AGRIBISNIS PETERNAKAN SAPI PERAH
Oleh
AAN AFFANDI, S.Pt
RINIE GUNAWAN, S.Pt
DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke hadirat Alloh SWT, berkat rahmat dan
karunia-Nya maka penyusunan buku Agribisnis Peternakan Sapi Perah ini
dapat terlaksana dengan baik.
Penyusunan buku ini dimaksudkan sebagai sarana informasi dan
gambaran peternakan sapi perah yang ada di Indonesia. Informasi dan
gambaran ini semoga dapat bermafaat bagi peternak dan stakeholder di
Indonesia.
Buku ini dijabarkan menjadi beberapa pokok bahasan antara lain overview
atau gambaran peternakan dan sejarah sapi perah di Indonesia,
benchmarking atau perbandingan kondisi persusuan di Indonesia dengan
negara lain, isu dan permasalahan pengembangan persusuan di Indonesia,
pemetaan stakeholder, prospek agribisnis, dan memulai usaha peternakan
sapi perah.
Ucapan terima kasih kepada semua pihak, yang telah memberikan
bantuan dan pemikirannya sehingga penyusunan buku ini dapat
terlaksana.
Kami menyadari bahwa buku ini masih banyak memiliki kekurangan,
untuk itu kritik dan saran kami harapkan untuk menyempurnakan buku
ini.
Jakarta 2017
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................i
DAFTAR ISI ................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ............................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................iv
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................v
A. OVERVIEW ..............................................................................1
1. KondisiEksistingPeternakanSapiPerah di Indonesia ............... 1
2. Milestone Perkembangan Agribisnis Sapi Perh di Indonesia3
3. Peternakan Sapi Perah Usaha Agribisnis
yang Menguntungkan ............................................................. 6
4. Visi dan Misi Pengembangan Agribisnis Sapi Perah
di Indonesia............................................................................ 7
B. BENCHMARKING .....................................................................9
C. ISU DAN PERMASALAHAN ......................................................10
1. Peningkatan Populasi ............................................................ 10
2. Kualitas Genetik Sapi Perah ................................................. 11
3. Ketersediaan Pakan ............................................................... 11
4. Perubahan Lingkungan Global............................................... 12
5. Kesehatan Ternak .................................................................. 13
D. PEMETAAN STAKEHOLDER AGRIBISNIS PETERNAKAN SAPI
PERAH ....................................................................................14
1. Peternak Sapi Perah .............................................................. 14
2. Industri Pengolahan Susu .................................................... 15
3. Koperasi Peternakan Sapi Perah ............................................ 16
4. Pemerintah ............................................................................ 18
5. Perguruan Tinggi dan Lembaga Riset ..................................... 18
6. Kelompok Ternak................................................................... 19
7. Sentra Peternakan Rakyat ..................................................... 20
8. Mitra Peternak ....................................................................... 20
E. PROSPEK AGRIBISNIS SAPI PERAH........................................21
1. Model PengembanganAgribisnisPersusuan ............................. 21
2. Model Pengembangan Susu di Dataran Tinggi ........................ 22
3. Model Pengembangan Susu di Dataran Rendah ..................... 23
4. Dukungan Kebijakan Pemerintah ........................................... 24
F. MEMULAI USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH ........................26
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................27
ii
DAFTAR TABEL
Tabel -1. Visi dan misi persusuan nasional ............................................ 7
Tabel -2. Perbandingan konsumsi susu antar negara ............................. 9
Tabel -3.Sebaran kelompok ternak penerima PMUK ............................ 23
Tabel -4.Matrix kebijakan pemerintah terkait agribisnis persusuan ....... 24
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar -1. Populasi sapi perah di Indonesia ......................................... 1
Gambar -2. Populasi sapi perah 3 provinsi ............................................. 2
Gambar -3. Milestone perkembangan sapi perah di Indonesia ................ 3
Gambar -4. Lokasi perkembangan sapi perah pertama........................... 5
Gambar -5. Sejarah terbentuknya GKSI ................................................. 6
Gambar -6. Jumlah koperasi dan KUD di Indonesia ............................... 17
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran -1. Alamat Koperasi /KUD ................................................29
Alamat Koperasi / KUD di Provinsi Jawa Barat ...................................... 29
Alamat Koperasi / KUD di Provinsi Jawa Tengah ................................... 30
Alamat Koperasi / KUD di Provinsi Jawa Timur ..................................... 31
Alamat Koperasi / KUD di Provinsi DIY .................................................. 34
Alamat Koperasi / KUD di Provinsi Sulawesi Selatan ............................. 34
Lampiran -2. Alamat Lokasi Sentra Peternakan Rakyat
Komoditi Ternak Sapi Perah .......................................35
v
A. OVERVIEW
1. Kondisi Eksisting Peternakan Sapi Perah di Indonesia
Populasi sapi perah dalam skala nasional dari tahun ke tahun terus mengalami
peningkatan. Perkembangan populasi sapi perah di Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun (2013-
2017) mengalami peningkatan sebesar 33.99 %. (Statistik PKH 2013). Berdasarkan data per
provinsi terdapat flukuasi populasi sapi perah dibeberapa daerah (Gambar 1).
POPULASI SAPI PERAH NASIONAL
POPULASI (000) 600 503 519 534 545
2016 2017*
500 2014 2015
TAHUN
400
300
444
200
100
0
2013
Sumber : Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2017
*) angka sementara
Gambar 1. Populasi sapi perah di Indonesia
Berdasarkan data per provinsi terdapat flukuasi populasi sapi perah dibeberapa daerah.
Beberapa daerah mengalami tren kenaikan secara terus menerus seperti di provinsi Jawa Timur,
begitu pula di Jawa Tengah tahun 2013 – 2014 mengalami kenaikan tetapi sedikit mengalami
penurunan di tahun 2017, sedangkan untuk provinsi Jawa Barat pada tahun 2015 sempat
mengalami penurunan akan tetapi pada tahun 2016 kembali mengalami kenaikan jumlah populasi
sapi perah. Provinsi Jawa Timur pada tahun 2013 sampai dengan 2017 terjadi kenaikan populasi
per tahun. Kurun waktu 5 tahun populasi sapi perah di Provinsi Jawa Timur terjadi kenaikan
1
sebesar 10.93 %. Provinsi dengan populasi kedua terbanyak ada di Provinsi Jawa Tengah. Provinsi
Jawa Tengah pada tahun 2013 sampai dengan 2017 terjadi kenaikan populasi sapi perah sebesar
30.13 %. Provinsi Jawa Barat pada tahun 2013 sampai dengan 2017 terjadi fluktuasi jumlah
populasi sapi perah, dalam kurun waktu 5 tahun populasi sapi perah di Provinsi Jawa Barat terjadi
kenaikan sebesar 18,27 %.
POPULASI SAPI PERAH 3 PROVINSI
300.000
250.000
ekor 200.000
150.000
100.000
50.000
- 2013 2014 2015 2016 2017*
222.910 245.246 255.947 265.002 247.277
Jawa Timur 103.794 122.566 134.670 137.344 135.069
Jawa Tengah 103.832 123.140 116.400 119.595 122.811
Jawa Barat
Sumber : Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2017
*) angka sementara
Gambar 2. Populasi sapi perah di provinsi
Pada tahun 2017 jumlah populasi sapi perah di provinsi Jawa Timur mencapai 45.39 % dari
populasi nasional, provinsi Jawa Tengah mencapai 24,79 % dari populasi nasional, dan provinsi
Jawa Barat adalah 22.54 % dari populasi nasional. Populasi sapi perah nasional masih tetap
terkonsentrasi diwilayah pulau Jawa yang mencapai 92.72 % sehingga populasi sapi perah di luar
pulau Jawa hanya 7.28 %. Provinsi lainnya diluar pulau Jawa tetap berpotensi untuk
mengembangkan peternakan sapi perah walaupun populasinya dibawah ketiga propinsi tersebut.
2
2. Milestone Perkembangan Agribisnis Sapi Perah Di Indonesia
Peternakan sapi perah di Indonesia berkembang tidak lepas dari sejarah kebijakan
pemerintahan Hindia Belanda (Gambar 5). Bangsa sapi yang telah didatangkan antara lain Milking
Shorthorn, Jersey dan Ayrshire dari Australia serta Friesian Holstein (FH) dari negara Belanda.
Sapi FH merupakan yang dapat berkembang dengan baik di Indonesia.Perkembangan peternakan
Sapi perah di Indonesia dapat dibagi menjadi :
Periode pemerintah Periode pemerintah
Jepang (1942-1945) Indonesia (1950-sekarang)
Periode pemerintahHindia Periode revolusi
Belanda (Akhir abad 19- kemerdekaan (1945-1950)
Tahun 1942)
Gambar 3. Milestone perkembangan sapi perah di Indonesia
Periode Pemerintahan Hindia Belanda
Pada periode pemerintahan Hindia Belanda peternakan sapi perah umumnya berbentuk
perusahaan susu yang dijual kepada orang Eropa khususnya orang Belanda. Orang – orang
Indonesia saat itu hanya bertindak sebagai pekerja memelihara sapi perah dan orang Indonesia
belum menyukai susu, serta kondisi ekonomi tidak memungkinkan untuk membelinya karena harga
susu tergolong mahal.
Peternakan sapi perah di Indonesia telah dimulai sejak abad ke-19, yaitu sejak
pengimporan sapi-sapi perah Milking Shorthorn, Ayrshire dan Jersey dari Australia. Atas anjuran
dokter hewan Bosma, kontrolir Van Andel yang bertugas di Kawedanaan Tengger, Pasuruan (1891
- 1893) mengimpor sapi-sapi pejantan Friesien Holstein dari Negeri Belanda. Di daerah Tengger
dan sekitarnya terutama di Grati sapi-sapi impor tersebut dikawinkan dengan sapi-sapi lokal. Inilah
yang merupakan peletakan dasar dari terbentuknya sapi Grati. Sapi-sapi FH jantan didatangkan
untuk meningkatkan kualitas sapi lokal sehingga akan terbentuk Peranakan FH pada sapi lokal.
Perkembangan usaha sapi perah di Indonesia di awali di Grati Jawa Timur. Daerah Grati
selanjutnya menjadi pusat pembibitan sapi perah rakyat. Di Jawa Tengah pemeliharaan sapi perah
diawali di daerah Salatiga dan Boyolali. Di Jawa Barat perkembangan sapi perah dimulai di
Lembang. Ketiga propinsi tersebutlah yang sampai sekarang memiliki populasi sapi perah yang
terbanyak.
3
Periode Pemerintahan Jepang
Periode pemerintahan balatentara Jepang terjadi kehancuran peternakan sapi perah.
