pengambilan contoh padatan adalah barang atau bahan yang
berupa padatan, baik yang terkemas atau curah yang telah
terkemas dalam kemasan kecil. Padatan dapat d ibedakan
berdasarkan sifat partikelnya, yaitu partikel bahan atau produk
atau komoditas yang mudah meluncur dan disebut bahan
curah (flowing material) dan bahan padatan yang partikelnya
tidak mudah meluncur disebut non - curah (nonflowing
material). Bahan padatan yang bersifat curah antara lain
tepung- tepungan, butiran yang berukuran kecil, atau butiran
yang sifat permukaannya rata (halus) dan sifat partikelnya
keras. Prinsip proses yang harus diikuti dalam pengambilan
contoh padatan dapat dilihat dalam skema berikut:
Gambar 3. Proses pengambilan contoh padatan
b. Teknik pengambilan contoh
Teknik sampling yang digunakan harus dapat menjamin
ketercapaian tujuan pengambilan contoh, teknik sampling tersebut
didasarkan pada aplikasi ilmu statistik. Untuk menjamin keberhasilan
dan mengurangi keragaman hasil, maka metode yang digunakan,
personil yang melaksanakan, peralatan dan tata cara / tata tertib dalam
pengambilan contoh distandarkan oleh Badan Standarisasi Nasional
(BSN). Dalam hal -hal tertentu (seperti analisis forensik), contoh bisa
saja tidak representatif tapi ditentukan oleh ketersediaan. Contoh atau
sampel diperlukan untuk mendapatkan informasi tentangkarakteristik
dari barang/bahan tersebut secara keseluruhan.Contoh diperlukan
berkaitan dengan kegiatan diantaranya :
a. Berkaitan dengan keperluan transaksi
b. Berkaitan dengan keperluan pengujian
c. Berkaitan dengan pengendalian proses produksi
d. Berkaitan dengan standarisasi produk
e. Berkaitan dengan forensik
Pengambilan contoh dapat dilakukan pada barang yang berada di line
produksi, alat transportasi, pada gudang bahan baku atau pada gudang
penyimpanan hasil (produk) dan barang yang ada di tempat-tempat
distribusi atau pemasarannya.
c. Metode pengambilan contoh
Metode, peralatan dan cara penanganan contoh harus dapat
menjamin bahwa kondisi contoh pada saat diambil di lapangan harus
tetap sama sampai dengan proses pengujian atau pengamatan
dilakukan. Kesalahan atau penyimpangan dalam proses pengambilan
contoh dapat berakibat timbulnya kesalahan pada hasil uji atau hasil
pengamatan contoh, sehingga informasi karakteristik yang diperoleh
tidak sesuai dengan keadaan populasi yang sebenarnya. Pelaksanaan
pengambilan contoh harus berdasarkan perencanaan yang telah dibuat
dan memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh pada proses,
metode statistik yang dipakai, tujuan/kegunaan contoh, cara penangan
contoh meliputipengemasan, transpotasi dan penyimpanannya. Bila
dikehendaki, pengecualian, atau penambahan dari prosedur
pengambilancontoh yang ditetapkan, harus direkam secara rinci.
Metode-metode pengambila n cont o h yang umum
digunakan, yaitu:
1) Metode pengambilan contoh acak
Metode pengambilan contoh acak yang sering
digunakan adalah pengambilan acak sederhana.
Pengambilan contoh pada metode ini tidak menghiraukan
susunan anggota populasi. Setiap anggota populasi
merupakan satuan penarikan contoh. Dengan demikian
jumlah satuan penarikan contoh sama dengan jumlah
populasi = N dan jumlah contoh yang akan diambil = n
anggota populasi. Suatu daftar yang memuat semua satuan
penarikan contoh secara jelas disebut kerangka penarikan
contoh.
Selain metode pengambilan contoh acak sederhana
yang biasa digunakan adalah pengambilan contoh acak berlapis.
Metode ini digunakan jika ukuran populasi terlalu besar, dan
diperkirakan terdapat keragaman yang sangat besar antar anggota
populasi, sehingga populasi perlu dipecah menjadi beberapa
subpopulasi atau disebut lapisan . Tiap - tiap lapisan atau
subpopulasi dilakukan sampling dengan cara yang prinsipnya
sama dengan acak sederhana. Dengan cara demikian diharapkan
dapat diperkecil keragaman antar anggota populasi, karena telah
terjadi pengelompokkan sebelumnya.
Gambar 4. Diagram Pengambilan Contoh
2) Mengambil Contoh Bahan yang Berada Di Line Produksi
Proses pengambilan contoh bahan berbentuk curah yang
sedang berada dalam alur proses produksi ( line produksi) dan dalam
alat angkut (dalam system distribusi), contoh diambil pada waktu
bahan sedang bergerak melalui saluran yang mengangkut bahan atau
dari ruang produksi ke gudang atau sebaliknya. Contoh diambil
beberapa kali yang masing-masing bobotnya kira- kira sama pada
periode waktu yang sama. Jumlah contoh yang diambil ditentukan
oleh banyaknya bahan yang harus diwakili atau banyaknya jenis
pengujian yang akan dilakukan. Semakin sering atau semakin
singkat periode pengambilan contoh, semakin kecil jumlah contoh
yang diambil.
Gambar 5. Bahan butiran curah pada lini produksi
3) Mengambil Contoh Bahan Butiran Curah Dalam Gudang
Penyimpanan atau
Gudang Distribusi.
Pengambilan contoh bahan curah yang ada di dalam gudang atau
tumpukan dilakukan pada beberapa titik dari keseluruhan lapisan
tumpukan secara acak. Ukuran bobot yang diambil dari tiap-tiap
titik kira-kira sama. Ukuran contoh yang diambil disesuaikan
dengan ukuran populasi, jenis uji yang dilakukan, frekuensi
pengambilan contoh dan nilai ekonomi barang.
Gambar 6. Gudang Penyimpanan bahan butiran
4) Mengambil Contoh Bahan Butiran Curah yang Berada Dalam Alat
Angkut atau Distribusi.
Pengambilan contoh yang dilakukan pada populasi bahan yang
sedang dalam alat angkutan baik kondisi bongkar atau kondisi muat
prinsipnya hampir sama dengan bahan yang ada dalam ini produksi.
Bahan diambil dalam jumlah sama untuk tiap periode yang sama
sampai diperoleh jumlah contoh dianggap cukup mewakili.
Gambar 7. Bahan butiran dalam pengangkutan
2. Prosedur uji pengambilan contoh bahan utama dan bahan
tambahan pembuatan roti, cake dan pastry
Pengambilan sampe harus dilakukan melalui prosedur pengambilan
sampel baku yang telah ditetapkan. Bahan diperiksa dan dipastikan
cocok untuk diambil sampelnya, sampel dikumpulkan dan dipastikan
bahwa jenis, lokasi sampling, dan waktu sampling sesuai dengan
rencana pengambilan sampel (sampling plan).
a. Rancangan Sampling
Rancang samping ini terdapat empat tipe sampling, yaitu :
1) Sampling Tunggal
Tipe sampling tunggal merupakan tipe sampling paling praktis
dan paling cocok digunakan untuk tujuan ekspor. Keputusan
ditentukan berdasarkan hasil sampling lot. Bila hasil
pemeriksaan sampel memenuhi syarat maka lot diterima,
tetapi bila pemeriksaan sampel tidak memenuhi syarat maka lot
ditolak. Sampling tunggal terdiri dari tiga satuan angka, yaitu
ukuran contoh (n), angka penerimaan (c), dan angka penolakan
(r). Bila sampel yang diambil secara acak sudah memenuhi
jumlah yang ditetapkan, selanjutnya dilakukan pemeriksaan.
Bila sampel yang rusak atau tidak memenuhi syarat
jumlahnya lebih kecil atau sama dengan angka penerimaan
(c), maka seluruh lot dapat diterima dan sampel yang rusak
atau tidak memenuhi syarat harus dibuang. Tetapi bila sampel
yang rusak atau tidak memenuhi syarat jumlahnya lebih besar
atau sama dengan angka penolakan (r), maka seluruh lot harus
ditolak. D a l a m s a m p l i n g tu n g g a l , besarnya angka
penolakan umumnya satu unit lebih besar dari angka
penerimaan. Dengan demikian keputusan untuk menerima
atau menolak selalu dicapai dalam prosedur ini.
2) Sampling ganda ( doubel sampling)
Sampling ganda merupakan metode pengambilan contoh
yang dilakukan dalam dua tahap, apabila tahap pertama
belum dapat diputuskan apakah lot ditolak atau diterima
Sampling ganda dilakukan apabila angka penolakan lebih
besar dari satu unit angka dibandingkan dengan angka
penerimaan , sehingga menghasilkan selang atau rentang.
3) Multiple sampling
Pada p rinsipnya metode multiple sampling sama dengan metode
sampling ganda, hanya jumlah pengambilan sampel lebih dari dua kali.
Penentuan penolakan atau penerimaan lot meningkat dengan
bertambahnya jumlah pengambilan sampel. Simbol # mengindikasikan
bahwa penerimaan langsung tidak diijinka n . Dengan demikian pada
pengambilan sampel pertama hanya ada dua kemungkinan, yaitu menolak lot
atau melakukan pengambilan sampel kedua.
4) Sequential sampling
Suatu metode pengambilan contoh yang dilakukan secara
terus menerus dan tidak ada ukuran contoh yang tetap.
Pengambilan sampel dihentikan apabila telah ditemukan sampel
yang rusak. Keputusan untuk menerima atau menolak diambil
segera ketika bukti sampel yang rusak ditemukan. Persiapan yang
dilakukan untuk pengambilan sampel dapat memperlancar
pengambilan dan penanganan sampel. Dalam persiapan
pengambilan sampel harus dipastikan dahulu bahwa lot yang akan
disampling bersifat homogen, artinya bahan pangan yang terdapat
di dalam lot tersebut harus berasal dari b a h a n b a k u , m e s i n ,
a t a u operator yang sama. Bila tidak homogen maka akan sulit
mengambil sampel yang dapat mewakili lot dan akan sulit pula
untuk melakukan tindakan k o r e k s i d a l a m u p a y a
mengurangi sumber ketidak sesuaian.
lot adalah jumlah atau susunan bahan pangan yang
dihasilkan dan ditangani dengan kondisi yang sama. Dalam
pengertian statistik yang dimaksud dengan lot adalah identik
dengan populasi. U n t u k memperoleh sampel yang benar harus
dipastikan dulu besarnya lot yang akan disampling sehingga setiap
bagian dari lot memiliki peluang yang sama untuk disampling.
