The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by auliashafira502, 2019-12-02 19:17:28

resume dan instrumen ADHD pertemuan 10

resume dan instrumen ADHD pertemuan 10

TUGAS PERTEMUAN 10
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)

“Resume dan buat instrumen ADHD”
“Diajukan untuk memenuhi tugas dan resume ADHD pada pertemuan ke sepuluh”

NAMA OLEH:
NIM : AULIA SHAFIRA
: 18003054

Dosen Pengampu : Dr. Marlina, S.Pd, M.Si

PENDIDIKAN LUAR BIASA
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2019

A. Intervensi Berbasis Keluarga bagi Anak ADHD
1. Program Pelatihan Perilaku bagi Orangtua.
Menurut Barkley (1990) program pelatihan orangtua lebih dikhususkan untuk
mengatasi masalah yang berkaitan dengan anak ADHD. Program pelatihan dapat
dilakukan secara individual dan kelompok. Anak tidak diikutsertakan dalam program
pelatihan kecuali jika terapis menginginkan orang tua mempraktekkannya secara
langsung kepada anak. Waktu pelatihan berkisar antara 1-1,5 jam untuk pelatihan
secara individual dan 1,5-2 jam untuk pelatihan berkelompok.
Setiap sesi terdiri dari beberpa kegiatan seperti membahas materi yang telah
diberikan minggu sebelumnya, asesmen singkat terhadap kasus-kasus yang muncul
dalam pertemuan, dan diskusi tentang pekerjaan yang ditugaskan di akhir sesi
pelatihan. Terapis memberikan pengarahan tentang strategi manajemen perilaku
diikuti dengan modeling perilaku yang sesuai oleh terapis, kemudian orangtua diminta
umpan baliknya atas materi yang telah diberikan. Di akhir sesi sebaiknya diberikan
pekerjaan rumah untuk didiskusikan pada pertemuan berikutnya.
Program pelatihan orangtua diberikan sebanyak 8-9 sesi setiap minggu.
Gambaran masing-masing sesi dijelaskan oleh Barkley(1990) berikut ini.
a. Sesi 1 : Sekilas tentang ADHD
Berisi tentang segala informasi yang berkaitan dengan ADHD antara lain
pengertian, karakteristik, prevalensi yang efektif bagi ADHD. Penekanannya
adalah bagaimana keluarga menghadapi kelainan anak dan menciptakan
lingkungan keluarga yang terapeutik.
b. Sesi 2 : Hubungan Orangtua dan Anak serta Prinsip Manajemen Perilaku.
Model interaksi antara anak dan orangtua dapat menimbulkan perilaku yang
salah pada anak. Bell & Harpers (dalam DuPaul & Stoner, 1994) menyatakan
ada 4 faktor yang menjadi penyebabnya yaitu : karakteristik anak dan orangtua,
stressor keluarga, situasional, dan konsekuensi. Alasan dilakukannya pelatihan
orangtua adalah untuk memodifikasi cara bagaiman mereka merespon perilaku
anaknya. Pada sesi ini juga diberikan prinsip-prinsip manajemen perilaku
(misalnya penguatan positif dan negatif) disertai latihan setiap minggu.
c. Sesi 3 : Meningkatkan Perhatian Orangtua terhadap Perilaku Anak.
Perhatian keluarga yang sangat kurang terhadap anak akan menimbulkan
masalah perilaku, sehingga orangtua diajarkan melakukan aktivitas waktu khusus

yang dirancang untuk meningkatkan intensitas dan kualitas perhatian orangtua
terhadap anak-anaknya.
d. Sesi 4 : Menghadirkan Perilaku yang Sesuai.

Pada sesi ini orangtua diajarkan menggunakan keterampilan penguatan untuk
meningkatkan perilaku anak yang muncul selama aktivitas waktu khusus (pada
sesi 3 di atas). Orangtua memperoleh berbagai informasi dan kesempatan
mempraktekkan beberapa perilaku (misalnya mengajukan permintaan vs
menanyakan kesukaan).
e. Sei 5 : Membangun Sistem Penguatan Berbasis Keluarga.

