BAHAN AJAR ETNOPEDAGOGI KAULINAN BARUDAK LEMBUR TERINTEGRASI KURIKULUM MERDEKA Penyusun : Dra. Raden. Teti Rostikawati, M. Si., Dr. Yanti Suryanti , M. Pd., Yuli Mulyawati, M.Pd., Muhamad Abdul Faqih, Yunita Febriana FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PAKUAN 2025
ETNOPEDAGOGI KAULINAN BARUDAK LEMBUR DI SDN JULANG KOTA BOGOR A. Latar Belakang Kaulinan barudak lembur, atau yang dalam bahasa Indonesia berarti "permainan anak-anak kampung", merupakan ragam permainan tradisional yang diwariskan dari generasi ke generasi di Jawa Barat. Permainan-permainan ini tidak hanya menghibur, tetapi juga sarat makna dan nilai-nilai luhur yang dapat menunjang tumbuh kembang anak. Kaulinan barudak lembur berasal dari permainan orang-orang terdahulu yang telah menjadi sarana hiburan, edukasi, dan sosialisasi bagi anak-anak. Permainanpermainan ini diwariskan dari generasi ke generasi, membawa nilai-nilai luhur dan kearifan lokal yang mencerminkan identitas bangsa. Kaulinan barudak lembur juga mengalami perkembangan dan adaptasi seiring dengan perjalanan sejarah bangsa. Pada masa penjajahan, permainan tradisional menjadi alat perlawanan rakyat terhadap penjajah. Contohnya, permainan bentengan yang melatih strategi dan kekompakan, serta permainan layang-layang yang digunakan untuk mengantarkan pesan rahasia. Kaulinan barudak lembur bisa ada hingga saat ini dikarenakan banyaknya nilai baik yang terkandung didalamnya serta permainan yang begitu mudah dimainkan tanpa menggunakan banyak alat. Lebih dari sekadar hiburan, permainan tradisional sarat dengan nilai-nilai luhur dan kearifan lokal yang dapat menunjang tumbuh kembang anak. Salah satu kaulinan barudak lembur yaitu Cingciripit. Cingciripit merupakan permainan khas jawa barat yang dimainkan oleh dua orang atau lebih dengan memiliki makna didalamnya. Di Kota Bogor ini, khususnya anak Sekolah Dasar banyak yang masih belum mengetahui permainan tersebut. Maka dari itu, sebaiknya permainan Cingciripit maupun permainan tradisional lainnya perlu diajarkan baik melalui guru, orang tua siswa, maupun masyarakat setempat agar permainan tersebut tetap terlestarikan. B. Pengantar Tentang Etnopedagogi Kaulinan Barudak Lembur Etnopedagogi merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang berpusat pada nilai-nilai dan kearifan lokal suatu etnis. Pendekatan ini mengintegrasikan budaya, tradisi, dan pengetahuan lokal ke dalam proses belajar mengajar, sehingga menciptakan pembelajaran yang lebih bermakna dan kontekstual bagi peserta didik. Konsep dasar etnopedagogi meliputi: 1. Penanaman nilai-nilai budaya: Etnopedagogi menekankan pentingnya menanamkan nilai-nilai budaya dalam diri peserta didik. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan pembelajaran, seperti mendongeng, menyanyikan lagu daerah, dan mempelajari adat istiadat setempat. 2. Pemanfaatan pengetahuan lokal: Etnopedagogi memanfaatkan pengetahuan lokal sebagai sumber belajar. Contohnya, dalam pelajaran matematika, guru dapat menggunakan sistem penanggalan lokal untuk mengajarkan konsep
waktu. 3. Pembelajaran yang kontekstual: Etnopedagogi menghubungkan materi pembelajaran dengan konteks kehidupan masyarakat setempat. Hal ini membuat pembelajaran lebih bermakna dan mudah dipahami oleh peserta didik. 