The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Buku Potensi, Peluang, dan Tantangan Budi Daya Ikan Rawa

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Widya Pustaka SMP N 5 Melaya, 2022-05-24 02:03:05

Buku Potensi, Peluang, dan Tantangan Budi Daya Ikan Rawa

Buku Potensi, Peluang, dan Tantangan Budi Daya Ikan Rawa

Keywords: Budi Daya,Ikan,Rawa

POTENSI DAN TANTANGAN
BUDI DAYA IKAN RAWA

(IKAN HITAMAN DAN IKAN PUTIHAN)
DI KALIMANTAN SELATAN

Junius Akbar

UNLAM PRESS
1

POTENSI DAN TANTANGAN
BUDI DAYA IKAN RAWA
(IKAN HITAMAN DAN IKAN PUTIHAN)
DI KALIMANTAN SELATAN

Penulis
JUNIUS AKBAR

Cetakan Pertama, Desember 2014
Perpustakaan Nasional Indonesia
Setting/layout : Junius Akbar
Disain Sampul : Junius Akbar

Peringatan:
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian
atau seluruhnya dalam bentuk apapun termasuk foto copy tanpa izin tertulis dari Unlam Press.

Penerbit :
Unlam Press, Banjarmasin
Jalan Brigjend H. Hasan Basri Kotak Pos 219 Banjarmasin, 70123
Telp. (0511) 6269088, 3304177 / 085106269088
E-mail: [email protected]

ISBN 978-979-7314-01-4

2

ANALISIS INSTRUKSIONAL

POTENSI DAN TANTANGAN
BUDI DAYA IKAN RAWA

(IKAN HITAMAN DAN IKAN PUTIHAN)
DI KALIMANTAN SELATAN

TANTANGAN PELESTARIAN IKAN RAWA MELALUI
UPAYA BUDI DAYA PERIKANAN

TANTANGAN PELESTARIAN IKAN RAWA MELALUI
PEMACUAN STOK

TANTANGAN PELESTARIAN IKAN RAWA MELALUI
SUAKA PERIKANAN

TANTANGAN PELESTARIAN IKAN RAWA MELALUI
PENGATURAN PENANGKAPAN

POTENSI ASPEK BIOLOGI IKAN RAWA

POTENSI KEANEKARAGAMAN JENIS IKAN RAWA

POTENSI PERAIRAN RAWA

KONDISI UMUM KALIMANTAN SELATAN

3

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT subhanaluwa ta‟ala karena atas rahmat
dan karunia-Nya buku berjudul “Potensi dan Tantangan Budi Daya Ikan Rawa
(Ikan Hitaman dan Ikan Putihan) Di Kalimantan Selatan” ini bisa diterbitkan.
Belum banyak buku yang ditulis oleh dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan,
Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) berkaitan dengan pengembangan
potensi dan tantangan budi daya perikanan rawa di Kalimantan Selatan.

Jenis-jenis ikan rawa mempunyai nilai ekonomis penting di Kalimantan
Selatan. Walaupun demikian, ketersediaannya cenderung menurun sebagai akibat
penangkapan yang semakin intensif guna memenuhi kebutuhan yang semakin
besar seiring dengan pertambahan penduduk. Untuk mengatasi hal tersebut upaya
yang dilakukan adalah dengan pengaturan penangkapan, membentukan suaka
perikanan, pemacuan stok melalui restocking dan introduksi, serta budi daya
perikanan.

Buku ini merupakan salah satu referensi yang mendukung visi dan misi
Unlam dalam upaya pengembangan potensi rawa dan perikanan rawa di
Kalimantan Selatan. Potensi pengembangan budi daya perikanan rawa (ikan
hitaman dan ikan putihan) sebagai ketahanan pangan dapat dijadikan salah satu
sumber pendapatan masyarakat di sekitar perairan umum (rawa) di Kalimantan
Selatan.

Selaku pimpinan Unlam, saya mengucapkan selamat atas terbitnya buku
ini, semoga akan menyusul terbitnya buku-buku lain sebagai bentuk
pengembangan akademis para dosen di Unlam.

Banjarmasin, Desember 2014
Rektor Unlam

Prof. Dr. H. Sutarto Hadi, M.Si., M.Sc
NIP.19660331 199102 1 001

4

PRAKATA

Sejak dibentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia, sektor perikanan bukan lagi menjadi subsektor dalam bidang pertanian
melainkan sudah menjadi sektor tersendiri, yaitu sektor perikanan. Sektor
perikanan merupakan salah satu sektor andalan pembangunan Indonesia. Dari
sektor perikanan, selain untuk memenuhi kecukupan protein hewani masyarakat
dalam negeri juga dapat menghasilkan devisa negara dari ekspor hasil perikanan
ke luar negeri.

