WISUDA 2022
SARJANA PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN
(S.Pd.) Ke - 26
MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN
(M.Pd.) Ke - 8
Malang, 27 Agustus 2022
1
SAMBUTAN KETUA SEKOLAH TINGGI PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN
STIPAK – MALANG
Yang terhormat,
Bapak Pdt. Pdt. Budi Setiawan, M.Div., Ketua Badan Pengurus Pusat GSJA
Bapak Pdt. Yusuf Wijaya, Ketua Yayasan Duta Harapan Malang
Bapak, Ibu Dosen, serta seluruh civitas akademikia STIPAK Malang
Bapak Ibu para orang tua, dan keluarga wisudawan
Para wisudawan, wisudawati yang berbahagia
Salam dalam Tuhan Yesus Kristus,
Hari ini adalah hari istimewa yang memberi kebahagiaan kepada kita semua,
khususnya kepada para wisudawan dan wisudawati. Perjuangan panjang selama
lebih kurang empat tahun bagi para sarjana dan lebih kurang tiga tahun untuk para
magister pendidikan berbuah manis. Sekalipun acara wisuda bukanlah segala-
galanya, namun wisuda hari ini adalah suatu pembuktian legal formal kepada dunia
bahwa Anda sekalian telah berhasil dan berkompeten dengan bidang Pendidikan
Agama Kristen.
Pernyataan yang sering kita dengar dalam acara-acara wisuda seperti ini adalah,
“Wisuda bukanlah akhir dari suatu perjalanan pendidikan, melainkan suatu awal
untuk para wisudawan memasuki dunia baru dengan predikat baru.” Saya mengamini
pernyataan tersebut. Sekalipun sebagian besar dari para wisudawan hari ini adalah
guru dan hamba Tuhan yang sudah melayani, namun tetap saja ada rasa bangga dan
tanggung jawab yang semakin besar yang Anda rasakan di pundak Anda. Hari ini dan
hari-hari selanjutnya adalah hari-hari pembuktian diri, kualitas diri dan kompetensi
Anda dalam bidang Pendidikan Agama Kristen.
Atas nama pribadi dan seluruh civitas akademika STIPAK Duta Harapan Malang, saya
menyampaikan selamat dan sukses kepada 14 Sarjana Pendidikan dan 5 Magister
Pendidikan yang diwisuda hari ini. Selamat karena Anda telah berjuang dengan
maksimal dan menyelesaikan dengan baik. Selamat karena Anda telah
membanggakan kami semua yang hadir dalam acara ini. Selamat juga disampaikan
kepada para orang tua, atau wali wisudawan, dan para sponsor yang berkenan hadir
dalam acara ini. STIPAK berharap bahwa para wisudawan akan menjadi orang-orang
yang penting dan berguna untuk untuk keluarga, negara, bangsa dan gereja.
Tema wisuda hari ini adalah “Integritas Guru PAK dalam Merdeka Belajar “ Teks
Alkitab yang mendasari tema ini adalah 2 Timotius 2:2. Jika kita mencermati tema
wisuda tahun lalu, maka tema Integritas Guru PAK menjadi tekanan penting yang
diulangi kembali dalam wisuda ini. Demikian juga dengan teks 2 Timotius 2:2 yang
merupakan pesan seorang guru yang berintegritas tinggi kepada muridnya yang
2
memimpin dan mendidik suatu jemaat besar di kota Efesus. Mengapa tema ini perlu
selalu ditekankan? Karena salah satu sumber krisis pendidikan pada umumnya dan
pendidikan Kristen khususnya adalah tentang integritas guru. Masih belum banyak
ditemukan keselarasan antara kata dan perbuatan yang merupakan ciri utama dari
integritas. Semoga para wisudawan wisudawati hari ini adalah orang-orang yang
layak dipercaya dan dapat mempercayakan pengajaran-pengajaran Kristiani yang
penting dan mendasar kepada orang-orang lain yang akan diajarnya.
Kurikulum Merdeka Belajar masih merupakan topik bahasan yang hangat dalam dua
tahun belakangan ini. Semoga kita memahami substansi dari merdeka belajar
tersebut karena sesungguhnya “merdeka” atau “kemerdekaan” adalah berita yang
dibawa oleh Sang Guru Agung kita, Tuhan Yesus Kristus.
Pada akhirnya, saya menyampaikan banyak terima kasih kepada Panitia Wisuda yang
telah bekerja keras dan bekerjasama demi terselenggaranya acara hari ini. Terima
kasih juga saya sampaikan kepada semua dosen, staf, mahasiswa STIPAK Malang
yang telah bekerja sama dalam semua proses pembelajaran selama tahun akademik
2021/2022 ini. Secara khusus saya hendak menyampaikan banyak terima kasih kepada
Bapak Pdt. Yusuf Willy Wijaya, Ketua Yayasan Duta Harapan yang telah
mempercayakan tanggung jawab pengelolaan STIPAK kepada kami. Kiranya Tuhan
Yesus Kristus memberkati bapak ketua yayasan dan memberkati kita semua.
Terima kasih dan penghargaan juga disampaikan kepada Ketua Badan Pusat
Gereja Sidang Jemaat Allah, Bapak Pdt. Budi Setiawan, M.Div. yang berkenan
memberikan sambutan dalam acara khusus ini.
Segala ucapan syukur, hormat dan pujian kita persembahkan kepada Tuhan Yesus
Kristus, Guru Agung kita.
Demikian sambutan saya.
Malang, 27 Agustus 2022
Dr. Lidia Susanti, S.P,M.P.
Ketua STIPAK Malang
3
IKRAR WISUDAWAN STIPAK
Di hadapan Allah dan umat-Nya yang hadir dalam acara wisuda hari ini, kami
wiudawan-wisudawati berikrar:
1. Setia kepada Allah Bapa, Allah Putra dan Allah Roh Kudus, Allah Tritunggal yang Esa
dan tidak berubah; yang adalah Sumber segala hikmat, pengetahuan, kepandaian
dan kebijaksanaan. Kepada-Nya saja kami akan berbakti dan mengabdikan seluruh
hidup hanya kepada-Nya saja.
2. Setia kepada gereja Tuhan yang adalah Tubuh Kristus, yang dipanggil dan diutus
untuk memberitakan Berita Keselamatan kepada dunia yang membutuhkan
keselamatan.
3. Setia melaksanakan tanggung jawab pemberitaan Injil melalui gereja, sekolah,
lembaga-lembaga pelayanan Kristen, dan di tengah masyarakat.
4. Mengabdikan seluruh ilmu pengetahuan, keahlian dan ketrampilan yang kami miliki
sebagai seorang hamba Tuhan, guru Kristen demi kesejahteraan dan kemaslahatan
negara dan masyarakat Indonesia.
5. Menjunjung tinggi kehidupan moralitas dan spiritualitas Kristen yang sesuai
dengan ajaran-ajaran Alkitab serta merefleksikannya dalam praktek hidup
keseharian melalui relasi hidup yang harmonis dengan sesama.
6. Menjaga nama baik almamater melalui peningkatan kualitas diri dengan tetap
belajar, berdoa, beribadah dan bekerja secara professional .
7. “Apapun juga yang kami perbuat, akan kami perbuat dengan segenap hati kami;
seperti kepada Allah dan bukan kepada manusia.” (Kolose 3:23)
Kiranya Allah Tritunggal menolong kami untuk melaksanakan ikrar ini.
4
PENDAHULUAN
Salah satu tujuan negara yang tercantum dalam pembuakaan UUD 1945
mengamanatkan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur
dengan undang-undang.
Pembangunan Nasional di bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan bangsa
dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang
maju, adil dan makmur.
Perturuan tinggi mempunyai tugas dan kewajiban berupa pemeliharaan dan
pengembangan ilmu pengetahuan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat
sebagi tujuan perguruan tinggi dalam rangka membina kepribadian dan kemampuan
Negara.
Bahwa penyelenggaraan dan pembinaan pendidikan tinggi sebagai sub-system
pendidikan nasional adalah merupakan tanggungjawab pemerintah dan masyarakat
Indonesia, sebagai upaya menjawab tantangan pendidikan, khususnya perguruan
tinggi; baik secara nasional maupun lokal.
Dengan kesadaran inilah gereja terpanggil untuk ikut bertanggung jawab
menciptakan manusia-manusia Indonesia bagi masa depan bangsa. Maka oleh kasih
karunia Tuhan Yang Maha Kuasa dengan segala kemampuan dan potensi yang dimiliki
Sekolah Tinggi Pendidikan Agama Kristen (STIPAK) “Duta Harapan” Malang untuk
meningkatkan pengabdiannya dalam bidang pendidikan tinggi melalui pengembangan
jurusan Agama Kristen sebagai Sekolah Tinggi.
Sekolah Tinggi Pendidikan Agama Kristen Malang menyelenggarakan Pendidikan
Tinggi, menggali, memelihara, mengembangkan dan mengamalkan ilmu demi
tercapainya tujuan pembangunan nasional sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah
dan peraturan yang berlaku.
STIPAK Malang bertekad mengembangkan tugas dan misinya membentuk kader-
kader pembangunan yang ahli, yaitu: sarjana-sarjana Pendidikan Agama Kristen yang
akan mengabdi kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan kualitas manusia
Indonesia yang seutuhnya; sehat jasmani dan kuat dalam iman Kristen.
Dari itu dalam melaksanakan tugas-tugas yang cukup berat dan mulia tersebut,
maka disusunlah buku kenang-kenangan wisuda STIPAK Malang.
5
VISI
Menghasilkan Pendidik Agama Kristen yang berkompetensi dan kreatif serta beretika
Kristen yang unggul.
MISI
1. Mempersiapkan pendidik Pendidikan Agama Kristen yang memiliki Kompetensi
Akademis yang Profesional.
2. Membekali pendidik Pendidikan Agama Kristen yang Kreatif.
3. Membina pendidik Agama Kristen untuk memiliki Etika Kristen yang Alkitabiah.
4. Mewujudkan Pelayanan Secara Maksimal pada Stakeholder melalui
pengembangan kegiatan Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian Kepada
Masyarakat.
TUJUAN
1. Menyelenggarakan Pendidikan yang dapat menghasilkan pendidik Pendidikan
Agama Kristen yang memiliki kompetensi akademis yang professional.
2. Menghasilkan pendidik Pendidikan Agama Kristen yang kreatif.
3. Menyelenggarakan pendidikan yang dapat menghasilkan pendidik Pendidikan
Agama Kristen yang beretika Kristen Alkitabiah.
4. Melengkapi pendidik Pendidikan Agama Kristen untuk melayani secara maksimal
kepada stakeholder melalui pengembangan kegiatan pendidikan pendidikan,
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
STATUS
Sekolah Tinggi Pendidikan Agama Kristen Malang mendapat ijin
penyelenggaraan Program S1 PAK dengan SK. Dirjen Bimas Kristen No. Dj. III/Kep./HK
00.5/707/2016 tgl 31 Agustus 2016. Dan telah TERAKREDITASI oleh BAN PT dengan BAN
PT SK No: 1396/SK/BAN-PT/Akred/S/V/2018. Program Magister PAK juga mendapat ijin
penyelenggaraan dengan SK. Dirjen Bimas Kristen No. Dj. IV/Kep/HK.00.5/706/2016 tgl
31 Agustus 2016. dan telah TERAKREDITASI oleh BAN PT dengan BAN PT SK NO:
276/SK/BAN-PT/Akret/M/VIII/2014.
6
DOKTRIN
1. Sekolah Tinggi Pendidikan Agama Kristen Malang ini berpegang teguh pada
kepercayaan bahwa Alkitab adalah Firman Allah yang diilhamkan oleh Allah dan dasar
dari segala pengajaran
2. Sekolah Tinggi Pendidikan Agama Kristen Malang ini menetapkan Pancasila sebagai
dasar kehidupan bersama, UUD 1945 sebagai dasar hukum dalam bermasyarakat dan
berorganisasi.
SEJARAH
Sekolah Tinggi Pendidikan Agama Kristen (STIPAK) Malang didirikan pada
1982 atas himbauan Pembimas Kristen Jatim (Bapak Hardjo Prajitno) kepada sekolah-
sekolah Teologi di Kota Malang, agar menyelenggarakan Jurusan Pendidikan Agama
Kristen (PAK) yang berijazah Negara dan Berakta. Supaya dapat memenuhi guru-guru
Agama Kristen di Sekolah-sekolah negeri dan swasta.Maka dua orang wakil dari
Sekolah Tinggi Teologi Satyabakti (STT SATI) Pdt. P.H. Mailangkay (Rektor) dan Pdt. W.