Sampel yang diambil sesuai prosedur baku akan mewakili
kumpulsn besar b a h a n p a n g a n y a n g a k a n dianalisa.
Sampel yang mewakili sangat penting, terutama bila akan m e n d
e t e k s i a d a n y a m i k r o b a p a t o g e n a t a u penyebaran
racun pada bahan pangan yang akan diekspor. Dapat dibayangkan
berapa biaya yang harus dikeluarkan apabila ekspor bahan pangan
yang mencapai beberapa kontainer harus dianalisa kandungan
bakteri patogennya dari seluruh bahan pangan, selain mahal dan
lama juga akan menyebabkan kontaminasi dan menghambat
proses produksi. Kerugian yang sama juga akan dialami apabila
sampel yang akan dianalisa merupakan sampel yang diambil t a n
p a m e l a l u i p r o s e d u r pengambilan sampel yang benar
sehingga tidak mewakili bahan pangan yang akan dieskpor.
P e n g a m b i l a n s a m p e l merupakan bagian dari
tahapan analisa mutu untuk mengurangi biaya yang besar, namun
masih dapat mewakili kelompok yang lebih besar, sehingga hasil
analisa dapat menggambarkan kondisi dari kelompok tersebut.
Petugas pengambil sampel harus terlatih, terampil, dan m e m a h a
m i p r o s e d u r pengambilan, penanganan, dan pengiriman
sampel sesuai dengan pedoman BSN 503- 2000. Prosedur
pengambilan sampel bahan pangan harus memperhatikan :
(1) Peralatan yang digunakan harus steril, terutama yang akan
digunakan untuk uji mikrobiologis.
(2) P e n g a m b i l a n s a m p e l dilakukan secara steril sesuai
dengan standar operasional
(3)Secara fisik sampel dapat berbentuk segar, beku, atau hasil
olahan.
Pengambilan sampel sesuai prosedur harus dilakukan karena:
(1) Bila sampel tidak mewakili lot h a s i l n y a t i d a k d a p a t d
i g u n a k a n u n t u k menggambarkan seluruh lot.
(2) Penolakan bahan pangan yang diakibatkan kesalahan
pengambilan sampel akan b e r a k i b a t m e r u g i k a n
perdagangan ekspor.
(3) Hasil analisa dari sampel yang tidak mewakili lot akan
berdampak pada keseharan apabila yang diuji kandungan
bakteri patogen, logam berat, dan residu pestisida.
(4) Tidak ekonomis bila seluruh lot dianalisis.
b. Peralatan yang digunakan dalam pengambilan sampel
Peralatan pengambil sampel antara lain :
1) Sekop
2) Bingkai pengambil sampel
3) Tabung pengambil sampel
4) Frot-end loader
5) Botol sampel yang telah ditimbang
6) Tabung celup
7) Tombak pengambil sampel (spear)
8) Pisau fleksibel
9) Siring
10) Klep akses
11) Botol atau wadah plastik dan wadah sekali pakai
12) Pisau operasi (Scalpel)
13) Perangkat atau sangkar
14) Wadah steril, pipet, loop (alat inokulasi ) dan sendok disposible
c. Memelihara peralatan pengambilan contoh
Peralatan sampling harus terpelihara sehingga siap digunakan untuk
melakukan sampling. Peralatan harus selalu bersih dan bebas dari sisa
bahan pangan yang dapat mempengaruhi pengambilan sampel
berikutnya
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi metode pengambilan contoh bahan
pembuatan bakery, cake dan pastry
Pelaksanaan pengambilan contoh be rda sa rka n pe re nc a
n a a n harus memperhatikan faktor- faktor yang berpengaruh pada
proses, kondisi barang dan hasil dari pengambilan barang dan hasil dari
pengambilan contoh. Metode, peralatan, dan cara penanganan
contoh harus dapat menjamin bahwa kondisi contoh pada saat diambil
di lapangan harus tetap sama sampai dengan proses pengujian atau
pengamatan dilaksanakan. Kesalahan atau penyimpangan dalam
proses pengambilan contoh berakibat pada hasil uji atau pengamatan
contoh tidak sesuai dengan keadaan bahan atau populasi.
a. Tujuan Pengamatan atau Pengujian
Tujuan pengamatan biasanya untuk mengetahui keseragaman atau
nilai rata- rata mutu bahan, dan dapat juga bertujuan untuk menerima
atau menolak suatu bahan. Pengamatan atau pengujian yang bertujuan
untuk menerima atau menolak suatu bahan menuntut contoh yang benar-
benar akurat sebagai wakil populasi. Untuk pengambilan contoh yang
demikian memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi atau jumlah contoh
yang ukurannya besar.
Tujuan dan cara pengambilan contoh tersebut harus jelas. Berisi
antara lain untuk contoh diambil (diuji, diamati, dijadikan arsip,
dijadikan pembanding), bagaimana cara contoh tersebut diambil, cara
contoh ditangani (dikemas, disimpan, dan dikirim). Informasi yang
penting tercantum dalam rencana pengambilan contoh dan
pelaksanaan pengambilan contoh antara lain adalah :
1) Tujuan dari pengujian atau pemeriksaan termasuk informasi tentang
komponen bahan atau mikroorganisme yang akan ditetapkan.
2) Pihak- pihak terkait, pelanggan, petugas pengambil contoh ,
laboratorium, dan lain-lain
3) Sifat bahan contoh, lokasi dan waktu pengambilan contoh.
4) Jumlah contoh, metode pengambilan contoh , pengemasan dan
cara transportasi. Termasuk di dalamnya persyaratan contoh aseptis.
5) Berbagai persyaratan untuk pra penanganan contoh dan pemilihan
metode pengujian.
6) Waktu dan biaya yang diperlukan ( terma suk bia ya
pemeriksa a n, pengambilan contoh, dan biaya analisa
laboratorium).
7) Persyaratan legal formal dan kesepakatan internasional
untuk observasidan lain-lain.
8) Persyaratan untuk dokumentasi
9) Aspek jaminan mutu penyelidikan atau pengujian (aktivitas
pelanggan, pemilik contoh, persyaratan petugas pengambil
contoh, dan pihak-pihak yang terlibat).
b. Sifat Bahan yang Akan Diuji atau Diambil Contohnya
Sifat bahan hasil pertanian atau hasil olahannya yang penting
dalam pengambilan contoh adalah sifat fisis dan mekanisnya. Sifat fisis
yang harus diperhatikan adalah bentuk bahan dan ukuran partikel bahan.
Bentuk fisik bahan yang menyebabkan bahan tidak mudah bergerak baik
dalam tumpukan atau dalam kemasan adalah bentuk seperti serpihan,
bongkahan, serabut, batangan, dan lembaran. Kelompok bahan yang
bersifat tidak mudah bergerak disebut juga non-flowing material atau
non-overflow. Kelompok bahan yang mempunyai sifat mudah bergerak
atau mengalir baik dalam tumpukan atau dalam kemasan disebut juga
flowing material atau overflow. Termasuk dalam kelompok ini adalah
bahan - bahan yang berbentuk butiran kecil atau besar, tepung, pasta dan
cair. Bahan yang termasuk flowing material
dalam kondisi terkemas atau curah mudah untuk dihomogenkan dan
mudah juga berubah homogenitasnya akibat selama penyimpanan
maupun selama distribusi. Kelompok non- flowing material sifatnya
tidak mudah untuk dihomogenisasikan dan juga tidak mudah berubah
jika telah homogen. Hal yang paling kritis dalam pengambilan contoh
berkaitan dengan sifat bahan seperti tersebut adalah penentuan jumlah
dan titik pengambilan contoh.
c. Sifat Metode Pengujian
Setiap pengujian yang diputuskan harus dilakukan terhadap
suatu bahan atau barang hendaknya dianggap pengujian tersebut penting,
utama dan juga kritis. Apapun sifat dan jenis pengujian pada akhirnya
akan digunakan sebagai dasar untuk pengambilan kesimpulan akhir suatu
mutu. Sifat metode pengujian ditinjau pengaruhnya terhadap bahan
contoh sesudah pengujian adalah sifat pengujian yang merusak
(destructive) bahan contoh dan pengujian yang tidak merusak (non-
destructive) bahan contoh. Pengujian yang tidak merusak bahan contoh
seperti uji visual tertentu, uji fisis tertentu memungkinkan dilakukan
terhadap jumlah contoh yang ukurannya besar. Dengan demikian
kemungkinan terjadinya bias akibat jumlah contoh yang tidak bersifat
mewakili populasinya dengan mudah dapat diatasi. Pengujian contoh
yang merusak bahan menuntut jumlah contoh yang seefisien mungkin
terutama untuk jenis bahan atau barang yang memiliki nilai ekonomi
tinggi. Sifat representatif contoh dapat dipertahankan dengan
menerapkan prinsip kehati-hatian, terutama jika jumlah contoh yang
diambil jumlahnya sangat terbatas (sedikit).
d. Petugas Pengambil Contoh
Petugas Pengambil Contoh (PPC) adalah seseorang yang
bertugas mengambil contoh bahan atau barang, untuk tujuan yang
bersifat formal diantaranya untuk pengujian, standarisasi atau forensik.
Kualifikasi petugas pengambil contoh (PPC) diatur di dalam SNI ISO
19024. Kompeten secara teknis dan hukum seseorang sebagai Petugas
Pengambil Contoh dinyatakan dalam bentuk sertifikat yang dikeluarkan
oleh lembaga yang berwenang. Badan yang berwenang mengeluarkan
sertifikat adalah badan atau lembaga sertifikasi personal atau badan
sertifikasi. Seorang Petugas Pengambil Contoh harus mempunyai visi,
kebijakan, sikap dan pengetahuan yang benar dalam melakukan
pengambilan contoh.
