i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Rabb semesta alam atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas ini dengan judul “
Teori Relativitas Umum & Mekanika Kuantum” tepat pada waktunya.
Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Rosul Allah Muhammad SAW yang
telah membawa kita dari kegelapan kepada cahaya Rabbi, semoga tercurahkan juga kepada
keluarga Beliau, sahabat dan semoga safa’at dapat kita terima di akhirat kelak. Amin.
Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada Bapak Bambang Supriadi, dan teman-
teman satu tim yang telah mendukung penyelesaian makalah sebagai tugas kuliah. Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa penyajian ini jauh dari tingkat kesempurnaan, maka dari itu
kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan makalah ini.
Mudah-mudahan bantuan dan dukungan yang diberikan Bapak atau semua pihak dapat
menjadi amal jariyah yang bermanfaat.
Dengan segala keterbatasan dan kelemahan yang ada pada penulis semoga tulisan ini dapat
bermanfaat bagi yang membutuhkan.
15 Juni 2020
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Cover........................................................................................................................ i
Kata Pengantar ......................................................................................................ii
Daftar Isi................................................................................................................iii
BAB 1 Teori Relativitas Umum............................................................................ 1
1.1 Kesetaraan Massa Gravitasional Dengan Massa Innersial Dan Konsekuensinya
Pada Penyetaraan Kerangka Inersial Dan Non Inersial ............................. 3
1.2 Asas Kovariasi Umum Hukum Alam ............................................................ 5
Latihan Soal Bab 1 ................................................................................................ 7
BAB 2 Mekanika Kuantum .................................................................................. 8
2.1 Fungsi Gelombang........................................................................................... 8
2.2 Persamaan Strodinger................................................................................... 13
2.2.1 Partikel Dalam Potensial Kotak Berhingga ...................................... 14
2.2.2 Efek Penerobosan Potensial Tanggul Dan Penerapannya .............. 17
2.2.3 Isolator Harmonis................................................................................ 17
Latihan Soal Bab 2 .............................................................................................. 20
iii
iv
BAB 1 TEORI RELATIVITAS UMUM
Dua setengah abad semenjak Newton menerbitkan teori gravitasinya, Einstein
memunculkan karyanya yakni teori relativitas umum. Einstein menunjukkan gravitasi yang
menyimpang dan tidak seperti apa yang ada di teori Newton. Perkiraan pertama dari teori
relativitas umum meliputi tiga uji klasik.
Teori uji klasik yang pertama, cahaya yang melintas di dekat matahari akan dibelokkan
oleh medan gravitasi matahari dua kali lebih besar dari nilai yang diperkirakan oleh teori
Newton, kedua, perhelion titik terdekat dengan matahari – orbit elips planet merkurius
akan terpilin dengan arah yang sama dengan rotasi planet tersebut sebesar 43 detik busur
per abad. Ketiga, jam akan berdetak lebih lambat dalam suatu medan gravitasi yang kuat
dibandingkan bila jam itu berada dalam medan gravitasi yang lemah.
Ketiga prakiraan ini telah terkonfirmasi kebenarannya dengan tingkat ketepatan 95%.
Perkiraan teori relativitas umum untuk orde-orde yang lebih tinggi adalah perkiraan adanya
gelombang gravitasi. Selain itu, juga memperkirakan nilai G yang tetap. Perkiraan-
perkiraan untuk orde yang lebih tinggi ini belum dibuktikan kebenarannya, sekalipun
indikasi awal menunjukkan kecenderungan benarnya perkiraan tersebut.
Pada tahun 1937, P.A.M Dirac menerbitkan sebuah teori yang disebut sebagai hipotesis
angka besar. Teori ini merupakan alternatif dari teori relativitas umum Einstein. Namun
perkiraan orde kedua dari teori ini berbeda dengan teori Einstein. Teori Dirac
memperkirakan berkurangnya kekuatan gravitasi terhadap waktu. Bertambahnya umur
semesta akan membuat nilai G semakin kecil atau berkurang.
Akhir abad ke 19, seorang bernama Ernst Mach berpendapat bahwa sifat ruang sepenuhnya
bergantung pada materi yang ada di dalam ruangan itu. Beberapa teori gravitasi yang
menggabungkan prinsip Mach ini ke dalamnya memperkirakan bahwa materi akan
semakin renggang seiring dengan pemuaian semesta. Akibatnya, pengaruh materi itu akan
semakin berkurang pula sehingga akhirnya akan membuat nilai G berkurang.
Kebanyakan teori mengharapkan laju perubahan nilai G yang cukup dekat dengan laju
pemuaian semesta yang teramati. Pengukuran dengan ketelitian yang sangat tinggi ini
1
dilakukan dengan cara mengamati gerhana bintang yang dihasilkan oleh bulan. Gerhana
yang diamati dipantau dengan sebuah fotometer fotoelektrrik beresolusi tinggi yang gayut
waktu. Fotometer menghasilkan detil kurva cahaya yang cukup rumit.
Pengukuran mengenai kemungkinan melemahnya gravitasi (atau nilai G yang berkurang)
dapat juga dilakukan dengan mengamati gerak orbit bulan mengelilingi bumi. Bila benar
gravitasi melemah, orbit bulan akan membesar dan periode orbitnya akan bertambah lama
yakni waktu yang dihabiskan bulan untuk satu kali mengelilingi bumi akan semakin lama.
Hasil pengamatan dengan metode gerhana bintang oleh bulan menunjukkan adnya
kecenderungan membenarkan pendapat berkurangnya nilai G atau melemahnya gravitasi.
