KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rah-
mat dan karunianya sehingga Buku BUDAYA MINANGKA-
BAU , Mengenal lebih dekat masyarakat minang telah dapat
diselesaikan. Buku ini merupakan berisi tentang secara singkat
bagaimana masyarakat minang dalam kehidupan keadatanya ,
dan juga berisi bentuk bentuk atau jenis adat tiap daerah yang
berbeda – beda .
Terimakasih disampaikan kepada ( DOSEN TEKNIK
GRAFIKA ) , Terima kasih juga kepada ketua kelas kami Fuad
habibi , dan teman teman yang membantu dalam pemberian
saran dan kritik untuk membangun buku ini lebih bagus dan
baik lagi . Dan terima kasih juga atas fisipglobe yang telah
bersedia menyalurkan buku ini ketangan yang membutuhakn
informasi yang tedapat didalam buku ini
Kami menyadari masih terdapat kekurangan dalam buku
ini untuk itu kritik dan saran terhadap penyempurnaan buku ini
sangat diharapkan. Semoga buku ini dapat memberi maanfaat
bagi masyarakat luas khususnya dan bagi semua pihak yang
membutuhkan.
Salam hormat
penulis
i
BUDAYA MINANG KABAU : mengenal Lebih dekat budaya minang-
kabau
Copyright © 2016 oleh Wira Agung Abrar
Diterbitkan Oleh PT. Gramedia Pustaka Utama
Gedung Kompas Gramedia Lt.5
Jl. Palmerah Barat 29-37 , Jakarta 10270
Telp : (021) 53650110
Email : [email protected]/
Hak Cipta Dilindungi oleh Undang –Undang
Edisi Pertama 2016
Editor : Wira Agung Abrar
Desain Oleh Wira Agung Abrar
Katalog Dalam terbitan (KDT)
Wira Agung Abrar
Budaya MinangKabau : Mengenal lebih dekat budaya Minang-
Kabau/ Oleh Wira Agung Abrar
--Edisi 1—Surakarta
Penerbit Gramedia, 2016
V 30 Hlm : 21 cm
ISBN :2345-5612704
1.Buku Budaya II.Wira Agung Abrar
I.Judul
ii
Daftar isi
KATA PENGANTAR .................................................................. i
KATALOG .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ...............................................................................iii
BAB 1 MEMAHAMI MINANG KABAU LEBIH DEKAT ..... 4
A. Memahami sejarah Rumah Gadang ........................................5
B. Proses pembuatan , adobsi dan symboldan fungsi.................. 8
BAB 2 SISTEM DAN ADAT PERNIKAHAN......................... 11
A. Adat Pernikahan …………………………………................ 12
B. Tradisi usai pernikahan ……………………………............ 16
BAB 3 SUKU SUKU SUMATERA BARAT ......................... 17
A. Jenis - Jenis Suku ................................................................. 19
B. SUKU ?................................................................................. 20
BAB 4 MAKANAN................................................................ 22
A. Rendang........………………………..................................... 23
B. Sanjai ..........…...................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA………………………............................ 31
iii
BAB I
MEMAHAMI
MINANGKABAU LEBIH DEKAT
4
Indonesia memiliki beraneka ragam budaya dan suku , salah sat-
unya yang menarik itu adalah MinangKabau . Kebuadayaan yang berasal
dari daerah barat Indonesia yakini Sumatera Barat atau yang biasa dike-
nal dengan Padang .
MinangKabau sendiri memiliki perbedaan yang mencolok dari
berapa kebudayaan yang ada di indonesia , salah satu contohnya sys-
tem matrilineal yang berarti setiap warisan jatuh kepada wanita yang
bagaimana kebalik dengan islam yang warisan jatuh kepada laki –laki .
Dan system perkawinan di daerah minang juga berbeda beda se-
tiap daerah dan memiliki cara – cara tertentu . Dan yang paling menerik
lagi adalah beberapa icon wisata sumatera barat yang memiliki andil da-
lam sejarah sumatera barat sagaat menarik untuk di ikuti .
RUMAH GADANG
Rumah Gadang atau Rumah Godang adalah nama untuk rumah
adat Minangkabau yang merupakan rumah tradisional dan banyak di
jumpai di provinsi Sumatera Barat, Indonesia.
Rumah ini juga disebut dengan nama lain oleh masyarakat se-
tempat dengan nama Rumah Bagonjong atau ada juga yang menyebut
dengan nama Rumah Baanjuang.Rumah dengan model ini juga banyak
dijumpai di Negeri Sembilan, Malaysia.
Namun tidak semua kawasan di Minangkabau (darek) yang boleh
didirikan rumah adat ini, hanya pada kawasan yang sudah memiliki sta-
tus sebagai nagari saja Rumah Gadangini boleh didirikan. Begitu juga
pada kawasan yang disebut dengan rantau, rumah adat ini juga dahulun-
ya tidak ada yang didirikan oleh para perantau Minangkabau
Seluruh tiang Rumah Gadang tidak ditanamkan ke dalam tanah,
tapi bertumpu ke atas batu datar yang kuat dan lebar. Seluruh sambungan
setiap pertemuan tiang dan kasau (kaso) besar tidak memakai paku, tapi
memakai pasak yang juga terbuat dari kayu.