Permintaan komoditas perikanan baik untuk dalam negeri maupun ekspor
semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dunia dan
pergeseran pola konsumsi manusia dari “red meat” (daging sapi, kambing, dan
lain-lain) ke “white meat” (ayam, ikan, seafood). Peningkatan tersebut erat
kaitannya dengan terjadinya peningkatan jumlah penduduk dan kualitas hidup dari
rakyat Indonesia dan dunia. Sementara itu, produksi perikanan subsektor
perikanan tangkap relatif stagnan dan tidak mampu memenuhi target yang
ditentukan. Hal ini karena pengaruh dari pemanasan global dan iklim yang tidak
menentu. Sehingga dalam lima tahun terakhir ini, produksi ikan tangkap hanya
sekitar 5 juta ton/tahun. Di sisi yang lain, subsektor perikanan budi daya telah
mampu memberikan kontribusi yang lebih besar dari target yang dicanangkan
dalam Rencana Strategis (Renstra) Departemen Kelautan dan Perikanan tahun
2010-2014. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia pun merubah kebijakan dari
peningkatan produksi perikanan tangkap menjadi perikanan budi daya.

Indonesia memiliki luas rawa sekitar 33,4 juta ha yang terdiri atas lahan
rawa pasang surut seluas 20,1 juta ha dan rawa lebak seluas 13,3 juta ha. Dari 13,3
juta ha rawa lebak terdiri atas rawa lebak dangkal seluas 4,2 juta ha, rawa lebak
tengahan seluas 6,07 juta ha, dan rawa lebak dalam seluas 3,0 juta ha, yang
tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.

Ikan-ikan dari perairan rawa dikelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu
ikan-ikan putihan (white fishes) dan ikan-ikan hitaman (black fishes). Ikan-ikan

5

putihan sesuai dengan namanya umumnya berwarna lebih cerah. Ikan-ikan putihan
tidak mampu hidup dalam kondisi kekurangan oksigen terlarut. Kelompok ikan-
ikan putihan pada saat musim kemarau tinggal di sungai utama dan lubuk-lubuk
sungai, kemudian saat musim penghujan ikan-ikan putihan menyebar ke rawa-
rawa untuk melakukan pemijahan. Kelompok ikan-ikan putihan antara lain ikan
baung (Hemibagrus nemurus), ikan belida (Chilata lopes), ikan patin (Pangasius
sp), dan lain-lain.

Ikan-ikan hitaman adalah ikan-ikan yang hidup menetap dan mendiami
perairan rawa lebak untuk memenuhi seluruh daur hidupnya, yaitu sejak proses
pemijahan sampai pembesaran. Pada saat musim kemarau kelompok ikan hitaman
akan tinggal di lebung dan saat musim penghujan, ikan-ikan hitaman menyebar ke
daerah rawa-rawa daratan yang tergenang air. Kelompok ikan-ikan hitaman antara
lain ikan betok (Anabas testudineus), ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis),
ikan tambakan (Helostoma temminckii), ikan belut (Monopterus albus), ikan gabus
(Channa striata), dan lain-lain.

Ikan-ikan rawa baik ikan hitaman maupun ikan putihan sebagai sumber
plasma nutfah alami mulai menunjukkan gejala penurunan, bahkan lebih dari itu
dikhawatirkan beberapa jenis ikan terancam punah. Banyak cara untuk mencegah
kepunahan ikan-ikan rawa melalui 1) pengaturan penangkapan, 2) pendirian suaka
perikanan, 3) pemacuan stok, dan 4) pengembangan budi daya menjadi alternatif
tindakan pelestarian ikan-ikan rawa.

Saat ini, masih sedikit masyarakat Kalimantan Selatan yang
membudidayakan ikan-ikan rawa. Padahal jenis-jenis ikan rawa mempunyai
peluang pasar yang sangat besar dan didukung potensi lahan yang masih luas
untuk dikembangkan lokasi budi daya dan sifat biologis dari ikan-ikan rawa.
Pemanfaatan perairan rawa untuk kegiatan perikanan budi daya masih belum
optimal. Kegiatan perikanan rawa masih didominasi kegiatan penangkapan di areal
rawa, sedangkan kegiatan perikanan budi daya belum banyak.