Fred Hoyle yang meringkas studi komposisi kimiawi awal di matahari mendapati bahwa
tingkah lakunya tampak membenarkan hipotesis berkurangnya nilai G. Sementara itu,
sejumlah astronom ahli planet mendapati patahan-patahan besar di selimut bulan dan mars
yang diakibatkan oleh muainya benda-benda angkasa itu, dan kemungkinan hal ini terjadi
akibat melemahnya tarikan gravitasi atau berkurangnya nilai G. Salah satu contoh yang
sebabkan oleh pemuaian dimungkinkan adlah mekanisme pergeseran benua di bumi.
Gempa bumi merupakan salah satu ejawantah mekanisme ini.
Dalam ruang angkasa antar bintang, terdapat lebih banyak sistem dua bintang yang dua
komponen bintangnya terpisah cukup jauh dibandingkan dengan sistem yang dua
komponen bintangnya cukup dekat. Teori pembentukan dua bintang menunjukkan bahwa
seharusnya terdapat lebih sedikit bintang ganda yang komponennya terpisah cukup jauh
dibandingkan dengan dengan yang sesungguhnya terhitung. Jika orbit bintang dalam
sistem semacam itu telah membesar selama berabad-abad tahun dengan berkurangnya nilai
G, perbedaan teoritik dan pengamatan akan dapat didamaikan. Selain itum seandainya
benar bahwa kekuatan gravitasi melemah, maka pemuaian semesta tak akan pernah
melambat apalagi terhenti.
Sampai saat ini, sekalipun teori relativitas umum cukup memuaskan untuk
menggambarkan medan gravitasi yang lemah, tetap masih timbul keraguan di kalangan
para ahli apakah teori tersebut juga dapat dipakai untuk menjelaskan suatu medan gravitasi
yang cukup kuat. Sebenarnya, masih belum memiliki jawaban yang memuaskan mengenai
2
penyebab antar massa terjadi tarik menarik / tidak tolak menolak dan apakah gravitasi
mampu dijebak seta mungkinkah muncul suatu gravitasi negativ yang bersifat tolak
menolak.
Relativitas umum merupakan perluasan masalah gravitasi dari teori relativitas khusus.
Dalam teori relativitas khusus terdapat kesetaraan antara massa dan energi yakni sesuai
dengan persamaan Einstein E = mc2 dengan batas kecepatan tertinggi adalah kecepatan
cahaya. Relativitas khusus lahir karena percobaan khayal oleh Einstein yang mencoba
mengejar seberkas cahaya. Asas laju cahaya yang tetap bagi semua pengamat merupakan
salah satu landasan relativitas khusus. Kesimpulan yang didapat oleh Einstein yakni
pengejarannya tidak pernah berhasil. Oleh karena itu muncullah relativitas umum yang
berasal dari percobaan khayal.
1.1 Kesetaraan Massa Gravitasional Dengan Massa Innersial Dan Konsekuensinya
Pada Penyetaraan Kerangka Inersial Dan Non Inersial
Newton mendefinisikan terdapat dua jenis massa dari hukum gerak dan hukum
gravitasi yakni, massa inersial dan massa gravitasi. Pengukuran massa inersial diukur
berdasarkan kelembaman dari suatu benda terhadap gaya yang berkerja pada benda
tersebut. Sedangkan pengukuran massa gravitasi berasal dari pengaruh gaya gravitasi
pada benda tersebut.
Kesetaraan antara massa gravitasi dan massa innersial telah dibuktikan oleh
para eksperimentalis pada zaman Newton sampai pertengahan abad ke 20. Percobaan
yang terkenal salah satunya adalah percobaan Eotvos. Pada percobaan Eotvos
membuktikan bahwa tingkat akurasi hingga orde 10-9 kedua massa tersebut setara.
Berdasarkan bukti-bukti percobaan Eotvos yang dilakukan sebelumnya,
Einstein menyimpulkan postulatnya dengan nama Prinsip Equivalensi Massa yakni
“Gaya gravitasi dan gaya innersial yang bekerja pada suatu benda adalah sama
(equivalen) dan tak membedakan satu sama lain”. Konsekuensi prinsip ini tidak
menganggap kerangka acuan innersial ada. Sehingga pada konsep percepatan yang
diperkenalkan pada fisika Newtonian tidak lagi absolut.
Salah satu impliksai asas kesetaraan adalah kesamaan massa gravitasi dan
massa inersia. Sifat ini memungkinkan untuk menghilangkan efek gravitasi yang
muncul dengan menggunakan kerangka acuan yang sesuai. Hal ini merupakan
3
konsekuensi dari medan gravitasi yaitu semua benda yang berada di dalamnya
akan merasakan percepatan yang sama serta tidak bergantung pada ukuran
maupun massanya.
Prinsip kesetaraan yang membawa konsekuensi pada kesamaan antara massa
gravitasi (mG) dan massa inersial (ml). Misalnya sebuah benda bermassa m jatuh di
dalam medan gravitasi dengan percepatan gravitasi sebesar g. Dengan memilih
koordinat (z, t), menurut Newton persamaan gerak benda tersebut adalah
2 2 = (1.1)
Melalui transformasi
Z’ = z - 1 gt2 dan t’ = t (1.2)
2
Pada koordinat (z’ , t’), persamaan (1.2) diatas menjadi
2 ′ 2′= (1.3)
Karena massa inersial sama dengan massa gravitasi maka,
2 ′ 2′= 0 (1.4)
Jadi kita dapat memilih kerangka acuan inersial (z',t') untuk menghilangkan
efek gravitasi pada kerangka (z,t) atau dengan kata lain, kerangka (z,t) adalah
kerangka dipercepat dengan percepatan sebesar g terhadap kerangka inersial (z',t')
pada daerah tanpa medan gravitasi.
Salah satu aplikasi prinsip ini adalah keadaan orang yang melemparkan sebuah
benda yang berada dalam lift yang putus talinya. Ketika lift tersebut jatuh bebas
(demikian pula dengan orang tersebut), orang tersebut di kerangka lokalnya akan
melihat bahwa benda yang ia lepaskan akan diam (inersial) terhadap dirinya.
