The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Suku Kurdi Dalam Memperjuangkan Hak Otonomi di Irak

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by ichaku41, 2022-12-16 22:13:03

Suku Kurdi Dalam Memperjuangkan Hak Otonomi di Irak

Suku Kurdi Dalam Memperjuangkan Hak Otonomi di Irak

Suku Kurdi Dalam
Memperjuangkan
Hak Otonomi di

Irak

Student Book

Nama : Annissa Shafa Kamila
NIM : K4421018

Suku Kurdi

Suku Kurdi merupakan sekelompok suku ber-etnis Indo-
Eropa yang menetap dan hidup di wilayah “Kurdistan”.
Wilayah ini meliputi Iran, Irak, Turki, Suriah, dan Armenia.
Mayoritas anggota suku ini menganut agama Islam Sunni dan
dianggap sebagai salah satu suku tertua serta terbesar di
dunia karena telah berdiri sejak ribuan tahun yang lalu dan
jumlah populasinya yang cukup banyak. Meskipun
menyandang gelar “suku terbesar dan tertua”, namun di dalam
kenyataannya suku ini tidak memiliki negara atau hak otonomi
sendiri. Mereka sering kali dianggap sebagai minoritas dan
harus menerima diskriminasi dari berbagai pihak. Hal ini
karena kesadaran suku

Kurdi akan sebuah wilayah merdeka sendiri baru muncul
setelah terjadinya Perang Dunia I.

Kehidupan orang Kurdi yang sebelumnya sangat kuno
dan tradisional menjadi latar belakang ‘keterlambatan’
pemikiran akan keinginan mereka dalam memiliki suatu
wilayah sendiri. Alhasil, hingga saat ini para suku Kurdi harus
terus memperjuangkan sendiri hak otonominya ke negara atau
wilayah yang mereka jadikan tempat bermukim. Meskipun
jumlah orang Kurdi terbilang besar, namun terpisahnya
mereka di lokasi berbeda menyebabkan suku Kurdi dianggap
sebagai kelompok minoritas. Semua yang terjadi atas suku
Kurdi dipengaruhi oleh perjanjian dan kesepakatn yang
dilkukan pada akhir Perang Dunia I dan setelahnya.

Kekalahan Turki Utsmani dalam Perang Dunia I,
menyebabkan Inggris muncul dengan janji kemerdekaan atas
suku Kurdi. Hal ini mulai terlihat dengan munculnya Perjanjian
Sevres pada 10 Agustus 1920 yang ikut melibatkan Turki
dalam kesepakatannya. Dalam perjanjian ini, dibahas juga
mengenai hak otonomi dan pertimbangan pembentukan
negara bagi Suku Kurdi. Akan tetapi, belum sempat bagi suku
Kurdi untuk merealisasikan “Sevres” sebagai sebuah negara
yang merdeka,

perjanjian ini dibatalkan dan diganti dengan Perjanjian
Lausanne (1923).

Perjanjian Lausanne merupakan kesepakatan damai yang
disepakati pada tanggal 23 Juli 1923. Perjanjian ini
membatalkan isi dari Perjanjian Sevres dan menyepakati
terbentuknya Republik Turki. Suku Kurdi yang semula
bersorak gembira karena Perjanjian Sevres, bersikap
sebaliknya di Perjanjian Lausanne. Kesepakatan yang
akhirnya tidak memberi kemerdekaan pada suku Kurdi, justru
membagi suku Kurdi ke beberapa wilayah di Timur Tengah.
Mereka terpecah dan tersebar di perbatasan berbagai negara
yang menyebabkan mereka hidup sebagai kelompok minoritas
serta termarjinalkan.

Perlakuan diskriminasi yang diterima orang Kurdi di
wilayah yang mereka tempati memicu semangat suku Kurdi
untuk bersatu dan berjuang memperoleh hak otonominya.
Menurut mereka, jika tidak bisa bersatu menjadi sebuah
bangsa yang merdeka setidaknya mereka bisa memperoleh
hak otonominya atas kelompok mereka agar bisa mengatur
diri sendiri. Hal inilah yang kemudain memunculkan berbagai
pemberontakan suku Kurdi yang menuntut hak otonomi atas
suku mereka.