Perusahaan sapi perah Belanda diambil alih oleh Pemerintahan Balatentara Jepang. Populasi sapi
perah berkurang karena sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan tentara Jepang sehingga
produksi susu dan populasi sapi perah berkurang. Pengelolaan sapi perah saat itu berada pada
keadaan darurat bahan baku konsentrat sehingga harga pakan konsentrat meningkat.Pada saat
Perang Dunia II dan pendudukan Jepang (1942-1945) di Indonesia menyebabkan banyak sapi
perusahaan susu jatuh ke tangan rakyat, sehingga timbullah usaha peternakan sapi perah rakyat.
Periode revolusi kemerdekaan Indonesia
Pada saat periode revolusi kemerdekaan Indonesia, ternak sapi perah mengalami
penurunan produksi dan populasi. Perusahaan susu terlantar dan sebagian perusahan bangkrut,
sapi perah tersebar dipelihara oleh rakyat. Sebagian sapi perah dipotong dan sebagian lagi
dipelihara dan berkembang biak sehingga menjadi titik tolak penyebaran usaha sapi perah rakyat.
Akhir revolusi dapat dikatakan perkembangan sapi perah cukup lambat.
Periode pemerintah Indonesia
Pada periode pemerintahan Indonesia mulai terdapat peternakan sapi perah rakyat yang
memelihara sapi perah betina dewasa antara 2 - 3 ekor per peternak. Sapi-sapi perah yang
dipelihara umumnya Peranakan Friesien Holstein, berasal dari perusahaan-perusahaan susu yang
telah mengalami kehancuran pada masa-masa Pemerintahan Penjajahan Jepang dan Revolusi
Kemerdekaan Indonesia. Peternak umumnya merupakan para petani di daerah dataran tinggi yang
memelihara sapi perah dengan tujuan utama untuk mendapatkan pupuk kandang, sedangkan susu
hanya hasil nomor dua, misalnya di daerah-daerah Jawa Barat (Pangalengan dan Lembang), Jawa
Tengah (Boyolali), dan Jawa Timur (Pujon dan Nongkojajar).
Pada sekitar tahun lima puluhan, Jawatan Kehewanan di Grati membangun suatu Pusat
Penampungan Susu (Milk Centre), agar rakyat memerah pada sapi perahnya untuk menghasilkan
susu. Daerah Grati tidak hanya menjadi pusat penghasil sapi perah rakyat tetapi juga sebagai
pusat penghasil susu. Daerah Boyolali akhirnya berkembang menjadi daerah penghasil sapi perah
rakyat dan didirikan Pusat Penampungan Susu (Milk Centre) yang disponsori oleh Jawatan
Kehewanan. Susu yang ditampung oleh Milk Centre Boyolali dijual ke Semarang dan Solosertakota
besar lainnya (Gambar 4).
4
Gambar 4. Lokasi pengembangan sapi perah pertama
Pada sekitar tahun 1956, pemerintah mencoba mengimpor sapi perah Red Danish dari
Denmark, tetapi sapi perah yang berwarna coklat tersebut tidak sesuai dengan keadaan lingkungan
di Indonesia. Sisa-sisa peranakan sapi Red Danish masih terdapat di Pulau Madura. Dengan
kegagalan tersebut, maka pada tahun 1962 sapi perah Friesien Holstein sebanyak lebih kurang
1.000 ekor diimpor dari Denmark oleh PN Perhewani guna memenuhi kebutuhan susu pada pesta
olahraga Asian Games di Jakarta. Kebanyakan sapi perah yang berasal dari Denmark ini
disebarkan ke perusahaan-perusahaan susu di Jawa dan Balai Pembibitan Ternak Batur Raden,
Purwokerto. Pada tahun 1964 Jawatan Kehewanan Pusat mengimpor 1.354 ekor bibit sapi Friesien
Holstein dari Negeri Belanda yang disertai kartu silsilah lengkap. Pengimporan bibit sapi perah
tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan mutu sapi-sapi perah di Indonesia yang akhirnya akan
meningkatkan produksi susu.
Pada periode pemerintahan negara Indonesia, sapi perah mulai berkembang. Sapi perah
yang dipelihara berasal dari sapi perah yang tersisa pada periode sebelumnya.Pada periode tahun
1948 sampai dengan 1962 Jawatan Kehewanan dan Jawatan Koperasi membina petani dalam
pembentukan Koperasi Susu. Pada tahun 1962 berdiri koperasi peternak bernama SAE Pujon di
Malang. Pada tahun 1964 pemerintah mendatangkan kembali sapi FH dari Belanda untuk dijadikan
bibit sapi perah untuk meningkatkan mutu yang akhirnya akan meningkatkan produksi susu.
Sampai tahun 1978 terdapat beberapa koperasi dibentuk di Jawa Timur yaitu KUD Batu, koperasi
Setia Kawan di Nongkojajar Pasuruan dan Koperasi Suka Makmur di Grati. Pada tahun 1969
didirikan Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS) di Bandung Jawa Barat. Koperasi sapi perah
dibentuk untuk meningkatkan pendapatdan kesejahteraan peternak.
5
Gambar 5. Sejarah terbentuknya GKSI
Tahun 1978 disebut sebagai awal kebangkitan usaha peternakan sapi perah dengan
terbentuknya Badan Koordinasi Koperasi Susu Indonesia (BKKSI) yang merupakan cikal bakal
Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) (Gambar 7). Tahun 1979 dibubarkannya BKKSI dan
pembentukan GKSI yang berskala nasional. Berdirinya koperasi persusuan di tingkat nasional
maka komunikasi dengan pemerintah berjalan dengan lebih baik sehingga memungkinkan
berperannya penunjang agribisnis susu di Indonesia.
3. Peternakan Sapi Perah Usaha Agribisnis yang Menguntungkan
Sapi perah merupakan sapi yang produksi utamanya adalah susu atau sengaja diternakkan
untuk diambil susunya. Peternakan sapi perah merupakan usaha agribisnis yang menguntungkan
dengan beberapa alasan, yaitu:
a. Peternakan sapi perah adalah suatu usaha yang tetap
Produksi susu dalam suatu peternakan sapi perah tidak banyak bervariasi dari tahun ke tahun
dibandingkan dengan hasil pertanian lainnya dan biasanya tak lebih dari 2 persen.
b. Kemampuan efisiensi pakan
Sapi perah tak ada bandingannya dengan efisiensi merubah makanan ternak menjadi protein
hewani dan kalori. Parameter lain bahwa sapi perah lebih efisien daripada sapi daging adalah
hasil susu 4.500 liter per tahun menyediakan zat-zat makanan bagi manusia setara dengan
dua ekor sapi jantan kebiri yang beratnya masing-masing 500 kg.
6
c. Jaminan pendapatan (income) yang tetap
Petani penghasil palawija, sayur-mayur mendapat hasil secara musiman. Peternak sapi
daging hasilnya setahun sekali, sedangkan pada peternak sapi perah pendapatannya
diperoleh setiap hari secara tetap sepanjang tahun.
d. Penggunaan tenaga buruh yang tetap
Usaha ternak sapi perah menggunakan tenaga secara terus menerus sepanjang tahun, tak
ada waktu menganggur, sehingga dapat memilih pekerja yang baik dan mengurangi
pengangguran serta menambah pendapatan seseorang, sedangkan di pertanian dalam
menggunakan tenaga secara musiman tergantung pada kegiatannya (pengolahan lahan,
tanam dan panen).
e. Kemampuan menggunakan berbagai jenis hijauan dan limbah pertanian
Sapi perah dapat menggunakan berbagai jenis hijauan yang tersedia atau sisa-sisa hasil
pertanian, misalnya jerami jagung, dedak, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, ampas tahu,
ampas bir, ampas kecap dan lain-lain.
f. Kesuburan tanah dapat dipertahankan
Dengan memanfaatkan kotoran sapi sebagai pupuk kandang, maka fertilitas dan kondisi
fisik tanah dapat dipertahankan. Pupuk kandang sapi perah lebih baik nilainya daripada pupuk
kandang sapi potong, karena sapi perah banyak menggunakan biji-bijian.
4. Visi Dan Misi Pengembangan Agribisnis Sapi Perah Di Indonesia
Visi pengembangan persusuan Indonesia adalah mewujudkan penyediaan pangan susu
dalam jumlah yang cukup, berkualitas, terjangkau, dan berkelanjutan menuju masyarakat Indonesia
sehat, cerdas, kuat, mandiri, maju, berdaulat, sejahtera dan bermartabat. Dalam mewujudkan visi
tersebut ditetapkan misi pengembangan persusuan Indonesia (Tabel 2.)
Tabel 1. Visi dan misi persusuan nasional
VISI MISI PERSUSUAN NASIONAL
1. Menjadikan susu sebagai komditas pangan strategis
2. Membangun kesadaran konsumsi susu segar dalam rumah tangga
3. Menumbuhkan minta dan peluang usaha agribisnis persusuan
4. Meningkatkan kapasitas SDM, penguasaan teknologi dan kelembagaan dalam
pengembangan persusuan
5. Menumbuhkan usaha agribisnis susu di daerah perbatasan, tertinggal dan pulau-pulau
kecil sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru
7
Program-program prioritas yang akan dilaksanakan guna mencapai visi misi tersebut yaitu:
a. Pengembangan SDM dan kelembagaan melalui penerapan bimbingan teknis (Bimtek),
magang dan pengembangan kurikulum dan fasilitas pelatihan dan pelaksanaan demo farm
b. Peningkatan populasi dan produktivitas melalui importasi, peningkatan kelahiran melalui
program optimalisasi IB dan penerapan Good Farming Practice. Telah diterapkan sejak tahun
1987 sampai saat program uji zuriat nasional dan telah menghasilkan pejantan unggul
sebanyak 9 ekor.
c. Penjaminan mutu dan kesehatan melalui penerapan rantai dingin susu, peningkatan pelayanan
kesehatan hewan.
d. Kesejahteraan peternak melalui jaminan harga yang “pantas “ dan efisiensi biaya produksi
terutama fasilitasi teknologi pakan dan penggunaan hijauan berkualitas serta pengembangan
produk olahan susu.
e. Peningkatan konsumsi susu segar melalui pendidikan konsumen tentang penanganan susu,
produknya dan manfaat minum susu. Pelaksanaan program susu sekolah (school milk
programme) pada Level TK dan SD.
f. Pengembangan sarana prasarana, dan infrastruktur melalui koordinasi dengan instansi terkait
untuk memperoleh lahan untuk hijauan pakan.
