KURIKULUM PAUD DI SINGAPURA
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kurikulum Mancanegara
Disusun oleh:
FIRMAN PRIYO SUHASTO_ NUR CAHYATI NGAISAH
NIM:21204032020_NIM:21204032023
PROGRAM STUDI PASCA SARJANA PIAUD
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIV ISLAM NEGRI SUNAN KALI JAGA YOGYAKARTA
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di Singapura, istilah 'prasekolah' umumnya mengacu pada pusat penitipan anak dan
taman kanak-kanak, dan ini tersedia baik di sektor swasta maupun publik.1 Ini termasuk
berbagai pengaturan: pusat penitipan anak dan taman kanak-kanak berbasis agama
(misalnya, taman kanak-kanak yang dikelola oleh gereja Metodis atau pusat penitipan anak
yang terhubung dengan masjid), pusat penitipan anak di tempat kerja, taman kanak-kanak
swasta (misalnya, Montessori taman kanak-kanak), taman kanak-kanak yang disubsidi
pemerintah, dan pusat penitipan anak yang dijalankan baik secara swasta oleh organisasi
komersial atau oleh pemerintah. Usia wajib sekolah untuk anak-anak di Singapura adalah
tujuh tahun, dan prasekolah di Singapura umumnya diperuntukkan bagi anak-anak berusia
dua hingga enam tahun. Sampai saat ini, Kementerian Pengembangan Masyarakat, Pemuda
dan Olahraga (MCYS), anak perusahaan dari Kementerian Pendidikan, mengatur ketentuan
prasekolah nasional dan bertanggung jawab atas peraturan semua pusat penitipan anak dan
taman kanak-kanak. Ini termasuk pemantauan kualitas penyediaan, pelatihan dan akreditasi
staf dan kualifikasi mereka, dan pengawasan umum manajemen dan fasilitas fisik
pengaturan.
Tujuan PAUD seringkali ada kontinum dalam persepsi guru dan orang tua tentang
tujuan pendidikan prasekolah.2 Orang tua berpikir bahwa tujuan utama dari prasekolah
adalah untuk mempersiapkan anak-anak untuk sekolah formal. Guru yang menyatakan
bahwa memenuhi harapan orang tua diperlukan untuk keberlanjutan taman kanak-kanak.
Semua orang tua menyatakan bahwa mereka perlu melihat lembar kerja pembelajaran
akademik untuk memastikan bahwa anak-anak mereka siap untuk sekolah dasar. Literatur
lain menegaskan bahwa harapan orang tua dari program prasekolah difokuskan pada
kesiapan untuk sekolah formal. Guru menyatakan bahwa mereka perlu stimulasi orang tua
dan rekan kerja bahwa permainan anak-anak bukan hanya pekerjaan yang menyenangkan
atau sesuatu yang harus dilakukan ketika pekerjaan selesai. Orang tua memandang bermain
sebagai bersenang-senang, kesenangan dan kegembiraan dan tidak berhubungan dengan
1 Lynn Ang Ling-Yin, “Steering Debate and Initiating Dialogue: A Review of the Singapore Preschool
Curriculum,” Contemporary Issues in Early Childhood 7, no. 3 (2006): 203–212.
2 Josephine Ng, “The Impact of Children’s Learning during a Curriculum Reform in Singapore,”
International Research in Early Childhood Education 5, no. 1 (2014): 11,
www.education.monash.edu.au/irecejournal/.
bermain sebagai instrumen bagi anak-anak untuk belajar. Guru sering menyatakan bahwa
mereka berada di bawah tekanan yang meningkat dari orang tua untuk mempersiapkan
anak-anak untuk sekolah berikutnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pendidikan di Singapura?
2. Bagaimana Kurikulum Pendidikan Prasekolah?
3. Bagaimana Manajemen Pendidikan di Singapura?
4. Bagaimana Prinsip Kurikulum PAUD di Singapura?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pendidikan di Singapura.
2. Untuk mengetahui Kurikulum Pendidikan Prasekolah.
3. Untuk mengetahui Manajemen Pendidikan di Singapura.
4. Untuk mengetahui Prinsip Kurikulum PAUD di Singapura.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendidikan di Singapura
Singapura adalah satu-satunya masyarakat luar negeri yang sebagian besar terdiri dari
penduduk Cina sekitar 76% dari populasi warga negara Singapura. Kurikulum di Singapura
memiliki dua jenis layanan PAUD yaitu pusat penitipan anak dan taman kanak-kanak.
