PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. -151 - (21 Dalam hal penangglrlangan Pencernaran lJdara seba-gaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diiakukair, Menteri, gubernur, atarl hupati/wali kota sesuai dengan kcwenarrgannya menetapkan pihak ketiga- untuk melakukan pena n ggr-r iangan Pencem ar an Uda.ra (3) Bia5,6 yang tinrbui dari pelaksanaan penanggulangan Pencemaran Udara sebagaimana dima.ksud parta ayat (2) dibebankan kepada pcnangslng jawab Usaha clanlatau Kegia.tan ya.ng melakukan Pencemaran Ud.ara. Pasal 2 15 (1) Dalant tral terjadi bencana yang inengakibatkan Pencemaran Udara, Pemerintah dan Pemerintah Daerah nrelakrrkan penanggulangan Pencemaran Udara. (21 Penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ciilaksanakan sesuai derrgan ketentuan peratur.an perunda ng- undar:.ga n. Paragrat 4 Pemuliharr Dermpak Pencemaran Udara Pasal 2 16 (1) Setiap C)rang yang melakukan Pencemaran Udara wajib melakrikan pemrrirhan dampak Pencemaran Uclara sebagaimana dirnaksud d.riam Pasal 188 ayat (2) hunrt c. (2) Pemulihr:.it dampak Pencemaran Udara sebagairrrana dimaksud pada a],-at (1) meliputi kegiatan: a. pernbersihan u.nsur pencemar pada media Lingkunqan Hidup; dan b. cara lain yang sestrai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. SK No 084652A Pasal 217 . .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - r52 Pasal2lT (1) Pernulihan dampak Pencerrraran Udara sebagaimana dimaksucl dalam Pasal 216 ayat (1) dilakukan dalam jangka waktrr paling lambat 3O (tiga puluh) hari sejak diketahuinya Penccmaran Udara. (2) Dalam hal pemulihan sebagaimana dineaksuu pada rtyat (1) tidak dilakukarr, Menteri, gubernur., atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya menetapkan pihak ketiga r-rntuk melakukan pemltlihan fungsi Lingkungan Hidup. (3) Biaya yang timbul dari pelaksanaan pernulihan sebagairnana dimaksud pada avat (2lrdibetrankan kepacla Setiap Orang yang melakukan Pencemaran Udara. Pasal 2 18 (1) Pemulihan dampak Pencerrraran Udara sebagairnana dimaksud dalam Pasal 217 ayat (1) clilakukan oleh Menteri, gubernur. atau bupatiiwali kota sesuai dengan kewenangannya, jika: a. Sumber Pencemar Udara tidak diketahui; da.n/atau b. tidak diketahui pihak yang melakukan penc:ernaran. {2} Pemulihan dampak Perrcema.rarr Udara sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh: a" lVlenteri, jika dampak pencemaran lirrtas provin-si: b. gubernur, jikir dampak pencemaran lintas kabupaten/kota; dan c. bupati/wali kcta, jika dampak pencernaran terbatas daiam rvilayr. h kabupaten/ kota. Pasai 219 Ketentuan lebih lanjut mengenai: a. tata cara iirventarisasi udara; b. tata cara pcnytlsltnarr da.n penetapan WPPMU; c. f.ata cata penvusunan, penetapan, dan perubahan RPPMI I; cl. Baku IVIutu Ernisi; SK No 084653 A e.Persetujuarr...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 153- e. Persetujuan Teknis pemenurhan Baktl h{utu Emisi dan SLO; f. baku mutu gangguan; g. tata cara penetapa.n kuota Emisi; h. sistem perdagangan kuota Emisi; i. penanggulangan Pencerna.ran Udara; cian j. pernulihan dampak Pencemaran Udara, sebagaimana dimaksud CaLain Pasal 163 sampai dengan Pasal 218 diatur dalam Peraturan Menteri. BAB V PERLINDUNGAN }AN PENGEI.OLAAN MUTU LAUT Bagiarr Kesatu Uinum Pasal 22L, Penyelenggaraan Periindurrgan dan Perrgelolaan Mutu Laut bertujuan: a. melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari Pencemaran dan/atau Kenisakan Laut; b. menjarnin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian Mutrr Lar rt; c. menjamin pemerruhan dar perlindungan hak atas Mutu Laut sebagai bagian dari rrak asasi manusia; dan d. mencapai keserasian, keselarasan, dan kesermbangail Mutu Laut untuk mewr.rjudkan pembangunan berkelanjutan Pasal 22 1 (1) Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Laut dilakukan oleh: a. Menteri; atair b. gub.:rnirr. SK No 084654A (2) Menteri . I
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -154- (2) Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berwenang pada lokasi di atas 12 (dua betas) mil laut, kawasan strategis nasional, dan kawasan strategis nasionai tertentu. (3) Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berwenang pada lokasi di bawah 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas, di luar Usaha dan/atau Kegiatan minyak dan gas bumi. Pasal 222 Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Laut meliputi: a. perencanaan; b. pemanfaatan; c. pengendalian; dan d. pemeliharaan. Bagian Kedua Perencanaan Paragraf 1 Umum Pasal 223 (1) Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 222 huruf a dilaksanakan terhadap: a. Air Laut; dan b. ekosistem [,aut. i2l Ekosistem Laut sebagaimana dimaksucl pada ayat (l) huruf b terdiri atas: a. ekosistem IVlangrove; b. ekosistem Padang Lamrin; c. ekosiste::n Terumbu Kararrg; dan d. ekosistem lairrni'a sesuai clengan perkembangan ilmu pengetahuan dan r.r.knologi. SK No 084655 A (3) Perencanaan .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -155- (?) Perencanaan sebagaimana. dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui: a. inventarisasi Mutu Laut; b. penetapan Baku Mutu Air Laut; c. penetapan kriteria baku kerusakan ekosistem Laut; d. penetapan Status Mutu Laut; dan e. penyusunan dan penetapan rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Laut. Paragraf 2 Inventarisasi Mutu Laut Pasal 224 (1) Inventarisasi Mutu Laut sebagairnana dimaksud dalam Pasal 223 ayat (3) huruf a bertujuan untuk menyediakan rnformasi mengenai kondisi Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut yang mempengaruhi Mutu Laut. (21 Inventarisasi Mutu Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) clllakukan dengan cara pengumpulan dan pengkajian data primer dan/atau data sekunder. (3) Data primer dan/atau data sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperoleh dari: a. pemantauan Mutu Laut; b. Iaporan pemantauan dan pengelolaan Lingkungan Hidrrp dari pemegang Persetujuan Lingkungan; c. iaporan statistik; d. citra satelit; e. foto udara: f. foto bawah laut; g. data satu peta ekosistem laut dengan tingkat ketelitian paling kecil skala 1:50.0O0; dan/atau h. data lainnya yang relevan. SK No 084656 A (4) Data...