8
B. BENCHMARKING
Sampai dengan tahun 2016 konsumsi susu masyarakat masih tergolong rendah dibandingkan
dengan Negara berkembang lainnya, baik pada tingkat asia tenggara maupun tingkat yang lebih
tinggi yaitu Asia. Tabel berikut menunjukkan tingkat konsumsi susu nasional di bandingkan dengan
Negara sekitar
Tabel 2. Perbandingan jumlah konsumsi susu antar Negara
No Negara Konsumsi susu (Kg/kapita/tahun)
1. Singapura 48,6
2. Malaysia 36,2
3. Thailand 33,7
4. Myanmar 26,7
5. Filipina 17,8
6. Indonesia 12,1
7. Indonesia 17,2
Sumber : bisnis.tempo.com
Negara-negara Eropa konsumsi susu sudah mencapai 100 liter/kapita/tahun. Hal tersebut
disebabkan oleh banyak faktor diantaranya adalah faktor budaya atau kebiasaan masyrakat eropa
yang telah terbiasa dengan mengkonsumsi susu dalam kondisi segar sedangkan di Negara asia
terutama Indonesia belum terbiasa dengan mengkonsumsi susu segar tetapi lebih menyukai
konsumsi susu dalam bentuk olahan. Faktor lain yang mempengaruhi adalah harga, harga produk
susu olahan dengan susu dalam kondisi segar akan terjadi perbedaan harga yang cukup signifikan
sehingga daya beli masyarakat Indonesia juga masih tergolong rendah.
Kenaikan konsumsi susu dari tahun 1980 sampai tahun 2010 di Indonesia adalah 2.76 kali,
sementara di China 9.05, India 2.05, akan tetapi di beberapa negara maju terjadi penurunan
konsumsi misalnya Amerika Serikat -0.55 dan Oceania -1.05. Pertumbuhan ekonomi negara
meningkatkan konsusmsi susu seperti negara China. Hal tersebut membuktikan bahwa konsumsi
susu di Indonesia meningkat karena pertumbuhan ekonomi Indonesia juga meningkat.
Indonesia memiliki peluang peningkatan produksi susu Nasional. Terbukanya pasar dan
meningkatnya tren konsumsi susu menjadi peluang untuk mengembangkan agribisnis peternakan
sapi perah. Faktor lain yang mendukung dalam pengembangan agribisnis sapi perah adalah
dukungan sumber daya alam yang berlimpah. Ketersediaan pakan, terutama di daerah di luar Pulau
Jawa sangat berpotensi untuk mengembangkan agribisnis dimasa yang akan datang. Dukungan
infrastruktur dan kebijakan pemerintah merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan
agribisnis sapi perah di Indonesia.
9
C.ISU DAN PERMASALAHAN
1. Peningkatan Populasi
Peningkatan populasi merupakan salah satu isu strategis dalam bidang agribisnis ternak
perah. Populasi sapi perah dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan (1) angka kebuntingan
pada induk sapi perah menjadi minimum 90%, (2) efisiensi pelaksanaaan Inseminasi Buatan
sehingga hanya satu kali Inseminasi Buatan untuk menjadi bunting, (3) Service per Conception
(S/C) menjadi satu, sehingga tidak terjadi pengulangan siklus berahi dan Inseminasi Buatan, dan
menurunkan tingkat kematian anak sapi betina sebagai calon induk menjadi maksimum hanya 5%.
Pada tahun 1980 populasi sapi perah sekitar 300.000 ekor dan pada tahun 2017 populasi
sapi perah meningkat menjadi sekitar 545.000 ekor. Dalam jangka waktu sekitar 30 tahun terjadi
penambahan populasi dua kali lipat yaitu penambahan menjadi 350.000 ekor, tetapi perlu diingat
bahwa sapi perah adalah makhluk hidup sehingga jumlah polulasi yang terakhir adalah merupakan
generasi keturunannya. Produksi susu sapi perah pada tahun 1980 di Indonesia rata-rata 10 liter
per ekor per hari dan meningkat menjadi 12 liter per ekor per hari pada tahun 2013, hal ini
menunjukkan peningkatan produktivitas produksi susu. Sapi perah mampu memproduksi susu
selama 305 hari atau 10 bulan.
Sapi perah bertina pertama kali beranak adalah berumur 24-30 bulan, tetapi di Indonesia
umur pertama beranak 30-35 bulan (2.5-3 tahun). Beranak berikutnya adalah sekitar 12-13 bulan
atau disebut sebagai selang beranak. Induk sapi perah mampu mempunyai anak dan memproduksi
susu sampai beranak ke sepuluh (laktasi 10) tetapi produktivitas per individu terutama produksi
susu akan menurun karena usia yang semakin menua. Puncak produksi susu akan tercapai pada
kelahiran ke 4 (laktasi ke 4) atau pada saat sapi perah tersebut berumur 7 tahun.
Sapi perah mempunyai jarak antara generasi yaitu jarak umur antara induk beranak
pertama dengan anak pertama betina dapat dilihat berdasarkan umur beranak pertama.
Seharusnya sapi perah di Indonesia telah mempunyai 10-12 generasi apabila dihitung saat tahun
1980 sampai tahun 2013 apabila anak pertama adalah betina. Berdasarkan hasil penelitian
ternyata selama 25 tahun, sapi perah di Indonesia hanya mempunyai 5-6 generasi. Walaupun
mempunyai 5-6 generasi selama 25 tahun seharusnya populasinya 5-6 kali lipat dari populasi awal.
10
2. Kualitas Genetik Sapi Perah
Produktivitas individu sapi perah untuk produksi susu dapat dilakukan dengan
meningkatkan kualitas genetik untuk sapi perah. Peningkatan kualitas genetik dapat dilakukan
dengan melakukan seleksi terhadap induk sapi perah, penyediaan sapi pejantan unggul untuk
produksi semen beku atau membeli semen beku dari pejantan unggul. Peningkatan genetik dapat
juga dilakukan dengan melakukan program Embrio Transfer dan program bioteknologi lainnya yang
berkaitan dengan genetik sapi perah.
Penyediaan semen beku dari pejantan unggul adalah paling memungkinkan guna
perbaikan genetik. Perlu dilakukan seleksi pejantan terbaik dari anak yang dilahirkan untuk
menyediakan bibit pejantan unggul berikutnya. Perkawinan alami dirasa tidak efisien karena satu
pejantan akan mengawini satu betina untuk sekali perkawinan (satu ejakulasi). Perkawinan secara
Inseminasi Buatan memiliki keunggulan karena untuk sekali perkawinan dapat mengawini 10-12
ekor betina. Keuntungan IB lainya antara lain semen beku berasal dari pejantan unggul (Top Bull)
dan terhindar dari penularan penyakit apabila terjadi kawin alam..
3. Ketersediaan Pakan
Fluktuasi ketersdiaan dan kualitas pakan hijauan merupakan salah satu isu strategis dalam
peternakan sapi perah, mengingat sapi perah memiliki ketergantungan terhadap penggunaan
hijauan sebagai pakan utamanya. Kendala utama yang dihadapi peternak dalam penyediaan
hijauan adalah (1) perubahan musim, (2) kurangnya lahan untuk menanam hijauan, (3) masalah air,
(4) jarak kebun yang jauh dari kandang, Hijauan melimpah pada saat musim hujan namunsangat
terbatas pada musim kemarau. Hal ini menjadi permasalahan utama dalam penyediaan hijauan
dimana musim kemarau berkisar 2-8 bulan (tergantung wilayah). Kondisi musim kemarau menjadi
lebih buruk dengan kondisi bahwa peternak tidak memiliki lahan yang cukup luas untuk
menanaminya. Umumnya, pada saat terjadi musim kemarau, peternak akan mengganti hijauan
dengan jerami, menambah konsentrat, mengurangi pemberian hijauan bahkan menjual ternak untuk
menutupi biaya pakan. Penyediaan pakan pada musim kering perlu untuk dilakukan. Hal ini dapat
dilakukan dengan mengawetkan hijauan, namun tidak banyak peternak yang melakukan
pengeringan karena tidak ada kelebihan hijauan pada musim hujan.
Jenis rumput gajah, rumput lapang, atau campurannya merupakan jenis hijauan yang
paling umum diberikan oleh peternak kepada sapi perah. Kualitas hijauan rumput gajah maupun
rumput lapang terbilang rendah, dengan kandungan bahan kering berkisar 22% dengan kandungan
protein berkisar 14% dan serat kasar 31%. Peningkatan kualitas hijauan dapat dilakukan dengan
11
membuat silase.Penggunaan hijauan lain dapat dilakukan dengan menggunakan hijauan sumber
protein seperti leguminosa, namun belum banyak peternak yang membudidayakan tanaman
leguminosa tersebut.
Peternak selama ini menggantungkan ketersediaan pakan hijauan dengan cara mencari
rumput di lahan yang bukan milik peternak, lahan sewa, atau lahan kosong yang belum digunakan
untuk peruntukan lainnya. Rataan kebun hijauan peternak yang dimiliki secara pribadi berkisar 0.8
ha, namun ada yang mengelola lahan miliki perkebunan, perhutani, dengan sistem tanam campur
(rataan 1.43 ha).
Berdasarkan kajian yang dilakukan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
yang bekerjasama dengan Fakultas Peterakan IPB, mengupayakan beberapa program penyediaan
pakan yang berkesinambungan dapat dilakukan melalui (1) pengembangan produk konsentrat
kualitas tinggi, (2) revitalisasi dan pengembangan pabrik pakan pada koperasi, (3) penyediaan
silase atau pakan jadi dalam kemasan tong plastik 50 liter, (4) pengembangan perkebunan legum
pohon potong, (5) akreditasi atau sertifikasi perusahaan penyedia pakan dan bahan baku pakan.
4. Perubahan Lingkungan Global
Suhu dan kelembaban udara dataran rendah di Indonesia tergolong sangat tinggi sehingga
dapat mengganggu aktivitas produksi sapi perah. Berbeda dengan peternakan sapi perah di
dataran tinggi yang mempunyai suhu dan kelembaban yang lebih rendah. Suhu dan kelembaban
udara yang lebih rendah dapat menyebabkan sapi perah lebih nyaman untuk berproduksi susu.
Rataan produksi susu sapi perah didataran tinggi umumnya lebih tinggi dibandingkan sapi perah
dataran rendah.
Kondisi lingkungan sekitar di Indonesia merupakan beriklim tropis dengan suhu 25-30 OC
dan kelembaban yang cukup tinggi yaitu 60-80 %. Sapi perah yang berasal dari beriklim sedang
misalnya sapi Friesien Holstein (FH) membutuhkan kondisi lingkungan yang nyaman yaitu suhu 15-
20 OC dan kelembaban udara kurang dari 60%. Produktivitas sapi perah akan menurun apabila
kondisi lingkungan tempat sapi perah hidup tidak nyaman. Kondisi yang nyaman untuk memelihara
sapi dapat ditemukan pada daerah dataran tinggi atau pengunungan. Indonesia mempunyai
banyak wilayah berdataran tinggi sehingga memungkinkan untuk memelihara dan mengembangkan
usaha peternakan sapi perah.