Sistem ini dirancang untuk meningkatkan kesopanan dan kepatuhan terhadap
orangtua. Tujuannya agar anak dapat menyelesaikan tugas rumah dan belajar
untuk mempersiapkan ujian.
f. Sesi 6 : Penggunaan Peniadaan Penguatan Positif

Dalam masa pelatihan ini diajarkan memberikan penguatan positif tanpa
memberikan hukuman. Dalam sesi ini dijelaskan ada dua teknik hukuman ringan
yakni penggunaan daya tanggap dan peniadaan penguatan positif sebagai
tambahan.
g. Sesi 7 : Memanajemen Perilaku yang Salah di Tempat Umum..

Anak ADHD terbiasa berperilaku yang sulit dikontrol ditempat umum, seperti
dipasar, rumah makan, rumah sakit dan lainnya. Jika orangtua sudah dibekali
keterampilan manajemen perilaku yang cukup, maka mereka akan dapat
mengimplementasikannya di rumah dan di tempat umum.
h. Sesi 8 : Mengatur Perilaku Salah yang Mungkin Akan Terjadi

Sesi terakhir program ini digunakan untuk membahas prinsip-prinsip
manajemen perilaku.
2. Terapi Perilaku bagi Remaja
Anak ADHD remaja sering menunjukkan tingkat disruptif yang tinggi, acuh, suka
menentang, selalu bermasalah dan sering berkonflik dengan keluarga (Guevremont &
Fletsher, 1991). Anak ADHD remaja juga memiliki konflik interpersonal dengan
orangtua atau orang dewasa yang mengontrolnya (Barkley & Anastopoulos, 1992).
Pendekatan intervensi perilaku keluarga diartikan sebagai pemecahan masalah
dan pelatihan komunikasi yang mengkombinasikan unsur latihan manajemen penguatan
dan intervensi berbasis keluarga. Intervensi tersebut menggunakan komunikasi dan
pemecahan masalah yang berguna untuk membangun keterampilan dalam keluarga.

Dalam beberapa kasus prosedur terapi kognitif diyakini oleh anggota keluarga sebagai
sesuatu yang irrasional (Robin & Foster, 1989).

Strategi pemecahan masalah dan latihan komunikasi bagi orangtua dan orang
dewasa lainnya dalam keluarga tidak harus dipelajari secara khusus. Pada dasarnya,
strategi ini akan berhasil dengan baik dalam memperbaiki perilaku ADHD jika setiap
orang dewasa dalam keluarga memberikan perhatian pada remaja secara proporsional,
menghargai remaja, memperlakukan remaja sesuai prinsip-prinsip perkembangannya,
setiap anggota keluarga menjaga komunikasi yang kondusif serta menjadi model
tentang perilaku yang benar dan sesuai. Dengan demikian, setiap anggota keluarga
dapat memberikan intervensi pada remaja ADHD tanpa dikondisikan sebagai suatu
intervensi.
B. Intervensi Berbasis Sekolah bagi Anak ADHD

Intervensi berbasis sekolah meliputi program latihan keterampilan sosial, program
latihan meningkatkan prestasi akademik, latihan control kemarahan, latihan konsep diri
atau harga diri, latihan kontrol terhadap rangsangan, dan latihan memecahkan masalah.
Masing-masing program latihan tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1. Latihan Keterampilan Sosial

Ada beberapa alasan anak-anak GPPH bermasalah dalam hal keterampilan sosial,
antara lain :
a. Anak-anak GPPH mungkin memasuki aktivitas atau kegiatan bermain teman

sebaya dengan cara yang kasar dan prilaku yang destruktif sehinggga menimbulkan
ketidakpuasan bagi teman sebayanya dalam melakukan aktivitas tersebut.
b. Anak-anak GPPH tidak mengikuti aturan dalam melakukan percakapan, misalnya
mereka sering menyela pembicaraan orang lain atau anak menjawab sesuatu yang
tidak relevan dengan pertanyaan.
c. Anak-anak GPPH sering menunjukkan kehilangan kontrol diri dan mudah marah.
Menurut Guevremont (1990) mengemukakan ada 3 komponen intervensi yang
berkaitan dengan keterampilan sosial, yaitu :
1.) Latihan keterampilan sosial dan perilaku kognitif
2.) Program generalisasi.
3.) Strategi pelibatan teman sebaya.