6

Oleh sebab itu, penulis menyusun buku ini dengan judul “Potensi dan
Tantangan Budi Daya Ikan Rawa (Ikan Hitaman dan Ikan Putihan) Di Kalimantan
Selatan”. Buku ini terdiri atas 8 bab yang disusun sedemikian rupa dengan harapan
apa yang ditulis mudah dipahami.
Bab 1. Kondisi Umum Kalimantan Selatan.
Bab 2. Potensi Perairan Rawa.
Bab 3. Potensi Keanekaragaman Jenis Ikan Rawa.
Bab 4. Potensi Aspek Biologi Ikan Rawa.
Bab 5. Tantangan Pelestarian Ikan Rawa melalui Pengaturan Penangkapan.
Bab 6. Tantangan Pelestarian Ikan Rawa melalui Suaka Perikanan.
Bab 7. Tantangan Pelestarian Ikan Rawa melalui Pemacuan Stok.
Bab 8. Tantangan Pelestarian Ikan Rawa melalui Upaya Budi Daya Perikanan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Rektor Unlam yang telah
memberikan kata pengantar dalam buku ini, Ketua Lembaga Penelitian Unlam,
dan rekan-rekan sejawat di Program Studi Budi Daya Perairan, Fakultas Perikanan
dan Kelautan, Unlam yang telah memberikan semangat dan motivasi sehingga
buku ini dapat dirampungkan.

Manusia tidak pernah luput dari kekurangan. Oleh karena itu, umpan balik
dari pembaca sangat dihargai sehingga penyempurnaan dan perbaikan buku ini
dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pengembangan perikanan budi
daya ikan rawa di Indonesia, khususnya di Kalimantan Selatan dalam upaya
mendukung ketahanan pangan. Segala yang baik itu datangnya dari Allah SWT
dan yang kurang itu bersumber dari diri penulis sebagai manusia.

Junius Akbar

7

DAFTAR ISI

ANALISIS INSTRUKSIONAL Halaman
KATA PENGANTAR iii
PRAKATA iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR xi
xiii
I KONDISI UMUM KALIMANTAN SELATAN 1
1.1. Posisi Geografis 2
1.2. Luas Wilayah 3
1.3. Topografi 4
1.4. Morfologi 8
1.5. Kondisi Iklim 9
1.6. Demografi 10
1.7. Potensi Lahan Perikanan 12
1.8. Produksi Perikanan 13
1.9. Nilai Produksi Perikanan 15
Ringkasan 17
18
II POTENSI PERAIRAN RAWA 19
2.1. Lahan Basah 22
2.2. Ekosistem Rawa 24
2.2.1. Rawa Pasang Surut 25
2.2.2. Rawa Lebak 29
2.3. Ciri-Ciri Perairan Rawa 32
Ringkasan 34
35
III POTENSI KEANEKARAGAMAN JENIS IKAN RAWA
3.1. Keanekaragaman Jenis Ikan Rawa 45
3.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keanekaragaman 52
Jenis Ikan 55
Ringkasan 56
58
IV POTENSI ASPEK BIOLOGI IKAN RAWA 59
4.1. Labirin 60
4.2. Kebutuhan Oksigen 63
4.3. Beberapa Jenis Ikan Hitaman 65
4.3.1. Ikan Betok (Anabas testudineus) 68
4.3.2. Ikan Sepat Siam (Trichogaster pectoralis) 70
4.3.3. Ikan Sepat Mutiara (Trichogaster leeri) 74
4.3.4. Ikan Sepat Rawa (Trichogaster trichopterus) 77
4.3.5. Ikan Tambakan (Helostoma temminckii) 79
4.3.6. Ikan Gabus (Channa striata)
4.3.7. Ikan Toman (Channa micropeltes) 8
4.3.8. Ikan Gurami (Osphronemus gouramy)