Pemberontakan Suku Kurdi

Terpecah suku Kurdi ke berbagai wilayah perbatasan di
negara-negara Timur Tengah, tidak memadamkan upaya
mereka untuk bersatu dan memperjuangkan haknya. Berbagai
pemberontakkan bahkan hingga pertempuran yang memakan
korban jiwa terjadi karena ambisi besar suku Kurdi di Irak.
Bahkan para masyarakat tanpa bangsa ini dianggap sebagai
“Problem Asia Timur” akibat serentetan pemberontakan dan
konflik yang terjadi.

Suku Kurdi yang terpisah ke negara berbeda tidak serta
merta menimbulkan perbedaan yang signifikan. Rasa senasib,
ras, bahasa, dan budaya berhasil menyatukan mereka untuk
memperjuangkan hak otonominya. Di Irak, jumlah orang Kurdi
yang tidak sedikit telah menimbulkan kekacauan bagi
pemerintah serta mengancam persatuan dan kesatuan negara
Irak. Hal ini menyebabkan pemerintah Irak berusaha
memberantas seluruh pemberontakan suku Kurdi agar tidak
menimbulkan masalah di Irak. Hal serupa juga terjadi di Turki,
dimana jumlah suku Kurdi yang tidal sedikit telah mendorong
mereka untuk melakukan pemberontakan di negara Turki.

Negara Turki bahkan menganggap suku Kurdi sebagai
ancaman karena keinginannya dalam memperoleh hak
otonomi. Turki juga melarang segala hal yang berhubungan
dengan kata “Kurdi” dan “Kurdistan” dalam seluruh buku
pendidikan di Turki. Mereka menyebut suku Kurdi sebagai
“orang gunung” karena tempat tinggal mereka yang berada di
pegunungan.

Pemberontakan Kurdi di Irak

Setelah disepakati Perjanjian Laussane banyak orang
Kurdi yang tinggal dan menjadi bagian di negara Irak.
Populasi Kurdi di Irak diperkirakan hampir 20% dari jumlah
keseluruhan rakyat Irak. Di Irak, perjuangan dalam
memperoleh hak otonomi dimulai dengan adanya kampanye
di tahun 1923. perjuangan dilanjutkan dengan berdirinya
Kurdistan Democratic Party (KDP) di tahun 1945.
Pemberontakan dengan senjata baru terjadi setelah tahun
1960 yang mana rentetan pemberontakan suku Kurdi ke Irak
ini juga dimanfaatkan oleh beberapa negara agar bisa
menyingkirkan Saddam Husseun dan membantu berbagai
pertempuran

Pada tahun 1961, suku Kurdi secara langsung
melakukan perlawanan ke Kota Baghdad dan berhasil
memukul muncru pasukan. Dalam perlawanan ini mereka
memperoleh amnesti dari pemerintah Irak, namun masih
belum menemukan titik terang dari pihak suku Kurdi.
Pertempuran terus berlanjut hingga tahun 1965, yang mana
konflik ini menyebar hingga melibatkan Iran dan
menyebabkan munculnya ketegangangan antara dua negara.

Sepanjang tahun 1966 hingga 1970 terjadi berbagai
perundingan untuk menemukan jalan keluar bagi suku Kurdi.
Puncaknya terjadi di tanggal 11 Maret 1970, dimana
disepakati perjanjian damai. Setelah dua pihak sepakat akan
perjanjian ini, mereka hidup berdampingan bahkan Saddam
Hussein menempatkan orang Kurdi ke dalam susunan komisi.
Seiring dengan berjalannya waktu muncul ketidakpuasan dari
suku Kurdi karena merasa kesepakatan di tahun 1970 belum
terlaksana oleh pemerintah Irak. Sayangnya, Irak berpendapat
sebaliknya. Hal ini menimbulkan konflk lagi diantara kedua
belah pihak.