4. Pengembangan identitas budaya: Etnopedagogi membantu peserta didik dalam mengembangkan identitas budayanya. Melalui pembelajaran etnopedagogi, peserta didik belajar menghargai dan melestarikan budayanya sendiri. Etnopedagogi kaulinan barudak lembur merupakan pendekatan pedagogis yang berharga untuk melestarikan budaya lokal dan menumbuhkan generasi muda yang berkarakter mulia dan cakap hidup. Dengan mengintegrasikan permainan tradisional ke dalam pendidikan dan kehidupan sehari-hari, kita dapat membantu anak-anak untuk berkembang secara holistik dan menjadi individu yang bermanfaat bagi masyarakat. Pada SDN Katulampa 05, telah terdapat etnopedagogi. Menurut salah satu pihak guru, pembelajaran Etnopedagogi begitu penting dalam pembelajaran agar siswa dapat lebih memahami budaya yang ada disekelilingnya. Apalagi, melalui kaulinan barudak lembur atau permainan tradisional memiliki berbagai manfaat dan makna di setiap permainan tersebut. C. Implementasi Kaulinan Cingciripit di Sekolah Dasar Cingciripit adalah salah satu permainan tradisional anak-anak yang berasal dari Jawa Barat. Permainan ini biasanya dimainkan oleh dua orang anak hingga belasan anak untuk menentukan siapa yang berperan menjadi "ucing". Cingciripit juga dikenal dengan nama lain seperti cirak-cirak, cipet, ciprak, dan cirak-cirak bangkong. Cingciripit merupakan lagu permainan sunda yang ditujukan untuk berhitung. Cara mainnya pertama-tama anak-anak berkumpul dalam posisi melingkar, kemudian salah seorang anak biasanya yang lebih tua meletakkan telapak tangannya ke tengah lingkaran sambil berdiri, lalu anak yang lainnya meletakkan jari telunjuk mereka ke atas telapak tangan anak yang paling tua tadi, setelah itu anak-anak yang meletakkan jari telunjuknya masing-masing mengangkat dan menurunkan jari telunjuknya keatas telapak tangan sambil menyanyikan lagu Cingciripit. Pada lagu Cingciripit mempunyai makna sebagai berikut: 1. Pada lirik pertama “Cingciripit tulang bajing kajepit”, memiliki makna bahwa dalam menjalani kehidupannya manusia harus berhati-hati dalam segala tindakannya dan jangan sampai terjepit oleh kemiskinan maupun ilmu dan pengetahuan. 2. Lirik kedua, “kacapit ku bulu pare, bulu pare seseukeutna”, memiliki makna bahwa
apa yang kita tanam akan kita rasakan manfaatnya, jangan sampai apa yang ditanam, akan menjadi celaka. 3. Selanjutnya lirik terakhir, “jol pa dalang mawa wayang jrek jrek nong”, bermakna bahwa kita harus bersyukur dalam segala sesuatunya, baik rezeki, kebahagiaan, hingga kematian karena itu semua adalah takdir dari sang Maha Kuasa. Peserta didi di SDN Julang Kota Bogor, sudah paham dan mengetahui cara bermain Cingciripit. Mereka bermain dengan senang ria dan antusias untuk tak mau jadi yang kalah sambil menyanyikan lagu tersebut bersama. Saat bermain Cingciripit pun, mereka dapat bersikap sportivitas saat mereka kalah dalam permainan tersebut. Namun, mereka masih belum paham sepenuhnya makna permainan Cingciripit yang biasa mereka lakukan, sehingga kami mengajarkannya apa makna dari permainan Cingciripit tersebut. Dengan adanya implementasi kaulinan barudak lembur atau permainan tradisional tersebut, siswa jadi lebih antusias dalam belajar. Walaupun sambil bermain, tetapi tetap dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. . D. Kurikulum berbasis etnopedagogi Kaulinan Barudak Lembur Kaulinan cingciripit merupakan permainan tradisional yang populer di Indonesia, khususnya di daerah Sunda. Permainan ini biasanya dimainkan oleh anakanak dan memiliki nilai-nilai budaya dan edukasi yang tinggi. Kurikulum berbasis etnopedagogi dalam kaulinan cingciripit dapat dikembangkan dengan mengintegrasikan nilai-nilai budaya dan edukasi dalam permainan tersebut. Kurikulum berbasis etnopedagogi dalam kaulinan cingciripit merupakan salah satu cara untuk melestarikan budaya dan tradisi Indonesia, sekaligus memberikan pendidikan yang berkualitas kepada anak-anak. Permainan ini dilakukan oleh sejumlah anak, biasanya lebih dari lima orang. Pertamatama