Kesimpulannya adalah hukum gerak pada kerangka inersial dalam daerah tanpa medan
gravitasi sama dengan hukum gerak pada kerangka jatuh bebas di dalam medan
gravitasi. Hal ini membawa kita pada asas kovariansi umum yang berbunyi,“Hukum
alam harus memiliki bentuk yang tetap terhadap sebarang pemilihan transformasi
koordinat”.
Bayangkanlah jalan setapak yang melingkar dan menanjak. Gradien jalan
setapak di sepanjang jalan setapak itu merupakan kecuraman dan gradien yang
memotong jalan setapak itu adalah kemiringan. Kewaspadaan tinggi dibutuhkan pada
tempatnya dimana sisi luar jalan setapak berada di bawah sisi dalamnya, terlebih-lebih
4
jika jalan setapak itu curam. Kelengkungan jalan setapak merupakan ukuran
bagaimana jalan setapak itu berpuntir dan berbelok, dalam bentuk perubahan
kecuraman dan kemiringannya. Bayangkan jalan setapak itu seperti gulungan kertas
diding yang sangat panjang yang berpuntir dan berbelok saat digunakan untuk
membalut lereng bukit. Kelengkungan pada sembarang titik pada jalan setapak itu
dapat diukur dalam bentuk:
a. Perubahan kecuraman sepanjang jalan atau seberapa jalan itu
melengkung di keseluruhan panjangnya.
b. Perubahan kecuramannya melintasi lebarnya atau seberapa besar jalan
itu berpuntir melintasi lebarnya.
c. Perubahan kemiringannya sepanjang panjangnya atau seberapa jalan itu
berpuntir di keseluruhan panjangnya.
d. Perubahan kemiringannya melintasi lebarnya atau seberapa jalan itu
melengkung melintasi lebarnya.
1.2 Asas Kovariasi Umum Hukum Alam
Percobaan Eotvos yang menyebabkan Einstein menyimpulkan Prinsip
Equivalen Massa telah menyebabkan kerangka acuan innersial tidak berlaku umum.
Hal ini dikarenakan pada Prinsip Equivalen Massa menyatakan bahwa tidak adanya
kerangka acuan innersial.
Hukum-hukum fisika dalam Prinsip Relativitas Khusus yang menyatakan kerangka
acuan innersial sudah tidak belaku umum lagi. Sehingga Einstein merumuskan
postulat keduanya yakni Prinsip Kovarian Umum yang menyatakan bahwa “Semua
hukum-hukum fisika berlaku sama pada semua kerangka acuan tanpa kecuali”.
Konsekuensi dari prinsip ini adalah setiap besaran fisika harus dinyatakan dalam
bentuk umum dan tidak bergantung pada koordinat mana ia didefinisikan.
Arti dari konsekuensi tersebut yakni semua besaran fisika harus dinyatakan dalam
bentuk tensor. Dalam Teori Relativitas Khusus, hukum-hukum gerak dinyatakan
dalam bentuk yang invarian terhadap tranformasi Lorentz dengan konsekuensi
diperkenalkan konsep ruang-waktu dimensi 4 dengan metrik Minkowski. Sebagai
generasi dari teori tersebut, maka Teori Relativitas Umum menyatakan bahwa hukum-
5
hukum fisika haruslah invarian terhadap tranformasi umum dengan konsep ruang-
waktu 4 dimensi.
Dapat disimpulkan bahwa Teori Relativitas Umum, ruang-waktu membentuk suatu
manifold diferensiabel, yaitu manifold pseuudo Riemann 4 dimensi M41 dengan metrik
yang digeneralisasi (metrik Riemann). Berdasarkan Prinsip Equivalen, dapat pula
disimpulkan bahwa medan gravitasi equivalen dengan manifold pseudo Riemann M41,
dari dua pernyataan terakhir dapat dilihat bahwa sebenarnya ruang-waktu dan medan
gravitasi dan distribusi materi sebagai sumbernya adalah setara atau saling terkopel
satu sama lain.
Dalam geometri diferensial, manifold pseudo Riemann disebut juga dengan
manifold semi Riemann. Manifold yang dapat dibedakan hanya dengan tensor metrik
yang terdapat nondegenerate. Generalisasi dari manifold Riemann syaratnya adalah
kepastian positif atau bentuk kuadrat yang pasti. Bentuk kuadrat yang pasti terdiri dari
beberapa ruang vektor nyata V yang memiliki tanda yang sama yakni positif atau
negatif untuk setiap vektor bukan nol dari V. Menurut tanda tersebut, bentuk kuadrat
itu adalah positif-pasti atay negatif-pasti.
Bentuk bilinear simetris yang terkait adalah bentuk kuadrat yang berhubungan satu
ke satu pada ruang yang sama. Bentuk bilinear yang digambarkan sebagai pasti,
semidefinit dll. Sesuai dengan bentuk kuadratik yang terkait. Bentuk kuadrat Q dan
bentuk bilinear simetris yang terkait B terkait dengan persamaan berikut:
Q (x) = B (x,x)
B (x,y) = B (y,x) = ½ ( Q(x+y) – Q (x) – Q(y) )
Formula akhir muncul dari ekspansi:
Q (x+y) = B (x+y,x+y)
Contoh:
V = R² pertimbangkan bentuk kuadratik Q(x) = c1 x1² + c2x2²
Dimana x = (x1, x2) ∈ V dan c1 dan c2 adalah konstanta. Jika c1 > 0 dan c2 > 0, bentuk
kuadrat Q pasti-positif, jadi Q mengevaluasi ke angka positif setiap kali (x1, x2) ≠
(0,0), Jika salah satu konstanta positif dan yang lainnya adalah 0, maka Q adalah
semidefinit positif dan selalu dievaluasi menjadi 0 atau angka positif.
