggan saya yang menawarkan untuk menjadi re-seller tortilla miliknya. Itu terjadi 9 tahun silam, atau sekitar tahun 2011,” ungkap Slamet. Sempat mengalami kelangkaan tortilla di tahun 2016, pria kelahiran 1 Februari 1976 itu pun mulai kursus membuat tortilla di salah satu lembaga swasta di Surabaya. Akhirnya di tahun itu juga ia langsung memberanikan diri untuk produksi tortilla sendiri. Awalnya ia dibantu istri dan 1 orang karyawan hanya memproduksi 3-5 sak terigu Segitiga Biru. Satu sak atau 25 kg terigu Segitiga Biru bisa membuat kurang lebih 25 pack tortilla berukuran sedang, atau 22-23 pack untuk tortilla ukuran besar. Satu pack berisi 20 lembar kulit kebab. Lambat laun, penjualan mulai membaik dan produksi pun meningkat. Hingga Awal tahun 2020 Indo Frozen Food sudah memiliki 1 outlet dan 1 rumah produksi yang mampu menghabiskan minimal 20 sak @25 kg terigu Segitiga Biru per hari atau sekitar Jual Ribuan Lembar Kulit Kebab Per Hari 20 Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019 Konsumsi Terigu Per Bulan : >600 sak Karyawan : 55 orang Tempat Produksi + Outlet : 2 Indo Frozen Food Nominator Bogasari SME Award 2019


600-700 sak yang setara dengan 15 ton per bulannya. Dengan kata lain saat ini Indo Frozen Food memproduksi minimal 10 ribu lembar kulit kebab per harinya. “Selain menjual secara online, kini ia memiliki 1 outlet untuk melayani pembelian langsung secara offline. Outlet-nya buka dari pukul 07.00-19.00 WIB. Hari Minggu juga kita buka. Sedangkan untuk produksi hanya sampai jam 16.00 WIB,” tambahnya. Slamet mengaku memilih terigu Segitiga Biru produksi Bogasari karena tortilla yang dihasilkannya menjadi lebih bagus. Tidak mudah sobek dan bisa menyerap bumbu dengan baik. Dari sisi produksinya pun lebih cepat ketika dilakukan penge-press-an. “Karena penjualan awal-awal masih sedikit, kami menambahkan sosis dan nugget untuk mendongkrak penjualan. Kami pun membuat variasi baru pada tortillanya, jadi totalnya ada 4 varian tortilla yang kami jual, yakni crispy, lentur, black papper dan pedas. Bisa dibilang juga, kami memfokuskan diri menjadi penyedia bahan baku kebab,” urai Slamet. Guna menjalankan aktivitas usahanya, pria berjanggut tipis itu sekarang dibantu sekitar 25 orang untuk penjualan dan 30 orang untuk produksi. Demi menjaga pelanggan, ia tidak berani menaikan harga jual produknya dari dulu hingga sekarang. Untuk tortilla crispy dan lentur, harganya masih tetap Rp 24 ribu. Sedangkan rasa pedas dan black papper harganya Rp 30 ribu. Dalam waktu dekat Slamet berencana menambah outlet untuk mengakomodir pelanggannya yang berada di wilayah sekitaran Surabaya. Ia juga sedang mencanangkan program pelatihan untuk beberapa orang yang diproyeksikan menjadi re-seller Indo Frozen Food. Berkat kemajuan usahanya dengan memanfaatkan teknologi internet hingga bisa memasarkan ke berbagai daerah, Indo Frozen Food pun terpilih sebagai Nominator Bogasari SME Award 2019 kategori Gold. (EGI) Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019 21


Menekuni pekerjaan dengan harus meninggalkan keluarga bukanlah perkara mudah. Apalagi pekerjaan yang ditekuni lumayan jauh dari daratan. Seperti yang dirasakan Jamani Sukiban Kasman yang selama 16 tahun kerja sebagai pelaut. Ia sangat jarang ketemu keluarga karena lebih banyak berlayar. Kerinduanya sebagai seorang suami dan ayah saat melaut sering menghantuinya. Ibarat peribahasa pucuk di cinta, ulam pun tiba. Jamani yang tengah berpikir keras, ditawari kakak dan adiknya menjadi pengusaha roti seperti mereka. Hingga awal tahun 2020, usaha roti dengan merek “Cahaya Nikmah” miliknya di Samarinda sudah mampu menghabiskan minimal 250 sak atau 6 ton terigu Cakra Kembar per bulannya. Karyawan usaha roti milik pria yang hanya lulusan SMP ini sudah mencapai 20 orang. Ia juga memiliki 3 mobil dan 3 unit motor untuk memasarkan produknya ke beberapa wilayah di sekitar Kalimantan Timur seperti Kabupaten Barong tongkok, Kemela, Wahau, Sangatta, Bontang, Balikpapan, dan Tenggarong. Sampai saat ini, ada 6 varian roti yang diproduksi. Di antaranya ada roti tawar, roti gulung, roti pisang cokelat, pisang strawberry, pisang nanas, dan pisang srikaya. Semuanya dijual dengan harga Rp 5 ribu, kecuali roti tawar yang dijual Rp 10 ribu. “Kita masih menitipkan ke warung-warung. Kedepannya akan membuka outlet di pinggir jalan besar. Agar lebih bisa memperkenalkan produk kita. Tapi sebelum itu, kita ingin membuat pabrik yang terpisah dari rumah. Sehingga produksi bisa lebih efektif dan efisien,” papar ayah dua anak ini. Kisah sukses usaha roti Cahaya Nikmah ini berawal di sekitar bulan April 2015 saat Jamani mendapat kiriman mixer dan oven dari adiknya di Banjarmasin. Saat Buah Kegigihan Mantan Pelaut 22 Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019 Konsumsi Terigu Per Bulan : >250 sak Karyawan : 20 orang Cahaya Nikmah Tempat Produksi + Outlet : 1 Nominator Bogasari SME Award 2019


