Terima Kasih,
Kepada Senin yang Berulang.
Agung R. Prakarsa
Terima Kasih,
Kepada Senin yang Berulang.
Agung R. Prakarsa
Berkutatlah dengan kematian
Dua disayang lebih disayang oleh sang pemilik.
Kelumit hingar bingar di antara bagian yang hampa.
Pemaknaan dari apa yang diharapkan
Melebur menjadi satu di dalam tubuh
Lebih dekat dari apa yang diharapkan
Sendirian lah engkau menangisi
Menyayat
Teriris
Sendirian
Di pojok lemari jati tua
Peninggalan orang tuanya
Senin yang mecekam
Tepat dinihari
Tepat dinihari
Yang katanya malaikat turun menemui
Ia menemui
Bapakku
Mamaku
Untuk pulang
Pulang menuju persembahan yang khusus
Aku bertanya pada bulan
Kenapa Aku?
Merasa paling istimewa saja Aku tak mampu
Merasa menjadi yang utama saja tak siap
Maha Oke suka bercanda
Mungkin, aku seorang periang
Gemar tertawa
Tersenyumlah Aku dikemudian harinya
Tak ada kesedihan yang harus diharukan
Tak ada kesenangan yang harus digembirakan
Tak ada yang selamanya
Tak ada yang selamanya
Tak ada yang abadi
Kecuali cintanya
Bulan terus bertambah
Hari terus berganti
Hanya ingatan
Yang dikenang
Beruntunglah mereka yang selalu dikenang
Berbahagialah mereka yang selalu mengenang
Menghitung hari yang ada di depan
Pada ingatan yang belum termaafkan
Senin Aku dilahirkan
Senin Bapakku meninggal
Senin Mamaku meninggal
Senin hari dimulainya tanggalan
Senin hari ujian dimulai
Senin itu mencekam
Senin itu penuh tanya
Senin itu doa-doa berbaris
Senin itu tangis pecah
Tulisanku hanya berisi doa-doa
Tulisanku hanya coretan-coretan di dinding goa
Tulisanku hanya bait-bait ucapan yang tak terucap
Tulisanku hanya lantunan yang tak bernada
Tulisanku hanya jawaban yang tidak tepat
Tulisanku hanya sementara
Tulisanku
Hanya
Tangisanku
Yang tak ada airnya
Aku melihat dari puisi Sapardi
Katanya, tak ada yang lebih tabah dari hujan di bulan Juni.
Aku jawab, tak ada yang lebih tabah dari hujan di bulan November di atas kematian ibunya.
Dia menemani seonggok manusia di pelataran pikirannya.
Ia rela turun menutupi tangisan seorang anak
Tak ada yang lebih arif dari hujan di bulan November mengguyurnya menyuburkan atas
ingatan-ingatannya.
Hujannya di bulan November, bersama tangisan atas kemenangan di antara bagian kesedihan.
Hujannya di bulan November, turun dengan bijak.
Melunturkan tangisannya atas kesalahan, kesemogaan yang ditutup dengan kesemogaan.
Semoga subur bermanfaat dan terwujud.
Hujannya di bulan November, dinginnya yang menghangatkan
Menuju senjanya di ufuk
Menahannya agar tidak cepat terbenam
Aku belum siap melihat malam
Atau esok pagi, yang katanya cerah
Siang ini sungguh terik
Tapi tidak melelehkan
Mungkin karena terlalu sendu
Detiknya terus berjalan
Merayakan tiap pemberhentian detiknya
Lalu,
Doanya terbentuk
Menjadi tabiat
Terus membentuk
Yang selalu diinginkan
Bersemogalah
Lelaki di persimpangan jalan
Ke mana ia akan menuju
Menjadi seonggok
Seonggok daging yang berisi
Penuh harapan dipundaknya
Berjalan mundur lah dia menuju ke
depan
Apa yang dia pikirkan
Apa yang dia takutkan
Menjadi seonggok
Seonggok
Seonggok
Yang penuh harapan
Aku di antara persimpangan jalan
di antara tumpukan tangisan
bersembunyi di balik handuk kecil yang basah
Tangisan adalah doa
Doa yang merongrong
Bertanyalah Aku di antara bayangan yang kosong
Kali ini Aku harus menyusun rima yang tak beraturan
Sebab, hidup tentang hari esok dengan bekal kenangan
Tak ada yang harus dikejar lagi,
Sebab menjadi seonggoklah Aku
Doa dan ingatan menjadi bekalku dikemudian hari
Bagaimana kabarnya burung merpati
Tampaknya dia sudah sampai kepada yang diharapkan.
Bertemu dengan kesemogaannya di surga.
Firdaus.
Tampaknya yang menunggu tidak memilih untuk dikelilingi bidadari.
Sebab, sang bidadari telah hadir dihadapan.
Dihadapkannya pada senyum yang merdu.
Tersenyumlah mereka pada tatapan pandangan.
Nyaring bunyi senyumannya sampai kepada yang ditinggalkan.
"Sudah sampai," kabarnya
Layaknya kabar seseorang kepada yang dicinta ketika bepergian
Bersenang-senanglah engkau di hadapannya
Di hadapan kemegahan
Yang paling abadi
Aku berjalan mundur ke depan
Memandang pemandangan yang indah sembari terus berjalan.
Tak perlu takut
Arahmu tak akan ke mana
Percayalah pada(nya)
Dipersiapkannya persembahan yang megah
Akan ada kejutan yang istimewa
Janji(nya).
Tak ada yang harus ditangisi dari sebuah kepergian.
