The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by bukubahasaindonesiasmpmts1, 2022-01-20 03:01:13

Teks Cerita Pendek

Teks Cerita Pendek

Pelajaran 3

Cerita Pendek

Fokus Pembelajaran
Penguasaan kompetensi mengidentifikasi; menelaah struktur dan aspek kebahasaan; dan
menyimpulkan unsur-unsur pembangun karya sastra dengan bukti yang mendukung dari
cerita pendek yang dibaca atau didengar; serta mengungkapkan pengalaman dan gagasan

dalam bentuk cerita pendek.

Kegiatan 1
Membaca Cerpen dan Mendiskusian Isinya

Salah satu tujuan cerita pendek adalah mengungakakan gagasan, perasaan, dan
pengalaman kehidupan. Pengarang menyampaikan gagasan untuk memberikan wawasan,
respon, atau solusi terhadap berbagai masalah kehidupan. Gagasan dikembangkan
berdasarkan pemikiran yang logis dan pertimbangan perasaan kemanusiaan. Berbagai
peristiwa kehidupan yang dialami para tokoh dapat menjadi refleksi (perenungan) dan
pertimbangan bagi pembaca untuk memecahkan berbagai masalah kehidupan yang
dihadapinya.

A. Mengenali Nilai Moral dalam Cerpen

Buku yang berisi kumpulan cerpen disebut dengan antologi cerpen. Dalam sebuah
antologi cerpen, dimuat cerpen yang ditulis oleh seorang pengarang atau beberapa
pengarang. Buku antologi cerpen mengambil salah satu judul cerpen yang dimuat di
dalamnya sebagai judul. Biasanya cerpen-cerpen itu pernah dimuat di media massa.
Cerpen yang diterbitkan kembali dalam antologi cerpen mempunyai maksud sebagai
dokumentasi dan sebagai sarana bacaan bagi masyarakat.

Bacalah cerpen karya Umar Kayam berikut ini, kemudian kerjakan latihan yang
menyertainya

MBOK JAH
Karya: Umar Kayam

Sudah dua tahun, baik pada Lebaran maupun Sekaten, Mbok Jah tidak “turun gunung”
keluar dari desanya di bilangan Tepus, Gunung Kidul, untuk berkunjung ke rumah bekas
majikannya, keluarga Mulyono, di kota. Meski pun sudah berhenti karena usia tua dan capek
menjadi pembantu rumah, Mbok Jah tetap memelihara hubungan yang baik dengan seluruh
anggota keluarga itu. Dua puluh tahun telah dilewatinya untuk bekerja sebagai pembantu di
rumah keluarga yang sederhana dan sedang-sedang saja kondisi ekonominya. Gaji yang
diterimanya tidak pernah tinggi, cukup saja, tetapi perlakuan yang baik dan penuh tepa slira dari
seluruh keluarga itu telah memberinya rasa aman, tenang dan tentram.

Buat seorang janda yang sudah selalu tua itu, apalah yang dikehendaki selain atap untuk
berteduh dan makan serta pakaian yang cukup. Lagi pula anak tunggalnya yang tinggal di
Surabaya dan menurut kabar hidup berkecukupan tidak mau lagi berhubungan dengannya.
Tarikan dan pelukan istri dan anak-anaknya rupanya begitu erat melengket hingga mampu
melupakan ibunya sama sekali. Tidak apa, hiburnya. Di rumah keluarga Mulyono ini dia merasa
mendapat semuanya. Tetapi waktu dia mulai merasa semakin renta, tidak sekuat sebelumnya,
Mbok Jah merasa dirinya menjadi beban keluarga itu. Dia merasa menjadi buruh tumpangan
gratis. Dan harga dirinya memberontak terhadap keadaan itu. Diputuskannya untuk pulang saja
ke desanya.

1

Dia masih memiliki warisan sebuah rumah desa yang meskipun sudah tua dan tidak
terpelihara akan dapat dijadikannya tempat tinggal di hari tua. Dan juga tegalan barang sepetak
dua petak masih ada juga. Pasti semua itu dapat diaturnya dengan anak jauhnya di desa. Pasti
mereka semua dengan senang hati akan menolongnya mempersiapkan semuanya itu. Orang
desa semua tulus hatinya. Tidak seperti kebanyakan orang kota, pikirnya. Sedikit-sedikit duit,
putusnya.
Maka dikemukakannya ini kepada majikannya. Majikannya beserta seluruh anggota keluarganya,
yang hanya terdiri dari suami istri dan dua orang anak, protes keras dengan keputusan Mbok Jah.
Mbok Jah sudah menjadi bagian yang nyata dan hidup sekali dari rumah tangga ini, kata Ndoro
Putri. Dan siapa yang akan mendampingin si Kedono dan si Kedini yang sudah beranjak dewasa,
desah Ndoro Kakung. Wah, sepi lho Mbok kalau tidak ada kamu. Lagi, siapa yang dapat bikin
sambel trasi yang begitu sedap dan mlekok selain kamu, Mbok, tukas Kedini dan Kedono.
Pokoknya keluarga majikan tidak mau ditinggalkan oleh Mbok Jah. Tetapi keputusan Mbok Jah
sudah mantap. Tidak mau menjadi beban sebagai kuda tua yang tidak berdaya. Hingga jauh
malam mereka tawar-menawar. Akhirnya diputuskan suatu jalan tengah. Mbok Jah akan “turun
gunung” dua kali dalam setahun yaitu pada waktu Sekaten dan waktu Idul Fitri.

Mereka lantas setuju dengan jalan tengah itu. Mbok Jah menepati janjinya. Waktu Sekaten
dan Idul Fitri dia memang datang. Seluruh keluarga Mulyono senang belaka setiap kali dia datang.
Bahkan Kedono dan Kedini selalu rela ikut menemaninya duduk menglesot di halaman masjid
kraton untuk mendengarkan suara gamelan Sekaten yang hanya berbunyi tang-tung-tang-tung-
grombyang itu. Malah lama kelamaan mereka bisa ikut larut dan menikmati suasana Sekaten di
masjid itu.