giliran libur kerja, selama 2 minggu ia habiskan belajar membuat roti dari adiknya yang sengaja datang ke Samarinda. Di minggu ke tiga, saya mulai menjual roti yang dititipkan ke warung-warung. Namun baru berjalan 1 minggu ia sudah harus kembali berlayar dan usaha dilanjutkan sang istri. Meski sedang berlayar, hati dan pikirannya selalu ke usaha rotinya. Begitu Kembali ke daratan, ia pun memutuskan berhenti menjadi pelaut dan fokus menjadi pengusaha roti. Tabungannya senilai Rp 50 juta jadi modal awal. Hanya dibantu sang istri, dalam sehari Cahaya Nikmah langsung menghabiskan 2 sak atau 50 kg terigu Cakra Kembar untuk membuat sekitar 500 buah roti gulung. Baru 3 minggu, Jamani sudah mampu membeli motor untuk menambah penjualan. Melihat kesuksesan Cahaya Nikmah, sekitar 2 bulan kemudian 3 orang tetangganya menawarkan diri jadi sales. “Kita memasarkannya ke wilayah perkebunan karena di sana kebanyakan orang bekerja dengan menggunakan tenaga manusia, bukan alat berat. Roti itu mereka makan untuk sarapan, dan bekal ketika ke kebun. Itu kan praktis bagi pekerja kebun karena tidak ribet dan mengenyangkan,” ucap pria kelahiran 1976 ini. Tidak lekas berpuas diri, Jamani pun kursus membuat aneka roti di Bogasari Baking Center (BBC) Samarinda. Menurutnya, belajar di BBC seperti belajar di bengkel. “Kalau ada masalah produksi, kita bisa bertanya langsung ke bakernya,” ujarnya seraya bersyukur karena sejak latihan di BBC usahanya makin berkembang karena ada inovasi produk. Pesatnya perkembangan usaha Cahaya Nikmah meski belum sampai 5 tahun, membuat para dewan juri Bogasari SME Award 2019 tertarik dan bangga. Usaha pria yang ramah dan sederhana ini pun ditetapkan sebagai Nominator Bogasari SME Award 2019 kategori Gold. Jamani sungguh bersyukur. Selain mendapat penghargaan, ia juga pernah diberangkatkan Bogasari ke Tanah Suci Mekkah sebagai pemenang Gelegar Bogasari Mitra Card tahun 2017. Baginya kemitraan dengan Bogasari sangatlah bermanfaat. Karena itulah ia tularkan ide usaha roti kepada kakanya yang di Kabupaten Penajam, Kalimantan Timur. Alhasil sudah 4 dari mereka 7 bersaudara yang jadi pengusaha roti dan semuanya bermitra dengan Bogasari. (EGI/RAP) Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019 23


“Manusia hanya bisa merencakan, tapi semuanya Tuhan yang menentukan”. Sebagian dari kita mungkin pernah mendengar pepatah yang berbunyi demikian. Begitu juga dengan Susanto, Pemilik Serba Jadi Dua Bakery, Aceh. Ia percaya hasil, takan pernah menghianati usahanya selama ini. Hal itu terbukti pada usaha roti miliknya. Setelah membuka target pasar baru 2015 lalu, kini ia sukses menjadi salah satu pengusaha roti di Aceh. Jadi Usahawan Berbekal Keyakinan “Usaha Serba Jadi Bakery ini didirikan oleh almarhum ayah saya, sekitar tahun 1996. Sepeninggalan ayah, Serba Jadi Bakery diteruskan oleh kakak pertama saya. Belakangan saya membuka yang baru dengan nama Serba Jadi Dua Bakery,” jelasnya. Ketika dikelola sang kakak, Susanto hanya bantu-bantu saja. Ia lebih memilih untuk membuka usaha jasa fotokopi. Itu pun tak berselang lama, ia kemudian mendapat pekerjaan sebagai pegawai bank swasta di Aceh. Melihat banyaknya ceruk pasar yang belum tersentuh oleh usaha yang dipegang kakaknya itu, tahun 2015 Susanto pun memutuskan untuk kembali bergelut dengan roti. “Melihat masih banyaknya permintaan roti yang tak bisa dicukupi Serba Jadi Bakery, di tahun 2015 saya membuka lagi usaha roti dengan nama ‘Serba Jadi Dua Bakery’. Masih sama 24 Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019 Konsumsi Terigu Per Bulan : >600 sak Karyawan : 13 orang Tempat Produksi + Outlet : 1 Serba Jadi Dua Bakery Nominator Bogasari SME Award 2019


dengan Serba Jadi Bakery, hanya saja target pasarnya yang berbeda,” ujarnya. Jika Serba Jadi Bakery menyasar kalangan menengah ke bawah, Serba Jadi Dua Bakery menyasar pasar swalayan-swalayan yang ada di Banda Aceh. Ia menitipkan roti tawar buatannya dengan harga Rp 10 – 15 ribu. Dengan dibantu 2 orang karyawan, usaha Susanto mampu menghabiskan 2-3 sak atau 50-75 kg terigu Cakra Kembar. Baginya, tahun pertama merupakan tahun yang sangat berat. Karena ia harus merubah mindset dari seorang karyawan menjadi seorang pengusaha. “Yang biasa diatur sama perusahaan, sekarang harus mengatur perusahaan sendiri. Jadi banyak yang belum pernah kita tangani, dan harus mempelajari itu semua,” aku Susanto. Keyakinan Susanto pun terbukti. Usahanya mulai menuai hasil. Satu tahun berjalan, Susanto mulai menitipkan roti tawarnya di Indomaret wilayah Banda Aceh. Tidak hanya itu, ia mulai memproduksi roti bakar Bandung, dan roti burger sesuai pesanan atau istilah lainnya “Production by Order (PO)”. “Alhamdulillah, setelah kurang lebih 5 tahun berjalan, Serba Jadi Dua Bakery sudah menyuplai ke Indomaret di Banda Aceh, Aceh Besar, Sigli dan Meulaboh. Dalam sehari saya dibantu 13 orang karyawan bisa menghabiskan rata-rata 20 sak atau ½ ton terigu Cakra Kembar per hari,” papar pria 37 tahun itu. Seperti anak burung yang sedang belajar terbang, Serba Jadi Dua Bakery akan terus mengepakkan sayapnya. Ia berencana membuka pasar di wilayah Medan dan sekitarnya. Berkat usahanya yang mampu tumbuh dengan begitu cepat Ia terpilih sebagai Nominator Bogasari SME Award 2019 kategori Gold. (EGI) Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019 25