Yusuf Wijaya (Ketua Yayasan Duta Harapan sekarang) yang memberi respon positif.
Tahun 1983 STT SATI menyelenggarakan Program D2 PAK berawal di ibukota
Provinsi Jawa Timur, Surabaya dengan SK 57 tahun 1983 Dirjen Bimas Kristen R.I.
Tahun 1984 program ini dialihkan ke kota Malang, demi efektifitasnya lebih efisien,
karena banyak pengajarnya dari kota Malang. Sebagai kelanjutannya mengingat
STIPAK sifatnya interdenominasi, maka tahun 1986 mendapat dukungan gereja-gereja
di Kodya Malang dengan berdasarkan surat BMGK No. 001 / PH / BMGK / I / 86 juga
mendapat restu kesediaan menjadi pelindung walikota madya kepala daerah Tk. II
Malang (Bp. dr. Tom Uripan Nitihardjo, SH) dengan SK no. 4523/916/4016/86.
Tahun 1987 Program D2 ditingkatkan menjadi Program Strata 1 (S1) dengan SK
operasional berdasarkan surat no. 75 Dirjen Bimas Kristen RI yang dibuka sendiri oleh
Direktur Jenderal Bimas Kristen RI (Bp. Dr. Soenarto Martowirjono). Juga direstui serta
dihadiri oleh Bp. Walikota Malang (dr. Tom Uripan Nitihardjo) dan Bp. Bupati Malang
(Bapak Abdul Hamid).
Tahun 1990 atas kesepakatan bersama antara pimpinan STT SATI dan pimpinan
STIPAK Malang dengan surat no.11/SKIS/90 yang dikeluarkan oleh Departemen
Pendidikan Sinode GSSJA di Indonesia, bahwa STIPAK Duta Harapan Malang dapat
menyelenggarakan program pendidikan PAK secara mandiri, lepas dari STT SATI.
Tahun 2005 atas anugerah Tuhan dan kerja keras dari seluruh staf maka STIPAK
Duta Harapan Malang mendapat status Diakui berdasarkan SK No.DS III / Kep. / HK005
7
/ 88 / 1276 / 2005 oleh Dirjen Bimas Kristen RI dan selanjutnya mendapat ijin
penyelenggaraan sampai bulan Nopember 2013.
Tahun 2008 kampus II selesai dibangun di Jl. Janti Barat Blok A No. 47 Kodya
Malang sebagai peningkatan fasilitas belajar yang lebih memadai.Pada tahun 2012,
STIPAK program studi S1 dengan pertolongan Tuhan dan kerja keras seluruh Bagian
Akademik akhirnya mendapat Akreditasi dari BAN PT dengan SK BAN PT SK No:
047/BAN-PT/Ak-XV Tahun 2014. program studi S2 juga telah terakreditasi. Reakreditasi
Program S-1 telah dilaksanakan pada 2018 dengan SK BAN PT SK No. 1396/SK/BAN-
PT/Akred/S/V/2018.
Sejak berdirinya sampai saat ini STIPAK Malang telah menyelenggarakan
Wisuda sebanyak 26 kali dengan jumlah lulusan 783 orang Sarjana PAK dan wisuda
Magister PAK yang ke-8 dengan lulusan 59 orang yang sebagian besar telah menjadi
guru-guru Agama Kristen di sekolah negeri dan swasta dan dosen PTN dan PTS.
8
SUSUNAN ACARA WISUDA Petugas
Acara
1 Prosesi Dewan Kurator Dosen dan
Wisudawan
2 Menyanyikan lagu kebangsaan
“Indonesia Raya”
3 Doa Pembukaan Bpk. Pdt. J. Hendrik S., D.Min., D.Th.
4 Pembukaan sidang terbuka Ibu. Dr. Lidia Susanti., S.P., M.P.
5 Pujian Bersama
6 Orasi Ilmiah Pdt. Budyo Pantoro, M.Th. Ph.D.
7 Hymne dan Mars STIPAK
8 Pembacaan SK Kelulusan Ibu. Kristyana., S.Sos., M.Pd.K.
9 Prosesi Wisuda
10 Doa peneguhan dan pengutusan Pdt. Dr. Yonathan M. M.Th.
11 Penyerahan wisuda kepada keluarga
alumni
12 Sambutan
a. Wakil Wisudawan Bpk. Genia Diantari
b. Ketua STIPAK Ibu. Dr. Lidia Susanti., S.P., M.P.
c. Ketua Yayasan Pdt. Yusuf W. Wijaya., Sm.Th.
d. Pembimas Provinsi Jawa Bpk. Yunus Doloe., S.PAK., MM.
Timur
13 Penutupan sidang terbuka Dr. Lidia Susanti., S.P., M.P.
14 Pujian Bersama “How Great Thou
Art”
15 Penutupan dan doa Berkat
9
BADAN PELAKSANA HARIAN
Pdt. Yusuf W.Wijaya, Sm.Th.
Penasehat
Dr. Lidia Susanti, S.P., M.P.
Ketua Sekolah
Dr. A.J.E Toenlioe, M.Pd.
Pembantu Ketua I
Febe Ika A., M.M.
Pembantu Ketua II
Dra. Siani Listio, M.Pd.K.
Pembatu Ketua III
10
Acara Petugas
1 Prosesi MC
2 Menyanyikan Lagu Kebangsaan
Dirigen
“Indonesia Raya”
3 Doa Pembukaan Kristyana., S.Sos., M.Pd.K.
4 Pembukaan Sidang Terbuka Dr. Lidia Susanti., S.P., M.P.
5 Hymne dan Mars STIPAK
6 Orasi Ilmiah Paduan Suara
7 Pembacaan SK Ketua Dr. Janneman R Usmany, M.Pd.K.
Ka. Prodi S-1 (Juliana Sianturi, M.Pd.)
8 Prosesi Wisuda Ikrar Wisudawan
9 Doa Peneguhan dan Pengutusan Ka. Prodi S-2 (Dr. Yonathan
10 Penyerahan Wisudawan kepada Mujianto, M.Th.)
Setiap Wisudawan
Ikatan Keluarga Alumni
11 Sambutan Dr. Yonathan Mujianto, M.Th.
Dari Dra. Siani Listio, M.Pd.K ke Ibu
a. Wakil Wisudawan s1
b. Wakil wisudawan S2 Yosua Lisana, M.Pd.K.
c. Ketua STIPAK
S1 : Nama wisudawan (wakil)
d. Ketua Yayasan S2 : Nama wisudawan (Wakil )
e. Ketua BPP GSJA Dr. Lidia Susanti., S.P., M.P.
Pdt. Yusuf W. Wijaya., Sm.Th.
Pdt. Budi Setiawan, M.Div
14 Penutupan dan doa Berkat
11
Program Stratum Satu (S1)
Juliana Sianturi, M.Pd.
Ketua Program Studi
Program Pasca Sarjana (S2)
Pdt. Dr. Yonathan Mujianto, M.Th.
Ketua Program studi
Ketua Tim Penjamin Mutu
Dr. Janneman Usmany, M.Pd.K.
Ketua
Ketua Lembaga Penelitian & Pengabdian Masyarakat
Dr. Asieline Wahyu Tri Ardyan, S.Pd.,MM.
Ketua
12
Dosen Tetap STIPAK Malang
Dr. Lidia Susanti, S.P., M.P. Pdt. Dr. Yonathan M. M.Th Dr. A.J.E. Toenlioe, M.Pd.
Dr.Janneman Usmany, M.Pd.K. Dr. Amir Hamzah, S.Pd., M.Pd. Dr. Asieline Wahyu Tri A, S.Pd, M.M
Pdt. Samuel Ruben,S.Th., MA., M.Pd.K. Pdt. Yohannes A. W, Ir, CBC, MA. Juliana Sianturi,S.Pd., M.Pd.
Dra. Siani Listio, M.Pd.K. Kristyana, S.Sos, M.Pd.K. Diana Meita Zain, S.E., M.A., M.Pd.K.
Susane Ikawati, S.Kom, M.Pd.
Harris radityo, M.Pd.
13
Dosen Tidak Tetap STIPAK Malang
Prof. Dr. Nyoman Daniel S. Degeng, M.Pd. Dr. Bambang Ruseno Utomo, M.A. Dr. Bambang Noorsena, M.H.
Amelia Rumbiak, M.Th. Pdt. Budyo Pantoro, M.Th., Ph.D. Ari Sediyanto, M.Pd.
Yosua Lisana S, M.Pd.K. Ketut Indra Budhiarta, S.Kom. Dra. Pudji Djatiningsih, S.Pd.K.
Yeldy Endryanto, Assoc.CIP Elifas Gani, M.Th. Ambar Setyoko, S.Si.,M.Pd.
14
Staf/Pegawai STIPAK
Yusak Candra, S.Pi.
Bendahara
Stefanus. H Kurniajaya, S.I.Pust.
Staf BAAK S1
Haris Radityo, M.Pd.
Staf BAAK S2
Fransiska Kurniajaya, S.Pd.K
Staf BAAK
Staf Perpustakaan
Yolanda, M.Pd.
Hartoto, S.Th.
15
INFO STIPAK
STIPAK menyelenggarakan program-program pendidikan sebagai berikut:
Stratum Satu (S1) Jurusan Pendidikan Agama Kristen (S.Pd.)
o TERAKREDITASI BAN PT SK No: 1396/SK/BAN-PT/Akred/S/V/2018
Stratum Dua (S2) Jurusan Pendidikan Agama Kristen (M.Pd.)
o TERAKREDITASI BAN-PT SK NO: 8400/SK/BAN-PT/Akred/M/XII/2020
Pendaftaran Program S1 akan dibuka pada bulan Januari -Juli 2022.
Pendaftaran Program S2 dapat dilakukan setiap saat sesuai mata kuliah yang
dijadwalkan.
Bagi yang berminat untuk mengikuti program pendidikan STIPAK, silahkan
menghubungi sekretariat STIPAK yang beralamat di:
Jl. Janti Barat A no. 47, Malang
Kotak Pos 105
No Tlp. 0341-8201515/ 081331760096
Email :[email protected]
Website :www.stipakdh.ac.id
Page Facebook : Stipak Malang
Instagram : stipakmalang
Youtube : STIPAK Malang
16
NAMA-NAMA WISUDAWAN/TI STIPAK MALANG
PROGRAM SARJANA (S1)
Nomor 01
Nama : Afleningsih Ndapa Banjal
NIM : 18.1.1.1.1802
TTL : Rindi, 16 April 1999
Asal gereja : Gereja Kristen Sumba (GKS TANALINGU)
Judul Skripsi : Dampak Kompetensi Kepribadian Guru
PAK Dalam Memberikan Motivasi Belajar
Eksrintik Siswa SD Charis Malang Tahun
Ajaran 2021/2022.
Nomor 02
Nama : Priska Natalia Kana Mangngi
NIM : 18.1.1.1.1813
TTL : Tada, 24 Desember 2000
Asal gereja : Gereja Masehi Injili di Timor
Judul Skripsi : Pemahaman Kasih Karunia Bedasarkan
Roma 3 : 23 – 24 Dalam Integritas
Akademik Mahasiswa STIPAK Malang
Semester VIII Tahun Ajaran 2021/2022.
Nomor 03
Nama : Putriana Moju Riwa
NIM : 18.1.1.1.1814
TTL : Utapambapang, 26 Februari 2000
Asal gereja : Gereja Kristen Sumba Jemaat Uta Pambapangu
Judul Skripsi : Pengaruh Kecerdasan Spritual Terhadap
Motivasi Berprestasi Dalam Mata Kuliah
Pengetahuan dan Pengantar Perjanjian
Baru Mahasiswa STIPAK Malang Angkatan
Tahun 2019-2021.
18
Nomor 04
Nama : Christi Apriwulandari
NIM : 18.1.1.1.1804
TTL : Sentral Sari, 08 April 1999
Asal Gereja :GPDI PNIEL KALSEL
Judul Skripsi : Peran Mentor TransformNation Dalam
Pemuridan Ketua Komsel TransformNation
Tahun Ajaran 2021/2022.