Pusat pengasuhan anak menyediakan penitipan dan pendidikan sepanjang hari untuk anak-
anak dari usia 18 bulan hingga 6 tahun, sementara taman kanak-kanak menyediakan
pendidikan setengah hari untuk anak usia 4 dan 5 tahun. Sejak tahun 2003, Kementerian
Pendidikan Singapura (MOE) telah mencoba menerapkan pedagogik yang berpusat pada
anak dan bermain dan menerbitkan kerangka kerja untuk kurikulum taman kanak-kanak di
Singapura berjudul “Nurturing Early Learners,” yang dilakukan pada tahun 2012. Pada
tahun 2013, Early Years Development Framework for Child Care Centers juga diterbitkan,
ketika secara resmi diluncurkan untuk mengatur dan memprioritaskan kualitas PAUD.
Kebijakan kurikulum baru telah mendorong pergeseran dari instruksi akademik ke
pembelajaran langsung anak-anak, dengan fokus pada pengembangan pembelajaran. Dan
perubahan paradigma ini dimulai pada tahun 1999 namun baru diluncurkan secara resmi
oleh Kementerian Pendidikan Singapura pada tahun 2003.
B. Kurikulum Pendidikan Prasekolah
Pengembangan kurikulum berlandaskan perenialisme bertujuan untuk the glorius,
yakni rasa bangga terhadap prestasi bangsa. Essensialisme bertujuan mengembangkan
kemampuan intelektual generasi muda. Humanis-me menekankan pada tujuan untuk
mengembangkan kepribadian peserta didik sesuai dengan nilai-nilai yang dianggap
menguntungkan dirinya dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai masyarakatnya.
Sedangkan pengembangan kurikulum berlandasankan filosofi rekonstruksi sosial bertujuan
untuk menyiapkan peserta didik sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat. Dalam
konteks ini, Schubert menegaskan bahwa penggunaan landasan filosofis tersebut harus
bersifat eksektik.
Sedangkan terkait pendidikan pra sekolah diselenggarakan oleh Taman kanak-kanak
dan pusat perawatan anak, terdiri dari program tiga tahun untuk anak usia 3 hingga 6 tahun.
Terdaftar pada menteri pendidikan, Taman kanak-kanak di Singapura dilaksanakan oleh
yayasan masyarakat, perkumpulan keagamaan, organisasi sosial dan bisnis. Pusat
perawatan anak mendapat ijin dari Menteri Pengembangan Masyarakat dan olah raga.
Kebanyakan dari Taman kanak-kanak menyelenggarakan dua sesi sehari dengan tiap sesi
pelatihan dari 2, 5 sampai 4 jam, 5-hari setiap minggunya. Pada umumnya kurikulum
termasuk program berbahasa Inggris dan bahasa asing dengan pengecualian terhadap
sistem luar negeri yaitu pada sekolah Internasional yang menawarkan program Taman
kanak-kanak bagi anak-anak ekspatriat. Periode pendaftaran bagi setiap Taman kanak-
kanak dan pusat perawatan berbeda-beda.
Kebanyakan dari pusat perawatan anak menerima siswa dari negara manapun
sepanjang tahun selama masih ada ketersediaan tempat. Singapura telah mengembangkan
sistem yang komprehensif mulai dari seleksi, pendidikan/pelatihan, kompensasi,
pengembangan profesi dan karir guru serta kepala sekolah. Guru diseleksi tidak hanya
berdasarkan kemampuannya yang unggul secara akademik tetapi juga komitmen dan
semangatnya sebagai seorang pendidik. Singapura menyiapkan guru mulai dari seleksi
guru yang sangat ketat dan kompetitif serta memberikan pelatihan/pendidikan yang bagus
dan dukungan yang terus menerus untuk peningkatan mutu guru. Tidak heran jika
Singapura tidak mengalami rendahnya kualitas guru dan kepala sekolah yang tidak efektif,
yang akan menghambat kualitas sistem pendidikan Singapura. Selain itu, gaji yang
diberikan untuk guru-guru di Singapura juga banyak. Hal itu menyebabkan kehidupan
guru-guru terjamin kesejahteraannya.
