”Sudah, Mas?” seru Wati dari mobil.
Kabul menjawab dengan langkah menuju mobilnya. Wa
jahnya masih berat. Duduk di belakang kemudi, tapi kunci
kontak tak kunjung disentuhnya. Malah memejamkan
mata. Lama. Dengan mata terpejam Kabul malah melihat
ribuan proyek bangunan sipil yang digarap dengan ke-
sontoloyo-an. Orang-orang proyek sudah dikenal masyarakat
sebagai tukang suap, tukang kongkalikong, apa saja bisa
dilakukan asal dapat untung. Dan korban kegilaan mereka
adalah masyarakat umum, karena mutu bangunan yang
mereka kerjakan tak mencapai mutu baku.
Dan ada cerita humor yang sangat populer tentang
orang-orang proyek. Suatu saat di akhirat, penghuni neraka
dan penghuni surga ingin saling kunjung. Maka penghuni
kedua tempat itu sepakat membuat jembatan yang akan
menghubungkan wilayah neraka dan wilayah surga. Ba
gian jembatan di wilayah neraka akan dibangun oleh orang
neraka dan sebaliknya. Ternyata penghuni neraka lebih ce-
pat menyelesaikan pekerjaannya daripada para penghuni
surga. Dan ketika dicari sebabnya, ditemukan kenyataan di
antara para penghuni neraka banyak mantan orang pro
yek.
Masih duduk dan belum menghidupkan mesin mobil
nya, Kabul menyampaikan cerita konyol itu kepada Wati.
Wati tertawa.
”Dari mana Mas mendapat cerita itu?”
”Mau tahu? Dari orang proyek yang dulu jadi bos
kita.”
251
”Pak Dalkijo?”
”Ya.”
”Edddddaaaaan. Jadi, orang-orang proyek sesungguhnya
sadar akan kegilaan mereka?”
”Mereka, orang-orang proyek, baik dari pihak pemilik
maupun pemborong, sama saja. Mereka tahu dan sadar
akan kegilaan mereka. Dan tampaknya mereka tak peduli.
Bagi mereka proyek apa saja dan di mana saja adalah
ajang bancakan. Dan karena kebiasaan itu, kata ’proyek’
pun kini memiliki tekanan arti yang khas. Yakni semacam
kegiatan resmi, tapi bisa direkayasa agar tercipta ruang
untuk jalan pintas menjadi kaya. Maka apa saja bisa dipro
yekkan.”
”Apa saja?”
”Ya, apa saja bisa diproyekkan. Tidak hanya pembangun
an jembatan atau infrastruktur lain, tapi juga pengadaan
kotak pemilu, pembagian sembako untuk orang miskin,
pengadaan bacaan untuk anak sekolah, program transmi
grasi, program penanggulangan bencana alam. Bahkan Si
dang Umum MPR dan penyusunan undang-undang bisa
mereka jadikan proyek yang mendatangkan duit. Orang-
orang proyek rakus dan licin, dan mereka ada di mana-
mana.”
”Kegilaan besar-besaran ini akan berlangsung sampai
kapan, Mas?”
Kabul tidak segera menjawab. Wajahnya beku. Pandang
annya seakan buntu. Lalu tangannya bergerak untuk me
mutar kunci kontak.
252
”Rayap baru berhenti makan bila kayu yang digerogoti
nya sudah habis. Atau bila mereka disiram racun antise
rangga.”
Mesin mobil mendesis. Keempat rodanya mulai bergu
lir.
”Kita tinggalkan tempat ini dan singgah ke rumah orang
tuamu, terus ke rumah Biyung. Bagaimana?”
”Aku ikut saja, Mas.”
Mobil berputar dan melaju cepat meninggalkan jembatan
Sungai Cibawor. Jembatan yang sekilas tampak gagah itu
lantainya sudah jebol meski umurnya baru satu tahun.
Rasa sakit tiba-tiba menusuk dada Kabul.
Angin sore masuk melalui celah kaca mobil. Namun
kesejukannya tak bisa meredam hati Kabul yang tiba-tiba
sangat digelisahkan oleh pertanyaan: Ada berapa ribu pro
yek yang senasib dengan jembatan Cibawor? Dan dengan
mental ”orang-orang proyek” yang merajalela di mana-
mana, bisakah orang berharap akan terbangun tatanan
hidup yang punya masa depan?
Bantaran Kali Tajum,
April-Mei 2001
253
Tentang Pengarang
Ahmad Tohari dilahirkan di Banyumas, 13 Juni 1948. Dia
tidak pernah melepaskan diri dari pengalaman hidup ke
desaannya yang mewarnai seluruh karya sastranya---
Ronggeng Dukuh Paruk (1982) yang telah diterbitkan dalam
bahasa Jepang, Cina, Belanda, Jeman, Inggris, dan Mexico
serta telah difilmkan dengan judul Sang Penari; Di Kaki
Bukit Cibalak (1986); Senyum Karyamin (1989); Bekisar Merah
(1993) yang telah diterbitkan dalam bahasa Inggris; Lingkar
Tanah Lingkar Air (1992); Orang-Orang Proyek (2002); Kubah
(2005) yang telah diterbitkan dalam bahasa Jepang;
Ronggeng Dukuh Paruk Banyumasan (2006); Mata yang Enak
Dipandang (2013).
pustaka-indo.blogspot.com
Aku insinyur. Aku tak bisa menguraikan dengan baik hubungan
antara kejujuran dan kesungguhan dalam pembangunan proyek ini
dengan keberpihakan kepada masyarakat miskin. Apakah yang
pertama merupakan manifestasi yang kedua? Apakah kejujuran dan
kesungguhan sejatinya adalah perkara biasa bagi masyarakat
berbudaya, dan harus dipilih karena keduanya merupakan hal yang
niscaya untuk menghasilkan kemaslahatan bersama?
Memahami proyek pembangunan jembatan di sebuah desa bagi
Kabul, insinyur yang mantan aktivis kampus, sungguh suatu
pekerjaan sekaligus beban psikologis yang berat. "Permainan" yang
terjadi dalam proyek itu menuntut konsekuensi yang pelik. Mutu
bangunan menjadi taruhannya, dan masyarakat kecillah yang
akhirnya menjadi korban. Akankah Kabul bertahan pada
idealismenya? Akankah jembatan baru itu mampu memenuhi
dambaan lama penduduk setempat?
N O V E LNOVEL