1) Visi
PPC dalam melakukan teknik pengambilan contoh harus
mempunyai visi yaitu mengambil contoh sesuai dengan kaidah
yang berlaku dan dilaksanakan secara benar sesuai standar yang
berlaku tersebut. Beberapa kaidah dalam pengambilan sampel
termuat dalam standar pengambilan contoh diantaranya adalah:
(1) SNI 0429-1998 - A: Petunjuk pengambilan contoh cairan dan
semi padat
(2) SNI 0428-1998 - A: Petunjuk pengambilan contoh padatan
(3) SNI 03-7016-2004 - Tata Cara Pengambilan Contoh Dalam
Rangka Pemantauan Kualitas Air Pada Suatu Daerah
Pengaliran Sungai
2) Kebijakan (Wisdom)
PPC dalam melakukan teknik pengambilan contoh harus bijaksana.
Teknik pengambilan contoh menuntut kebijakan petugas pengambil
contoh dalam melakukan tugasnya agar senantiasa menggunakan
hati nurani yang bersih dan melakukan tugasnya secara bijak tanpa
boleh kepentingan-kepentingan lain.
3) Sikap
PPC dalam melakukan teknik pengambilan contoh harus
mempunyai sikap teliti, cermat, hati-hati yang merupakan tuntutan
sikap yang harus dimiliki seorang petugas pengambil contoh.
4) Pengetahuan “know and how”
Petugas pengambil contoh harus memiliki ilmu yang cukup agar
dapat mengambil contoh dengan benar. Mereka tidak hanya dapat
melakukan namun harus juga tahu bagaimana melakukan
pengambilan contoh yang benar dan mengapa melakukan
pengambilan contoh dengan cara tersebut.
Sebelum melaksanakan pekerjaannya Petugas Pengambil
Contoh harus menyusun program atau rencana pengambilan contoh.
Program pengambilan contoh adalah dokumen yang memuat
informasi yang terkait dengan pekerjaan dan legalitas pengambilan
contoh, yang berisi :
1) Tujuan dari pengujian atau pemeriksaan termasuk informasi
tentang komponen bahan atau mikroganisme yang akan
ditetapkan. Pihak-pihak terkait, pelanggan, petugas pengambil
ontoh, laboratorium dll. Sifat bahan contoh, lokasi dan waktu
pengambilan contoh.
2) Jumlah contoh, metode pengambilan contoh, pengemasan dan
cara tranportasi. Termasuk di dalamnnya persyaratan contoh
aseptis.
3) Berbagai persyaratan untuk prapenanganan contoh dan pemilihan
metode pengujian. Waktu dan biaya yang diperlukan (termasuk
biaya pemeriksaan, pengambilan contoh dan biaya analisa
laboratorium).
4) Persyaratan legal formal dan kesepakatan internasional untuk
observasi dll.
5) Persyaratan untuk dokumentasi.
6) Aspek jaminan mutu penyelidikan atau pengujian (aktivitas
pelanggan pemilik contoh, persyaratan petugas pengambil contoh,
dan pihak-pihak yang terlibat).
B. Aktivitas Kelompok
Cari informasi pustaka melalui internet / buku tentang Standar Nasional
Indonesia ( SNI ) berkaitan dengan teknik/metode pengambilan contoh.
Diskusikan informasi yang telah anda peroleh dalam kelompok dan buat
rangkuman / kesimpulan dari diskusi anda Presentasikan hasil diskusi
kelompok di dalam kelas!
No Nomor SNI & Tahun terbitan Isi tentang
C. Aktivitas Mandiri
Berikut adalah data populasi 33,5 27 35 29 27.7 30 , apabila akan diambil
sampel acak berukuran dua unit, maka :
a. Ada berapa banyak sampel yang mungkin terjadi ?
b. Bentukanlah anggota sampel dari masing-masing sampel tersebut dan
hitunglah rata- rata dari tiap sampel yang mungkin.
c. Tunjukkan bahwa taksiran rata-rata yang dihasilkan oleh sampel acak
adalah taksiran yang tak biasa.
D. Lembar Kerja Sswa
Judul Kegiatan : Pengambilan Sample Padat Dalam Kemasan ( Standar
Nasional Indonesia SNI – 0428 – 1998 Petunjuk
Pengambilan Contoh Padatan).
Tujuan : Menetapkan jumlah sample padatan untuk keperluan
inspeksi berdasarkan table acuan Standar Nasional
Indonesia SNI – 0428 – 1998 Petunjuk Pengambilan
Contoh Padatan.
Alat dan Bahan :
Alat Bahan
Gunting karton)
Plastik 1 kg
Selotip / Lak Ban
Tabel SNI Pengambilan Sample
dalam karung dan kemasan kecil
Spidol
Karton Mie instan (40bks)
Timbangan
Kertas Label Besar
Langkah kerja :
1. Amati gudang penyimpanan makanan kering dalam kemasan
2. Lakukan pengambilan sample untuk tujuan isnpeksi terhadap produk
makanan yang ada dalam gudang tersebut sesuai dengan SNI-0428-1998.
Codex Alimentarius S a m p l i n g P L A N S F o r P r e p a c k e t
Food/(AOQL6.5) CAC/RM 42 dan MILSTAND 105 E.
3. Tentukan karton yang akan diambil sample nya
4. Lakukan pengambilan sample untuk tujuan inspeksi
Lembar Pengamatan
No
1
2
3
Kesimpulan:
......................................................................................
......................................................................................
......................................................................................
......................................................................................
......................................................................................
E. Rangkuman
1. Pengambilan contoh atau penarikan contoh (sampling) adalah mengambil
sejumlah atau sebagian bahan atau barang yang dilakukan dengan 9
menggunakan metode tertentu sehingga bagian barang atau bahan yang
diambil bersifat mewakili (representatif) terhadap keseluruhan barang atau
bahan (populasi).
2. Populasi adalah totali ta s a ta u keseluruha n subjek penelitian baik
benda, orang, ataupun suatu hal lain yang di dalamnya bisa diambil
informasi penting berupa data penelitian
3. Contoh atau sampel adalah bagian dari suatu lot (populasi) yang dapat
mewakili sifat dan karakter populasi tersebut.
4. Prinsip pengambilan contoh adalah mengambil bagian dari populasi bahan
dimana tiap anggota populasi berpeluang sama untuk terambil menjadi
contoh.
5. Petugas Pengambil Contoh (PPC) adalah seseorang yang bertugas
mengambil contoh bahan atau barang, untuk keperluan pengujian atau
pengamatan dengan kualifikasi memiliki kemampuan yang telah
dinyatakan kompeten secara teknis dan hukum, oleh suatu lembaga yang
berwenang.
6. Metode-metode pengambilan contoh meliputi metode pengambilan
contoh acak, mengambil contoh bahan yang berada di line produksi,
mengambil contoh bahan butiran curah dalam gudang penyimpanan atau
gudang distribusi, mengambil contoh bahan butiran curah yang berada
dalam alat angkut atau distribusi.
7. Faktor-faktor yang mempengaruhi metode pengambilan contoh meliputi
tujuan pengamatan atau pengujian, sifat bahan yang akan diuji atau
diambil contohnya, sifat metode pengujian, petugas pengambil contoh,
petugas pengambil contoh.
F. Lembar Latihan
1. Jumlah keseluruhan dari unit analisis yang oleh peneliti sesuai dengan
keperluan dan tujuan penelitiannya disebut …
A. populasi
B. variabel
C. sasaran
D. sampel
E. objek
2. Seorang peneliti ingin mengetahui starta sosial ekonomi suatu masyarakat.
Agar tiap kelompok dapat terwakili, maka teknik pengembilan sampel
yang tepat yaitu …
A. sampling acak sederhana
B.sampling sistematis
C. sampling berstrata
D. sampling berkelompo
E. sampling secara kebetulan
3. Seorang peneliti yang secara langsung dapat mengumpulkan data
tertentu, maka data yang terkumpul itu disebut data .…
A. primer
B. sekunder
C. mentah
D. matang
E. dasar
4. Data yang penggolongannya menggunakan jarak atau skala disebut data
....
A. nominal
B. original
C. interval
D. rasional
E. insidental
5. Salah satu ciri yang menonjol dalam penelitian dengan pendekatan
kualitatif yaitu …
A. dilakukan secara terus menerus
B. menggunakan analisis induktif
C. terbatas pada wilayah tertentu
D. menggunakan analisis tertent
E. bersifat deskriptif
6. Apabila populasi cukup besar, maka pengambilan sampel dilakukan
dengan sistem pengelompokan-pengelompokan di mana sampel penelitian
diambil dari setiap kelopok. Teknik tersebut dinamakan sampling...
A. acak
B. starta
C. wilayah
D. rumpun
E. purposive
7. Jika peneliti ingin data dari beberapa kelomopk sosial, maka teknik
pengambilan sampel yang cocok dan dapat mewakili seluruh populasi
adalah …
A.area sampling
B. random sampling
C. purposive sampling
D. proportional sampling
E. cluster sampling
G. Penilain (Sikap, Pengetahuan, Ketrampilan)
a. Penilaian Sikap
Penilaian Sikap dalam melakukan praktik pengambilan sample padat
dalam kemasan pada pengolahan pangan
No Nama siswa Disiplin Tenggang Tanggung Peduli Ketekunan
Rasa jawab belajar
Keterangan:
Skala penilaian sikap dibuat dengan rentang antara 1 s.d 4.
1 = tidak konsisten;
2 = kurang konsisten;
3 = mulai konsisten;
4= selalu konsisten.
b. Penilaian pengetahuan
Jawablah pertanyaan berikut ini dengan benar!
1. Jelaskan singkat tujuan utama pengambilan contoh !
2. Bagaimana bahan yang sedang berada dialur produksi diambil
contohnya?
3. Dapatkah petugas pengambil contoh melakukan pengujian terhadap
contoh yang mereka ambil? Berikan alasannya!
