kita punya mimpi, punya hobi, dan punya kata hati, tapi tak
semua dari kita berkesempatan untuk menjadikannya pro-
fesi. Dari Reality Bites, saya bertekad ingin bercerita tentang
pergelutan yang serupa.
Tahun 1996. Tanpa tahu ramuan persisnya, tanpa bisa
merunut pasti mata rantai kimiawi yang terjadi, berdasarkan
bekal inspirasi empat unsur tadi saya mulai menulis sebuah
cerita bersambung berjudul “Kugy & Keenan”. Saat itu, tren
cerbung sudah memudar dari majalah-majalah remaja. Ter-
paksa saya mensimulasinya sendiri di dalam benak saya.
Seolah-olah saya punya pembaca di luar sana yang menanti
kisah demi kisah saya muncul setiap minggunya di sebuah
majalah imajiner. Dan, akhirnya saya memang punya pem-
baca: orang-orang rumah saya sendiri. Menjadi penulis me-
rangkap tukang pos, saya mengetik dengan tekun lalu me-
ngirimkan hasil print out-nya door to door. Dalam arti
sebenarnya. Saya mengetuki pintu kamar kakak-kakak saya,
anak-anak kos, lalu mencekoki mereka dengan “Kugy &
Keenan” secara rutin. Dan benar, racun itu mulai bekerja.
Tiba-tiba malah saya yang kemudian ditagih untuk menyetor
cerita lanjutan. Dengan bersemangat saya pun menulis dan
menulis.
Tepat di bab ke-34 dari 40 bab yang direncanakan, saya
berhenti. Bensin saya habis. “Kugy & Keenan” pun me-
masuki tidur panjang. Yang tersisa hanyalah keyakinan bah-
wa suatu saat saya pasti akan menyelesaikannya. Tidak tahu
kapan.
Tahun 2007, sebuah perusahaan content provider ber-
nama Hypermind menghubungi saya. Mereka ingin mengon-
versi buku-buku saya ke dalam format digital, diperdagang-
kan lewat perusahaan telekomunikasi seluler, dan pada
akhirnya para pembaca bisa membaca novel saya melalui
layar ponsel mereka. Dalam pembicaraan siang itu, saya
438
tiba-tiba teringat “Kugy & Keenan”. Naskah yang terbaring
mati suri selama sebelas tahun. Spontan, saya menawarkan
pada Hypermind untuk tidak fokus pada buku-buku saya
yang sudah ada, melainkan naskah yang sama sekali baru.
Yang belum ada di pasaran. Spontan, mereka pun tertarik.
Tentu saja hal itu menjadi nilai lebih bagi semua pihak, ter-
masuk saya—yang membutuhkan insentif alias pemicu untuk
menyelesaikan utang yang begitu lama tertunda.
Nyaris bersamaan dengan itu, saya dihadiahi sebuah e-
book oleh Reza. Panduan menulis buku dalam waktu 14 hari
oleh Steve Manning. Terbiasa menulis novel dalam waktu
bulanan bahkan tahunan, saya sama sekali skeptis dengan
panduan tersebut. Namun, kondisi yang serba kepepet ka-
rena deadline yang diminta oleh Hypermind, saya pun me-
mutuskan untuk bereksperimen dengan “Kugy & Keenan”
dan metode Steve Manning. Saya lantas meresmikan sebuah
proyek “bunuh diri”, yakni menulis novel sepanjang 75.000
kata dalam waktu 55 hari kerja. Tidak, saya tidak menerus-
kan dari bab 34 sebagaimana yang saya tinggalkan sebelas
tahun yang lalu. Saya menuliskannya ulang dari nol. Dan,
memublikasikan proses kreatifnya hari per hari lewat blog.
A total, wacky experiment.
Saya lalu mencari “markas besar”, atau semacam “kantor”
tempat saya bisa menulis tenang tanpa diganggu apa pun.