Nomor 05
Nama : Immanuel M. Bo'ose
NIM : 18.1.1.1.1810
TTL : Kuala Kapuas, 24 Agustus 1999
Asal gereja : Gereja Pekabaran Injil (GPI) "Jalan suci"
Judul Skripsi : Peran Orang Tua yang Bekerja Sebagai Guru
Dalam Membangun Karakter TAAT Pada
Anak Menurut Ulangan 6 6 – 9 Di SD Charis
National Academy.
Nomor 06
Nama : Yesaya Ngongo Bili
NIM : 18.1.1.1.1819
TTL : Kaliengata, 14 Desember 2000
Asal gereja : Gereja Kristen Sumba
Judul Skripsi : Pembentukan Karakter Mahasiswa STIPAK
Program TRANSFORMNATION Sebagai Calon
Guru PAK Dalam Kegiatan Komsel Melalui
Penerapan Buku Berakar Dalam Kristus Tahun
2021 – 2
19
Nomor 07
Nama : Edi arianto
NIM : 18.1.1.1.1806
TTL : Ajung, 25 Juni 2000
Asal Gereja : Gereja Bethel Indonesia Jemaat Sion Banjarbaru
Judul Skripsi : Motivasi Mahasiswa STIPAK Program
Trnasformnation Angkatan 2018 Dalam
Tugas Praktik Pengalaman Lapangan.
Nomor 08
Nama : Elsy
NIM : 18.1.1.1.1807
TTL : Ujung Pandang, 26 Agustus 1999
Asal gereja : Gereja Kristen Indonesia Sulawesi Selatan
Judul Skripsi : Imlementasi Keterampilan Membimbing dan
Memudahkan Belajar Mahasiswa STIPAK
Program TRANSFORMATION Dalam Manajemen
Kelas PAK SD Tahun Ajaran 2021/2022.
Nomor 09
Nama : Hengki Saputra
NIM : 18.1.1.1.1809
TTL : Sei Limau, 28 November 1997
Asal gereja : Gereja Kalimantan Evangelis Resort
Judul Skripsi : Integritas Mahasiswa STIPAK Duta
Harapan Malang Tahun Angkatan 2018 –
2019 Dalam Mengikuti Kuliah Daring.
20
Nomor 10
Nama : Rosi Damayanti
NIM : 18.1.1.1.1815
TTl : Matarah, 15 September 1999
Asal Gereja : Gereja Kalimantan Evangelis Resort
Judul Skripsi : Pengaruh Strategi Pembelajaran ARCS Dalam
Pelajaran PAK terhadap Achievement Goal di
. Kelas V SDK Charis Academy Malang.
Nomor 11
Nama : Astuti Lestary Tamu Ina
NIM : 18.1.1.1.1803
Ttl : Prailiu, 22 Juni 2000
Asal gereja : GKS Jemaat Payeti
Judul Skripsi : Pengaruh Engagement Learning Dalam
Pembelajaran Online PAK Terhadap Motivasi
Belajar Peserta Didik Kelas III SDK CHARIS
Nomor 12
Nama : Welly Wiloedjeng Istijowati
NIM : 16.2.1.1.1621
TTL : Sidoarjo, 28 November 1968
Asal gereja : GSJA Maranatha Malang
Judul Skripsi : Hubungan Kinerja Guru Sekolah Minggu
Terhadap Minat Kehadiran Murid Sekolah
Minggu Di Gereja Sidang Jemaat Allah
Maranatha Malang.
.
21
Nomor 13
Nama : Thomas Alfadiser
NIM : 17.1.1.1.1714
TTL : Tewah, 11 Agustus 1997
Asal Gereja :
Judul skripsi : Penggunaan Media Pembelajaran Berbasis
Gambar Guna Meningkatakan Pemahaman
Pengajaran Pendidikan Agama Kristen Sekolah
Minggu Usia Pratama di GKIN Ephata Wlingi.
Nomor 14
Nama : Wiliono
NIM : 17.1.1.1.1716
TTL : Blitar, 04 Februari 1993
Asal Gereja :
Judul Skripsi : Peran Pendidikan Agama Kristen Dalam Keluarga
Bagi Pembentukan Karakter Remaja di Gereja
Kristen Injil Nusantara Ephata Wlingi.
22
NAMA-NAMA WISUDAWAN/TI STIPAK MALANG
PROGRAM PASCA SARJANA (S2)
Nomor 01
Nama : Misael Sularno
NIM : 19.3.1.1.1904
TTL : Bandung, 18 September 1979
Asal gereja : GBI Jemaat Kasih Surabaya
Judul Tesis :Studi Fenomologi Tentang Pengalaman Guru
Masa Pandemi Covid -19 : Perspektif Filsafat
Pendidikan Kristen di SD Kristen Cita Hati
Surabaya.
Nomor 02
Nama : Eson Nipsan
NIM : 18.3.1.1.1806
TTL : Banga, 16 Mei 1994
Asal Gereja : GIDI
Judul Skripsi : Pandangan Mahasiswa Yahukimo di Malang
Tentang Pentingnya Pendidikan Agama Kristen
Dewasa Bagi Pertumbuhan Iman di Malang.
Nomor 03
Nama : Yunio Farmelda Sileta Toni
NIM : 14.2.1.1.1513
TTL : Bitan, 02 Juli 1995
Asal Gereja : Gereja Masehi Injil Di Timor
Judul Skripsi : Pengajaran Transformasi Perilaku Keagamaan
Remaja di Era Milenial di GPDI Hermon
Molyorejo Kediri.
23
Nomor 04
Nama : Anna Mahdalena Riung
NIM : 19.3.1.2.1925
TTL : Jakarta, 07 Januari 1976
Asal Gereja : GPDI
Judul Skripsi : Pengaruh Engagement Learning dan
Kecerdasan Emosional Terhadap Pembentukan
Karakter Mahasiswa di STTIAA Mojokerto.
Nomor 05
Nama : Frisda Yanti Gultom
NIM : 19.3.1.1.1903
TTL : Duri, 17 Juni 1994
Asal Gereja : GSJA "BET ELOHIM" – Pandaan
Judul Skripsi : Pengaruh Motivasi Belajar dan Engagement
Learning Terhadap Kegigihan (Grit).
24
INTEGRITAS GURU PAK DALAM MERDEKA BELAJAR
PENGANTAR
Yang saya hormati, Ibu Ketua Sekolah Tinggi Pendidikan Agama Kristen (STIPAK) Malang
beserta seluruh dewan curator
Para wisudawan, wisudawati yang berbahagia
Para undangan, para orang tua, dan seluruh civitas akademikia STIPAK Malang yang dikasihi
Tuhan Yesus Kristus
Pada hari yang khusus ini, perkenankanlah saya untuk menyampaikan pidato khusus sehubungan
dengan tema wisuda tahun ini.
Saya akan memulai dengan memberikan sekelumit gambaran tentang beberapa masalah
pendidikan di Indonesia, dan kemudian akan membahas beberapa pemikiran yang berhubungan
dengan pendidikan pemerdekaan atau dalam konteks ini adalah merdeka belajar. Selanjutnya akan
membahas tentang integritas guru PAK sebagai refleksi orasi ini.
Memperhatikan waktu yang tersedia, maka tidak semua bagian orasi ini akan dibacakan. Beberapa
bagian yang merupakan inti sesuai tema wisuda ini akan dibahas khusus sebagai benang merah
pemikiran merdeka belajar.
Para hadirin dapat membaca seluruh orasi ini sebagaimana yang saya telah cantumkan. Juga
referensi-referensi yang tersedia dalam daftar bacaan di bagian akhir pidato ini.
MASALAH PENDIDIKAN KITA
Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber
daya manusia sangat dipergaruhi oleh kualitas pendidikan. Kualitas pendidikan sangat ditentukan
oleh kualitas guru dan kurikulum, disamping perangkat sekunder pendidikan lainnya.
Sekalipun tidak selalu demikian sebagaimana, namun korelasi antara kemajuan bangsa, kualitas
sumber daya manusia dan kualitas pendidikan adalah realitas primer yang selama ini diyakini.
Realitas empirik memperlihatkan bahwa negara-negara maju di dunia ini adalah negara-negara
yang kualitas pendidikannya menempati urutan tertinggi.
25
Menurut Laporan Tahunan Negara Terbaik (dalam sistem pendidikan) yang dilakukan oleh US
News and World Report, BAV Group, dan Wharton School of the University of Pennsylvania
mencadangkan seluruh bagian pendidikan. Laporan tersebut mensurvei ribuan orang di 78 negara,
kemudian memeringkat negara-negara tersebut berdasarkan tanggapa atas survei yang dilakukan.
Survei yang dilakukan pada 2021 tersebut, menempatkan sepuluh negara teratas dengan sistem
pendidikan terbaik yakni: 1) Amerika Serikat; 2) Inggris Raya; 3)Jerman; 4) Kanada; 5) Perancis;
6) Swiss; 7) Jepang; 8) Australia; 9) Swedia; 10) Belanda.
Studi tahunan lain yang dilakukan oleh Global Citizens of Human Rights dengan menggunakan
metodologi dan kriteria yang berbeda mengukur sepuluh tingkat pendidikan dari tingkat
pendaftaran anak usia dini hingga keaksaraan dewasa, pada 2020 memperlihatkan hasil berbeda.
1) Denmark; 2) Finlandia; 3) Jepang; 4) Kanada; 5) Swedia; 6) Jerman; 7) Israel; 8) Belanda; 9)
Singapura; 10) Korea Selatan.
Dalam survei 2021, Indonesia berada pada urutan ke 54 di bawah Slovenia pada urutan 53, dan di
atas Filipina pada urutan 55.1
Sekalipun pendidikan bukanlah segala-galanya, namun membaca hasil survei lembaga-lembaga
internasional yang kredibel dan juga memperhatikan realitas kondisi negara-negara yang
berprestasi dalam bidang pendidikan, maka hasil-hasil ini memberikan gambaran mengenai posisi
negara kita dalam kancah sistem pendidikan dunia. Dan hasil ini memperlihatkan masih jauhnya
sistem pendidikan yang ideal ada di negara kita.
Beragam persoalan pendidikan di Indonesia dapat diibaratkan seperti benang kusut yang
memerlukan waktu dan kesabaran untuk mengurai kekusutan persoalan tersebut. Beberapa
persoalan besar yang menonjol dalam dunia pendidikan Indonesia antara lain adalah: politisasi
pendidikan, komersialisasi pendidikan, liberalisasi pendidikan, pemerataan pendidikan,
pendanaan pendidikan, dan berbagai masalah tekhnis lainnya.
1 Best Countries for Education https://www.usnews.com ; Education Rankings by
Country 2022 – World Population Review, https://worldpopulationreview 30 Mei 2022 diakses
pada 17 Agustus 2022 26
Sehubungan dengan tema wisuda tahun ini, orasi ini hendak mengangkat dua hal khusus, yakni
Merdeka Belajar dan Integritasi Guru dalam konteks pendidikan Kristen. Saya mengajak kita
semua untuk memikirkan substansi dari Merdeka Belajar dari pemahaman historis, teologis,
filosofis dan praktis. Demikian juga tentang integritas guru dalam pemahaman teologis dan praktis
berdasarkan Surat Paulus kepada Timotius, seorang guru muda yang memimpin jemaat kedua
terbesar di Asia Kecil.
Menurut beberapa literatur pendidikan, bahwa pemikiran Raden Mas Suwardi Suryadiningrat,
atau Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia, banyak dipengaruhi oleh pemikiran-
pemikiran tokoh pendidikan dunia seperti, J.J. Rousseau, Rabindranath Tagore (1861-1941), John
Dewey, Maria Telca Montessori (1870 -1952), seorang pendidik, ilmuan dan dokter
berkebangsaan Italia, Krescheinteiner, seorang pakar pendidikan Jerman, dan Friedrich Willam
August Frobel (1782-1852)2 Kita akan melihat sekilas sumbangsih pemikiran para tokoh
pendidikan tersebut.
Berbicara tentang pendidikan pemerdekaan3 atau merdeka belajar maka tidak bisa tidak
menyinggung sumbangan pemikiran Paulo Freire, tokoh pendidikan Brasil yangdiakui sebagai
bapak pendidikan kristis di dunia yang pemikiran-pemikirannya masih terus dibicarakan dalam
dunia pendidikan di berbagai negara di dunia hingga saat ini.