C. Manajemen Pendidikan di Singapura
Kemajuan pendidikan di Singapura didukung oleh banyak faktor. Diantaranya yaitu
adanya fasilitas yang memadai. Contohnya, setiap sekolah di Singapura memiliki
akses internet bebas. Setiap sekolah juga memiliki web sekolah yang berguna untuk
menghubungkan siswa, guru, dan orangtua. Selain itu, di setiap kelas terdapat Liquid
Crystal Display (LCD) untuk proses pembelajaran. Fasilitas lainnya yaitu tersedianya
sistem transportasi yang memiliki akses ke semua sekolah di Singapura yang
memudahkan siswa untuk menuju ke sekolahnya. Faktor biaya juga sangat
mempengaruhi kualitas pendidikan. Karena jika biaya sekolah murah, setiap orang di
negara tersebut dapat mengenyam pendidikan dengan mudah. Di Singapura, biaya
pendidikan disesuaikan dengan kemampuan rakyat, ditambah lagi dengan beasiswa
bagi rakyat yang kurang beruntung
Dalam survei pengamatan menunjukkan bahwa banyak ruang kelas taman kanak-kanak
mempertahankan instruksi seluruh kelas, manajemen disiplin, dan kegiatan kelompok.
Bahkan di kelas-kelas dengan kualitas nilai yang lebih tinggi, guru sering mendorong anak-
anak untuk memilih sendiri kegiatan awalnya tetapi cenderung mengarahkan mereka
selama kegiatan selain itu juga mengamati bahwa berbasis tema, langsung namun beberapa
guru bersikeras bahwa bermain tidak dapat menggantikan konten mata pelajaran atau
pembelajaran pra-akademik, terutama dalam konteks Singapura di mana orang tua
memiliki harapan yang tinggi terhadap keberhasilan akademik anak.Selain pengaruh
harapan orang tua, kurikulum yang dirasakan guru dipengaruhi oleh akses ke pelatihan
dalam jabatan dan ketersediaan sumber daya. Ketidak cukupan pelatihan dan sumber daya
yang efektif kemungkinan besar mengarah pada pembelajaran individual yang berpusat
pada anak dan menjanjikan dalam kurikulum, yang mendorong guru untuk memegang
keyakinan yang lebih konservatif. Sebagaimana dibedakan dalam studi survei Bautista et
al mengenai persepsi kurikulum, guru Singapura dengan kepercayaan tradisional yang
berpusat pada orang dewasa memprioritaskan bidang akademis seperti berhitung dan
literasi, sedangkan mereka yang memiliki kepercayaan progresif yang berpusat pada anak
memprioritaskan non bidang akademik seperti pengembangan sosial-emosional.3
Pengamatan kelas menunjukkan bahwa guru Singapura tidak meninggalkan pedagogi
tradisional dengan lembar kerja, yang juga disebut pendekatan “drill-and-practice.”
Menemukan bahwa guru cenderung menggunakan pengajaran yang disengaja di area
pembelajaran sosial-emosional daripada memfasilitasi pembelajaran anak-anak dengan
strategi insidental.4 Mengenai penerapan kurikulum seni, menemukan bahwa sebagian
besar guru melakukan berbasis hasil instruksi mendorong kreativitas dan ekspresi seperti
yang dianjurkan oleh Kementerian Singapura mendominasi praktik sehari-hari. Kurikulum
formal pendidikan, guru juga lebih cenderung menggunakan strategi pengajaran yang
disengaja dan eksplisit di kelas mengenai area pembelajaran keterampilan motorik kasar,
yang mencerminkan dominasi instruksi yang dipimpin guru. Namun, lebih banyak
permainan fisik dan aktivitas yang tidak terarah terjadi di luar ruangan. Demikian juga
untuk pengajaran literasi bahwa meskipun anak-anak memiliki tingkat partisipasi yang
tinggi dalam dialog kelas, guru-anak dialog didorong oleh pengetahuan, diprakarsai oleh
guru, dan diarahkan oleh guru.5
3 C Alkan, P Coe, and E Eichler, “基因的改变NIH Public Access,” Bone 23, no. 1 (2011): 1–7,
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3624763/pdf/nihms412728.pdf.
4 Xiao Lan Curdt-Christiansen, “Planning for Development or Decline? Education Policy for Chinese
Language in Singapore,” Critical Inquiry in Language Studies 11, no. 1 (2014): 1–26.
5 Marjory Ebbeck, Hoi Yin Bonnie Yim, and Sheela Warrier, “Early Childhood Teachers’ Views and
Teaching Practices in Outdoor Play with Young Children in Singapore,” Early Childhood Education Journal 47,
no. 3 (2019): 265–273, http://dx.doi.org/10.1007/s10643-018-00924-2.