6
Latihan soal bab 3
1. Gambarkan bagaimana prinsip ekuivalensi massa tersebut!
2. Mengapa Einstein menyimpulkan Prinsip Equivalen Massa telah menyebabkan
kerangka acuan innersial tidak berlaku umum?
3. Apa konsekuensi dari prinsip ekuivalensi massa?
4. Bagaimana asas konvariasi umum dan kesetaraan umum versi Einstein?
5. Jelaskan gambaran dari asas kesetaraan umum!
6. Bagaimana implikasi dari prinsip ekuivalensi umum?
7. Sebuah benda yang bermassa m jatuh di medan gravitasi dengan percepatan
gravitasi sebesar g. Dengan memiliki koordinat (y,f) menurut mekanika newton,
bagaimana persamaan gerak benda tersebut?
8. Seperti apa ramalan tentang teori relativtas umum?
9. Bagaimana sifat-sifat persamaan gravitasi Einstein?
10. Jelaskan relativitas umum secara singkat!
11. Bagaimana gelombang newtonian dan Einstein?
12. Bagaimana gelombang gravitasional?
13. Bagaimana hubungan gravitasi, waktu dan ruang?
14. Bagaimana penangkapan cahaya oleh gravitasi?
15. Seperti apa teori yang mendasari asas ekuivalensi itu?
7
8
BAB 2 MEKANIKA KUANTUM
2.1 Fungsi Gelombang
Pengukuran besaran fisis (observabel) dalam mekanika klasik dapat
dilakukan dengan cara dan hasil yang pasti dan tanpa mengganggu sistem yang
diukur observabelnya, serta dapat dilakukan pengukuran besaran observabel secara
serentak (pada saat yang sama). Menurut mekanika kuantum, pengukuran suatu
observabel akan mempengaruhi dan mengubah keadaan sistem: pengukuran
beberapa besaran (misalnya posisi dan kecepatan atau momentum) tidak dapat
dilakukan secara serentak denga hasil ukur yang pasti / eksak (ketakpastiannya
terbatasi oleh prinsip ketakpastian Heisenberg). Gangguan terhadap sistem saat
pengukuran sangat terasa / penting pada obyek-obyek mikroskopik (partikel-
partikel elementer, atomistik), sehingga pada sistem-sistem seperti itu mutlak
diberlakukan mekanika kuantum dalam pembicaraan yang lebih tepat.
Mekanika kuantum merupakan teori kebolehjadian yang bersifat abstrak,
seperti konsep panjang gelombang, rapat kebolehjadian, operator, dan lain-lain.
Mekanika kuantum disusun di atas postulat-postulat. Ada dua pendekatan formulasi
mekanika kuantum, yakni dengan Mekanika Gelombang yang dikembangkan oleh
Schrödinger, dan Mekanika Matriks yang dikembangkan oleh Heisenberg. Dalam
modul ini disajikan dengan mengunakan pendekatan mekanika gelombang, yang
lebih terasa logis dan menggunakan dasar-dasar metode matematika yang familiar.
Untuk mengawali pembicaraan mekanika kuantum, disajkan postulat-postulat dasar
mekanika kuantum:
Postulat I : Setiap sistem fisis dinyatakan dengan fungsi gelombang atau
fungsi keadaan, y (r,t) , yang secara implisit memuat informasi lengkap mengenai
observabel-observabel yang dapat diketahui pada sistem tersebut.
Fungsi gelombang suatu sistem, y (r ,t) , merupakan fungsi kebolehjadian
menemukan sistem di posisi r pada saat t, yang secara langsung memberikan rapat
kebolehjadian, r (r ,t) , sebagai:
, (r ,t) º (r ,t) (r ,t) = (r ,t) 2 (1.1)
8
Dengan tanda * menyatakan konjugat kompleks fungsi yang disertainya
kebolehjadian menemukan sistem di posisi r dalam elemen volume d pada saat t
adalah
(r ,t)d = (r ,t) (r ,t)d . (1.2)
Pengertian ini analog dengan massa dalam elemen volume sebagai hasil kali antara
rapat massa dengan elemen volume tersebut,
dm = mdV .
Kebolehjadian dalam mekanika kuantum ini memenuhi hukum kontinuitas
Ñ·S+
=0 (1.3)
¶t
sebagaimana dalam arus muatan (arus listrik)
Ñ· j + ¶ t = 0
Vektor S pada persamaan (1-3) menyatakan rapat arus partikel, biasa disebut
sebagai rapat arus kebolehjadian, yang menggunakan persamaan Schródinger dapat
diturunkan sebagai
S = H (r ,t)Ñ (r ,t) - Ñ (r ,t) (r ,t) (1.4)
2im
dengan i adalah bilangan imajiner, dan m adalah massa sistem.
Sebagaimana disebutkan pada postulat 1 dimuka, fungsi gelombang y (r ,t)
memuat informasi mengenai semua observabel pada sistem. Ini berarti observabel-
observabel pada sistem tersebut dapat diturunkan dari fungsi gelombangnya.
Sebelum membicarakan hal ini, akan dibicarakan terlebih dahulu postulat 2 yang
berkenaan dengan operator observabel.
Postulat II: Setiap observabel dinyatakan atau diwakili oleh suatu operator linear
hermitan.
Operator
Operator adalah suatu instruksi matematis yang bila dikenakan atau
dioperasikan pada suatu fungsi maka akan mengubah fungsi tersebut menjadi
fungsi lain. Untuk operator ̂ dapat ditulis sebagai
9
̂ (r ,t) = ¢(r ,t)
̂ (r ,t) ’ (r ,t) (1.5)
[Tanda aksen ‘ bukan berarti diferensial atau turunan, tapi hanya untuk
membedakan dengan fungsi asalnya].
