Pastilah di sana banyak orang sakti. Siapa tahu di antara mereka
ada yang membawa keris Setan Kober," kata pembantu Raden
Sutajaya.
Kalau begitu, aku titipkan Pekandangan kepada Paman. Aku
akan segera menuju Cirebon," sambungnya. Tak berapa lama,
Raden Sutajaya sudah hilang dari pandangan mata.
Sementara itu, di alun-alun Kesultanan Cirebon sebentar
lagi akan dimulai sayembara perang tanding memperebutkan Nyi
Mas Reng Sari. la adalah adik Sultan Panembahan Ratu dari lain
ibu. Kecantikan dan kesaktiannya membuat para satria dan
penggede ingin memilikinya. Oleh karena itu, diadakanlah
sayembara.
Matahari pagi itu bersinar begitu cerah. Di alun-alun
puluhan peserta sudah tidak sabar menunggu. Di panggung
kehormatan tampaklah Sultan Panembahan Ratu memimpin
sayembara itu. Satu per satu peserta maju menghadapi Nyi Mas
Reng Sari. Namun, di antara mereka tidak ada yang sanggup
menghadapi kesaktian Nyi Mas Reng Sari. Sementara itu, di
sebuah sudut Raden Sutajaya terus mengamati setiap peserta
sayembara kalau-kalau ada yang membawa keris Setan Kober.
Diam-diam, Raden Sutajaya mengagumi kesaktian Nyi Mas
Reng Sari yang demikian mudah melumpuhkan para penggede
43
dan satria. Sampai suatu waktu, masuklah ke arena sayembara
seorang satria yang gagah perkasa. Nyi Mas Reng Sari pun kini
tampak lebih berhati-hati. Pertarungan yang seru segera dimulai.
Anehnya, serangan-serangan satria yang satu ini hanya
menggiring Nyi Mas Reng Sari ke dekat Sultan Panembahan
Ratu. Pada saat itulah satria yang gagah perkasa itu menghunus
keris, yang tak lain keris Setan Kober dan langsung menusukkan
kepada Sultan Panembahan Ratu. Namun, sang Sultan bukanlah
orang sembarangan. la bisa lolos dari bahaya maut. Akan tetapi,
tusukan keris Setan Kober justru mengenai dada Pangeran
Sendang yang duduk di samping Sultan.
Melihat usahanya gagal, satria itu menjadi murka. Raden
Sutajaya pun segera bangkit menghadapi satria yang di tangannya
terhunus pusaka keris Setan Kober miliknya.
"Hai orang Cirebon! Ketahuilah, aku adalah Raden
Panglanglang, cucu Prabu Galuh yang dulu kalian kalahkan.
Kedatanganku ke sini tak lain hanya ingin membalas dendam atas
kehancuran negeriku!" kata Raden Panglanglang sambil
mengacungkan keris Setan Kober.
Raden Sutajaya yang sedang mencari keris pusakanya yang
hilang lantas segera menghadapi Raden Panglanglang.
44
"Ayo, orang Cirebon! Majulah kalian beramai-ramai, jangan
satu-satu begini."
"Sombong kau, Panglanglang. Rupanya kaulah pencuri keris
Setan Kober, pusaka milikku. Oleh karena itu, bersiaplah
menghadapiku. Kau akan menerima hukuman karena mencuri
keris pusakaku dan mengacaukan Negeri Cirebon," kata Raden
Sutajaya.
Mendengar perkataan Raden Sutajaya, Raden Panglanglang
tertawa terbahak-bahak. Sementara itu, keris Setan Kober yang
sudah terhunus itu memancarkan cahaya yang sangat
menyilaukan.
"Kau benar, Sutajaya. Akulah yang mencuri pusaka ini.
Petunjuk gaib yang kuperoleh mengatakan bahwa hanya dengan
keris Setan Kober-lah aku dapat menaklukkan Cirebon. Oleh
karena itu, pada malam Selasa Pahing, pada saat kau mendengkur
pulas, aku ambil pusaka ini," kata Raden Panglanglang yang
diteruskan dengan tawanya yang sombong.