“Kok suaranya aneh ya, Mbok. Tidak seperti gamelan kelenangan biasanya.”
“Ya, tidak Gus, Dan Rara. Ini gending keramatnya Kanjeng Nabi Mohamad.”
“Lha, Kanjeng Nabi apa tidak mengantuk mendengarkan ini, Mbok.”
“Lha, ya tidak. Kalau mau mendengarkan dengan nikmat pejamkan mata kalian.” Nanti rak
kalian akan bisa masuk.”
Mereka menurut. Dan betul saja, lama-lama suara gamelan Sekaten itu enak juga didengar.
Selain Sekaten dan Idul Fitri itu peristiwa menyenangkan karena kedatangan Mbok Jah, sudah
tentu juga oleh-oleh Mbok Jah dari desa. Terutama juadah yang halus, bersih dan gurih, dan
kehebatan Mbok Jah menyambal terasi yang tidak kunjung surut. Sambal itu ditaruhnya dalam
satu stoples dan kalau habis, setiap hari dia masih akan juga menyambelnya. Belum lagi bila dia
membantu menyiapkan hidangan lebaran yang lengkap. Orang tua renta itu masih kuat ikut
menyiapkan segala masakan semalam suntuk.
Dan semuanya masih dikerjakannya dengan sempurna. Opor ayam, sambel goreng ati,
lodeh, srundeng, dendeng ragi, ketupat, lontong, abon, bubuk kedelai, bubuk udang, semua
lengkap belaka disediakan oleh Mbok Jah. Dari mana enerji itu datang pada tubuh orang tua itu
tidak seorang pun dapat menduganya.
Setiap dia pulang ke desanya, Mbok Jah selalu kesulitan untuk melepaskan dirinya dan
pelukan Kedono dan Kedini. Anak kembar laki-perempuan itu, meski sudah mahasiswa selalu
saja mendudukkan diri mereka pada embok tua itu. Ndoro Putri dan Ndoro Kakung selalu tidak
lupa menyisipkan uang sangu beberapa puluh ribu rupiah dan tidak pernah lupa wanti-wanti
pesan untuk selalu kembali setiap Sekaten dan Idul Fitri.
“Inggih, Ndoro-Ndoro saya dan Gus, Den Rara yang baik. Saya pasti akan datang.”
Tetapi begitulah. Sudah dua Sekaten dan dua Lebaran terakhir Mbok Jah tidak muncul. Keluarga
Mulyono bertanya-tanya jangan-jangan Mbok Jah mulai sakit-sakitan atau jangan-jangan
malah….
“Ayo, sehabis Lebaran kedua kita kunjungi Mbok Jah ke desanya,” putus Ndoro Kakung.
“Apa Bapak tahu desanya?”

2

“Ah, kira-kira ya tahu. Wong di Gunung Kidul saja, lho. Nanti kita tanya orang.”
Dan waktu untuk bertanya kesana kemari di daerah Tepus, Gunung Kidul, itu ternyata lama
sekali. Pada waktu akhirnya desa Mbok Jah itu ketemu, jam sudah menunjukkan lewat jam dua
siang. Perut Kedono dan Kedini sudah lapar meskipun sudah diganjal dengan roti sobek yang
seharusnya sebagian untuk oleh-oleh Mbok Jah.

Desa itu tidak lndah, nyaris buruk, dan ternyata juga tidak makmur dan subur. Mereka
semakin terkejut lagi waktu menemukan rumah Mbok Jah. Kecil, miring dan terbuat dan gedek
dan kayu murahan. Tegalan yang selalu diceriterakan ditanami dengan palawija nyaris gundul
tidak ada apa-apanya.

“Kula nuwun. Mbok Jah, Mbok Jaah.”
Waktu akhirnya pintu dibuka mereka terkejut lagi melihat Mbok Jah yang tua itu semakin tua
lagi. Jalannya tergopoh tetapi juga tertatih-tatih menyambut bekas majikannya.
“Walah, walah, Ndoro-ndoro saya yang baik, kok bersusah-susah mau datang ke desa saya
yang buruk ini. Mangga, mangga, Ndoro, silakan masuk dan duduk di dalam.”
Di dalam hanya ada satu meja, beberapa kursi yang sudah reyot dan sebuah amben yang
agaknya adalah tempat tidur Mbok Jah. Mereka disilakan duduk. Dan keluarga Mulyono masih
ternganga-nganga melihat kenyataan rumah bekas pembantu mereka itu.
“Ndoro-Ndoro, sugeng riyadi, nggih, minal aidin wal faifin. Semua dosa-dosa saya supaya
diampuni, nggih, Ndoro-Ndoro, Gus-Den Rara.”
“Iya, iya, Mbok. Sama-sama saling memaafkan.”
“Lho, ini tadi pasti belum makan semua to? Tunggu, semua duduk yang enak, si Mbok
masakkan, nggih?”
“Jangan repot-repot, Mbok. Kita tidak lapar, kok. Betul!”
“Aah, pasti lapar. Lagi ini sudah hampir asar. Saya masakkan nasi tiwul, nasi dicampur
tepung gaplek, nggih.”
Tanpa menunggu pendapat ndoro-ndoronya Mbok Jah langsung saja menyibukkan dirinya
menyiapkan makanan. Kedono dan Kedini yang ingin membantu ditolak. Mereka kemudian
menyaksikan bagaimana Mbok Jah mereka yang di dapur mereka di kota dengan gesit
menyiapkan makanan dengan kompor elpiji dengan nyala api yang mantap, di dapur desa itu,
yang sesungguhnya juga di ruang dalam termpat mereka duduk, mereka menyaksikan si Mbok
dengan sudah payah meniup serabut-serabut kelapa yang agaknya tidak cukup kering
mengeluarkan api. Akhirnya semua makanan itu siap juga dihidangkan di meja. Yang disebutkan
sebagai semua makanan itu nasi tiwul, daun singkong rebus dan sambal cabe merah dengan
garam saja. Air minum disediakan di kendi yang terbuat dari tanah.
“Silakan Ndoro, makan seadanya. Tiwul Gunung Kidul dan sambelnya Mbok Jah tidak pakai
terasi karena kehabisan terasi dan temannya cuma daun singkong yang direbus.”
Mereka pun makan pelan-pelan. Mbok Jah yang di rumah mereka kadang-kadang masak
spagetti atau sup makaroni di rumahnya hanya mampu masak tiwul dengan daun singkong rebus
dan sambal tanpa terasi. Dan keadaan rumah itu? Ke mana saja uang tabungannya yang
lumayan itu pergi? Bukankah dia dulu berani pulang ke desa karena yakin sanak saudaranya
akan dapat menolong dan menampungnya dalam desa itu? Keluarga itu, seakan dibentuk oleh
pertanyaan batin kolektif, membayangkan berbagai kemungkinan. Dan Mbok Jah seakan
mengerti apa yang sedang dipikir dan dibayangkan oleh ndoro-ndoronya segera menjelaskan.
“Sanak saudara saya itu miskin semua kok, Ndoro. Jadi uang sangu saya dari kota lama-
lama ya habis buat bantu ini dan itu.”
“Lha, lebaran begini apa mereka tidak datang to, Mbok?”
Mbok Jah tertawa. “Lha, yang dicari di sini itu apa lho, Ndoro. Ketupat sama opor ayam?”
“Anakmu?” Mbok Jah menggelengkan kepala tertawa kecut.
“Saya itu punya anak to, Ndoro?”
Kedono dan Kedini tidak tahan lagi. Diletakkan piring mereka dan langsung memegang bahu

3

embok mereka. “Kau ikut kami ke kota ya? Harus! Sekarang bersama kami!” Mbok Jah tersenyum
tapi menggelengkan kepalanya.

“Si Mbok tahu kalau anak-anakku akan menawarkan ini. Kalian anak-anakku yang baik. Tapi
tidak, Gus-Den Rara, rumah si Mbok di hari tua ya di sini ini. Nanti Sekaten dan Lebaran akan
datang saya pasti datang. Betul.”