Pada dasarnya program ini dirancang untuk dilakukan dalam setting klinis rawat
jalan, namun sudah diadaptasi ke dalam lingkungan sekolah. Dalam kenyaataan,

latihan keterampilan sosial berbasis sekolah lebih efektif daripada latihan
keterampilan sosial berbasis klinis, khususnya yang berkaitan dengan generalisasi dan
intervensi dalam meningkatkan keterlibatan anak-anak. Masing-masing komponen
keterampilan sosial sebagai berikut:

a.) Program Latihan Keterampilan
Ada 4 komponen yang menjadi bahasan latihan keterampilan sosial

yakni memasuki lingkungan sosial, keterampilan percakapan, pemecahan
masalah kontrol dan kemarahan (Guevremont, 1990).

Urutan Aktifitas latihan keterampilan sosial :

No Uraian kegiatan
1 Tinjauan tentang system manajemen perilaku dan peraturan kelompok.
2 Pengenalan, rasionalitas, diskusi kelompok tentang keterampilan sosial.
3 Instruksi verbal performansi keterampilan : langkah demi langkah

komponen didiskusikan dan diberi tanda di papan tulis.
4 Modeling oleh terapis : partisipan mengamati setiap prilaku terapis

yang menunjukkan prilaku keterampilan sosial.
5 Bermain peran antara seorang terapis dan salah seorang partisipan :

terapis dan sekelompok partisipan.
6 Pemantauan dan umpan balik verbal kepada setiap anak dan

memberikan sugesti melalui pengajaran verbal serta modeling secara
lengkap.
7 Bermain peran antara anak dengan anak : anak dikondisikan dalam
bntuk latihan keterampilan sosial, sementara terapis dan anggota
kelompok lain memberikan umpan balik.
8 Anak dengan anal lain bermain peran kemudian dicatat dan direview
setelah itu diberikan umpan balik.
9 Rangkuman keterampilan selama latihan.
10 Pemberian konsekuensi

Komponen utama latihan keterampilan sosial difokuskan pada aktivitas sosial.
Partisipan dilatih agar sukses memasuki kelolompok sosial :

1) Pengamatan pasif aktivitas kelompok.
2) Memulai percakapan dengan suatu kelompok teman sebaya.
3) Meminta izin untuk bergabung dengan suatu kegiatan.
4) Mengikuti peraturan kegiatan.

Latihan keterampilan percakapan merupakan komponen utama program
keterampilan sosial (Guevremont, 1990). Anak-anak menerima keterampilan
verbal dan keterampilan nonverbal untuk meningkatkan percakapan yang
sesuai dalam kacamata sosial. Keterampilan verbal tersebut adalah :
menanyakan kepada orang lain tentang diri mereka sendiri, memberikan
informasi tentang diri sendiri atau seseorang, dan membuat sugesti, memulai
aktifitas, memberi bimbingan atau memberikan umpan balik. Sedangkan
komponen perilaku non verbal, adalah : membuat kontak ketika sedang
berbicara atau mendengarkan, orientasi tubuh (misalnya menghadapi teman
sebaya dengan seseorang yang sedang berbicara).

Komponen latihan keterampilan sosial berikutnya adalah strategi
memecahkan masalah sosial. Partisipan diminta mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut :

a) Mengidentifikasi masalah dan menata tujuan
b) Mengatur berbagai pilihan pemecahan masalah
c) Menggambarkan konsekuensi setiap alternatif pemecahan masalah.
d) Memilih rencana dan menilai hasil.
b.) Program Generalisasi

Berbagai prosedur harus dimasukkan dalam sesi latihan keterapilan sosial
untuk meningkatkan kemungkinan generalisasi ke dalam kehidupan nyata.
Strategi tersebut meliputi:
1) Menggunakan pola kehidupan nyata yang dilakukan oleh sekelompok

partisipan.
2) Menggunakan contoh yang banyak dan kesempatan latihan yang bervariasi

selama modeling dan bermain peran.
3) Menugaskan pekerjaan rumah yang melibatkan prosedur penguatan diri

dan monitoring diri.