"Kurang ajar! Bersiaplah kau Panglanglang," seru Raden
Sutajaya yang kemudian melabrak Raden Panglanglang dengan
jurus-jurus saktinya. Namun, Raden Panglanglang yang kini
memegang keris Setan Kober bukanlah lawan yang sebanding.
Setiap kilatan cahaya yang memancar dari keris itu benar-benar
45
harus bisa dihindarinya. Kalau tidak, ia harus menerima akibat
yang fatal. Benarlah, serangan yang bertubi dari Raden
Panglanglang sempat melumpuhkan Raden Sutajaya.
Melihat Iawannya terjatuh, Raden Panglanglang terus
memburu. Kini ia sudah berada di depan tubuh Raden Sutajaya
yang terkapar di tanah. Kebencian dan kemarahannya kepada
orang Cirebon tiba-tiba meluap kembali. Oleh karena itu,
diangkatnya tinggi-tinggi keris Setan Kober dan akan
dihunjamkan ke tubuh putra Pekandangan itu. Namun, mendadak
46
pandangannya menjadi gelap. Sesaat kemudian, ketika kegelapan
itu sirna, tubuh Raden Sutajaya yang tadi tergeletak di depannya
tidak dijumpainya
Raden Panglanglang menjadi amat berang. Terlebih kini di
depannya telah berdiri seorang satria. Dialah Pangeran Losari,
adik kandung Sultan. Melihat kenyataan itu, Raden Panglanglang
langsung menyerang Pangeran Losari. Pertarungan berlangsung
sangat seru dan mengerikan. Kilatan-kilatan cahaya dan hawa
panas yang menyembur dari keris Setan Kober benar-benar
mengerikan. Terlebih ketika harus berbenturan dengan tenaga
dalam Pangeran Losari. Akhirnya, Raden Panglanglang bisa
ditaklukkan. la kini terkulai lemas di tanah. Setiap kemarahan dan
kebenciannya muncul kepada orang Cirebon, saat itu pulalah
tubuhnya semakin terkulai.
"Ketahuilah Panglanglang. Sekali-kali kami tidak
menghancurkan negerimu, Negeri Galuh. Kami hanya mengajak
siapa pun untuk memeluk agama yang hak di sisi Allah, yaitu
Islam. Tetapi leluhurmu malah menyerang kami. Seterusnya kau
tahu sendiri kejadiannya," kata Pangeran Losari.
Mendengar penjelasan itu, Raden Panglanglang menjadi
sadar. Hilanglah segala dendam dan kebenciannya. Pada saat itu,
ia pun merasakan pulih kembali seperti sedia kala. Kini Keris
47
Setan Kober pun diserahkannya kepada Raden Sutajaya.
Kemudian, Raden Panglanglang dengan ikhlas masuk Islam dan
dinyatakan sebagai pemenang sayembara. Dengan begitu, dialah
yang berhak menjadi suami Nyi Mas Reng Sari.
(Cerita dan gambar sesuai aslinya. Sumber: Buku Cerita Rakyat dari Cirebon
karya Made Casta dan Masduki Sarpin tahun 1998)
2. Literasi Baca
Setelah kamu membaca cerita “Hilangnya Keris Setan
Kober”, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini dengan
cermat!
1. Jelaskanlah tema dari cerita Hilangnya Keris Setan Kober
tersebut!
2. Mengapa Raden Sutajaya harus mencari keris Setan Kober
yang hilang?
3. Bagaimana menurutmu sifat dan sikap Raden Panglanglang
cucu Prabu Galuh dari negeri Galuh dalam cerita tersebut?
4. Bagaimana menurutmu sikap Pangeran Losari ketika melawan
Raden Panglanglang?
5. Dalam akhir cerita, Raden Panglanglang dinyatakan pemenang
sayembara, padahal dia yang akan membunuh sultan Cirebon.
Apa alasan sultan mengambil keputusan tersebut? Jelaskanlah!
48
3. Literasi Tulis
Ceritakan kembali cerita “Hilangnya Keris Setan Kober”
dalam 1 paragraf dengan kata kunci tokoh-tokoh berikut ini!