Wilayah Indonesia yang termasuk beriklim tropis mempunyai beberapa keuntungan apabila
dibandingkan dengan wilayah beriklim temperate (sedang). Wilayah tropis memiliki suhu tinggi dan
kelembaban tinggi serta memiliki 2 musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pakan hijauan
12
tersedia sepanjang tahun walaupun pada saat musim kemarau hijauan tersedia lebih sulit.
Perubahan suhu dan kelembaban udara tidak terlalu tinggi antara musim hujan dan musim
kemarau.Namun, adanya peningkatan suhu global walaupun peningkatannya suhu masih rendah
tiap tahunnya tetapi dapat mengakibatkan stress pada sapi perah yang mengakibatkan penurunan
produktivitas sapi perah.
5. Kesehatan Ternak
Program kesehatan pada peternakan sapi perah perlu dijalankan secara teratur, terutama
di daerah-daerah yang sering terjadi penyakit menular, misalnya mastitis, T.B.C., brucellosis,
penyakit mulut dan kuku, dan radang limpa. Di daerah-daerah yang sering terjadi penyakit-penyakit
tersebut di atas, dilakukan vaksinasi secara teratur terhadap penyakit tersebut. Penyakit yang
seringkali muncul di peternakan sapi perah diantaranya adalah (1)Radang Ambing (Mastitis),
merupakan reaksi peradangan ambing yang dapat disebabkan oleh kuman, zat kimia,luka termis
(bakar) ataupun luka karena mekanis. Peradangan ini menyebabkan bertambahnya protein dalam
darah dan sel-sel darah putih di dalam tenunan ambing. Pada umumnya radang ambing
disebabkan oleh bakteria Streptococcus agalactiae dan Staphylococcus aureus. (2) Tuberkulosis
(T.B.C.), disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini dapat menular ke semua
hewan mammalia dan manusia melalui susu. (3) Brucellosis (Gugur Menular) disebabkan kuman
Brucella Abortus Bang pada sapi. Kuman Brucella dapat menular ke manusia melalui susu dan
menyebabkan demam namun tidak menyebabkan keguguran.
Penyakit lain yang seringkali muncul adalah kejadian (1) Milk Fever (Parturient Paresis)
disebabkan oleh kekurangan zat kapur dalam darah (hypocalcemia). (2) Ketosis (Acetonemia)
disebabkan adanya gangguan metabolisme karbohidrat atau tidak efisien fungsi kelenjar adrenal.
Penyebab utama penyakit ketosis belum dapat ditentukan. Faktor utama terjadinya penyakit ini
ialah kebutuhan glukosa yang tinggi untuk mempertahankan produksi laktosa dan konsumsi pakan
yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan. (3) Timpani (Kembung) merupakan suatu keadaan
rumen yang penuh berisi gas methan dan hewan tidak dapat mengeluarkannya. Timpani biasanya
disebabkan oleh pakan, misalnya hijauan leguminose (kacang-kacangan) segar yang berlebihan.
Pemberian pakan konsentrat yang terlalu banyak dapat pula menyebabkan timpani, terutama sapi
yang mudah kena kembung.
13
D.Pemetaan Stakeholder Agribisnis Peternakan
Sapi Perah
Pemetaan stakeholder dirasa perlu untuk dilakukan, hal ini tidak lain untuk mengetahui mereka
yang terlibat dalam peternakan sapi perah. Pemeteaan stakeholder juga diperlukan sebagai upaya
untuk mengidentifikasikan kekuatan, kelemahan, permasalahan, dan kebutuhan setiap stakeholder
sehingga akan diketahui arah pengambilan kebijakan yang akan datang. Secara umum, stakeholder
agribinis peternakan sapi perah terdiri dari :
• Peternak (Skala kecil, menengah, dan besar)
• Industri Pengolahan Susu (IPS)
• Koperasi peternakan sapi perah
• Pemerintah
• Akademisi dan lembaga riset
• Kelompok ternak
• Mitra peternak
Kedelapan stakeholder tersebut adalah mereka yang terkait langsung dengan peternakan sapi
perah. Adapaun penjelasan setiap stakeholder adalah sebagai berikut :
1. Peternak Sapi Perah
Umumnya peternakan sapi perah masih dalam skala kecil dengan ciri ciri sebagai berikut
(1) ternak yang dimiliki 1-3 ekor, (2) umumnya tidak memiliki lahan kebun rumput yang memadai,
(3) tidak mengolah susu yang dihasilkan, dan umumnya menjual susu segar ke koperasi atau ke
pembeli langsung. Secara umum, alasan peternak memilih bekerja dalam bidang peternakan sapi
perah adalah karena bidang ini merupakan usaha yang sangat menguntungkan.
Hasil kajian yang sudah dilakukan oleh Direktorat Jendral Peternakan dan Fakultas Peternakan
IPB menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia mulai beternak sapi sejak usia kerja. Secara rerata
usia peternak sapi perah di Indonesia berumur 43.7 tahun dan akan terus mengusahakan ternak
nya hingga usia 74 tahun. Usia ini menunjukkan bahwa peternak sapi perah berada dalam kondisi
optimal untuk mengusahakan sapi perah, dimana 80% dari peternak berada pada usia produktif
(33.3-54.1 tahun).
Usia produktif menjadi bonus demografi dalam peternakan sapi perah. Namun, usia produktif ini
tidak diimbangi dengan kualitas sumber daya peternak. Data menunjukkan bahwa 66.7% peternak
14
merupakan lulusan SLTP dan hanya 6.7% yang mengenyam pendidikan perguruan tinggi. Hal ini
menunjukkan peternak sapi perah masih belum mampu diharapkan untuk dapat memanfaatkan
informasi ketersediaan teknologi. Pengalaman beternak menjadi bonus tambahan untuk dapat
menggerakan roda perekonomian dari bidang ternak perah. Tercatat bahwa rata rata peternak
sudah menjalankan usaha ternak lebih dari 17 tahun. Hal ini berarti pengalaman yang lebih dari
cukup menjadi modal untuk pengembangan ternak perah. Pada peternak dengan skala kecil, susu
dipasarkan melalui berbagai cara yaitu (a) langsung kepada konsumen akhir, (b) menjual ke loper
susu, (c) menjual ke koperasi, (d) menjual ke penampung atau perorangan dan (e) menjual ke
industri pengolahan susu.
Berbeda dengan peternak skala kecil, peternak skala besar seringkali di asosiaskan dengan
industri. Peternakan skala besar biasanya memiliki ternak dan melakukan usahanya dari hulu ke
hilir. Ciri lain adalah sudah adanya kebun sendiri dan sapi dipelihara dengan standard manajemen
yang baik. Peternakan skala besar sudah mampu mengolah dan memasarkan susu dari peternakan
sendiri, namun jumlah peternakan skala besar masih terbatas di Indonesia.
2. Industri Pengolahan Susu
Usaha pengolahan susu saat ini didominasi oleh Industri pengolahan Susu. IPS mempunyai
peranan strategis dalam upaya penyediaan susu bagi lebih dari 250 juta jiwa. Pabrik pengolahan
susu yang didirikan di Indonesia terutama ditujukan untuk mencukupi kebutuhan susu di Indonesia
dengan jalan mengolah susu bubuk skim dan minyak mentega impor menjadi susu penuh (whole
milk). Pabrik susu yang pertama kali didirikan di Indonesia adalah PT. Indomilk (modal Australia)
pada tahun 1969, kemudian diikuti oleh PT. Friesche Vlag Indonesia (modal Belanda) keduanya
didirikan di daerah dekat Jakarta. Pabrik berikutnya didirikan dekat Surabaya milik Nestle Company
of Nebey (milik Swiss) dengan nama PT. Food Specialities Indonesia, berikutnya PT. Foremost
Indonesia (modal Amerika Serikat) didirikan dekat Jakarta. Pabrik-pabrik susu lainnya dengan
modal dalam negeri adalah PT. Ultra Jaya (dekat Bandung), PT. Kebun Bunga (Jakarta), PT. Sari
Husada (Yogyakarta) dan lain-lain.
IPS juga berperan dalam penyerapan susu dari peternak lokal, sehingga akan menjadi
stimulus bagi peternak rakyat untuk dapat meningkatkan produksi susu. Di masa yang akan
mendatang, IPS diharapkan mampu untuk menghadapi perubahan harga pasar, terlebih dinamika
harga pasar global yang sulit untuk diprediksi. Saat ini terdapat 39 IPS yang tersebar di empat
provinsi seperti Jawa Barat (21 IPS), Jawa Tengah (4 IPS), DIY (1 IPS) dan Jawa Timur (13 IPS).
15
IPS dijalankan dengan sistem organisasi yang professional dengan menggunakan
peralatan yang terstandar, hal ini menyebabkan IPS mampu berkembang mengikuti perkembangan
teknologi. IPS juga merupakan jalur utama pasca panen produksi susu dan mampu memproduksi
berbagai produk olahan susu dan mempunyai pilihan dalam menggunakan bahan baku. Sistem
penentuan harga yang ditentukan oleh IPS masih berdasarkan kualitas susu. Salah satu indikator
kualitas susu adalah nilai dari Total Plate Count (TPC).
Berdasarkan hasil kajian dari Departemen Perindustrian terkait dengan Road Map Industri
susu, Industri pengolahan susu dikelompokan menjadi :(1) Kelompok industry hulu dengan produksi
utama adalah susu segar, (2) kelompok industry antara dengan produk utama adalah susu
pasteurisasi, susu UHT dan susu Fermentasi, (3) kelompok industry hilir dengan produk susu
bubuk, susu kental manis, makanan bayi dari susu dan keju, mentega, es krim, dan yogurt.
Disamping pabrik-pabrik susu tersebut terdapat pula pabrik pasteurisasi susu yang disebut
"Milk Treatment" yang menampung susu dari koperasi kemudian memasarkannya ke kota-kota
dalam bentuk susu pasteurisasi dengan nama "Susu Alam Murni". Milk Treatment tersebut terdapat
di Jawa Barat (Pangalengan, Ujung Berung), Jawa Tengah (Boyolali) dan Jawa Timur (Batu dan
Pandaan). Pabrik-pabrik Milk Treatment tersebut milik GKSI, kecuali yang di Pangalengan
kepunyaan Koperasi KPBS Pangalengan.
3. Koperasi Peternakan Sapi Perah
Koperasi sapi perah rakyat yang pertama kali dibentuk ialah koperasi peternakan di
Pangalengan, Bandung pada tahun 1948, koperasi sapi perah SAE Pujon, Malang tahun 1962 dan
koperasi Setia Kawan Nongkojajar, Pasuruan pada tahun 1967. Ketiga koperasi tersebut
merupakan pelopor koperasi-koperasi susu di Indonesia dan menjadi teladan bagi perkembangan
koperasi susu sampai saat sekarang.
