The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by yutiaihza.uyut, 2021-05-09 12:35:44

MAKALAH TOKSIKOLOGI KELOMPOK 8

MAKALAH TOKSIKOLOGI KELOMPOK 8

Keywords: makalah toksikologi

MAKALAH TOKSIKOLOGI
“GANGGUAN PERNAFASAN”

Dosen Pengampu: Ikhwan Yuda Kusuma, M.Si., Apt

Disusun Oleh :

Febryanto Martua Panda P.S (180105034)

Muktifa Arifa (180105066)

Nur Rifka Zaneta (180105074)

Wisella Aji Mei Liana (180105105)

Yutia Ihza Komala (180105108)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI
UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA

PURWOKERTO
2021

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas limpahan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas dari mata kuliah “Toksikologi” yang berjudul
“Gangguan Pernafasan” dengan tepat waktu tanpa halangan suatu apapun. Diharapakan
makalah ini dapat memberikan wawasan dan informasi kepada pembaca.
Bagaimanpun kami telah membuat makalah ini dengan sebaik-baiknya. Namun tidak
ada kesempurnaan dalam karya manusia. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan
dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik, dan saran yang dapat
membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam
menambah ilmu pengetahuan.

Purwokerto, 27 April 2021
Penyusun

2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................... 2
DAFTAR ISI..................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang.............................................................................................................. 4
I.2 Rumusan Masalah......................................................................................................... 4
I.3 Tujuan........................................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN
II.1 Definisi Toksikologi.................................................................................................... 6
II.2 Patofisiologi Paparan Pestisida ................................................................................... 6
II.3 Keracunan Kronis Dan Keracunan Akut..................................................................... 7
II.4 Gejala Toksisitas Pestisida Terhadap Gangguan Pernapasan ..................................... 8
II.5 Cara Masuk Pestisida Ke Dalam Tubuh ..................................................................... 9
II.6 Diagnosis Keracunan Pestisida .................................................................................. 10
II.7 Penanganan Keracunan Pestisida ............................................................................... 11
II.8 Pertolongan Pertama Yang Dilakukan Pada Keracunan Pestisida............................. 11
II.9 Review Jurnal............................................................................................................. 12
BAB III PENUTUP
III.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 13
III.2 Saran ......................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA

3

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Gangguan saluran pernapasan adalah gangguan pada organ mulai dari hidung sampai

alveoli serta organ-organ adneksnya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Pestisida
adalah zat untuk membunuh atau mengendalikan hama. Masalah paling berbahaya pada
paparan pestisida adalah terhirupnya sisa debu, uap dan gas yang dikeluarkan pestisida pada
saat meracik maupun proses penyemprotan dapat menyebabkan pneumonitis, pembengkakan
paru-paru (pulmonary edema) dan kematian, semakin banyak sisa racun pestisida yang terhirup
oleh seseorang akan semakin tinggi kandungan racun dalam tubuh bagia orang dewasa bila
kelebihan zat racun mengakibatkan sistem pernafasan. Partikel ≥ 5 mikron akan mengendap di
hidung, nasofaring, trakea dan percabangan bronkus. Partikel ≤ 2 mikron akan berhenti di
bronkiolus respiratorius dan alveolus. Partikel bersama polutan seperti misalnya bahan kimia
dari pertanian hasil reaksi dari pestisida akan menimbulkan penurunan faal paru, sedangkan
partikel saja tidak menimbulkan gangguan faal paru pada orang normal (Sinaga et al., 2017).

Toksisitas pestisida dapat digolongkan, sangat toksik: aldrin, endosulfan, dieldrin,
toksik sederhana: Clordane, DDT, lindane, heptaklor dan kurang toksik: Benzane hexacloride
(BHC). Paparan pestisida mengakibatkan kerusakan alveolus, elastisitas hilang, sehingga
ekshalasi kurang efisien. Kondisi jangka panjang terjadi penimbunan partikel debu bahan kimia
pada jaringan paru sehingga terjadi fibrosis atau pneumoconiosis (Sinaga et al., 2017).