S etiap tahunnya ribuan orang berlatih di Bogasari Baking Centar (BBC) yang tersebar di berbagai daerah. Mulai dari BBC yang di pulau Sumatera, Jawa dan terjauh Kalimantan. Sampai saat ini total BBC berada di 15 kota, yakni Aceh, Medan, Palembang, Padang, Bandung, Cirebon, Bogor, Jakarta, Tangerang, Kediri, Semarang, Surabaya, Jember, Samarinda dan Banjarmasin. Dari ribuan alumni pelatiha BBC yang tersebar di berbagai kota tersebut, cukup banyak yang membuka usaha dan tidak sedikit yang berhasil meraih sukses. Bahkan ada yang menjadi “raksasa” bakery di sejumlah tempat. Termasuk diantaranya adalah Dea Bakery yang berlokasi di Malang. Usaha yang dirintis dan dikelola Mulyani sejak tahun 2009 ini terus berkembang pesat setiap tahunnya. Sampai awal tahun 2020 ini, Dea Bakery sudah memiliki 21 outlet di willayah Malang dengan jumlah total karyawan 340 orang. Pencapaian sukses Dea Bakery ini mendapat apresiasi dari dewan juri sebagai The Best of Bogasari SME Award 2019 kategori Platinum. Platinum adalah kategori keanggotaan Bogasari Mitra Card (BMC) dengan pemakaian terigu minimal 750 sak atau 18,75 ton per bulannya dan maksimal 3000 sak. Usaha Dea Bakery menghasilkan ribuan produk roti dengan jumlah varian sekitar 120 macam. Untuk menghasilkan ribuan roti setiap harinya, saat ini Dea Bakery sudah menghabiskan minimal 1 ton tepung Bogasari sehari atau rata-rata sekitar 40 ton per bulannya. Penggunaan terigu terbanyak ialah terigu Cakra Kembar Emas, yakni sekitar 80- 90%. Sedangkan harga jual roti Dea Bakery beragam dari Rp 2.500 – Rp 18.000. Ada juga produk cake dengan harga di kisaran angka ratusan ribu. Mulyani kecil lahir di Jakarta, 28 Agustus 1970 silam. Ia tumbuh dan besar di kota metropolitan hingga tahun 1996. Hanya berbekal ijazah SMA, ia merantau mencari nafkah ke kota Medan tahun 2004. Pernah bekerja di perusahaan swasta dan membuka usaha mandiri. Jualannya macammacam, mulai dari jualan mie ayam, pao, pakaian, dan bahkan ikan asin. Setelah 4 tahun tinggal di Medan, ia memutuskan untuk belajar membuat kue di BBC Medan. “Proses itu saya nikmati sekali dan tertanam sampai sekarang. Saya tahu kalau misalnya Raksasa Bakery dari Alumni BBC 26 Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019 Kategori Platinum Konsumsi Terigu Per Bulan : >1.200 sak Karyawan : 340 orang Dea Bakery Tempat Produksi + Outlet : 21 Nominator Bogasari SME Award 2019


bahan ini segini nanti hasilnya akan begini, Jika diberi tepung yang ini nanti hasilnya akan begini. Bersyukur saya pernah belajar di Bogasari,” jelasnya. Rezeki memang dimana saja. Setahun kemudian 2009 Mulyani pindah ke Kota Apel, Malang, Jawa Timur. Di salah satu pasar, ia mencoba membuka toko bahan kue kecil bernama “Toko Dea”. Dea adalah nama anak bungsu yang selalu menemaninya membuat kue. Ia kemudian mengajak para pelanggan dan saudaranya untuk membuat kue bersama. Ilmu yang didapatkannya dari BBC pun ditularkannya. Alhasil tempat yang awalnya hanya toko bahan kue, menjelma jadi sebuah tempat kursus membuat kue. Waktu terus berjalan, guna menambah wawasan, tahun 2006 Mulyani Kembali kursus di Bogasari. Dengan alat dan bahan sederhana, akhirnya wanita tangguh ini membuka outlet bakery pertama. Bersama 6 orang karyawannya ia bisa membuat 1.000 roti per hari dengan 12 varian rasa, di antaranya abon, coklat, keju, dan kacang hijau. Saat itu harga roti buatannya dijual Rp 1.000. Sedangkan konsumsi terigu paling banyak 20 kg per hari. “Saya dulu benar-benar jadi teknisi, yang lari ke sanakemari, yang belanja ke sana-sini. Mulai persiapan, bikin kue dan roti, sampai pengirimannya. Itu berjalan selama setahun. Tahun 2010 awal, saya berani buka cabang,” ungkap wanita berusia 50 tahun itu. Hampir setiap 3 bulan, Mulyani membuka outlet baru. Ketika sampai di outlet ke 7, ia mulai agak kelabakan mengelolanya. Akhirnya ia membangun suatu SOP (Standard Operational Procedure) agar semua bisa dikelola dengan mudah dan lancar. Selama pembenahan manajemen, 3 tahun Dea Bakery stop buka gerai baru dan sibuk menerima serta mendidik tim kerja yang baru. Dea Bakery pun melakukan peremajaan di berbagai lini usahanya. Mulai dari logo, tagline, kemasan, desain outlet dan masih banyak lagi. Ibu 3 orang anak ini juga menanamkan 3 filosofi kemenangan dalam usahanya. Pertama, kemenangan pelanggan. Dea Bakery harus memberikan kepuasan kepada pelanggan. “Karena jika mereka puas, mereka akan kembali membeli roti di Dea Bakery,” ucap Mulyani. Kemenangan kedua, mitra kerja / karyawan. Kebutuhan mereka harus sangat kita perhatikan. Karena jika karyawan merasa nyaman, akan kerja secara loyal. Kemenangan ketiga ialah pemasok. “Kita harus mempermudah pembayaran agar mereka mempermudah proses distribusi,” tegas Mulyani. Guna menjaga mental karyawan, Dea Bakery memiliki program De Avenger penghapal Al-Quran. Ia bersama karyawan mengadakan camp seperti pesantren kilat untuk menghapal Al-Quran. Tidak hanya itu, ada juga program pemberangkatan umrah untuk karyawan dan pelanggan. Secara rutin Dea Bakery juga memberikan bantuan sembako untuk warga sekitar, panti asuhan dan pondok pesantren. “Kita nggak mau usaha ini hanya untuk mencari uang. Saya ingin usaha ini bisa menjadi jalan dakwah juga. Alhamdulillah, berkat doa dari mereka semua, Dea Bakery bisa terus berkembang menjadi seperti sekarang,” ucap Mulyani sembari tersenyum. Alhasil sampai awal tahun 2020, Dea Bakery sudah memiliki 21 gerai di willayah Malang. Mayoritas produksi memakai terigu Cakra Kembar Emas. “Kalau pakai CKE ini memang betul bisa pakai air lebih banyak. Alhasil produk yang dibuat juga bisa jadi lebih banyak. Terus lebih putih, lebih halus , lebih tahan lama, dan nggak gampang kempes,” akunya. (EGI/RAP) Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019 27