Contoh:
̂ = ∂ → ̂ (r ,t)= ( , )
̂ = dx → ̂ (x,t)= d x ( x,t)]
= d ( x,t) + x ( , )
= ( x,t) + x ( , )
= (1 + ) ( x,t)
Diperoleh lah persamaan operator
= 1 + (1.6)
Operator dalam mekanika kuantum sebagai representasi suatu observabel bersifat
linear, yakni memenuhi hubungan-hubungan
̂ ( ) = c ̂ dengan c = konstanta (1.7)
̂ ( + ) = ̂ + ̂ ()
Dan (1.9)
( ̂ 1 + ̂ 2) = ̂ 1 + ̂ 2
Swafungsi dan Swanilai
Fungsi hasil operasi suatu operator bisa merupakan kelipatan konstan dari
fungsi asalnya, yakni
̂ (r ,t)= λ (r ,t) ()
Dalam hal (r,t) disebut swafungsi (eigen-function, fungsi diri), dan l disebut
swanilai (eigen-value, nilai diri) operator ̂ .
Contoh:
̂ = , ( ) = ( ),
̂ ( ) = ( )
= b (x)
10
Di sini, b adalah swanilai operator d/dx yang berhubungan dengan swafungsi aexp
(bx). Secara umum b bisa bernilai real maupun imajiner atau kompleks. Bila ̂
suatu operator mekanika kuantum (observabel), maka λ pasti real. Persamaan (1.10)
disebut persamaan swafungsi operator ̂ . Suatu operator dapat mempunyai
beberapa swafungsi (set eigen-function) dengan swanilainya masing-masing.
̂ n (r,t) = λnn(r,t) (1.11)
Operator Hermitan
Untuk setiap operator linear ̂ , terdapat operator ̂ demikian sehingga berlaku
hubungan (1.12)
∫ ′( , ) ̂ ( , ) = ∫( ̂ ( , ))′ ( , )
Dengan f(r,t) dan g(r,t) adalah fungsi-fungsi sebarang, dan integral d meliputi
seluruh ruang. Pada persamaan (1.12), ̂ disebut ̂ konjugat operator hermitan ̂ .
Apabila ̂ = ̂ , maka dikatakan ̂ bersifat hermitan. Jadi sifat hermitan operator
̂ dinyatakan dengan hubungan
∫ ′( , ) ̂ ( , ) = ∫( ̂ ( , ))′ ( , ) (1.13)
Operator hermitan mempunyai perangkat swafungsi yang ortogonal, yaitu
memenuhi syarat
∫ ′n(r,t)m(r,t)d = mn= {01 = (1.14)
≠
mn adalah delta kronecker.
Postulat III : Pengukuran observabel A pada sistem dengan fungsi gelombang
| (r, t)⟩ = | | (r,t)⟩ yang merupakan swafungsi ternormalisir operator ̂
dengan swanilai , ̂ | (r,t)⟩ = | (r,t) , akan menghasilkan nilai ukur yang
pasti , dan tanpa mengubah keadaan atau fungsi gelombangnya.
Apabila | (r,t)⟩ bukan swafungsi operator ̂ , maka swafungsi tersebut dapat
diuraikan atas basis yang merupakan swafungsi operator ̂ ,
| ( , )⟩ = ∑ | ( , ) (1.15),
Sehingga kebolehjadian bahwa pengukuran observabel A memperoleh hasil ukur
adalah
11
P( ) = ⌊⟨ ( , )| ( , ⟩|²
=⌊⟨ ( , )|∑ ( , ⟩|² (1.16)
= 2
Pada pengukuran observabel q secara klasik yang dilakukan n kali diperoleh
kebolehjadian memperoleh suatu harga adalah
= , (1.17)
Dan nilai rata-rata pengukurannya adalah
̅ =∑ (1.18)
Konsep matematis nilai rata-rata ini juga berlaku pada mekanika kuantum yang
dinyatakan oleh postulat ke IV.
Postulat IV : nilai rata- rata pengukuran suatu observabel A yang sepadan
dengan operator ̂ pada suatu sistem yang dinyatakan oleh fungsi
gelombang| (r,t)⟩ , diberikan oleh nilai harap ⟨ ⟩ sebagai
⟨ ⟩ = ⟨ ( , )| ̂ | ( , ⟩
= ∑| |²
Dengan postulat nilai harap tersebut, ketidakpastian pengukuran didefinisikan
sebagai
(∆ )² = ( − ⟨ ⟩)²
= ⟨ ²⟩ - ⟨ ⟩² (1.19)
Yang ekuivalen dengan deviasi standar dalam stastistik. Selanjutnya, prinsip
ketidakpastian untuk dua observabel saling berkonjugat kanonik (operatornya tak
saling komut) ̂ ̂ diperoleh
(∆)(∆ ) ≥ ℏ (1.20)
2
Dalam bab ini baru disebutkan bahwa keadaan suatu sistem dinyatakan dengan
suatu fungsi gelombang, dan suatu observabel dinyatakan dengan suatu operator.
Di sini belum dibicarkan bentuk fungsi gelombang itu serta bagaimana
memperokehnya, begitu juga pemberlakuan operator-operator observabel pada
suatu sistem.
12
2.2 Persamaan Schrodinger
Persamaan Schrodinger diajukan pada tahun 1925 oleh fisikawan Erwin
Schrodinger (1887-1961). Persamaan ini pada awalnya merupakan jawaban dari
dualitas partikel-gelombang yang lahir dari gagasan de Broglie yang menggunakan
persamaan kuantisasi cahaya Planck dan prinsip fotolistrik Einstein untuk
melakukan kuantisasi pada orbit elektron. Selain Schrodinger, dua orang fisikawan
lainnya yang mengajukan teorinya masing-masing adalah Werner Heisenberg
dengan Mekanika Matriks dan Paul Dirac dengan Aljabar Kuantum. Ketiga teori ini
merupakan tiga teori kuantum lengkap yang berbeda dan dikerjakan terpisah namun
ketiganya setara. Teori Schrodinger kemudian lebih sering digunakan karena
rumusan matematisnya yang relatif lebih sederhana. Meskipun banyak mendapat
kritikan persamaan Schrodinger telah diterima secara luas sebagai persamaan yang
menjadi postulat dasar mekanika kuantum.