I.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi dari toksikologi?
2. Bagaimana patofisiologi pada paparan pestisida?
3. Bagaimana keracunan kronis dan keracunan akut?
4. Bagimana gejala toksisitas pestisida terhadap gangguan pernapasan?
5. Bagaimana cara masuk pestisida ke dalam tubuh?
6. Bagaimana diagnosis dari keracunan pestisida?
7. Bagaimana penanganan dan pertolongan pertama pada keracunan pestisida?
8. Bagaimana studi kasus dari toksisitas pestisida terhadap gangguan pernapasan?

4

I.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari toksikologi
2. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi pada paparan pestisida
3. Untuk mengetahui bagaimana keracunan kronis dan keracunan akut
4. Untuk mengetahui bagaimana gejala toksisitas pestisida terhadap gangguan pernapasan
5. Untuk mengetahui bagaimana cara masuk pestisida ke dalam tubuh
6. Untuk mengetahui bagaimana diagnosis dari keracunan pestisida
7. Untuk mengetahui bagaimana penanganan dan pertolongan pertama dari toksisitas
pestisida terhadap gangguan pernafasan
8. Untuk mengetahui bagaimana studi kasus dari toksisitas pestisida terhadap gangguan
pernafasan

5

BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Definisi Toksikologi
Toksikologi merupakan ilmu yang menetapkan batas aman dari bahan

kimia, efek – efek yang tidak diinginkan dari zat – zat kimia terhadap organisme
hidup. Toksikologi juga membahas tentang penilaian secara kuantitatif tentang
organ – organ tubuh yang sering terpajang serta efek yang di timbulkannya
(Rachmawati, 2013).

Inhalasi merupakan proses pernapasan udara ke dalam paru – paru yang
melalui saluran napas atas (rongga hidung, nasofaring, orofaring dan laringofaring)
dan bawah (laring, trakea, bronchi dan paru – paru). Toksikologi inhalasi adalah
proses atau jalan masuknya zat – zat beracun (toksik) ke dalam tubuh melalui proses
pernapasan (saluran pernapasan) (Rachmawati, 2013).

Pada umumnya efek berbahaya atau efek farmakologik timbul apabila
terjadi interaksi antara zat kimia (tokson atau zat aktif biologis) dengan reseptor.
Kebanyakan penyakit akibat kerja disebabkan oleh menghirup bahan – bahan kimia
yang digunakan di dalam industri maupun yang terdapat di udara lingkungan kerja
dan hampir semua bahan toksik dapat diisap. Bahan toksik yang masuk melalui
saluran pernapasan menuju paru – paru akan diserap oleh alveolus paru – paru.
Jumlah seluruh senyawa beracun yang diabsorbsi (diserap) melalui saluran
pernapasan, tergantung dari kadarnya di udara, lamanya waktu pemejanan, dan
volume aliran udara dalam paru – paru yang dapat naik setiap kerja menjadi lebih
besar (Wahyu & Raymond, 2008).

II.2 Patofisiologi Paparan Pestisida
Pestisida masuk kedalam tubuh melalui beberapa cara, diantaranya absorpsi

melalui kulit, melalui oral baik disengaja atau kecelakaan, dan melalui pernafasan.
Absorbsi lewat kulit atau subkutan dapat terjadi jika substansi toksik menetap di
kulit dalam waktu lama. Intake melalui saluran pernafasan terjadi jika pemaparan
berasal dari droplet, uap atau serbuk halus. Pestisida meracuni manusia melalui
berbagai mekanisme kerja.
a. Mempengaruhi kerja enzim dan hormon. Bahan racun yang masuk kedalam tubuh
dapat menonaktifkan aktivator sehingga enzim atau hormon tidak dapat bekerja

6

Pestisida tergolong sebagai endocrine disrupting chemicals (EDCs), yaitu bahan
kimia yang dapat mengganggu sintesis, sekresi, transport, metabolisme, pengikatan
dan eliminasi hormon-hormon dalam tubuh yang berfungsi menjaga homeostasis,
reproduksi dan proses tumbuh kembang ( Suhartono, 2014).
b. Merusak jaringan. Masuknya pestisida menginduksi produksi serotonin dan
histamin, hormon ini memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru
yang lebih toksik (Bolognesi, 2003).