Selanjutnya, kita akan melihat pemikiran tokoh pendidikan Indonesia seperti J.B Mangunwijaya,
seorang romo Katolik, seorang arsitek, seorang pendidik, budayawan, sastrawan yang sejak awal
telah banyak berbicara tentang pendidikan pemerdekaan khususnya pada tingkat pendidikan dasar.
2 Ki Hajar Dewantara , Biografi Singkat 1889-1959, 2009, Yogyakarta, 47-48, Dari Tagore,
ia mendapat gagasan untuk mengembangkan pendidikan yangb mengutamakan pengembangan
kepribadian anak. Selanjutnya, Montessori mengutamakan pelatihan panca indra untuk
mengembangkan tabiat dan kekuatan jiwa anak. Yang paling berpengaraiuh pada Ki Hajara
Dewantara adalah konsep Frobel yang menekankan pengembangan angan-angan anak dengan
cara mengajak anak berpikir melalui permainan. Lihat juga, GTK Kemendikbud, Tokoh Yang
Berpengaruh Terhadap Filosofi Ki Hajar Dewantara, https:gtk.kemendikbud.go.id. 15 September
2020
3 Istilah Pendidikan Pemerdekaan ini digunakan oleh Romo Mangunwijaya dalam buku
Pendidikan Pemerdekaan yang kemudian diterbitkan dengan judul baru Sekolah Merdeka.
27
Semua pokok yang akan dibicarakan dalam orasi ini tidak dapat dibahas secara mendalam
mengingat keterbatasan waktu dan juga keterbatasan literatur. Namun topik ini dapat menjadi
wacana pembuka bagi kita semua, khususnya bagi kita di kampus Sekolah Tinggi Pendidikan
Agama Kristen (STIPAK) Malang ini.
PEMIKIRAN-PEMIKIRAN AWAL
Latar Belakang
Pertanyaan awalnya adalah mengapa? Mengapa ada Kurikulum Merdeka Belajar.4
Kondisi pandemik yang terjadi dalam dua tahun terakhir ini telah menyebabkan kondisi krisis
pendidikan di Indonesia ini semakin menjadi. Berbagai strategi pembelajaran telah diupayakan,
salah satunya adalah dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Studi yang dilakukan oleh Inrawati,
Prihadi dan Siantoro (2020) di sembilan provinsi di Indonesia menunjukan bahwa pada awal
pelaksanaan PJJ, hanya 68% anak yang mendapatkan akses pembelajaran dari rumah. Kondisi ini
diperburuk dengan siswa yang melaksanakan PJJ pun tidak mendapatkan kualitas pembelajaran
yang sama sebagaimana sebelum pandemic. Banyak siswa hanya menerima instruksi, umpan balik
dan interaksi yang terbatas dari guru mereka.5
Berbagai dampak serius yang terjadi akibat pandemic covid-19 adalah ketertinggalan pelajaran
(learning loss) dan kesenjangan pembelajaran (learning gab) telah mendorong Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan untuk menerbitkan Kurikulum Darurat pada 2020. Kurikulum
darurat atau kurikulum dalam kondisi khusus ini pada dasarnya merupakan penyederhanaan
kurikulum nasional. Hal-hal yang dilakukan dalam kurikulum darurat antara lain adalah
pengurangan kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran sehingga guru dan siswa dapat
berfokus pada kompetensi yang esensial dan prasyarat untuk melanjutkan pembelajaran pada
tingkat selanjutnya.6
Kerumitan persoalan pendidikan di Indonesia tidak dapat diselesaikan hanya dengan
4 Dalam sejarahnya, di Indonesia lebih kurang dua belas kali terjadi
perubahan/pergantian kurikulum.
5 Kajian Akademik, Kurikulum untuk Pemulihan Pembelajaran (Kurikulum Merdeka),
https://www.infodidaktik.com 21 Februari 2022 diakses pada 17 Agustus 2022
6 Ibid. 28
meningkatkan anggaran pendidikan atau merancang kurikulum, karena sesungguhnya ada hal-hal
lain yang lebih substansial yang perlu dilakukan yakni merumuskan filsafat pendidikan “asli”
Indonesia.7 Dengan memahami filsafat pendidikan “ala” Indonesia, maka tujuan-tujuan
pendidikan nasional dapat dicapai.
Kurikulum Merdeka dirancang sebagai bagian dari upaya Kemendikbudristek untuk mengatasi
krisis belajar yang telah lama kita hadapi, dan menjadi semakin parah karena pandemi. Krisis ini
ditandai oleh rendahnya hasil belajar peserta didik, bahkan dalam hal yang mendasar seperti
literasi membaca. Krisis belajar juga ditandai oleh ketimpangan kualitas belajar yang lebar antar
wilayah dan antar kelompok sosial-ekonomi.
Kondisi-kondisi inilah yang antara lain menjadi latar belakang lahirnya Kurikulum Merdeka
Belajar. Selain hal-hal praktis tentu ada alasan-alasan filosofis maupun politis yang melatar
belakangi lahirnya kurikulum ini.
Pemikiran tentang “Pendidikan Merdeka” sesungguhnya bukan sebuah “barang baru” yang
muncul karena situasi pandemik ini. Pendidikan Merdeka memiliki sejarah panjang, ratusan tahun,
dengan beragam latar belakang dan konteks kelahiran yang berbeda. Di Indonesia sendiri, Bapak
Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara merupakan pelopor Pendidikan Merdeka tersebut.
Berikut adalah gambaran pemikiran-pemikiran tentang Pendidikan Merdeka dalam rentang
sejarah.
Pemikiran Ki Hajar Dewantara
Raden Mas Suwardi Suryainingrat dilahirkan sebagai seorang berlatarbelakang “darah biru” dari
lingkungan keraton, Pura Pakualam, Yogyakarta pada 02 Mei 1889. Menurut garis keturunan yang
ada seharusnya menjadi ahli waris dan diangkat menjadi Sri Paku Alam III, namun ia menolak
kedudukan tersebut karena kondisi keretakan di kalangan keraton yang terjadi.
7 Badningkan pemikiran H.A.R. Tilaar, Apakah Ada Filsafat Indonesia,? Dalam Pedagogik
Teoretis untuk Indonesia, 2015, 34-46. Dalam uraiannya Tilaar menjelaskan diskusi para ahli
untuk menjawab pertanyaan tersebut. Tilaar juga menunjukan bagaimana bangsa-bangsa di
Indonesia yang memiliki filsafat seperti Tiongkok, India, Jepang. Tilaar selanjutnya memberikan
gambaran hal-hal pokok apa yang seharusnya ada dalam filsafat Indonesia (baca Filsafat
Pendidikan Indonesia) 29
Ketika genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, Suwardi berganti nama menjadi Ki
Hajar Dewantara. Nama Raden Mas Suwardi Suryaningrat ditanggalkan pada 23 Februari 1928.
Nama Ki Hajar ditemukan dalam rangkaian-rangkaian diskusi yang sering diikutinya. Suwardi
diakui oleh teman-temannya sebagai orang yang paling mahir dalam tema pendidikan, keguruan,
dan pengajaran.
Dikisahkan bahwa suatu hari Raden Mas Sutatmo Suryakusumo (Anggota Volkstrad dari Budi
Utomo, yang kemudian terlibat perdebatan dengan Sutan Takdir Alisyahbana) secara spontan
memanggil Suwardi dengan sebutan Ki Ajar. Dari situlah nama Ki Hajar ditemukan. Dengan
demikian gelar namanya Raden Mas dihilangkan dari yang sebelumnya kerap disebut di depan
namanya.8 Perubahan nama yang terjadi pada Ki Hajar Dewantara, sedikit banyak mempengaruhi
cara perjuangannya. Pada awalnya perjuangan ki Hajar bersifat radikal dan frontal, namun sejak
perubahan nama tersebut Ki Hajar lebih mengutamakan pendekatan budaya terutama melalui
bidang pendidikan dan pengajaran.
Awalnya Ki Hajar Dewantara adalah seorang jurnalis yang mengobarkan nasionalisme lewat
tulisan-tulisanya. Pemikiran-pemikiran Ki Hajar tentang kemerdekaan Indonesia telah ada
sebelum tahun 1928. Beliaulah yang mengilhami Wage Rudolf Supratman untuk menciptakan lagu
Indonesia Raya.
Perjuangan Ki Hajar Dewantara, Douwes Dakker, dan Dr. Cipto Mangunkusumo (kemudian lebih
dikenal dengan Tiga Serangkai) melawan penjajah Belanda melalui pendirian Indische Partij
(1912) pada akhirnya membuat tiga serangkai ini diasingkan oleh pemerintah. Douwes Dekker
dibuang ke Timor Kupang, Dr. Cipto Mangunkusumo dibuang ke Pulau Banda, sedangkan
Suwardi Suryadiningrat dibuang ke Bangka. Namun tidak lama kemudian Tiga Serangkai ini
diasingkan ke Belanda. Bersamaan dengan itu pemerintah kolonial Belanda membubarkan
Indische Partij. Partai ini dilarang karena dianggap mengobarkan sikap nasionalisme anti penjajah
dan pemikiran-pemikiran tentang kemerdekaan.
Sewaktu berada di pembuangan di Belanda inilah Suwardi Suryaningrat menekuni pendidikan
8 Suprapto Raharjo, 2009, Ki Hajar Dewantara, Biografi Singkat (1889-1959), 30
Yogyakarta, Garasi , 18-19
secara serius. Para pendidik besar seperti Maria Montessori, Rabridranath Tagore, dan terutama
Friedrich Frobel sangat mempengaruhi pemikiran Suwardi yang kemudian terlihat dalam konsep-
konsep pendidikan yang dirumuskannya, yang dipadukan dengan kearifan lokal, khususnya
budaya Jawa. Perjuangan Ki Hajar Dewantara dilakukan melalui pendirian Perguruan Taman
Siswa pada 1922.
Ringkasan pemikiran Ki Hajar Dewantara yang diwujudkan dalam Asas Taman Siswa
1. Mengatur Diri Sendiri (Zelfbeschikkingsrecht). Hak mengatur diri sendiri berdiri
bersama dengan tertib dan damai (orde en vrede) dan bertumbuh menurut kodrat
(natuurlikje grui). Ketiga hal ini merupakan dasar alat pendidikan bagi anak-anak yang
disebut Metode Among.
2. Kemerdekaan Batin, Pikiran dan Tenaga bagi Anak-anak. Pengajaran berarti
mendidik anak mencari sendiri ilmu pengetahuan yang perlu dan baik untuk lahir, batin,
dan umum. Oleh karena itu, guru tidak dibenarkan untuk selalu memberi ilmu
pengetahuan, tetapi juga harus diusahakan bahwa guru mampu mendidik anak-anak untuk
mandiri dan merdeka.
3. Kebudayaan Sendiri. Kebudayaan sendiri dimaksud sebagai penujuk jalan untuk
mencari penghidupan baru yang selaras dengan kodrat bangsa dan yang akan dapat
memberi kedamaian dalam hidup bangsa. Asas ini juga mengandung makna pendidikan
yang tidak boleh memisahkan orang-orang terpelajar dari rakyatnya.
4. Pendidikan yang Merakyat. Pendidikan dan pengajaran harus mengena rakyat secara
luas. Hanya dengan cara itulah ketertinggalan masyarakat pribumi dapat dihilangkan.
5. Percaya pada Kekuatan Sendiri. Inilah asa yang penting bagi semua orang yang ingin
mengejar ketertinggalan dan meraih kemerdekaan hidup. Dan itu dapat diwujudkan
melalui kerja yang berasal dari kekuatan sendiri.
6. Membelanjai Diri Sendiri (Zelfberduipingssysteem). Asas ini sangat dekat dengan asas
kelima. Pada asas ini segala usaha untuk perubahan harus menggunakan biaya sendiri.
7. Keihlasan dari Para Pendidik dan Pengajar dalam Mendidik Anak-anak. Hanya
dengan kesucian hati dan keterikatan lahir dan batinlah usaha pendidikan dan pengajaran
dapat berhasil
31
Dasar yang diletakan oleh Ki Hajar Dewantara banyak diilahami oleh metode Montessori dari
Italia dan Rabindranath Tagore dengan perguruan Perguruan Saintiniketan di India. Kedua
pelolpor pendidikan itu bahkan pernah mengunjungi Taman Siswa pada tahun. Tagore pada tahun
1927, Montessori pada tahun 1940.9
Rabindranath Tagore adalah seorang cendekiawan, sastrawan dunia, orang pertama pemenang
Nobel Sastra di luar Eropa. Beliau mendirikan Universitas Visva Bharati dan Pusat
Pengembangan Pedesaan bernama Sriniketen. Tiga pendekatan Pendidikan Tagore, adalah
1. Pendidikan Terbuka, Tagore berkeyakinan bahwa permbelajaran seyogyanya berpusat
pada alam dengan kelas-kelas yang dilaksanakan di ruang terbuka (open air education).