Raden Sutajaya dari Pekandangan Dermayu.
Raden Panglanglang cucu Prabu Galuh dari negeri Galuh.
Nyi Mas Reng Sari adik Sultan Panembahan Ratu Cirebon.
Pangeran Losari, adik kandung Sultan.
4. Nilai Kearifan Lokal
Berikut ini adalah nilai-nilai kearifan lokal sebagai penguatan
pemahamanmu setelah membaca cerita rakyat “Hilangnya Keris
Setan Kober”.
Mencuri milik orang lain tidak baik
Dendam itu tidak baik
Keiklasan menerima sesuatu
49
F. KEGIATAN LITERASI 6
1. Membaca Teks Cerita
ASAL USUL DESA WATUBELAH
Hari itu Prabu Galuh mengumpulkan para patihnya di
Dalem Agung. Mimik wajahnya tampak begitu serius. Angin yang
bertiup lembut ternyata tidak mampu menyejukkan suasana
hatinya. la begitu gelisah dan merasa terganggu setelah
mendengar keterangan dari mata-mata kerajaan. Berita yang ia
terima tentang adanya Raden Walangsungsang yang menyebarkan
agama Islam di wilayahnya menjadi beban pikirannya.
"Aku tidak mau orang yang bernama Walangsungsang
merusak keyakinan rakyat negeri ini," tandas Prabu Galuh dengan
nada keras. Oleh karena itu, aku utus engkau Patih Manik untuk
menghentikan usaha Walangsungsang. Kalau dia melawan, aku
perintahkan engkau meringkusnya hidup atau mati!"
"Baik, Gusti Prabu," jawab Patih Manik mantap.
Tanpa membuang waktu, patih andalan Negeri Galuh itu
menuju arah pesisir tempat bermukimnya Walangsungsang. Di
tengah perjalanan, ia bertemu dengan Nyi Mas Serang yang cantik
jelita. Patih Manik hatinya tergetar begitu melihat kecantikan putri
Ki Gede Mayaguna dan Nyi Gede Renda. Hatinya rela menunda
50
tugas dari Prabu Galuh asalkan dapat mempersunting Nyi Mas
Serang yang cantik jelita. Ini namanya sekali merengkuh dayung
dua tiga pulau terlampaui, pikirnya. Lalu, ia menghadap Ki Gede
Mayaguna untuk melamar Nyi Mas Serang menjadi istrinya
Ki Gede Mayaguna tidak berkeberatan dengan maksud Patih
Manik. la diam-diam malah sangat bergembira karena putrinya
akan menjadi istri pembesar Negeri Galuh. Namun, ia cukup
bijaksana. Terlebih dahulu orang tua itu menanyakan
kesanggupan dan kesediaan putrinya. la tidak mau putrinya akan
merasa tersiksa hanya karena untuk kepuasan dirinya.
"Aku tidak keberatan, Kanjeng Rama," sahut Nyi Mas
Serang. "Asalkan Patih Manik dapat memenuhi permintaanku,"
sambungnya.
"Apa syaratnya?" desak Patih Manik.
"Syaratnya hanya satu. Karena calon suamiku adalah
pembesar Negeri Galuh, maka aku ingin dibuatkan sebuah
pedukuhan yang besar."
Keesokan harinya, ketika matahari muncul di ufuk timur,
Patih Manik mulai membabat hutan untuk dijadikan pedukuhan.
Untuk menebang pohon-pohon yang besar dan tinggi, ia tidak
menggunakan golok, melainkan dengan pukulan tenaga dalamnya.
Dengan sekali pukulan tenaga dalam, pohon-pohon itu roboh.
51
Suaranya begitu keras berderak. Binatang-binatang hutan pun
ketakutan dan lari tunggang langgang. Daun-daun pohon yang
roboh tersambar pukulan jarak jauh Patih Manik itu langsung
meranggas, kering, dan jatuh ke bumi.
Dengan kesaktiannya pula, batang ranting dan dedaunan
pohon itu dalam waktu singkat dapat terkumpul. Setelah itu, Patih
Manik membakarnya. Kemudian, api pun menyala begitu besar.