4. Pada kondisi populasi yang bagaimana metode pengambilan contoh
secara acak sederhana tidak dapat digunakan?
5. Sebutkan kegiatan-kegiatan mengidentifikasi populasi atau lot barang !
Keterangan :
Salah = 0
Benar = 5
Nilai = Benar x 20
2. Penilaian Ketrampilan
No Aspek yang dinilai Penilaian
1. Mempersiapkan Instrumen pengambilan
sampel padat dalam kemasan di
Industri pengolahan pangan
2. Pengamatan
3. Data yang diperoleh
4. Kesimpulan
Jumlah
I. Referensi
Anonim. 2014. Dasar Pengambilan Contoh Kelas XI Semester 2. Jakarta:
Direktorat Pembinaan SMK Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia
Anonim. 2014. Keamanan Pangan Kelas X Semester 2. Jakarta: Direktorat
Pembinaan SMK Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia.
Fadlilah Maulani. 2020. Keamanan pangan, penyimpanan, dan
penggudangan. Malang: PT. Kuantum Sejahtera
Henricus T Y, Erna S W. 2019. Keamanan pangan, Penyimpanan dan
Pengudangan. Yogyakarta: Direktorat Pembinaan SMK Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Anonim.MetodeSampling.https://www.academia.edu/6464205/METODE_S
AMPLING
https://bsd.pendidikan.id/data/2013/kelas_11smk/Kelas_11_SMK_Teknik_Peng
ambilan_Contoh_3.pdf
BAB IV
KEGIATAN PEMBELAJARAN 3
MENERAPKAN ASESMEN KEAMANAN PANGAN
A. Lembar Materi
1. Pengertian dan definisi Keamanan Pangan
Keamanan makanan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan kontaminan biologis, kimia dan benda
lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan
manusia. Pangan yang aman serta bermutu dan bergizi tinggi sangat penting
perannya bagi pertumbuhan, pemeliharaan dan peningkatan derajat
kesehatan serta peningkatan kecerdasan masyarakat.
Keamanan pangan merupakan suatu hal yang penting apabila dilihat
dari segi ilmu sanitasi. Apabila dikaitkan dengan adanya bahaya asal pangan
(food-borne hazard) maka keamanan pangan dilakukan setiap tahapan rantai
pangan, sehingga pengendalian proses dilakukan di seluruh rantai pangan
menjadi sangat penting. Keamanan pangan menjamin melalui berbagai
upaya secara terpadu oleh seluruh pihak dalam rantai pangan. Organisasi
dalam rantai pangan mulai dari produsen, produsen primer sampai dengan
pengolahan pangan, operator transportasi dan penyimpanan, subkontraktor
hingga outlet pengecer dan jasa boga (bersama-sama dengan organisasi
yang terkait seperti produsen peralatan, bahan pengemas, bahan pembersih,
bahan tambahan pangan dan ingredien).
Gambar 1. Pencemaran akibat sanitasi yang buruk
Gambar ini menunjukkan bahan pangan dan atau produk olahan tanpa
pelindung/penutup, sehingga sangat mudah untuk terkontaminsai. Sebelum
makanan disajikan pada umumnya mengalami proses pengolahan baik pada
suatu industri pengolahan makanan atau di rumah tangga. Proses
pengolahan tersebut sangat menentukan kualitas makanan, yang dilanjutkan
dengan penyajian. Oleh karena itu pembicaraan mengenai sanitasi dan
hygiene makanan selama proses produksi sampai makanan siap disajikan
menjadi sangat penting. Hal ini dilakukan melalui upaya peningkatan
kualitas kesehatan tempat pengolahan makanan. Apabila kita perhatikan
masih banyak kesehatan dan keamanan pangan yang harus diatasi. Masalah
tersebut merupakan masalah yang semakin komplek dan merupakan
tantangan yang harus dihadapi di masa mendatang, karena di satu pihak
masyarakat akan semakin peka terhadap tuntutan untuk memperoleh
makanan dengan kualitas yang baik sesuai dengan persyaratan yang
ditentukan.
Keamanan pangan merupakan karakteristik yang sangat penting dalam
kehidupan, baik oleh produsen pangan maupun oleh konsumen. Bagi
produsen harus tanggap bahwa kesadaran konsumen semakin tinggi
sehingga menuntut perhatian yang lebih besar pada aspek ini. Kebersihan
suatu produk pangan agar supayan dapat diterima di pasaran dunia
internasional sangat ditentukan oleh faktor keamanan pangan. Di lain pihak
sebagai konsumen sebaiknya mengetahui bagaimana cara menentukan dan
mengkonsumsi makanan yang aman, dan sehat serta halal.
Bahan-bahan dan atau organisme yang mungkin terdapat didalam
makanan dan dapat menimbulkan keracunan terdiri dari bahan kimia
beracun (misalnya beberapa bahan tambahan makanan, obatobatan, logam
dan pestisida). Sedangkan sumber-sumber kontaminasi yang potensial
antara lain : pengolah makanan, peralatan pengolahan dan peralatan
makanan, serta adanya kontaminasi silang. Diperkirakan sekitar 80%
penyakit bawaan makanan/ keracunan makanan disebabkan adanya
kontaminasi mikroba (Tatang Purwidjaja, 1992: 2).
Lima kunci keamanan pangan yang dikembangkan WHO :
a. Jagalah kebersihan
b. Pisahkan pangan mentah dengan pangan matang
c. Masaklah dengan benar
d. Jagalah pangan pada suhu aman
e. Gunakan air dan bahan baku yang aman
Gambar 2. Lima Kunci Keamanan pangan
Sumber : http://indonesiabaik.id/infografis/yuk-mengenal-5-kunci-
keamanan-pangan
Untuk menghasilkan pangan yang berkualitas dan meminimalkan
pencemaran lingkungan, industri pangan perlu menerapkan prinsip
pengolahan pangan yang baik dan pengelolaan lingkungan. Pengolahan
pangan yang baik atau dikenal dengan good manufacturing practices/GMP
adalah implementasi untuk menghasilkan produk pangan yang berkualitas
berdasarkan aspek produksi. Sedangkan berdasarkan prinsip pengelolaan
lingkungan penerapannya dilakukan melalui kegiatan sanitasi dan higiene
pada setiap aspek produksi, dari bahan baku sampai menjadi produk.
2. Prinsip sanitasi industri pengolahan
pangan
Sanitasi adalah ilmu terapan yang menggabungkan prinsipprinsip
desain, pengembangan, implementasi, pemeliharaan, pemulihan, dan/atau
perbaikan praktik higienis dan kondisi sehat. Sanitasi pangan merupakan hal
yang penting karena baik secara langsung maupun tidak langsung, lingkungan
kita akan berhubungan dengan suplai makanan manusia. Contohnya, alam
menyediakan tanaman pangan yang merupakan bahan baku pembuatan
makanan. Namun, kita tidak tahu tingkat keamanan, kebersihan dan kesehatan
yang berkaitan dengan penyakit yang dapat ditimbulkan oleh makanan sebagai
sumbernya. Dalam industri pangan, sanitasi meliputi kegiatan-kegiatan secara
aseptik dalam persiapan, pengolahan dan pengemasan produk makanan;
pembersihan dan sanitasi pabrik serta lingkungan pabrik dan kesehatan pekerja.
Kegiatan yang berhubungan dengan produk makanan meliputi pengawasan
mutu bahan mentah, penyimpanan bahan mentah, perlengkapan suplai air yang
baik, pencegahan kontaminasi makanan pada semua tahap-tahap selama
pengolahan dari peralatan, personalia, hama, serta pengemasan dan
penggudangan produk akhir
Sanitasi merupakan hal penting yang harus dimiliki industri pangan
dalam menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP). Sanitasi dilakukan
sebagai usaha untuk mencegah penyakit/kecelakaan dalam mengkonsumsi
pangan yang diproduksi, dengan cara menghilangkan atau mengendalikan
faktor-faktor di dalam pengolahan pangan yang berperan dalam pemindahan
bahaya (hazard) sejak penerimaan bahan baku, pengolahan, pengemasan dan
penggudangan produk, sampai produk akhir didistribusikan
Tujuan diterapkannya sanitasi di industri pangan adalah untuk
menghilangkan kontaminan dari makanan dan mesin pengolahan makanan
serta mencegah kontaminasi kembali. Manfaat yang dapat diperoleh dari
pengaplikasian sanitasi pada industri bagi konsumen adalah bahwa konsumen
akan terhindar dari penyakit atau kecelakaan karena keracunan makanan.
Sementara itu, bagi produsen dapat meningkatkan mutu dan umur simpan
produk, mengurangi komplain dari konsumen, dan mengurangi biaya
kembalian.
Program sanitasi dijalankan sama sekali bukan untuk mengatasi
masalah kotornya lingkungan atau kotornya pemrosesan bahan, tetapi untuk
menghilangkan kontaminan dari makanan dan mesin pengolahan makanan
serta mencegah terjadinya kontaminasi kembali. Kontaminasi yang mungkin
timbul berasal dari pestisida, bahan kimia, insekta, tikus dan partikel-partikel
benda asing seperti kayu, metal, pecahan gelas dan lainlain, tetapi yang
terpenting dari semuanya adalah kontaminasi mikroba. Keberhasilan suatu
proses sterilisasi panas tergantung dari jumlah awal mikroorganisme dalam
produk pangan pada saat proses pemanasan (sterilisasi ataupun pasteurisasi)
tersebut dimulai, semakin kecil semakin baik.
Sanitasi mempunyai tiga prinsip, yaitu :
a. Bersih secara fisik
b. Bersih secara kimiawi
c. Bersih secara mikrobiologi
Makanan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa makanan
tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit, antara lain
yaitu:
a. Berada dalam derajat kematangan yang dikehendaki
b. Bebas dari pencemaran di setiap tahap produksi dan penanganan
selanjutnya.
c. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat
dari pengaruh enzym, aktivitas mikroba, hewan pengerat, serangga,
parasit dan kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan dan
pengeringan.
d. Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang
dihantarkan oleh makanan (food borne illness).