PRES!DEN REPUBLIK INDONESIA -156- (4) Data primer dan/atau data sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (21meliputi: a. jenis ekosistem Laut; b. peruntukan Laut; c. bentuk pemanfaatan; d. sumber pencemar dan/atau sumber perusak; e. jenis pencemar dan/atau perusak; f. jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang menghasilkan pencemaran dan/ atau kerusakan; g. lokasi sumber yang menyebabkan pencemaran dan/atau kerusakan; h. lokasi pencemaran dan/atau kerusakan; i. parameter dan nilai parameter kualitas Air Laut; j. tutupan dan kerapatan Mangrove; k. luas Padang Lamun; 1. luas tutupan Terumbu Karang; m. sosial ekonomi; n. sebaran dampak pembuangan Air Limbah ke Laut; dan o. dampak terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. (5) Hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar penentuan Baku Mutu Air Laut, kriteria baku kerusakan ekosistem Laut, penetapan Status Mutu Laut, serta penJrusunan rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Laut. Pasal 225 (1) Pemantauan Mutu Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 ayat (3) huruf a dilaksanakan untuk mengetahui kualitas Air Laut dan kerusakan eksosistem Laut. (21 Pemantauan Mutu Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri arau gubernur sesuai dengan kewenangarrnya. SK No 097459 A (3) Pemantauan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -757- (3) Pemantauan Mutu Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling sedikit: a. 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun untuk pemantauan kualitas Air Laut; dan b. 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun untuk pemantauan kerusakan ekosistem Laut. Pasal 226 Data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 ayat (4) yang memerlukan jasa laboratorium, pengukurannya dilakukan oleh laboratorium yang teregistrasi oleh Menteri. Pasal 227 (1) Hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 ayat (5) diolah dengan: a. perhitungan; dan b. analisis. (2) Perhitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan menggunakan metode yang telah diakui secara nasional dan/atau internasional. (3) Perhitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi mengenai nilai dari: a. kualitas Air Laut; b. tutupan dan kerapatan Mangrove; c. luasan Padang Lamun; dan d. luasan tutupan Terumbu Karang. (4) Analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan membandingkan data dan/atau informasi hasil inventarisasi dengan Baku Mutu Air Laut dan/atau kriteria baku kerusakan ekosistem Laut serta melihat korelasinya untuk mengetahui kondisi Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut yang mempengaruhi Mutu Laut. SK No 097460 A (5) Pengolahan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -158- (5) .Pengolahan hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilak.ukan untuk mendapatkan informasi srrraber dan jenis pencemar dan/atau perusak, Mutu Air Laut, dan tingkat kerusakan ekosistem Laut. Pasal 228 (1) Inventarisasi Mutu Laut sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 223 ayat (3) huruf a, dilaksanakan oleh Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannva (2) Menteri dalam melakukan inventarisasi Mutu Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan: a. rrrenteri/kepala lerrrbaga terkait; dan b. Pemerintah Daerah. (3) Gubernur dalam rnelakukan inventarisasi Mutu Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan: a. Menteri; b. menteri/kepala lembaga terkait; dan c. Pemerintah Daerah kabupatan/kota. Paragral'3 Penetapan Baku Mutu Air Laut Pasal 229 (1) Baku Mutu Air Laut sebagairnana dirnaksud dalam pasal 223 ayat (3) huruf b terdiri atas peruntukan: a. peiabuhan; b. w,isata bahari; dan c. biota Laut. (2) Baku Mutu Air Ltrut sebagairnana dimaksud pada ayat (1) meliputi -ienis paramctcr Air Laut dan nilai parameter Air Laut. (3) Baku Mutu Air La.ut sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar penetapan Status Mutu Laut. SK No 084659 A (a) Baku
PRESIDEN REPUELIK INDONESIA -159- (4) Baku Mutu Air Laut sebagaimana dinraksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Pasal 230 (1) Menteri menetapkan Baku Mutu Air Laut peruntukan lainnya selain yang teiah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (l). (21 Baku Mutu Air Laut peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan hasil inventarisasi Mutu Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 ayat (5) serra berkoordinasi dengan menteri/ kepala iembaga terkait. (3) Baku Mutu Air Laut peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sepanjang belum ditetapkan, merujuk pada Baku Mutu Air Laut untuk peruntr:kan biota Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf c. Paragraf 4 Penetapan Kriteria Baku Kerusakan Ekosistem Laut Pasal 231 (1) Menteri menetapkan kriteria baku kerusakan ekosistem Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 223 ayat (3) huruf c setelah berkoordinasi dengan menteri/kepala lembaga terkait. (2) Kriteria baku kerusakan ekosistem Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. kriteria baku kerusakan Mangrove; b. kriteria baku kerusakan Padang Lamun; c. kriteria baku kerusakan Terumbu Karang; dan d. kriteria baku kerusakan ekosistem Laut lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. SK No 097461 A (3) Penetapan. . .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -160- (3) Penetapan kriteria baku kerusakan ekosistem Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilakukan dengan mempertimbangkan: a. hasil inventarisasi Mutu Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 ayat (5); dan b. pengkajian data dari berbagai publikasi penelitian nasional dan/atau internasional. (4) Penetapan kriteria baku kerusakan ekosistem Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilaksanakan dengan tahapan: a. pengumpulan dan pengkajian data; b. penjaringan masukan dari pemangku kepentingan dalam pengelolaan ekosistem Laut; dan c. pen)rusunan dan penetapan kriteria baku kerusakan ekosistem Laut. Pasal 232 (1) Kriteria baku kerusakan Mangrove sebagaimana dimaksud dalam Pasal 231 ayat (2\ hunrf a ditetapkan berdasarkan: a. tutupan tajuk; b. kerapatan pohon Mangrove yang hidup; dan/atau c. parameter lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (21 Kriteria baku kerusakan Padang Lamun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 231 ayat (2) huruf b ditetapkan berdasarkan: a. luas area kerusakan Padang Lamun; dan/atau b. parameter lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (3) Kriteria baku kerusakan Terumbu Karang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 231 ayat (21 huruf c ditetapkan berdasarl<an: a. tutupan Terumbu Karang; dan/atau b. parameter iain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. SK No 084661 A Pasal 233
PRESIDEN REtrUBLIK INDONESIA -161 - Pasal 233 (1) Kriteria baku kerusakan ekosistem Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 231 ayat (L) digunakan sebagai dasar penetapan Status IVIutti Laut. (21 Kriteria baku kerusakan ekosistem Laut yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dievaluasi dan I atau diubah. Pasal 234 Menteri melakukan evaluasi dan/atau perubahan kriteria baku kerusakan ekosistcm Laut sebagaimana dimaksud dalam pasal 231 ayat (1) dengan mempertimbangkan: a. hasil inventarisasi Mutu Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 ayat (51; b. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan/atau c. perubahan rencana zonasi ruang Laut dan/atau peruntukan Laut. Paragraf 5 Penetapan Status Mutu Laut Pasal 235 (1) Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya menetapkan Status Muttr Laut sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 223 ayat (3) huruf d. (21 Status Mutu Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan : a. hasil inventarisasi Mutu Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 ayat (5); b. Baku Mutu Air Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229; dan c. kriteria baku kerusakan ekosistem Laut setragaimana dimaksud dalam Pasal 23 L. SK No 084662A (3) Status .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -t62- (3) Status Mutu Laut- sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam bentuk indeks yang menggambarkan tingkat Status Mutu Laut. Pasal 236 Status Mutu Laut yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 235 ayat (3) ditindaklanjuti dengan menJrusurr rencana Perlindungan dan pengelolaan Mutu Laut. Paragraf 6 Penlrusunan dan Penetapan Rencana Perlindungan dan Pengelolaa.n Mutu Laut Pasal 237 (1) Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya men]rusun dan menetapkan rencana perlindungan dan Pengelolaan Mutu Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 223 ayat (3) h uruf e. (2) Menteri dalam men]rusun dan menctapkan rcncarla Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Lau+, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan: a. menteri/kepala lembaga tcrkait; dan b. Pemerintah Daeratr. (3) Gubernur dalam menJrusun dan menetapkan rencana Perlinclungan dan Pengelolaan Muttr Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan: a. Menteri; b. kepala lembaga terkait; dan c. Pemerintah Daerah kabupatan/kota. Pasal 238 (1) Rencana Perlindungan dan pengelolaan Mutu Laut sebagairntrna dimaksr-td dalam Pasal 237 clisusun dengan menerapkan prinsip pengelolaan ruang Laut secara terpadu. SK No 084887 A (2) Rencana
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -163- (21 Rencana Perlindungan dan Pengeloiaan Mutu Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi bagian dari rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. (3) Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) drgunakan dalam kajian Lingkungan Hidup strategis. (41 Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (21 menjadi acuan dalam melakukan pemanfaatan, Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut, dan pemeliharaan Mutu Laut. Pasal 239 Rencana Per'lindungan dan Pengelolaan Mutu Laut yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 237 ,dapat dievaluasi dan/atau diubah dalam hal terdapat: a. perubahan rencana zonasi dan/atau rencana tata ruang; dan/atau b. perubahan kebijakan lainnya yang berimplikasi pada Perliridungan dan Pengelolaan Mutu Laut. Bagian Ketiga Pemanfaatan Pasal 24O il) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 222 huruf b dilaksanakan dengan memperhatikan: a. keberlanjutan proses dan fungsi Laut; b. keberlanjutan produktrvit-as Laut; dan c. keselama.tan, rnutu hidup, dan kesejahteraarr masyarakat. (2J Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan. a rencana zcnasi dan/atarl rencana tata ruang; SK No 097027 A b. perun+"ukan . .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -t64- b. peruntukan; dan c. rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Laut sebagainrana dimaksud dalam Pasal 237. (3) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Keempat Pengendalian Paragraf 1 Umum Pasal 241 (1) Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 222 huruf c dilaksanakan sesuai dengan rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 237. (2) Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut sebagaimana ciimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pencegahan; b. penanggulangan; dan c. pemulihan. (3) Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenarrgannya. SK No 084665 A Paragraf
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -165- Paragraf 2 Pencegahan Pasal 242 (1) Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota melakukan pencegahan Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 241 ayat (2) huruf a. l.2l Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut yang berasal clari darat danf atau Laut. (3) Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilakukan meialui: a. penyediaan sarana dan prasarana; b. pembatasan Limbah ke Laut; c. pencegahan sampah Laut; dan d. instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (41 Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilakukan pada sumber pencemaran danf atau kerusakan: a. nirtitik; dan b. titik. (5) Pencegahan pada sumber pencemaran dan/atau kerusakan nirtitik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dilakukan melalui cara pengelolaan terbaik. Pasal 243 (1) Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewcnangannya menyediakan sarana dan prasarana Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut sebagaimana dinraksud dalam Pasal 242 ayaL (3) huruf a untuk sumber nirtitik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 242 ayat (4) huruf a. SK No 084666 A (2) Sarana .