Ketika gempa terjadi Rumah Gadang akan bergeser secara fleksibel sep-
erti menari di atas batu datar tempat tonggak atau tiang berdiri. Begitu
pula setiap sambungan yang dihubungkan oleh pasak kayu juga bergerak
secara fleksibel.
5
Rumah adat ini memiliki keunikan bentuk arsitektur dengan bentuk pun-
cak atapnya runcing yang menyerupai tanduk kerbau dan dahulunya dib-
uat dari bahan ijuk yang dapat tahan sampai puluhan tahun,[3] namun
belakangan atap rumah ini banyak berganti dengan atap seng.
Rumah Gadang ini dibuat berbentuk empat persegi panjang dan
dibagi atas dua bahagian, muka dan belakang. Bagian depan dari Rumah
Gadang biasanya penuh dengan ukiran ornamen dan umumnya bermotif
akar, bunga, daun serta bidang persegi empat dan genjang[1]. Sedangkan
bagian luar belakang dilapisi dengan belahan bambu.
Rumah tradisional ini dibina dari tiang-tiang panjang, bangu-
nan rumah dibuat besar ke atas, namun tidak mudah rebah oleh gon-
cangan[1], dan setiap elemen dari Rumah Gadang mempunyai makna
tersendiri yang dilatari oleh tambo yang ada dalam adat dan budaya mas-
yarakat setempat. Pada dasarnya ukiran pada Rumah Gadang merupakan
ragam hias pengisi bidang dalam bentuk garis melingkar atau persegi.
Motifnya umumnya tumbuhan merambat, akar yang berdaun, berbunga
dan berbuah.
6
Pola akar biasanya ber-
bentuk lingkaran, akar berjajaran,
berhimpitan, berjalinan dan juga
sambung menyambung. Cabang
atau ranting akar berkeluk ke luar,
ke dalam, ke atas dan ke bawah.
Disamping motif akar, mo-
tif lain yang dijumpai adalah motif
geometri bersegi tiga, empat dan
genjang. Motif daun, bunga atau
buahdapat juga diukir tersendiri
atau secara berjajaran
Pada bagian dinding Ru-
mah Gadang di buat dari bahan
papan, sedangkan bagian belakang
dari bahan bambu. Papan dind-
ing dipasang vertikal, sementara
semua papan yang menjadi dinding
dan menjadi bingkai diberi ukiran,
sehingga seluruh dinding menjadi
penuh ukiran. Penempatan motif
ukiran tergantung pada susunan
dan letak papan pada dinding .
Pada dasarnya ukiran pada Rumah Gadang merupakan rag-
am hias pengisi bidang dalam bentuk garis melingkar atau persegi.
Motifnya umumnya tumbuhan merambat, akar yang berdaun, ber-
bunga dan berbuah. Pola akar biasanya berbentuk lingkaran, akar ber-
jajaran, berhimpitan, berjalinan dan juga sambung menyambung.
Cabang atau ranting akar berkeluk ke luar, ke dalam, ke atas
dan ke bawah. Disamping motif akar, motif lain yang dijumpai ada-
lah motif geometri bersegi tiga, empat dan genjang. Motif daun, bun-
ga atau buahdapat juga diukir tersendiri atau secara berjajaran.
7
PROSES PEMBUATAN ADOBSI DAN SIMBOL
Menurut tradisinya, tiang utama Rumah Gadang yang disebut
tonggak tuo yang berjumlah empat buah/batang diambil dari hutan se-
caragotong royong oleh anak nagari, terutama kaum kerabat, dan meli-
batkan puluhan orang.
Batang pohon yang ditebang biasanya adalah pohon juha yang
sudah tua dan lurus dengan diameter antara 40cm hingga 60cm. Pohon
juha terkenal keras dan kuat. Setelah di bawa ke dalam nagari pohon
tersebut tidak langsung di pakai, namun direndam dulu di kolam milik
kaum atau keluarga besar selama bertahun-tahun.
Setelah cukup waktu batang pohon tersebut diangkat atau diban-
gkit untuk dipakai sebagai tonggak tuo. Prosesi mengangkat/memban-
gkit pohon tersebut disebut juga sebagaimambangkik batang tarandam
(membangkitkan pohon yang direndam), lalu proses pembangunan
Rumah Gadang berlanjut ke prosesi berikutnya, mendirikan tong-
gak tuo atau tiang utama sebanyak empat buah, yang dipandang sebagai
menegakkan kebesaran.
The House of the Five Senses di Negeri Be Paviliun Malaysia di World Shanghai Expo 2010 yang
landa yang mengadopsi desain Rumah Gadang mengadopsi desain Rumah Gadang Negeri Sembilan.
Minangkabau.
8
SIMBOL
Gonjong(bagianatapyangmelengkungdanlancip)RumahGadang
menjadi simbol atau ikon bagi masyarakat Minangkabau di samping ikon
yang lain, seperti warna hitam-merah-kuning emas, rendang, dan lainnya.
Hampir seluruh kantor pemerintahan di Sumatera Barat memakai
desain Rumah Gadang dengan atap gonjongnya, walaupun dibangun se-
cara permanen dengan semen dan batu. Ikon gonjong juga dipakai di
bagian depan rumah makan Padang yang ada di berbagai tempat di luar
Sumatera Barat. Logo-logo lembaga atau perkumpulan masyarakat Mi-
nang juga banyak yang memakai ikon gonjong dengan segala variasinya.