Adalah Farida, wanita yang memiliki naluri bisnis yang cukup tinggi. Setelah 10 tahun menjalankan usaha toko oleh-oleh yang merupakan titipan dari berbagai UKM di Yogyakarta, ia memutuskan untuk memproduksi sendiri. Tahun 2009 ia dibantu karyawan tokonya mulai memproduksi bakpia sendiri. “Kalau untuk pertama kali hanya saya dibantu dengan staf yang sudah bantu sejak saya buka toko oleh-oleh. Kami berdua bukan chef. Kita samasama belajar dari nol. Kita trial and error. Bakpianya belum dijual, masih kita bagikan gratis. Pemakaian terigunya juga masih kiloan. Benar-benar masih sedikit,” kenangnya. Kini 10 tahun lebih sudah berlalu, usaha dengan merek Bakpia Kencana ini sudah memiliki 4 tempat produksi dan 8 gerai. Farida bahkan memasok ke hotelhotel di Yogyakarta dan seluruh restoran Pondok Cabe. “Dalam sebulan Bakpia Kencana bisa menghabiskan 19 ton terigu Segitiga Biru per bulannya. Jumlah karyawan kami, alhamdulillah sudah lebih dari 100 orang,” ungkap wanita sarjana akuntansi tersebut. Farida pun memaparkan sejarah panjang usaha Bakpia Kencana yang diawali dari krisis ekonomi tahun 1998. Saat itu bagi mereka yang punya usaha, ada yang coba terus bertahan, ada pula yang beralih usaha. Satu diantaranya adalah usaha keluarga orangtua Farida. Kedua orangtuanya mulai kebingungan karena bisnis penyewaan toko di lokasi Rest Area Ambar Ketawang, Yogyakarta milik mereka semakin terdampak krisis moneter. “Jadi saat itu ada bangunan yang dipakai kakak saya sebagai dealer mobil terkena dampak krisis moneter hingga akhirnya gulung tikar. Saya diminta orang tua untuk membuka usaha baru. Saya memutar otak, bagaimana caranya agar rest area yang berisi pom bensin dan rumah makan itu bisa hidup kembali. Terbesitlah usaha membuka toko oleh-oleh” ungkap Farida. Menurut Farida, membuka toko oleh-oleh cukup sederhana tapi sangat mengena karena saat itu memang belum ada di tempat peristirahatan tersebut. Dan hanya pom bensin serta rumah makan yang bisa bertahan di saat itu. Dari Penitipan Menjadi Pabrikan 28 Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019 Konsumsi Terigu Per Bulan : +-850 sak Karyawan : >100 orang Bakpia Kencana Tempat Produksi + Outlet : 12 Nominator Bogasari SME Award 2019


“Pertama pengadaan barang itu kita nyari sendiri, kita beli dulu. Kita pontang-panting mencari supplyer (pemasok) yang mau mengisi toko kita. Bahkan sampai kita iklankan di koran. Setelah 2 tahun berjalan, baru ada supplyer yang mau,” papar wanita kelahiran Yogyakarta, 28 Juni 1974 ini. Semakin terkenalnya Rest Area Ambar Ketawang, membuat semakin banyaknya UKM produsen makanan khas Yogyakarta yang menitipkan produk di toko oleh-oleh milik keluarga Farida. Setelah 10 tahun, tepatnya 2009, akhirnya muncul hasrat dalam diri Farida untuk memproduksi bakpia sendiri. “Bakpia Kencana, itulah merek produk kami. Karena bakpia kita memang warnanya ke kuning-kuningan seperti kemilau emas. Kencana juga menandakan sesuatu yang berharga. Jadi kami berharap produk kami bisa jadi makanan yang berharga bagi siapa saja penikmatnya,” ucap Farida. Di awal produksi ia mengaku, setelah beberapa kali melakukan percobaan, pilihan terigunya jatuh kepada Segitiga Biru produksi Bogasari. Menurutnya tekstur bakpia buatannya menjadi lebih lembut di mulut. Pengembangannya juga sesuai dengan apa yang ia harapkan. Hal ini yang membuatnya semakin yakin dan berani untuk terus memproduksi bakpia. Rasa bakpianya pun bertambah 2 varian, yakni cokelat dan keju. Satu kotak isi 20 Bakpia Kencana bisa dibawa pulang dengan harga Rp 47.000 atau hampir 2 kali lipat dari pertama kali ia produksi. Selama perjalanan usaha 11 tahun ini, hal yang paling berkesan bagi Farida adalah saat Bakpia Kencana dipesan sejumlah orang penting di Indonesia. Diantaranya presiden Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono yang pesan untuk konsumsi di beberapa acaranya. “Keluarga Pak Soeharto juga sering memesan Bakpia Kencana, sekali order bisa lebih dari 200 kotak,” ungkap Farida dengan bangga. Dalam berusaha, ia berpesan, menjadi seorang pengusaha itu harus amanah dan komitmen. Agar usahanya bisa dipercaya oleh berbagai pihak, termasuk pelanggan dan pemasok bahan. Karena membangun kepercayaan itu cukup susah, jadi jangan sampai disia-siakan. Kesuksesan Bakpia Kencana ini kemudian mendapat penghargaan sebagai Nominator Bogasari SME Award 2019 kategori Platinum. (EGI) Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019 29