Perkembangan koperasi-koperasi pada masa pembangunan lima tahun terbilang cepat,
dengan jumlah mencapai 173 buah koperasi pada tahun 1986. Koperasi-koperasi tersebut pada
tahun 1979 bergabung dalam suatu organisasi yang disebut Gabungan Koperasi Susu Indonesia
(GKSI). Jumlah susu yang dihasilkan oleh koperasi pada tahun 1978 hanya 3.800 ton atau 6.10
persen dari produksi susu nasional, tetapi pada tahun 1986 produksi susu koperasi telah meningkat
menjadi 167.000 ton atau 75.94 persen dari produksi susu nasional, sedangkan sisanya dari
produksi susu nasional dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan sapi perah. Keadaan tersebut
menunjukkan bahwa koperasi susu merupakan tulang punggung produksi susu nasional di
Indonesia. Disamping itu peternakan sapi perah menyerap lapangan kerja sebanyak 164 200 STP
16
(Satuan Tenaga Pria) dan menghasilkan pupuk kandang senilai Rp 7.6 milyar, serta dapat
menghemat devisa sebanyak 19.7 juta dolar Amerika Serikat.
Keberadaan koperasi peternakan sapi perah menjadi urat nadi terpenting khususnya bagi
peternakan rakyat skala kecil. Tujuan utama adanya koperasi adalah tercapainya kesejahteraan
peternak sapi perah. Koperasi bertanggung jawab dalam pengembangan peternak dalam berbagai
aspek usaha peternakan mulai dari hulu sampai hilir, sehingga pembentukan koperasi bersifat top-
down. Peternak yang tergabung dalam koperasi akan mendapatkan berbagai manfaat sebagai
anggota koperasi. Program yang disusun oleh koperasi juga bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan peternak, adapun beberapa program yang sudah digulirkan antara lain (1)
penyediaan Sapronak, (2) penyediaan jasa layanan kesehatan dan reproduksi, (3) pembinaan dan
Penyuluhan, (4) penyediaan Kredit, (5) Pengumpulan, penanganan dan pengolahan susu dari
peternak. Tercatat sebanyak 92.9% peternak tergabung dalam KPS.Saat ini terdapat 136
Koperasi/KUD yang bergerak dalam bidang sapi perah. Sebaran koperasi terkonsentrasi di Jawa
Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah (Gambar 17).
90 DIY JAWA TIMUR SULAWESI
80 SELATAN
70
60
50
40
30
20
10
0
JAWA BARAT JAWA TENGAH
Gambar 6. Jumlah Koperasi/KUD di Indonesia
Kedepan diharapkan bermunculannya koperasi-koperasi lain di daerah baru sentra
produksi ternak perah. Hal ini tidak lain untuk dapat menguatkan kelembagaan peternak sapi perah.
Peran koperasi juga tidak lepas dari upaya peningkatan kualitas susu. Beberapa upaya yang telah
dilakukan oleh koperasi dalam usaha meningkatkan produksi dan kualitas susudiantaranya adalah
bimbingan teknis, penyuluhan hingga penyediaan modal dan sarana produksi dengan harapan
manajemen usaha dapat ditingkat sehingga kualitas susu yang dihasilkan lebih baik. Hasil kajian
menunjukkan pelatihan yang paling banyak diikuti oleh peternak adalah pelatihan terkait dengan
aspek kesehatan (17%), pakan (16,3%), pengolahan susu (12,3%), pelatihan organisasi (12,2%),
pelatihan seleksi bibit (9,5%), pemasaran (8,2%) dan perkandangan (6,8%) (Kajian daya saing
persusuan 2012)
17
Pengolahan susu pada tingkat koperasi masih terkonsentrasi dalam bentuk susu
pasteurisasi. Pengolahan susu pasteurisasi cukup mudah dilakukan namun produk ini masih
memiliki keterbatasan terkait dengan umur simpan, sehingga peningkatan daya simpan harus
diupayakan agar produk tahan lama dan mempunyai daya jangkau pasar yang lebih jauh. Alternatif
produk lain yang dapat dijual dari Koperasi adalah Susu UHT, tentunya dengan dukungan fasilitas
dan teknologi sehingga koperasi dapat secara mandiri memproduksi susu UHT.
Pemasaran susu oleh koperasi dapat dilakukan melalui beberapa system diantaranya
adalah (1) direct selling, atau penjualan langsung kepada konsumen, (2) pembelian oleh
pemerintah melalui program yang digulirkan seperti kampanya gizi untuk anak sekolah, perbaikan
gizi buruk untuk masyarakat, dan (3) pembelian oleh private company melalui program CSR
(Company Social Responsibility).
4. Pemerintah
Pemerintah dalam hal ini berperan sebagai pengambil kebijakan memegang peranan
penting dalam upaya peningkatan peternakan sapi perah di Indonesia. Kebijakan yang diambil tidak
hanya berasal dari Kementrian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan. Kebijakan yang dibuat juga terkait dengan kementrian lain seperti kementrian perindustiran,
kementrian perdagangan, kementrian kesehatan dsb. Koordniasi dengan beberapa kementrian
mutlak diperlukan untuk mengangkat isu dan permasalahan persusuan ke tingkat nasional. Sejak
tahun 1978 hingga tahun 2009 setidaknya sudah dikeluarkan 11 kebijakan terkait pengaturan
kebijakan persusuan di Indonesia. Kebijakan ini tertuang dalam surat edaran, surat keputusan
mentri, dan peraturan pemerintah.
5. Perguruan Tinggi Dan Lembaga Riset
Penyiapan SDM berkualitas tidak dapat dilepaskan dari peranan perguruan tinggi untuk
dapat menyiapkan sumber daya yang kompeten dalam bidang ternak perah.Keberadaan perguran
tinggi khususnya yang memfokuskan pada bidang peternakan merupakan upaya untuk terus dapat
meningkatan kualitas sumber daya manusia yang berdaya saing. Selain penyiapan sumber daya
manusia, perguruan tinggi juga telah melakukan berbagai program untuk mendukung peningkatan
produktivitas ternak perah.
Program yang sudah dilakukan perguruan tinggi antara lain (1) Penelitian dan
pengembangan teknologi, (2) Pendampingan dan penyuluhan, (3) Peningkatan kapasitas peternak,
(4) Penyuluh dan pembina koperasi. Saat ini terdapat 30 perguruan tinggi yang memiliki jurusan
18
Kelompok PMUKpeternakan di seluruh Indonesia, yang terdistribusi di 31 Provinsi. Lembaga riset juga memegang
peranan penting dalam kemajuan bidang ternak perah, seperti keberadaan Balai Penelitian Ternak
(Balitnak), Pusat Penelitian dan Pengembangan Ternak (Puslitbangnak), Balai Inseminasi Buatan
(BIB) , Balai Penelitian Veteriner (Balitvet), Balai Embrio Ternak, dsb.
6. Kelompok Ternak
Kelompok ternak merupakan kelompok binaan baik berdasarkan TPS (Tempat
Pengumpulan Susu), maupun kelompok-kelompok berdasarkan tingkatan kemajuan organisasi
kelompok.Saat ini tercatat terdapat 243 kelompok PMUK (Penguatan Modal Usaha Kelompok) yang
ada di Indonesia dan tersebar di 8 provinsi di Indonesia (Gambar 18).
70
60
50
40
30
20
10
0
Gambar 7. Jumlah kelompok PMUK.
Secara nasional baru 60% peternak yang tergabung di dalam kelompok terutama untuk
daerah pengembangan sapi perah yang baru seperti Sumatra Utara dan Sulawesi Selatan lebih
banyak peternak yang bergabung kedalam kelompok. Berbeda dengan daerah seperti Jawa Barat,
Jawa Timur dan Jawa Tengah, peternak sudah bergabung dengan koperasi. Di DIY, peternak
bergabung di Kelompok dan Koperasi. Keberadaan kelompok merupakan salah satu upaya untuk
memudahkan dalam penjualan susu (Kajian daya saing persusuan Indonesia).
Kelompok lain yang terkait dengan agribisnis ternak perah adalah eksistensi dari Kelompok
Sarjana Membangun Desa (SMD). Kelompok SMD lahir sebagai dari manifestasi program
pemerintah sebagai upaya untuk meningkatkan populasi ternak pada umumnya dan ternak perah
pada khususnya. Program yang diluncurkan sejak tahun 2009, nyatanya berkontribusi terhadap
peningkatan populasi ternak perah. Program SMD dijalankan oleh lulusan perguruan tinggi baik
program diploma maupun strata 1 dalam bidang peternakan, sehingga kompetensi dalam
19
manajemen ternak tidak perlu diragukan. Saat ini tercacat ada 95 kelompok SMD yang tersebar di
enam provinsi di Indonesia.
7. Sentra Peternakan Rakyat (SPR)
Sentra Peternakan Rakyat (SPR) merupakan program pemerintah dalam hal ini Direktorat
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahhun 2016. Sentra peternakan Rakyat adalah pusat
pertumbuhan komoditas peternakan dalam suatu kawaan peternakan sebagai media pembangunan
peternakan dan kesehatan hewan yang didalamnya terdapat populasi ternak tertentu yang dimiliki
oleh sebagian besar peternak yang bermukim disuatu desa atau lebih, dan sumber daya alam untuk
kebutuhan hidup ternak ( air dan bahan pakan). Tujuan dari SPR adalah sebagai berikut :
a. Mewujudkan usaha peternakan rakyat dalam suatu perusahaan kolektif yang dikelola dalam
suatu manajemen;
b. Meningkatkan daya saing usaha peternakan rakyat melalui peningkatan pengetahuan,
kesadaran, dan pengetahuan keterampilan rakyat;
c. Membangun sistem informasi sebagai basis data untuk menyusun populasi ternak berencana
d. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternakan rakyat; dan
e. Meningkatkan kemudahan pelayanan teknis dan ekonomis bagi peternakan rakyat.
Saat ini kegiatan pedampingan masih berlanjut oleh Manajer Sentra Peternakan Rakyat. Saat ini
ada 50 SPR di Indonesia (Sesuai SK Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan 2015). Untuk
komoditi sapi perah ada 2 (dua) lokasi SPR yaitu di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat dan
Kabupaten Pasuruan Provinsi Jawa Timur.