FUNGSI
Rumah Gadang sebagai tempat tinggal bersama, mempunyai
ketentuan-ketentuan tersendiri. Jumlah kamar bergantung kepada jum-
lah perempuan yang tinggal di dalamnya. Setiap perempuan dalam kaum
tersebut yang telah bersuami memperoleh sebuah kamar. Sementara per-
empuan tua dan anak-anak memperoleh tempat di kamar dekat dapur.
Gadis remaja memperoleh kamar bersama di ujung yang lain.
Seluruh bagian dalam Rumah Gadang merupakan ruangan lepas ke-
cuali kamar tidur. Bagian dalam terbagi atas lanjar dan ruang yang
ditandai oleh tiang. Tiang itu berbanjar dari muka ke belakang dan
dari kiri ke kanan. Tiang yang berbanjar dari depan ke belakang
menandai lanjar, sedangkan tiang dari kiri ke kanan menandai ruang.
Jumlah lanjar bergantung pada besar rumah, bisa dua, tiga dan em-
pat. Ruangnya terdiri dari jumlah yang ganjil antara tiga dan sebelas.
Rumah Gadang biasanya dibangun diatas sebidang tanah milik
keluarga induk dalam suku/kaum tersebut secara turun temurun[2] dan
hanya dimiliki dan diwarisi dari dan kepada perempuan pada kaum terse-
but[3]. Dihalaman depan Rumah Gadang biasanya selalu terdapat dua
buah bangunan Rangkiang, digunakan untuk menyimpan padi. Rumah
Gadang pada sayap bangunan sebelah kanan dan kirinya terdapat ruang
anjung (Bahasa Minang: anjuang) sebagai tempat pengantin bersanding
atau tempat penobatan kepala adat, karena itu rumah Gadang dinamakan
pula sebagai rumah Baanjuang. Anjung pada kelarasan Koto-Piliang
memakai tongkat penyangga, sedangkan pada kelarasan Bodi-Chani-
9
ago tidak memakai tongkat penyangga di bawahnya. Hal ini sesuai fi-
losofi yang dianut kedua golongan ini yang berbeda, golongan perta-
ma menganut prinsip pemerintahan yang hirarki menggunakan anjung
yang memakai tongkat penyangga, pada golongan kedua anjuang seo-
lah-olah mengapung di udara. Tidak jauh dari komplek Rumah Gadang
tersebut biasanya juga dibangun sebuah surau kaum yang berfung-
si sebagai tempat ibadah, tempat pendidikan dan juga sekaligus men-
jadi tempat tinggal lelaki dewasa kaum tersebut yang belum menikah.
10
BAB II
SISTEM DAN
ADAT PERNIKAHAN
11
ADAT PERNIKAHAN
Dalam tiap masyarakat dengan susunan kekerabatan bagaimana-
pun, perkawinan memerlukan penyesuaian dalam banyak hal. Per-
kawinan menimbulkan hubungan baru tidak saja antara pribadi yang
bersangkutan, antara marapulai dan anak dara tetapi juga antara kedua
keluarga. Latar belakang antara kedua keluarga bisa sangat berbeda baik
asal-usul, kebiasaan hidup, pendidikan, tingkat sosial, tatakrama, bahasa
dan lain sebagainya.
Karena itu syarat utama yang harus dipenuhi dalam perkawinan,
kesediaan dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dari masing-mas-
ing pihak. Pengenalan dan pendekatan untuk dapat mengenal watak
masing-masing pribadi dan keluarganya penting sekali untuk memper-
oleh keserasian atau keharmonisan dalam pergaulan antara keluarga
kelak kemudian. Perkawinan juga menuntut suatu tanggungjawab,
antaranya menyangkut nafkah lahir dan batin, jaminan hidup dan tang-
gungjawab pendidikan anak-anak yang akan dilahirkan.
Berpilin duanya antara adat dan agama Islam di Minangkabau
membawa konsekwensi sendiri. Baik ketentuan adat, maupun ketentuan
agama dalam mengatur hidup dan kehidupan masyarakat Minang, tidak
dapat diabaikan khususnya dalam pelaksanaan perkawinan. Kedua atur-
an itu harus dipelajari dan dilaksanakan dengan cara serasi, seiring dan
sejalan. Pelanggaran apalagi pendobrakan terhadap salah satu ketentuan
adat maupun ketentuan agama Islam dalam masalah perkawinan, akan
membawa konsekwensi yang pahit sepanjang hayat dan bahkan berke-
lanjutan dengan keturunan.
Hukuman yang dijatuhkan masyarakat adat dan agama, walau
tak pernah diundangkan sangat berat dan kadangkala jauh lebih berat
dari pada hukuman yang dijatuhkan Pengadilan Agama maupun Pen-
gadilan Negara. Hukuman itu tidak kentara dalam bentuk pengucilan
dan pengasingan dari pergaulan masyarakat Minang. Karena itu dalam
perkawinan orang Minang selalu berusaha memenuhi semua syarat
perkawinan yang lazim di Minangkabau. Syarat-syarat itu menurut
Fiony Sukmasari dalam bukunya Perkawinan Adat Minangkabau adalah
sebagai berikut : Kedua calon mempelai harus beragama Islam.