II.3 Keracunan Kronis Dan Keracunan Akut
Perbedaan kualitas paparan menimbulkan perbedaan dampak toksisitas.

Pemaparan kadar rendah dalam jangka panjang atau pemaparan dalam waktu yang
singkat dengan akibat kronis. Keracunan akut terjadi apabila efek keracunan
pestisida langsung pada saat dilakukan aplikasi atau seketika setelah aplikasi
pestisida.
a. Keracunan Kronis
Keracunan kronis dapat ditemukan dalam bentuk kelainan syaraf dan perilaku
(bersifat neuro toksik) atau mutagenitas Selain itu ada beberapa dampak kronis
keracunan pestisida pada organ paru-paru, hati, lambung dan usus (Jenni, et al,
2014), serta mempengaruhi kerja sistem organ seperti sistem syaraf, sistem
hormonal, sistem kekebalan tubuh (D’Arce, et al, 2004).
Individu yang terpapar oleh pestisida bisa mengalami batuk yang tidak juga
sembuh, atau merasa sesak di dada. Ini merupakan manifestasi gejala penyakit
bronkitis, asma, atau penyakit paru-paru lainnya. Kerusakan paru-paru yang sudah
berlangsung lama dapat mengarah pada kanker paru-paru (Kurniasih, et al, 2013).
Individu yang terpapar pestisida mempunyai kemungkinan lebih besar untuk
mengidap kanker. Tapi ini bukan berarti individu yang bekerja dengan pestisida
pasti akan menderita kanker. Ratusan pestisida dan bahan-bahan yang dikandung
dalam pestisida diketahui sebagai penyebab kanker. Penyakit kanker yang paling
banyak terjadi akibat pestisida adalah kanker darah (leukemia),normal pada wanita.
Beberapa pestisida dapat menyebabkan pelebaran tiroid yang akhirnya dapat
berlanjut menjadi kanker tiroid (Suhartono, 2014).

7

b. Keracunan Akut
Keracunan akut terjadi apabila efek keracunan pestisida langsung pada saat
dilakukan aplikasi atau seketika setelah aplikasi pestisida. Efek keracunan akut
terbagi menjadi efek akut lokal dan efek akut sistemik.
Efek akut lokal jika hanya mempengaruhi bagian tubuh yang terkena kontak
langsung dengan pestisida biasanya bersifat iritasi mata, hidung, tenggorokan dan
kulit. Efek sistemik jika pestisida masuk kedalam tubuh manusia dan mengganggu
sistem tubuh. Darah akan membawa pestisida keseluruh bagian tubuh
menyebabkan bergeraknya syaraf-syaraf otot secara tidak sadar dengan gerakan
halus maupun kasar dan pengeluaran air mata serta pengeluaran air ludah secara
berlebihan, pernafasan menjadi lemah/cepat (tidak normal).

II.4 Gejala Toksisitas Pestisida Terhadap Gangguan Pernapasan
Seseorang yang terpapar pestisida dapat memperlihatkan lebih dari satu

gejala, tergantung kepada jenis pestisida dan jangka waktunya. Beberapa gejala
timbul langsung setelah seseorang terpapar, sementara gejala lainnya tidak terlihat
sampai beberapa jam, beberapa hari atau bahkan beberapa tahun kemudian. Berikut
ini gejala yang muncul akibat keracunan pestisida antara lain (Wahyuni, 2015) :
a) Tanda dan Gejala pada mata