2. Sumber Kontaminasi pada industri pangan
Pada umumnya kasus keracunan makanan yang terjadi disebabkan oleh
kontaminasi makanan oleh mikroorganisme. Keracunan makanan yang
disebabkan oleh mikroorganisme dapat digolongkan menjadi dua yaitu
intoksikasi dan infeksi.
a. Intoksikasi
Intoksikasi adalah keracunan makanan akibat toksin yang diproduksi
oleh mikroorganisme Mikroba yang tumbuh dalam makanan akan
memproduksi senyawa yang bersifat larut dan beracun. Bila makanan yang
mengandung toksin tersebut dikonsumsi akan dapat menyebabkan penyakit.
Mikroorganisme yang menimbulkan jenis keracunan makanan seperti ini
antara lain adalah Staphylococcus aureus, Clostridium botulinum, C.
perfringens, Bacillus cereus, dan Vibrio parahaemolyticus.
b. Infeksi
Infeksi, yaitu masuknya mikroba ke dalam alat pencernaan manusia.
Di sini mikroba tersebut akan tumbuh, berkembang biak, dan menimbulkan
penyakit. Dalam infeksi seperti ini, toksin juga diproduksi ketika
organismenya sedang tumbuh, tetapi gejala penyakit yang utama bukan
dihasilkan oleh adanya senyawa toksin dalam makanan ketika dikonsumsi
melainkan oleh mikrobanya sendiri. penyembuhan penyakit infeksi ini
membutuhkan pengobatan yang ditujukan untuk menghilangkan mikroba
dari dalam tubuh. Mikroba yang menimbulkan infeksi melalui makanan
antara lain Brucella sp, E. Coli, Salmonella sp, Shigella sp, Streptococcus
grup A, Vibrio cholerae, dan virus hepatitis A.
Sumber kontaminan pada bahan pangan dibagi dalam 2 kelompok
besar yaitu kontaminan primer dan kontaminan sekunder. Kontaminan
primer disebabkan oleh perlakuan sebelum dipanen atau dipotong (untuk
hewan) misalnya berasal dari makanan ternak, pupuk kandang,
penyiraman dengan air tercemar dan lain-lain. Kontaminan sekunder dapat
terjadi pada beberapa tahapan setelah bahan pangan dipanen atau dipotong,
misalnya selama pengolahan, penjualan, penyajian. distribusi maupun
penyimpanan dan persiapan oleh konsumen. Sumber kontaminan sekunder
dapat berasal dari produk itu sendiri misalnya daging, telur, susu, ikan,
unggas, seafood, sayuran, buah-buahan dan rempah-rempah. Bahan
pangan tersebut apabila tidak ditangani secara baik dapat terkontaminasi
oleh mikroorganisme.
Beberapa hal yang memungkinkan untuk menjadi sumber kontaminasi pada
industri pangan secara lebih rinci adalah :
1) Bahan baku mentah Proses pembersihan dan pencucian untuk
menghilangkan tanah dan untuk mengurangi jumlah mikroba pada bahan
mentah. Penghilangan tanah amat penting karena tanah mengandung
berbagai jenis mikroba khususnya dalam bentuk spora.
Gambar 3. Bahan Mentah
(Sumber gambar :https://mutiaraorganik.wordpress.com/category/hasil-
pertanian/)
2) Peralatan/mesin yang berkontak langsung dengan makanan Alat ini harus
dibersihkan secara berkala dan efektif dengan interfal waktu agak sering,
guna menghilangkan sisa makanan dan tanah yang memungkinkan sumber
pertumbuhan mikroba. Peralatan pengolahan yang tidak dicuci bersih seperti
pisau (slicer), talenan, dan peralatan lain yang berhubungan langsung
dengan bahan pangan; juga peralatan saji seperti piring, gelas, sendok, botol
dan lain-lain dapat menjadi sumber kontaminan.
3) Peralatan untuk sterilisasi Harus diusahakan dipelihara agar berada di atas
suhu 75 - 760C agar bakteri thermofilik dapat dibunuh dan dihambat
pertumbuhannya.
4) Air untuk pengolahan makanan Air yang digunakan sebaiknya memenuhi
persyaratan air minum. Jika menggunakan air yang tidak berasal dari keran
utama (misalnya dari tangki air yang tidak bertutup di loteng), air tersebut
dapat mengandung bakteri yang berbahaya
5) Air pendingin kaleng Setelah proses sterilisasi berakhir, kalengnya harus
segera didinginkan dengan air pendingin kaleng yang mengandung
disinfektan dalam dosis yang cukup. Biasanya digunakan khlorinasi air
sehingga residu khlorine 0,5 - 1,0 ppm.
6) Peralatan/mesin yang menangani produk akhir (post process handling
equipment). Pembersihan peralatan ini harus kering dan bersih untuk
menjaga agar tidak terjadi rekontaminasi.
7) Pekerja Pekerja yang menangani makanan dalam suatu industri pangan
merupakan sumber kontaminasi yang penting, karena kandungan mikroba
patogen pada manusia dapat menimbulkan penyakit yang ditularkan
melalui makanan. Sebagai gambaran, manusia yang sehat saja mampu
membawa mikroba seperti Eschericia coli, Staphlococcus aureus,
Salmonella, Clostridium perfringens dan Streptococi (Enterokoki) dari
kotoran (tinja). Streptococi umumnya terdapat dalam kulit, hidung, mulut,
dan tenggorokan, serta dapat mudah dipindahkan ke dalam makanan.
Manusia sehat bisa menjadi pembawa mikroba-mikroba tersebut
dikarenakan pola atau kebiasaan tidak menjaga kebersihan diri sendiri.
8) Hewan Sumber kontaminasi yang kedua adalah berasal dari hewan.
Hewan juga dapat menjadi medium pertumbuhan dan penyebaran
penyakit. Pada industri pangan yang menjadikan hewan sebagai bahan
baku mereka, sangat penting untuk melakukan pemeriksaan hewan
tersebut. Namun, untuk sebagian besar industri pangan tidak menghendaki
adanya hewan yang berada di area pengolahan makanan. Semua hewan
membawa debu, kotoran dan mikroba. Ini termasuk hewan peliharaan
rumah tangga seperti anjing dan kucing. Apabila hewan tersebut diizinkan
berada di dekat makanan, makanan itu dapat terkontaminasi.
9) Debu dan kotoran Debu dan kotoran terdiri atas tanah, kulit mati, bulu-
bulu halus dan berbagai partikel kecil lainnya. Debu dan kotoran ini sangat
mudah tertiup ke makanan setelah terbawa ke dapur melalui pakaian dan
sepatu. Tanah mengandung bakteri Clostridium perfringens penyebab
keracunan makanan dan banyak lagi yang lain.
10) Buangan (sampah) Sampah, terutama sampah dapur, mengandung
makanan busuk, sisasisa makanan, sisa kupasan yang semuanya
mengandung bakteri. Tempat sampah yang terbuka akan menarik lalat dan
hama lainnya yang kemudian membawa bakteri ke makanan.
3. Sanitasi Ruang Produksi/Ruang Pengolahan Pangan
Sesauai dengan pedoman yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian tahun
2009, ruang produksi/ruang pengolahan makanan juga berperan penting dalam
menentukan berhasil tidaknya upaya sanitasi makanan secara keseluruhan.
Ruang produksi yang bersih dan dipelihara dengan baik akan merupakan
tempat yang higienis sekaligus menyenangkan sebagai tempat kerja. Ruang
produksi seperti itu juga dapat menimbulkan citra (image) yang baik bagi
institusi yang bersangkutan. Dua hal yang menentukan dalam menciptakan
ruang produksi yang saniter adalah konstruksi ruang produksi dan tata letak
(layout).
a. Konstruksi Ruang Produksi
Kontruksi bangunan ruang produksi/dapur meliputi dinding, lantai, langit-
langit, ventilasi, dan pencahayaan.
1) Dinding
(a) Letak Min. 20 cm di atas dan di bawah permukaan lantai
(b) Bahan Tahan lama, kedap air, bagian dalam halus, rata, tidak
berlubang, berwarna terang, tidak mudah terkelupas, mudah
dibersihkan. Apabila digunakan pelapis dinding, bahannya harus
tidak beracun (nontocsic).
2) Lantai
(a) bahan Harus kedap air, keras dan padat, tahan air, tahan garam,
tahan asam dan basa serta bahan kimia lainnya
(b) kondisi Permukaan lantai rata dan mudah mengalirkan air
pencucian atau pembuangan. Lantai juga dapat dibuat miring kearah
area pembuangan air, untuk mencegah adanya genangan air, tidak
licin dan mudah dibersihkan. Pertemuan lantai dan dinding tidak
boleh bersudut mati (harus lengkung), kedap air. Pemakaian karpet
sebagai penutup lantai harus dari bahan yang mudah dibersihkan.
Karpet tidak boleh digunakan pada area penyiapan makanan, ruang
penyimpanan, dan area pencucian peralatan karena akan terekspos
air atau minyak.
Gambar 5. Sanitasi Lantai
(Sumber gambar : DitPSMK, Keamanan Pangan. 2014)
3) Langit-Langit
(a) bahan Tahan lama dan mudah dibersihkan
(b) letak Min. 2,5 m di atas lantai dan disesuaikan dengan peralatan,
(c) kondisi Langit-langit terbebas dari kemungkinan catnya
rontok/jatuh atau dalam keadaan kotor dan tidak terawat, tidak rata,
retak atau berlubang.
4) Ventilasi
(a) kondisi
Sirkulasi udara di ruang proses produksi baik (tidak pengap),
lubang-lubang harus mencegah masuknya serangga, hama, dan
mencegah menumpuknya debu atau kotoran, mudah dibersihkan.
(b) bahan
Dapat menghilangkan kondesat uap asap, bau, debu dan panas,
mudah dibersihkan. Dengan demikian dapur memerlukan alat
penghisap (exhaust fan), atau paling tidak dilengkapi dengan
cerobong yang dilengkapi sungkup asap.