Mereka pun tahu itu keputusan yang tidak bisa ditawar lagi. Lalu mereka pamit mau pulang.
Tetapi hujan turun semakin deras dan rapat. Mbok Jah mengingatkan Ndoro Kakungnya kalau
hujan begitu akan susah mengemudi. Jalan akan tidak kelihatan saking rapatnya air hujan turun.
Di depan hanya akan kelihatan warna putih dan kelabu. Mereka pun lantas duduk berderet di
amben di beranda memandang ke tegalan. Benar tegalan itu berwarna putih dan kelabu.

(Sumber: Kumpulan Cerpen Lebaran di Karet di Karet, 2002)

Jawablah soal-soal berikut bersama teman kelompokmu!

1. Dalam cerita pendek di atas, tokoh Mbok Jah digambarkan sebagai seorang asisten
rumah tangga yang penurut, apakah kamu setuju atau tidak setuju? Berikan alasanmu.

2. Tokoh Mbok Jah memutuskan untuk tidak pulang ke kota karena merasa Gunung
Kidul sebagai rumahnya, setujukah kamu dengan pendapat ini?

3. Apa yang menyebabkan Mbok Jah sangat dicintai oleh Keluarga Mulyono?
4. Menurut pendapatmu, apa alasan Mbok Jah tidak menjumpai keluarga Mulyono untuk

waktu yang lama?
5. Berdasarkan pengalaman Mbok Jah sebagai pengasuh di keluarga Mulyono, tuliskan

anjuran pentingnya menanamkan rasa tepa selira (‘saling bisa mengukur dan
memahami perasaan orang lain’) antarindividu?
6. Jika dilihat dari latar fisik dan latar sosial, tafsirkan hubungan sosial Mbok Jah dengan
keluarga Mulyono?

B. Mengenali Pesan-Pesan Kehidupan dalam Cerpen

Semakin sering membaca cerpen, akan semakin memperkaya wawasan hidup. Dalam
cerpen, pengarang juga menyampaikan pesan-pesan kehidupan. Pesan-pesan kehidupan
tersebut dapat memperkaya batin pembaca sehingga pembaca dapat bersikap lebih arif
dalam menjalani hidup.

Masih bersama kelompok kalian, bacalah cerpen kedua karya Ahmad Tohari berikut!
Jawablah pertanyaan-pertanyaan yang menyertainya!

SENYUM KARYAMIN
Ahmad Tohari

Si Paruh Udang kembali melintas cepat dengan suara mencecet. Karyamin tak lagi
membencinya karena sadar, burung yang demikian sibuk pasti sedang mencari makan buat anak-
anaknya dalam sarang entah di mana. Karyamin membayangkan anak-anak Si Paruh Udang
sedang meringkuk lemah dalam sarang yang dibangun dalam tanah di sebuah tebing yang
terlindung. Angin kembali bertiup. Daun-daun jati beterbangan dan beberapa di antaranya jatuh ke
permukaan sungai. Daun-daun itu selalu saja bergerak menentang arus karena dorongan angin.

"Jadi, kamu sungguh tak mau makan, Min?" tanya Saidah ketika melihat Karyamin bangkit.
"Tidak. Kalau kamu tak tahan melihat aku lapar, aku pun tak tega melihat lenganmu habis
karena utang-utangku dan kawan-kawan."
"Iya Min, iya, tetapi ...."
Saidah memutus kata-katanya sendiri karena Karyamin sudah berjalan menjauh.
Tetapi Saidah masih sempat melihat Karyamin menolehkan kepalanya sambil tersenyum,
sambil menelan ludah berulang-ulang. Ada yang mengganjal di tenggorokan yang tak berhasil
didorongnya ke dalam. Diperhatikannya Karyamin yang berjalan melalui lorong liar sepanjang tepi

4

sungai. Kawan-kawan Karyamin menyeru-nyeru dengan segala macam seloroh cabul. Tetapi
Karyamin hanya sekali berhenti dan menoleh sambil melempar senyum.

Sebelum naik meninggalkan pelataran sungai, mata Karyamin menangkap sesuatu yang
bergerak pada sebuah ranting yang menggantung di atas air. Oh, Si Paruh Udang. Punggung
biru mengkilap, dadanya putih bersih, dan paruhnya merah saga. Tiba-tiba burung itu menukik
menyambar ikan kepala timah sehingga air berkecipak. Dengan mangsa diparuhnya, burung itu
melesat melintas para pencari batu, naik menghindari rumpun gelangan dan lenyap di balik
gerumbul pandan. Ada rasa iri di hati Karyamin terhadap Si Paruh Udang. Tetapi dia hanya bisa
tersenyum sambil melihat dua keranjangnya yang kosong.

Sesungguhnya Karyamin tidak tahu betul mengapa dia harus pulang. Di rumahnya tak ada
sesuatu buat mengusir suara keruyuk dari lambungnya. Istrinya juga tak perlu dikhawatirkan. Oh
ya, Karyamin ingat bahwa istrinya memang layak dijadikan alasan buat pulang. Semalaman tadi
istrinya tak bisa tidur lantaran bisul di puncak pantatnya. "Oleh karena itu, apa salahnya bila aku
pulang buat menemani istriku yang meriang."

Karyamin mencoba berjalan lebih cepat meskipun kadang secara tiba-tiba banyak kunang-
kunang menyerbu ke dalam rongga matanya. Setelah melintasi titian Karyamin melihat sebutir
buah jambu yang masak. Dia ingin memungutnya, tetapi urung karena pada buah itu terlihat
bekas gigitan kampret.

Dilihatnya juga buah salak berceceran di tanah di sekitar pohonnya. Karyamin memungut
sebuah, digigit, lalu dilemparkannya jauh-jauh. Lidahnya seakan terkena air tuba oleh rasa buah
salak yang masih mentah. Dan Karyamin terus berjalan. Telinganya mendenging ketika Karyamin
harus menempuh sebuah tanjakan. Tetapi tak mengapa, karena dibalik tanjakan itulah rumahnya.

Sebelum habis mendaki tanjakan, Karyamin mendadak berhenti. Dia melihat dua buah
sepeda jengki diparkir di halaman rumahnya. Denging dalam telinganya terdengar semakin
nyaring. Kunang-kunang di matanya pun semakin banyak. Maka Karyamin sungguh-sungguh
berhenti, dan termangu. Dibayangkannya isterinya yang sedang sakit harus menghadapi dua
penagih bank harian. Padahal Karyamin tahu, istrinya tidak mampu membayar kewajibannya hari
ini, hari esok, hari lusa, dan entah hingga kapan, seperti entah kapan datangnya tengkulak yang
telah setengah bulan membawa batunya.

Masih dengan seribu kunang-kunang di matanya, Karyamin mulai berpikir apa perlunya dia
pulang. Dia merasa pasti tak bisa menolong keadaan, atau setidaknya menolong istrinya yang
sedang menghadapi dua penagih bank harian. Maka pelan-pelan Karyamin membalikkan badan,
siap kembali turun. Namun di bawah sana Karyamin melihat seorang lelaki dengan baju batik
motif tertentu dan berlengan panjang. Kopiahnya yang mulai botak kemerahan meyakinkan
Karyamin bahwa lelaki itu adalah Pak Pamong.