harus menentukan “ucing”, yang bertugas mencabut hui (ubi), dengan cara hompimpah atau cingciripit. Selain dengan hompimpah, bisa dilakukan dengan cara lain, yaitu cingciripit. Semua anak meletakkan telunjuknya pada telapak tangan salah seorang anak yang juga ikut undian, sambil menyanyikan lagu: “Cingciripit tulang bajing kacapit, kacapit ku bulu paré, bulu paré méméncosna, jol pa dalang mawa wayang jek-jrek nong” Ketika akhir lagu, telapak tangan yang terbuka itu akan menangkap/menjepit, maka hap! Anak-anak harus terampil menarik telunjuknya. Bila telat, akan tertangkap/terjepit tangan si pengundi itu, dialah yang menjadi ucing. Meskipun bentuk permainan cingciripit di atas sangat sederhana, tetapi secara tidak langsung mengandung makna yang sangat berguna terutama bagi pemupukan sikap mental anak-anak. Dengan jenis permainan cingciripit tersebut, anak-anak bisa menikmati kegembiraan hidup tanpa harus dibeli oleh nilai rupiah. Selain itu, tampak pula sikap kebersamaan dan rasa solidaritas anak-anak dalam bermain, hampir dapat dipastikan jauh lebih komunikatif satu sama lainnya. Dunia seperti itulah yang sekarang sudah berangsur-angsur hilang dan mungkin hanya
menyisakan beberapa permainan yang kini terseok-seok dalam mempertahankan eksistensinya. Maka bisa dipastikan bahwa faktor-faktor hilangnya KKBS pada saat sekarang ini disebabkan oleh ketidaktahuan si anak, sehingga menjadi penghambat berkembangnya permainan tradisional baik di kalangan masyarakat atau anak itu sendiri. Selain itu, kurangnya peran serta generasi sebelumnya terhadap anak-anak di masa sekarang. Orang tua cenderung tidak mau ambil pusing. Kalaupun ada perhatian, orang tua memilih permainan yang lebih praktis, instan, dan serba dibeli. Dunia anak-anak sekarang ini umumnya merupakan dunia yang pasif. Sebagian waktu senggang mereka yang seharusnya dipakai untuk bermain bersama (bersosialisasi), banyak dihabiskan dengan bermain PS2, game watch, video game, atau hanya nongkrong berlama-lama di depan TV. Ketika seorang anak bermain game, biasanya jika dihampiri oleh temannya akan merasa terganggu karena dalam bermain alat itu memerlukan konsentrasi. Akibatnya anak-anak lebih egois dan individualistis. Mereka benar-benar menjadi objek, dalam arti bukan sebagai pelaku yang aktif (subjek). Melihat kondisi semacam itu, besar kemungkinan tercerabutnya anak-anak dari dunianya yang asli, bahkan bisa dikatakan sebagai ancaman yang sangat serius. Dalam transformasi budaya bisa menimbulkan konflik kepribadian berupa ancaman kultural yang tidak bisa dianggap enteng. Di antara fungsi-fungsi yang paling menonjol dari KKBS itu adalah fungsi pedagogis yang mendidik seorang anak menjadi orang yang berjiwa sportif. Misalnya permainan bertanding yang bersifat siasat berfungsi untuk mengembangkan daya berpikir, atau yang bersifat keterampilan fisik berfungsi mengembangkan kecekatan gerakan otot-otot (saraf motorik). Fungsi lainnya yakni fungsi rekreatif, sehingga dapat pula menjadi semacam pelipur lara, atau untuk melepaskan diri dari segala ketegangan perasaan, sehingga dapat memperoleh kedamaian jiwa. Dari semua fungsi-fungsi KKBS itu, dapat diperas menjadi satu, yaitu fungsi untuk menyiapkan anak-anak agar kelak dapat berpartisipasi aktif dalam kehidupan masyarakat E. Evaluasi dan Penilaian dalam konteks Etnopedagogi Etnopedagogi barudak kaulinan cingciripit merupakan sebuah pendekatan pendidikan yang berlandaskan pada permainan tradisional Sunda "cingciripit". Pendekatan ini menekankan pada nilai-nilai budaya dan kearifan lokal yang terkandung dalam permainan tersebut, serta potensinya untuk memfasilitasi