5) Pencahayaan
Pencahayaan yang memadai sangat penting untuk menjamin bahwa
semua peralatan yang digunakan di dapur dan ruang penyajian dalam
keadaan bersih. Selain itu pencahayaan yang memadai juga sangat
penting untuk menjamin keberhasilan pekerjaan preparasi/penyiapan,
pengolahan, penyajian, dan penyimpanan makanan. (a) letak
Lampu yang dipasang di atas area prosesing tidak boleh merubah
warna
(b) kondisi
Cukup mendapat cahaya, terang sesuai dengan keperluan dan
persyaratan kesehatan. Lampu dilengkapi dengan screen/pelindung
sehingga aman bila jatuh dan bebas serangga.
b. Tata Letak Ruang Produksi/Pengolahan
Tata letak peralatan ruang produksi yang baik pada dasarnya harus
memenuhi 2 tuntutan yaitu :
1) memungkinkan dilakukannya pekerjaan pengolahan makanan secara
runtut dan efisien.
2) terhindarnya kontaminasi silang produk makanan dari bahan mentah,
peralatan kotor, dan limbah pengolahan. Penataan alat pengolah dan
fasilitas penunjang mengikuti urutan pekerjaan yang harus dilalui, dari
bahan mentah sampai makanan siap disajikan, yaitu mulai preparasi,
pengolahan atau pemasakan, dan penyajian.
Gambar 7. Lay out Pabrilk Pengolahan
Sumber : https://www.tneutron.net/pangan/tata-letak- ruang-produksi/)
4. Sanitasi Sarana dan Prasarana Industri Pengolahan Pangan
Peralatan dalam industri pangan merupakan alat yang bersentuhan
langsung dengan bahan. Untuk menghindari terjadinya kontaminasi maka
peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan harus
sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi persyaratan hygiene sanitasi.
Peralatan pengolahan seperti alat pemotong, papan pemotong (talenan), bak-
bak pencucian/ penampungan, alat pengaduk, alat penyaring, alat memasak
merupakan sumber kontaminan potensial bagi pangan. Frekuensi pencucian
dari alat tersebut tergantung pada jenis alat yang digunakan. Peralatan harus
dicuci, dibilas, dan disanitasi segera setelah digunakan. Pencucian dan
sanitasi peralatan dapat dilakukan secara manual maupun secara mekanis
dengan menggunakan mesin. Pencucian manual diperlukan pada peralatan
besar seperti oven, pemanggang, panci perebus. Pencucian manual juga
diterapkan pada panci, pan, kom adonan, serta pisau.
Prosedur pembersihannya adalah sebagai berikut :
a. Pre Rinse/tahap awal:
Tujuan : menghilangkan tanah & sisa makanan dengan cara dibilas atau
disemprot dengan air mengalir.
b. Pencucian dilakukan dalam bak pertama yang berisi larutan deterjen
hangat. Suhu yang digunakan berkisar anatar 43⁰ - 49⁰C (Gislen, 1983).
Pada tahap ini diperlukan alat bantu sikat atau spon untuk
membersihkan semua kotoran sisa makanan atau lemak. Hal yang
penting untuk diperhatikan pada tahap ini adalah dosis penggunaan
deterjen, untuk mencegah pemborosan dan terdapatnya residu deterjen
pada peralatan akibat penggunaan deterjen yang berlebihan.
c. Pembilasan
Tujuannya untuk menghilangkan sisa kotoran setelah proses
pembersihan. Pembilasan dilakukan dalam bak kedua dengan
menggunakan air hangat. Pembilasan dimaksudkan untuk
menghilangkan sisa detejen dan kotoran. Air bilasan harus sering
diganti. Akan lebih baik jika digunakan air mengalir. Pembasahan,
pelarutan dan pembilasan biasa dilakukan pada sanitasi ruangan (lantai,
dinding, jendela) dan alat-alat besar. Sedangkan kegiatan saniter biasa
digunakan untuk membersihkan alat-alat gelas atau alat-alat yang
digunakan dalam laboratorium.
d. Sanitasi atau Desinfeksi
Tujuannya untuk menghilangkan bakteri sanitasi atau desinteksi
peralatan. Sanitasi atau desinfeksi dapat dilakukan dengan beberapa
metode.
1) Metode pertama adalah meletakkan alat pada suatu keranjang,
kemudian merendamnya dalam bak ketiga yang berisi air panas
bersuhu 77oC, selama paling sedikit 30 detik.
2) Cara lainnya adalah dengan menggunakan bahan sanitaiser seperti
klorin dengan dosis 50 ppm dalam air bersuhu kamar (24oC) selama
paling sedikit 1 menit. Bahan sanitaiser lain yang dapat digunakan
adalah larutan iodin dengan konsentrasi 12,5 ppm dalam air bersuhu
24oC, selama 1 menit atau lebih. Disarankan untuk sering mengganti
air atau cairan pada ketiga bak yang digunakan. Di samping itu suhu
air juga harus dicek dengan thermometer yang akurat untuk
menjamin efektivitas proses pencuciannya.
e. Drying/Penirisan dan Pengeringan
Tujuannya supaya tidak ada genangan air yg menjadi tempat
pertumbuhan mikroorganisme. Pengeringan bisa dilakukan dengan
evaporator/menggunakan lap bersih. Peralatan yang sudah disanitasi
juga tidak boleh dipegang sebelum siap digunakan.
Tabel 1. Jenis pengotoran makanan dan pembersih yang dianjurkan
Jenis Pengotoran Makanan Pembersihan yang
Dianjurkan
Karbohidrat: Deterjen Basa Lemah
Adonan tepung, pasta, kentang, sayuran
Deterjen Basa Lemah
Lemak:
Mentega, minyak, frosting, lemak binatang, Chlorinated alkaline
mentega kacang detergent
Protein Tinggi :
Keju, Kasein, Ikan, Daging puoltry Acid detergent
Mineral:
bayam, air keras, dairy products
5. Bahan Pesanitasi
a. Sumber Pesanitasi
1) Uap
Uap untuk tujuan sanitasi dapat diterapkan dengan menggunakan uap
mengalir pada suhu 170°F (76.7°C) selama 15 menit atau 200°F
(93.3°C) selama 5 menit. Sanitasi dengan uap tidak efektif dan
mahal. Penggunaan uap ini untuk permukaan yang terkontaminasi
berat dapat menyebabkan terbentuknya gumpalan yang keras pada
residu bahan organik dan menghambat penetrasi panas yang
mematikan mikroba.
Gambar 8. Proses Sanitasi dengan Uap
Sumber : www.foodsafetymagazine.com
2) Air Panas Perendaman alat-alat kecil (pisau, bagian-bagian kecil,
perangkat makan, dan wadah-wadah kecil) dalam air yang
dipanaskan hingga 80°C atau lebih tinggi merupakan cara lain untuk
sterilisasi panas. Efek yang mematikan oleh panas ini diduga
disebabkan karena denaturasi beberapa molekul protein di dalam sel.
Akan tetapi penuangan air panas ke dalam wadah bukan merupakan
metode sterilisasi yang dapat diandalkan, karena dengan cara ini suhu
tinggi tidak dapat dipertahankan untuk menjamin sterilisasi yang
cukup. Air panas merupakan cara yang efektif, non selektif untuk
permukaan yang akan bersentuhan dengan makanan. Akan tetapi
spora-spora mikroba dapat tetap hidup selama lebih dari 1 jam pada
suhu air mendidih. Cara sterilisasi sering digunakan untuk plate heat
exchanger dan peralatan makan yang digunakan dalam fasilitas
pelayanan makanan (food service). Udara panas juga dapat digunakan
untuk sanitasi dengan suhu 82.2°C selama 20 menit.
Gambar 9. Proses sanitasi dengan air
Sumber : www.sustainablebrands.com
3) Sanitasi Radiasi
Radiasi pada panjang gelombang 2500A dalam bentuk sinar ultra
violet atau katode energi tinggi atau sinar gama akan menghancurkan
mikroorganisme. Sinar ultra violet telah digunakan dalam bentuk
lampu uap merkuri bertekanan rendah untuk menghancurkan
mikroorganisme di rumah sakit, di rumah dan untuk aplikasi lain
yang serupa. Akan tetapi cara ini mempunyai kelemahan dalam
pemanfaatannya untuk pabrik makanan dan fasilitas pelayanan
makanan, adalah hal total efektivitas. Kisaran mematikan
mikroorganisme yang efektif dari sinar ultra violet ini pendek,
sehingga membatasi penggunaanya dalam pengolahan pangan. Waktu
kontak yang digunakan harus lebih dari 2 menit dan hanya mampu
menghancurkan mikroba yang terkena sinar langsung.
Gambar 10. Alat Radiasi Gambar 11. Karkas yang
di radiasi Sumber :
Sumber : http://rgffoodsanitation.com
http://rgffoodsanitation.com
Gambar 12. Celery yang diradiasi
Sumber : mhttp://rgffoodsanitation.com
4) Sanitasi Kimia
Berbagai sanitaiser kimia tersedia untuk digunakan dalam pengolahan
dan pelayanan makanan. Sanitaiser kimia bervariasi dalam komposisi
kimia dan aktivitas, tergantung pada kondisi. Pada umumnya, makin
pekat suatu sanitaiser, kerjanya makin efektif dan makin cepat. Untuk
memilih sanitaiser yang paling sesuai untuk suatu aplikasi yang
spesifik, maka perlu dimengerti sifat-sifat dari suatu sanitaiser kimia.
Oleh karena sanitaiser kimia tidak mampu berpenetrasi, maka
mikroorganisme yang terdapat dalam retakan-retakan, celah-celah,
lubang-lubang, dan dalam cemaran mineral tidak dapat dihancurkan
seluruhannya. Agar sanitaiser yang dicampurkan dengan bahan
pembersih bekerja secara efektif, maka suhu larutan pembersih harus
55°C atau lebih rendah dan cemaran yang ditimbulkan (yang ada)
hanya ringan. Efektivitas suatu sanitaiser kimia dipengaruhi oleh
faktor-faktor fisik dan kimia seperti yang dijelaskan berikut ini :
(a) Waktu kontak
Populasi mikroba dan populasi sel mempunyai kepekaan yang
bervariasi terhadap sanitaiser, yang disebabkan oleh umur sel,
pembentukan spora, faktor-faktor fisiologis lain yang menentukan
waktu yang dibutuhkan untuk sanitaiser agar efektif. Waktu
kontak minimum 2 menit untuk peralatan dan perlengkapan,
kemudian ada waktu selang 1 menit setelah kontak tersebut,
sebelum alat digunakan.