Asapnya membubung tinggi ke langit.
Raden Walangsungsang yang dalam pengembaraannya
menyebarkan agama Islam terkejut melihat kejadian itu. la tertarik
dan terus mendekati arah munculnya asap yang terus mengepul.
Dari jarak tiga meter, Raden Walangsungsang melihat seorang
satria yang sedang berdiri tegak memandang kobaran api itu. la
pun menyampaikan salam, berharap akan mendapatkan
keterangan yang banyak dari orang itu.
"Tampaknya Tuan sedang membuka hutan untuk dijadikan
sebuah pedukuhan?" tanya Raden Walangsungsang membuka
percakapan.
"Ki Sanak benar. Aku memang ingin mendirikan pedukuhan
di sini," jawab Patih Manik.
"O, syukurlah," kata Raden Walangsungsang. "Pekerjaan
Tuan sangat mulia. Hamba senang mendengarnya. Oleh karena
52
itu, kalau Tuan tidak keberatan, bolehlah hamba membantu
Tuan."
"Terima kasih, Ki Sanak. Siapakah Ki Sanak ini?"
"Namaku Walangsungsang."
"Walangsungsang?" tanya Patih Manik. Betulkah sekarang
aku sedang berhadapan dengan Raden Walangsungsang yang
sedang menyebarkan agama Islam di wilayah Galuh ini?"
"Tuan tidak salah."
Mendengar itu, Patih Manik tertawa tergelak-gelak.
"Pucuk dicinta ulam tiba," kata Patih Manik lagi di sela-sela
tawanya.
"Bolehkah, Tuan? Bolehkah hamba membantu Tuan
membuka pedukuhan itu?" desak Raden Walangsungsang.
"Tidak usah! Kau tidak usah membantuku membuka
pedukuhan di sini. Cukup bagiku kalau kau menyerahkan diri di
hadapan Gusti Prabu Galuh!"
"Apa maksud, Tuan?" tanya Raden Walangsungsang. "Kau
kutangkap! Atas nama Negeri Galuh kau kutangkap.”
Raden Walangsungsang berusaha menjelaskan persoalan.
Akan tetapi, kemarahan Patih Manik semakin memuncak.
Pertarungan pun tidak dapat dihindari. Mulanya Raden
Walangsungsang hanya meladeni serangan Patih Manik ala
53
kadarnya. la tidak berusaha melumpuhkan lawan. Sampai
beberapa jurus, Raden Walangsungsang hanya menepis serangan
dan menghindar. Sama sekali tidak ingin mencederai Patih Manik
walaupun jelas-jelas Patih Manik bermaksud tidak baik
kepadanya.
Pertarungan semakin lama semakin bertambah seru. Patih
Manik tampaknya tidak ingin berlama-lama meringkus Raden
Walangsungsang. Oleh karena itu, ia mulai mengerahkan ilmu
tingkat tingginya. Lagi-lagi Raden Walangsungsang hanya
berusaha menghindar sebisanya. Akibatnya, pukulan jarak jauh
dan bertenaga dalam dari Patih Manik berkali-kali membentur
gundukan batu-batu yang besar. Suaranya begitu keras terdengar.
Patih Manik tampaknya kesal dengan ulah Raden
Walangsungsang yang sepertinya setengah-setengah
menghadapinya. la sangat tersinggung, marah, dan amat kesal.
"Walangsungsang, kau sementara boleh bangga karena
sudah sekian lama bertarung tidak dapat kurobohkan. Tapi
sekarang bersiaplah menghadapi pukulan maut andalanku," kata
Patih Manik seraya meletakkan kedua belah tangannya yang
menyilang di dada. Raden Walangsungsang pun kali ini bersiap-
siap menghadapi. Sesaat ia berdoa kepada Allah memohon
perlindungan dari-Nya. Tidak berapa lama, pukulan maut Patih
54
Manik itu dilepaskan ke arah Raden Walangsungsang yang berdiri
tegak hanya tiga tombak di depannya.