12
Kedua calon mempelai tidak sedarah atau tidak berasal dari suku yang
sama, kecuali pesukuan itu berasal dari nagari atau luhak yang lain.
Adapun tata cara adat perkawinan di mingkabau, antara lain :
1.MARESEK
Maresek merupakan penjajakan pertama sebagai permulaan dari rang-
kaian tata-cara pelaksanaan pernikahan. Sesuai dengan sistem keker-
abatan di Minangkabau yaitu matrilineal, pihak keluarga wanita men-
datangi pihak keluarga pria. Lazimnya pihak keluarga yang datang
membawa buah tangan berupa kue atau buah-buahan. Pada awalnya
beberapa wanita yang berpengalaman diutus untuk mencari tahu apa-
kah pemuda yang dituju berminat untuk menikah dan cocok dengan
si gadis. Prosesi bisa berlangsung beberapa kali perundingan sam-
pai tercapai sebuah kesepakatan dari kedua belah pihak keluarga.
2. MAMINANG/BATIMBANG TANDO (BERTUKAR TANDA)
Keluarga calon mempelai wanita mendatangi keluarga calon
mempelai pria untuk meminang. Bila pinangan diterima, maka akan
berlanjut ke proses bertukar tand1a3 sebagai simbol pengikat perjan-
jian dan tidak dapat diputuskan secara sepihak. Acara ini melibat-
kan orangtua, ninik mamak dan para sesepuh dari kedua belah pihak.
Rombongan keluarga calon mempelai wanita datang membawa sirih
pinang lengkap disusun dalam carano atau kampia (tas yang terbuat
dari daun pandan) yang disuguhkan untuk dicicipi keluarga pihak pria.
Selain itu juga membawa antaran kue-kue dan buah-buahan. Men-
yuguhkan sirih di awal pertemuan mengandung makna dan harapan.
Bila ada kekurangan atau kejanggalan tidak akan men-
jadi gunjingan, serta hal-hal yang manis dalam pertemuan akan
melekat dan diingat selamanya. Kemudian dilanjutkan dengan aca-
ra batimbang tando/batuka tando (bertukar tanda). Benda-ben-
da yang dipertukarkan biasanya benda-benda pusaka seperti ker-
is, kain adat, atau benda lain yang bernilai sejarah bagi keluarga.
Selanjutnya berembuk soal tata cara penjemputan calon mempelai pria.
3. MAHANTA SIRIAH/MINTA IZIN
Calon mempelai pria mengabarkan dan mohon doa restu ten-
tang rencana pernikahan kepada mamak-mamak-nya, saudara-sauda-
ra ayahnya, kakak-kakaknya yang telah berkeluarga dan para sesepuh
yang dihormati. Hal yang sama dilakukan oleh calon mempelai wan-
ita, diwakili oleh kerabat wanita yang sudah berkeluarga dengan cara
mengantar sirih. Calon mempelai pria membawa selapah yang ber-
isi daun nipah dan tembakau (sekarang digantikan dengan rokok).
Sementara bagi keluarga calon mempelai wanita, untuk rit-
ual ini mereka akan menyertakan sirih lengkap. Ritual ini ditujukan
untuk memberitahukan dan mohon doa untuk rencana pernikahann-
ya. Biasanya keluarga yang didatangi akan memberikan bantuan un-
tuk ikut memikul beban dan biaya pernikahan sesuai kemampuan.
4. BABAKO-BABAKI
Pihak keluarga dari ayah calon mempelai wanita (disebut bako)
ingin memperlihatkan kasih sayangnya dengan ikut memikul biaya se-
suai kemampuan. Acara ini biasanya berlangsung beberapa hari sebe-
14
lum acara akad nikah. Mereka datang membawa berbagai macam an-
taran. Perlengkapan yang disertakan biasanya berupa sirih lengkap
(sebagai kepala adat), nasi kuning singgang ayam (makanan adat), ba-
rang-barang yang diperlukan calon mempelai wanita (seperangkat bu-
sana, perhiasan emas, lauk-pauk baik yang sudah dimasak maupun
yang masih mentah, kue-kue dan sebagainya). Sesuai tradisi, calon
mempelai wanita dijemput untuk dibawa ke rumah keluarga ayahn-
ya. Kemudian para tetua memberi nasihat. Keesokan harinya, calon
mempelai wanita diarak kembali ke rumahnya diiringi keluarga pi-
hak ayah dengan membawa berbagai macam barang bantuan tadi.
5. MALAM BAINAI
Bainai berarti melekatkan tumbukan halus daun pacar merah
atau daun inai ke kuku-kuku calon pengantin wanita. Lazimnya ber-
langsung malam hari sebelum akad nikah. Tradisi ini sebagai ungka-
pan kasih sayang dan doa restu dari para sesepuh keluarga mempelai
wanita. Perlengkapan lain yang digunakan antara lain air yang berisi
keharuman tujuh macam kembang, daun iani tumbuk, payung kuning,
kain jajakan kuning, kain simpai, dan kursi untuk calon
mempelai. Calon mempelai wanita dengan baju tokah dan ber-
sunting rendah dibawa keluar dari kamar diapit kawan sebayan-
ya. Acara mandi-mandi secara simbolik dengan memercikkan air
harum tujuh jenis kembang oleh para sesepuh dan kedua orang
tua. Selanjutnya, kuku-kuku calon mempelai wanita diberi inai.