“Nah, akhirnya kamu ketemu juga, Min. Kucari kau di rumah, tak ada. Di pangkalan batu,
tak ada. Kamu mau menghindar, ya?”

“Menghindar?”
“Ya. Kamu memang mbeling , Min. Di gerumbul ini hanya kamu yang belum berpartisipasi."
Hanya kamu yang belum setor uang dana Afrika, dana untuk menolong orang-orang yang
kelaparan di sana. Nah, sekarang hari terakhir. Aku tak mau lebih lama kaupersulit.”
Karyamin mendengar suara napas sendiri. Samar-samar, Karyamin juga mendengar detak
jantung sendiri. Tetapi Karyamin tidak melihat bibir sendiri yang mulai menyungging senyum.
Senyum yang sangat baik untuk mewakili kesadaran yang mendalam akan diri sendiri serta
situasi yang harus dihadapinya. Sayangnya, Pak Pamong malah menjadi marah oleh senyum
Karyamin.
“Kamu menghina aku, Min?”
”Tidak, Pak. Sungguh tidak.”
Kalau tidak, mengapa kamu tersenyum-senyum? Hayo cepat, mana uang iuranmu?”

5

Kali ini Karyamin tidak hanya tersenyum, melainkan tertawa keras-keras. Demikian keras
sehingga mengundang seribu lebah masuk ke telinganya, seribu kunang masuk ke matanya.
Lambungnya yang kempong berguncang-guncang dan merapuhkan keseimbangan seluruh
tubuhnya. Ketika melihat tubuh Karyamin jatuh terguling ke lembah Pak Pamong berusaha
menahannya. Sayang, gagal.

(Sumber: Kumpulan Cerpen Senyum Karyamin, 1989)

Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut bersama dengan teman kelompokmu secara
berdiskusi!

1. Permasalahan apa yang dihadapi oleh Karyamin dan tengkulak pecahan batu,
sehingga dia tidak memperoleh uang?

2. Tokoh Karyamin diceritakan berporfesi sebagai pencacah batu yang pada akhirnya
memutuskan untuk pulang menjaga istrinya. Setujukah dengan keputusan Karyamin
tersebut?

3. Tindakan apa yang dilakukan oleh Saidah untuk membantu Karyamin yang
kelaparan?

4. Apakah kamu setuju dengan tindakan Pak Pamong mengumpulkan sumbangan untuk
benua Afrika yang kelaparan?

5. Berdasarkan penggambaran latar fisik dan latar sosial dalam cerpen, jelaskan
hubungan sosial antara Karyamin, Pak Pamong, Saidah dan komunitas pemecah batu.

C. Menyimpulkan Pesan Kehidupan dalam Cerpen

Dalam cerpen terkandung pesan-pesan kehidupan yang berguna. Akhir kehidupan
tokoh cerpen yang tragis bermula dari gaya hidup atau perilaku yang salah. Sebaliknya,
kesuksesan diperoleh dari usaha keras menaklukkan tantangan, ketekunan, dan
kesabaran. Pesan kehidupan dapat disimpukan melalui pengalaman hidup tokoh dalam
cerpen.

Kerjakanlah pelatihan berikut! Diskusikan bersama kelompok kalian!

1. Berdasarkan kisah dalam kedua cerpen yang telah kalian baca, tulislah perilaku hidup

yang harus dilakukan dan dihindarkan agar bijaksana seperti Mbok Jah dan Karyamin.

No Perilaku Hidup Lakukan Hindarkan

a. Dalam menjalankan

perintah tuhan

b. Dalam membangun

karakter pribadi

c. Dalam berinteraksi

dengan anak/orang

lain

d. Dalam menjalankan

tugas-tugas sosial

e. Dalam membangun

cita-cita kehidupan

2. Tuliskan pesan-pesan kehidupan yang dapat disimpulkan dari kedua cerpen tersebut!

3. Di antara kedua cerpen tersebut, manakah yang lebih kalian sukai? Mengapa?

Jelaskan alasanmu!

6

D. Menyimpulkan Tema Setiap Cerpen dengan Berdiskusi Kelompok

Tema sebuah cerpen diperoleh dari hasil perenungan terhadap peristiwa, atau
gagasan, yang disampaikan dalam sebuah peristiwa, dan keputusan pengarang terhadap
nasib tokoh utama. Dalam tema juga terkandung pesan kehidupan yang disampaikan
pengarang. Pesan kehidupan pun dapat membuat kita menjadi lebih bijaksana.

Kerjakan pelatihan berikut secara berdiskusi

1. Renungkanlah kisah Mbok Jah dan Karyamin dalam cerpen yang telah kamu baca!
Selanjutnya, rumuskan pelajaran hidup yang dapat kamu petik dari kisah kedua tokoh
tersebut!

2. Renungkan dan tuliskan sikap hidup bijaksana yang dimiliki tokoh Mbok Jah dan
Karyamin dalam kedua cerpen tersebut!

3. Tuliskan rumusan tema setiap cerpen yang telah kamu baca tersebut!

Kegiatan 2
Menelaah Penokohan dan Latar Cerpen

Penokohan merupakan salah satu unsur pokok dalam pengembangan cerpen. Penokohan
yang baik menghasilkan cerpen yang hidup. Penokohan dalam cerpen meliputi
pengembangan hubungan (batin dan sosial) antartokoh, perwatakan tokoh, dan teknik
penokohannya. Tokoh dan penokohan cerpen dikemas dalam latar cerpen yang sesuai.

A. Menelaah Hubungan Batin dan Sosial Antartokoh dalam Cerpen

Tokoh merupakan individu rekaan hasil imajinasi pengarang. Tokoh berfungsi
sebagai media utama untuk menyampaikan gagasan pengarang. Gagasan pengarang
dikembangkan melalui serangkaian peristiwa kehidupan yang dialami tokoh.

Tokoh protagonis (tokoh yang mengemban amanat untuk menyampaikan
gagasan pengarang) adalah sebagai tokoh yang tabah, tegar, sabar, ramah, dan rendah
hati dalam menghadapi masalah. Sebaliknya, tokoh antagonis (tokoh pemicu
munculnya berbagai konflik untuk menguji kekuatan tokoh protagonis) ditampilkan
sebagai sosok yang lemah, pemarah, pendendam, pembohon, konyol, licik, dan lain-
lain.

Gagasan pengarang dituturkan secara bertahap melalui peristiwa-peristiwa yang
dialami para tokoh. Peristiwa dalam cerpen dikembangkan berdasarkan hubungan
kekeluargaan dan sosial antartokoh.

Jawablah pertanyaan berikut secara tokoh

1. Jelaskan konflik kehidupan yang dialami tokoh dalam cerpen Mbok Jah dan Senyum
Karyamin!

2. Jelaskan penderitaan hidup yang dialami tokoh Mbok Jah dan Karyamin dalam kedua
cerpen tersebut!

3. Tunjukkan tokoh antagonis yang secara langsung hadir dalam cerpen Senyum
Karyamin dan tokoh antagonis yang secara tidak langsung hadir dalam cerpen Mbok
Jah!