4) Memanfaatkan sesi pendamping untuk meningkatkan dan memperkaya
sesi latihan yang terdahulu.

Dengan demikian, program latihan perilaku sosial sebaiknya dibuat dalam
setting kehidupan nyata anak dengan membuat lingkungan alami anak
sehingga dapat mempercepat munculnya perilaku interpersonal yang sesuai.
Komponen program lingkungan tersebut terdiri dari:

a) Pengajaran orangtua dan guru untuk mempercepat anak-anak
memperoleh perilaku yang terlatih dalam sesi keterampilan sosial.

b) Mengembangkan program manajemen penguatan di rumah dan di
sekolah untuk meningkatkan keterampilan yang telah dimiliki dan
menurunkan kemungkinan adanya agresi fisik dan agresi verbal.

c) Mengajarkan anak untuk mendapatkan penguatan dari yang lain di
lingkungan, berdasarkan keterlibatannya dalam perilaku prososial.
Dengan demikian orang tua dan guru merupakan bagian yang integral
dalam tim latihan keterampilan sesuai dengan layanan sebagai agen
generalisasi.

c.) Strategi Pelibatan Teman Sebaya
Menurut Guevremont (1990) menyatakan teman sebaya hendaknya

dilibatkan dalam semua tahap intervensi keterampilan sosial. Pertama, teman
sebaya yang tidak mengalami kelainan dapat berpartisipasi sebagai model
dalam sesi pelatihan keterampilan. Kedua, teman sebaya dapat menjadi tutor
dilingkungan dengan memberikan dan meningkatkan perubahan perilaku
sosial yang telah ditargetkan dalam pelatihan. Ketiga, orangtua dapat
menyusun pengalaman latihan persahabatan berbasis keluarga dengan
mengawasi anaknya dalam situasi yang diatur dengan ketat.
2. Rancangan Intervensi Untuk Meningkatkan Prestasi Akademik
Ada beberapa strategi pengajaran untuk meningkatkan prestasi akademik anak-
anak GPPH. Pertama, berbagai tugas akademik disalurkan dari perilaku yang
destrusktif menjadi respon yang konstruktif untuk menyalurkan potensi perilaku
desruktif menjadi respon yang konstruktif. Kedua, anak GPPH akan menunjukkan
respon positif yang lebih tinggi jika umpan balik segera diberikan secara individual
dari pada dilakukan secara kelompok (Pffiner & Barkley, 1990). Ketiga, anak-anak
yang mengalami masalah perhatian akan lebih sukses dalam tugas-tugas akademik jika

sesuai dengan kemampuannya. Dengan demikian jika ingin pengajaran pada anak-
anak GPPH berhasil harus menyediakan kesempatan dan respon yang sesuai dengan
kondisinya dan memberikan umpan balik dengan segera.

a. Tutor Sebaya
Tutor sebaya memiliki kelebihan khususnya terhadap anak-anak GPPH karena

tutor teman sebaya tersebut dilakukan secara aktif dalam kondisi tertentu,
menggunakan umpan balik dengan segera dan ditujukan terhadap kemampuan
akademik secara individual dalam menghadapi anak. Kenyataannya anak yang
mengalami masalah perilaku menunjukkan peningkatan prestasi akademik dan
perilaku melalui tutor sebaya.
b. Pelatihan Tutor Sebaya

Strategi intervensi ini menggunakan prosedur the Classwide Peer Tutoring
(CWPT) yang dikembangkan Grenwood dkk (1988). Waktu pelaksanaan
intervensi lebih kurang dua puluh menitdengan topic rasional dan tinjauan
tentang tutor teman sebaya, prosedur melakukan tutorial, dan metode untuk
menentukan kemajuan program. Guru memberikan catatan tentang manual
tutorial teman sebaya yang dikembangkan oleh Greenwood dkk (1988) yang
terdiri dari garis besar langkah pelaksanaan intervensi dalam berbgai bidang
akademik. Dalam melakukan strategi tutor sebaya semua anak dikelas diacak
untuk berpasangan dengan teman sekelasnya. Strategi tutor teman sebaya
dilakukan pada satu bidang studi tertentu.
c. Peran Guru dalam Tutor Sebaya