8. Mitra Peternak
Mitra ternak merupakan stakeholder lain yang terkait dengan agribisnis persusuan di
Indonesia. Mitra ternak salah satunya adalah Pengerajin Pengolah Susu (PPS) yang merupakan
pengerajin khusus yang menghasilkan berbagai produk turunan susu. PPS mempunyai potensi
yang sangat besar mengingat harga beli susu oleh pengerajin cendrung lebih tinggi dibandingkan
dengan harga yang ditetapkan IPS dan koperasi. Karakteristik PPS bersifat mandiri, namun,
keberadaan PPS seringkali menemui kendala, diantaranya adalah peralatan yang memadai, tempat
pengolahan yang belum memenuhi standard, dan perizinan atau jaminan kualitas dari BPOM. Jenis
bantuan yang diperlukan oleh PPS diantaranya adalah alat pengolahan, perizinan dan promosi.
20
E. PROSPEK AGRIBISNIS SAPI PERAH
1. Model Pengembangan Agribisnis Persusuan
Model pengembangan sapi perah di Indonesia untuk kedepannya juga akan diarahkan di
daerah dataran rendah. Hal tersebut terkait dengan pengembangan sapi perah di dataran tinggi
sangat terbatas, sementara kondisi geografis wilayah Indonesia dominan berada di dataran rendah.
Penduduk Indonesia juga banyak berada di daerah dataran rendah sehingga konsumen susu juga
berada di wilayah tersebut. Diharapkan pula dengan pendekatan peternakan sapi perah di
Indonesia pada dataran rendah maka tingkat konsumsi susu segar akan meningkat. Di samping itu
pola pengembangan sapi perah di Indonesia juga akan diarahkan dalam bentuk kelompok ternak,
sehingga diharapkan terjadi multiple effect yang lebih cepat dibandingkan dengan pola
pengembangan individu. Sistem pengembangan program-program untuk mendukung visi misi
persusuan nasional ada yang dibentuk berdasarkan top down dan bottom up.
Persentase kelompok ternak
PUMK berdasarkan ketinggian
lokasi
13%
87%
Dataran tinggi Dataran rendah
Gambar 8. Persentase kelompok ternak PUMK berdasarkan ketinggian lokasi
Salah satu contoh program pengemabngan budidaya sapi perah yang dilaksanakan oleh
pihak Direktorat Budidaya Ternak, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan,
Kementerian Pertanian terdapat di 20 provinsi yang terdiri dari 87 kabupaten/kota serta jumlah total
kelompok 257. Kelompok ternak tersebut terdapat di dataran tinggi dan dataran rendah (Gambar
19).
21
Provinsi yang menjadi lokasi pengembangan sapi perah oleh pihak Direktorat Budidaya
Ternak, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian yaitu
Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera barat, Sumatera Selatan, Jambi,
Bengkulu, Riau, Lampung, Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur,
Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara dan
Sulawesi Tenggara
Disamping itu pola pengembangan peternakan sapi perah juga dilakukan dengan cara
melibatkan mahasiswa lulusan Fakultas Peternakan untuk menjadi motor penggerak dalam
percepatan pembangunan persusuan nasional. Program tersebut disebut Sarjana Membangun
Desa (SMD). Jumlah kelompok binaan pola atau program SMD ini dari tahun 2007 sampai dengan
tahun 2012 jumlahnya adalah 124 kelompok ternak. Kelompok-kelompok tersebut tersebar di
berbagai provinsi di Indonesia.
2. ModelPengembangan Agribisnis Susu di Dataran Tinggi
Model pengembangan sapi perah Indonesia pada tahun-tahun kebelakang banyak
diarahkan ke lokasi yang memiliki dataran tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh pendekatan
lingkungan yang nyaman bagai tumbuh kembang serta produksi sapi perah agar optimum karena
sapi perah di Indonesia dominan sapi Friesian Holstein yang berasal dari Negara Belanda yang
memiliki kondisi suhu temperate.
Kondisi Indonesia yang berada di wilayah garis equator yaitu berada antara 6° LU – 11° LS
dan 95° BT – 141° BT.
• Wilayah Indonesia paling utara terletak di Pulau Weh ( 6° LU. )
• Wilayah Indonesia paling selatan terletak di Pulau Roti (11° LS.)
• Wilayah Indonesia paling barat terletak di kota Sabang (95° BT.)
• Wilayah Indonesia paling timur terletak di kota Merauke (141° BT.)
Dengan kondisi wilayah tersebut suhu rata-rata di Indonesia letak lintangnya menyebabkan
Indonesia beriklim tropis. dengan ciri-ciri sebagai berikut :
• memiliki curah hujan yang tinggi,
• memiliki hujan hutan tropis yang luas dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi,
• menerima penyinaran matahari sepanjang tahun,
• banyak terjadi penguapan sehingga kelembapan udara cukup tinggi.
Kondisi geografis tersebut menyebabkan Indonesia memiliki suhu rata-rata harian dan kelembaban
yang cukup tinggi.Dari total kelompok penerima program PUMK terdapat 224 kelompok ternak sapi
22
perah yang merupakan penerimaan program Peningkatan Modal Usaha Kelompok (PUMK) berada
didataran tinggi. Model pengembangan pada dataran tinggi diharapkan produksi susu setiap ekor
sapi akan optimum sesuai dengan potensi genetik yang dimiliki.
Tabel 3. Sebaran kelompok ternak penerima PUMK
No Provinsi Kabupaten/Kota Jumlah
kelompok
1. Nangroe Aceh Aceh Besar, Bener Meriah, Gayo Lues
3
Darussalam 8
13
2. Sumatera Utara Samosir, Toba Samosir, Karo, Kota Binjai
3
3. Sumatera barat Kota Padang Panjang, Kota Sawahlunto, 2
5
Tanah Datar, Padang, 50 Kota, Solok, 52
Kabupaten Solok Selatan, Kota
50
Paayakumbuh
13
4. Sumatera Selatan Pagar Alam, Kota Pagar Alam 43
5. Bengkulu Kepahiang 18
3
6. Lampung Lampung Barat, Tanggamus 1
7. Jawa Barat Majalengka, Tasikmalaya, Subang,
Sukabumi, Bogor, Ciamis, Bandung Barat,
Kuningan, Cianjur, Sumedang, Bandung,
Garut
8. Jawa Tengah Purbalingga, Banyumas, Semarang, Boyolali,
Karanganyar, Wonosobo, Magelang, Kalten,
Kota Semarang, Kota Salatiga, Temanggung,
Banjarnegara, Brebes
9. DIY Sleman
10. Jawa Timur Kediri, Tulungagung, Lumajang, Blitar,
Trenggalek, Batu, Pasuruan, Malang,
Ponorogo, Banyuwangi, Jombang, Pacitan,
Probolinggo, Kota Pasuruan
11. Sulawesi Selatan, Gowa, Sinjai, Enrekang, Pinrang
12. Sulawesi Utara Minahasa Selatan, Tomohon
13. Sulawesi Tenggara Muna
3. Model Pengembangan Agribisnis Susu Di Dataran Rendah
Pola pengembangan dataran rendah menerapkan pola pengembangan yang hampir sama
dengan program-program yang diterapkan pada dataran tinggi. Pada pengembangan pada dataran
rendah ini bertujuan untuk melakukan pendekatan ke konsumen susu segar.
Jumlah kelompok penerima bantuan PUMK yang terdapat didataran rendah sebanyak 33
kelompok ternak sapi perah tersebar diseluruh Indonesia. Sebaran kelompok sapi perah yang
menerima bantuan PUMK yang berada di dataran rendah terlihat pada tabel 10.
23
Tabel 3. Sebaran kelompok sapi perah penerima PUMK didataran rendah
No Provinsi Kabupaten/Kota Jumlah kelompok
1. Sumatera Utara Langkat, Deli Serdang 4
2. Jambi Muaro Jambi 3
3. Riau Kampar, Kota Dumai, Pelalawan 8
4. Lampung Kota Metro 1
5. Jawa Barat Cirebon 1
6. Banten Kota Serang 1
7. DKI Jakarta Jakarta Timur 1
8. Jawa Tengah Kudus, Pati 2
9. Jawa Timur Madiun, Ngawi, Tuban 4
10. Kalimantan Selatan Banjar Baru, Kota Baru 4
11. Kalimantan Barat Pontianak 3
12. Kalimantan Timur Kutai Timur 1
4. Dukungan Kebijakan Pemerintah
Kebijakan yang di hasilkan bertujuan untuk memberikan kontribusi bagi pemecahan
masalah persusuan nasional. Salah satu kebijakan yang memberikan dampak siginifikan adalah
dikeluarkannya SKB 3 Mentri No. 236/KPB. VII. 1982, No. 341/SK/VII/1982 dan No
521/KPTS/UM/VII/ 1982 Tanggal 21 Juli terkait rasio impor. Kebijakan tersebut mewajibkan IPS
untuk menyerap susu segar dari rakyat dan kekuranngannya baru mengimpor. Kebijakan ini
dianggap paling mumpuni dalam mensejahterakan peternak kecil. Beberapa Kebijakan yang terkait
dengan pengembangan agribisnis sapi perah dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 4. Matrix kebijakan pemeritah terkait dengan agribisnis persusuan
No Kebijakan Pemerintah Perihal
1 Surat perintah menteri muda urusan Pengukuhan tim teknis penelitian dan
koperasi No 02/PRIN/MK/VI tanggal pengembangan produksi susu nasional
19 Juni 1978
2 Peraturan Pemerintah Republik Kesehatan masyarakat veteriner
Indonesia No 22 tahun 1983
3 Inpres No 2 tahun 1985 Koordinasi pembinaan dan pengembangan
persusuan nasional
4 SK Menteri Pertanian No Tata cara pelaksanaan kebijaksanaan
280/KPTS/TN.320/5/1986 tanggal 12 pengembangan peternakan sapi perah
Mei 1986 dengan pola perusahaan inti rakyat
5 Keputusan Menteri Pertanian No Tentang pencabutan SK Menteri Pertanian
322/KPTS/TN.320/6/1986 tanggal 2 No 280/KPTS/TN.320/5/1986
Juni 1986
6 UU No 25 tahun 1992 Tentang pengkoperasian
7 Inpres No 4 tahun 1998 Koordinasi pembinaan dan pengembangan
persusuan nasional
24
8 Surat Edaran Menteri Pertanian per Penolakan dan pencegahaan masuknya
20 April 2001 No 510/94/A/IV/2001 penyakit mulut dan kuku (PMK)
9 Peraturan Menteri Keuangan No Penerapan tariff bea masuk atas barang
19/PMK.011/2009 impor produk tertentu, menurunkan tarif
cukai menjadi 0%
10 Peraturan Menteri Keuangan No Penerapan tariff bea masuk atas barang
101/PMK.011/2009 impor produk tertentu dan menyatakan
bahwa Peraturan Menteri Keuangan No
19/PMK.011/2009 Tidak berlaku, dan tariff
impor 5% diberlakukan kembali.