4.3.9. Ikan Lele Lokal (Clarias batrachus) 82
4.3.10. Ikan Belut Sawah (Monopterus albus) 85
4.4. Beberapa Jenis Ikan Putihan 87
4.4.1. Ikan Jelawat (Leptobarbus hoeveni) 87
4.4.2. Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata) 89
4.4.3. Ikan Baung (Hemibagrus nemurus) 91
4.4.4. Ikan Belida (Chitala lopis) 93
4.4.5. Ikan Patin Lokal (Pangasius djambal) 97
Ringkasan 99
V TANTANGAN PELESTARIAN IKAN RAWA MELALUI
PENGATURAN PENANGKAPAN 100
5.1. Pengaturan Penggunaan Ukuran (Size) Alat Tangkap 103
5.2. Pengaturan Operasional Alat 104
5.3. Pengaturan Musim, Waktu, dan Daerah Penangkapan 105
5.4. Pengaturan Jumlah dan Jenis Ikan Hasil Penangkapan
107
(Fishing Effort) 108
5.5. Jenis-Jenis Alat Tangkap 113
5.5.1. Alat Tangkap Ikan Aktif 119
5.5.2. Alat Tangkap Ikan Pasif 123
Ringkasan
VI TANTANGAN PELESTARIAN IKAN RAWA MELALUI 124
SUAKA PERIKANAN 127
6.1. Pemanfaatan Plasma Nutfah Perikanan 131
6.2. Pelestarian Plasma Nutfah secara In-Situ 131
6.2.1. Suaka Perikanan (Reservat) 132
6.2.2. Fungsi Suaka Perikanan 134
6.2.3. Langkah-Langkah Pembentukan Suaka Perikanan 135
6.2.4. Persyaratan Penentuan Suaka Perikanan 136
6.3. Pelestarian Plasma Nutfah secara Ex-Situ 139
6.4. Program Pelestarian Ikan-Ikan Perairan Rawa 140
6.5. Beberapa Suaka Perikanan di Kalimantan Selatan 142
Ringkasan
VII TANTANGAN PELESTARIAN IKAN RAWA MELALUI 144
PEMACUAN STOK 146
7.1. Status Pemacuan Sumber Daya Ikan 149
7.2. Protokol Pemacuan Sumber Daya Ikan 150
7.2.1. Identifikasi Sumber Daya 155
7.2.2. Penentuan Tujuan Penebaran 157
7.2.3. Pengembangan Strategi Penebaran 158
7.2.4. Pengkajian Proposal Penebaran 158
7.2.5. Monitoring dan Evaluasi 159
7.2.6. Pembentukan Kelembagaan Pengelolaan Perikanan 162
7.3. Strategi Pemacuan Sumber Daya Ikan 162
7.3.1. Sumber Benih dan Pemilihan Ikan yang akan Ditebar 163
7.3.2. Prakondisi dan Aklimatisasi 164
7.3.3. Penanganan dan Transportasi
9

7.3.4. Padat Penebaran 164
7.3.5. Ukuran dan Umur Stok 165
7.3.6. Waktu dan Mekanisme Penebaran 166
7.3.7. Pengelolaan Setelah Penebaran 167
7.4. Introduksi Ikan Asing 167
7.5. Dampak Introduksi Ikan Asing 170
Ringkasan 173
VIII TANTANGAN PELESTARIAN IKAN RAWA MELALUI
UPAYA BUDI DAYA PERAIRAN 175
8.1. Visi, Misi, dan Tujuan Pengembangan Budi Daya
176
Perikanan
8.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kegiatan Budi Daya 177
178
Perairan 179
8.2.1. Faktor Independen 179
8.2.2. Faktor Dependen 183
8.3. Tingkat Penerapan Teknologi Budi Daya Perairan 184
8.4. Teknologi Budi Daya Ikan Rawa 191
8.4.1. Teknologi Budi Daya Ikan Sistem Kolam 200
8.4.2. Teknologi Budi Daya Ikan Sistem Karamba
8.4.3. Teknologi Budi Daya Ikan Sistem Jaring Tancap 201
8.4.4. Teknologi Budi Daya Ikan Sistem Fish Pen atau 204
204
Hampang 206
8.5. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan 207
8.5.1. Tanda-Tanda Umum Ikan Sakit 208
8.5.2. Penyebab Ikan Sakit 215
8.5.3. Upaya Pencegahan 215
8.5.4. Penyakit yang Umum Menyerang Ikan 218
8.6. Panen dan Pasca Panen 219
8.6.1. Panen 221
8.6.2. Pasca Panen 228
Ringkasan
GLOSARIUM
DAFTAR PUSTAKA

10





Bab 1 Starts Up

Jangan pernah menunggu sempurna untuk memulai sebuah hal yang baru dan positif,
karena kita tidak akan pernah sempurna,

Jika terus menunggu sempurna, artinya tidak akan pernah mencoba dan melangkah
Namun, kita bisa menjadi lebih baik dengan melangkah dan berusaha

Provinsi Kalimantan Selatan mempunyai sumber daya perairan, baik di
darat maupun di laut. Di daratan, ada sekitar 1.000.000 ha perairan umum berupa
sungai dan anak sungai (698.220 ha), danau alami, danau buatan (waduk) (9.200
ha), dan rawa banjiran (flood plain) (292.580 ha). Di sisi lain, Kalimantan Selatan
mempunyai sekitar 120.000 km2 perairan laut mencakup perairan nusantara dan
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Kalimantan Selatan mempunyai panjang garis
pantai sekitar 1.331 km. Kondisi ini menunjukkan bahwa Kalimantan Selatan
mempunyai potensi untuk membangun wilayah tersebut dari sektor perikanan.

Tujuan bab 1 ini adalah memperkenalkan dan menjelaskan tentang:
1) Posisi geografis dan luas wilayah Kalimantan Selatan.
2) Topografi dan morfologi Kalimantan Selatan.
3) Kondisi iklim dan demografi Kalimantan Selatan.
4) Potensi lahan, produksi, dan nilai transaksi perikanan Kalimantan Selatan.