(b) Suhu
Laju pertumbuhan mikroflora dan laju kematian disebabkan oleh
bahan kimia akan meningkat dengan naiknya suhu. Akan tetapi
suhu yang lebih tinggi, umumnya akan menurunkan tegangan
permukaan, meningkatkan pH, menurunkan viskositas, dan
menimbulkan perubahan-perubahan lain yang dapat memperkuat
daya bakterisidalnya. Pada umumnya kecepatan sanitasi akan
sangat melebihi laju pertumbuhan bakteri, sehingga efek terakhir
dari peningkatan suhu adalah untuk meningkatkan kecepatan
destruksi bakteri. Suhu optimum praktis untuk sanitasi adalah 70 -
100°F (21.1 - 37.8°C). Kenaikan suhu 18°C umumnya akan
mengubah efektivitas dua kali lipat. Yodium bersifat mudah
menguap dan hilang dengan cepat pada suhu di atas 120°F
(48.9°C) atau khlorin menjadi sangat korosif pada suhu lebih dari
120°F. Beberapa sanitaiser tidak efektif pada suhu 40°F (4.4°C)
atau di bawahnya.
(c) Konsentrasi
Peningkatan konsentrasi sanitaiser akan meningkatkan kecepatan
destruksi bakteri. Rekomendasi perusahaan umumnya adalah 50
persen margin of safety. Larutan sanitaiser harus diperiksa secara
rutin dan diganti bila menjadi terlalu lemah dan biasanya
disediakan “test kits” oleh perusahaan. Untuk beberapa sanitaiser
warna dan bau dari larutan dapat merupakan indikasi kekuatan.
(d) pH
Merupakan faktor kunci dalam efisiensi sanitaiser. Perubahan pH
yang kecil saja sudah dapat mengubah aktivitas antimikroba dari
sanitaiser. Senyawa-senyawa khlorin dan yodium umumnya
menurunkan efektivitasnya dengan kenaikan pH. Khlorin akan
kehilangan efektivitas dengan cepat pada pH lebih dari 10,
sedangkan Yodium pada pH lebih dari 5.0. Pada umumnya makin
tinggi pH, sanitaiser makin kurang efektif, kecuali quat
(quaternary ammonium compounds) paling efektif pada pH agak
basa (pH 7 - 9).
(e) Kebersihan alat
Alat harus benar-benar bersih agar diperoleh kontak yang baik
antara sanitaiser dengan permukaan alat. Di samping itu senyawa
hipoklorit, senyawa khlorin lain, senyawa yodium, dan sanitaiser
lain dapat bereaksi dengan bahan organik dari cemaran yang
belum dihilangkan dari peralatan dan menurunkan efektivitasnya
(f) Kesadahan air
Bila air terlalu sadah (lebih dari 200 ppm kalsium), jangan
menggunakan senyawa quat kecuali bila digunakan juga senyawa
sequestering atau chelating. Pencampuran senyawa quat mampu
mengimbangi kesadahan hingga 500 ppm. Bila tidak ada senyawa
sequestering, air sadah akan membentuk lapisan pada permukaan
alat. Sanitaiser dengan efektivitas optimum pada pH rendah (2 -
3) seperti iodophores, juga kurang efektif pada air sadah karena
pH air akan naik. Efektivitas bakterisidal dari hipoklorit tidak
dipengaruhi oleh air sadah, tetapi dalam air yang sangat sadah
(500 ppm) dapat terbentuk endapan.
(g) Incompatible agents
Kontaminasi khlorin atau yodium dengan deterjen alkali akan
menurunkan efektivitas dengan cepat, karena pH akan naik.
Kontaminasi senyawa quart dengan senyawa-senyawa asam
(misal deterjen anionik dan beberapa fosfat), menyebabkan quart
tidak efektif
Gambar 13. Proses Sanitasi dengan bahan kimia
Sumber : www.foodsafetymagazine.com
b. Bahan pesanitasi Kimia
Bahan pesanitasi kimia umumnya dikelompokkan berdasarkan senyawa
kimia yang mematikan mikroorganime yaitu :
1) senyawa-senyawa pelepas khlorin,
2)quaternary ammonium compounds
3) iodophor
4) senyawa amfoterik.
Jenis-jenis bahan pesantasi kimia yang umum digunakan :
1) Senyawa Khlorin
Disinfektan ini bekerja cepat terhadap sejumlah mikroorganisme dan
harganya relatif murah. Sangat cocok sebagai disinfektan umum di
tempat usaha makanan. Harus digunakan pada konsentrasi 100-250 mg
klorin/liter. Senayawa ini paling cocok digunakan pada unit
pengolahan dan pengangkutan makanan. Golongan disinfektan ini
bersifat korosif terhadap bahan logam dan juga bersifat sebagai
pemutih.
2) Hipoklorit
Hipokhlorit adalah sanitaiser yang paling banyak digunakan dalam
industri makanan, tetapi ada sejumlah senyawa khlorin lain yang juga
digunakan dalam jumlah terbatas. Senyawasenyawa tersebut di
antaranya adalah Cl2 dan trisodium fosfat, terkhlorinasi, seperti juga
khloramin organik, turunan asam isosianurik dan
diklorodimetilhidantoin. Bila natrium bergabung dengan hipoklorit untuk
membentuk natrium hipoklorit, reaksi berikut ini akan berlangsung:
3) Gas Klorin
Gas khlorin umum digunakan untuk desinfeksi suplai uap air tetapi juga
dapat digunakan dalam industri pangan. Gas khlorin ini harus diberikan
dalam suplai air dengan kecepatan yang konstan melalui suatu alat yaitu
khlorinator. Pemberian khlorin perlu dilakukan di atas “break point”
(titik balik) air; yaitu pada tingkat di mana kebutuhan khlorin dari air
(chlorin demand), suatu faktor pengubah, yang terutama tergantung
pada jumlah padatan tersuspensi dan bahan organik telah terpenuhi
4) Trisodium phosphat Terklorinasi (CTSP)
CTSP atau 4(Na3PO4.11H2O)NaOCl memberikan larutan hipoklorit
buffer bila dilarutkan dalam air. Senyawa yang relatif mahal ini seing
dicampur dalam formula bubuk. Kadar khlorin bebas rendah (4%) dan
agak inaktif bila ada bahan organik. Senyawa-senyawa penghasil
bromin misalnya natriumbromida dapat ditambahkan untuk menambah
aktifitas bakterisidal.
5) Kloramin
loramin anorganik adalah senyawa yang dibentuk dari reaksi Worin
dengan amonia nitrogen, sedangkan kloramin organik dibentuk melalui
reaksi asam hipoklorit dengan amin, amida, imina atau imida. Senyawa-
senyawa kloramin lain mempunyai efektivitas yang sama atau lebih
efektif dibandingkan hipoklorit dalam menginaktifkan mikroorganisme.
Natrium dikloroisosiamerat lebih aktif daripada natrium hipoklorit
terhadap E. coli.
6) Klorin dioksida (ClO2)
Klorin dioksida diketahui mempunyai daya mengoksidasi 2.5 kali
klorin. Senyawa ini tidak seefektif klorin pada pH 6.5, tetapi pada pH
8.5 ClO2 adalah yang paling efektif. Sifat ini menunjukkan bahwa
ClO2 kurang dipengaruhi oleh kondisi alkali dan bahan organik, oleh
karena itu cocok untuk penanganan air buangan
B. Aktivitas Kelompok
Lakukan pengamatan terhadap kondisi sanitasi disalah satu industri
pengolahan pangan/hasil perikanan (dapat dilakukan dalam satu
semester/tahun sekali, digabungkan dengan materi yang lainnya).
C. Aktivitas Mandiri
Jawabah pertanyaan berikut dengan jelas dan tepat
1. Apa yang dimaksud dengan keamanan pangan?
2. Apa yang dimaksud dengan sanitasi?
3. Sebutkan sumber-sumber yang dapat menyebabkan kontaminasi
pangan?
4. Sebutkan sumber-sumber untuk pelaksanaan sanitasi (pesanitasi)?
5. Sebutkan sifat-sifat bahan sanitaiser yang digunakan dengan baik?
D. Lembar Kerja Siswa
Judul Kegiatan : Sanitasi Menggunakan Bahan Kimia
Tujuan : Setelah menyelesaikan tugas ini peserta didik mampu
menerapkan sanitasi dengan menggunakan bahan kimia
secara cermat dan teliti, apabila disediakan media
pelaksanaan praktik.
Alat : Lap Pel. Sabut cuci, Lap Vinyl / Lap kain, Sapu iju,
Otoklaf, Oven pengering, Ember
Bahan : Detergen, Lysol / Desinfektan, Na3PO4 1%, HCl
1%, Air destilat/air PAM
E. Rangkuman
1. Keamanan makanan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan kontaminan biologis, kimia dan
benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan
kesehatan manusia
2. Lima kunci keamanan pangan yang dikembangkan WHO :
a. Jagalah kebersihan
b. Pisahkan pangan mentah dengan pangan matang
c. Masaklah dengan benar
d. Jagalah pangan pada suhu aman
e. Gunakan air dan bahan baku yang aman
3. Sanitasi mempunyai tiga prinsip, yaitu :
a. Bersih secara fisik
b. Bersih secara kimiawi
c. Bersih secara mikrobiologi
F. Lembar Latihan
1. Ruangan yang baik untuk melakukan uji organoleptik adalah....
A. bersih
B. basah
C. berdebu
D. bising
2. Bahan tambahan pangan yang berguna sebagai pemanis buatan
A. karamel
B. aspartam
C. beta karotin
D. tebu
3. Syarat ruang produksi yang baik....
A. terdapat ruang tunggu
B. terdapat lampu hias
C. terdapat dapur kering
D. terdapat ruang pencuci tangan
4. Segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang
diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan
atau minuman bagi konsumsi manusia disebut....