4. Jelaskan keharmonisan dan ketidakharmonisan hubungan sosial antartokoh dalam
cerpen Mbok Jah dan Senyum Karyamin!

5. Buatlah diagram pencar yang menggambarkan hubungan batin dan hubungan sosial
tokoh utama dengan tokoh lain yang ada dalam cerpen Mbok Jah dan Senyum
Karyamin! Perhatikan contoh!

7

Kedono &
Kedini

Ndoro Kakung Mbok Ndoro Putri
hormat Jah

abai
Anak Kandung

B. Membandingkan Watak Tokoh dalam Cerpen

Manusia hidup di dunia dengan watak yang berbeda-beda. Watak, dipengaruhi
oleh pandangan dan sikap hidup, latar belakang pendidikan, lingkungan budaya, dan
cita-cita hidup. Watak tokoh dalam cerpen dapat disimpulkan dari dialog tokoh, dialog
tokoh lain tentang tokoh tertentu, respon tokoh terhadap masalah, perilaku tokoh,
interaksi tokoh dengan lingkungan dana lam, serta narasi (penjelasan) pengarang.
Pengarang memilih tokoh dan menyematkan watak sesuai dengan kepentungan tema
cerpen.

Berdasarkan sikap tokoh terhadap tema, tokoh-tokoh tersebut dapat
dikelompokkan menjadi tokoh protagonis (tokoh yang digunakan pengarang untuk
mendukung tema yang disampaikan pengarang) dan tokoh antagonis (tokoh yang
digunakan pengarang untuk menentang tema yang disampaikan pengarang). Tokoh
antagonis maupun protagonis dapat diperankan seorang atau beberapa orang tokoh. Jika
tokoh tersebut terdiri atas beberapa orang, tokoh-tokoh tersebut ada yang berperan
sangat dominan dalam pengembangan cerita (tokoh utama) dan ada yang bersifat
mendukung saja (tokoh pembantu). Pemahaman terhadap tokoh cerpen dapat membantu
pembaca memahami makna cerpen secara lebih menyeluruh.

Kerjakan kegiatan berikut bersama teman kelompokmu secara berdiskusi

1. Watak tokoh Mbok Jah dan Karyamin sama-sama menggambarkan watak yang
terpuji. Banyak pelajaran hidup yang dapat kalian petik dari kedua tokoh tersebut.
Buatlah deskripsi perbandingan sikap-siap mulia dari kedua tokoh tersebut.

No Sikap Terpuji

Mbok Jah Karyamin

a.

b.

c.

d.

e.

2. Cermatilah hasil analisis kalian terhadap watak tokoh Mbok Jah dan Karyamin.

Sebutkan dua persamaan watak dasar yang menyebabkan kedua tokoh tersebut dapat

bersikap bijaksana.

8

3. Andai kalian menjadi tokoh Mbok Jah dan Karyamin, maukah kalian bertindak seperti
yang mereka lakukan?
• Mbok Jah bekerja sebagai Asisten Rumah Tangga (ART) di keluarga Mulyono
untuk bertahan hidup.
• Karyamin bekerja sebagai tukang pemecah batu untuk mengobati istrinya
yang sakit.

C. Menelaah Teknik Penokohan dalam Cepren

Istilah penokohan dapat diartikan sebagai teknik (cara) pengarang mengembangkan
watak tokoh dalam prosa fiksi (cerpen, roman, novel). Ada dua teknik penokohan
yakni naratif dan dramatik. Teknik naratif adalah penuturan watak tokoh secara
langsung melalui paparan narasi. Adapun teknik dramatik adalah pengembangan
watak tokoh secara tidak langsung melalui pemarapan sebuah peristiwa dramatik
yang mengandung perilaku dan dialog para tokoh. Pembaca diharapkan dapat
menyimpulkan sendiri watak tokoh melalui adegan dramatik yang digambarkan
pengarang.
Perhatikan contoh berikut ini!

TEKNIK NARATIF Tanpa menunggu pendapat ndoro-ndoronya
Dalam narasi, Mbok Jah langsung saja menyibukkan dirinya menyiapkan
pengarang secara makanan. Kedono dan Kedini yang ingin membantu
langsung: ditolak. Mereka kemudian menyaksikan bagaimana Mbok
• mengenalkan sosok Jah mereka yang di dapur mereka di kota dengan gesit
menyiapkan makanan dengan kompor elpiji dengan nyala
tokoh, api yang mantap. Di dapur desa itu, yang sesungguhnya
• pekerjaan tokoh, juga di ruang dalam termpat mereka duduk, mereka
menyaksikan si Mbok dengan sudah payah meniup
dan serabut-serabut kelapa yang agaknya tidak cukup kering
• kehidupan sehari- mengeluarkan api.

hari.

TEKNIK DRAMATIK "Jadi, kamu sungguh tak mau makan, Min?" tanya
Pengarang memaparkan Saidah ketika melihat Karyamin bangkit.
adegan dramatik untuk
mengembangkan watak "Tidak. Kalau kamu tak tahan melihat aku lapar, aku pun
tokoh melalui: tak tega melihat lenganmu habis karena utang-utangku dan
• keadaan fisik tokoh, kawan-kawan."
• perilaku tokoh, dan
• dialog tokoh. "Iya Min, iya, tetapi ...."
Saidah memutus kata-katanya sendiri karena Karyamin
sudah berjalan menjauh.
Tetapi Saidah masih sempat melihat Karyamin
menolehkan kepalanya sambil tersenyum, sambil menelan
ludah berulang-ulang ....

Kerjakan kegiatan berikut bersama teman kelompokmu secara berdiskusi
1. Apakah ada perbedaan teknik penokohan ddalam cerpen Mbok Jah dan Senyum

Karyamin?
2. Jika ada perbedaan, tunjukkan perbedaan teknik penokohan dalam cerpen Mbok Jah

dan Senyum Karyamin di atas!

9

3. Apa fungsi penggunaan teknik penokohan yang digunakan dalam cerpen Mbok Jah
dan Senyum Karyamin di atas?

D. Menelaah Latar dalam Cerpen

Latar disebut juga dengan istilah setting. Latar merujuk pada satuan tempat,
waktu, dan suasana terjadinya sebuah peristiwa dalam cerpen. Latar dibedakan menjadi
dua, yakni latar fisik dan latar metaforik. Latar fisik adalah adalah latar tempat dan
waktu yang bersifat nyata, misalnya di sekolah, pukup 07.00; di pinggir pantai, pada
sore hari, dan di ruang makan pada pukul 8.30. Latar metaforik adalah latar suasanaa
yang dibangun melaui penggunaan metafora (kiasan). Latar metaforik berhubungan
dengan kondisi kejiwaan tokoh. Misalnya. Jika tokoh berada di ruang tamu pada sore
hari dan dalam suasana hati yang gembira, penulis memaparkan bahwa di atas meja
ada sebuah jambangan bunga dengan rangkaian bunga mawar yang amat indah.
Bunga mawar itu menebarkan aroma yang harum ke seluruh ruangan.