6. MANJAPUIK MARAPULAI
Ini adalah acara adat yang paling penting dalam seluruh rang-
kaian acara perkawinan menurut adat Minangkabau. Calon pengan-
tin pria dijemput dan dibawa ke rumah calon pengantin wanita un-
tuk melangsungkan akad nikah. Prosesi ini juga dibarengi pemberian
gelar pusaka kepada calon mempelai pria sebagai tanda sudah dewasa.
Lazimnya pihak keluarga calon pengantin wanita harus memba-
wa sirih lengkap dalam cerana yang menandakan kehadiran mere-
15
ka yang penuh tata krama (beradat), pakaian pengantin pria lengkap,
nasi kuning singgang ayam, lauk-pauk, kue-kue serta buah-buahan.
Untuk daerah pesisir Sumatra Barat biasanya juga menyer-
takan payung kuning, tombak, pedang serta uang jemputan atau uang
hilang. Rombongan utusan dari keluarga calon mempelai wani-
ta menjemput calon mempelai pria sambil membawa perlengkapan.
Setelah prosesi sambah-mayambah dan mengutarakan maksud ke-
datangan, barang-barang diserahkan. Calon pengantin pria beser-
ta rombongan diarak menuju kediaman calon mempelai wanita.
7. PENYAMBUTAN DI RUMAH ANAK DARO
Tradisi menyambut kedatangan calon mempelai pria di ru-
mah calon mempelai wanita lazimnya merupakan momen meriah
dan besar. Diiringi bunyi musik tradisional khas Minang yakni talem-
pong dan gandang tabuk, serta barisan Gelombang Adat timbal balik
yang terdiri dari pemuda-pemuda berpakaian silat, serta disambut
para dara berpakaian adat yang menyuguhkan sirih. Sirih dalam ca-
rano adat lengkap, payung kuning keemasan, beras kuning, kain ja-
jakan putih merupakan perlengkapan yang biasanya digunakan.
Keluarga mempelai wanita memayungi calon mempe-
lai pria disambut dengan tari Gelombang Adat Timbal Balik. Beri-
kutnya, barisan dara menyambut rombongan dengan persembahan
sirih lengkap. Para sesepuh wanita menaburi calon pengantin pria
dengan beras kuning. Sebelum memasuki pintu rumah, kaki calon
mempelai pria diperciki air sebagai lambang mensucikan, lalu ber-
jalan menapaki kain putih menuju ke tempat berlangsungnya akad.
8. TRADISI USAI AKAD NIKAH
Ada lima acara adat Minang yang lazim dilaksanakan setelah
akad nikah. Yaitu memulang tanda, mengumumkan gelar pengan-
tin pria, mengadu kening, mengeruk nasi kuning dan bermain coki.
•Mamulangkan Tando
Setelah resmi sebagai suami istri, maka tanda yang diberikan sebagai
16
ikatan janji sewaktu lamaran dikembalikan oleh kedua belah pihak.
•Malewakan Gala Marapulai
Mengumumkan gelar untuk pengantin pria. Gelar ini sebagai tan-
da kehormatan dan kedewasaan yang disandang mempelai pria.
Lazimnya diumumkan langsung oleh ninik mamak kaumnya.
•Balantuang Kaniang atau Mengadu Kening
Pasangan mempelai dipimpin oleh para sesepuh wani-
ta menyentuhkan kening mereka satu sama lain. Kedua mem-
pelai didudukkan saling berhadapan dan wajah keduan-
ya dipisahkan dengan sebuah kipas, lalu kipas diturunkan
secara perlahan. Setelah itu kening pengantin akan saling bersentuhan.
•Mangaruak Nasi Kuniang
Prosesi ini mengisyaratkan hubungan kerjasama an-
tara suami isri harus selalu saling menahan diri dan meleng-
kapi. Ritual diawali dengan kedua pengantin berebut men-
gambil daging ayam yang tersembunyi di dalam nasi kuning.
•Bamain Coki
Coki adalah permaian tradisional Ranah Minang. Yakni sema-
cam permainan catur yang dilakukan oleh dua orang, papan permainan
menyerupai halma. Permainan ini bermakna agar kedua mempelai bisa
saling meluluhkan kekakuan dan egonya masing-masing agar tercipta
kemesraan.
17
BAB III
SUKU SUKU DI
SUMATERA
BARAT
18
Kerajaan Minangkabau mencakup seluruh Sumatera Barat
daratan, bagian selatan Sumatera Utara, bagian timur Riau, bagian
utara Jambi, bagian utara Bengkulu dan Negeri Sembilan Malay-
sia. Dengan luasnya daerah kerajaan Minangkabau ini tidak her-
an lagi terdapat banyaknya suku-suku di Minangkabau ini dengan
perkembangannya dan kekebaratannya dengan suku-suku lainnya.
Sebagaimana suku-suku lainnya di nusantara terutama Suku
Batak, Suku Mandailing, Suku Nias dan Suku Tionghoa, Suku Mi-
nang juga terdiri atas banyak marga atau klan tapi menganut sistem
matrilineal, yang artinya marga tersebut diwariskan menurut ibu.