PRESIDEN REPUBLIK !NDONESIA -166- (2) Sarana dan prasarana Pengendalian Pencemaran danlatau Kerusakan Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk mempertahankan Mutu Laut. Pasal 244 (1) Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya dalam menyediakan sarana dan prasarana Pengerrdalian Pencemaran dan/atau Kerusa.karr Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 243 ayat (1) dapat memberikan bantuan sarana dan prasarana Pengendalian Pencemal'an dan/atau Kerusakan Laut bagi usaha mikro dan kecil. (2) Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesrrai dengan kewenangannya dapat melakukan kerja sama dengan badan usaha dalam menyediakan sarana dan prasarana Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Penyediaan sarana dan prasarana Pengencialian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai Cengan ketentuarr peraturan perundang-undangan. Pasal 245 Pembatasan Limbah ke Laut sebagaimana dalam Pasal 242 ayat (3) huruf b diterapkan pada: a. Dumping (Pembuangan); dan b. pembuangan Air Limbah. Pasal 246 (1) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang melaksanakan pernbatasan Limbah ke Laut dengan cara Dumping (Pembuangan) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245 huruf a harus memenuhi: a. Perset-ujuan Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasai 43 ayat (3) huruf c dan Pasal 57 ayat (4) huruf c; dan SK No 084667 A b. ketentuan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -t67- b. ketentuan lokasi pembuangan. (2) Ketentuan lokasi pembuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan: a. perlindungan terhadap area sensitif; dan b. rorla awal kualitas Air Laut yang memenuhi Baku Mutu Air Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229. (3t Area sensitif sebagaimana dimaksud pada ayat (21huruf a antara lain terdiri atas: a. kawasan konservasi perairan; b. daerah rekreasi atau wisata bahari; c. kawasan Mangrcve; d. Padang Lamun; e. Terumbu Karang; f. kawasan taman nasional; g. kawasan taman wisata alam Laut; h. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan; i. kawasan rawan trencana al.am; j. daerah pemijahan dan pembesaran ikan serta budidaya perikanan; k. alur migrasi brota Laut yang dilindungi; 1. daerah penangkapan ikan atau zor,a perikanan; m. alur pelayaran; dan/atau n. wilayah pertahanan. (4) Dalam hal rona awal kualitas Air Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf b tidak memenuhi Baku Mutu Air Laut, wajib dipastikan tidak ada penambahan konsentrasi pada parameter yang melampaui Baku Mutu Air Laut. SK No 084668 A Pasal 247
PRESIDEN REPUBLIK INDONES!A -168- Pasal 247 (1) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang melaksanakan pembatasan Limbah ke Laut dengan cara pembuangan Air Limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245 huruf b harus memenuhi ketentuan: a. Baku Mutu Air l,imbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131; b. standar teknologi pengolahan Air Limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132; dan c. ketentuan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (21 Pembatasan Limbah ke Laut dengan cara pembuangan Air Limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku kepada penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang memiliki dampak Air Limbah ke lingkungan berupa rendah atau tinggi. (3) Dalam hal dampak Air Limbah ke lingkungan berupa: a. rendah, penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan wajib menaati Baku Mutu Air Limbah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan; dan b. tinggi, penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan wajib mendapatkan Persetujuan Teknis. Pasal 248 (1) Penanggung jawab Usaha danlatatr Kegiatan yang melaksanakan pembatasan Limbah ke Laut dengan cara pembuangan Air Limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245 huruf b dan memiliki dampak Air Limbah ke lingkungan tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal247 ayat (3) huruf b wajil-r membuat kajian teknis sebagai dasar pertimbangan Persetujuan Teknis. (21 Kajian teknis sebagaimana climaksud pada ayat (1) meliputi: a. identifikasi sumber, kuantitas, dan karakteristik Air Limbah; SK No 084669 A b. penentuan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -169- b. penentuan parameter kunci yang akan dijadikan prediksi sebaran Air Limbah dan Baku Mutu Air Limbah; c. iderrtifikasi Laut penerima Air Limbah; d. ktialitas Air Laut penerima Air Limbah; e. data sirktrlasi Air Laut musiman; f. area sensitif sebagaimana dimaksud dalam Pasal246 ayat (3); g. prediksi sebaran Air Limbah di Laut termasuk penentuan zoft€ of initial dilution; h. usulan titik pemantauan kualitas Air Laut berdasarkan hasii prediksi sebaran Air Limbah di Laut; i. inforrnasi mengenai tata letak industri keseluruhan dan penandaan unit yang berkaitan dengan pengelolaan Air Limbah; j. neraca air yang menggambarkan keseluruhan sistem pengelolaan Air Limbah; k. informasi mengenai deskripsi sistem instalasi pengolahan Air Limbah; f. informasi yang menjelaskan upaya yang dilakukan dalam pengelolaan Air Limbah; m. prosedur operasional standar tanggap darurat rnstalasi pengolahan Air Limbah; n. informasi yang menjelaskan upaya yang dilakukan dalam pengelolaan Air Limbah; dan o. informasi uraian penanganan kondisi darurat Pencemaran Laut. Pasal 249 (1) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan mengajukan permohonan Persetujuan Teknis pemenuhan Baku Mut-u Air Limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3) hurt.f a dan Pasal 57 ayat (4) huruf a yang dibuang ke Laut kepada Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya. SK No 084670 A (21 Permohonan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -t70- (2) Permohonan Persetujrran'['eknis pemenuhan Baku Mutu Air Limbah yang dibuang ke Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan persyaratan kajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 248 ayat (21. (3) Permohr:nan Persetujuan Teknis pemenuhan Baku Mutu Air Limbah yang dibuang ke Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (21 disampaikan melalui sistem informasi dokumen Lingkungan Hidup untuk Persetujuan Teknis. Pasal 250 (1) Permohonan Persetujuan Teknis pemenuhan Baku Mutu Air Limbah yang dibuang ke Laut sebagaimana dirr,aksud dalam Pasal 249 dilakukan pemeriksaan kelerrgkapan kajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 248 ayat (21 dalam jangka waktu palirrg lama 2 (dua) hari kerja sejak permohonan diterima. (21 Dalam melakukan pemeriksaan permohonan Persetujuan Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1): a. Menteri menugaskan pejabat yang membidangi Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut; dan b. gubernur menugaskan pejabat yang rnembidangi Lingkungan Hidup. (3) Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan: a. lengkap dan benar, pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan penilaian substansi; atau b. tidak lengkap dan/atau tidak benar, pejabat sebagainrana dimaksud pada ayat (2\ mengembalikan permohonan Persetujuan Teknis untuk diperbaiki. (4) Penilaian substansi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat melibatkan tenaga ahli Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut. (5) Terhadap hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b yang tidak lengkap dan/atau tidak benar, penanggung jawab Usaha danlatau Kegiatan melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak dinyatakan tidak lengkap dan/atau tidak benar. SK No 084671 A Pasal 251 . .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - t7r - Pasal 251 Dalam hal hasil penilaian substansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25O ayat (3) huruf a menunjukkan: a. telah memenuhi persyaratan, pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25O ayat (2), menerbitkan Persetujuan Teknis pemenuhan Baku Mutu Air Limhah yang dibuang ke Laut; atau b. tidak memenuhi persyaratan, pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25O ayat (21 menerbitkan penolakan Persetujuan Teknis untuk pemenuhan Baku Mutu Air Limbah yang dibuang ke Laut disertai dengan alasan pent-rlakan. Pasal 252 Persetujuan Teknis pemenuhan Baku Mutu Air Limbah yang dibuang ke Laut yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 251 huruf a memuat: a. standar teknis pemenuhan Baku Mutu Air Limbah; b. standar kompetensi sumber daya manusia; dan c. sistem manaJemen lingkungan. Pasal 253 Standar teknis pemenuhan Baku Mutu Air Limbah sebagaimana climaksud dalam Pasal 252 huruf a meliputi: a. parameter dan niiai Baku Mutu Air Limbah' b. desain instalasi pengolahan Air Limbah; c. titik penaatan dengan nama dan titik koordinat; d. titik pembuangan dengan nama dan titik koordinat; e. titik pemantauan Air Latrt dengan nama dan titik koordinat; f. kewajiban: 1. meiaksanakan pemantauan Air Limbah; 2. rnelaksanakan peinantauan kuaiitas Air Laut; 3. melaporkan hasil pemantauan; SK No 084672A +. mcmisahkan