K esalahan tidak selamanya membawa kerugian. Tapi malah bisa menjadi pembawa keberuntungan. Seperti yang dirasakan Yulianti dan suami, Heru Litanto pemilik usaha Roti Jepang Morinaga yang berlokasi di Samarinda, Kalimantan Timur. Akibat kesalahan cetak nama di kemasan, usaha mereka makin berkembang. Bahkan dalam sehari, Roti Jepang Morinaga mampu menghabiskan 20-40 sak terigu Cakra Kembar produksi Bogasari atau 30 ton per bulannya. Bahkan berkat kemajuan usahanya ini, Yulianti terpilih sebagai Nominator Bogasari SME Award 2019 kategori Platinum. “Awalnya, nama usaha kami bukanlah bernama Roti Jepang Morinaga, melainkan Roti Gepeng Morinaga. Karena kesalahan Menjadi Booming Karena Salah Nama cetak film untuk kemasan roti, sejak tahun 2017 dipakailah nama Roti Jepang Morinaga. Dari ‘Gepeng’ jadi ‘Jepang’. Tanpa disangka, kesalahan cetak itulah yang membuat usaha kami semakin booming. Perubahan itu, ternyata diikuti saudaranya yang di Surabaya sehingga resmi berganti nama jadi Roti Jepang Morinaga,” ungkap wanita pengusaha yang biasa dipanggil Ceu Yuli ini. Roti Gepeng Morinaga sebenarnya usaha waralaba milik saudaranya yang berpusat di Surabaya dan mulai berdiri tahun 1980-an. Namun sistem waralaba baru terbuka untuk saudara dekat, kerabat dan atau yang sudah dikenal baik. “Kenapa dulu namanya Roti Gepeng Morinaga, karena dulu pas awalnya kita menggepengkan roti masih secara 30 Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019 Konsumsi Terigu Per Bulan : >750 sak Karyawan : >20 orang Tempat Produksi + Outlet : 1 Roti Jepang Morinaga Nominator Bogasari SME Award 2019


cetak film untuk kemasan roti, sejak tahun 2017 dipakailah nama Roti Jepang Morinaga. Dari ‘Gepeng’ jadi ‘Jepang’. Tanpa disangka, kesalahan cetak itulah yang membuat usaha kami semakin booming. Perubahan itu, ternyata diikuti saudaranya yang di Surabaya sehingga resmi berganti nama jadi Roti Jepang Morinaga,” ungkap wanita pengusaha yang biasa dipanggil Ceu Yuli ini. Roti Gepeng Morinaga sebenarnya usaha waralaba milik saudaranya yang berpusat di Surabaya dan mulai berdiri tahun 1980-an. Namun sistem waralaba baru terbuka untuk saudara dekat, kerabat dan atau yang sudah dikenal baik. “Kenapa dulu namanya Roti Gepeng Morinaga, karena dulu pas awalnya kita menggepengkan roti masih secara manual menggunakan paralon. Nah pas pergantian nama dari ‘Gepeng’ ke ‘Jepang’ sempat sebagian orang bertanya apakah masih sama isi dan rasanya. Mungkin karena sama-sama da ‘Morinaga’ yang terkesan Bahasa Jepang jadi orang percaya-percaya saja,” ujar wanita asli kelahiran Pontianak 34 tahun lalu ini sembari tertawa. Yuli bersama suaminya mengembangkan Roti Jepang Morinaga di Samarinda mulai tahun 2005. Di Kota Tepian itu mereka melakukan produksi dengan alat yang masih serba manual sehingga butuh kerja ekstra. “Dengan kondisi pabrik yang kecil, dan dikerjakan masih secara manual, saya dan 30 orang karyawan kerja bisa sampai jam 9 malam. Karena harga jualnya hanya Rp 500 kita produksi banyak, agar menutup biaya produksi,” kenangnya. Tahun 2017, produksi Roti Jepang Morinaga mulai menggunakan mesin otomatis. Alhasil produksinya menjadi lebih efektif dan efisien. Jam operasionalnya semakin pendek, paling mentok selesai sekitar jam 2 siang. Setiap mesinnya maksimal dipegang 5 orang. Kurang lebih karyawan produksinya ada sekitar 20 orang. Untuk proses mixer juga sudah di-upgrade ke mesin yang lebih besar. Uniknya, meski sudah memakai mesin otomatis, khusus pengemasan akhir masih menggunakan cara tradisional. “Kasihan karyawan di bagian pengemasan yang mayoritas ibu rumah tangga nanti menjadi pengangguran. Apalagi mereka yang sudah tidak bersuami,” kata Yuli. Sekarang usahanya hanya fokus memproduksi pia basah dengan 4 varian rasa, yakni kacang hijau, kelapa, dan keju susu. Harga jualnya pun berubah menjadi Rp 1.000 per pcsnya, atau Rp 10.000 per paknya. Semuanya dipasarkan ke distributor dan agen makanan ringan di Samarinda serta beberapa kota disekitarnya menggunakan sales. Ada 2 jenis sales (tenaga pemasaran) yakni sales pabrik dan sales freelance. Sales pabrik sengaja direkrut untuk mengirim dan menjual produknya, sedangkan freelance ialah orang yang sengaja membeli ke pabrik untuk dijual atau disalurkan kembali. Pemasarannya bisa ke Bontang, Sanga-sanga, Sangatta, bahkan bisa sampai ke Wahau, Berau, Malinau dan seklitarnya. Selama menggunakan tepung Bogasari, wanita yang juga aktif sebagai influencer di Instagram itu mengaku puas. Dari segi kualitas, roti yang dihasilkannya menjadi lebih lembut dan mengembang pas. “Tidak mengecewakan, membuat produk kami menjadi lebih baik dari sebelumnya. Jadi membantu UKM seperti kita untuk mengembangkan usahanya. Bogasari sudah terpercaya sejak zaman nenek kita dulu yah,” akunya. (EGI/RAP) Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019 31