Identifikasilah contoh penggunaan latar dalam kedua cerpen yang telah kamu baca
dengan mengisi kolom berikut ini!

Aspek yang Judul Cerpen Bukti Kutipan dari Teks
Diidentifikasi Cerpen
Mbok Jah Senyum
Latar Fisik
Latar Waktu Karyamin
Latar suasana /
metaforik

Kegiatan 3
Menggubah Cerpen secara Terbimbing, Menulis Kreatif Cerpen, dan
Memublikasikannya

Dalam setiap cerpen tentu terdapat alur atau plot cerita. Dengan adanya plot, cerpen
menjadi mudah dipahami oleh pembaca dan tentunya akan membuat cerpen menjadi
mudah untuk dibaca dan membuat menarik sebuah cerita. Untuk menentukan urutan
peristiwa sebuah cerpen, seseorang harus membaca per bagian ceritanya, menyimpulkan,
dan menggabungkan peristiwa dalam bagian-bagian cerita tersebut.

A. Menentukan Urutan dan Mengidentifikasi Unit Peristiwa dalam Cerpen

Kisah dalam cerpen terdiri atas sejumlah unit peristiwa yang saling berhubungan.
Setiap unit peristiwa berisi serangkaian kisah/peristiwa yang dialami tokoh. Unit
peristiwa berkembang seiring dengan perkembangan plot. Sebuah tahapan plot dapat
terdiri atas beberapa unit peristiwa, yakni pengenalan cerita (introduction), awal
perselisihan/konflik (complication), menuju konflik (rising action), konflik memuncak
(climax), dan penyelesaian (ending).

Eksposisi Pada tahap eksposisi, pengarang mengawali cerita dengan
(pengenalan cerita) memperkenalkan tokoh utama, penataan adegan, dan
penceritaan tentang hubungan antartokoh
Konflik Pada tahap konflik, pengarang mulai memunculkan masalah
(awal perselisihan) yang menimbulkan konflik.
Komplikasi Pada tahap kommplikasi, pengarang mengembangkan
sejumlah peristiwa dan sekaligus memperumit konflik yang
dihadapi tokoh.

10

Klimaks Pada tahap klimaks, konflik mencapai puncak dan pengarang
Penyelesaian memilih jalan keluar dari pemecahan konflik. Di bagian ini
merupakan puncak permasalahan yang dihadapi tokoh. Di
bagian ini pula tokoh dihadapkan dalam penentuan nasib yang
dialaminya. Keberhasilan atau kegagalan biasanya menjadi
penentuan nasib tokoh.
Pada tahap penyelesaian, pengarang menjelaskan akhir nasib
tokoh setelah mengalami turning point. Akan tetapi, ada pula
pengarang yang menyerahkan akhir ceritanya kepada para
pembaca. Akhir cerita dibiarkan menggantung dan pembaca
merenungkan jalan keluar yang terbaik bagi tokoh.

Bacalah cerita pendek berikut ini, kemudian kerjakanlah pelatihan yang menyertainya!

Sahabat Hati

Oleh Ferril Irham Muzaki

Kala aku berjalan menyusuri barisan palem, aku bertemu dengan seuntai bunga. Bunga
terakhir yang mirip dengan yang kuberikan untuk kekasihku. Aku kemudian mengambil bunga
itu. Lekuk bunga itu menghadirkan sebuah pesona. Aku merasa mulia ketika menyentuhnya.
Sedetik kemudian kutarik nafasku. Terasa harum semerbak.

Seuntai daun gugur saat aku bejalan melintasi jalan Ijen. Tempat aku berjanji menanti
Deniaku. Deniaku yang telah memberi warna-warni hidupku. Di antara pepohonan palem yang
tertembus cahaya mentari sore. Aku berjalan untuk mengenang Deniaku tercinta.

Deniaku, entah mengapa kau meninggalkan aku yang sendiri ini dalam sepi yang tak
berujung. Sepi ini seperti malam-malam tanpa taburan kerlipan bintang. Kala aku kehilangan
jejakmu karena aku lebih tertarik deretan bahas kalbu pemrograman ketimbang kuliah.

Sejak kau meninggalkanku, kini aku sadar betapa berartinya bintang di lautan langit
malam. Gelap nan memilukan. Seperti kurasakan saat ini, tak ada derai tawamu atau desiran
suaramu seperti manakala kau mendebatku di SMA pada pelajaran Ekonomi dua tahun silam
soal apakah petani dirugikan atau tidak bila negara ini impor beras. Aku berpendapat bahwa
petani dirugikan karena harga beras akan jatuh namun kau menyanggahnya.

“Eh, aku kurang setuju soal petani dirugikan bila kita impor beras”
“Maksudmu?” Tanyaku padamu waktu itu.
“Petani yang tidak punya tanah lebih banyak dari yang punya tanah.”
“Terus kenapa?”
“Yang tidak punya tanah bukankah seperti buruh biasa?”
Sanggahanmu waktu itu membuat aku heran. Aku heran dari mana kau memperoleh data
semacam itu. Aku jadi penasaran sama kamu waktu itu.
Ketika aku sedang merenungi ini, beberapa tank dan meriam bekas terlihat di
hadapanku. Di sana aku mengingat betapa keindahan kebersamaan denganmu. Saat itu kita
terlambat berangkat bersama teman-teman ke museum Brawijaya untuk menyelesaikan tugas
sejarah sehingga kita terpaksa berangkat sendirian.
Waktu itu kita duduk bersebelahan di angkutan kota. Kita duduk saling terdiam. Namun,
kamu memecah kebuntuan.
“Eh kamu baca apaan?”
“Majalah ponsel.” Jawabku
“Pinjam, aku mau beli ponsel.”
“Hei itu baru beli, aku belum baca.”
“Kamu pingin baca?”
“Ya iya lah.”
Ketika sampai di sana, kita berdua langsung masuk. Lantas kau berkata padaku.