1

1

\\\\\\

Kondisi Umum
Kalimantan Selatan

1.1. Posisi Geografis
Letak astronomis Provinsi Kalimantan Selatan adalah diantara 114019‟13‟‟

dan 116033‟28‟‟ BT (bujur Timur) serta antara 01021‟49‟‟ dan 04010‟14‟‟ LS
(lintang Selatan). Secara geografis, terletak di bagian selatan Pulau Kalimantan
dengan batas-batas:
 Utara : Provinsi Kalimantan Timur
 Timur : Selat Makasar
 Selatan : Laut Jawa
 Barat : Provinsi Kalimantan Tengah

2

Gambar 1.1. Peta Provinsi Kalimantan Selatan.

1.2. Luas Wilayah
Kalimantan Selatan terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1956. Saat ini secara administratif, wilayah Kalimantan Selatan terdiri atas
13 daerah administratif berupa 11 kabupaten dan 2 kota. Kesebelas kabupaten
tersebut adalah Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Banjar,
Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Tapin, Kabupaten Hulu Sungai Selatan,
Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten
Tabalong, Kabupaten Tanah Bumbu, dan Kabupaten Balangan. Sementara Kota
terdiri atas Kota Banjarmasin dan Kota Banjarbaru.

3

Ibu Kota Kalimantan Selatan adalah Banjarmasin yang dalam

perkembangannya menjadi pusat kegiatan perekonomian provinsi ini, di samping

sebagai pusat kegiatan pemerintahan, sosial politik, dan budaya serta pelayanan
masyarakat. Luas wilayah Kalimantan Selatan sekitar 37.530,52 km2 atau 6,98%

dari luas Pulau Kalimantan dan 1,96% dari luas wilayah Indonesia. Adapun luas

masing-masing wilayah serta persentasenya ditampilkan pada (Tabel 1.1).

Berdasarkan persentase luas wilayah, Kabupaten Kotabaru merupakan yang
terluas dengan luas mencapai 25,10% (9.422,73 km2) dari total luas wilayah

Kalimantan Selatan, diikuti dengan Kabupaten Tanah Bumbu 13,50% (5.066,96
km2) dan Kabupaten Banjar 12,55% (4.710,97 km2).

Tabel 1.1. Luas Wilayah Kalimantan Selatan menurut Kabupaten/Kota (2013)

No Kabupaten/Kota Luas (Km2) %
1 Kabupaten Tanah Laut 3.729,30 9,94
2 Kabupaten Kotabaru 9.422,73 25,10
3 Kabupaten Banjar 4.710,97 12,55
4 Kabupaten Barito Kuala 2.376,22 6,33
5 Kabupaten Tapin 2.174,95 5,79
6 Kabupaten Hulu Sungai Sselatan 1.804,94 4,82
7 Kabupaten Hulu Sungai Tengah 1.472,00 3,92
8 Kabupaten Hulu Sungai Utara 951,25 2,53
9 Kabupaten Tabalong 3.599,95 9,59
10 Kabupaten Tanah Bumbu 5.066,96 13,50
11 Kabupaten Balangan 1.819,75 4,85
12 Kota Banjarmasin 72,67 0,19
13 Kota Banjarbaru 328,83 0,88
37.530,52 100,00
Total
Sumber: Kalimantan Selatan dalam Angka (2014).

1.3. Topografi

Dilihat dari aspek topografinya, Kalimantan Selatan dibagi dalam 5
topografi, yaitu 1) daerah dengan topografi berbukit sampai bergunung, 2) daerah
dengan topografi berombak sampai bergelombang, 3) daerah dengan topografi
berupa dataran tanah basah (alluvial), 4) daerah dataran rendah berupa rawa
pasang surut, dan 5) daerah river basin.

4

Wilayah Kalimantan Selatan berdasarkan kelas ketinggian lahan (km2)

ditampilkan pada (Tabel 1.2). Dari tabel tersebut terlihat bahwa wilayah yang

terluas di Kalimantan Selatan berada pada ketinggian 25-100 m di atas permukaan

laut (dpl) dengan luas mencapai 1.166.901 ha, diikuti wilayah dataran rendah 0-7

m dpl dengan luas mencapai 902,521 ha. Kabupaten Banjar, Barito Kuala, Tapin,

dan Hulu Sungai Selatan (HSS) merupakan kabupaten yang memiliki dataran

rendah (0-7 m dpl) terbesar. Khusus Kabupaten Barito Kuala merupakan daerah

yang hanya terdiri dari hamparan daerah dataran rendah dengan ketinggian 0-7 m

dpl sebesar 237.622 ha.