ob. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -r72- 4. memisahkan saluran Air Limbah dengan saluran limpasan air hujan; 5. memiliki saluran Air Limbah kedap air; 6. memiliki alat ukur debit atau alat ukur yang setara; 7. memiliki Sistem Tanggap Darurat instalasi pengolahan Air Limbah; dan 8. memiliki Sistem Tanggap Darurat Pencemaran Laut; dan larangan: 1. membuang Air Limbah secara sekaligus dalam 1 (satu) kali pembuangan; 2. mengencerkan Air Limbah dalam upaya penaatan batas kadar yang dipersyaratkan; dan 3. membuang Air Limbah di luar titik penaatan. Pasal 254 (1) Standar kompetensi sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 252 huruf b metiputi: a. penanggung jawab pengendalian Pencemaran Air; b. penanggung jawab operator instalasi pengolahan Air Limbah; dan c. personel yang memiiiki kompetensi lainnya sesuai kebutuhan, yang memiliki sertifikat kompetensi. (21 Standar kompetensi sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kemampuan: a. melakukan identifikasi sumber pencemar air; b. menentukan karakteristik Air Limbah; c. menilai tingkat Pencemaran Air; d. mengoperasikan dan merawat instalasi pengolahan Air Limbah; e. melakukan identifikasi bahaya dalam pengolahan Air Linrbah; SK No 097462 A f. melaksanakan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -173- melaksanakan tindakan keselarnatan dan kesehatan kerja terhadap bahaya dalam pengolahan Air Limbah; dan menguasai stanCar kompetensi lainnya sesuai dengan perkembanElan ilmu pengetahuan dan peratu ran perundang-undangan. Pasal 255 (1) Sistem rnanajemen lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 252 huruf c dilakukan melalui tahapan: a. perencanaan; b. pelaksanaan; c. pemeriksaarr; dan d. tindakan. (2) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. menentukan lingkup sistem manajemen lingkungan terkait Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut; b. menetapkan kebijakan Pengendalian Pencemaran dan/ atau Kerusakan Laut; c. menentukan sumber daya yang disyaratkan untuk penerapan dan pemeliharaan sistem manajemen lingkungan terkait Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut; d. menentukan sumber da_v*a manusia yang memiliki sertifikasi kompetensi Pengendalian Pencemaran Air; e. menetapkari kepemimpinan dan komitmen dari manajemen puncak terhadap Pengendalian Penceraaran danf atau Kerusakan Laut; f. menetapkan struktur organisasi yang menangani Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut; g. menetapkan tanggungjawab dan kewenangan untuk peran yang sesuai; f o b' SK No 084674 A h. menentukan .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -t74- h. menentukan aspek Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut dan dampaknya; i. mengidentifikasi dan memiliki akses terhadap kerrrajiban penaatan Pengendalian Pencemaran riani atau Kerusakan Laut; j. merencanakan untuk mengambil aksi menangani risiko dan peluang serta evaluasi efektifitas dari kegiatan tersebut; k. neenetapkan sasaran Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut, serta menentukan indikator dan proses untuk mencapainya; 1. memastikan kesesuaian metode untuk pembuatan dan pemutakhiran serta pengendaiian informasi terdokumentasi; m. menentukan risiko dan peluang yang perlu ditangani; dan/atau n. menentukan potensi situasi darurat dan respon yang diperlukan. (3) Pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. rnemantau, mengukur, menganalisa, dan mengevaluasi kinerja Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut; b. mendokuinentasikan hasil pemarrtauan Air Limbah dan kuali[trs Air Laut; c. melakukan evaluasi hasil pemanrauan Air Lirnbah mengacu pada Baku Mutu Air Limbah yang telah ditetapkan dalam Persetujuan Teknis atau peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Baku Mutu Air Limbah; dan d. meiaporkan seluruh kewajiban Pengenda.liarr Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut. (41 Dalam hal evaiuasi hasil pemantauan Air Limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b menunjukkan ketidaktaatan, penanggurrg jawab Usaha dan/atau Kegiatan mengubah rencana pengelolaan Air Limbah. SK No 084675 A (5) Pemeriksaan...
PRESIDEN REPUELIK INDONES!A -r75- (5) Perneriksaan seba.gaimana dimaksud pada ayat (1) hr.rruf c meliputi: a. mengevaluasi pemenuhan terhadap ke'x,ajiban penaatan Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut; b. rnelakukan rnternal audit secara berkala; dan c. mengkaji sistem manajemen lingkungan organisasi terkait Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut untuk memastikan kesesuaian, kecukupan, dan keefektifan. (6) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi: a. melakukan tindakan untuk menangani ketidaksesuaian; dan b. melakukan t-indakan perbaikan berkelanjutan terhadap sistem rnanajemen lingkungan yang sesuai dan efektif untuk meningkatkan kinerja Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut. Pasal 256 Penilaian substansi sampai dengan penerbitan Persetujuan Teknis pemenuhan Baku Mutu Air Limbah yang dibuang ke Laut sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 250 dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari keda. Pasal 257 Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang melakukan perubahan terhadap muatan Persetujuan Teknis pemenuhan Baku Mutu Air Limbah yang dibuang ke Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 251 huruf a, wajib melakukan perubahan Persetujuan Teknis sebagai dasar perubahan Persetujuan Lingkungan. SK No 097463 A Pasal 258
PRESIDEN REPUELIK INDONESIA -176- Pasal 258 (1) Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya melakukan verifikasi terhadap Persetujuan Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 252. (2) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk: a. melihat kesesuaian standar teknis pemenuhan Baku Mutu Air Limbah dengan pembangunan sarana dan prasarana yang dilakukan; dan b. memastikan berfungsinya sarana prasarana dan terpenuhinya Baku Mutu Air Limbah. (3) Hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memenuhi atau tidak memenuhi Persetujuan Teknis. (41 Dalam hal hasii verifikasi: a. memenuhi Persetujuan Teknis, Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya menerbitkan SLO; atau b. tidak terpenuhi atau terdapat perubahan terhadap Persetujuan Teknis, Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya memerintahkan melakukan perbaikan untuk melakukan perbaikan sarana dan prasarana dan/atau perubahan Persetujuan Lingkungan yang dituangkan dalam berita acara. (5) SLO sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a sebagai dasar bagi Menteri atau gubernur dalam melaksanakan pengawasan. (6) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan melakukan perbaikan sarana dan prasarana sesuai dengan berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (41 huruf b sampai dengan Baku Mutu Air Limbah terpenuhi. (7) Dalam hal penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan tidak melakukan perbaikan sesuai dengan berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, pejabat Pengawas Lingkungan Hidup melakukan pengawasan. (8) Pemenuhan standar kompetensi sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 254 paling lambat 1 (satu) tahun setelah SLO diterbitkan. SK No 097464 A Pasal 259
FRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -t77- Pasal 259 (1) Penanggung jawab lJsaha dan/atau Kegiatan yang mendapatkan Persetujuan Teknis pemenuhan Baku Mutu Air Limbah yang dibuang ke Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 252 wajib melakukan pemantauan terhadap: a. Air Limbah; dan b. kualitas Air Laut. (21 Pemantauan mutu Air Limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan sesuai dengan mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144. Pasal 260 (1) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan melaporkan seluruh kewajiban Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 255 ayat (3) huruf d. (21 Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Sistem Informasi Lingkungan Hidup. Pasal 261 (1) Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya melakukan pencegahan sampah Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 242 ayat (3) huruf c. (2) Pencegahan sampah Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi sampah yang berasal dari kegiatan di darat dan/atau di Laut. (3) Pencegahan sampah Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilakukan melalui: a. pengurangan sampah di sumber; dan b. pemantauan sampah Laut. (4) Pengurangan sampah di sumber sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. SK No 097465 A (5) Pemantauan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -r78- (5) Pemantauan sampah Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilaksanakan untuk memperoleh data karakteristik sampah Laut. Pasal 262 ( 1) Pemantauan sampah Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 261 ayat (5) mencakup: a. sampah pantai; b. sampah terapung; dan c. sampah dasar Laut. (21 Pemantauan sampah Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan tahapan: a. perencanaan; b. pelaksanaan; c. pengolahan dan analisis data karakteristik sampah Laut; dan d. pelaporan dan evaluasi. (3) Data karakteristik sampah Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (21huruf c meliputi: a. komposisi; b. berat: dan c" kepadatan. (41 Data karakteristik sampah Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi dasar dalam pengurangan sampah Laut. Paragraf 3 Penanggulangan Pasal 263 (1) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang mengakibatkan Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut waj ib melakukan penanggulan gan sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 24I ayat (2) huruf b. SK No 097466 A (2) Penanggung. . .