Sebuah kamar kos di daerah Tubagus Ismail berhasil ditemu-
kan. Dikelilingi mahasiswi-mahasiswi betulan sebagai te-
tangga sangatlah membantu saya untuk menghidupkan
suasana kemahasiswaan dalam Perahu Kertas. Alhasil, 60
hari bekerja dan novel ini selesai dengan konten 86.500
sekian kata. Saya pun memutuskan mengubah judulnya, dari
Kugy & Keenan menjadi Perahu Kertas—menyoroti objek
metaforik yang saya rasa lebih cocok menjadi benang merah
untuk menjahit potongan kisah di dalamnya.
439
Pada April 2008, Perahu Kertas resmi dilansir sebagai
novel digital pertama oleh XL, dan masih tercatat sebagai
novel digital terlaris hingga kini. Namun, bagi saya pribadi,
prestasi yang lebih besar lagi adalah: inilah salah satu tapak
langkah saya untuk menjadi penulis lintas usia, lintas seg-
men. Saya sadar, genre maupun karakteristik novel ini
barangkali akan menjadi kejutan bagi banyak pembaca saya,
tapi saya memang tidak pernah berminat untuk terperang-
kap dalam satu lintasan tertentu saja. Di mata saya, setapak
ini masih panjang dan berwarna-warni.
Semoga Anda menikmati Perahu Kertas sebagaimana
saya menikmati setiap detik proses penulisannya hingga ia
akhirnya ‘melaju’ dalam bentuk kertas dan cetakan tinta.
Ikuti proses kelahiran Perahu Kertas hari per hari di
blog: Journal of a 55-days Novel (www.dee-55days.blogspot.
com).
D
440
Dari mereka,
para pembaca ...
Cel: Saya membaca Perahu Kertas lewat Blackberry saya. Sejak halaman
pertama, saya tidak bisa berhenti dan terus membaca sampai bab terakhir.
I was addicted. Gaya bahasa yang ringan dan penggambaran yang jelas
membuat saya bermain dengan “theatre of mind” saya; membayangkan
kos Kugy dan Keenan, rumah mereka, kantor mereka, lukisan-lukisan
Keenan, suasana di Ubud, sampai Pantai Ranca Buaya. Big applause for
Dee yang menyelesaikan cerita luar biasa ini dalam 55++ days ....
Amazing Fietha: Mbak Dee, makasih udah bikin Perahu Kertas. Aku
terharu banget, jadi ingat sama mimpi-mimpi yang tertunda. Jadi ingat
sama cita-cita dan khayalan yang belum sempat diwujudkan. Ingin rasanya
mengejar mimpi itu kembali. Jadi semangat lagi.
Rieez88: Perahu Kertas membuatku seharian tak menghiraukan hal-hal
penting lain yang harus aku lakukan. Aku bisa memahami Keenan bahwa
Kugy seperti drug baginya. Dee seakan menciptakan dunia baru bagiku
XQWXN VHWLDS NDU\DQ\D 7LGDN WHUODOX EHUDW EHUNDUDNWHU NDGDQJ PHPEXDWNX
merasa romantis, kadang tertawa sendiri, bahkan menangis ....
EsdoubLeU: Seru, terharu, dan membuat ketagihan. Sekilas, tampak
standar (temanya: cinta), tapi bagi saya, cerita Perahu Kertas seperti
membuka cakrawala baru. Ketika cinta ga kesampaian, yang ada hanyalah
kerelaan hati untuk menerima, dan mengharapkan si dia bahagia. Meski
latar belakang kotanya banyak (Jakarta, Bandung, Bali, dan Belanda), tapi
tidak menjadikan ceritanya penuh dengan detail-detail yang ga perlu. Ma-
lah sebaliknya, cerita seperti mengalir. Lucu, dan unik. Mana ada sih coba,
novel sejenis yang menceritakan tokoh utama ceweknya urakan, bercita-
cita jadi penulis dongeng, dan merasa dirinya agen Neptunus? Seolah,
gengsi dan citra diri jadi sesuatu yang ga terlalu penting lagi.
Stella: I just wanna say that I love your Perahu Kertas. Had a hard
time not to fall in love with Keenan. Congrats!