Persamaan Schrodinger merupakan persamaan pokok dalam mekanika kuantum
– seperti halnya hukum gerak kedua yang merupakan persamaan pokok dalam
mekanika Newton – dan seperti persamaan fisika umumnya persamaan Schrodinger
berbentuk persamaan diferensial. Dalam kasus fisika kuantum takrelativistik,
diferensial yang digunakan persamaan Schrodinger adalah diferensial parsial orde
kedua. Berbeda dari hukum Newton, pemecahan persamaan Schrödinger, yang
disebut fungsi gelombang, memberikan informasi tentang perilaku gelombang dari
partikel.
Baik hukum Newton, persamaan Maxwell, maupun persamaan Schrodimger
tidak dapat diturunkan dari seperangkat asas dasar, namun pemecahan yang
diperoleh darinya ternyata sesuai dengan pengamatan percobaan. Persamaan
Schrodinger hanya dapat dipecahkan secara eksak untuk beberapa potensial
sederhana tertentu; yang paling sederhana adalah potensial konstan dan potensial
osilator harmonik. Kedua kasus sederhana ini memang tidak “fisis,” dalam artian
bahwa pemecahannya tidak dapat diperiksa kebenarannya dengan percobaan-tidak
ada contoh di alam yang berkaitan dengan gerak sebuah pertikel yang terkukung
dalam sebuah kotak satu dimensi, ataupun sebuah osilator harmonik mekanika
kuantum ideal (meskipun kasus seperti ini seringkali merupakan hampiran yang
cukup baik bagi situasi fisis yang sebenarnya). Namun demikian, berbagai kasus
13
sedrhana ini cukup bermanfaat dalam memberikan gambaran tentang teknik umum
pemecahan persamaan Schrodinger yang akan dibahas dalam bab ini.
Untuk menjadi persamaan Schrodinger, diperlukan beberapa kriteria. Berikut
adalah kriteria agar sebuah persamaan dapat disebut sebagai persamaan
Schrodinger.
1. Tidak melanggar hukum kekekalan energi.
Dalam pembahasan ini, hanya akan disinggung mengenai hukum kekekalan energi
non relativistik. Oleh karena itu, K +V = E .
2. Bentuk persamaan diferensial apa pun yang kita tulis, haruslah taat asas terhadap
hipotesis deBrogile-jika kita pecahkan persamaan matematikanya bagi sebuah
partikel dengan momentum p, maka pemecahan yang kita dapati haruslah
berbentuk sebuah fungsi gelombang dengan sepanjang gelombang λ yang sama
dengan h/p. dengan menggunakan persamaan p = hk, maka enrgi kinetic dari
gelombang deBrogile partikel bebas haruslah K = p²/2m = ђ²k²/2m.
3. Persamaannya “berperilaku baik”. Maksut baik disini antara lain:
a. Fungsi bernilai tunggal (tidak boleh ada dua probabilitas untuk menemukan
partikel disatu titik yang sama)
b. Bernilai hingga (terukur)
c. Fungsinya kontinu (berubah secara terus menerus hingga tidak sadar bahwa
suatu saat nilai tersebut akan habis/diskrit/grafik tidak terputus)
Penerapan persamaan Schrodinger pada sistem fisika memungkinkan kita mempelajari
sistem tersebut dengan ketelitian yang tinggi. Penerapan ini telah memungkinkan
perkembangan teknologi saat ini yang telah mencapai tingkatan nano. Penerapan ini juga
sering melahirkan ramalan-ramalan baru yang selanjutnya diuji dengan eksperimen.
Penemuan positron – yang merupakan anti materi dari elektron – adalah salah satu ramalan
yang kemudian terbukti. Perkembangan teknologi dengan kecenderungan alat yang
semakin kecil ukurannya pada gilirannya akan menempatkan persamaan Schrodinger
sebagai persamaan sentral seperti halnya yang terjadi pada persamaan Newton selama ini.
2.1 Partikel Dalam Potensial Kotak Berhingga
Partikel dalam Sumur Potensial
Sumur potensial adalah yang tidak mendapat pengaruh potensial. Hal ini berarti bahwa
partikel selama berada dalam sumur potensial, merupakan electron bebas. Kita
14
katakana bahwa electron terjebak di sumur potensial, dan kita anggap bahwa dinding
potensial sangat tinggi menuju ∞, atau kita katakana sumur potensial sangat dalam.
Pada gambar di atas kita akan menggambarkan sumur potensial. Daerah I dan daerah
II adalah daerah-daerah dengan V = ∞, sedangkan di daerah II, yaitu antara 0 dan L, V
=. Kita katakana bahwa lebar sumur potensial ini adalah L.
Pada sumur potensial yang dalam, daerah I dan III adalah daerah dimana kemungkinan
berada electron bisa dianggap nol, Ψ1(x) = 0 dan Ψ2(x) = 0. Sedangkan pada daerah
dua Kita dapat member spesifikasi pada gerak partikel = 0 dan x = L disebabkan oleh
dinding keras tak berhingga. Sebuah partikel tidak akan kehilangan Energinya jika
bertumbukan dengan dinding, energy totalnya tetap konstan.