11

“Eh pahlawan di museum ini kok cowok semua?”
“Emang kenapa?”Jawabku
“Ini kan zaman emansipasi, masa tidak gambar semacam R.A Kartini?”
“Protes aja sama penjaganya.”
“Kamu kan ketua kelas, mestinya kamu yang ngomong.”
“Maaf, kayaknya kamu aja deh, malas ah.”
Denia, aku tidak tahu di mana kau sekarang berada. Saat ini aku sedang mendengarkan
lagu –lagu favorit kita waktu kita jadian yang diputar keras oleh sekelompok anak muda anggota
klub modifikasi mobil. Bicara soal mobil, kita masing-masing punya mobil idaman. Kau sangat
ingin mobil kecil. Alasanmu efisien bahan bakarnya sedangkan aku ingin mobil besar, alasannya
bisa mengangkut banyak anggota keluarga.
Kini, terbimbang aku menantimu Denia. Putaran waktu yang telah kita lalui bersama.
Telah membuatku menunggumu. Kau telah menjadi rinduku. Tapi mengapa kau tidak
menungguku di situ.Tempat aku menyimpan jauh rasa ini
Suratku padamu, yang kukirim melalui angan. Tidak cukupkah itu sebagai isyarat dariku.
Untuk menyatakan rasa rinduku padamu. Apakah kau tidak melihat ke langit malam? Melihat
berbagai formasi bintang silih berganti? Dari formasi Capricon sampai Scorpio? Apakah kau
tahu bahwa jam kerinduanku yang terbuat dari formasi bintang sudah menyatakan bahwa
kerinduanku akan surat balasan darimu sudah tak tertahankan?
“Senandung cinta tercipta untukmu. Senandung yang runtuhkan jantung hati. membuat
angan semua melambung ke angkasa. Entah apalagi harus keperbuat, untuk membuat cinta
terdapat di setiap hati. Pejamkan matamu, mendekatlah ke hatiku, meresapi suara hatiku.”
Lirik yang baru kudendangkan tadi adalah bait pembuka lagu yang kita cipta bersama.
Untuk kita dendang bersama. Inspirasinya terdapat kala kita melihat sepasang merpati terbang
melintasi alun-alun kota. Setelah melihat mereka, kau menulis sebuah puisi. Kemudian aku
meminjam gitar pengamen untuk memberi untaian nada.
Ku tambahkan lagu yang sekarang kudendangkan. “Kini aku ingin berkata kepadamu.
Malam ini cinta telah datang kepadaku. Kupikir ini hanya angan semu. Kini kusambut dirimu,
menerima janji kesetiaan darimu.”
Bait refrainnya kita cipta bersama. “Malam ini kau telah membawaku terbang jauh.
Menembus langit ketujuh. Kini aku harus mengaku. Kehadiran dirimu, telah menembus relung
hatiku.”
Kau ingin menambahkan satu bait setelah refrain, maka kau menulis. “Tahukah dikau
bahwa aku, telah lama menunggu hadirnya dikau, di tengah mimpi indah malam-malamku. Pagi
ini kubuka mataku. Aura nafasmu masih terbang mengitariku.”
Untuk lebih pantasnya maka kutulis lirik penutupnya. “Pikiran batinku telah ternaungi
olehmu. Entahlah, hanya terdiam aku . Yang pasti engkau telah menaburkan cinta. Untuk
menerangi jalan cahaya.”
Aku selalu mendendangkan lagu itu, manakala aku merindukanmu, manakala gelap
datang, manakala bintang enggan bersinar, manakala bulan enggan bercahaya atau manakala
cahaya mentari pagi tertutup oleh awan.
Deretan tank dan meriam kuno yang terlintas di mataku sekarang membuatku teringat
percakapan paling berkesan yang pernah kita lakukan. Manakala kita duduk bersama di depan
meriam yang dipajang di depan museum menyanyikan lagu yang kita cipta bersama. Saat ku
Tanya apa judul yang paling cocok, kau menjawab.
“Lelaki itu kucing.”
“Lho kok begitu?” Tanyaku balik.
“Tiga orang sainganmu sebelum jadian denganku jadi alasanku”.
Kau kemudian bercerita mengenai sainganku yang pertama. Sainganku yang pertama itu adalah
anak orang kaya. Dia pergi dan pulang naik BMW. Segala aksesori mahal melekat di tubuhnya.

12

Mulai dari HP keluaran terbaru, jam tangan Rolex, jeans buatan Levi’s dan segala hal yang
berbau kemewahan.

Sainganku itu meninggalkanmu manakala dia dijodohkan oleh orang tuanya. Pada
awalnya, sainganku menolak mati-matian perjodohan itu. Namun, setelah tahu kalau calonnya
berasal dari keluarga konglomerat, dia langsung berpaling. Bahkan memutuskan dengan kata-
kata yang pedas.

“Jadi begitu ceritamu.” Tanyaku padamu waktu itu.
“Kau akan mengetahui yang kedua.” Jawabmu.
Kemudian kamu bercerita tentang sainganku yang kedua. Sainganku yang kedua itu
adalah orang yang pandai. Prestasinya lumayan moncer membuat dia selalu disayang oleh
setiap pengajarnya.
Kamu amat bangga pada pacarmu. Meskipun terlihat culun, otaknya yang pandai menjadi
kompensasi tersendiri. Bahkan, karena otaknya yang super cerdas itu, sainganku mempunyai
penggemar tersendiri di klub karya ilmiah.
Klub diskusi itu bukan hanya berisi mengenai satu topik melulu. Tapi diisi dengan
berbagai topik dari berbagai bidang. Mulai dari filsafat, sains, bahasa, sampai hal yang paling
ringan seperti pacaran, cinta monyet.
Diskusi yang mereka lakukan di klub itu bukanlah debat kusir belaka, melainkan sampai
berbantah-bantahan dengan data-data yang terkumpul dari situs-situs internet seperti Wikepedia
atau dari buku-buku referensi yang terkumpul di perpustakaan.
Singkat kata tidak ada yang bisa mengalahkan kecerdasan sainganku yang kedua.
Terutama dalam hal ilmu-ilmu katon. Bahkan ketika memilih tempat ngedate, pacarmu
menggunakan segala pertimbangan keilmuan, seperti makanan di sana terbuat dari apa?
Berapa lama menanak nasinya? Sampai minuman ini baik untuk tubuh atau tidak?
Kisah putusmu jauh lebih aneh daripada yang pertama. Sainganku yang kedua
memutuskanmu tanpa kata-kata. Cukup dengan menggandeng gadis lain yang jauh lebih pintar
darimu.
“Mirip membuang hasil eksperimen yang gagal.” Simpulmu padaku.
“Lho, kok gitu?” Tanyaku .
“Lha iya lah, tanpa kata langsung menggandeng gadis lain.”
“Kan bisa saja itu teman diskusinya.”
“Dia sudah koar-koar di depan semua orang kalau gadis baru yang digandeng adalah
calon ibu dari anak-anaknya.”
“Mungkin bercanda.”
“Nggak mungkin, Dia koar-koarnya di depan mataku, persis.”
Aneh beribu-aneh kisahmu di tengah malam yang dingin itu. Sampai–sampai aku ingin
segera pulang ke rumah, Kemudian menenggak obat sakit kepala karena ceritamu yang amat
membingungkan ini.
Belum sempat aku mengajakmu beranjak, Kamu berkata.
“Kamu akan tahu yang ketiga.”
”O ya” Jawabku pelan.
Kamu bercerita mengenai sainganku yang nomor tiga. Sainganku ini bukan termasuk
orang kaya atau orang pandai, tapi memiliki kemampuan berorganisasi yang hebat.
Sainganku yang ketiga itu adalah oraganisatoris sebuah organisasi kepemudaan
ternama. Gaya berpidato seperti seorang politikus waktu berkampanye. Penuh dengan retroika
yang menarik hati.
Ketika merencanakan suatu kegiatan, dia amat tangkas. Pembagian pekerjaan di
kalangan anggotanya sangat tepat sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Tiap anggota
panitia diajak bicara dari hati ke hati sehingga mereka bekerja dengan maksimal.