K isah usaha “Monica & Loren” yang berlokasi di Lampung seolah mengingatkan kita pada halaman awal tentang “Adila Snack” di Jambi yang mengawali sukses dari camilan keluarga. Wati Imbarti pemilik Adila Snack , adalah ibu rumah tangga yang coba membuat camilan keripik bawang untuk keluarga. Tak disangka berkembang menjadi sebuah usaha yang cukup sukses. Demikian halnya dengan kisah usaha Monica & Loren, berawal dari kesukaan neneknya Ijlal Habibi membuat kue pia untuk keluarganya. “Kebetulan oma (nenek) saya dulu sering membuat kue pia untuk cemilan keluarga, resepnya kemudian diberikan ke ibu saya, Srie Suraini. Akhirnya ibu coba membuat kue pia lalu dijual. Itu sekitar awal tahun 2000 dan S u k s e s M e w a r i s i Resep Nenek umur saya masih 5 tahun waktu itu,” ungkap Ijlal Habibi, penerus usaha Monica & Loren. Ijlal Habibi menceritakan, dari resep nenek buat kudapan keluarga lalu menjadi usaha rumahan yang dikerjakan ibunya sendirian. Produksinya sangat sedikit dan sehari paling menghabiskan kurang dari 15 kilo terigu terigu Segitiga Biru. Produk ibunya saat itu hanya kue pia dengan 3 varian rasa, yakni keju, coklat, dan kacang hijau. “Satu karung terigu Segitiga Biru waktu itu paling baru bisa habis 1-2 hari. Harga jualnya juga masih Rp 500 per biji. Jalan 1 tahun, ibu saya mulai membuat roti dan mulai ada pegawai. Ibu belajar secara otodidak, hanya mencoba-coba saja,” jelasnya. Ijlal Habibi mengisahkan, merek usaha diambil dari nama kedua adiknya Monica dan Loren yang ternyata jadi mudah dikenal pembeli. Alhasil usaha terus berkembang dan sejak tahun 2018, anak pertama dari 3 bersaudara ini mulai pegang kendali usaha yang dirintis ibunya. Di tangan lulusan sarjana salah satu universitas di pulau Jawa ini, usaha Monica & Loren makin berkembang. Yang awalnya hanya memasarkan di provinsi Lampung, kini sudah merambah ke Palembang, Jakarta, dan Tegal. Ia berpesan, kalau ada yang ingin memesan atau sekadar bertanya bisa langsung chat di akun Instagram @monicalorenbakrey. 32 Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019 Konsumsi Terigu Per Bulan : +-1000 sak Karyawan : 40 orang Monica & Loren Tempat Produksi + Outlet : 1 Nominator Bogasari SME Award 2019


Usaha yang dirintis ibunya, tak lagi hanya produksi pia. Tapi menjadi pabrik roti dan kue yang mampu menghabiskan 800 sak tepung Bogasari atau setara 20 ton per bulan. Bahkan jika menjelang lebaran dan akhir tahun, produksinya bisa mencapai 1.000 sak atau 25 ton. “Tepung yang kami gunakan sekarang itu Cakra Kembar, Segitiga Biru, dan Lencana Merah. Pabrik ini dijalankan saya dan 40 orang karyawan. Ibu Hanya jadi pengawas saja,” ungkapnya. Harga roti isi dan kue kering buatan Monica & Loren paling murah ada di harga Rp 4.000 dan yang paling mahal ada di harga Rp 18.000. Sedangkan untuk roti keringnya dijual dengan harga 10.000-20.000. Harga tersebut hanya berlaku di wilayah Lampung. Untuk di luar kota, harga bisa menyesuaikan. Walaupun semakin besar, Monica & Loren tidak memiliki outlet khusus, ia hanya mengandalkan pabrik dan 1 ruangan khusus untuk menerima tamu yang akan membeli produknya. “Dari dulu sampai sekarang kita tidak membuka outlet. Lebih ke tempat konvensional. Dulu pertama kali kita mau jual ke konsumen, pasti kita titipkan. Setelah berjalan mulailah ada yang minta dan langsung datang ke pabrik,” ucap pria yang baru berusia 25 tahun itu. Karena lokasi yang dekat dengan aliran sungai, beberapa kali Monica & Loren mengadakan program pembersihan sungai. Bahkan Ijlal dan beberapa karyawannya terjun langsung membersihkan sungai tersebut. Ia juga sering memberikan bantuan jika ada warga sekitar membutuhkan tambahan dana untuk pembangunan fasilitas umum seperti jalan raya dan lain sebagainya. “Bahkan beberapa kegiatan keagamaan juga sering kami bantu. Misalnya kami berikan diskon saat memesan roti untuk snack box-nya. Kami juga ikut program ‘Jumat Berbagi’ di Lampung, jadi setiap Jumat kita membagikan makanan untuk orang-orang di pinggir jalan,” pungkasnya. Atas kesuksesan dan juga kepedulian sosialnya Monica & Loren pun dipilih sebagai Nominator Bogasari SME Award 2019 kategori Gold. (EGI) Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019 33


Darwin Sofjan memulai usaha roti rumahan sekitar tahun 1992 silam. Karena berasal dari produksi rumahan itulah ia memberikan nama usahanya “Home Made Bakery”. Saat itu, ia hanya dibantu istri dan 1 karyawan untuk membuat roti dan menjualnya di stan yang ia sebut I-land unit. Ditambah dengan 15 sales yang berjualan secara keliling menggunakan sepeda. “Kita memang mempersiapkan usaha ini dengan matang. Sebelum mulai produksi saya belajar ke Singapura, Jepang, dan Taiwan selama kurang lebih 6 bulan untuk belajar membuat roti dan pemasarannya,” ungkap Darwin. Karena itulah sejak awal usahanya sudah bisa menghabiskan 1-2 sak @ 25 kg terigu Cakra Kembar produksi Bogasari untuk membuat roti dengan 15 varian rasa, termasuk roti tawar. Harga jualnya pun masih tergolong murah hanya sekitar Rp 700. Sekitar tahun 1993, Darwin mendapatkan tempat di Mall Kelapa Gading yang berdiri sejak tahun 1990-an. Sejak itu, mulailah ia masuk ke mall-mall di Jakarta. Tahun 1995 ia mengganti armada distribusi dari sepeda miliknya dengan sepeda motor. Alhasil, merek Home Made Bakery menyebar dengan cukup cepat. Namun di tahun 1998 akibat krisis moneter harga-harga bahan melonjak 3-4 kali lipat. Banyak usaha makanan berguguran saat itu, tapi Darwin Pemain Lama Yang Sukses Bertahan 34 Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019 Konsumsi Terigu Per Bulan : +-1.500 sak Karyawan : Tempat Produksi + Outlet : 21 Home Made bakery Nominator Bogasari SME Award 2019