Tabel 1.2. Luas Wilayah Kelas Ketinggian Lahan di Kalimantan Selatan (2013)

Luas Wilayah Kelas Ketinggian (Hektar)

No Kabupaten/Kota 0-7 m > 7-25 m > 25- > 100- > 500- > 1.000 m Jumlah

100 m 500 m 1000 m 372.930
942.273
1 Tanah Laut 58.231 142.133 125.386 17.750 13.661 15.769 471.097
237.622
2 Kotabaru 80.563 167.237 457.728 164.942 65.393 6.410 217.495
180.494
3 Banjar 127.106 16.754 81.037 187.289 43.735 15.176 147.200

4 Barito Kuala 237.622 - --- - 95.125
359.995
5 Tapin 146.455 30.292 14.776 23.351 2.621 - 506.696
181.975
6 HSS 105.198 18.254 16.590 27.546 11.226 1.680
7.267
7 HST 17.593 34.995 40.321 38.958 12.521 2.812 32.883
3.753.052
8 HSU 94.825 300 --- -

9 Tabalong 7.062 11.688 148.812 82.287 107.223 2.923

10 Tanah Bumbu 6.055 133.298 210.203 155.446 1.671 23

11 Balangan 3.530 36.382 66.229 36.129 22.753 16.952

12 Kota Banjarmasin 7.267 - --- -

13 Kota Banjarbaru 11.014 15.935 5.819 115 - -

Total 902.521 607.268 1.166.901 733.803 280.804 61.745

Sumber: Kalimantan Selatan dalam Angka (2014).

Struktur geologi tanah di Kalimantan Selatan sebagian besar adalah tanah
basah (alluvial), yaitu sebesar 855.717 ha, diikuti jenis tanah KPMK (Komplek
Podsolik Merah Kuning) sebesar 806.336 ha dan PMK (Podsolik Merah Kuning)
sebesar 645.077 ha.

5

Tabel 1.3. Luas Wilayah Jenis Tanah Kalimantan Selatan (2013)

Jenis Tanah (Hektar)

No Kabupaten/Kota OGH PMK PMKL PMK KPMK Aluvial

Dataran Pegunungan 60.735 140.348
180.500 193.995
Tinggi 161.319 117.508
141.306
1 Tanah Laut 33.536 - - - - 12.399
5.588 62.550
2 Kotabaru - - 154.220 -
- -
3 Banjar 31.001 - 135.790 - 8.877 61.795
18.858
4 Barito Kuala 96.316 - - - - 89.375
317.700 10.316
5 Tapin 159.865 - - -
71.617 7.267
6 HSS 77.212 - - - - -
-
7 HST 58.312 31.563 - 48.448 - 855.717

8 HSU 30.395 - 605 - 806.336

9 Tabalong 23.437 - - -

10 Tanah Bumbu - - 161.028 -

11 Balangan - - 70.343 -

12 Kota Banjarmasin -- - -

13 Kota Banjarbaru 9.807 - - -

Total 519.881 31.563 521.986 48.448

Sumber: Kalimantan Selatan dalam Angka (2014).

Tabel 1.3. (Lanjutan) Jenis Tanah Litasol/ Jumlah
No Kabupaten/Kota Latosol Litasol Podsolid PMK Latosol
372.930
1 Tanah Laut - - 138.311 - - 942.273
355.758 - 471.097
2 Kotabaru 57.800 - - - 237.622
5.070 - 217.495
3 Banjar 9.609 10.800 - - - 180.494
- 147.200
4 Barito Kuala -- - 39.643 -
40.732 - 95.125
5 Tapin -- - - 359.995
- - 506.696
6 HSS -- - 2.330 - 181.975
-
7 HST -- - - - 7.267
128.676 - 32.883
8 HSU -- - 72.868 3.753.052

9 Tabalong -- - -
-
10 Tanah Bumbu 56.000 - - 645.077

11 Balangan 23.957 4.491 -

12 Kota Banjarmasin -- -

13 Kota Banjarbaru 2.091 - 20.985

Total 149.457 15.291 159.296

Sumber: Kalimantan Selatan dalam Angka (2014).

Keterangan:

OGH : Organosol Gley Humus

PMK : Podsolik Merah Kuning.

PMKL : Podsolik Merah Kuning Litosol dan Latosol

KPMK : Komplek Podsolik Merah Kuning

6

Di sepanjang daerah aliran sungai juga merupakan tanah rawa atau gambut

yang memiliki tingkat keasaman yang cukup tinggi. Sebanyak 1.625.384 wilayah

Kalimantan Selatan terletak pada kemiringan di bawah 0-2% dan sebesar

1.181.346 berada di kemiringan 2-15%.