Di Minangkabau marga tersebut lazim dikenal sebagai Pada
awal pembentukan budaya Minangkabau oleh Datuk Ketu-
manggungan dan Datuk Perpatih Nan Sebatang, hanya ada em-
pat suku induk dari dua kelarasan. Suku-suku tersebut adalah:
1. Suku Koto
2. Suku Piliang
3. Suku Bodi
4. Suku Caniago
Sekarang suku-suku dalam Minangkabau berkembang terus dan
sudah mencapai ratusan suku, yang terkadang sudah sulit untuk mencari
hubungannya dengan suku induk. Di antara suku-suku tersebut adalah:
Suku Piboda Suku Mandailiang
Suku Pitopang Suku Sipisang
Suku Tanjung Suku Mandaliko
Suku Sikumbang Suku Sumagek
Suku Guci
Suku Dalimo
Suku Panai
Suku Simabua
Suku Jambak Suku Salo
Suku Panyalai Suku Singkuang
Suku Kampai Suku Rajo Dani
Suku Bendang
Suku Malayu
Suku Kutianyie
19
Berikut keterangan tentang suku-suku tersebut:
1. Suku Koto
Suku koto merupakan satu dari dua klan induk dalam suku Mi-
nangkabau. Suku minangkanbau memiliki dua klan (suku dalam bahasa
orang minang) yaitu Klan/suku Koto Piliang dan Klan/suku Bodi Chaniago
2. Suku Piliang
Suku Piliang adalah salah satu suku (marga) yang terdapat da-
lam kelompok suku Minangkabau. Suku ini merupakan salah satu
suku induk yang berkerabat dengan suku Koto membentuk Adat
Ketumanggungan yang juga terkenal dengan Lareh Koto Piliang.
3. Suku Bodi
Suku Bodi adalah salah satu suku (marga) dalam kelom-
pok etnis Minangkabau yang juga merupakan sekutu Suku Cani-
agoAdat Perpatih atau Lareh Bodi Caniago. Kelarasan Bodi-Cani-
ago ini didirikan oleh Datuk Perpatih Nan Sebatang. membentuk
4. Suku Caniago
Suku Caniago adalah suku asal yang dibawa oleh Datuk Per-
patih Nan Sebatang yang merupakan salah satu induk suku di Mi-
nangkabau selain suku Piliang. Suku Caniago memiliki falsafah hid-
up demokratis, yaitu dengan menjunjung tinggi falsafah “bulek aia
dek pambuluah, bulek kato dek mufakat. Nan bulek samo digolong-
20
kan, nan picak samo dilayangkan” artinya: “Bulat air karena pem-
buluh, bulat kata karena mufakat”. Dengan demikian pada mas-
yarakat suku caniago semua keputusan yang akan diambil untuk suatu
kepentingan harus melalui suatu proses musyawarah untuk mufakat.
5. Suku Tanjung
Suku Tanjung merupakan subsuku dari Suku Minangkabau
yang tergolong banyak perkembangan populasinya. Suku ini terse-
bar hampir di seluruh wilayah Minangkabau dan perantauannya.
6. Suku Guci
Adalah salah satu di Minangkabau yang berafilia-
si dalam Lareh Koto Piliang yaitu merapat ke suku Tanjung.
Suku Guci di berbagai daerah bergabung dengan suku-
suku yang berbeda-beda. Di daerah Kecamatan Bayang, Pe-
sisir Selatan, suku Guci serumpun dengan suku Tanjung.
Tapi di Pauh, Padang, suku Guci serumpun dengan Suku Melayu.
Begitu pula di kecamatan Empat Koto, Agam, suku Guci disebut pula se-
bagai suku Guci Piliang, yang berarti suku ini telah merapat pula ke Suku
Piliang, di Nagari Kuraitaji Kecamatan Nan Sabaris Kabupaten Padang
Pariaman & Kecamatan Pariaman Selatan Kota Pariaman, suku Guci
merupakan kelompok masyarakat yang berasal dari suku Piliang yang
menetap di Nagari Kuraitaji karena di nagari ini tidak ada suku Piliang
21
BAB IV
MAKANAN KHAS
MINAGKABAU
22
RENDANG
Rendang atau
randang adalah
masakan daging
bercita rasa pedas
yang menggu-
nakan campuran
dari berbagai bum-
bu dan rempah-
rempah. Masakan
ini dihasilkan dari
proses memasak
yang dipanaskan
berulandge-unlgaanngsantan kelapa. Proses memasaknya memakan waktu ber-
jam-jam (biasanya sekitar empat jam) hingga kering dan berwarna hitam
pekat. Dalam suhu ruangan, rendang dapat bertahan hingga berming-
gu-minggu.Rendangyangdimasakdalamwaktuyanglebihsingkatdansan-
tannya belum mengering disebut kalio, berwarna coklat terang keemasan.
Rendang dapat ditemukan di Rumah Makan Padang di
seluruh dunia. Masakan ini populer di kalangan masyarakat Indo-
nesia dan negara-negara di Asia Tenggara, seperti Malaysia, Sin-
gapura, Brunei, Filipina, dan Thailand. Di daerah asalnya, Mi-
nangkabau, rendang disajikan dalam berbagai upacara adat dan
perhelatan istimewa. Meskipun rendang merupakan masakan tradision-
al Minangkabau secara umum, masing-masing daerah di Minangka-
bau memiliki teknik memasak dan penggunaan bumbu yang berbeda.