PRESIDEN REPUBLIK TNDONESIA -r79- (2) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib men5rusun rencana penanggulangan pada keadaan darurat. (3) Penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara: a. pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau Kerusakan Laut kepada masyarakat; b. pengisolasian pencemaran dan/atau Kerusakan Laut; c. pembersihan bahan pencemar danf atau pemsak; d. penghentian sumber pencemaran dan/atau Kerusakan Laut; danr/atau e. cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekrrologi (4) Penghentian sumber pencemaran dan/atau Kerusakan Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d dilakukan dengan cara: a. penghentian kegiatan pada fasilitas yang menyebabkan pencemaran dan/atau Kerusakan Laut; dan/atau b. tindakan tertentu untuk meniadakan pencemaran dan /atau kerusakan pada surnbernya. (5) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang melakukan penanggulangan pencemararr dan/atau Kerusakan Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib rnenyampaikan laporan penanggulangan kepada Menteri atau gubernur. Pasal 264 (1) Penanggulangan pencemaran danfatau Kerusakan Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (1) diiakukan dalam jangka waktu paling lambat 24 (dua pultrh ernpat) jam sejak diketahuinya pencernaran dan/atau Kenlsakan Laut. SK No 097028 A (2) Dalam
PRESTDEN REPUBLIK INDONESIA -180- (2) Dalam hal penanggulangan pencemaran dan/atau Kerusakan Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan, Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya menetapkan pihak ketiga untuk melakukan penanggulangan. (3) Biaya yang timbul dari pelaksanaan penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat {2) dibebankan kepada penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan. Pasal 265 Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau Kerusakan Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 241 ayat (2) huruf b terhadap pencemaran danfatau Kerusakan Laut yang tidak diketahui sumber atau penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatannya. Paragraf 4 Pemulihan Pasal 266 (1) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan , yang melakukan pencemaran dan/atau Kerusakan Laut wajib melakukan pemulihan Mutu Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 241 ayat (2) huruf c. (2) Pemulihan Mutu Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mengembalikan Mutu Laut. (3) Pemulihan Mutu Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara: a. penghentian sumber pencemaran dan/atau Kerusakan Laut dan pembersihan bahan pencemar dan/atau perusak; b. remediasi; c. rehabilitasi; d. restorasi; dan/atau e. cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. SK No 097467 A Pasal 267 .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -181 - Pasal 267 (1) Pemulihan Mutu Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 ayat (1) dilaksanakan dengan menJrusun rencana pemulihan Mutu Laut. (21 Rencana pemulihan Mutu Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya untuk mendapatkan persetujuan. (3) Pemulihan Mutu Laut wajib dilakukan dala.m jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rencana pemr:lihan Mutu Laut disetujui. Pasal 268 (1) Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya melakukan pemulihan Mutu Laut dalam hal penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan tioak melaksanakan pemulihan Mutu Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 267 ayat (31. (2) Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menetapkan pihak ketiga untuk melakukan pemulihan I''lutu Laut. (3) Biaya yang timbul dari pelaksanaan pemulihan Mutu Laut sebagairnana dimaksud pada ayat (2) dibebankan kepada penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan. Pasal 269 Menteri atau gubernur sesuai dengan ke.rrenangannya melakukan pemulihan pencemaran dan/atau Kerusakan Laut sebagaimana dimaksud dalani Pasal 2t,1 ayat (:2) huruf c terhadap pencemaran dan/atau Kerusakan La,t yang tidak diketahui sumber atau penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatannya. SK No 097442 A Bagiafi
PRESIDEN IEEPUBLIK INDONESIA - i8'2 - Ragian Kelima Pemeliharaan Pasal2'7O (1) Pemeliharaan sebagaimana drmaksud dalam Pasal 222 huruf d dilaksanakan untuk mempertahankan Mutu Laut. (21 Pemeiiharaarl Illutu Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan berdasarkan rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Laut sebagairnana dimaksud dalam Pasal 237. (3) Pemelihara-an Mutu Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui upaya: a. perlindungan ekosistem Laut sebagai pcnyarrgga kehidupan; b. penetapan kawasan konservasi perairan; dan,,atarr c. pelestirria.n fungsi ekosistem Laut Calam rangka adaptasi darr init.igasi perubahan ikhm. (4) Perlindungan ekosistem Laut sebagai pen-v-angga kehidupan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a ditujukan untuk terpeliharanya proses ekologis yang menunjarrg kelangsrrngan kehidupan Laut untuk meningkntkan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. (5) Penetaparr kawasan konservasi perairarr sebagairnana dimaksud padr:. ayat (3) huruf b driaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undarlgan. (6) Pelestarian fungsi ekosistern Laut daiam rangka adaptasi dan mitigasi penrbahan iklim sebagaimana dimaksud pada ayat {3) hurrrf c dilakukan untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim. Pasal 271 Ketentuan lebih lanjut rnengenai: a. inventarisasi Mt.tu Laut, b. pemant-auan Mutu Larrt; SK No 084683 A c. tata
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 183-. r). tata cilril, penelap.rn Bakr-r Mutu Air Laut untuk peruntukan lainrr\,'a I d. peny-usunan, penetapan" dan perubahan kriteria l-raku kerusakan ekcsistem Laut; e. penetapan St-atus; Ilutr-r Laut; f. peilyrlsunan, penetapan, cian perubahan rencana Perlinciungan dan Pengelolaan Mutu Laut, g. +,ata cara pellyusunan dan Pcnetapan Persetujuan Teknis pemenuhan Baku I\,iutr.r Air Limbah yang dibuang ke Laut dan SLC); h. pemantauan samp.ah Lai:t' i. peilangg'llangari peilcernaran dan/atau Kerusaka.n Laut; j pernulihan Mutu Laut: dan k. pemeliharaan Mutu Larrl-, sebagairnatira dimaksrid dalanr Pasal 224 sampai dengan Pasal 2.7O diatur dalam Peraturarr Menteri. BAB Vi PENGE}IDALIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP Pasai 272. (1) Untuk inenentukan terjadin5,a Kerusakan Lingkungan Hidup, ditetapkan kriteria bak,r Keru-sakan Lingkungan Hidup. (2) Kriteria ba.k,-i Kerusakan Lingkun6{an Hidup sebagaimana dirnaksuC pada ayat (1) meliputi kriteria baku kerusakan: a. Terurnbur Karang; b. Mangrove; c. Padang l,arr-.-rn; d. tanalr rrntr-rk prrrrclurksi biomacsa; e. garnbut; f. kar::t; g. lingkunglri lv?ng berkaitan dengan kebakaran trutan dan/atar,. iahan; SK No 084684A h. lahan...
PRESIDEN REPUELIK INDONES!A -184- lahan akibat Usaha pertambangan; dan dan/atau Kegiatan i. kriteria baku Kerusakan Lingkungan Hidup lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (3) Kriteria baku Kerusakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c diatur sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 23I dan Pasal 232. (4) Kriteria baku Kerusakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dan huruf e dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Kriteria baku Kerusakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf f sampai dengan huruf i ditetapkan dalam Peraturan Menteri. (6) Dalam hai kriteria baku Kerusakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (5) belum ditetapkan, penentuan kriteria baku Kerusakan Lingkungan Hidup dilakukan berdasarkan hasil kajian atau pendapat ahli. Pasal 273 (1) Ketentuan mengenai kriteria baku Kerusakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 272 ayat (2) huruf g, dikecuaiikan terhadap kegiatan pembukaan lahan dengan cara pembakaran yang dilakukan masyarakat di lahan miliknya sendiri. (21 Pelaksanaan pembukaan lahan dengan cara pembakaran dilakukan berdasarkan kearifan lokal yang meliputi: a. Iuas lahan maksimal 2 (dua) hektare per kepala keluarga; b. dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api ke wilayah sekelilingnya; dan c. ditanami tanaman jenis varietas lokal. (3) Pemerintah dan/atau Pernerintah Daerah memberikan rekomendasi, fasilitasi, pembinaan, dan pendampingan bagi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1). h SK No 097468 A (4) Ketentuan
PRESIDEN REPUBLIK TNDONESIA - 185- (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pembukaan lahan dengan cara membakar berdasarkan kearifan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri. BAB VII PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DAN PENGELOLAAN LIMBAH NON BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN Ragian Kesatu Umum Pasal 274 (1) Setiap Orang yang menghasilkan Limbah wajib melakukan pengelolaan Limbah yang dihasilkannya. (21 Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputr: a. Pengelolaan Limbah 83; dan b. Pengelolaan Limbah nonB3. Bagian Kedua Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Paragraf 1 Umum Pasal 275 Penyelenggaraan Pengelolaan Limbah 83 meliputi a. penetapan Limbah 83; b. Pengurangan Limbah 83; c. Penyimpanan Limbah 83; d. Pengumpulan Limbah 83; SK No 097469 A e. Pengangkutan