Jika terkena (kontak langsung) pestisida, mata bisa berwarna merah serta
terasa gatal, sakit dan keluar air mata. Pada keracunan oral, pupil mata juga
bisa menunjukkan tanda – tanda midriasis atau miosis
b) Keluar air liur dan keringat berlebihan
Keluarnya air liur dan keringat berlebihan merupakan reaksi dari stimulasi
saraf parasimpatik dan sering tampak gejala keracunan organofosfat, karbamat
serta nikotin sulfat
c) Gemetar dan kejang
Keracunan organofosfat dan karbamat sering menimbulkan gejala gemetar.
Sementara kejang – kejang bisa disebabkan oleh gidrokarbon berklor serta
organofluor
d) Aritmia
Aritmia adalah irama detak jantung yang tidak teratur. Aritmia sering menjadi
tanda gejala keracunan organofluor
e) Batuk – batuk

8

Batuk – batuk terjadi jika pestisida masuk ke dalam saluran pernapasan
(bronchi) atau jika pestisida telah memengaruhi liver (hati). Keracunan
organoklor, organosulfur, klorpikrin atau metilbromida bisa menimbulkan
gejala – gejala tersebut
f) Berkurangnya kesadaran
Berkurangnya kesadaran merupakan gejala keracunan umum pestisida yang
berat. Jika berkurangnya berlanjut terus menerus maka korban dapat
kehilangan kesadaran.

II.5 Cara Masuk Pestisida Ke Dalam Tubuh

Kontaminasi lewat kulit merupakan kontaminasi yang paling sering terjadi,
meskipun tidak seluruhnya berakhir dengan keracunan akut. Lebih dari 90% kasus
keracunan diseluruh dunia disebabkan oleh kontaminasi lewat kulit (Djojosumarto,
2008). Faktor risiko kontaminasi lewat kulit dipengaruhi oleh daya toksisitas
dermal, konsentrasi, formulasi, bagian kulit yang terpapar dan luasannya, serta
kondisi fisik individu yang terpapar. Risiko keracunan semakin besar jika nilai
lethal dose 50 (LD50) semakin kecil, konsentrasi pestisida yang menempel pada
kulit semakin pekat, formulasi pestisida dalam bentuk yang mudah diserap, kulit
yang terpapar lebih mudah menyerap seperti punggung tangan, area yang terpapar
luas serta jika kondisi sistem kekebalan individu sedang lemah. Pekerjaan-
pekerjaan yang menimbulkan risiko kontaminasi lewat kulit umumnya adalah
penyemprotan, pencampuran pestisida dan proses pencucuian alat-alat kontak
pestisida.

Keracunan pestisida karena partikel pestisida terhisap lewat hidung
merupakan yang terbanyak kedua sesudah kontaminasi kulit. Gas dan partikel
semprotan yang sangat halus (misalnya, kabut asap dari fogging) dapat masuk
kedalam paru-paru, sedangkan partikel yang lebih besar akan menempel di selaput
lendir hidung atau di kerongkongan. Bahaya penghirupan pestisida lewat saluran
pernapasan juga dipengaruhi oleh LD 50 pestisida yang terhirup dan ukuran
partikel dan bentuk fisik pestisida (Wispriono, et al, 2013). Pestisida berbentuk gas
yang masuk ke dalam paru-paru dan sangat berbahaya. Partikel atau droplet yang
berukuran kurang dari 10 mikron dapat mencapai paru-paru, namun droplet yang
berukuran lebih dari 50 mikron mungkin tidak mencapai paru-paru, tetapi dapat

9

menimbulkan gangguan pada selaput lendir hidung dan kerongkongan. Toksisitas
droplet/gas pestisida yang terhisap ditentukan oleh konsentrasinya di dalam
ruangan atau di udara, lamanya paparan dan kondisi fisik individu yang terpapar
(Pasiani, 2012). Pekerjaan yang menyebabkan terjadinya kontaminasi lewat
saluran pernafasan umumnya pekerjaan yang terkait dengan penyemprotan lahan
pertanian, fogging atau alat pembasmi serangga domestik.