11 Peraturan Menteri Pertanian No. Penyediaan dan Peredaran susu
26/Permentan/PK.450/7/2017
25
F. MEMULAI USAHA SAPI PERAH
Usaha peternakan sapi perah merupakan salah satu bidang usaha yang diandalkan masyarakat,
karena berdasarkan perhitungan secara ekonomis usaha peternakan sapi perah mampu
memberikan keuntungan yang relatif tinggi.Contoh neraca usaha peternakan sapi perah dengan
jumlah pemeliharaan 10 ekor sapi.
Beberapa asumsi yang digunakan untuk dasar analisis tersebut adalah :
1. Umur Kawin Pertama 15-18 bulan
2. Lama Bunting 9 bulan
3. Umur Beranak Pertama 24-27 bulan
4. Interval Kawin Pertama Setelah Beranak 3-4 bulan
5. Jumlah Kawin Menjadi Bunting (Service per Conception) 2 kali
6. Lama Laktasi 10 bulan (305 hari)
7. Masa Tidak Diperah (Masa Kering) 2 bulan
8. Selang Beranak 12 – 13 bulan
9. Pemberian Hijauan segar 10% dari bobot badan.
10. Pemberian Konsentrat segar = Produksi susu dibagi 2.
11. Harga sapi perah dara bunting 7 bulan Rp. 20.000.000,00 per ekor
12. Harga hijauan Rp 200,- per kg dan harga konsentrat Rp 3000,- per kg
13. Pakan untuk pedet adalah setara susu sebanyak 3 liter selama 120 hari dengan
harga pakan setara susu Rp 5000,-
14. Biaya perkawinan IB adalah Rp 75.000,- per straw dan dibutuhkan 2 kali IB untuk
jadi bunting.
15. Produksi susu:
a. Tahun pertama : 12 liter/ekor/hari
b. Tahun keduia : 13 liter/ekor/har
c. Tahun ketiga dan keempat : 14 liter/ekor/hari
d. Tahun kelima dan keenam : 13 liter/ekor/hari
e. Tahun ketujuh : 12 liter/ekor/hari
16. Harga susu Rp 5000 per liter
17. Harga jual pedet usia 120 hari Rp 4.500.000,- (jantan) dan Rp. 6.500.000,- (betina)
26
18. Rasio kelahiran jantan dan betina adalah 1 : 1 dengan jumlah kelahiran 10 ekor
pedet.
19. Biaya Kandang Rp 2.250.000,- per ekor
20. Harga Tanah Rp 200.000,- per meter persegi
21. Biaya lain-lain 10% dari biaya kandang dan harga tanah
22. Tenaga kerja 1 orang dan diupah Rp 1.500.000,- per bulan
23. Biaya obat-obatan 2 % dari biaya pakan
24. Biaya keamanan dan transportasi 5% dari biaya pakan
25. Masa tenggang pembayaran kredit untuk modal (investasi dan modal kerja tahun
pertama) : 2 tahun
26. Biaya hidup peternak dan keluarganya Rp. 4.000.000,-/bulan
Hasil analisis memperlihatkan bahwa setiap tahun peternak selalu memperoleh keuntungan
bersih yang cukup bahkan dapat mendorong peternak untuk membentuk modal kembali (capital
formation). Dengan adanya masa tenggang (grace period) pembayaran pinjaman pokok selama 2
tahun pertama usaha, peternak memperoleh kesempatan untuk menabung laba bersih yang
diperolehnya selama masa tenggang tersebut, dan dapat digunakan pada tahun berikutnya untuk
membayar modal kerja (working capital).
27
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2012, Kajian Daya Saing
Persusuan Indonesia, Kementerian Pertanian
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan,2014,Profil
Pengembangan Agribisnis Persusuan, Direktorat Budidaya Ternak
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2015, Pedoman Sentra
Peternakan Rakyat, Kementerian Pertanian
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2017, Statistik
Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian
Pusat Data dan Informasi, 2016, Outlook Susu Komoditas Peternakan,
Sekretariat Jeneral Kementerian Pertanian
Schmidt, G. H., L. D. Van Vleck, M. F. Hutjens. 1988. Principles of Dairy Science.
Second Edition. New Jersey : Prentice Hall, Englewood Cliffs.
Sudono, A. 1983. Pedoman Beternak Sapi Perah, Jakarta. Direktorat Bina
Produksi; Direktorat Jenderal Peternakan.
Sudono, A. 1988.Pemeliharaan Anak Sapi Perah dan Perkandangan, Jakarta,
Direktorat Bina Produksi; Direktorat Jenderal Peternakan.
Sudono, A. 2002. Budidaya Sapi Perah Bogor, Jurusan Ilmu Produksi Ternak,
Fakultas Peternakan IPB.
28
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. DAFTAR ALAMAT KUD/KOPERASI PERSUSUAN DI
INDONESIA
1. Alamat KUD/Koperasi di Provinsi Jawa Barat
No. Nama Koperasi Alamat
1. KPS Bogor
Kantor Kunak, Kp. Keroncong RT.04/08 Desa/Kec.
2. KUD Giritani Pamijahan, Kab. Bogor. Telp. 0251-8337714, Fax. 0251-
8352910
3. KUD Makmur
Kp. Baru Tegal RT.01/08 Desa Cibeureum, Kec. Cisarua,
4. KUD Gemah Ripah Kab. Bogor Telp./Fax. 0251-8252230
5. KPS Gunung Gede Jl. Salabintana No. 222, KM. 7 Desa Sudajaya Girang, Kec.
Sukabumi. Telp./Fax. 0266-221024
6. KUD Bhakti Sukaraja I
Jl. Raya Pasekon KM. 10, No. 222 Desa Sukamaju, Kec.
7. KUD Mandiri Cipanas Sukalarang, Kab. Sukabumi, Telp. 0266-261094
8. Koptan Mekar Mulya Jl. P 11 No. 5 RT 04/05 Desa Cimangkok, Kec. Sukalarang,
Kab. Sukabumi
9. KPSP Saluyu
Jl. Goalpatra Km. 4, Desa Limbangan, Kec. Sukaraja, Kab.
10. KSU Karya Nugraha Sukabumi
11. Koptan Laras Ati Jl. Mariwati Km. 1 Desa Sindanglaya, Kec. Cipanas, Kab.
Cianjur. Telp. 0263-512894, Fax. 0263-515885
12. KPBS Pangalengan
Blok Desa RT. 02/0, Desa Girimulya, Kec. Banjaran, Kab.
13. KSU Mitra Jaya Mandiri Majalengka
14. KUD Sinar Jaya Jl. Pasir kaler No. 7, Cisantana, Kel/Kec. Cigugur, Kab.
Kuningan. Telp./Fax. 0232-873872
15. Koperasi Aneka Usaha Mitra
Mandiri Jl. Raya Cigugur-Gunungkeling No. 510, kel. Cipari, Kec.
Cigugur, Kab. Kuningan. Telp./Fax. 0232-8881476
16. KUD Pasir Jambu
Jl. Raya Cipari – Gunungkeling, Kel/Kec. Cigugur, Kab.
Kuningan. Telp./Fax. 0232-8880288
Jl. Raya Pangalengan No. 340, Desa/Kec. Pangalengan,
Kab. Bandung. Telp./Fax. 022-5979360, 5979362
Jl. Kehutanan Ciwidey, Kab. Bandung. Telp. 022-5928218
Jl. Raya A.H Nasution No. 260 Kel/Kec. Ujungberung, Kota
Bandung, Telp. 022-7800552
Jl. Raya Soreang-Pasir Jambu, Desa/Kec. Pasir Jambu,
Kab. Bandung, Telp.022-5928974 , Fax. 022-5928989
Jl. Raya Soreang-Pasir Jambu, Desa/Kec. Pasir Jambu,
Kab. Bandung, Telp.022-5928974 , Fax. 022-5928989
29
17. KPSBU Lembang Komplek Pasar Lembang, Jl. Raya Panorama, Desa/Kec.
18. KUD Puspa Mekar Lembang, Kab. Bandung Barat, Telp. 022-2786198,
19. KUD Sarwamukti Fax. 022-2786431
20. KSU Tandangsari
21. KPGS Cikajang Jl. Kol. Masturi No. 20 RT. 02/15 Desa Cihideung, Kec.
22. KUD Mandiri Cisurupan Cisarua, Kab. Bandung Barat
23. KUD Bayongbong
24. KUD Cilawu Jl. Kol. Masturi No. 52 Desa Jambudipa, Kec. Cisarua, Kab.
25. KUD Mitrayasa Bandung Barat, Telp. 022-2700365, Fax. 022-2700770
26. Koperasi Cahaya Anindhitia
Blk. Pasar Tanjungsari, Desa/Kec. Tanjungsari, Kab.
Sumedang, Tep. 022-7911310
Jl. Raya Cibodas, Desa Cibodas, Kec. Cikajang, Kab.
Garut. Telp. 0262-577051
Jl. Raya Cipelah Km. 17, Desa Tambakbaya, Kec.
Cisurupan, Kab. Garut. Telp. 0262-577051
Jl. Raya Bayongbong Timur Km. 11, Desa/Kec.
Bayongbong, Kab. Garut, Telp. 0262-543304, Fax. 0262-
543174
Jl. Cilawu-Tasikmalaya Kp. Pasanggrahan, Desa
Pasanggrahan, Kec. Cilawu Garut
Jl. Raya Pagerageung No. 28, Desa/Kec. Pagerageung,
Kab. Tasikmalaya, Telp. 0262-543304, Fax. 0262-543174
Kp. Cibogo, Desa Guranteng, Kec. Pagerageung, Kab.
Tasikmalaya
2. Alamat KUD/Koperasi di Provinsi Jawa Tengah
No. Nama Koperasi Alamat
1. Ampel Kab. Boyolali
2. Kota Boyolali Jl. Prof. Dr. Suharso, Boyolali, Telp. 0276-321450
3. Cepogo Kab. Boyolali
Jl. Raya Boyolali-Klaten Km. 4, Desa Kemiri, Kec.