PRESIDEN REPUELIK INDONESIA -186- e. Pengangkutan Limbah 83; f. Pemanfaatan Limbah 83; g. Pengolahan Limbah 83; h. Penimbunan Limbah 83; i. Dumping (Pembuangan) Limbah 83; j. pengecualian Limbah 83; k. perpindahan lintas batas Limbah 83; l. Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup dan pemulihan fungsi Lingkungan Hidup; m. Sistem Tanggap Darurat dalam Pengelolaan Limbah 83; dan n. pembiayaan. Paragraf 2 Penetapan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Pasal 276 (1) Setiap Orang yang menghasilkan Limbah 83 wajib melakukan Pengelolaan Limbah 83 yang dihasilkannya. (21 Limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan kategori bahayanya terdiri atas: a. Limbah 83 kategori 1; dan , b. Limbah E}3 kategori 2. (3) Limbah E}3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan sumbernya terdiri atas: a. Limbah 83 dari sumber tidak spesifik; b. Limbah 83 dari 83 kedaluwarsa, 83 yang tumpah, 83 yang tidak memenuhi spesifikasi produk yang akan dibuang, dan bekas kemasan 83; dan c. Limbah 83 dari sumber spesifik. (4) Limbah 83 dari sumber spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c meliputi: a. Limbah 83 dari sumber spesifik umum; dan SK No 097470 A b. Limbah
PRES!DEN REPUBLIK INDONESIA -187- b. Lirnbah R3 <iari surnber spesifik khusus. Pasal 277 Limbah IJ3 sr:bagaimana dimaksud dalarn Pasal 276 merupakarr Liinbah 83 st:baga.imana tercantum Jalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Femerintah ini. Pasal278 (1) Dalam tral terdapat i,imbat di luar daftar l,imbah 83 sebagairrrarra lercanturn dalam Larnpiran IX Jrarrg rnerupakan bagian ticlak terpisahkair dari Pc:raturan Pemerintah ini yang terindikasi memiliki karakteristik Limbah Bl., X,lenteri walib rnelakukan qij karakter,stik urrttrk met.gtrien tifi kasi Lim'uah sebaga.i: a. Lirnbah B3 itatrgori i; b. I-imbah 83 kategori 2; at.tr-l ('. Lilnbah ircnB3. (2) Karakteristik Lim'.rair ts3 sebagai.mana dimaksrrd pada ayat (1) meiiprrti: a. rnuclatr rieledak; b. mudah menyala; c. reaktif; d. infeksius; e. korcsif: dan/at-a,-t f. beracun. (3) tJji !:ar:ai<teri:stik urrtrrk mengidentifit<asi Lirnbah sebagai Lirnharr B3 kategori L sebagaimana dimaksud pada a5-at (1) lruruf'a. melii>uti uji: a. karaxte;'iscitc^ rnurdeih mcledak, inudah rr:enyala, reak-ttf, irr:'tks:rrs, d.r,r/alau korosif sesu.al dengan I)arantcter tiji Sr-'i.,agajL"r.^ tercantum dalam Larnpiran X. .., anp, merupakan oagiarr tjdak terpi:;ahka rr rjal'l l)e;.iruran Perner irttan ini; SK No 084688 A b. kalakteristit
,= PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA .I8Bb. karaktr-'ristik beracun melalui TCLP untuk menentuk,an Limbah yarlg diuji rrrcrrriliki konsentrasi zat F,errcernar lebih besar dari konsentrasi zat pencemar pa.rla kolorn TCLP-A sebagaimana tercarrturrr'.r tlalam Larnprran Xi yang n:enrpakan bagian riclak terpisahk.an dari Peraturan Pemerintah ini; dan c. karakteristik belacun melalui Uji Toksikologi LDso untuk menenturkan Linrbah yang diuji memiliki nilai U1i Toksikologi LDsc lcbih kecil dari atarr sama. dengan 50 rng/kg /lirna. puluh miligrarn per kilogram) berat badan heu,an rrji. (4) Uji karakteristik untuli mengidentifikasi Limtrair sebagai Limbah E}3 ka,tegori 2 sebagainrana dimaksud pelda ayat (i) huruf b rnelipr:t-i u;i: a. karakteristil< bei-aci,ltr melalui TCILP r,rntttk rnenentukan Limbah yang cliuji rnemilihi kor:.sentrasi zaL pcncenrar lebih kecil dari atau sama dengan konsentrasr zat pencemar pada kolorn TCLP-A. dan merriliki konsentiasi zat pencemar lebih besar dari konsenrasi zat pencemar pada kolom TCLP-B sebagairnana tercantum dalane Lampiran XI yang nnerupakan bagian ridak tei'pisahkan ctari Peraturan Pemerirrtah ini; b. karakleristik beracuri melahri IJji Tr:ksikologi r,Dsc untrrk menciltukan Limbah yang diuji rnerniliki nilai Uji Toksikclogr LDso leirih tresar dari 50 mg/kg ilima puh.rh miligrarn per kilogram) berat badan tre-wan rr.ii dan lebih kecii dari atau saina denlgan 5000 mglkg (iima ribu rniligrarn per kilogram) berat badalt hcwan uji; c.al (.). xarakterrstik beracrrn melalui riji foksikologi sul.r1= onis sesuai dengari prarameter qji sebagaimana tercantum daiam L,arrrpiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Perattlran Pernerintah rni. (5) Uji karrikteristik sebagirimana, dimaksud par1a aya.t (3) dan aya t (4) dilakt rkii !1 sec--.ra bL'iltr Ltta n. SK No 084689 A Pasai279...
PFIES IDEN REPUBLIK INDONESIA - l8';r - Pasal 27c) (1) Dalam melakukan uji karakteristik sebagaimana drmaksttd dalam Fasal '278, Menteri menggunakan lahoratorium yang terakreditasi urrtuk masing-masing uji. {2) Daieun ha[ beium terdapat laboratoriuin yang terakreditasi sebzrgaimana dimakstrd pada ayat (1), uji karakteristik dilakr:kan dengan mengglrnakan laboratorium yang menerapkan prosedur yang telah mcrnenuhi Standar Nasional lndonesia mengenai tata cara berlatlioratorium yar,g haik. Pasal 280 (1) Menteri seteiah mendapatkan hasil uji karakteristrk sebagaimiina dirnaksud dalam Fasal 278 menugaskan tim ahli Lirnhair B3 untrik melakukan evahrasi terhadap hasil uji karakteristik. (21 Evaluasi oleh t-inr ahir i,:mbah 83 sebagaimana dinraksud pada ayat t1) rnuliputi identifikasi dan analisis terhadap: a. hasil uji karakteristik Limbah; b. proses l,,roduksi pada usaha da;-./aiau kcgiatan yang menghasilkan Lirnbah; dan c. bahan bal<u da.nlatau bahan penolong yang digunakan dalam proses produksi. (3) Evaluasi seba.gaima.na dimaksud pada ayat (21 clilakukan paling larna 10 {sepulutr) }rari kerja sejak Menteri memberikan penutj{r.sarn. (4) Tim ahli L.inrbah 8.1 rnenyampaikan rekornendasi hnsil evajuasi kelrada Menteri paling la:na 4 fenrpat) han kerja sejak hasii evaluasi dil<etahui. (5) Rekomendasi sc'L'g-gaimana, clinraksud pada ayat (4) palir,g sedikrt rnt:mu,r.t: 11. iderrtitats Lirnl''ah; b. dasar pertirrrbangan rekomendasi; cian c. kesimprilan hasil evaluasi i:erhadap hasil uji karakterisdii Lirnb:rl: . SK No 084690A (6) Dalam .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -i90- (6) Dalaur hal trasiJ evah;asi terhadap Limbah menunjukkan adanya L:arakteristik Liinhah E}3 Jang rnemenuhi ke.tentuan sebagaimana diniaksud dalam Pasal 278 alrat (3) atau ayal i4\, rekomendasi tim ahli Limbah 83 rrremuat pernyataa.n bahu,a Linrbah merupakan: a. l,irnl,ah t3l] kat-egori i; atau b. Limbah B3 kategcru 2. (71 L\alan: hal hasil evaluasi terhadap Lirnbai: ticlak rnenurr.iukltan adanye l<;-rakteristik' Linrbah 83 :iang mernenuhi ketentr-ian sebagaimana dinraksud dalrrm Pasal 278 ayat (3i atau ayat (,41, rekomendasi tim ahli l,imbah B3 memuat per:rvataan bahrva l-imbah merupakan Limbah nonB3. Pasal 28i (1) Tirn ahii Lirnbah B.i sebagaimana dimaksucl dalanr Pasal 28O ayat (1) dibentuk oleh Menteri. (2) 'lim atrii l-irnbalr 83 selragairrrana dimaksud pada ayat (l) tcrdiri atas: a. ketria, b. sekretans; darr c. anggol-a. (3) Susunan tim ahii Limbah 83 sebagaimar,a dimaksud paria ayat (1) paling seriikit terdiri atas pakar di bidar;g: a. toksikclogi; b. kesehatan manusla; c. proses indr.rsl-r i; d. kirnia; e. biolog,; ii;rr: t. p:rka.i iriin .,rang diterrt.rrkarr oleh I\Ittr.teri. SK No 084691 A Pasal 282
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -i91 - P:rsal 282 (1) Menteri melerkukan rapat koordinasi dengan kementerian/ Iembaga p-emerintirh nonkementerian yang rnemberikan izin lJsalta dan/atau Kegiatan atau yang rnelakukan pcmbi.naan terhaci.ap l-Tsaha dan/atau Kegiaf.an untuk membahas rekomendasi t-im ahli sebagarrnana dimaksud dalairr Pasal 280 a.,,at (4). (2) Berdasarkan hasil rapat koordinasi sebagaimana dimaksr.id pada er1,at (1), dalain jangka waktu paling iama 7 (tu1uh) hari kei-j.r }v{er)teri menetapkan Limbah sebagai: a. Limbah 83 kategori 1; atau b. Linrbah t33 katc.gori 2. P'aragraf 3 Pen55uranqan Limbah Bahan Berbrrhaya dan Bera,:un Pasal )8iJ (1) Setiap Orang yan-g rrrenghasilkan Limbah B'3 waj,b melakukan Pengrrrangan Limbah 83. t,2l Pengnrangan Limhah L3lJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1i dilakukzrn urelalui: a. sr-rbstitusi bahan; b. rnodi{il<asi prcses; dan/atau c. penggltnaan teknologi rarnah lingkungan. (3) Substitusi bahar, sebagairnana dimaksud paaa ayat (21 huruf a dapat Cii,-,kukan melalui pemiiihan bahan t;akrr Can/atau bahir,r p,:nolong y.rng semuia mengandung 83 digantikan uier:gar: ba.han ba.ku danTatau bahan penoiong yeng ticlak menserrdurrg BI). (4j Modillkasi proses :ebagaimanir Cimaksucl pada tyat (21 hun-rf l> 'larrar. ditak.ika;.r n:elaiuri punriiitrar_^, dan Denerapan rlroses prorli:!::;i jialtg lebrh ellslen. SK No 084692A Pasa-l 284 .
I* PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 192- Pasa{ 284 (1) Setiall Orang yaflg menghasilkan Limbah 83 sel:agaimana dirnaksird dalam Pasai 283 r,.rajib menj?rrrpaikarr lapcran secai-a tcrtrrlis kei:ad.r h{enLeri mengenai pelaksanaan Pengurangr,n i,imtrah R3. (21 Laporan sec{ira tertuhs sebagaimana ciimaksud parie, ayau (l) ciisanrpaikan sccara b,--rkala paling sedrkit 1 (satu) kaii dalam 6 (er:am) bulan sejak Pengurangan L,irnbah 83 dilakrrkan. Paragraf 4 Penyimpanan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Pasai 285 (1) Setiap Oranq vang nrenghasilkan Limbuh 83 wa.;ib n:elakukan Penyinlpanar) Limbah 83. (2) Setiap Orang _\rang nienghasilkan Limbah 83 sebagaimana dirnaksud pada a3,'at (11 diletrang melak_ukan pencarnpuran Lirlt:ah B3 yang dlsinrlrannya. (IJ) Untuk Capat rnelakukan Penyimpanan Limbah 83 sebagairnana dirnaksud pada ayat (l), Setiap Orang yang rnenghasilkan Limbah 83 wajib mer-nenuhi: a. standar Penyinnpanan Limbah 83 yang diintegrasika_n ke dalam Drllrrur in<luk berusaha, bagi. penghasil Li,rnbah 83 'lari Usaha" dan/atau Kegiatan r,r-ajib SppL; dari/atau b. rincian reknis Penyirnpanan Limbah B3 yang,limuat dalarn Persetujtran Lingkungan, bagi: l. Pengh.asil Limbah 83 dari Usaha dan/atau Kegiatan wajib Amdal atau UKL-UPL; dan 2. Instansi Penrerintah yang menghasilkan Limbah E}3. (41 standar danlatau rirrcian teknis Fenyimpanan Limbah 83 sebagairrrala rlifla}<sud pada a.vat (3) rnc.iipr.rti: a. na111,1, sumi-.,.'l'. lietr^akteristik, ciatr jurnlah Limbatr 83 ],-ang rrk.rn <i isirrrpcLn, SK No 084693 A b clokumen. . .
r -tr T, I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 1!,3 - b. rlokr.rmen -vang mer:jelaskan tentang tempat Penyrnrpanan Limt-.ah 83; c, dokrrmen i'ang menjelaskan tent.ang pengernasan L.imhah t33; d. persyari.rtan Lingkungan Hidup; dan e. kewajiban pemenuhan standar dan./atau rirrcian teknis l'envimpanan Lrmbah 83. (5) Tata cara pengintegrasiarr slandar Penyimpanan Limbah 83 terhaclap nomor induk berusaha sebelgaimana dima,ksuC pada ayat (3) hr.rruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pera.Luren perundang-undangan. Pasai 286 'iempat Penyimpanan Linrbah 83 sebagaimana dinlaksud dalam Pasal'285 alar. (4) huruf b harus rnemenuhi persyararan: a. lokasj Penv'inrpanan Lirnbah R3; b. fasiiitas Penvirrrpanan Limbah 83 yang sesuai de'ngan jumlah Lrrnbah If3, karakteristik Limbah 83, dan dilengkapi dengan upaya pengenCalian Pencemaran Lingkungan l-lidup; clan c. peralatan penarrggJrirrngan keadaan danrrat. Pasal 287 (1) Lokasr Penyimpanan Limbah 83 sebagaimana dimaksurl dalarn Pasal 286 hururf a harus bebas banjir dan tidak rawarr bencana alatrr. (2) Dalam hal loka.si Pen'yir.nparran Limbah 83 tidak bebas banjir ciai, rawan br:ncana alam, lokasi Penyirrrpanan Limbah 83 harus Capat direkayasa Cengan teknologi untuk Perlinclr-urgan ian Pengelolaan Lingkungan Hidup. (3) Lokasi Penyimpanan Lirnhrrh 83 sebagarmana dimaksud pada ayal. (1) dan a-l'at (2i harus beraCa di dalanr penguasaa-n Setra.l'r Orang ),ang mcnghasilkan L.rnbah 83. SK No 084694 A Pasai 28:8
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -194- Pasai 288 (1) Fasilitas Penyimpanan Limbah 83 sebagaimana dimaksud daiam Pasal 286 huruf b dapat berupa: a. bangunan; b. tangki rlan/atau kontainer; c. silo; d. tempat tumpukan linrbah (u.taste pilel; e. utaste irnpoundment; danlatau f. bentuk lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (2) Fasilitas penyimpanan sebagaimana dimaksud pada a_vat (1) huruf a, huruf b, huruf c, danf atau huruf f dapat digunakan untuk melakukan penyimpanan: a. Limbah 83 kategori 1; b. Limbah B3 kategori 2 dari sumber tidak spesifik; dan c. Limbah 83 kategori 2 dari sumber spesifik umurn. (3) Fasilitas penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf a, huruf c, huruf d, truruf e, danf atau hur"rf l' dapat digunakan untuk melakukan Penyimpanan Limbah 83 kategori 2 dari sumber spesifik khusus. Pasal 289 (1) Fasilitas Penyimpanan Lirnbah 83 berupa bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 288 ayat (l) huruf a harus memenuhi persyaratzrn. a. desain dan korrstruksi yang mampu melindungi Limbah 83 dari hujan dan sinar matahari; b. memiliki penerangan dan ventilasi; dan c. memiiiki saluran drainase dan bak penampung. l2l Persyaratan fasilitas Penyimpanan Limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk kegiatan pcnyimpanan: a. Limbah 83 kategori l; dan b. Limbah . . SK No 084695 A
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -195- Limbah 83 kategori 2 dari sumber tidak spesifik dan sumber spesifik umum. Pasal 290 Persyaratan fasilitas Penyimpanan Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 289 ayat (1) huruf a dan huruf c berlaku untuk kegiatan Penyimpanan LimbaLr 83 kategori 2 dari sumber spesifik khusus. Pasal 291 Peralatan penanggulangan keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 286 huruf c paling sedikit meliputi: a. alat pemadam api; dan b. alat penanggulangan keadaan darurat lain yang sesuai. Pasal 292 (1) Pengemasan Limbatr 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 ayat (4) humf c dilakukan dengan menggunakan kemasan yang: a. terbuat dari bahan yang dapat mengemas Limbah 83 sesuai dengan karakteristik Limbah 83 yang akan clisimpan; b. mampu mengungkung Limbah 83 untuk tetap berada dalarn kemasan; c. memiliki penutup yang kuat untuk mencegah terjadinya rumpahan saat dilakukan penyimpanan, pemindahan, atau penqangkutan; dan d. berada dalam kondisi baik, tidak bocor, tidak berkarat, atau tidak rusak. {2) Kemasan Limbah 83 sebagaimana dimaksuci pada ayat (1) wajib dilekati Label Limbah E}3 dan Simbol Limbah E}3. (3) Label Limbah 83 paling sedikit memuat keterangan mengenai: a. nama Limbah 83; b. identitas Penghasil Limbah E}3; b SK No 084696 A c tanggal
PRESIDEN REPUELIK INDONESIA -196- c. tanggal dihasilkannya Limbah 83; dan d. tanggal pengemasan Limbah 83. (4) Pemberian Simbol Limbah 83 disesuaikan dengan karakteristik Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 278 ayat (21. Pasal 293 Nomor induk berusaha atau Persetujuan Lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 ayat (3) wajib diubah dalam hal terjadi perubahan terhadap persyaratan: a. nama Limbah 83 yang disimpan; b. lokasi tempat Penyimpanan Limbah 83; dan/atau c. desain dan kapasitas fasilitas Penyimpanan Limbah 83. Pasal 294 (1) Persyaratan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 ayat (4) huruf d paling sedikit meliputi: a. memfungsikan tempat Penyimpanan Limbah 83 sebagai tempat Penyimpanan Limbah 83; b. menyimpan Limbah 83 yang dihasilkan ke dalam tempat Penyimpanan Limbah 83; c. melakukan pengemasan Limbah 83 sesuai dengan karakt-eristik Limbah E}3; dan d. melekatkan Label Limbah 83 dan Simbol Limbah 83 pada kemasan Limbah 83. (2) Persyaratan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d dikecualikan untuk kegiatan Penyimpanan Limbah 83 kategori 2 dari sumber spesifik khusus. Pasal 295 Kewajiban pemenuhan standar dan/atau rincian teknis Penyimpanan Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 ayat (4) huruf e dilakukan dengan cara: a. melakukan identifikasi Limbah 83 yang dihasilkan; SK No 097471 A b. melakukan