Perjuangan suku Kurdi
semakin sulit ketika Saddam
Hussein terpilih menjadi
pemimpin Irak di tahun 1979.
Sosok Saddam Hussein yang
terkenal dalam peristiwa krisis
teluk I dan II, berpendapat
mengenai suku Kurdi bahwa
tidak akan pernah tercapai hasil
apapun bagi kaum Kurdi karena

kelompok mereka yang terpecah di beberapa negara. Selain
itu, pada tahun 1988 Saddam Hussein juga menjadi penyebab
ribuan orang Kurdi tewas akibat serangan senjata kimia
berupa gas beracun yang dengan sengaja dijatuhkan oleh
pesawat ke Halabja, dimana ini adalah pusat penting
perlawanan suku Kurdi dalam memperjuangkan hak
otonominya

Akibat serangan gas kimia yang dijatuhkan ke Halabja
dalam “Operasi Anfal”ratusan hingga ribuan orang Kurdi
terluka bahkan meninggal dunia dan lebih dari 50%
merupakan perempuan dan anak-anak. Gas kimia yang
digunakan sejenis gas saraf VX, toksin, batolium, dan
aflaktoksin yang menyebabkan gangguan saluran pernapasan,
kelumpuhan jantung, diare, mual bahkan mampu membuat
infeksi kulit parah yang mampu membuat kulit manusia
melepuh dan terluka. Tindakan Irak ini melanggar hak asasi
manusia dan mendapatkan kecaman dari dunia internasional.

Tidak berhenti sampai disitu sosok Saddam Hussein juga
menyebabkan adanya pembantaian ribuan orang di Halabja.
Menurutnya hal ini dilakukan karena suku Kurdi dianggap
sebagai ‘pengkhianat’ akibat membantu Iran dalam
pertempuran Irak-Iran. Persitiwa ini disebut sebagai “Jumat
fjdhfuhuu

berdarah” karena banyaknya korban jiwa yang tak terhitung
jummlahnya. Bahkan makam massal dari para korban baru
ditemukan setelah puluhan tahun peritiwa tersebut terjadi.
Dalam rentetan peristiwa ini bukan sosok Saddam Hussein
yang disalahkan terlebih dalam peristiwa gas kimia, namun
sepupunya yaitu Al-Majid “Ali Kimia”.

Sepanjang tahun 1990-an, banyak upaya dilakukan Irak
agar bisa berdamai dengan suku Kurdi. Berbagai perundingan
dilakukan guna membahas masalah otonomi, persatuan
nasional, mengakhiri konflik, dan lain sebagainya. Hasil
perundingan dengan Irak di Kota Bhagdad kemudian
disampaikan secara langsung oleh Massoud Barzani dan
delegasinya ke wilayah permukiman para suku Kurdi.
Kembalinya Massoud Barzani dari Irak Utara diprediksi akan
mencapai keputusan final dalam waktu singkat. Sayangnya
persyaratan yang diterapkan Irak ke suku Kurdi menyebabkan
perundingan berakhir dengan jalan buntu.

Tidak ditemukannya kesepakatn bersama dalam
perundingan damai 1991, menyebabkan muncul Kembali
pertempuran antara Kurdi dan pasukan Irak. Pada tahun
1994, Irak akhirnya memberikan wilayah otonomi kepada suku
Kurdi.

Adapun wilayah otonomi ini terdiri dari tiga provinsi Irak Utara,
yaitu Darhuk, Arbil, dan Sulaymaniah. Sayangnya, suku Kurdi
masih belum menempukan kepuasan terlebih mengetahui
wilayah Kirkuk tidak dimasukkan ke dalam wilayah
otonominya. Meskipun suku Kurdi telah memperoleh hak
otonominya, namun pemerintah Irak tetap waspada jika
sewaktu-waktu suku Kurdi kembali melakukan
pemberontakan.

REFERENSI

BBC. (2019). Diperangi Erdogan, tak diakui di Suriah, siapa sesungguhnya
bangsa Kurdi?. Diakses pada 12 Desember 2022, dari
https://www.bbc.com/indonesia/dunia-50068256

Faiz Nasrullah. (2017). Etnis Kurdi Iran Pasca Revolusi Iran 1976-1997
M. Skripsi Fkultas Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga

Gagus Prasetyawan. (201). Perjuangan Suku Kurdi Memperoleh Otonomi
di Kurdistan Irak Tahun 1919-1991.

Fergi Nadira. (2021). Sejarah Hari Ini: Serangan Gas di Irak, Ribuan Orang
Tewas. Diakses pada 15 Desember 2022, pukul 08.41 WIB di
https://www.republika.co.id/berita/qq1mx3377/sejarah-hari-ini-
serangan-gas-di-irak-ribuan-orang-tewas.

David McDowall. 2005. A Modern History of The Kurds. New York : I.B
Tauris


Click to View FlipBook Version