Dari pernyataan tersebut maka enrgi potensial V dari partikel itu menjadi tak hingga di
kedua sisi sumur, sedangkan V konstan di dalam sumur, dapat dikatakan V memiliki
Energi tak hingga, maka partikel tidak mungkin ditemukan di luar sumur, sehingga
fungsi gelombang Ψ = 0 untuk 0≤ ≤ . Maka yang perlu dicari adalah nilai Ψ di dalam
sumur, yaitu antara x = 0 dan x = L. persamaan Schrodinger bebas waktu adalah :
-2ℏ ² ² n = Enn
²
Dengan
² / ²= − ²
Dimana
k = √2
ℎ
sesuai dengan persamaan gelombang maka:
Ψ(x) = A sin kx + B cos kx
Pemecahan ini belum lengkap, karena belum ditentukan nila A dan B, juga belum
menghitung nilai energy E yang diperkenankan. Untuk menghitungnya, akan
diterapkan persyaratan bahwa Ψ(x) harus kontinu pada setiap batas dua bagian ruang.
Dalam hal ini akan dibuat syarat bahwa pemecahan untuk x <0 >0 bernilai sama
15
di x = 0. Begitu pula pemecahan untuk x > < haruslah bernilai sama di x = L.
jika x =0, untuk x <0 jadi harus mengambil
Ψ(x) = 0 pada x = 0.
Ψ(0) = A sin 0 + B cos 0
Ψ(0) = 0 + B.1 = 0
Jadi, didapat B = 0. Karena Ψ = 0 untuk x > , maka haruslah berlaku Ψ(L) = 0,
Ψ(L) = A sin kL + B cos kL = 0
Karena telah didapatkan bahwa B = 0, maka haruslah berlaku:
A sin kL = 0
Disini ada dua pemecahan yaitu A = 0, yang memberikan Ψ(x) = 0 dan Ψ²(x) = 0,
yang berarti bahwa dalam sumur tidak terdapat partikel (Pemecahan tidak masuk akal)
atau sin kL = 0, maka yang benar jika:
kL = ,2 .3 ,…. =1,2,3….
Dengan:
k = √2 =
ℎ
dari kedua persamaan di atas dan diperoleh bahwa energi partikel mempunyai harga
tertentu yaitu harga eigen. Harga eigen ini membentuk tingkat energisitas yaitu:
En = ² ²ℎ²
2 ²
Dimana enrgi yang kita tinjau disini berbeda dengan energy Born dimana pada energy
Born menyatakan enrgi tingkat atomic sedangkan tingkat energy pada persamaan
Schrodinger menyatakan tingkat energy untuk electron.
Fungsi gelombang sebuah partikel di dalam sumur yang berenergi En ialah:
Ψn = A sin √2
ℎ
Untuk memudahkan E1 = ħ² ²/2 ², yang mana tampak bahwa unit energy ini
ditentukan oleh massa partikel dan lebar sumur. Maka E = n²E1 dan seterusnya.
Karena dalam kasus ini energy yang diperoleh hanya laju tertentu yang diperkenenkan
dimiliki partikel. Ini sangat berbeda dengan kaasus klasik, misalnya manic-manik
(yang meluncur tanpa gesekan sepanjang kawat dan menumbuk kedua dinding secara
elastic) dapat diberi sembarang kecepatan awal dan akan bergerak selamanya, bolak-
balik, dengan laju tersebut.
16
Dalam kasus kuantum, hal ini tidaklah mungkin, karena hanya laju awal tertentu yang
dapat memberikan keadaan gerak tetap, keadaan gerak khusus ini disebut keadaan
stasioner (disebut keadaan “stasioner” karena ketergantungan pada waktu yang
dilibatkan untuk membuat Ψ(x,t), | ( , )|² tidak bergantung waktu). Hasil pengukuran
energy sebuah partikel dalam sebuah sumur potensial harus berada pada salah satu
keadaan stasioner, hasil yang lain tidaklah mungkin. Pemecahan bagi Ψ(x) belum
lengkap, karena belum ditentukan tetapan A. untuk menentukannya, ditinjau kembali
persyaratan normalisasi, yaitu ∫−+∞∞| ( )| ² = 1 . karena Ψ(x) = 0
2.2 Efek Penerobosan Potensial Tanggul Dan Penerapannya
Persamaan Schrödinger merupakan persamaan gelombang yang dihasilkan dari
persamaan differensial parsial orde dua. Persamaan schrodinger ini memiliku beberapa
kriteria yang harus dipenuhi. Beberapa kriteria yang harus dipenuhi meliputi pertama,
mematuhi hukum kekekalan energi; kedua, taat azas hipotesis de Broglie; ketiga,
persamaan yang dihasilkan harusnya berperilaku baik dalam pengertian matematika,
selain itu juga harus bernilai tunggal dan linear. Bernilai tunggal ini artinya persamaan
schrodinger tidak diperbolehkan memiliki dua probabbilitas untuk menemukan
partikel di satu titik yang sama. Kriteria ketiga diatas jika dilakukan dengan sesuai
makan akan didapatkan persamaan sebagai berikut.
-2ℏ ² ² + = E
²
Efek terobosan merupakan fenomena penerobosan suatu partikel (elektron) secara
kuantum untuk melewati suatu penghalang (barir) sehingga partikel tersebut dapat
bergerak bebas kembali setelah melalui penghalang tersebut. Penghalang yang dilalui
oleh partikel tersebut berupa tegangan barir (penghalang) dengan energi yang tertentu.
2.3 Isolator Harmonis
Osilator klasik yang dapat ditinjau adalah benda bermassa yang diikatkan pada
sebuah pegas dengan tetapan pegas k sehingga menderita gaya pegas = − , di mana
x adalah perpindahan benda dari keadaan setimbang. Osilator seperti ini dapat di
analisis dengan menggunakan hukum Newton yang mengungkapkan frekuensi =
√ / dan periode = 2 √ / . Osilator harmonik ini memiliki energi kinetik
maksimum di =0; energi kinetiknya nol pada titik balik = ± , di mana
amplitudo geraknya. Pada titik balik, osilator berhenti sejenak, kemudian berbalik arah
geraknya. Tentu saja, geraknya terbatasi pada daerah − ≤ ≤ + .