Tabel 1.4. Luas Wilayah Kelas Lereng-Kemiringan Kalimantan Selatan (2013)

No Kabupaten/Kota Kelas Lereng/Kemiringan

0-2% > 2-15% > 15-40% > 40% Jumlah
372.930
1 Tanah Laut 290.147 43.060 26.833 12.890 942.273
471.097
2 Kotabaru 104.337 615.394 166.394 56.148 237.622
217.495
3 Banjar 200.111 114.234 131.550 25.202 180.494
147.200
4 Barito Kuala 237.622 - --
95.125
5 Tapin 180.376 12.510 18.719 5.890 359.995
506.696
6 HSS 128.057 20.737 19.090 12.610 181.975

7 HST 75.281 10.268 49.914 11.737 7.267
32.883
8 HSU 95.125 - -- 3.753.052

9 Tabalong 93.727 92.910 126.608 46.750

10 Tanah Bumbu 69.974 241.821 164.903 29.998

11 Balangan 123.843 18.961 9.201 29.970

12 Kota Banjarmasin 7.267 - --

13 Kota Banjarbaru 19.517 12.451 915 -

Total 1.625.384 1.182.346 714.127 231.195

Sumber: Kalimantan Selatan dalam Angka (2014).

Penggunaan tanah di Kalimantan Selatan sebagian besar berupa hutan
(42,99%) kemudian padang semak-semak, alang-alang, dan rumput (22,13%).
Sekitar 11,63% lahan digunakan untuk lahan perkebunan dan 11,35% untuk
persawahan. Penggunaan lahan untuk pemukiman hanya sekitar 1,59% dan untuk
pertambangan 1,12%. Sedangkan penggunaan perairan darat yang meliputi danau,
rawa, dan kolam pada tahun 2013, sebesar 45.728 ha terdiri dari Kabupaten Tanah
Laut (792 ha), Kabupaten Kotabaru (279 ha), Kabupaten Banjar (15.071 ha),
Kabupaten Barito Kuala (465 ha), Kabupaten Tapin (14.553 ha), Kabupaten Hulu
Sungai Selatan (3.991 ha), Kabupaten Hulu Sungai Tengah (237 ha), Kabupaten
Hulu Sungai Utara (6.082 ha), Kabupaten Tabalong (2.863 ha), Kabupaten Tanah
Bumbu (818 ha), Kabupaten Balangan (530 ha), dan Kota Banjarbaru (47 ha)
(Kalimantan Selatan dalam Angka 2014).

7

1.4. Morfologi

Jika dilihat dari bentuk morfologinya, Kalimantan Selatan dibelah dua
oleh pegunungan Meratus yang membentang dari Selatan ke Utara. Wilayah
bagian Timur Kalimantan Selatan merupakan daerah berbukit dan bergunung,
sedangkan bagian Barat merupakan wilayah datar berupa daerah rawa, baik yang
tergenang secara periodik maupun yang tergenang sepanjang tahun. Pada bagian
Barat ini juga dilalui oleh sungai besar, yaitu Sungai Barito dan Sungai Kapuas
beserta anak cabangnya, di mana sumber airnya berasal dari pegunungan Meratus.
Sungai Barito terkenal sebagai sungai terlebar di Indonesia.

Nama-nama sungai yang terdapat pada tiap kabupaten/kota di Kalimantan
Selatan, yaitu: 1) Kabupaten Tanah Laut terdiri dari 8 sungai meliputi Sungai
Maluka, Tabanio, Sebuhur, Sawarangan, Kintap, Asam-asam, Cuka, dan Sungai
Banyuhirang. 2) Kabupaten Kotabaru terdiri dari 13 sungai meliputi Sungai
Cantung, Bangkalan, Sampanahan, Manunggul, Cengal, Serongga, Sejakah,
Bekambit, Sekonyang, Pasir, Ambung Embungan, dan Sungai Sebati. 3)
Kabupaten Banjar terdiri dari 7 sungai meliputi Sungai Martapura, Riam Kanan,
Riam Kiwa, Mangkaok, Alalak, Paring, dan Sungai Apukan/Banyuhirang. 4)
Kabupaten Barito Kuala terdiri dari 8 sungai dan atau drainase meliputi Sungai
Barito, Kapuas, Alalak, Negara, Puntik, Saluran Drainase Tamban, Saluran
Drainase Anjir Pasar, Saluran Drainase Tabukan, dan Saluran Drainase
Tabunganen. 5) Kabupaten Tapin terdiri dari 8 sungai meliputi Sungai Tapin,
Negara, Bungur, Binuang, Tambarangan, Muning, Tatakan, dan Sungai
Mangkaok. 6) Kabupaten Hulu Sungai Selatan terdiri dari 4 sungai meliputi
Sungai Negara, Angkinang, Amandit, dan Sungai Kajang. 7) Kabupaten Hulu
Sungai Tengah terdiri dari 3 sungai meliputi Sungai Batang Alai, Labuhan, dan
Sungai Kasarangan. 8) Kabupaten Hulu Sungai Utara terdiri dari 3 sungai meliputi
Sungai Negara, Tabalong, dan Sungai Barito. 9) Kabupaten Tabalong terdiri dari 4
sungai meliputi Sungai Tabalong, Kumap, Tabalong Kiwa, dan Sungai Ayup. 10)
Kabupaten Tanah Bumbu terdiri dari 5 sungai meliputi Sungai Satui, Batulaki,
Sebamban, Kusan, dan Sungai Batulicin. 11) Kabupaten Balangan terdiri dari 2