pembelajaran yang holistik dan bermakna bagi anak-anak. Evaluasi dan penilaian dalam konteks etnopedagogi barudak kaulinan cingciripit perlu dilakukan dengan mempertimbangkan karakteristik unik pendekatan ini. Evaluasi dan penilaian tidak hanya berfokus pada pengukuran pencapaian akademik, tetapi juga pada pengembangan karakter, nilai-nilai budaya, dan keterampilan sosial anak. Evaluasi dan penilaian dalam etnopedagogi kaulinan cingciripit perlu dilakukan secara komprehensif dan berkelanjutan. Dengan demikian, pembelajaran cingciripit dapat menjadi efektif dalam menanamkan nilai-nilai budaya, karakter, dan pengetahuan kepada anak-anak. Evaluasi dan penilaian dalam etnopedagogi kaulinan cingciripit dapat dilakukan dengan berbagai metode, antara lain: 1. Observasi: Pengamatan langsung terhadap perilaku anak selama bermain
cingciripit. 2. Penilaian diri: Anak diminta untuk menilai sendiri kemampuan dan permainannya. 3. Penilaian antar teman: Anak diminta untuk menilai kemampuan dan permainan teman-temannya. 4. Penugasan: Memberikan tugas kepada anak untuk menunjukkan pemahamannya tentang nilai-nilai budaya dan karakter yang terkandung dalam kaulinan cingciripit. F. Hambatan dan Tantangan Dalam Implementasi Etnopedagogi 1. Hambatan Dalam Implementasi Etnopedagogi Dunia seperti itulah yang sekarang sudah berangsur-angsur hilang dan mungkin hanya menyisakan beberapa permainan yang kini terseok-seok dalam mempertahankan eksistensinya. Maka bisa dipastikan faktor-faktor hilangnya KKBS pada saat sekarang ini disebabkan oleh ketidaktahuan si anak, sehingga menjadi penghambat berkembangnya permainan tradisional baik di kalangan masyarakat atau anak itu sendiri. Selain itu, kurangnya peran serta generasi sebelumnya terhadap anak-anak di masa sekarang. Orang tua cenderung membiarkan, tidak mau ambil pusing. Kalaupun ada perhatian, orang tua memilih permainan yang lebih praktis, instan, dan serba dibeli. Hal ini tentu saja menyebabkan si anak kehilangan mata rantai yang seharusnya mereka temukan dan mereka dapatkan dari KKBS itu. Dunia anak-anak sekarang ini umumnya merupakan dunia yang pasif. Sebagian waktu senggang mereka yang seharusnya dipakai untuk bermain bersama (bersosialisasi), banyak dihabiskan dengan bermain PS2, game-watch atau video-game atau hanya nongkrong berlamalama di depan TV. Ketika seorang anak bermain game, biasanya jika dihampiri oleh temannya akan merasa terganggu karena dalam bermain alat itu memerlukan konsentrasi. Akibatnya anak-anak lebih egois dan individualistis. Mereka benar-benar menjadi objek, dalam arti bukan sebagai pelaku yang aktif (subjek). Melihat kondisi semacam itu, besar kemungkinan tercerabutnya anakanak dari dunianya yang asli, bahkan bisa dikatakan sebagai ancaman yang sangat serius. Dalam transformasi budaya bisa menimbulkan konflik kepribadian berupa ancaman kultural yang tidak bisa dianggap enteng. Relakah kita membiarkan anakanak kita generasi mendatang ditelan begitu saja oleh kultur baru yang akan menjadi dunianya nanti? Tidak bisa dielakkan memang, ketika perubahan dan pergeseran budaya muncul dengan cepatnya, sementara dari waktu ke waktu pikiran manusia semakin kritis terhadap suatu hal. Mereka mencoba untuk mencari sesuatu yang baru. Hanya sayangnya mereka seolah meninggalkan atau bahkan tidak melihat yang lama. Perubahan-perubahan sosiokultural tersebut bisa disebut sebagai dampak dari suatu pembangunan dan proses modernisasi. Dalam proses tersebut terjadi interaksi-interaksi baik dalam tataran makro maupun dalam tataran mikro (individu). Semua interaksi tersebut membuahkan akibat-akibat tersendiri pada suasana psikologi manusia.