Ia tidak mengetahui dengan ruang kelas yang dibatasi dengan tembok, karena itu
mempresentasikan pemikiran yang terkekang oleh kondisi.
2. Belajar dengan Lima Indera. Dalam filosofi pendidikan Tagore, perkembangan panca
indera sama pentingnya dengan perkembangan kognitif. Musik, sastra, karya seni,
pertunjukan tari dan drama diberikan perhatian yang besar di lingkungan sekolah.
3. Muatan Kurikulum yang Mempersatukan. Pendekatannya berbasis persatuan. Tagore
berpendapat bahwa daripada belajar bangsa yang menang atas dan kemudian
mendominasi bangsa-bangsa lain, siswa lebih diprioritaskan untuk mempelajari kejadian-
kejadian penting dalam sejarah yang mendobrak batasan sosial dan agama dan
mempersatukan bangsa-bangsa.10
Terlihat bahwa pendekatan yang dilakukan Ki Hajar maupun Tagore adalah pendekatan budaya
kontekstual. Ki Hajar mengadopsi budaya Jawa, Tagore mengadaptasi budaya India. Namun
9 Suprapto Raharjo, Ki Hajar Dewantara… 60-61. Maria Montessori adalah dokter
perempuan pertama dalam sejarah kedokteran di Italia. Beliau juga adalah seorang psikolog yang
mencintai anak-anak. Dari pengalaman sebagai dokter dan psikolog yang menangani anak-anak
bermasalah, maka beliau mengembangkan sebuah metode pendidikan anak-anak yang memberi
kebebasan bagi mereka untuk melakukan kegiatan dan mengatur acara harian. Metode ini
dikenal dengan Metode Montessori. Menurut data ada lebih kurang 10 sekolah Montessori di
Jakarta dan beberapa lembaga lain yang menyelenggarakan pembelajaran metode Montessori.
10 Egi Ryan Aldino, 2021, Belajar dari Tagore dan Pendekatan Pendidikannya.
https://egi.aldino.medium com diakses pada 18 Agustus 2022. 32
demikian pengaruh pemikiran Barat tetap terasa.
Pemikiran Friedrich Wilhelm August Frobel (1782-1852)
Mendengar Taman Kanak-Kanak, maka sesungguhnya kita harus mengingat Frobel. Beliau lah
pelopor Pendidikan Taman Kanak-Kanak.
Boehlke, menjelaskan pemikiran Frobel sebagai berikut,11
Teologi adalah dasar pertama dalam pikiran Frobel. Keyakinan Frobel akan Allah sebagai
kesatuan yang asli yang tampak pada segala ciptaan. Tetapi kesatuan asli itu bersifat tritunggal,
dalam arti mengejawantahkan Diri sebagai Pencipta, melalui seorang laki-laki yang menyerap
seluruh keberadaan Allah dalam dirinya, yaitu Anak-Nya dan melalui roh segala sesuatu, bahkan
Allah menyingkapkan diri sebagai Hidup yang Tunggal, yakni melalui Roh-Nya.
Dasar Pendidikan kedua adalah ilmu jiwa, atau lebih tepat tinjauannya terhadap gaya bertindak
anak. Hakikat tinjuan itu dapat diringkaskan dalam dua dalil pokok 1) anak berhak diperlakukan
sebagai seorang anak dan bukan sebagai seorang dewasa bertubuh pendek dan kecil. 2) orang tua
atau guru wajib memberikan bimbingan kepada anak untuk menolongnya mencapai prestasi yang
sesuai dengan setiap tahap perkembangan anak.
Empat asas utama dalam pendidikan
1. Pendidikan adalah pengalaman rohani yang mengantar anak didik bertindak sesuai
dengan jati dirinya sebagai makhluk yang belum lengkap sebelum ia mengakui kesatuan
dengan Allah.
2. Asas perkembangan terdiri atas empat pola, a) benih yang kelak menghasilkan
kedewasaan sudah ada di dalam diri anak. Jadi pendidik perlu mengembangkan bakat
dalam gen setiap anak atau dengan perkataan Frobel, ia menjadikan lahir apa yang batin;
b) hubungan dari bagian dengan keutuhan, dalam arti guru memperhatikan anak sebagai
yang unik tetapi yang perlu memperoleh tempat yang sehat dalam kelompok; c) yang
batiniah didorong menjadi yang lahiriah, dalam arti mendidik itu mencakup usaha untuk
11 Robert E. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama
Kristen, 2011, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 272-360 33
menolong anak menyampaikan pikiran, perasaan, kekuatan jasmani dan imannya yang
telah ada secara batin, agar menjadi kelihatan (lahiriah) berupa buar nalar seperti pikiran,
perasaan dalam bentuk seni, kekuatan jasmani melalui pelbagai ketrampilan dan iman
melalui tindakan bermoral dalam pelayanan terhadap sesama manusia; d) asas
perlawanan tampak dalam alam dan menyoroti gaya hidup dinamis supaya tidak merasa
puas atau aman dalam status quo.
3. Penyampaian arti melalui bahasa lambang berupa obyek seperti bola, kubus, tulisan, lagu,
gambar, karena symbol tersebut mencerminkan intisari ilahi dari dunia ini termasuk
manusia.
4. Belajar dengan berbuat. Membangun tugas belajar swakaji berarti bahwa anak didik
bukanlah bejana pasif yang menerima apa saja, melainkan ia adalah seorang yang
langsung ambil bagian dalam pendidikannya. Ada lima swakaji, a) bermain, mencakup
pemberian dan kerajinan tangan di samping tugas belajar yang dipilih, karena anak
menikmatinya; b) Menyanyi; c) Menggambar; d) memelihara tanaman atau binatang
kecil dan beranjangsana; e) kesinambungannya, dalam arti guru mengembangkan tugas
belajar baru yang sesuai dengan pengalaman belajar sebelumnya.
Tentang Praktek Pendidikan Kristen,
1. Tujuan umum, mencakup pendidikan yang melibatkan anak dalam pengalaman belajar
supaya ia memecahkan masalah secara cerdas, bertindak moral dan adil terhadap dirinya
sendiri, sesama manusia dan dunia alam serta memenuhi panggilannya dalam
masyarakat.
2. Ada kurikulum khusus untuk anak dari golongan usia anak pra-sekolah, anak dari masa
taman kanak-kanak, anak kecil dan anak tanggung.
3. Metodologi. Dua belas macam metode dibicarakan, takni: berdoa, percakapan,
menghafalkan, mengucap jawaban secara bersama, bermain, swakaji, meninjau dan
memeriksa, pelaporan, bertanya, mengajar berdasarkan pola-pola, bercerita serta latihan
dan ulangan.
34
4. Peranan Guru. Dalam pemikiran Frobel guru memainkan peranan yang penting bukan
sebagai seorang yang memberi jawaban, melainkan seorang yang membimbing anak
untuk memupuk kemampuannya.
5. Peranan Keluarga. Frobel melibatkan keluarga dalam pendidikan anak karena pada
umumnya keluarga mengabaikan hal ini. Tugas mendidik seluruhnya diserahkan kepada
guru.
Kontribusi Pemikiran Paulo Freire (1921-1997)
Berbicara tentang merdeka belajar, atau pendidikan pemerdekaan tidak dapat tidak menyinggung
nama Paulo Freire, tokoh pendidikan kritis asal Brasil. Konteks masyarat Amerika Latin seperti
kebanyakan negara dunia ketiga pada masa itu cenderung mengalami kondisi yang sulit dalam
pengertian yang luas. Pendidikan yang seharusnya memperbaiki kondisi masyarakat justru
digunakan sebagai alat politik yang membuat masyarakat semakin tertindas dan kaum penjajah
semakin kaya.
Freire menawarkan suatu model pendidikan yang tidak umum pada masanya. Pendidikan yang
tidak didasarkan pada upaya menghafal, di mana guru menjadikan siswa sebagai “bank” yang
menampung semua informasi (Bank System). Namun Freire mengembangkan kesadaran para
peserta didik untuk memahami situasi dan kondisi lingkungan yang dihadapinya, supaya dengan
demikian pada tahap tertentu masyarakat dapat mengalami kemerdekaan dari penindasan.
Peserta didik yang adalah kaum tertindas tidak ditempatkan sebagai “objek” yang diperlakukan
semaunya oleh penguasa (atau guru), namun ada kesetaraan kedudukan. Guru adalah sekaligus
murid, dan murid adalah sekaligus guru. Secara ringkas, konsep pendidikan Freire lebih dikenal
sebagai conscientizacao.12
12 Konsep conscientizacao adalah sebuah kata yang aslinya digunakan untuk
menggambarkan bangkitnya konsep diri sendiri yang positif dalam diri seseorang dalam
kaitannya dengan lingkungan dan masyarakat. Freire pada akhirnya berhenti menggunakan
istilah tersdebut karena disalahgunakan oleh orang-orang di Barat yang tidak mengasosiasikan
tindakan dengan pengetahuan mereka, kemudian istilah “transformasi” digunakan sebagai
penggantinya dalam konteks ini. Transformasi adalah pendidikan yang membebaskan, yang
memperlakukan pembelajar sebagai subjeknya, agen yang aktif dan bukan objel atau penerima
35
CONSCIENTIZACAO
CONSCIENTIZACAO pada konsep pembebasan yang dinamis dam pada apa yang disebutnya
sebagai “kemanusiaan yang lebih utuh.” Hasil proses ini dinamakan conscientizacao, atau tingkat
kesadaran di mana setiap individu mampu merupakan tujuan pendidikan yang dirumuskan oleh
Freire. Dalam programnya kepada masyarakat kumuh di perkampungan Brasil, ia memulainya
dengan mengkonspetualisasikan sebuah proses penyadaran yang mengarah melihat sistem sosial
secara kritis.
Freire mengkontraskan kesadaran kritis seseorang dalam sebuah sistem dengan dua
tingkat kesadaran lain yang lebih rendah. Kesadaran naïf yang dicirikhasi dengan perilaku orang
yang terlalu menyederhanakan dan meromantisasikan realitas; dia berusaha mereformasi individu-
individu yang tidak adil dengan asumsi bahwa sistem yang mewadahinya bisa bekerja secara lebih
cepat.
Kesadaran magis, adalah fase di mana orang mengadaptasi atau menyesuaikan diri secara
fatalistik dengan sistem yang ada. Freire menuliskan: “Kesadaran magis dicirikan dengan fatalism,
yang menyebabkan manusia membisu, menceburkan diri ke dalam lembah kemustahilan untuk
melawan kekuasaan” (Freire, 1973:44)
Perubahan dari kesadaran magis ke kesadaran naïf adalah perubahan dari penyesuaian
dari fakta-fakta kehidupan yang tak terelakkan ke memperbaharui penyelewengan-penyelewengan
yang dilakukan individu-individu kepada sebuah sistem yang pada dasarnya keras. Kontradiksi
yang dihadapi oleh individu yang naïf ini terjadi antara sistem ideal yang seharusnya berjalan dan
pelanggaran terhadap sistem tersebut oleh orang-orang yang jahat dan bodoh. Jika mereka dapat
“memperbaharui” perilakunya, maka sistem tersebut akan dapat berjalan dengan baik.
Freire melukiskan sikap naïf dan romantik tersebut dengan kata-kata sebagai berikut:
“Kesadaran transitif… ditandai dengan penyederhanaan masalah… penjelasan yang fantastis…
dan argumentasi yang rapuh” (Freire, 1973:18) Orang-orang menyederhanakan masalah dengan
cara menimpakan penyebabnya pada individu-individu, bukan pada sistem itu sendiri.
Argumentasi-argumentasi mereka rapuh ketika menjelaskan bahwa individu terpisah dari sistem
yang pasif dari hikmat yang dibagikan. Robert Pazmino, 2012, Fondasi Pendidikan Kristen,
Jakarta, BPK Gunung Mulia,; Bandung ,STT Bandung, 103. 36
di mana mereka hidup dan pada puncaknya mengarah pada argumentasu yang larut dalam realitas.