Pada tahun 2011, rendang dinobatkan sebagai hidangan per-
ingkat pertama dalam daftar World's 50 Most Delicious Foods (50
Hidangan Terlezat Dunia) yang digelar oleh CNN International.[1]
Rendang memiliki posisi terhormat dalam budaya masyarakat Minangka-
bau. Rendang memiliki filosofi tersendiri bagi masyarakat Minang Suma-
tera Barat,[5] yaitu musyawarah dan mufakat, yang berangkat dari empat
bahan pokok yang melambangkan keutuhan masyarakat Minang, yaitu:
23
Dagiang (daging sapi), merupakan lambang dari “Niniak Mamak” (para
pemimpin Suku adat)
Karambia (kelapa), merupakan lambang “Cadiak Pandai” (kaum Intelek-
tual)
Lado (cabai), merupakan lambang “Alim Ulama” yang pedas, tegas un-
tuk mengajarkan syariat agama
Pemasak (bumbu), merupakan la
bang dari keseluruhan masyarakat Minangkabau.
Dalam tradisi Minangkabau, rendang adalah hidangan yang wajib disa-
jikan dalam setiap seremoni adat, seperti berbagai upacara adat Minang-
kabau, kenduri, atau menyambut tamu kehormatan.
Dalam tradisi Melayu, baik di Riau, Jambi, Medan atau Semenanjung
Malaya, rendang adalah hidangan istimewa yang dihidangkan dalam
kenduri khitanan, ulang tahun, pernikahan, barzanji, atau perhelatan kea-
gamaan, seperti Idul Fitri dan Idul Qurban.
24
KERIPIK SANJAY
Bertandang ke Bukittinggi tidak lengkap rasanya tanpa berfoto di
sekitar Jam Gadang yang telah menjadi ikon kota ini. Tapi sekedar mem-
bawa foto saja tentu tidak akan cukup sebagai oleh-oleh untuk kerabat
dan rekan-rekan di daerah asal. Sedikit cemilan khas asal kota sejuk ini
pastinya akan memberi kesan yang lebih untuk mereka. Dari sekian ban-
yak pilihan kuliner khas, karupuak sanjai mungkin layak menjadi pilihan
utama untuk Anda bawa pulang sebagai oleh-oleh khas dari Bukittinggi.
Meski masyarakat setempat menamakannya karupuak,
penganan ini sebenarnya berwujud keripik berbahan baku sing-
kong. Karupuak sanjai secara umum terbagi menjadi tiga jenis,
tawar tanpa bumbu berwarna putih, asin berwarna kuning, dan ber-
bumbu pedas atau yang populer disebut dengan keripik balado.
Di antara ketiga jenis keripik ini, keripik balado ada-
lah jenis yang paling populer dan dianggap paling khas kare-
na rasanya yang pedas manis. Karenanya, terkadang orang salah
kaprah dan menganggap keripik sanjai adalah keripik jenis balado.
Sebutan Sanjai berasal dari nama sebuah jalan atau daer-
ah di bagian utara Kota Bukittinggi. Jalan Sanjai ini terletak
di Desa Manggis, Kelurahan Manggis Gantiang Sanjai, Kota
Bukittinggi. Munculnya sebutan ini tentu bukan tanpa alasan.
Warga yang bermukim di sekitar Jalan Sanjai ini memang
rata-rata berprofesi sebagai pengrajin keripik singkong. Tidak ha-
nya itu, daerah Sanjai sendiri memang dipercaya sebagai daerah
asal muasal persebaran industri keripik singkong di Bukittinggi.
Menurut sejarahnya, memang warga Sanjai yang pertama kali
memproduksi jenis keripik singkong di daerah sekitar Bukittinggi. Usaha
keripik di Jalan Sanjai ini diperkirakan mulai muncul sekitar tahun 1970-an.
Menurut seorang pengrajin bernama Ibu Rosnita, awal-
nya hanya ada tiga orang pengrajin yang mulai berjualan kerip-
ik singkong ini, yaitu Amai Malan, Amai Seram dan Amai Ter-
imalah. Mereka adalah tiga orang nenek yang berjualan keripik
singkong di Los Maninjau, Kawasan Pasar Atas, Bukittinggi.
Kesuksesan usaha dari ketiga pengrajin ini mengin-
spirasi warga di kawasan Jalan Sanjai untuk ikut memprodu-
25
si keripik Singkong. Karenanya, keripik singkong asal daer-
ah ini di kemudian hari terkenal dengan sebutan karupuak sanjai.
Seiring meningkatnya popularitas penganan ini sebagai
oleh-oleh khas Bukittinggi, bermunculan pula produsen kerip-
ik singkong di daerah-daerah lain, bahkan hingga menyebar ke se-
antero ranah Minangkabau. Uniknya, nama sanjai pun akhirnya men-
jadi sebutan umum untuk jenis keripik singkong asal Bukittinggi ini.