13

Ketika bermalam minggu, sainganku yang ketiga itu merencanakan dengan terjadwal rapi
seperti jadwal pelajaran. Mulai jam berapa berangkat, sampai jam berapa pulang sudah
terjadwal. Mirip seperti bekerja dengan program pengingat waktu adalah gambaran
gamblangnya.

Kisah putusmu yang ketiga ini cukup normal. Sainganku yang ketiga putus denganmu
gara-gara tertarik dengan sekretaris di organisasi yang dia ketuai.

“Kesimpulan apa yang bisa kamu tarik?” Tanyaku iseng mirip seorang guru bertanya
pada muridnya di akhir pelajaran.

“Lelaki itu kucing bukan buaya.” Jawabmu.
“Kau kan tahu, kucing itu suka makan ikan yang masih segar, bahkan mencuri makanan
padahal sudah mendapat jatah ikan dari tuannya?”

“Lantas kalau lelaki itu kucing perempuan itu apa?”
”Perempuan itu anjing. Mereka setia pada tuannya.”

“Beri bukti.”
“Para anjing makan hanya dari pemberian tuan mereka, bahkan mereka tidak pernah
makan pemberian tetangga.”
“Ada bukti lain?”
“Para anjing selalu menuruti perintah tuannya. Kaum anjing rela disuruh sebagai pencari
bom atau Narkoba. Bahkan, para anjing rela mengejar para penjahat yang membawa senjata
api sementara para tuannnya bersembunyi di balik mobil anti peluru.”
Sejak kamu mengatakan kalau lelaki itu bagai seorang kucing, aku sudah menduga
arahmu berceritaakan seperti ini. Semua yang dikatakan olehmu hampir identik dengan yang
ditulis oleh Lan Fang dalam cerpen “Aku & Perempuan Anganku". Aku mendapatkannya ketika
membaca tumpukan koran bekas di tukang loak.
Aku mengingat-ingat cerpen itu. Dalam cerpen itu juga diceritakan seekor anjing yang
setia menunggu tuannnya. Hampir tiap sore dia menjemput tuannya di stasiun kereta api.
Meskipun tuannya telah mati, anjing itu tetap setia menungu di stasiun kereta api.
Isi cerita tentang kesetiaan seekor anjing itu jelas. Menyindir kaum yang mengklaim diri
mereka moderen namun masih kalah dari anjing soal kesetiaan. Mereka cenderung mudah
berganti pasangan.
Malam itu, aku di antara dua pilihan, mau mendebatmu lagi atau tidak. Terus terang
kepalaku sudah pusing tujuh keliling mendengar ceritamu.
Terus terang saja aku sudah lelah mendengar debatmu. Aku ingin segera pulang
kemudian berlabuh di pulau kapuk
Aku kehabisan ide untuk mendebatmu. Namun, kebingungan semakin melandaku
manakala melihat perbuatanmu menerimaku. Ini membuatku penasaran sehingga aku bertanya
padamu.
“Lantas, Mengapa kau menerima para lelaki itu?”
“Karena wanita itu bersifat seperti makanan kaleng yang bisa kadualwarsa.”
“Sementara kaum lelaki?”
“Seperti batu bara, semakin tua semakin baik untuk dipakai.”
“Kalau menurutmu begitu, kok kamu terima aku?”
“Aku tidak sanggup bilang tidak.”
“Kenapa?.”
“Kamu itu sudah menjadi sahabat hatiku. Tidak ada kamu aku bingung cari teman untuk
diajak debat.”
Dua kalimat terakhirmu membuatku membatalkan niatku menenggak obat sakit kepala.
Akhir dari kisah itu adalah kau kuantar dengan selamat sampai rumah.
Saat kisah percakapan kita paling berkesan yang terpatri dalam ingatanku berakhir,
sebuah taksi bertuliskan nama sebuah bandara berhenti di hadapanku. Kemudian kau turun dari

14

taksi itu dengan lambaian tanganmu yang di jari manisnya terpasang cincin perak yang kuberi
saat wisata ke Bali setahun yang lalu sebagai tanda kenang-kenangan persahabatan hati kita.

(Dikutip dari Majalah Sastra Horison, Kakilangit, Agustus 2007)

Bentuklah kelompok yang beranggotakan 2—4 siswa. Kemudian tentukanlah tokoh-
tokoh yang terlibat beserta kutipan teks dari unit peristiwa cerpen “Sahabat Hati”!
Gunakan tabel berikut!

Tokoh yang Terlibat Kutipan Teks Unit Peristiwa
Eksposisi

Konflik

Komplikasi

Klimaks

Penyelesaian

B. Menulis Kembali Cerpen yang Dibaca Berdasarkan Urutan Peristiwa.

Berdasarkan urutan peristiwa yang telah ditentukan sebelumnya, tulislah kembali cerita
pendek “Sahabat Hati”! Tulis dengan urutan cerita yang runtut, jelas, dan
menggunakan bahasa sendiri! Kerjakanlah tugas berikut secara berurutan!
1. Bentuklah kelompok dengan anggota 6—8 orang!
2. Bacakanlah secara bergirliran cerpen yang telah kamu tulis! Lakukan pengamatan

dengan saksama untuk memberikan saran perbaikan terhadap aspek-aspek:
keruntutuan peristiwa, kejelasan peristiwa, pengembangan watak tokoh,
penggambaran latar, kejelasan tema dan kelancaran bahasa!
3. Revisilah cerpen berdasarkan saran perbaikan yang disampaikan oleh anggota
kelompok!

C. Menulis Cerpen secara Kreatif

Berdasarkan pengalaman kalian menulis cerpen secara terbimbing, tulislah cerpen
secara kreatif dengan langkah berikut ini! Kerjakan secara individual!

1. Pilih pokok masalah keseharian yang kalian lihat-dengar atau kalian alami (di
lingkungan keluarga, sekolah, atau masyarakat)!

2. Rumuskan pokok masalah tersebut dalam tema cerpen kalian!
3. Tentukan tokoh yang terlibat 3—5 tokoh saja! Gunakan nama tokoh fiktif!
4. Rumuskan peristiwa yang dialami tokoh dalam rentang waktu yang sesuai dengan

pokok masalah tersebut!
5. Rangkaikan peritiwa tersebut dalam plot yang kalian sukai (alur maju, alur

melingkar, atau alur sorot balik)!

15

D. Memublikasikan Karya Cerpen
1. Kumpulkan hasil kerja kalian dalam Kegiatan B dan C di atas!
2. Dengan bimbingan Bapak dan Ibu Guru, lakukan penilaian cerpen-cerpen tersebut
berdasarkan keruntutuan peristiwa, kejalasan peristiwa, pengembangan watak tokoh,
penggambaran latar, kejelasan tema dan kelancaran bahasa!
3. Pilih 3 cerpen terbaik berdasarkan hasil penilaian tersebut!
4. Atas seizin Bapak dan Ibu Guru, unggah 3 cerpen terbaik tersebut di web sekolah!

16


Click to View FlipBook Version