4. Mojosongo Mojosongo, Kab. Boyolali
Kab. Boyolali
5. Mesuk Kab. Boyolali
6. Selo Desa Sumogawe, Kec. Getasan, Kab. Semarang
7. KUD Getasan Desa/Kec. Pabelan, Kab. Semarang
8. KUD Sumber Karya Pabelan
Desa Jetak, Kec. Getasan, Kab. Semarang
Koperasi Andini Luhur Jetak
9. Dusun Krajan, Desa Tajuk, Semarang
Desa Sumogawe, Kec. Getasan, Kab. Semarang
Getasan Desa Sumogawe, Kec. Getasan, Kab. Semarang
10. Kelompok Ngudi Sari Desa Gedong, Kec. Banyubiru, Kab. Semarang
11. Koperasi Wahyu Agung Desa Karang Duren, Kec. Tengaran, Kab. Semarang
12. Gapoktan Banyuaji Kec. Tengaran, Kab. Semarang
13. Kel. Margo Rukun
14. KUD Gotong Royong
15. Tengaran
30
16. Tuntang Kec. Tuntang, Kab. Semarang
17. KUD Mekar Ungaran Kel. Sidomulyo, Kec. Ungaran Timur, Semarang
18. Banyumanik Kab. Semarang
19. Gunungpati Kab. Semarang
20. KUD Mandiri Jatinom Banyusri, Desa Krajan, Kec. Jatinom, Kab. Klaten
21. Karangnongko Kab. Klaten
22. Kemalang Kab. Klaten
23. Manisrenggo Kab. Klaten
24. Tulung II Kab. Klaten
25. Sawangan Prov. Jateng
26. Pesat Jl. Raya Kemiri, Km. 6 Kab. Banyumas
3. Alamat KUD/Koperasi di Provinsi Jawa Timur
No. Nama Koperasi Alamat
1. Sri Wigati Desa Mulyosari, Kec. Pagerwojo, Kab. Tulungagung, telp.
0335-329059, 411019
2. Tani Wilis Desa Bono, Kec. Sandang, Kab. Tulungagung, Telp. 0335-
3. Sri Sendono 327950
4. Rejeki Agung Desa/Kec. Ngunut, Kab. Tulungagung, Telp. 0335-395436
5. KUD Sumber Makmur Desa/Kec. Rejotangan, Kab. Tulungagung
6. Koptan Jasa Tirta Kec. Rejotangan, Kab. Tulungagung, Telp. 0335-396352
7. KSU Bangun Lestari Desa/Kec. Sendang,
8. Semen Desa Aryojeding
9. Sri Lestari Desa Slumbung, Kec. Gandusari, Kab. Blitar,
10. Jaya Abadi Telp. 0342-692085
11. Tertib Makmur Desa Sukorejo, Kec. Garum, Kab. Blitar, Telp. 0342-551349
12. Jaya Murni Desa Bandosari, Kec. Sanan Kulon, Kab. Blitar, Telp. 0342-
13. Tani Jaya 804438
14. Subur Kec. Gandusari, Kab. Blitar, Telp. 0342-692173
15. Sri Gati Desa Sidodadi, Kec. Garum, Kab. Blitar, Telp. 0342-561531
16. Sido Luhur Desa Gadungan, Kec. Puncu, Kab. Kediri, 0354-391186,
17. Tulus Bakti Fax. 0354-326960
18. KUD Kertajaya Kec. Kepung, Kab. Kediri
19. Sri Among Tani Jl. Raya 54, Kec. Papar, Kab. Kediri, Telp. 0354-529221
20. Suka Mulyo Desa Mbesuk, Kec. Papar, Kab. Kediri, Telp. 0354-545365
Kec. Pugu, Kab. Kediri, Telp. 0354-545268
Kec. Kandangan, Kab. Kediri, Telp. 0354-326856
Jl. Raya Brenggolo 332, Ploso Klaten, Kab. Kediri,
Telp. 0354-442746
Desa Wonorejo, Kec. Wates, Kab. Kediri, Telp. 0354-442259
31
21. Karya Bakti Desa Jagul, Kec. Ngancar, Kab. Kediri,Telp. 0354-442251
22. UD Sukses Bersama Desa Bondo, Kec. Wates
23. Kop. Arta Karsa Desa/Kec. Mlancu
24. Anjasmoro Jl. Anjasmoro No. 10 Wonosalam, Kec. Wonosalam, Kab.
Jombang, Telp. 0321-872645
25. Sumber Agung Desa Banjar Agung, Kec. Barung, Kab. Jombang, Telp.
26. Tani Rukun 0321-496904
27. Subur Makmur Kec. Diwek, Kab. Jombang
28. Dana Mulya Desa Cangkir, Kec. Driyorejo, Kab. Gresik, Telp. 031-757449
29. KUD Sehat Sempurna Jl. Raya Pacet No. , Kec. Pacet, Kab. Mojokerto, Telp. 0321-
30. KUD Sembada 690016
31. KUD Suka Makmur Jl. Raya Tulang Leduk, Pringen, Kab. Pasuruan
Desa/Kec. Puspo, Kabupaten Pasuruan, Telp. 0343-427944
32. KUD Dadi Jaya Jl. Simambung, Kec. Grati, Kab. Pasuruan,
Telp. 0343-481105
33. KUD Setia Kawan Jl. Raya Purwodadi 19, Kab. Pasuruan,
Telp. 0341-426882
34. KUD Argopuro Desa Nongkojajar, Kec. Tutur, Kab. Pasuruan,
Telp. 0343-489283
35. Tani Makmur Jl. Dewi Rengganis, Kec. Krucil, Kab. Probolinggo,Telp.
0343-891038
36. Tani Luhur Desa Kandang Tepus, Kec. Senduro, Kab. Lumajang, Telp.
0343-610022
37. Sumber Makmur Jl. Raya Kasembon, Kec. Kasembon, Kab. Malang,
Telp. 0354-326360
38. KUD SAE Desa Watu Rejo, Kec. Ngantang, Kab. Malang,
Telp. 0341-521102
39. KUD Dau Jl. Brigjen Abd. Manan Wijaya, Pujon, Kab. Malang,
Telp. 0341-524207
40. KUD Karang Ploso Jl. Sidomakmur 28, Kec. Dau, Kab. Malang,
Telp. 0341-4625211
41. KUD Argoniaga Desa Ngijo, Kec. Karang Ploso, Kab. Malang, Telp. 0341-
42. KUD Dewi Sri 462521
43. KUD Gondang Legi Desa Kemantren, Kec. Jabung, Kab. Malang, Telp. 0341-
44. Turen 791227, 793100
Jl. A. Yani 1, Kec. Lawang, Kab. Malang, Telp. 0341-426589
45. Setya Darma Kec. Gonang Legi, Kab. Malang, Telp. 0341-879316, 879224
Desa Talok, Kec. Turen, Kab. Malang, telp. 0341-824193,
46. Bina Mitra Sentosa 896149
Jl. Raya Wonogiri, Wonokerto, Batur, Kab. Malang,
47. Ngajum Telp. 0341-879488
Desa Pulusari, Kec. Gunung Kawi, Kab. Malang, Telp. 0341-
370800, 270801
Jl. Raya Putusari, Plaosan, Wonosari, Kab. Malang. Telp.
0341-370187
32
48. Baru Jl. Raya 15, Desa/Kec. Tajinan, Kab. Malang, Telp. 0341-
751313
49. Kompas Jl. Raya Desa Sumberrejo, kec. Gedangan, Kab. Malang,
Telp. 0341-878317
50. Saribumi Jl. Raya 10, Desa Babakan, Kec. Buluwang, Kab. Malang,
Telp. 0341-801264
51. Katu Jl. Raya Sitirejo, Kec. Wagir, Kab. Malang, Telp. 0341-787664
52. Sidodadi Kec. Poncokusumo, Kab. Malang, Telp. 0341-824340
53. Wajak Kec. Wajak, Kab. Malang, Telp. 0341-791215
Jl. Glendengan, Desa Ngingit, Kec. Tumpang, Kab.
54. Abadi Malang, Telp. 0341-592284, 591869
Jl. Dipenogoro 8, Kota Batu
55. KUD Batu Desa/Kec. Junrejo
56. KUD Mitra Bakti Makmur Desa Gunungsari, kec. Bumiaji
57. Margi Rahayu Desa Gunungsari, kec. Bumiaji
58. Margo Mulyo Desa Oro-oro Ombo, Kec. Batu
59. Sumber Mulyo Jl. Raya Kletek, Kec. Taman Sidoarjo
60. Susu Sidoarjo Desa Tropodo, Kec. Krian
61. KSU Waluyo Jati Kec. Purwoharjo, Kab. Banyuwangi
62. Karyo Remboko Desa/Kec. Licin, kab. Banyuwangi
63. Ngudi Makmur Desa Rowotengah, Kec. Sumberbaru, Kec. Jember
64. Galur Murni Desa Andonsari, Kec. Ambulu, Kab. Jember
65. Koperasi Mahesa Desa Talun, Kec. Montong, Kab. Tuban
66. PT. Antara Desa Klepu, Kec. Sooko, Kab. Ponorogo
67. Sumber Makmur Desa Jurug, Kec. Sooko, Kab. Ponorogo
68. Juanda Mandiri Desa Wagir kidul, Kec. Pulung, Kab. Ponorogo
69. Argo Makmur Desa Pundak Wetan, Kec. Pundak, Kab. Ponorogo
70. Sumber Rejeki Desa Dompyong, Kec. Bendungan, Kab. Trenggalek
71. Koperasi Maju Jaya Makmur Desa Surenlor, Kec. Bendungan, Kab. trenggalek
72. Koperasi Jaya Abadi Desa Bedrug, Kec. Pulung, Kab. Ponorogo
73. Margo Mulyo Desa/Kec. Pule, Kab. Trenggalek
74. Koperasi Marsudi Mulyo Desa Sarangan, Kec. Palosan, Kab. Magetan
75. Kelompok Sumber Rejeki Desa Sumberdodol, Kec. Panekan, Kab. Magetan
76. Kel. Sumber Murni Desa Bibis, Kec. Sukomoro, Kab. Magetan
77. Balai Pelatihan Peternakan
33
4. Alamat KUD/Koperasi di Provinsi DIY
No. Nama Koperasi Alamat
1. Koperasi Susu Warga Mulya Bunder, Purwobinangun Pakem, Sleman
2. UPP Kaliurang Kaliurang, Sleman
3. Koperasi Sarono Makmur Cangkringan, Sleman
5. Alamat KUD/Koperasi di Provinsi Sulawesi Selatan
No. Nama Koperasi Alamat
1. Koperasi Susu Sintari Desa Gunung Perak, kec. Sinjai Barat, Kab. Sinjai
2. Koperasi Peternak Sapi Perah Desa/Kec. Cendana, Kab. Enrekang
Manassa
34
LAMPIRAN 2. LOKASI SENTRA PETERNAKAN RAKYAT, KOMODITI
TERNAK SAPI PERAH
NO. NAMA SPR ALAMAT MANAJER
1. SPR BANGKIT Dusun Kuntul Utara, Desa Muhammad Hatta
BERSAMA Kalipucang, Kecamatan Mulyoaji, SE, M.Si
Tutur, Kabupaten
Pasuruan, Provinsi Jawa
Timur,
CP. 08523006000
2. SPR TEGAR Kecamatan Pamijahan, Drh. Zultinur
BERIMAN Kabupaten Bogor, Mutaqin
Provinsi Jawa Barat,
CP. 081287919297
35