Hambatan yang ditemukan dari kajian-kajian literatur yang ada ialah belum adanya konsep yang matang pada etnopedagogi di Indonesia tetapi sudah diterapkan. Etnopedagogi dipahami sebagai penerapan nilai-nilai kultural pada masyarakat yang diterapkan pada pembelajaran di sekolah. Etnopedagogi di sini hampir sama dengan pembelajaran berbasis multikultural. Karena kemiripan tersebut, perlu dikaji lebih lanjut mengenai perbedaan etnopedagogi dan pendidikan berbasis multikultural secara lebih lanjut dan lebih dalam. Pada aspek implementasi, hambatan yang terjadi yakni belum ada desain kompetensi guru. Di Rusia, komponen tersebut masih dalam tahap pengembangan. Komponen kompetensi yang disoroti dalam pengembangan ini adalah komponen pengembangan individu pada peserta didik dan etnopedagogi (Neustroev, et al., 2018). Hal lain yang perlu dikaji ialah mencari integrasi interdisipliner pada proses pembentukan kompetensi etnopedagogi guru di masa yang akan datang, pengenalannya pada pembelajaran, penerapan teknologi pada Etnopedagogi, serta metode pembelajaran yang bersifat student centered (Fahrutdinova, 2016). Beberapa media yang dikembangkan juga hanya sampai tahap penggagasan belum menyentuh implementasi untuk mengetahui efektivitas produk terhadap pembelajaran. Berdasarkan angket yang kami berikan pada peserta didik terdapat hambatan dalam mengimplementasikan etnopedagogi yaitu para peserta didik yang sudah terdampak globalisasi modern saat ini sehingga sudah jarang sekali siswa bermain permainan tradisonal dan mereka lebih senang untuk bermain gadget, maka dari itu guru-guru di sekolah tersebut sudah memulai memperkenalkan kembali permainan tradisional yang sudah lama menghilang kini di perkenalkan Kembali kepada para peserta didik. 2. Tantangan Dalam Implementasi Etnopedagogi Tantangan Etnopedagogi bagi Praktisi Pembelajaran berbasis etnopedagogi membutuhkan keberanian guru untuk mengubah paradigma pembelajaran. Guru harus mampu meningkatkan penguasaan kompetensi peserta didik dengan tetap memperhatikan latar budaya peserta didik. Guru juga harus mampu memberikan ruang terhadap peserta didik dalam memahami konsep materi dengan mengaitkannya dengan pengalaman dan budaya peserta didik ( Supriyadi, et al ., 2019). Untuk mewujudkan kemampuan tersebut perlu adanya pelatihan kepada guru-guru mengenai konsep etnopedagogi maupun kompetensi etnopedagogi yang perlu dimiliki guru dalam mengimplementasikan di kelas. Tantangan lainnya adalah pada media pembelajaran. Beberapa media yang dikembangkan hanya sampai pada tahap pengembangan, belum menyentuh implementasi untuk mengetahui efektivitas produk terhadap pembelajaran. menyenangkan serta definisi etnopedagogi yakni pendidikan dari masyarakat, untuk masyarakat, dan oleh masyarakat. Adapun tantangan etnopedagogi yang dihadapi oleh SDN Julang dalam mengimplementasikan pendekatan etnopedagogi melalui kaulinan barudak lembur
10 sunda yaitu dengan bagaimana meningkatkan Kembali ketertarikan peserta didik pada permainan tradisional ini. Adapun upaya untuk mengatasi tantangan yang terjadi yaitu dengan para guru di SDN Julang yaitu dengan memperkenalkan Kembali kaulinan barudak lembur pada peserta didik seperti permainan congklak, engklek, lompat tali dan lain sebagainya. G. Studi kasus/ Best Practise Studi kasus di SDN Julang menunjukkan sudah diterapkannya permainan tradisonal . Guru sudah menerapkan permainan cingciripit, galaksin, lompat tali, sondah, Grobak sodor, Gorolong Ban. Akan tetapi di SDN Julang ini permainan kaulinan barudak lembur ini masih dalam tahap pengenalan, melakukan dan mencoba kepada peserta didik yang tujuannya agar peserta didik ini mengetahui dulu apa saja jenis-jenis dari permainan kaulinan barudak lembur. Adapun testimoni dari para siswa setelah diperkenalkan permainan kaulinan barudak ini sudah mulai terlihat hasil belajarnya bisa dilihat dari saling menghargai nya siswa satu dengan siswa lainnya, dilihat juga dari penilaian kekompakan siswa satu dengan siswa lainnya ketika menyelesaikan tugas kelompok. Dari permainan kaulinan barudak ini menambah semangat bagi para peserta didik untuk datang kesekolah karena dari beberapa pembelajaran yang diajarkan sudah dikemas dengan menggunakan permainan kaulinan barudak lembur, yang menjadikan pembelajaran tidak terlihat monoton, dimana peserta didik diajak belajar dengan konsep bermain.