A. pangan
B. hayati
C. keberkahan
D. alam
5. Suatu upaya yang dilakukan oleh manusia untuk mewujudkan dan
menjamin kondisi lingkungan (terutama lingkungan fisik, yaitu tanah,
air, dan udara) yang memenuhi syarat-syarat kesehatan....
A. keragenan
B. sanitasi
C. perairan
D. kelautan
6. Perhatikan pernyataan-pernyataan di bawah ini !
1. Mencegah oksidasi makanan
2. Mempertahankan pH makanan
3. Memberi rasa enak pada makanan
4. Mempertahankan nilai gizi makanan
Tujuan penambahan bahan kimia dalam makanan ditunjukkan oleh….
A. 2 dan 4
B. 1, 2, dan 3
C. 1, 2, 3, dan 4
D. 1 saja
7. Perhatikan pernyataan berikut.
1. Membunuh mikroba pathogen
2. Membunuh mikroba pathogen dan sporanya
3. Membunuh semua mikroba dan sporanya
4. Membunuh mikroba pathogen dan pembusuk
Pernyataan yang sesuai ntuk sterilisasi komersil dan sterilisasi absolut berturut
turut adalah..
A. 1,3
B. 1,4
C. 2,3
D. 3,4
8. Dalam industry pengolahan pangan ,dibutuhkan sanitizer yang tidak
menimbulkan iritasi, tidak berbau menyengat, dan murah untuk digunakan
dalam sanitasi karyawan / pekerja. Sanitizer yang sesuai adalah dari jenis....
A. Iodofor
B Klorin
C. Fenolik
D. Quartenary
9. Produk olahan berbasis daging dengan karakteristik mudah rusak karena
kontaminasi mikroba sebaiknya di kemas dengan metode..
A. CAS
B. MAS
C. CAP
D. MAP
10. Produk olahan yang memiliki masa simpan lebih dari 3 bulan dan
mengalami penurunan mutu dan berbahaya bila dikonsumsi setelah
terlewati umur simpannya sebaiknya dilengkapi dengan keterangan....
A. Use by date
B. Best before
C. Nutrition fact
D. Serve best after
G. Penilain (Sikap, Pengetahuan, Ketrampilan)
1. Penilaian Sikap
Penilaian Sikap dalam melakukan praktik sanitasi menggunakan bahan
kimia
No Nama siswa Disiplin Tenggang Tanggung Peduli Ketekunan
Rasa jawab belajar
Keterangan:
Skala penilaian sikap dibuat dengan rentang antara 1 s.d 4.
1 = tidak konsisten;
2 = kurang konsisten;
3 = mulai konsisten;
4= selalu konsisten.
2. Penilaian pengetahuan
Jawablah pertanyaan berikut ini dengan benar!
1. Apa yang dimaksud dengan keamanan pangan?
2. Apa yang dimaksud dengan sanitasi?
3. Sebutkan sumber-sumber yang dapat menyebabkan kontaminasi
pangan?
4. Sebutkan sumber-sumber untuk pelaksanaan sanitasi (pesanitasi)?
5. Sebutkan sifat-sifat bahan sanitaiser yang digunakan dengan baik?
Keterangan :
Salah = 0 Penilaian
Benar = 5
Nilai = Benar x 20
3. Penilaian Ketrampilan
No Aspek yang dinilai
1. Mempersiapkan Instrumen sanotasi
menggunakan bahan kimia di
Industri pengolahan pangan
2. Pengamatan
3. Data yang diperoleh
4. Kesimpulan
Jumlah
H. Referensi
Anonim. 2014. Dasar Pengambilan Contoh Kelas XI Semester 2. Jakarta:
Direktorat Pembinaan SMK Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia
Anonim. 2014. Keamanan Pangan Kelas X Semester 2. Jakarta: Direktorat
Pembinaan SMK Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia.
Fadlilah Maulani. 2020. Keamanan pangan, penyimpanan, dan penggudangan.
Malang: PT. Kuantum Sejahtera
Henricus T Y, Erna S W. 2019. Keamanan pangan, Penyimpanan dan
Pengudangan. Yogyakarta: Direktorat Pembinaan SMK Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Anonim.MetodeSampling.https://www.academia.edu/6464205/METODE_SAMP
LING
http://indonesiabaik.id/infografis/yuk-mengenal-5-kunci-keamanan-
pangan
BAB V
KEGIATAN PEMBELAJARAN 4
VALIDASI KEAMANAN PANGAN
A. Lembar Materi
1. Menerapkan Validasi keamanan pangan
Konsep pangan menurut Undang-undang Nomor 7 tahun 1996
adalah segala sesuatu yang berasal dari hayati dan air, baik yang diolah
maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan dan
minuman yang dikonsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan,
bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses
penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman.
Keamanan pangan adalah persyaratan utama dan terpenting dari
semua aspek mutu pangan. Banyak konsumen telah menyadari
pentingnya keamanan pangan dalam in-put bahan baku, proses produksi
hingga terdistribusikan dengan baik. Tanpa adanya sistem keamanan
pangan yang menjadi suatu persyaratan dasar dari suatu produksi
produk pangan, sudah barang tentu produk tersebut menjadi tidak
berguna. Program keamanan pangan adalah dokumen tertulis yang
menjelaskan bagaimana sebuah bisnis akan mengendalikan semua
bahaya keamanan pangan yang dapat muncul pada semua operasi
penanganan pada bisnis makanan tersebut. Program keamanan pangan
dan prosedur yang berhubungan dengannya harus mematuhi
persyaratan legal standar keamanan pangan dan harus disosialisasikan
kepada semua pihak yang menangani makanan. Bila tidak ada program
keamanan pangan, persyaratan keamanan makanan dapat disertakan
dengan prosedur operasi umum.
Validasi adalah upaya memeriksa ketepatan suatu alat ukur
tentang pokok isi atau arti sebenarnya yang diukur sedangkan verifikasi
adalah penerapan metode, prosedur, pengujian, dan cara pendataannya,
disamping pemantauan untuk menentukan kesesuaian dengan rencana.
Tim keamanan pangan harus merencanakan dan menerapkan proses
yang diperlukan untuk memvalidasi tindakan pengendalian dan/atau
kombinasi tindakan pengendalian, dan untuk memverifikasi dan
meningkatkan sistem manajemen keamanan pangan. Dalam validasi
kombinasi tindakan pengendalian organisasi harus memvalidasi
tindakan pengendalian yang dipilih mampu mengendalikan bahaya
keamanan pangan yang telah ditetapkan, dan kombinasi tindakan
pengendalian telah efektif dan mampu memastikan pengendalian
bahaya keamanan pangan pada tingkat yang dapat diterima sehingga
diperoleh produk akhir yang aman. Jika hasil validasi menunjukkan satu
atau dua elemen di atas tidak dapat dikonfirmasi, tindakan pengendalian
dan/atau kombinasi harus dimodifikasi dan diakses ulang.
Pengendalian pemantauan dan pengukuran meliputi :
1. Organisasi harus menetapkan prosedur pengukuran dan pemantauan.
2. Jika perlu untuk memastikan hasil yang sah, peralatan pengukuran
dan metode Rekaman hasil kalibrasi dan verifikasi harus dipelihara.
3. Organisasi harus mengakses keabsahan hasil pengukuran
sebelumnya bila peralatan proses ditemukan tidak memenuhi
persyaratan.
4. Jika peralatan ukur tidak sesuai, organisasi harus melakukan
tindakan yang sesuai pada peralatan dan produk manapun yang
terpengaruh.
Verifikasi keamanan pangan melalui audit internal yaitu meliputi
organisasi harus melaksanakan audit internal pada selang waktu
terencana, program audit harus direncanakan, dengan
mempertimbangkan pentingnya proses dan area yang diaudit, serta
tindakan hasil audit sebelumnya, kriteria, lingkup, frekuensi dan
metode audit harus ditetapkan. Pemilihan auditor dan pelaksanaan
audit harus memastikan objektivitas dan kenetralan proses audit.
Auditor harus tidak mengaudit pekerjaannya sendiri, manajemen
yang bertanggung jawab untuk area yang diaudit harus memastikan
bahwa tindakan dilakukan tanpa ditunda untuk menghilangkan
ketidaksesuaian dan penyebab ketidaksesuaian yang terdeteksi,
tindak lanjut kegiatan harus mencakup verifikasi tindakan yang
diambil dan laporan hasil verifikasi.
2. Melakukan Asesmen Validasi Keamanan Pangan
Sebelum penerapan tindakan pengendalian dimasukkan
dalam PPD Operasional dan Rencana HACCP dan setelah ada
perubahan, organisasi harus memvalidasi bahwa a) tindakan
pengendalian yang dipilih mampu mengendalikan bahaya keamanan
pangan yang telah ditetapkan, dan b) kombinasi tindakan
pengendalian telah efektif dan mampu memastikan pengendalian
bahaya keamanan pangan pada tingkat yang dapat diterima sehingga
diperoleh produk akhir yang aman. Jika hasil validasi menunjukkan
satu atau dua elemen di atas tidak dapat dikonfirmasi, tindakan
pengendalian dan/atau kombinasi harus dimodifikasi dan diases ulang
Validasi ditujukan untuk mencari pembuktian terhadap beberapa hal
sebagai berikut:
a. Penetapan daftar bahaya potensial benar-benar didasarkan kepada
data ilmiah.
b. Daftar pertanyaan yang dipakai untuk memeriksa signifikansi
bahaya menggunakan pengetahuan teknis dan ilmiah
c. Ukuran kendali, baik umum maupun khusus, yang disediakan
untuk pengendali bahaya, bisa dibuktikan pada batas yang diterima.
d. Fluktuasi perubah kendali antara batas kritis definitif tidak
berpengaruh kepada keamanan produk.
e. Tolok ukur dan metode yang digunakan pada ukuran pengendalian
cukup memadai.