Selama sesi tutorial, guru memonitor perilaku pasangan tutorial seluruh kelas
dan menyediakan bimbingan. Untuk meningkatkan motivasi anak mengikuti
program tutorial, kelas dibagi dua kelompok dan jumlah poin masing-masing
kelompok di tally untuk masing-masing kelompok. Diakhir minggu, anggota
kelompok dengan poin terbanyak dinyatakan menang, walaupun semua anak
tetap diberi hadiah atas usaha-usaha yang dilakukan.
d. Monitoring kemajuan

Ada beberapa cara yang digunakan untuk melakukan monitoring kemajuan
program tutor sebaya. Cara tersebut antara lain: men- tally poin-poin tutor
sebaya secara individual, melakukan penilaian berbasis kurikulum beberapa kali
perminggu, dan melakukan tes buatan guru terhadap materi pengajaran yang
dilakukan selama sesi tutorial.

3. Latihan Memperhatikan (Attention)
Pada saat latihan ketermpilan memperhatikan diberikan, ada beberapa

pertanyaan yang berkaitan dengan masalah perhatian antara lain:
a. Apa yang dimaksud dengan memberikan perhatian?
b. Kapan masalah perhatian itu muncul?
c. Apakah masalah perhatian tersebut muncul pada mata pelajaran tertentu

atau dalam semua mata pelajaran?
d. Masalah perhatian tersebut dengan satu guru atau dengan semua guru?
e. Apakah masalah tersebut hanya pada satu bagian mata pelajaran tertentu

(seperti membaca)?
f. Apakah masalah perhatian itu terjadi dimana anak ditempatkan?
g. Apakah masalah tersebut muncul pada saat pergantian mata pelajaran?
h. Apakah masalah tersebut terjadi sepanjang waku?

Kadang-kadang timbul kesulitan dalam membuktikan bahwa masalah
perhatian itu terjadi di rumah dan di sekolah. Pada beberapa anak, masalah
perhatian terjadi hanya di rumah saja. Salah satu cara untuk meningkatkan
keterampilan memperhatikan adalah melalui game, Flick (1998) menyebut
game tersebut dengan Attention Training Games. Game ini berguna
meningkatkan kemampuan memperhatikan, memori, bahasa, visual-motorik,
dan fungsi kognitif.

1) Latihan Perhatian Berbasis Teori
Model latihan perhatian yang digunakan mengacu pada kosep

Sohlberg&Mateer (1987) yang menyatakan hahwa ada 5 subtipe
perhatian yaitu: memfokuskan, mempertahankan, memilih, mengganti,
membagi perhatian. Berikut masing-masing penjelasannya.
a) Memfokuskan perhatian (focused ettention) Merupakan

komponen mendasar perhatian melalui kemampuan anak untuk
merespon stimulus spesifk peristiwa secara visual atau auditoris
tanpa berpindah perhatian.
b) Mempertahankan perhatian (sustained attention) Yaitu
kemampuan anak untuk mempertahankan perbuatan sampai suatu
pekerjaan diselesaikan.

c) Memilih perhatian (selective attention) yaitu kemampuan anak
untuk menjaga serangkaian kognitif tertentu dalam menghadapi
berbagai pilihan. Misalya ketika anak sedang belajar di kelas,
kemudian ia mendengar suara ibunya. maka anak harus tetap
mempertahankan perhatiannya terhadap pelajaran yang sedang
berlangsung.

d) Mengganti perhatian (alternating attention) Heksibilitas perhatian,
yakni ketika membutuhkan pergantian perhatian. Misalnya ketika
anak sedang memperhatikan penjelasan guru kemudian dalam
waktu yang bersamaan anak mencatat informasi-informası yang
dijelaskan.

e) Membagi perhatian (divided attention) Yakni kemampuan anak
untuk merespon dua atau lebih tugas yang berbeda secara
simultan. Proses ini melibatkan pergantian perhatian secara cepat.
Perhatian mungkin dibagi menjadi beberapa kombinasi dari
rangsangan visual auditori atau kinestetik (walaupun perhatian
kinestetik jarang digunakam) (Marlina, 2008).