(Smith 2008:69).
Kesadaran kritis atau transitif adalah kesadaran tingkat ketiga. Isu yang muncul adalah
perubahan sistem yang tidak adil, bukannnya pembaruan atau penghancuran individu-individu
tertentu. Proses perubahan ini memiliki dua aspek: (1) penegasan diri dan penolakan untuk menjadi
‘inang bagi benalu’, dan (2) berusaha secara sadar dan empiris untuk mengganti sistem yang
menindas dengan sistem yang adil dan bisa mereka kuasai. Tidak seperti keadaran naïf, individu
ini tidak menyalahkan individu-individu, tetapi justru menunjukan pemahaman yang benar atas
dirinya sendiri dan sistem yang memaksa tertindas dan penindas berkolusi. (Smith, 1988:80)
Freire menulis: “Kesadaran transitif yang kritis ditandai dengan penafsiran mendalam
atas berbagai masalah; digantikannya penjelasan magis dengan penjelasan kausalitas; dengan
mencoba penemuan-penemuan yang dihasilkan seseorang; dan dengan keterbukaan untuk
melakukan revisi; dengan usaha untuk menghindari distorsi ketika memahami masalah dan
menghindari konsep-konsep yang telah diterima sebelumnya ketika menganalisis masalah;
dengan menolak nuntuk mengubah tanggung jawab; dengan menolak sikap pasif; dengan
mengemukakan pendapat; dengan mengedepankan dialog daripada polemik; dengan menerima
pandangan baru tetapi bukan sekedar karena sifat kebaruannya dan dengan keinginan untuk tidak
menolak pandangan kuno hanya karena sifat kekunoannya - yakni dengan menerima apa yang
benar menurut pandangan kuno dan baru” (Freire, 1973: 18).
Penyadaran pada umumnya, dan conscientizacao pada khususnya, memperhatikan
perubahan-perubahan hubungan antar manusia yang akan memperbaiki penyelewengan manusia.
Conscientizacao bukanlah tekhnik untuk transfer informasi, atau bahkan untuk pelatihan
ketrampilan, tetapi merupakan proses dialogis yang mengantarkan individu-individu secara
bersama-sama untuk memecahkan masalah-masalah eksistensial mereka. Conscientizacao
mengemban tugas pembebasan itu berarti penciptaan norma, aturan, prosedur dan kebijakan baru.
Pembebasan bermakna transformasi atas sebuah sistem realitas yang saling terkait dan kompleks,
serta reformasi beberapa individu untuk mereduksi konsekwensi-konsekwensi negatif dari
perilakunya.
Perbedaan-perbedaan pedagogis pokok antara conscientizacao dan bentuk-bentuk
pendidikan lainnya adalah bahwa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam conscientizacao
37
tidak memiliki jawaban yang telah diketahui sebelumnya. Pendidikan bukanlah pengorganisasian
fakta yang sudah diketahui sedemikian rupa sehingga orang bodoh melihatnya sebagai sesuatu
yang baru. Pendidikan tidak sekedar mengajarkan fisika kepada siswa untuk menemukan kembali
gaya gravitasi. Dan conscientizacao adalah sebuah pencarian jawaban-jawaban secara kooperatif
atas masalah-masalah yang tak terpecahkan yang dihadapi oleh sekelompok orang. Dengan
demikian, tidak ada “ahli” yang mengetahui jawaban jawaban tersebut dan yang pekerjaannya
mentrasfer jawaban-jawaban tadi. Setiap individu memiliki kebenaran yang sama, tetapi berbeda
dalam hal cara melihat persoalan yang harus didefenisikan dan cara mencari jawaban yang harus
diformulasikan. Partisipasi bukanlah sebuah alat pendidikan yang tepat, tetapi merupakan inti dari
proses pendidikan. Conscientizacao bukanlah tujuan sederhana yang harus dicapai, tetapi
merupakan tujuan puncak dari pendidikan kaum tertindas.
Pemikiran-pemikiran kritis tentang pendidikan yang disampaikan oleh Freire tidak lepas dari
konteks Teologi Pembebasan yang mewarnai pemikiran masyarakat Amerika Latin pada masa
itu.
Romo J.B Mangunwijaya (1929-1999)
Jusuf Biarta Mangunwijaya (1929-1999) dikenal sebagai seorang pejuang kemanusiaan. Ekspresi
perjuangan kemanusiaan tersebut diwujudkan melalui kerya sosial secara khsusus untuk membela
kaum miskin dan terpinggirkan. Beliau adalah seorang mantan tentara pelajar, pastor Katolik,
arsitek, budayawan, dan pejuang kemananusiaan. Selain karya sastra dan arsitektur, beliau hidup
bersama-sama dengan orang-orang miskin di lembah Kali Code, pedesaan daerah proyek
bendungan Kedung Ombo, Sragen, dan masyarakat pesisir Pantar Grigak, Wonosari.
Minat dan perhatian besar terhadap pendidikan yang dilakukan oleh Romo Mangun didasarkan
atas rasa kemanusiaan yang menilai adanya ketidakadilan yang terjadi kepada kaum marginal.
Menurutnya, pendidikan cenderung dilaksanakan dengan “kurikulum terselubung” yang berupaya
untuk melanggengkan kekuasaan. Pemikiran ini ada pada Ki Hajar Dewantara dan Freire juga.
Romo Mangun berpendapat bahwa pendidikan yang paling penting dan substansial adalah
pendidikan dasar. Ibarat pondasi, jika pendidikan dasar tidak dilakukan dengan keseriusan dan
konsep filosofis yang benar maka “bangunan” di atasnya, yakni masyarakat akan tidak kuat. Romo
38
Mangun juga menekankan tentang pentingnya pendidikan informal dan non-formal yang selama
ini diabaikan oleh pemerintah.
Beberapa ringkasan pemikiran Romo Mangun tentang pendidikan, sebagaimana yang ditulisnya
adalah sebagai berikut13
Tujuh hal yang harus dicapai dalam pendidikan, khususnya untuk SD: Pertama, segi karakter,
dunia sikap, ketakwaan, mental, spiritual. Kepandaian, ketrampilan, kerajinan, masih “netral”
untuk diapakan dan digunakan demi apa, kearah mana. Barulah sikap si mitra didiklah yang
menentukan arah.
Kedua, penguasaan bahahasa. Bahasa nasional dan bahasa asing tertentu. Lebih luas, penguasaan
kemampuan berkomunikasi. Menguasai bahasa adalah menguasai budaya yang bersangkutan.
Ketiga, penguasaan orientasi diri. Mitra didik dalam zaman serba transformative ini tidak boleh
bingung. Bila dia punya koordinat pengkiblatan diri, maka bahaya itu sebagian besar sudah
teratasi. Orientasi diri dapat berdimensi mental/spiritual dan dapat dlam arti fisik.
Keempat, introduksi pertama ke arah dunia logika kuantitatif. Di sinilah wilayah aritmatika dan
matematika awal. Sekali lagi bukan sebagai ilmu, melainkan demi penumbuhan penumbuhan the
joy of clear and exact thinking, juga kesadaran akan kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari.
Kelima, menangkap dunia perkakas, piranti, alat fisik. Ini wilayah ke dalam dunia benda dan
hukum-hukumnya. Belum ilmu fisika dan kimia, melainkan insight into beauty of nature and it’s
law yang mengejawantahkan dalam alat-alat dan hal-hal lain yang berguna dalam kehidupan
sehari-hari.
Keenam, belajar bekerja sama, membentuk tim, dan berorganisasi. Ini juga belum demi prestasi,
melainkan sekali lagi, demi kegembiraan dalam keyakinan, bahwa sahabat, rekan, teman
“seperjuangan” itu indah dan menyenangkan lagi efisien.
Ketujuh, olahraga. Di sini pun bukan prestasi yang diinginkan, melainkan mens sana in
13 Y.B. Bangunwijaya, Sekolah Merdeka, Pendidikan Pemerdekaan, 2020, Jakarta,
Penerbit Buku Kompas, 5-8 39
corporesano, khuusunya dalam pendidikan jiwa fair play serta realisasi dari dimensi homo ludens
alias manusia bermain selaku ekspresi dari kepenuhan jiwa kemanusiaannya. Juga dalam
penghayatan indahnya taat kepadathe rules of game.
Menurut Mangun, pendidikan harus diarahkan pada proses emansipasi para mitra didik. Non multa
sed multum, bukan yang tahu banyak tetapi yang tahu mendalam, kata adagium Romawi klasik.
Yang multum (tahu mendalam) tidak muncul dalam sistem dril dan hafalan. Suatu sistem yang
mendasarkan diri pada dril dan hafalan belaka hanya menumbuhkan multa (tahu banyak, tetapi
tak mendalam), siap pakai dalam arti siap disuruh. Oleh karena itu, tiga sasaran emansipatorik,
yang harus dikejar, yakni:
Manusia yang eksplorator, suka berpetualang, suka resiko demi sesuatu yang terra incognita
(wilayah tak dikenal). Manusia pencari, eksplorator seumur hidup, sang tahlib sejati yang tidak
pernah puas dengan horizon-horizon yang ada tetapi terus membuat investigasi dan mencari.
Manusia kreatif, ini pada hakikatnya satu sisi lain dari satu mata uang dari manusia ekplorator.
Manusia pembaharu yang menghormati tradisi dan warisan, tetapi yang sukanya justru menjelajah
ke wilayah-wilayah yang lebih baru dan inovatif lagi.
Manusia yang integral, dalam arti mampu membuat harmoni antara yang banyak, yang benar-
benar sadar pada multidimensionalitas kehidupan dan realitas, yang tidak terpatri, yang paham
akan kemungkinan-kemungkinan jalan-jalan alternative: tida disintegrated. Manusia yang yakin
pada kebhinekaan kehidupan, pandangan, keyakinan dan perwujudan, serta yang terlatih untuk
melihat benang merah yang mengintegrasi yang serba multi itu dalam suatu kerangka sintetik yang
kokoh. Manusialah yang terbuka tetapi tidak telanjang.14
Untuk mewujudkan pemikiran-pemikirannya, Romo Mangun mendirikan Laboratorium
Dinamika Edukasi Dasar (DED), suatu LSM yang berasaskan Pancasila bekerja dengan lembaga-
lembagapemerintah dan non pemerintah, khususnya pribadi-pribadi yang menaruh perhatian
mendalam pada jalan serta dunia pengajaran dan pendidikan dasar di Indonesia.
Beliau juga mendirikan SD Eksperimental Mangunan, suatu lembaga pendidikan yang
14 Ibid. 9-10 40
menerapkan prinsip-prinsip “kebebasan” dalam hal kurikulum yang disesuaikan dengan
kebutuhan anak, lingkungan budaya, dan kesempatan kepada kaum marginal untuk memperoleh
pendidikan yang layak.
Romo Mangun tidak mengagas mendirikan sekolah, melainkan berupaya mengujicobakan konsep
pendidikan dasar untuk orang miskin. Sampai tahun 2022 karyawan Yayasan berjumlah 85, terdiri
dari 51 gyry, 34 tenaga kependidikan. Jumlah siswa TK 72, SD 78, SMP 84 siswa.15
“BENANG MERAH” PENDIDIKAN MERDEKA
Membaca berbagai pandangan yang disampaikan para ahli pendidikan dalam zaman dan situasi
yang berbeda, maka saya hendak memberikan “benang merah” tentang apa itu pendidikan
merdeka, atau (dalam konteks ini) merdeka belajar. Penjelasan ini lebih bersifat filosofis (dan
teologis) tentang hakikat pendidikan merdeka yang lahir dalam zamannya.
Pertama, pendidikan merdeka pada dasarnya adalah suatu konsep pendidikan yang lahir dalam
situasi “penjajahan” baik penjajahan asing (seperti yang dialami oleh Ki Hajar Dewatara, dan
Rabrindranath Tagore), tekanan “penguasa” yang menggunakan pendidikan sebagai alat politik
demi melanggengkan kekuasaan (seperti yang dialami Freire dan Mangunwijaya) maupun
“sistem-sistem” pendidikan tertentu yang mengabaikan peserta didik, terutama anak-anak yang
diperlakukan seperti orang dewasa (seperti situasi yang dihadapi Frobel). Menyadari situasi-situasi
yang menindas, yang tidak adil, yang “memperbudak” sesama, merampas hak-hak orang lain,
maka konsep pendidikan yang dirumuskan dan ditawarkan adalah suatu upaya pembebasan dari
tekanan-tekanan yang ada. Pada umumnya suatu konsep terbentuk dari proses dialektiktis berbagai
teori maupun pertimbangan situasi dan konteks di mana “konsep” tersebut terbentuk.