Cara yang ketiga adalah intake lewat mulut (oral). Peristiwa keracunan
lewat mulut sebenarnya tidak sering terjadi dibandingkan kontaminasi kulit atau
keracunan karena terhirup. Contoh oral intake misalnya kasus bunuh diri, makan
minum merokok ketika bekerja dengan pestisida, menyeka keringat dengan sarung
tangan atau kain yang terkontaminasi pestisida, drift atau butiran pestisida yang
terbawa angin masuk ke mulut, meniup nozzle yang tersumbat dengan mulut,
makanan dan minuman terkontaminasi pestisida (Quijano dan Rengam, 2001).

II.6 Mekanisme Kerja Pestisida Karbamat

Mekanisme kerja utama dari pestisida organofosfat adalah inhibisi
asetilkolinesterase, enzim yang terdapat pada sistem saraf pusat dan perifer yang
berfungsi hidrolisis neurotransmiter asetilkolin. Menurunnya kemampuan
menghidrolisis asetilkolin, mengakibatkan asetilkolin lebih lama di reseptor, dan
akan memperhebat dan memperpanjang efek rangsang saraf kolinergik pada
sebelum dan sesudah ganglion (pre- dan postganglionic) (Fiananda et al., 2014).

II.7 Mekanisme Kerja Pestisida Organofosfat

Cara kerja semua jenis pestisida organofosfat dan karbamat sama yaitu
menghambat penyaluran impuls saraf dengan cara mengikat kolinesterase, sehingga
tidak terjadi hidrolisis asetilkolin. Kelompok ini merupakan ester asam N-
metilkarbamat. Bekerja menghambat asetilkolinesterase. Tetapi pengaruhnya
terhadap enzim tersebut tidak berlangsung lama, karena prosesnya cepat reversible.
Insektisida dari kelas ini antara lain adalah karbamil (Sevin), aldicarb (Temik),
korbofuran, metomil, dan propoksur (Baygon). Selain itu, tanda-tanda toksisitas
karbamat muncul lebih cepat, rentang dosis yang juga menyebabkan efek toksik
minor dan feel letal cukup besar. Dengan alasan ini, berdasarkan toksisitas akut,
karbamat lebih aman dari pada insektisida organosfat (Lu, 2010). Insektisida
karbamat berkembang setelah organofosfat. Insektisida ini biasanya daya

10

toksisitasnya rendah terhadap mamalia dibandingkan dengan organofosfat, tetapi
sangat efektif untuk membunuh insekta.

a. Mekanisme toksisitas

Mekanisme toksisitas dari karbamat adalah sama dengan organofosfat, dimana
enzim asetikolinesterase dihambat dan mengalami karbamilasi.

b. Gejala keracunan

Pestisida golongan karbamat merupakan racun kontak, racun perut dan racun
pernafasan. Bekerja seperti golongan organofosfat yaitu menghambat aktivitas
enzim kolinesterase. Jika terjadi keracunan yang disebabkan oleh pestisida golongan
karbamat, gejalanya sama seperti pada keracunan golongan organofosfat, tapi lebih
mendadak dan tidak lama karena efeknya terhadap enzim kolinesterase tidak
persisten. Meskipun gejala keracunan cepat hilang, tetapi karena munculnya
mendadak dan menghebat dengan cepat maka dapat berakibat fatal jika tidak segera
mendapat pertolongan yang disebabkan oleh depresi pernafasan. Keracunan pada
manusia dapat terjadi melalui mulut, inhalasi, dan kulit. Gejala klinis akibat
keracunan pestisida golongan karbamat, mula-mula penderita berkeringat, pusing,
badan terasa lemah, dada sesak, kejang perut, muntah dan gejala lain seperti pada
keracunan pestisida golongan organofosfat (Lu, 2010).