2) Aplikasi Program Latihan
Sebelum menerapkan program latihan dengan Attention Training

Games, hal yang harus dipertimbangkan adalah tersedianya software
program latihan untuk anak-anak GPPH dalam sepuluh tahun terakhir,
para ahli neuropsikologi mengembangkan teknik stimulasi kognitif
untuk merehabilitasi orang dewasa dan anak-anak yang mengalami
berbagai kesulitan seperti perhatian, memori, keterampilan visual
motorik, dan fungsi kognitif lainnya yang mempengaruhi penyesuaian
dalam kehidupan sehari-hari. Penekanan teknik ini adalah rehabilitasi
terhadap kemampuan yang hilang, teknik ini sangat tepat digunakan.
3) Kriteria Program Latihan Memperhalikan

Sohlberg dkk menyatakan bahwa ada 6 pendekatan dalam
program latihan perhatian, yaitu:
a) menggunakan model teoritis
b) program disusun secara hierarki di sekolah maupun dirumah
c) pengulangan penggunaan program, baik di klinik, di sekolah

maupun di rumah

d) merupakan program yang berkesinambungan
e) program harus direncanakan dengan matang agar bisa

direalisasikan
f) keberhasilan program ditentukan oleh perubahan fungsi-fungsi

akademik
4) Latihan Kontrol Impuls

Latihan ini berbentuk game yang dimainkan anak dengan konselor
atau psikolog sekolah. Game ini merupakan kombinasi latihan
relaksasi dengan penekanan terhadap kesadaran sensasi diri dengan
berbagai perasaan yang dirasakan serta berbagai situasi pemecahan
masalah yang harus dipikirkan.

Game lain juga díikembangkan olch Dr. Lawrence Shapiro yakni
"Self Control Technques in Child Psychoterapy" trapis mencari
masalah masalah yang membuat anak frustrasi ketika anak
menggambar maze dan mengikuti guru untuk mengajarkan anak
menggunakan bahasa dalam memecahkan masalah maze. Pada intinya,
game ini membantu anak menjadi tenang dan membuat sedikit
kesalahan terhadap rangsangan.
5) Latihan Konsep Diri/Harga Diri

Program latihan untuk membangun konsep diri atau harga diri,
juga dilakukan dalam bentuk permainan. Flick (1998) menyatakan
game tersebut dengan "Let's See-About Me" yakni game yang
menyediakan format pada anak untuk mengeksplorasi dirinya sendiri.
Game berisi tentang sikap, perilaku, kognisi, dan sistem sosial. Setiap
pemain memerlukan 5 chip (dan menjawab 5 pertanyaan). Pertanyaan
tersebut tentang perasaan, pemikiran, perilaku, dan sistem sosial anak.
Ada juga game "POW! Personal Power" yang dirancang untuk
meningkatkan harga diri anak yang berumur 10-17 tahun. Pertanyaan
dalam game berkaitan dengan aktivitas yang membantu anak-anak
menilai dirinya sendiri secara lebih positif dan mudah menerima kritik
orang lain serta mengembangkan pemahaman keterampilan bantu diri
yang diperlukan dalam menjaga harga diri. Game ini juga memberikan
kesempatan pada anak untuk berkomunikasi dengan orang lain secara
positif.

6) Latihan Mengontrol Kemarahan
Bentuk Intervensi yang diberikan untuk mengontrol kemarahan

salah satu melalui game, antara lain The Anger Solution yang dapat
membantu anak agar bisa diterima secara sosial secara efektif serta
mampu mengatur manajemen konflik. Dalam game ini, anak belajar
menjadi sadar kapan dia pertama kali merasa marah dan menggunakan
beberapa pencegahan untuk tidak marah.
7) Latihan Memecahkan Masalah