20
21
2 2 1. Permainan Tradisional Sunda “Cingciripit” Cingciripit ini biasanya dilakukan olehanak-anak sebelum memulai permainan untuk menentukan urutan dalam bermain atau menentukan siapa yang menjadi eméng (kucing). Cara melakukan cingciripit: Anak-anak berkumpul membentuk lingkaran, kemudian salah seorang diantara mereka (biasanya) orang yang ‘dituakan’ dalam kelompok membuka telapak tangan, kemudian satu persatu anak meletakan jarinya di tangan tersebut, mereka akan ngawih (bernyanyi) bersama dengan syair. Lirik Lagu Cingciripit: Cing ciripit satulang sabawang, Saha nu kajepit tunggu lawang. atau .. Cing ciripit Tulang bajing kacapit Kacapit ku bulu paré Bulu paré sesekeutna Jol pa dalang mawa wayang Jrék-jrék nong, Jrék-jrék nong. Ketika lagu hampir berakhir, pemain bersiap-siap untuk mengangkat jarinya, karena bila jari tertangkap oleh tangan si pemimpin tadi maka dia kalah dan menjadi eméng atau kucing.
2 3 2. Permainan Tradisional Oray – Orayan
2 4 www.sebanndung.com Permainan Oray-orayan (ular-ularan) adalah permainan yang riang dan memadukan unsur gerakan dan suara, permainan tradisional sunda ini biasa dimainkan oleh banyak anak. Cara Memainkan Permainan Orayorayan; Dua orang anak saling berpegangan tangan membentuk seperti gerbang, dua orang tersebut memilih akan menjadi “bulan” atau “bintang”. (dirahasiakan dari pemain lain.) Kemudian pemain lain berbaris beruntun sambil memegang pundak orang di depannya dan maju melewati gerbang tadi. Orang paling depan disebut hulu (kepala) dan yang paling belakang disebut buntut (ekor). setiap pemain mengikuti langkah dari si hulu ular sambil bernyayi bersama dengan syair. Lirik Lagu Oray-Orayan: Oray orayan, luar léor mapay sawah, Entong ka sawah, Paréna keur sedeng beukah. Orang-orayan Luar-léor mapay kebon Entong ka kebon, di kebon loba nu ngangon. Mending gé ka leuwi, di leuwi loba nu mandi Saha anu mandi Anu mandina pandeuri. Oray-orayan Oray naon? Oray Bungka Bungka naon? bungka laut Laut naon? Laut dipa Dipa naon? Dipandeuri riririri … Jleepp (bulan dan bintang menangkap mangsanya) Ketika berada di ujung lagi, pada syair “riririririri …. “ kedua pemain yang menjadi gerbang tadi akan menurunkan tangannya dan menangkap seorang pemain, setelah tertangkap pemain harus memilih bulan atau bintang, bila si pemain misalnya memilih bulan, dia akan berdiri di belakang bulan, pun sebaliknya. Permainan dilanjutkan sampai semua pemain tertangkap, nantinya akan membentuk tim bulan dan tim bintang yang akan beradu kekuatan dengan saling tarik menarik tangan (seperti tarik tambang)
2 5 Versi lain dari cara memainkan permainan oray-orayan adalah pemain paling depan harus menangkap pemain paling belakang, dan pemain lain akan menghalang-halangi kepala ular agar tidak menyentuh anak paling belakang tersebut.
2 6 3. Gorolong Ban
2 7 4. Lompat Tali Karet
2 8 5 . Sondah
2 9 6. Gerobak Sodor
2 10
2 11