Pukulan maut yang membentur tubuh Walangsungsang itu
melahirkan bunyi ledakan yang amat dahsyat. Namun, apa yang
terjadi ternyata di luar dugaan Patih Manik. Walangsungsang
masih tegak berdiri dan sehat walafiat. Melihat kenyataan itu,
Patih Manik merasa malu dan ketakutan. Dengan kesaktiannya, ia
pun masuk ke dalam bongkahan batu yang sangat besar.
Melihat kejadian itu, Raden Walangsungsang tidak
kehilangan akal. Dengan penuh kerendahan hati, ia pun berdoa
kepada Allah. Setelah selesai ia berdoa, tiba-tiba terdengar
55
ledakan yang demikian dahsyat datang dari arah batu besar itu.
Bersamaan dengan itu, batu besar terbelah dan keluarlah Patih
Manik. Selanjutnya, Patih Galuh itu lari tunggang langgang.
Raden Walangsungsang mengambil batu yang kini terbelah
sambil bersyukur kepada Allah karena terlepas dari marabahaya.
"Alhamdulillah. Batu itu terbelah. Oleh karena itu, kelak
ketika daerah ini menjadi sebuah pedukuhan, maka sebaiknya
diberi nama Watubelah," kata Raden Walangsungsang lembut.
Begitulah, sampai kini desa itu disebut desa Watubelah.
Watu dalam bahasa Cirebon berarti batu.
(Cerita dan gambar sesuai aslinya. Sumber: Buku Cerita Rakyat dari Cirebon
karya Made Casta dan Masduki Sarpin tahun 1998).
2. Literasi Baca
Setelah membaca cerita tersebut untuk menguji literasi baca
kamu, jawablah pertanyaan berikut ini!
1. Jelaskan apa yang terkesan dari cerita “Asal Usul Desa
Watubelah” tersebut!
2. Patih Manik telah melalaikan tugasnya dengan tergoda oleh
urusan lain. Menurutmu karakter seperti apa yang dimiliki oleh
Patih Manik itu?
56
3. Bagaimana menurutmu persyaratan yang diajukan oleh Nyi
Mas Serang kepada Patih Manik untuk dapat memperistrinya?
4. Raden Walangsungsang menghadapi Patih Manik dengan sikap
sabar. Mengapa Raden Walangsungsang bersikap seperti itu?
5. Apa pesan yang ingin disampaikan dari “Asal Usul Desa
Watubelah” tersebut?
3. Literasi Tulis
Untuk meningkatkan keterampilan menulismu, buatlah cerita
dalam 1 paragraf cerita tentang asal usul sebuah tempat yang
pernah kamu baca!
4. Nilai Kearifan Lokal
Jangan melalaikan tugas dari seseorang.
Jangan sombong dengan kemampuan yang kita miliki.
Selalu meminta pertolongan Allah SWT; Tuhan Yang
Maha Esa.
57
REFLEKSI
Mari Kita Renungkan Hasil Berliterasi.
Nah, kamu sudah menyelesaikan kegiatan literasi
membaca dan menulis cerita rakyat Cirebon. Kalau kita rangkum
ada beberapa hal yang bisa kita renungkan dari 6 cerita rakyat
Cirebon yang telah dibaca tersebut.
1. Cerita rakyat tersebut berstruktur cerita naratif, ada tokoh,
tempat, peristiwa, dan sudah pasti ada pesan yang ingin
disampaikan.
2. Cerita rakyat itu berfungsi sebagai alat hiburan, alat
pendidikan, dan alat pewarisan nilai-nilai kearifan para leluhur.
3. Nilai-nilai kearifan lokal dalam cerita rakyat Cirebon banyak
yang dapat diambil untuk menguatkan karakter kita dalam
kehidupan kita di masyarakat. Seperti: kejujuran, keikhlasan
dalam melaksanakan tugas, tidak sombong, sabar menghadapi
masalah, dan selalu meminta pertolongan Allah dalam setiap
menghadapi masalah.