Clariss: Bagus banget. Rasanya setiap Kugy sedih aku jadi ikut berkaca-
kaca. Nggak cuma cerita cinta aja, tapi ada makna supaya setiap orang
yakin sama impiannya.
Dyah: Suka banget dengan karakter Kugy. Cantik, cuek, tapi untuk urusan
441
masa depan dia rencanakan dengan baik. Bumbu ceritanya, seperti ke-
lakuan Keshia, bikin senyum-senyum sendiri. Lainnya, jangan tanya, ber-
kaca-kaca deh mata :) Novel yang mengharukan dan memberikan se-
mangat untuk meraih impian.
Dian: Menarik juga ceritanya. Ada Pasukan Alit, Kugy yang pintar bikin
cerita tapi ga bisa gambar, Keenan yang pintar melukis tapi ga bisa bikin
cerita, terus ada Wanda yang naksir Keenan tapi Keenan ga ada minat.
Wanda yang cantik sempurna, anak orang kaya, yang membuat Kugy min-
GHU NDUHQD DGD KDWL VDPD .HHQDQ .HUHQ DELHV GHFK
Pii: Keren. Cuma itu yang bisa gue bilang setelah membaca Perahu
Kertas. By the way, thanks for giving this spirit.
[RICKOFTHETIME]: Perahu Kertas ... hmm. Seperti dongeng Kugy.
Seperti lukisan Keenan. Ada jiwa di dalamnya. Begitu kuat.
Yoeyha: Ada kesedihan, ada kegembiraan, ada kegalauan, ada kebaha-
giaan, bercampur dan mengalir menuju Sang Neptunus. Good story ....
Archrein Kee: This book makes me not giving up. Aku paling suka
quote: “berputar menjadi sesuatu yang bukan kita demi menjadi diri kita
lagi.” That inspires me. Perahu Kertas awesome ... keren. Yang udah beli
atau nebeng baca nggak bakal nyesel.
[Komentar-komentar ini diambil dari blog “Journal of a 55-days Novel”.
Bagi Anda yang tergerak untuk ikut bersuara,
silakan mampir ke www.dee-55days.blogspot.com]
442
Tentang Penulis
Dewi Lestari, yang bernama pena
Dee, lahir di Bandung, 20 Januari
1976. Novel Perahu Kertas ini
sudah lebih dulu dilansir dalam
versi digital (WAP) pada April
2008, dan kini diterbitkan atas
kerja sama antara Truedee Books
dan Bentang Pustaka.
Naskah yang awalnya ditulis
pada 1996 dan sempat ‘mati suri’ selama 11 tahun ini
akhirnya ditulis ulang oleh Dee pada akhir 2007, menjadikan
Perahu Kertas sebagai novel pertamanya yang bergenre
populer. Kecintaan Dee pada format cerbung dan komik
drama serial telah menginspirasinya untuk menuliskan cerita
memikat ini.
Kiprah Dee dalam dunia kepenulisan telah membawanya
ke berbagai ajang sastra bergengsi di dalam maupun luar
negeri. Beberapa prestasi dan penghargaan yang baru-baru
LQL GLSHUROHKQ\D DQWDUD ODLQ 7RS 0RVW ,QÀXHQWLDO
Women in Indonesia (Globe Asia), The Most Outstanding
Woman 2009 (Kementerian Pemberdayaan Perempuan &
Kantor Berita Antara). Nama Dee juga muncul sebagai
peringkat pertama dalam polling nasional “Penulis Perem-
puan Paling Dikenal di Indonesia” tahun 2009.
Perahu Kertas adalah karya Dee yang keenam sesudah
Supernova: Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh, Supernova:
$NDU 6XSHUQRYD 3HWLU )LORVR¿ .RSL GDQ 5HFWRYHUVR
Kini, Dee dan keluarga mungilnya menetap di Jakarta.
443
Berinteraksilah dengan Dee di:
dee-idea.blogspot.com Fanpage: Dewi Lestari ID: deelestari
444