II.8 Diagnosis Keracunan Pestisida

Diagnosa keracunan pestisida yang tepatharus dilakukan lewat proses medis
baku, kebanyakan harus dilakukan di laboratorium. Namun jika seseorang yang
mula-mula sehat kemudian selama atau setelah bekerja dengan pestisida merasakan
salah satu atau beberapa gejala penurunan kondisi kesehatan mulai gejala ringan
seperti pusing, sesak nafas, diare, muntah, reaksi alergi hingga gejala berat seperti
pingsan atau koma, bisa dipastikan individu yang bersangkutan mengalami
keracunan pestisida. Untuk pestisida yang bekerja dengan menghambat enzim
cholinesterase (misalnya pestisida dari kelompok organofosfat dan karbamat),
diagnosa gejala keracunan biasa dilakukan dengan uji (test) cholinesterase (Jenni,
et al. 2014).

Umumnya gejala keracunan organofosfat atau karbamat baru akan dilihat
jika aktivitas kolinestrase darah menurun sampai 30%. Namun penurunan sampai

11

50% pada pengguna petisida diambil sebagai batas, dan disarankan agar penderita
menghentikan pekerjaan yang berhubungan dengan pestisida (Jenni, et al. 2014).

II.9 Penanganan Keracunan Pestisida

Setiap orang yang pekerjaannya sering berhubungan dengan pestisida
seperti petani, buruh penyemprot dan lain-lain harus mengenali gejala dan tanda-
tanda keracunan pestisida dengan baik. Tindakan pencegahan lebih baik dilakukan
untuk menghindari keracunan. Setiap orang yang berhubungan dengan pestisida
harus memperhatikan hal-hal berikut :

1) Kenali gejala dan tanda keracunan pestisida dari pestisida yang sering
digunakan

2) Jika diduga keracunan, korban segera dibawa ke rumah sakit atau dokter
terdekat

3) Identifikasi pestisida yang memapari korban, berikan informasi ini pada rumah
sakit atau dokter yang merawat

4) Bawa label kemasan pestisida tersebut titik pada label tertulis informasi
pertolongan pertama penanganan korban

5) Tindakan darurat dapat dilakukan sampai pertolongan datang atau korban
dibawa ke rumah sakit.

II.10 Pertolongan Pertama Yang Dilakukan Pada Keracunan Pestisida

1) Hentikan paparan dengan memindahkan korban dari sumber paparan, lepaskan
pakaian korban dan cuci atau mandikan korban

2) Jika terjadi kesulitan pernapasan maka korban diberi pernapasan buatan.
Korban diinstruksikan agar tetap tenang. Dampak serius tidak terjadi segera,
ada waktu untuk menolong korban

3) Korban segera dibawa ke rumah sakit atau dokter terdekat. Berikan informasi
tentang pestisida yang memapari korban dengan membawa label kemasan
pestisida

4) Keluarga seharusnya diberi pengetahuan atau penyuluhan tentang pestisida
sehingga jika terjadi keracunan maka keluarga dapat memberikan pertolongan
pertama

12

II.11 Antidotum Toksisitas Pestisida

1. Atropin
Atropin sebagai antimuskarinik, menghambat aksi asetilkolin pada situs

parasimpatis di kelenjar sekretori dan SSP, menghambat air liur, sekresi
trakeobronkial, bradikardia dan hipotensi. Secara kompetitif menghambat aksi
Ach pada efektor otonom yang dipersarafi oleh saraf postganglionik,
membalikkan efek muskarinik dari keracunan kolinergik yang disebabkan oleh
agen dengan aktivitas inhibitor cholinesterase (Medscape, 2019). Dimana jika
keracunan organofosfat, organofosfat dapat menghambat aksi
pseudokolinesterase dalam plasma dan kolinesterase dalam sel darah merah dan
pada sinapsisnya. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis acetylcholine
menjadi asetat dan kolin. Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah
acetylcholinemeningkat dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan
nikotinik pada sistem saraf pusat dan perifer. Hal tersebut menyebabkan
timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh,
seperti kejang, koma, bradikardia (efekmuskarinik) atau taktikardia (nikotinik),
salviasi yang berlebihan, berkeringat, kram abdomen, diare dan kematian akibat
paralisis otot pernapasan (Prijanto, Nurjazuli, & Sulistiyani, 2015).