Bonnie Camp dan Mary Ann S. Bash (dalam Flick, 1998)
mengembangkan program permainan "The Thunk Aloud" yang
ditujukan bagi anak-anak berbagai usia. Game ini merupakan
kombinasi latihan kognitif dan pemecahan masalah, menggunakan
mediasi verbal (seperti bahasa) dalam memecahkan masalah. Game ini
dirancang untuk anak-anak SD dengan materi yang berbeda-beda
sesuai dengan tingkatan usia. Dalam game ini anak mengajukan
serangkaian pertanyaan, seperti "Apa masalahku?" "Apa rencanaku?"
"Bagaimana saya bisa melakukannya?" dan sebagainya. Pertanyaan-
pertanyaan tersebut akan membantu anak mencari alternatif,
memaknai respon emosional, berpikir logis, induktif, merencanakan
cara pemecahan masalah, dan proses berpikir untuk menerapkannya
dalam situasi yang berbeda.
C. Intervensi Berbasis Masyarakat bagi Anak ADHD
Masyarakat merupakan salah satu tokoh yang berperan dalam kemajuan
kehidupan anak dalam bersosialisasi. Sebagai masyarakat yang berpendidikan, kita
harus mampu mengenali anak-anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian
Hiperaktifitas (GPPH) atau biasa juga disebut dengan anak ADHD. Masyarakat harus
ikut serta dalam perkembangan perilaku sosial anak ADHD tersebut. Hal ini
dikarenakan anak ADHD perlu dukungan dalam perkembangan perilaku yang lebih
baik lagi. Sehingga dalam kehidupan sosialnya, ia dapat ikut serta dan mampu
bersaing dalam kehidupan bermasyarakat.
Adapun Pekerja Sosial Masyarakat yang selanjutnya disingkat dengan PSM
adalah seseorang sebagai warga masyarakat yang mempunyai jiwa pengabdian sosial,
kemauan, dan kemampuan dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial, serta telah

mengikuti bimbingan atau pelatihan di bidang kesejahteraan sosial. pekerja sosial
dapat membantu menghubungkan orang tua dengan sumber-sumber yang berkaitan
dengan pemenuhan kebutuhan Anak Berkebutuhan Khusus, seperti sekolah, lembaga
terapi, konselor, dan lain sebagainya. Pekerja sosial memiliki tanggung jawab profesi
dalam pemberian pelayanan dan intervensi terhadap penyandang disabilitas.
Intervensi pekerjaan sosial dalam hal ini bertujuan untuk mencapai Keberfungsian
Sosial (Social Functioning) penyandang disabilitas. Keberfungsian sosial yang
diharapkan tercapai adalah, penyandang disabilitas dapat berfungsi di masyarakat
secara mandiri sehingga diskriminasi penyandang disabilitas di berbagai lingkungan
sosial dapat hilang. Pekerja sosial melakukan pelayanan untuk penyandang disabilitas
dengan mengadvokasi hak-hak mereka, memfasilitasi pemberdayaan mereka (dan
keluarga mereka) dan mencapai kebutuhan dan aspirasi mereka. Maka dalam
melakukan pelayanan khusus terhadap anak dengan Attentions Deficit Hyperactivity
Disorder (ADHD) diperlukan kerjasama antara keluarga, tim pengajar disekolah
seperti wali kelas, dan juga profesional lainnya seperti hadirnya psikolog dan juga
pekerja sosial sekolah untuk dapat memenuhi kebutuhan anak tersehut dan dapat
berkembang menjadi lebih baik (Hayati, Apsari, & Padjajaran, 2019).

D. Instrumen Asesmen
(Diambil dari teori keterampilan sosial buku marlina halaman 44 dengan judul the
social skill rating system (Reportlet, 1385), dengan rentang usia anak yang diasesmen
berkisar pada usia 3-18 tahun. Adapun untuk instrumen asesmen dibawah ini yaitu
dipraktekkan pada anak usia 12 tahun).

Instrumen Asesmen Sosial Anak ADHD Usia 12 Tahun

Nama Peserta Didik :

Tempat Tanggal Lahir :

Satuan Pendidikan :

Kelas :

Jenis Khusus :

Tanggal Pelaksanaan Asesmen :

Petunjuk: Berilah tanda ceklist (√) pada aspek yang sesuai pada gejala a

Kompetensi

Bidang Aspek Indikator

A. Sosial 1. Keteram 1.1 Kerjasama 1.1.1 Terlibat aktif
pilan 1.1.2 Berkontribus
sosial
nya dengan t
1.2 Asertif 1.1.3 Melaksanaan
(ketegasan) 1.1.4 Membantu a

dalam melak
1.1.5 Ikut serta me

gotong royo
1.1.6 Berpartisipa
1.1.7 Bersikap ker
1.2.1 Mengungkap
1.2.2 Mengungkap
1.2.3 Menyatakan
1.2.4 Mengungkap
1.2.5 Menyatakan
1.2.6 Menyuaraka
1.2.7 Mengemuka

anak berikut!