Pada akhirnya, hasil kegiatan literasi ini harus menjadi
bekal softskill untuk menghadapi kehidupanmu dalam mencapai
cita-cita dunia dan akhirat.
58
DAFTAR PUSTAKA
Amin, I. (2013). Cerita Rakyat Penamaan Desa di Kerinci. Jurnal
Bahasa, Sastra, dan Pembelajaran. 1 (1). Universitas Negeri
Padang.
Baleiro, R. (2011). A Definition of Literary Literacy: A Content
Analysis of Literature Syllabuses and Interviews with
Portuguese Lecturers of Literature. Journal of New Horizons
in Education, (1) 4.
Bascom, W. R. (1965). The Forms of Folklore: Prose Narratives.
The Journal of American Folklore. 78 (307).
Brunvand, J. H. (1978). The Study of American Folklore: An
Introduction. New York: WW Norton & Company Inc.
Casta, M. dan Sarpin, M. (1998). Cerita Rakyat dari Cirebon.
Jakarta: PT Gramedia Widiaasarana Indonesia.
Danandjaja, J. (1997). Folklor Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama
Grafiti.
Fadila, A. (2020). Struktur dan Nilai-Nilai Cerita Rakyat
Kabupaten Cirebon dan Pemanfaatannya sebagai Bahan Ajar
di SMA. Jurnal Tuturan. 9(1).
Fatimah, F.N dan Sulistyo, E.T. (2016). Cerita Rakyat Dewi
Sritanjung sebagai Upaya Mewujudkan Pendidikan Karakter
Berbasis Nilai Kearifan Lokal. Proceeding of 2nd
International Conference of Arts Language And Culture.
Harras, K.A. (2011). Mengembangkan Potensi Anak Melalui
Program Literasi Keluarga, International Journal of
Education. 10(1).
Harsiati, T. (2018). Karakteristik Soal Literasi Membaca pada
Program PISA. LITERA, 1 (17).
Haryadi, F. (2013). Nilai Kearifan Lokal dalam Upacara Adat
Ritus Tiwu Panganten di Kecamatan Babakan Kabupaten
Cirebon (Analisis Struktural-Semiotik). LOKABASA. 4 (2).
KBBI V Daring. kbbi.kemdikbud.go.id.
59
Miles, M.B dan Huberman, M. (1992). Analisis Data Kualitatif.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Puslitjakdikbud. (2017). BUKU TEKS DAN PENGAYAAN:
Kelengkapan dan Kelayakan Buku Teks Kurikulum 2013
Serta Kebijakan Penumbuhan Minat Baca Siswa. Jakarta:
Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan,
Balitbang, Kemendikbud.
Pora, S. (2014). “Tinjauan Filosofis Kearifan Lokal Sastra Lisan
Ternate”. UNIERA. 3 (1).
Sadeli, L. (2015). Pengenalan Cerita Rakyat Desa Sindangkasih
Kab. Majalengka Nyi Rambut Kasih sebagai Bentuk Kearifan
Lokal dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di
Tingkat SMA. Dinamika. 7(14).
Sayuti, S. A. (2013). Kearifan Lokal dan Kurikulum 2013:
Perspektif Pembelajaran Sastra Indonesia. Makalah disajikan
dalam Seminar Nasional. Program Pascasarjana Unnes,
Semarang, 22 Desember.
Sudikan, S. Y. (2013). Kearifan Budya Lokal. Sidoarjo: Damar
Ilmu.
Taufina dan Chandra. (2017). Developing The Big Questions And
Bookmark Organizers (Bqbo) Strategy–Based Literacy
Reading Learning Materials In The 4th Grade Of Elementary
School, The 9th International Conference for Science
Educators and Teachers (ICSET 2017).
Wachidah, L.R., dkk. (2017). Potensi Karakter Tokoh dalam
Cerita Rakyat sebagai Bahan Bacaan Literasi Moral. Jurnal
Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengembangan. 2(7).
Winch, Gordon., dkk. (2006). Literacy: Reading, Writing, and
Children’s Literature. Oxford University Press
https://mediaindonesia.com/opini/411795/masyarakat-literat
menuju-peradaban-baru
60