Jika itu tangisan, benarkan jika itu adalah kebahagiaan.
Semua telah direncanakan
Tak ada yang harus dipikirkan
Apalagi menanyakan tentang nanti
Kesedihan adalah bagian dari kebahagiaanku.
Pulangnya adalah maunya
Di antara bagian yang disudahi
Menuju persembahan yang khusus
Tuhanku yang maha jenaka
Dia memanggilnya untuk pulang
Di sebuah persembahan yang abadi
Aku yakin
Dipersembahkan oleh perayaan yang besar
Kami diberi kekuatan
Kekuatan menuju keabadian
Kebercandaanmu yang serius
Terima kasih yang maha
Tanganku terus mengetik
Tanganku terus mengucap
Di antara bulan yang benderang
Di antara gelap yang terlelap
Aku menulis
Dengan lantang
Dengan rima yang tak beraturan
Dengan bahasa yang tak mudah dimengerti
Dengan air yang menetes membasahi alas
Tulisanku hanya doa-doa
tak diizinkanku menangis di atas pusarannya.
Tak diizinkanku berlarut dalam kepergianmu
Seperti pandan yang wangi
Seperti air mawar yang guyurkan
Seperti taburan kelopak bunga
Seperti matahari di siang hari
Nikmati apa yang harus dinikmati
Tak ada yang salah
Apalagi merasa bersalah
Jika itu sebuah kesedihan diri
Ampunilah
Relakanlah
Bertanya soal malam yang penuh sunyi
Hadirkanlah
Bertanyalah
Tiba di akhir
Air mata jatuh membasahi pipi
Bukan kesedihan yang ditangisi
Tapi kebahagiaan yang abadi
Bertamasya bersama kekasihnya
Dengan sebuah persembahan yang
abadi
Aku yakin dengannya
Nya tak pernah jahat
Kabarkan disepertiganya
Aku memberikan sesuatu yang akan
dimenangkan
Aku bisa,
Melakukan apa yang seharusnya dilakukan
Kabarkan segalanya
Jangan terbawa oleh arusnya
Jangan dilawan arusnya
Jika aku terbawa, mungkin sampai ke hulu yang penuh tangisan
Terseok terbentur batu ingatan yang keras
Tapi aku mencoba mengikuti arusnya
Dengan sampan dan kayuh sederhana
Dengan kesemogaan yang menjadi kayuhnya
Dengan ingatan yang menjadi sampannya
Aku menemukan kesunyian di dalam keramaian
Aku menemukan keramaian di dalam kesunyian
Kepada malam yang hangat
Siang yang dingin
Ada namamu
Namamu
Yang kusebutkan dalam tiap baris doa-doa
Tersenyumlah
Para malaikat bersama
Menerbangkan doa
Kepadanya
Dinginmu sungguh hangat
Yang erat dengan dekapan
Bersemogalah selalu
Besok adalah hari berikutnya
Dengan kesemogaan yang baru
Dengan ingatan yang sama
Semoga hari esok cerah selalu
Atau jika mendung juga tak apa, asal tak lama
Semoga,
Doaku adalah bait-bait yang Aku semogakan selalu
Pertemukan mereka di antara pohon yang teduh
di antara hidangan yang ia gemari
di antara tawa yang menjadi-jadi
di antara pelukan yang erat
di antara senyum yang lebar
teduhkanlah
pertemukanlah
pertemukanlah
doaku setelah wajib
Aku harus memaafkan
Berdamai jalan terbaiknya
Jika terus menghakimi
Mungkin sudah menjadi manusia yang paling bersalah
Tapi, Aku ingat janji(nya)
Semua sudah sesuai, kata(nya)
Aku, adalah manusia
Yang terus bersemoga sampai hari ini
Bersemogalah Aku dalam bait-bait ingatan
Sebab, matahari tak pernah sedih dengan kedatangannya
hujan.
Aku tak sedih dengan kepergianmu
Sebab, kenikmatan adalah tariannya
Aku tak menyesal dengan kehilanganmu
Sebab, pelangi akan datang setelahnya
Menikmatinya Aku dengan sungguh-sungguh
Sebab, semua dibagi rata kata(nya)
Percayalah
Yakinlah
Bersabarlah
Besok akan cerah!
Pasti
Jika esok cerah jangan terlalu
Besoknya mungkin akan gelap
Tak usah dipusingkan
Semua sudah sepertinya
Seperti apa yang dimau(nya)
Maha Oke sangat baik
Di antara rerumputan tandus
Aku berlarian
Mengejar yang harus dikejar
Dengan bekal yang ada di pundak
Wangi petrikor mulai terasa
Tiba-tiba hujan tiba
Sembari hujan-hujanan berteriak
"terima kasih!"
Hari ini belum selesai
Baru petang di jamnya
Maafkan
Atas
Segala
Apa
Yang
Sudah
Terjadi.
Relakan
Apa
Yang
Sudah
Tiada.
doakan
Adalah
Obatnya
Yang
Paling
Utama.
Tidak
Ada
Yang
Mustahil
Dari
Doa
-doa
Seorang
Anak
Kepada
Orang
Tuanya
Yang
Sudah
Tiada.
Berbahagialah
Dalam
Ketiadaanmu.
Aku
Merayakan
Kesedihan
Ini
(Selamanya)
Dengan
Gembira
Penuh
tawa.
Safari Kaswadi Rini Wuryanti
bin binti
Anwar H. Dasuki
Allahummaghfirlahum warhamhum wa’aafihaa wa’fu’anhum,