memilih bertahan dengan mengurangi produksinya. Sekitar 2-3 bulan ia paksakan dengan berusaha menaikan harga secara perlahan. “Tahun 1998 itu benar-benar seperti bumerang untuk usaha makanan. Tepung terigu harganya melonjak 4 kali lipat, bahkan bisa lebih. Belum lagi bahan baku yang lainnya. Tapi itu pilihan, you mau brand-nya bertahan atau tidak? Kita pilih bertahan, dan alhasil brand kita masih eksis sampai sekarang,” ucap pria asli kelahiran Siantar, Sumatera Utara ini. Seturut dengan pemulihan ekonomi nasional, usaha Home Made Bakery pun mulai bangkit dan belajar mengikuti perkembangan zaman. Kurang lebih 27 tahun setelah Home Made Bakery berdiri, ia berevolusi menjadi salah satu perusahaan roti yang cukup besar di Jakarta. Atas kesuksesan inilah Home Made Bakery terpilih sebagai Nominator Bogasari SME Award 2019 kategori Platinum. Yang semula gerainya hanya 1, bertambah menjadi 21 yang tersebar di bilangan Jakarta. Selain menjual secara offline melalui outlet, Darwin juga sudah menjualnya secara online melalui Instagram di @homemadebakeryid. Ditambah 20 armada motornya yang siap berkeliling mendatangi rumah-rumah warga. “Sekarang zamannya sudah beda. Kita tidak bisa mempertahankan pemikiran lama. Sekarang Home Made sudah sangat inovatif. Mau offline ada, mau online juga ada,” jelas pria yang pernah berprofesi sebagai agen distribusi film itu. Dalam sehari Home Made Bakery bisa menghabiskan 50 sak tepung Bogasari atau setara 38 ton per bulannya. Tepung terigu Bogasari yang dipakai saat ini adalah Cakra Kembar untuk membuat roti, Segitiga Biru untuk cake, dan terigu Naturich untuk membuat roti. Selain produksi ribuan roti setiap hari, ia juga memproduksi cake ulang tahun dengan harga di kisaran Rp 200.000 – Rp 500.000. Sedangkan cake custom berada di kisaran Rp 1,6 juta atau sesuai dengan model permintaan pelanggan. Dalam waktu dekat, pria kelahiran tahun 1963 ini berencana mengembangkan usaha dengan konsep cafe sehingga para pengunjung semakin santai menikmati roti buatannya. Sesuai dengan slogan miliknya yakni “Its Feel Like Home” dan “Taste The Different”. Ia ingin semua orang yang terlibat dalam usahanya merasa aman dan nyaman seperti berada di rumah sendiri. Namun, ia tetap ingin menyajikan sesuatu yang berbeda dengan usaha roti lainnya. “Jadi seperti berada di rumah sendiri. Jika you ada masalah atau keluhan, tolong sampaikan, kasih kita masukan. Home Made Bakery bisa besar seperti ini berkat masukan dari customer,” ucap Darwin. (EGI) Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019 35


Di setiap penghujung tahun, Bogasari menggelar 2 perhelatan nasional yang dipersembahkan khusus untuk para mitra UKM yang tergabung dalam keanggotaan Bogasari Mitra Card (BMC). Yakni, Pengundian Gelegar Hadiah BMC Tahap 2 dan Bogasari SME Award. Keduanya biasanya digelar di pertengahan bulan Desember, namun untuk tahun 2019 ini agak telat dan baru berlangsung Minggu (16/2/2020), tepatnya di Atrium Mall Festival Citylink, Bandung. Khusus untuk pengundian Gelegar Hadiah BMC digelar 2 tahap, dan tahap pertama sudah digelar bulan Agustus lalu di Atrium Big Mall Samarinda, Kalimantan Timur. “Kami mohon maaf atas keterlambatan ini. Ada halhal teknis yang sempat menjadi kendala. Tapi dengan melihat serunya berbagai acara hingga nanti puncak pengundian Gelegar Hadiah BMC Tahap 2 Tahun 2019, kami berharap bisa memuaskan kita semua yang hadir, khususnya warga Bandung,” ucap Ivo Ariawan, Senior Vice President (SVP) Commercial PT Indofood Sukses Makmur Tbk Divisi Bogasari dalam sambutannya sebelum pengumuman pemenang Bogasari SME Award 2019. Acara yang digelar rutin secara tahunan namun berbeda-beda lokasi ini memang dikemas untuk mendekatkan masyarakat dengan UKM. Serangkaian acara yang digelar dari pagi adalah bazaar makanan yang melibatkan 11 UKM mitra Bogasari, aneka lomba yang melibatkan anak SD, SMK dan ibu-ibu dan baking demo. Di sore hingga malam hari, dua acara berskala nasional digelar yakni Pengundian Gelegar Hadiah BMC Tahap 2 Tahun 2019 dan Bogasari SME Award 2019. “Ini adalah apresiasi Bogasari kepada para mitra UKM, sekaligus dalam upaya mendekatkan produk UKM dengan masyarakat. Tidak hanya membeli dan mencicipi produk tapi juga menjadi tempat menggali Berbagai Hadiah dan Kreasi di Kota Bandung Gelegar Hadiah BMC Suasana dan Proses Pengundian hadiah 36 Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019