Ibu Rosnita, pemilik usaha keripik sanjai bermerk 'Nipik', menyebut-
kan, dalam sekali produksi tempatnya dapat mengolah sekitar 15
karung singkong. Pengrajin yang juga cucu dari Anai Malan ini men-
gungkapkan, pada hari-hari biasa dirinya melakukan produksi tiga
hari dalam seminggu. Akan tetapi saat musim liburan seperti Leba-
ran atau Natal tiba, produksi bisa setiap hari dari pagi hingga malam.
Pembuatan keripik singkong di Sanjai sebenarnya terbil-
ang sederhana. Keripik berwarna kuning yang bercitarasa asin dib-
uat dengan merendam potongan keripik singkong dalam bum-
bu campuran kunyit, bawang putih, dan garam, sebelum digoreng.
Adapun keripik singkong pedas dibumbui dengan saus gula yang
dibuat dari cabai, bawang merah, bawang putih, dan gula pa-
sir. Saus gula ini dioleskan pada permukaan keripik yang tel-
ah digoreng dengan menggunakan kuas, kemudian dikeringkan.
Di tengah persaingan antar produsen, selain ketiga varian umum
tersebut muncul inovasi-inovasi baru seperti keripik berbentuk stik atau
keripik berbumbu cabai kering. Selain itu, para pengrajin umumnya juga
memproduksi makanan khas lain yang disebut dakak-dakak, yaitu sing-
kong yang dipotong dadu seukuran kurang lebih 1 cm dan digoreng kering
.
26
RESEP
1. Keripik Sanjay Balado
Karupuak sanjai adalah sebutan orang Sumatera akan olahan yang satu
ini, panganan yang dimaksud adalah keripik singkong yang telah diparut
tipis memanjang kemudian dibumbui dengan taburan garam dan lado(-
cabe), sehingga banyaklah orang yang menyebutnya keripik balado. Ker-
ipik ini bisa anda dapatkan bila sedang berkunjung ke daerah padang atau
bukit tinggi, karena memang olahan keripik lezat pedas ini adalah
oleh-oleh khas bukit tinggi atau tepatnya Sumatera Barat. Untuk jenis
dari keripik sanjai sendiri sebenarnya sudah dihadirkan dengan tiga vari-
an yang berbeda, seperti ada yang hanya di beri garam saja (keripik san-
jai tawar), ada yang diberi olesan gula merah (keripik sanjai saka), dan
yang terakhir adalah keripik yang dibumbui lado (keripik balado). Semua
ini sangat lezat dan renyah sekali sehingga sangat cocok untuk anda jad-
ikan buah tangan bila berkunjung ke daerah tersebut.
27
Memang makanan ini cocok sekali untuk cemilan saat bersantai, dan say-
apun ingin sekali mencicipinya. Nah kebetulan saat tahun baru saudara
dari Padang datang, dan dia membawa oleh-oleh keripik balado merek
Christine Hakim khas bukit tinggi, dan ternyata rasanya sangat enak
sekali, dan saya sampai ketagihan dan tak mau berhenti memakannya.
Karena selain rasa renyah dan garing yang dihasilkan dari singkong rasa
manis pedas yang menempel pada keripikpun sangat terasa sekali, untuk
itulah saya penasaran akan resep pembuatannya seperti apa.
Dan tenyata saudara saya tahu resep yang digunakan, oleh karena
itu saya langsung coba. Jadi bagi anda yang mau mencoba membuatnya
silakan ikuti Resep Keripik Sanjai Balado Asli Bukit Tinggi ini.Resep
Keripik Sanjai Balado Asli PadangResep Keripik Sanjai Balado Padang
Bahan-bahan membuat keripik sanjai balado
500 grm ubi singkong, kupas dan parut tipis panjang
1 sdm garam halus
Minyak secukupnya, untuk menggoreng
Bahan Bumbu lado
20 cabe merah, buang dulu bijinya
5 sdm gula pasir
5 siung bawang putih
1 sdm cuka makan
Cara Membuat Keripik Sanjai Balado Asli Padang
Bila singkong sudah diparut, silakan taburi dengan garam dapur
terlebih dulu, aduk merata dan diamkan 10 menit
Sekarang tinggal goreng singkong hingga matang, tapi jangan terlalu
gosong cukup putih saja, angkat dan tiriskan
Silakan anda ulek atau blender semua bahan bumbu lado sampai halus
dan tercampur rata, jangan lupa untuk mencampur cuka juga
Nah, bila sudah sekarang tumis bumbu tersebut sampai matang dan mer-
ah masak, angkat
Sekarang anda tinggal masukan keripik singkong yang sudah di-
goreng ke dalam tumisan bumbu lado, lalu aduk hingga tercampur rata
28
Sekarang anda bisa menyimpannya dalam stoples atau kemasan lainnya,
agar tidak mudah anyep
Keripik sanjai balado siap disajikan.
bererapa contoh sanjay lainya :
Keripik delapan
Sanjai orginal
29
DAFTAR PUSTAKA
Minang Kabau History 2012
http//www.padang raya.com
Suliyati putri 2015. Makanan Khas Sumatera Barat
http//www.SumateraBaratJaya.com
Karya Ibu Minang Resep Makanan 2015 oleh Ibu
PKK SUMATERA BARAT
Majalah Sejarah Rumah Gadang Oleh Pelita Harapan 2013
Universitas Unanda Padang
http//www.imagegoogle.com
30