Ki Hajar Dewantara, melihat bahwa kolonialisme menyebabkan rakyat Indonesia tidak dapat
berpikir cerdas karena kesempatan memperoleh pendidikan dibatasi hanya kepada kaum penjajah
atau kepada orang-orang Indonesia yang terkemuka saja.16 Adanya diskriminasi untuk
15 St. Sularto, 2022, Sosok-Sosok Inspirasi Keteladanan, Sekolah Mangunan Saat ini
(2022) Jakarta, Kompas Gramediia, 170-173
16 S. Nasution, 2014, Sejarah Pendidikan Indonesia, Jakarta, Bumi Aksara, 20,
menjelaskan sedikitnya ada 6 ciri Politik Pendidikan Belanda di Indonesia; 1) gradualisme, yang
luar biasaya bagi penyediakan pendidikan anak-anak Indonesia; 2) dualism dalam pendidikan
41
memperoleh pendidikan menyebabkan ketiadaaan kepastian masa depan. Upaya mencapai
kemerdekaan bangsa tidak bisa hanya dilakukan dengan kekuatan fisik atau kekuatan senjata.
Upaya seperti ini hanya akan memakan banyak korban. Harus ada perlawanan intelektual dan hal
itu dapat terjadi jika seluruh masyarakat memperoleh kesempatan pendidikan yang sama.
“Politik Etis” (1900-1920)17 yang dilakukan oleh penjajah yang merupakan upaya “balas budi”
terhadap kaum terjajah sesungguhnya tidak benar-benar untuk kepentingan rakyat Indonesia,
namun sesungguhnya ada “kurikulum terselubung” yang hendak mencari tenaga-tenaga terdidik
demi kepentingan penguasa saja.
Upaya-upaya perlawanan yang dilakukan melalui pendidikan juga ditempuh oleh Freire dan
Mangunwijaya, yang prihatin melihat rakyat menjadi “kuda tunggangan” demi kepentingan
kekuasaan. Pendidikan dijadikan alat politik. Kondisi seperti ini masih terasa hingga sekarang.
Yang mengerikan bahwa ada pihak-pihak tertentu yang kemudian menggunakan “politik
indentitas” dalam praktek pendidikan.18
Kedua, pendidikan pemerdekaan, atau merdeka belajar adalah pendidikan berbasis budaya.
Kolonialisme dalam pengertian tertentu adalah suatu upaya westernisasi, di mana secara sengaja
atau tidak sengaja, langsung atau tidak langsung, pemikiran-pemikiran dan budaya Barat
dengan menekankan perbedaan yang tajam antara pendidikan Belanda dan pendidikan pribumi;
3) kontrol sentra yang kuat; 4)keterbatasan tujuan sekolah pribumi, dan peranan sekolah untuk
menghasilkan pegawai sebagai faktor penting dalam perkembangan pendidikan; 5) prinsip
konkordansi yang menyebabkan sekolah di Indonesia sama dengan sekolah di Belanda; 6) tidak
adanya perencanaan sistem pendidikan yang sistematis.
17 S. Nasution, 2014, , Sejarah Pendidikan Indonesia , Jakarta, Bumi Aksara 15-19, Van
Deventer, mengajukan program Ambisius untuk memajukan kesejahteraan rakyat. Ia ingin
memperbaiki irigasi agar meningkatkan produksi pertanian, menganjurkan transmigrasi dari
pulau Jawa yang terlampau padat penduduknya. Akan tetapi semua usaha perbaikan itu akan sia-
sia tanpa pendidikan massa. Pendidikan dan emansipasi bangsa Indonesia secara berangsur-
angsur itulah inti politik etis... Van Kol mengeluh bahwa sesungguhnya tidak ada apa yang
disebut politik etis di tanah jajahan, karena tujuan politik colonial adalah eksploitasi bangsa
yang terkebelakang, walaupun tujuan yang sebenarnya sering disembunyikan di belakang
kata-kata indah.
18 Kita menyaksikan adanya keharusan menggunakan “baju tertentu” atau menghafal
teks-teks tertentu, untuk dapat diterima di sekolah negeri. 42
“dipaksakan” untuk diterima dan dilakukan di negeri-negeri jajahan. Upaya westernisasi
didasarkan pada keyakinan bahwa pemikiran Barat lebih maju dibandingkan dengan pemikiran
Timur. Pada satu sisi, realitas ini harus diakui. Bahwa kedatangan kolonialisme membawa
modernisasi pada semua bidang kehidupan daerah jajahan. Namun pada sisi lain, bangsa-bangsa
terjajah akan kehilangan jati diri, harga diri dan nilai diri sebagai bangsa merdeka.
Kenyataan inilah yang dilihat oleh Ki Hajar Dewantara tentang bagaimana mencapai kemerdekaan
melalui pendidikan dengan menggali nilai-nilai budaya sendiri. Dalam asas pendirian Taman
Siswa, terlihat jelas pendekatan budaya dalam pendidikan. Asas Ketiga, Kebudayaan Sendiri.
Asas keempat, Pendidikan yang merakyat. Asas kelima, Percaya pada kekuatan sendiri.
Berbagai metode dan pendekatan yang dilakukan dalam merumuskan visi pendidikan dan metode
pendidikan dilakukan dalam pendekatan budaya.
Pendekatan budaya ini juga dilakukan oleh Rabindranath Tagore yang mendirikan Universitas
Visva Bharati dan Pusat Pengembangan Pedesaan bernama Sriniketen. Pendekatan-pendekatan
yang dilakukannya dalam pendidikan adalah pendekatan budaya.
Pendidikan Merdeka dengan pendekatan budaya akan menjadikan masyarakat sebagai subjek
pendidikan, tuan atas diri sendiri karena pemahaman dan interaksi serta internalisasi budaya yang
sudah lama terjadi.
Ketiga, pendidikan merdeka berorientasi pada pendidikan anak. Frobel, yang konsep
pemikirannya banyak mempengaruhi Ki Hajar Dewantara meyakini bahwa pendidikan harus
dimulai sejak awal. Pendirian Taman Kanak-Kanak dan konsep-konsep pendidikan yang
dipraktekkan oleh Frobel didasarkan pada kesadaran bahwa anak-anak perlu diperlakukan sebagai
seorang anak dengan semua kompleksitas diri anak. Penataan kurikulum Taman Kanak-Kanak
yang disusun berdasarkan pembagian usia, juga metode pendidikan yang mendekatkan anak
dengan alam dan menggunakan permainan sebagai upaya mengembangkan imajinasi, benar-benar
memberikan “kemerdekaan” kepada anak untuk berkembang sesuai dengan minat dan bakat yang
ada padanya.
Maria Montesori yang pemikiran dan konsep-konsep pendidikannya juga banyak mempengaruhi
pemikiran Ki Hajar Dewantara senantiasa berorientasi pada anak-anak. Bagi Montessori anak
43
perlu dididik dalam lingkungan yang bebas, penuh kasih agar potensi yang dimiliki anak dapat
berkembang secara optimal. Bagi Montessori, perkembangan anak usia prasekolah/TK adalah
suatu proses yang berkesinambungan. Menurutnya, persepsi anak tentang dunia merupakan dasar
dari ilmu pengetahuan. Untuk itu ia merancang sejumlah materi yang memungkinkan indera
seorang anak dikembangkan.
Dalam zaman kemudian, Mangunwijaya melihat pendidikan anak sebagai hal penting yang harus
ditangani secara serius. Beliau menulis, “Secara kelakar (meski serius) dapat dikatakan:
perguruan-perguruan tinggi boleh brengsek, tetapi SD harus berkualitas tinggi. Tamatan SD yang
tangguh akan mencari sendiri dan menemukan sendiri informasi dan penambahan ketrampilan
yang ia pedulikan untuk maju… tetapi jika SD kacau balau, maka jangan diharapkan kita
memperoleh murid-murid SLTP-SLTA-Perguruan Tinggi yang baik.”19
Bagi para pemikir dan praktisi pendidikan ini, pemahaman tentang merdeka belajar dimulai sejak
anak-anak diperlakukan sebagaimana seharusnya sebagai seorang anak. Bukan sebagai seorang
dewasa yang bertubuh kecil.
Keempat, pendidikan merdeka adalah suatu sintesa dari konsep-konsep pendidikan yang
terus-menerus dikembangkan. Tidak ada suatu model atau sistem atau konsep pendidikan yang
benar-benar baru, Melihat sejarahnya, Ki Hajar Dewantara dengan konsep-konsep pendidikannya
yang diwujudkan dalam asas pendidikan Taman Siswa, dipengaruhi oleh para tokoh pendidikan
lainnya. Saat dibuang ke Belanda, maka minat Ki Hajar terhadap pendidikan sebagai suatu “alat”
perjuangan dengan pendekatan budaya mulai tumbuh. Pemikiran Frobel demikian banyak
mempengaruhi Ki Hajar. Sementara Frobel sendiri banyak dipengaruhi oleh Johann Heinrich
Pestalozzi (1746-1827). Demikian juga pemikiran Maria Montessori dipengaruhi oleh Pestalozzi.
Dan pemikiran tokoh-tokoh ini dipengaruhi oleh Jean Jaques Rousseau (1712-1778).
Pemikiran Timur yang mempengaruhi Ki Hajar adalah Rabindranath Tagore dari India. Tagore
sendiri banyak dipengaruhi oleh berbagai situasi sosial yang diciptakan oleh kolonialisme Inggris.
Menurut H.A.R. Tilaar, bahwa gagasan pendidikan kritis Paulos Freire mirip dengan Taman
19 Y.B. Mangunwijaya, 2020, Sekolah Merdeka, Pendidikan Pemerdekaan, Yogyakarta,
Kanisius, 4-5. 44
Siswa. Bagi Tilaar, Ki Hajar Dewantara adalah pionir pendidikan kritis. Bersama dengan INS
Kayutanam di Sumatera Barat dengan tokohnya Engku Mohammad Syafei, keduanya adalah
pelopor kebangsaan Indonesia merdeka lewat bidang pendidikan. Membandingkan di antara
keduanya, Taman Siswa dirasanya lebih radikal, sebab sekaligus menjadi antitese sistem
pendidikan Belanda yang hanya dielenggarakan demi kepentingan penjajah.20
Dikemudian hari pemikiran Mangunwijaya juga banyak dipengaruhi oleh pemikiran Freire dan
para tokoh pendidikan lainnya. Menurut Mangunwijaya, “pedagogi Freire esensial berakar pada
ribuan tahun tradisi Hibrani (Ibrani) – Kristiani dan Islam (tradisi akar Nabi Ibrahim). Hal ini
terlihat dari prinsip cinta kasih, kerendahan hati, percaya kepada manusia. Percaya pada kreativitas
dan daya-daya penyembuhan anak didik atau kawan didik. Kepercayaan yang ada itu tidak naïf
atau romantik, tetapi realism yang sanggup melihat baik yang terang maupun yang gelap, berpikir
kritis menghargai hal yang alternative, terutama nilai positif dari segala perubahan di dalam
evolusi bangsa manusia yang semakin memanusiakan diri. Intinya berjiwa terbuka. Metode Freire
bukan suatu pedagogisme naïf seolah-olah dunia pendidikan mampu mengubah sendiri masyarakat
secara revolusioner. Namun pendidikan Freire mengidentifikasi hakikat masalah
(probleemstelling, penentuan independen status questions) dengan penyadaran (conscienzescao)
sebagai syarat akktifitas yang membebaskan.”21
Apa yang hendak disampaikan adalah bahwa konsep pendidikan pemerdekaan atau merdeka
belajar adalah sintesa dari berbagai teori pendidikan yang diperbaharui, dikembangkan
berdasarkan konteks masyarakat dan budaya tertentu dengan sasaran akhir adalah pemerdekaan
itu sendiri.
Kelima, pendidikan pemerdekaan adalah suatu proses humanisasi, memanusiakan manusia.