Organofosfat dan karbamat memiliki mekanisme yang sama yaitu
menghambat enzim asetilkolinesterase. Atropin sulfat merupakan antidotum
lini pertama yang digunakan untuk intoksikasi organofsfat dan karbamat.
Atropine diindikasikan pada keracunan organofosfor secara parenteral 2 mg
IV/IM, setiap 10-30 menit sampai efek muskarinik hilang atau muncul toksisitas
atropin. Dalam kasus yang parah, dosis dapat diberikan sesering setiap 5 menit.
Pada keracunan sedang hingga berat, keadaan atropinisasi dipertahankan
selama setidaknya 2 hari dan berlanjut selama gejala muncul (Mims, 2019).
2. Pyridoxin (Vitamin B6)
3. N-acetylcysteine

N-acetylcysteine merupakan antidotum terpilih untuk keracunan
parasetamol.N-acetylcysteine bekerja mensubtitusi glutation, meningkatkan
sintesis glutation dan meningkatkan konjugasi sulfat pada parasetamol
(Darsono, 2002).

13

II.12 Review Jurnal
Paparan Pestisida Terhadap Kejadian Penyakit Paru Obstruktif

Kronis Pada Petani Di Sumatera Utara
Pestisida berguna bagi petani namun dapat menimbulkan dampak negatif.

Penggunaan pestisida dalam mengatasi masalah serangan hama pada petani di
Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo menunjukkan kecenderungan penggunaan
pestisida terus menerus dengan frekuensi tinggi, bahkan tidak jarang kurang
memperhatikan aturan pemakaian. Petani memiliki kedudukan ganda untuk terjadi
keracunan sebagai pelaku dan penderita. Sistem penggunaan pestisida yang tidak
tepat sasaran dapat menimbulkan bahaya pada orang lain. Petani akan mengalami
ancaman keracunan akibat pekerjaan. Keracunan pestisida pada petani terjadi bila
peradangan kontak dengan kulit dan membran mukosa (mata, hidung, jalur udara).
Paru–paru dapat terekspos pestisida dari udara yang mengandung padatan atau
aerosol cair dan uap. Risiko kesehatan sering terjadi selama pengolahan
konsentrasi formula, penghirupan aerosol pada pengenceran selama penyemprotan.
Paparan pestisida mengakibatkan kerusakan alveolus, elastisitas hilang, sehingga
ekshalasi kurang efisien. Kondisi jangka panjang terjadi penimbunan partikel debu
bahan kimia pada jaringan paru sehingga terjadi fibrosis atau pneumoconiosis.
Toksisitas pestisida dapat digolongkan, sangat toksik: aldrin, endosulfan, dieldrin,
toksik sederhana: Clordane, DDT,lindane, heptaklor dan Kurang toksik:Benzane
hexacloride (BHC) (21). Penelitian ini membuktikan bahwa jumlah jenis pestisida
bukan merupakan faktor risiko PPOK. Penelitian ini tidak sejalan dengan Mualim
(2002) yang menemukan petani yang menyemprot hama tanaman dengan
menggunakan >3 jenis pestisida mempunyai risiko terjadi keracunan hampir 5 kali.
Pengguna APD tidak lengkap berisiko 6 kali terkena PPOK
dibandingkan.Toksisitas pestisida tidak dapat diubah, tetapi risiko keracunan dapat
dihindarkan dengan memakai pakaian dan alat pelindung diri.