Pernyataan Penilaian Ket

f dalam bekerja kelompok dikelas (3) (2) (1)
si melakukan tugas sesuai dengan kesepakatan M MdB TM
teman sebangku
n piket kelas
anggota kelompok yang mengalami kesulitan
kukan tugas pada kelompok yang sama
embersihkan halaman sekolah dalam rangka
ng disekolah
asi dalam bermain peran (drama)
rjasama dengan anggota piket kelas
pkan perasaan marah
pkan perasaan sedih
n kesukaan terhadap suatu barang
pkan perasaan senang
n ketidaksukaan terhadap suatu barang
an hak hak nya tanpa menyinggung orang lain
akan pendapat

1.3 Tanggung 1.2.8 Mempertaha
Jawab 1.2.9 Menyatakan
1.2.10 Mengemuka
1.4 Empati 1.3.1 Melaksanaka
1.3.2 Menerima re
1.3.3 Mengembali
1.3.4 Melakukan t
1.3.5 Mengakui ke

buat
1.3.6 Meminta ma
1.3.7 Melakukan p
1.4.1 Peka terhada

kata sebaik m
1.4.2 Rela berkorb

kesusahan.
1.4.3 Meminjamka
1.4.4 Menjenguk t
1.4.5 Mengumpulk

untuk korban
1.4.6 Membersihk
1.4.7 Membuang s

ankan hak hak pribadi
n ketidaksetujuan
akan permintaan
an tugas individu dengan baik
esiko dari tindakan yang dilakukan
ikan barang yang telah dipinjam
tugas rutin tanpa harus diberi tau
esalahan tanpa mengajukan alasan yang dibuat-

aaf atas kesalahan yang dilakukan
piket kelas sampai selesai
ap perasaan seseorang sehingga menjaga tutur
mungkin.
ban harta untuk menolong seseorang yang

an pena ke teman yang tidak memiliki pena
teman yang sakit
kan sumbangan sukarela dari teman-teman
n bencana alam
kan halaman kelas secara sukarela
sampah pada tempatnya secara inisiatif

1.5 Kontrol diri 1.4.8 Menghibur t
1.5.1 Bersikap bai

1.5.2 Bereaksi sew

1.5.3 Bereaksi sew

1.5.4 Tetap tenang

1.5.5 Menerima se

1.5.6 Tidak ragu u

1.5.7 Menahan dir
nyaman.

1.5.8 Menahan dir
1.5.9 Menerima se
1.5.10 Mendahuluk

pribadi.

teman yang dilanda kesedihan
ik pada seseorang yang membencinya
wajarnya jika mengalami kegagalan
wajarnya jika mengalami kemenangan
g meski di bawah tekanan sekalipun
egala hal baik yang terjadi pada dirinya
untuk meminta maaf duluan
ri agar tidak melanggar peraturan meski tidak

ri untuk tidak boros membelanjakan uang.
egala hal buruk yang terjadi pada dirinya
kan kepentingan umum ketimbang kepentingan

Total skor

Bobot Penilaian :

Tinggi = 81-100 %

Sedang = 65-80 %

Rendah = 50-64 %

Keterangan : Persentase:

M (3) = mampu jumlah skor : total sk

MDB (2) = mampu dengan bantuan =: × 10

TM (1) = tidak mampu =%

KESIMPULAN :

kor × 100%
00 %

Sumber:

Hayati, D. L., Apsari, N. C., & Padjajaran, U. (2019). Pelayanan Khusus Bagi Anak Dengan
Attention deficit hiperaktivity disorders (ADHD) di Sekolah, 108–122.

Marlina. (2008). gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas pada anak. UNP Press
Padang.

Reportlet. (1385). social skills rating system, 8. Retrieved from


Click to View FlipBook Version