Istilah “humanisasi” adalah istilah yang digunakan Freire untuk menjelaskan antitesa dari
“dehumanisasi.” Humanisasi adalah adalah suatu upaya mengembalikan manusia kepada nilai-
nilai kemanusiaan itu sendiri. Dalam konteks pendidikan, maka proses pendidikan merdeka adalah
pendidikan yang menempatkan manusia pada posisi yang seharusnya (subjek) sebagai manusia
20 S.T Suiarto, 45
Mangunwijaya… 555-5621
merdeka yang berpikir dan bertindak menurut kodratnya. Tentu kebebasannya adalah kebebasan
yang bertanggung jawab. Sebaliknya, pendidikan yang menindas adalah proses dehumanisasi,
menjauhkan manusia dari nilai-nilai kemanusiaan yang menjadi kodratnya. Posisi penindas yang
menindas atau memperalat manusia untuk kepentingan tertentu terutama untuk melanggengkan
kekuasaan.
Dalam konteks pendidikan kritis yang digagas oleh Freire, maka “penyadaran” , conscientizacao¸
dengan tiga tingkatan perkembangan kesadaran manusia merupakan suatu proses pendidikan
kemerdekaan. Menurut Tilaar, dengan kemerdekaan itu anak manusia akan mengasah dan
mengembangkan kemampuan dirinya untuk semakin lama semakin berdiri sendiri menjadi
manusia merdeka.22
Bagaimana mengasah kesadaran manusia akan potensi kemerdekaannya? Ki Hajar Dewantara
mengemukakan prinsipnya dengan Sistem Among. Dengan Sistem Among tersebut tugas
pembimbing/, pemimpin, guru dalam mengasah kesadaran untuk kemerdekaan, yaitu
guru/pemimpin dapat bertugas dari belakang, dari samping dan dari depan…23
Dengan melihat beberapa hal yang saya ringkaskan di atas, dapat dipastikan bahwa pendidikan
merdeka, atau merdeka belajar adalah suatu proses pendidikan yang telah, sedang dan akan
berlangsung terus. Dinamika manusia dan perubahan sistem nilai yang terjadi secara terus-
menerus mengharuskan adanya redefenisi tentang pendidikan merdeka. Yang kita kuatirkan adalah
jika nanti terjadi pergantian menteri, maka ada kurikulum baru lagi yang entah akan diberi nama
apa dan filosofi serta muatan seperti apa lagi. Kurikulum Merdeka, atau Merdeka Belajar
seharusnya menjadi tujuan tertinggi dari setiap proses pendidikan yang berlangsung.
Tuhan Yesus Kristus, Guru Agung kita adalah seorang pelopor pendidikan pemerdekaan itu.
Berkali-kali dan dalam berbagai bentuk Tuhan Yesus menyatakan maksud kedatangan diri-Nya
adalah untuk “memerdekakan manusia”. “Jika kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar
adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan
kamu.” (Yohanes 8:31-32). “Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamu pun benar-benar
22 H.A.R. Tilaar, 2015, Pedagogik Teoretis untuk Indonesia, Jakarta, Kompas, 99
23 Ibid. 46
merdeka” (Yohanes 8:36). “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab itu Ia telah mengurapi Aku untuk
menyampaikan Kabar Baik kepada orang-orang miskin dan Ia telah mengutus Aku untuk
memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang
buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untukmemberitakan tahun rahmat Tuhan
sudah datang.” (Lukas 4:18-19).
Sebagai Guru Agung, sebagai Juruselamat, pernyataan Tuhan Yesus dalam pengajaran-
pengajaran-Nya, juga dalam praksis hidup-Nya telah membuktikan bahwa Ia adalah Sang
Pembebas itu. Bukan suatu kebetulan bahwa Kristus adalah seorang guru.
INTEGRITAS GURU
Kini saya mengajak semua yang hadir untuk melihat pokok kedua orasi ini yakni tentang integritas
guru PAK menurut 2 Timotius 2:2.
Pertanyaan pertama adalah, “Profil guru seperti apa yang diharapkan pada abad 21 ini?”
Astrid Savitri, memberikan gambaran tentang apa yang akan terjadi dengan dunia pendidikan masa
depan24 menjelaskan sudut pandang dan sikap kita terhadap belajar.
Memahami mengapa kita membutuhkan pengetahuan atau ketrampilan dan di mana kita
bisa menemukannya. Ini jauh lebih penting daripada menjajal semuanya di kepala.
Mengetahui bahwa pendidikan masa depan dibangun oleh masing-masing individu
melalui pilihan pribadi tentang di mana dan bagaimana mereka belajar, serta pelacakan
kinerja melalui penyesuaian berbasis data.
Belajar bersama dari satu sama lain (pembelajaran peer to peer) akan mendominasi.
Guru berperan lebih sebagai fasilitator dari komunitas yang dibangun pada
pembelajaran dan aspirasi bersama.
Lima kompetensi yang dibutuhkan adalah: Kemampuan Berpikir Kritis; memiliki Daya Kreasi
dan Inovasi; Kemampuan Komunikasi; Kemampuan Bekerja Sama; Memiliki Kepercayaan
24 Astrid Savitri, 2019, Bonus Demografi 2030, Menjawab Tantangan Serta Peluang
Edukasi 4.0 dalam Revolusi Bisnis 4.0, Semarang, GENESIS, 130-131 47
Diri.
Dalam penjelasan lain, Savitri menjelaskan tren yang diprediksi akan muncul di masa depan,
antara lain sebagai berikut:
Berubahnya Pengajaran. Guru manusia seharusnya memfokuskan upaya jika ingin AI dan
teknologi lainnya menjadi terbiasa dengan potensi penuh mereka dalam pengalaman
universitas.
Pembelajaran Adaptif yang dipersonalisasi. Suatu pendekatan individual yang
memperhitungkan keanekaragaman pelajar, kinerja, dan perilaku.
Penilaian Kembali. Pemahaman bahwa AI, pembelajaran, pengalaman digital dan
kredensial mikro yang menggantikan tes sumatif.
Teknologi digital dan fisik yang cerdas. Konsep ini responsive terhadap perjalanan dan
interaksi mahasiswa, membantu universitas memberikan efisiensi dan pendakatan cerdas
bagi desain kampus.25
Apa yang dijelaskan Savitri pada intinya adalah tentang perubahan radikal dalam pemahaman dan
praktik pendidikan masa mendatang namun pengaruhnya telah terasa pada saat-saat ini, khususnya
saat pademik covid-19. Penguasaan teknologi menjadi keharusan untuk menyambut “dunia baru”,
dunia “metaverse” yang sangat jauh berbeda dengan dunia tradisional dan konvensional yang
sedang kita jalani sekarang.
Mangunwijawaya, menjelaskan tentang masalah mendasar dalam pengajaran abad-21 adalah
masalah yang rumit, “Tidak hanya karena dunia ilmu dan teknologi semakin canggih, serta
perubahan-perubahan sosial sangatlah cepat lagi mendahsyat, tetapi juga karena dalam situasi-
situasi yang serba berubah dan berkembang cepat itu, pada dasarnya semua sistem
pengajaran apa pun akan terasa kurang memadai, untuk menyebut hampir mustahil memadai;
tidak akan pernah memuaskan banyak pihak yang berkepentingan dalam suatu masyarakat
majemuk yang semakin majemuk.”26
25 Ibid. 151 48
26 Mangunwijawaba, Sekolah Merdeka, Pendidikan Pemerdekaan, ..14
Dengan demikian diperlukan seorang guru (termasuk guru PAK) yang mampu berdialektika
dengan beragam perubahan yang terjadi. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Harari bahwa para
guru sendiri biasanya tidak memiliki fleksibilitas mental yang dituntut oleh abad dua puluh satu,
karena mereka sendiri adalah produk pendidikan lama.27
Guru dalam abad 21 sebagaimana yang dituliskan Tilaar adalah guru yang sadar akan “mengajar
dengan teknologi modern… Teknologi informasi bukanlah tujuan dalam proses belajar, namun
merupakan sarana pembantu yang dpat memperkaya kemampuan peserta didik untuk memecahkan
masalah.”28
Bagaimana dengan guru Pendidikan Agama Kristen?
GURU PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN
Merujuk pada orasi Pdt. Dr. Daniel Nuhamara, M.Th. (2021), maka ada banyak rumusan tujuan
Pendidikan Agama Kristen. Namun beliau mengklaim terdapat tiga tujuan PAK yang penting
yang harus dipahami dan dilaksanakan oleh seorang guru PAK.
Pertama, Menolong naradidik untuk perkembangan Karakter intelektual atau kebajikan
intelektual ( intellectual Virtues). Dengan merujuk pada pandangan Philip E. Dow, maka
Nuhamara mengatakan antara lain bahwa seorang guru PAK tidak hanya memperhatikan karakter
moral dan spiritual, tetapi juga karakter intelektual. Sederhananya, seorang guru PAK tidak hanya
memahami masalah Alkitab atau teologi atau urusan rohani dan sorga saja, tetapi ia juga harus
memahami perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga guru mampu berdialektika
dengan berbagai perkembangan yang terjadi. Karakter intelektual yang baik atau bajik ( good or
virtuous) ditandai terutama oleh kecintaan yang mendalam dan tetap terhadap kebenaran, suatu
rasa ingin tahu dan memahami secara mendalam mengenai hal-hal sebagaimana adanya. Karakter
intelektual yang baik (virtuous) juga mencakup sejumlah ciri yang lahir dari kecintaan akan
kebenaran yakni: keinginan tahu ( inquisitiveness), kehati-hatian ( carefulness) dan ketelitian
(thoroughness) intelektual, berpikir jujur, berpikir terbuka, keberanian, kehati-hatian, keuletan
27 Yuval Noah Harari, 2018, 21 Lessons, 21 Adab untuk Abad 21, Manado, CV Global
Indo Kreatif, 286
28 H.A.R. Tilaar, Pedagogi Teoretis untuk Indonesia… 49
intelektual29
Kenyataan bahwa seorang guru PAK harus memiliki penguasaan yang baik kepada perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dilihat di lapangan bahwa banyak guru PAK yang tidak
hanya mengajar PAK, tetapi (karena tuntutan situasi) juga harus mengajar bidang-bidang studi
lain yang tidak pernah dipelajarinya selama berada di bangku pendidikan teologi. Kenyataan ini
terutama dapat dilihat dari guru-guru PAK lulusan STIPAK yang telah melayani dan mengajar
berbagai bidang studi di luar PAK. Para alumni tersebut pada umumnya melayani di daerah-derah
penddesaan.
Kedua, yang merupakan tujuan PAK adalah menolong naradidik dalam perkembangan
karakter moral atau kebajikan moral (moral virtues). Tujuan kedua ini merupakan tujuan
hakiki dan tidak berubah. Karakter moral yang dimaksud adalah nilai-nilai kebajikan yang berlaku
universal, secara khusus sebagaimana yang juga tertulis dalam Alkitab.
Ketiga, mendorong dan memfasilitasi pengembangan karakter spiritual dari nara didiknya.
Nuhamara mengutip definisi Evan B Howard dalam bukunya “Christian Spiritual Formation”
yang mengatakan antara lain bahwa pembentukan spiritual Kristen merupakan proses yang
dituntun oleh Roh dan manusia dengan mana individu-individu dan komunitas-komunitas
berkembang menuju kedewasaan dalam relasi dengan Alllah Kristen(Bapa, Anak dan Roh Kudus),
dan diubah untuk menjadi semakin serupa dengan kehidupan dan injil dari Allah ini.”30 Makin
serupa dengan Kristus dalam arti berkembang dalam karakter spiritual, moral dan intelektualnya.
Dan karena anak didik selalu berada dalam konteks alam (lingkungan hidup), sosial ( pada tataran
keluarga, gereja, masyarakat bangsa dan global) maka sudah pasti ada kebajikan-kebajikan atau
tanggungjawab moral yang sesuai dengan konteksnya.
Apa makna tujuan PAK yang dirumuskan Nuhamara bagi tugas para guru PAK? Maknanya adalah
bahwa tugas guru PAK itu berat, tidak mudah, luas, penting dan strategis. Seorang guru PAK
29 Daniel Nuhamara, 2021, Integritas Guru PAK dalam Era Normal Baru, Orasi pada
wisuda sarjana dan pascasarna STIPAK Malang.
30Evan B Howard, A Guide to Christian Spiritual Formation ( Grand Rapids: Baker Publishing
Group, 2018), h. 18. 50