14

BAB III
PENEUTUP

1. KESIMPULAN
Pada keracunan oral, pupil mata juga bisa menunjukkan tanda – tanda midriasis

atau miosis Keluar air liur dan keringat berlebihan Keluarnya air liur dan keringat
berlebihan merupakan reaksi dari stimulasi saraf parasimpatik dan sering tampak gejala
keracunan organofosfat, karbamat serta nikotin sulfat Gemetar dan kejang Keracunan
organofosfat dan karbamat sering menimbulkan gejala gemetar.

Contoh oral intake misalnya kasus bunuh diri, makan minum merokok ketika
bekerja dengan pestisida, menyeka keringat dengan sarung tangan atau kain yang
terkontaminasi pestisida, drift atau butiran pestisida yang terbawa angin masuk ke
mulut, meniup nozzle yang tersumbat dengan mulut, makanan dan minuman
terkontaminasi pestisida.
2. SARAN

Penulis harap semoga makalah yang kami tulis dapat bermanfaat bagi banyak
orang dan untuk kedepannya semoga makalah ini bisa ditulis dengan lebih baik lagi.

15

DAFTAR PUSTAKA

Bolognesi, Claudia. 2003. Genotoxicity of Pesticides : A Review of Human Biomonitoring
Studies. Mutation Research 543. p. 251-272.

Fiananda AI, Adyaksa G, Indraswari DA. 2014. Hubungan antara aktivitas asetilkolinesterase
darah dan waktu reaksi petani kentang dengan paparan kronik pestisida
organofosfat [skripsi]. Semarang : Universitas Diponegoro.

Jenni. Suhartono. Nurjazuli. 2014. Hubungan Riwayat Paparan Pestisida dengan Kejadian
Gangguan Fungsi Hati (Studi Pada Wanita Usia Subur di Daerah Pertanian Kota
Batu). Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. Vol. 13. No. 2. p. 62-65. 4).

Kurniasih. Setiani. Nugraheni. 2013. Faktor Terkait Paparan Pestisida dan Hubungannya
dengan Kejadian Anemia pada Petani Hortikultura di Desa Gombong Belik
Pemalang Jawa Tengah. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol. 12. No. 2. p. 132-137.

Lu, F. C. 2010. Toksikologi Dasar. Alih bahasa Edi, N. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-
Press).

Medscape. (2019). Medscape. Diambil dari www.Medscape.Com.

Mims. (2019). MIMS Indonesia. Diambil dari www.MIMSIndonesia.com

Oktofa Setia Pamungkas. 2016. Bahaya Paparan Pestisida Terhadap Kesehatan Manusia.
Jurnal Bioedukasi. Vol. XIV No.1 April.

Pasiani, et al. 2012. Knowledge, Attitudes, Practices and Biomonitoring of Farmers and
Residents Exposed to Pesticides in Brazil. International Journal of Environmental
Research and Public Health. No. 9.p. 3051-3068.

Prijanto, T.B., Nurjazuli, N., & Sulistiyani, S. (2015). Analisis Faktor Risiko Keracunan
Pestisida Organofosfat Pada Keluarga Petani Hortikultura di Kecamatan Ngablak
Kabupaten Magelang. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 8(2), 76–81.

Quijano dan Rengam. 2001. Pestisida Berbahaya Bagi Kesehatan. Solo : Yayasan Duta Awam.

Rachmawati, Aisyah. 2013. Toksikologi. Malang : Universitas Negeri Malang.

Suhartono. 2014. Dampak Pestisida Terhadap Kesehatan. Prosiding Seminar Nasional
Pertanian Organik. p. 15-23. IPB.

16

Wahyu W., Astiana S., Raymond J. 2008. Efek Toksik Logam. Yogyakarta : Andi.
Wahyuni, Eka Lestari. 2015. Faktor Risiko dalam Penggunaan Pestisida Terhadap Keluhan

Kesehatan pada Petani di Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo. Kesmas. Vol 9,
No. 1.

17


Click to View FlipBook Version