inspirasi usaha,” ucap Ivo Ariawan, SVP Commercial Bogasari. Bazaar UKM kemarin diikuti Dapoer Snoepen, Pawon Snack, Ubay Kebab, New Top Shopia, Dapur Bunda Yoel, Nana Mie, Lans Cookies, Yanies Cookies, Amanda Brownies, Bolu Lapis Sumedang, dan Prima Rasa. Selain produk UKM, pengunjung juga berkesempatan membeli aneka terigu dan pasta produk Bogasari, serta produk grup Indofood lainnya seperti minyak goreng Bimoli, susu Indomilk,  mie instan Indomie dan lain-lain. Sedangkan berbagai lomba yakni, Lomba Kreasi Roti yang melibatkan 100 murid SD, Lomba Membuat Cake dari Mie dan Lomba Kreasi Bekal Anak. Serangkaian lomba digelar marathon dari jam 10 pagi sampai pukul 2 siang.  Untuk setiap lomba dipilih juara 1,2, dan 3 serta mendapat hadiah. “Tujuan dari ketiga lomba ini adalah  sebagai edukasi kepada masyarakat bahwa bahan makanan berbasis terigu bisa dikreasikan menjadi berbagai cemilan keluarga. Bahkan untuk anak-anak, roti bisa menjadi bekal sarapan di sekolah yang praktis dan kaya akan nutrisi,” kata Ivo. Sementara itu, yang berhak mengikuti pengundian Gelegar Hadiah BMC Tahap 2 Tahun 2019 adalah UKM yang sudah menjadi anggota BMC dan mengirimkan e-kupon periode 1 Juli sampai 31 Desember 2019. Lebih dari 3 juta kupon terkumpul pada periode pengundian kali ini. Adapun hadiah yang disiapkan Bogasari berupa  5 paket umrah, 5 sepeda motor niaga, 60 smartphone, 80 hand mixer dan 150 kupon belanja total senilai Rp 30 juta. Yang beruntung mendapat hadiah utama paket umrah kali ini adalah UKM Mie Arema Roso (Bandung), Mie Sudio Mampir (Tangerang), Aroma Dewi (Sidoarjo), Wati Bakery (Binjai), dan Donat Salmin (Solo). Para pemenang hadiah utama Gelegar Hadiah BMC Tahap 1 dan 2 semula akan berangkat umrah di bulan April 2020 ini. Tapi karena ada wabah virus corona maka terpaksa diundur sampai pemberitahuan lebih lanjut dari pemerintah. (EGI/DEO/RAP) Lomba Menghias Roti diikuti 100 Peserta Juara 1 lomba kreasi mie Simbolisasi penyerahan hadiah Gelegar BMC tahap 2 Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019 37


S elama 4 bulan terakhir ini Muhammad Tamami (50) merasa lebih dekat dengan Tuhan dan makin rajin membaca Al Quran. Ia memang berencana sebelum lebaran 2020 ini ingin mendaftar haji.  Ia juga rajin mengirimkan e-kupon yang di karung terigu Bogasari kemasan 25 kg karena sedang ada pengundian Gelegar Hadiah Bogasari Mitra Card  (BMC) tahap 2 tahun 2019. “Dan Alhamdulillah ya Allah ya Rabbi, doa saya terkabul bisa berangkat ke tanah Ada Yang Rajin Mengaji Ada Pula Yang Susah Tidur suci. Bahkan saya bisa berangkat gratis karena menang pengundian Bogasari. Alhamdulillah, Alhamdulillah..,” ucap Muhamad Tamami berkalikali saat ditelepon Bogasari. Pemilik usaha Mie Arema Roso ini menjadi salah satu pemenang hadiah utama Gelegar Hadiah BMC 2019 tahap 2 yakni 5 paket umrah. Pengundian berlangsung di Atrium Festival Citilink Mall Bandung, Minggu (16/02/2020). Hasil pengundian kali ini cukup menarik, karena terakhir kali anggota BMC yang beruntung mendapatkan hadiah umrah di lokasi pengundian adalah tahun 2017 di Padang.  UKM asal Padang yang beruntung dapat umrah saat itu adalah Rita  pemilik kue kering Lembah Subur.  Bahkan saat menerima hadiah secara simbolis di lokasi acara, Rita tak kuasa menahan air mata. Sama halnya dengan Muhamad Tamami yang merasa kaget dan bersyukur saat ditelepon sales Bogasari, sebagai salah satu orang yang dapat umrah. Pria yang memulai usaha mie sejak tahun 1992 ini dengan haru berkata akan mengajak istrinya Siti Amaroh berangkat sama-sama. “Alhamdulillah saya setia pakai terigu Cakra Kembar produksi Bogasari. Saat ini sekitar 240 sak per bulan dan ini sungguh hadiah yang sangat patut saya syukuri,” ucap pria yang hanya tamatan SD ini.  Buat Anak Lain halnya dengan Taejem dan suaminya Sukijo, Pemilik Mie Sudio Mampir Tangerang yang juga beruntung dapat hadiah umrah dari Bogasari. Mereka mengaku susah tidur selama 3 hari sejak dapat info akan berangkat umrah gratis dari Bogasari. Mereka masih belum yakin, apalagi tidak pernah berharap akan 38 Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019 Pemenang Hadiah Umrah


mendapatkan hadiah dari kupon yang selama ini di-scan melalui aplikasi Bogasari mobile. Dalam sebulan ia men-scan sekitar 160 kupon dari kemasan 25 kg terigu Cakra Kembar yang dibelinya untuk membuat mie. Usaha Mie Sudio Mampir sudah ada sejak tahun 1980 silam. “Sejak diinfokan pak Burhan (CR Bogasari), hampir setiap malam saya melamun. Memikirkan apakah ini mimpi atau bukan. Saya tidak tahu kalau kupon yang selama ini di-scan akan diundi, yang saya tahu kupon itu bisa ditukarkan dengan hadiah setiap bulannya,” ungkap Taejem. Namun sayang, karena usia dan kondisi yang tidak memungkinkan, kesempatan umrah gratis dari Bogasari ini mereka berikan kepada anak pertama dan keduanya. “Usia Bapak sudah menyentuh angka 67, dan saya sudah 62. Sudah tua. Ditambah sejak setahun terakhir Bapak terkena stroke ringan, masih harus berobat dan terapi,” ucap wanita yang sudah memiliki 19 cucu ini. Tiga UKM lain yang beruntung adalah Aroma Dewi (Sidoarjo), Wati Bakery (Binjai), dan Donat Salmin (Solo). Hadiah lainnya adalah 5 sepeda motor niaga, 60 smartphone, 80 hand mixer dan 150 kupon belanja total senilai Rp 30 juta. Kelima pemenang hadiah sepeda motor niaga ialah Pie Susu Asli (Denpasar), Mysha Roti (Lampung), Lili  Bakery (Palembang), Keripik bawang Dua Putri (Bekasi), dan Berly Bread (Bantul). “Ini merupakan apresiasi Bogasari kepada loyalitas para UKM yang menjadi anggota BMC. Selamat kepada para UKM yang beruntung kali ini,” ucap Ivo Ariawan, Senior Vice President Commercial Bogasari. (EGI/RAP/ DEO) Serah terima hadiah HP kepada Mie Bustami, Aceh Serah Terima Mixer Kepada Violita Bakery Samarinda Serah Terima Voucher belanja Kepada usus Krispy Samarinda Edisi Khusus Bogasari SME Award 2019 39


Selamat Menunaikan Ibadah Puasa 1441 H


Click to View FlipBook Version