Jadwal yang kaku, rasio guru-siswa, dan lingkungan kelas menjadi kendala yang
telah membatasi guru untuk sepenuhnya menerapkan kurikulum formal Di bagian paling
banyak diprakarsai oleh anak, pembelajaran waktu tengah, bukti pengamatan menunjukkan
bahwa anak-anak memiliki sangat sedikit kebebasan memilih saat bermain dengan materi
dan biasanya diminta untuk menyelesaikan tugas seperti lembar kerja. Dan kualitas
dukungan instruksional di waktu pusat pembelajaran rendah dalam pemodelan bahasa dan
pengembangan konsep, yang menunjukkan bahwa guru prasekolah Singapura mungkin
tidak terampil untuk memberikan dukungan yang efisien kepada anak-anak dalam kegiatan
belajar mandiri mereka.
D. Prinsip Kurikulum PAUD di Singapura
Prinsip yang mendasari tujuan kurikulum PAUD di Singapura antara lain sebagai
berikut:6
1. Pengembangan dan pembelajaran holistik
2. Pembelajaran terpadu
3. Pembelajaran aktif
4. Pendukung pembelajran
5. Belajar melalui interaksi
6. Belajar melalui bermain
Sedangkan dalam proses pembelajaran PAUD di Singapura prinsip-prinsip tersebut
disertai dengan seperangkat enam praktik, yang memberikan panduan bagi praktisi untuk
menerapkan dan bekerja menuju prinsip dan tujuan: 7
1. Dimulai dari anak Praktik
2. Membina iklim belajar yang positif Praktik
3. Mempersiapkan pembelajaran lingkungan Praktek
4. Merencanakan dan menyusun kegiatan pembelajaran
5. Menyiapkan sumber-sumber
6. Mengamati anak-anak.
6 Baoqi Sun, Guangwei Hu, and Xiao Lan Curdt-Christiansen, “Metalinguistic Contribution to Writing
Competence: A Study of Monolingual Children in China and Bilingual Children in Singapore,” Reading and
Writing 31, no. 7 (2018): 1499–1523, https://doi.org/10.1007/s11145-018-9846-5.
7 John Matthews, “The Representation of Events and Objects in the Drawings of Young Children from
Singapore and London: Implications for the Curriculum,” Early Years 19, no. 1 (1998): 90–109.
DAFTAR PUSTAKA
Alkan, C, P Coe, and E Eichler. “基因的改变NIH Public Access.” Bone 23, no. 1 (2011): 1–
7. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3624763/pdf/nihms412728.pdf.
Curdt-Christiansen, Xiao Lan. “Planning for Development or Decline? Education Policy for
Chinese Language in Singapore.” Critical Inquiry in Language Studies 11, no. 1 (2014):
1–26.
Ebbeck, Marjory, Hoi Yin Bonnie Yim, and Sheela Warrier. “Early Childhood Teachers’
Views and Teaching Practices in Outdoor Play with Young Children in Singapore.”
Early Childhood Education Journal 47, no. 3 (2019): 265–273.
http://dx.doi.org/10.1007/s10643-018-00924-2.
Karuppiah, Nirmala. “Computer Habits and Behaviours among Young Children in
Singapore.” Early Child Development and Care 185, no. 3 (2015): 393–408.
http://dx.doi.org/10.1080/03004430.2014.930451.
Ling-Yin, Lynn Ang. “Steering Debate and Initiating Dialogue: A Review of the Singapore
Preschool Curriculum.” Contemporary Issues in Early Childhood 7, no. 3 (2006): 203–
212.
Matthews, John. “The Representation of Events and Objects in the Drawings of Young
Children from Singapore and London: Implications for the Curriculum.” Early Years 19,
no. 1 (1998): 90–109.
Ng, Josephine. “The Impact of Children’s Learning during a Curriculum Reform in
Singapore.” International Research in Early Childhood Education 5, no. 1 (2014): 11.
www.education.monash.edu.au/irecejournal/.
Sun, Baoqi, Guangwei Hu, and Xiao Lan Curdt-Christiansen. “Metalinguistic Contribution to
Writing Competence: A Study of Monolingual Children in China and Bilingual Children
in Singapore.” Reading and Writing 31, no. 7 (2018): 1499–1523.
https://doi.org/10.1007/s11145-018-9846-5.
Yang, Weipeng, and Hui Li. “Curriculum Hybridization and Cultural Glocalization: A
Scoping Review of International Research on Early Childhood Curriculum in China and
Singapore.” ECNU Review of Education 5, no. 2 (2022): 299–327.