17
Mengapa sistem seperti ini di analisis dengan menggunakan mekanika kuantum?
Meskipun dalam alam nyata tidak pernah menjumpai contoh osilator kuantum satu
dimensi, terdapat sejumlah sistem yang berperilaku menghampiri sistem ini --
misalnya, vibrasi sebuah molekul diatomik (dua atom). Ternyata, hingga orde
hampiran terendah, setiap sistem pada daerah minimum sebuah potensial berperilaku
seperti sebuah osilator harmonik sederhana.
Sebuah gaya = − memiliki potensial = 12 ⁄ ², jadi diperoleh Persamaan
Schrödinger:
-2ℏ ² ² + 1 ² = E
² 2
Semua pemecahan persamaan -2ℏ ² ² + 1 ² = E harus menuju nol bila →±∞,
² 2
dan untuk limit →±∞ perilakunya haruslah seperti eksponensial − ². Oleh karena
itu, dicoba dengan ( )= − ² , di mana dan adalah tetapan yang ditentukan
dengan mengevaluasikan Persamaan -2ℏ ² ² + 1 ² = E bagi pilihan ( ) ini. Di
² 2
mulai dengan mengevaluasi ² .
²
² = −2 ( -ax²)
²
² = −2 ( -ax²) , −2 (−2 ) -ax²
²
dan kemudian menyisipkan ( ) dan ² ² ke dalam - ℏ² ² + 1 ² = E untuk melihat
² 2
2
apakah pilihan ini memberikan suatu pemecahan.
-2ℏ ² ² + 1 ² = E
² 2
- ℏ² − (2 -ax²+ 4a²x²) + 1 kx² ( -ax²) = E -ax²
2
2
Pembagian dengan faktor sekutu -ax² memberikan
ℏ² - 2 ²ℏ² x² + 1 ² = E
2
Selanjutnya karena kita mencari pemecahan yang berlaku bagi semua x, maka semua
koefisien dari ² haruslah saling menghapuskan dan semua tetapan yang sisa haruslah
sama. (Sebagai misal, tinjau persamaan + = 0. Persamaan ini tentu saja berlaku
bagi = - , tetapi bila menginginkan persamaan ini berlaku bagi sebarang dan semua
x, maka haruslah persyaratan = 0 dan = 0). Jadi,
- 2 ²ℏ² + 1 = 0
2
18
Dan
- ℏ² = E
Yang menghasilkan
a = √
2ℏ
dan
E = 1 ℏ √
2
Pernyataan energi ini dapat pula kita nyatakan dalam frekuensi klasik 0 = √ ⁄
sebagai
= ½ℏ 0
Pemecahan yang didapati ini berhubungan dengan keadaan dasar dari osilator.
Pemecahan umum yang lebih sulit diperolehnya adalah persamaan yang berbentuk
ψm(x) = Afn(x)em² , dimana fn(x) adalah sebuah polinomial dalam x dengan pangkat
tertingginya xn. Energi yang bersangkutan adalah = ( + ½)ℏ 0
Contoh
Sebuah osilator harmonik dua dimensi memiliki energi , di mana nx dan ny adalah
bilangan bulat yang dimulai dari nol.
(a) Ujilah kebenaran hasil ini dengan menggunakan energi osilasi satu dimensi.
(b) Sketsakan suatu diagram tingkat energi yang memperlihatkan nilai E dan bilangan
kuantum nx dan ny.
(c) Perlihatkan bahwa setiap energi ini terdegenerasi dengan derajat degenerasi sama
dengan nx + ny +1.
Pemecahan
a. Gerak x dan y tidak saling berhubungan dan keduanya mengkontribusikan energi
sebesar ℏ ˳ ( + 1) tetapi nilai n tidak harus sama dengan dua gerak yang
2
tidak berhubungan. Maka, energi totalnya E = ℏ ˳ ( + 1) + ℏ ˳ ( y + 1) =
22
ℏ ˳(nx +ny+1)
b. 4 ℏ ˳ 4 (0,3) , (1,2) , (2,1) , (3,0)
3 ℏ ˳ 3 (0,2) , (1,1) , (2,0)
2 ℏ ˳ 2 (0,1) , (1,0)
19
ℏ ˳ 4 (0,0)
energi degenerasi (nx,ny)
c. Tingkat energi ℏ 0 memiliki perbedaan nilai N yang mungkin dalam nilai
quantum nx, ny. Kedua nilai nx dan ny memiliki rentang dari 0 sampai N –1 tapi
dengan jumlah nilai yang ditetapkan untuk N. Nilai yang mungkin dari nx adalah N,
dan untuk setiap nilai nx adalah nilai ny telah ditetapkan. Total egenerasi untuk
setiap tingkat menjadi N= nx + ny +1
Latihan soal bab 5
1. Apa saja postulat yang ada fungsi gelombang ?
2. Bagaimana operator itu?
3. Bagaimana konsep matematis nilai rata-rata yang berlaku pada mekanika kuantum
yang dinyatakan oleh postulat ke IV ?
4. Sebuah elektron terperangkap dalam suatu daerah satu dimensi sepanjang 1,0x10-
10 m (diameter khas atomik). (a) berapa banyak energi yang harus dipasok untuk
mengeksitasi elektron dari keadaan dasar ke ekadaan eksitasi pertama? (b) pada
keadaan dasar, berapakah probabilitas untuk menemukan elektron dalam daerah
dari x=0,090x10-10 m hinggan 0,110x10-10 m?
5. Keadaan eksitasi pertama dari osilator harmonik memiliki fungsi gelombang untuk
menghitung a dan energi E. Carilah tetapan A dari syarat normalisasi.
20