b C FRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -t97- e melakukan pencatatan nama dan jumlah Limbah 83 yang dihasilkan; melakukan Penyimpanan Limbah 83 sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 286 sampai dengan Pasal 291; melakukan Pemanfaatan Limbah 83, Pengolahan Limbah 83, dan/atau Penimbunan Limbah 83 yang dilakukan sendiri atau menyerahkan kepada Pengumpul Limbah 83, Pemanfaat Limbah 83, Pengolah Limbah 83, dan/atau Penimbun Limbah 83; dan men)rusun dan menyampaikan laporan Penyimpanan Limbah R3. Pasal 296 (1) Setiap Orang yang menghasilkan Limbah E}3 dan melakukan kegiatan Penyimpanan Limbah 83 wajib: a. memenuhi standar dan/atau rincian teknis Penyimpanan Limbah B3 dan persyaratan Lingkungan Hidup; b. melakukan Penyimpanan Limbah 83 paling lama: 1. 90 (sembilan puluh) hari sejak Limbah El3 dihasilkan, untuk Limbah 83 yang dihasilkan sebesar 50 kg (lima puluh kilogram) per hari atau lebih; 2. 180 (seratus delapan puluh) hari sejak Limbah 83 dihasilkan, untuk Limbah E}3 yang dihasilkan kurang dari 50 kg (lima puluh kilogram) per hari unt-uk Limbah 83 kategori 1; 3. 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari sejak Limbah 83 dihasilkan, untuk Limbah 83 yang dihasilkan kurang dari 50 kg (lima puluh kilogram) per hari untuk Limbah 83 kategori 2 dari sumber tidak spesifik dan sumber spesifik umurn; atau 4. 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari sejak Limbah E}3 dihasilkan, untuk Limbah 83 kategori 2 dari sumber spesifik khusus; dan d SK No 097472 A c.menJrusun...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -198- c. men5rusun dan menvampaikan laporan pelaksanaan kegiatan Penyimpanan Limbah 83 yang menjadi bagian dalam pelaporan dokumen lingkungan, dan disampaikan kepada: 1. bupati/wali kota, untuk Penghasil Limbah 83 dari Usaha dan/atau Kegiatan wajib SPPL; dan/atau 2. pejabat Penerbit Persetujuan Lingkungan sesuai dengan kewenangannya untuk Penghasil Limbah 83 dari Usaha dan/atau Kegiatan wajib Amdal atau UKL-UPL. (21 Pen5rusunan laporan pelaksanaan kegiatan Penyimpanan Limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c memuat: a. sumber, nama, dan jumlah Limbah 83; b. kategori dan/atau karakteristik Limbah 83; c. pelaksanaan Penyimpanan Limbah 83; dan d. Pemanfaatan Limbah 83, Pengolahan Limbah 83, dan/atau Penimbunan Limbah 83 yang dilakukan sendiri oleh Penghasil Limbah 83 dan/atau penyeratran Limbah 83 kepada Pengumpul Limbah 83, Pemanfaat Limbah 83, Pengolah Limbah 83, dan/atau Penimbun Limbah 83. (3) Laporan kegiatan Penyimpanan Limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (21 disampaikan kepada pejabat penerbit Persetujuan Lingkungan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan sejak nomor induk berusaha dan/atau Persetujuan Lingkungan diterbitkan. Pasal 297 (1) Dalam hal kegiatan Penyimpanan Limbah 83 mel4mpaui jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 296 ayat (1) huruf b, Penghasil Limbah E}3 wajib: a. melakukan Pemanfaatan Limbah 83, Pengolahan Limbah 83, dan/atau Penimbunan Limbah 83; dan/atau b. menyerahkan Limbah 83 kepada pihak lain. SK No 097473 A (2) Pihak . .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -- i9t9 - (21 Pihak lain sebagaimana dimaksud pada avat meliputi: a. Pengumpui Limbah 83; b Pemanfaat Limbah 83; c. Pengolah Lirnbah 83; dan/atau ci. Penimhrrn Lirnbah 83. (1) hurut'b (3) Pihak lain sebagarrnana dimaksud pada ayat el wajib menriliki Perizinan Berusaha rrntuk kegiatan bidang usaha Pengelolaan Lrmbah B:J. Paragraf 5 Pengum.pr-rlan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Pasal 298 (l) Setiap Orang yang rnenghasilkan Limbah 83 wajib men_','erahkan Limbah 83 yang dihasilkann]/a kepada Pengumpui Limbah 83, dalam hal: a. tidak mampu memenuhi ketentuan jangka rvaktu Penyrmpanan Limbah 83; dan/atau b. i<apasitas tempat Penyimpanan Linrbah R3 terlampaui. (2) Penyerahan Lirnbah 83 kepada Pengumpul Limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai derigan bukti penyerahan Limbah 83. (3) Salinan bukti penyerahan i,imbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) rnenjadi bagian dalam peiaporan pelaksanaan kegiatan Penyimpanan I-irnbah R3 sebagaimana dirnakerrd dalari Pasal 29)6 avat (1) huruf c. Pasa\ 299 (1) Pengumpulan Linrbah 83 olel-r Pengumprll Limbah 83 sebagaimaiia. .ir,rraksud rlalarn Pasai 298 dilakukan d91rg€tr-, I a. segregasi Limbah [r3: dan b. Penyirn;,''anan Lirlhah 8 SK No 084700A (2) Segregasi
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -200- ('2 Segregasi Lrmbah BIJ sebagairrrana dimaksud pa.1a avat (1) hr-rrr,i a Ciiakukan scsuai dengan' a. flitrntr 'l,ir.nbah Bli scba.gaimai:a tercantr.lm daiam Laril:irai.i iX .yang merupakan bagir,rr ridak terprsahlran C;rri Peraluran Pem,:rintah ini; dan b. kararkteristik Lir:rbah 83 sebagaimana chmaksud Calarn ?'asal 2 Z8 av.at (2). (3) Penvimpatran Lirnbah B3 seL/agaimana dirnaksucl pada ayat (1) hurtri b dilaksanakan sesuai dengan ketentrran Penyimprenan Liinbrrh ts3 sebagaimana dimaksuci dalarn Pasal 285 :iampai dr-riga.n Pasal297. Pasal {itlO (l) Untr.rk da.pat rrrela^kukan Pengumi;uian Linri;atr 83, Pengr:mpr.ti Limbah 83 wajib memiliki: a. Perselujuem Lingkungan; dan b. Periz;inan lJenrsatla r-rntuk kegia-tan bidang t saha. Pengcl.rrlaan i,in'rbah [33. {21 Urrtuk mendapart Persetrrjlran Lingku-ngan sebagaimaira dimaksud pada alrat (l) irrrnrf a, Pengtrmpul I-imbah 83 wajib rrremiiiki Persetuiuan'Ieknis Pengelt-rlaem Limbat, B3 (3) Pengu.morrl Lrrnbah 83 dilarang: a. meiakuktrn Pemanj'a-etan Limbah B3 rjan/ar-au Pengoiahzin Limbah 83 terhadap sebagian atnu selui-uh Limbah 83 yang dikumpulkan; b. rrtenl,erahkar Limba.h I33 yang clikurnpulkan kepada Pengi-rmpul Lirnbah 83 yang lain; darr c. melal:ul<an pcncairtpuran Limbah 83, Pasai 301 (1) ijntuk rrrendapat Persetrrjuan Teknis Pengclolaan Limbah R3 sebagairnana chnraksud dal.arn Pasal 300 ayat (2), Pengurnpul. iirnbah 83 nrengaiukan permohonan secara terti-riis ken.*ria.; SK No 084701 A a. Menteri