8

sungai meliputi Sungai Balangan dan Sungai Awayan. 12) Kota Banjarmasin
terdiri dari 2 sungai meliputi Sungai Martapura dan Sungai Barito. Sedangkan
Kota Banjarbaru tidak ada sungai yang mengalir di kota tersebut.

1.5. Kondisi Iklim

Seperti umumnya wilayah Indonesia lainnya yang ada di daerah tropis,
Wilayah Kalimantan Selatan sangat dipengaruhi oleh angin muson tropis. Wilayah
yang bertipe demikian sangat dipengaruhi oleh angin passat timur laut dan angin
passat tenggara, angin darat pada malam hari dan angin laut pada siang hari, dan
didominasi oleh angin muson yang selalu berubah menurut musim. Angin dari
Barat Daya membuat curah hujan cukup tinggi, terjadi pada periode Oktober-
Maret dengan puncak musim hujan bulan Januari-Maret dengan frekuensi hujan
harian cukup tinggi berkisar antara 12-27 hari/bulan. Sebaliknya, karena adanya
pengaruh angin dari Tenggara pada periode April-September, curah hujan menjadi
lebih sedikit. Angin muson dari arah Barat yang muncul karena tekanan tinggi di
daratan Benua Asia melewati Samudera Hindia menyebabkan terjadinya musim
penghujan, sedangkan tekanan tinggi di benua Australia pada musim dingin
menyebabkan tiupan angin Timur yang kering dalam musim kemarau.

Pada tahun 2013, Kalimantan Selatan memiliki curah hujan (CH) berkisar
antara 33,6-439,1 mm. Curah hujan terendah terjadi pada bulan September dan
curah hujan tertinggi pada bulan Nopember. Sedangkan hari hujan (HH) berkisar
antara 12-27 hari/bulan. Hari hujan terendah terjadi pada bulan September dan
curah hujan tertinggi pada bulan Januari (Tabel 1.5). Kelembaban dan suhu udara
di Kalimantan Selatan pada tahun 2013 tertera pada (Tabel 1.6). Kelembaban
udara berkisar antara 69-99%. Kelembaban udara terendah terjadi pada bulan
Agustus dan tertinggi pada bulan April. Sedangkan suhu udara berkisar antara
20,6-370C. Suhu udara terendah terjadi pada bulan Agustus dan suhu udara
tertinggi pada bulan April.

9

Tabel 1.5. Jumlah CH, HH, dan Tekanan Udara Kalimantan Selatan (2013)

Bulan ∑ Curah ∑ Tekanan Udara (bar)

Hujan (mm) Hari Hujan Maksimum Minimum Rerata

Januari 355,2 27 1.014,7 1.008,5 1.011,6

Februari 414,6 23 1.013,8 1.007,9 1.010.8

Maret 308,3 22 1.015,0 1.010,0 1.012,2

April 305,5 23 1.014,2 1.008,7 1.011,4

Mei 346,5 22 1.013,9 1.009,3 1.011,6

Juni 140,7 13 1.013,7 1.008,0 1.010,6

Juli 125,7 24 1.013,7 1.010,1 1.011,7

Agustus 81,5 15 1.014,2 1.011,3 1.012,6

September 33,6 12 1.014,5 1.011,1 1.012,6

Oktober 106,0 13 1.014,9 1.011,6 1.013,2

Nopember 439,1 24 1.013,2 1.009,6 1.011,4

Desember 349,4 25 1.013,2 1.009,3 1.011,2

Sumber: Kalimantan Selatan dalam Angka (2014).

Tabel 1.6. Kelembaban dan Suhu Udara Kalimantan Selatan (2013)

Bulan Kelembaban Udara (%) Suhu (0C)
Minimum
Maksimum Minimum Rerata Maksimum Rerata
22,2 26,4
Januari 97 79 88 33,3 22,6 26,5
22,3 26,8
Februari 96 80 88 32,8 22,0 27,2
22,2 27,0
Maret 94 77 86 34,0 22,8 27,4
21,6 25,9
April 99 70 83 37,0 20,6 26,2
20,9 26,8
Mei 97 81 86 34,1 22,2 27,6
22,0 26,6
Juni 90 79 83 34,7 21,8 26,0

Juli 98 78 86 33,8

Agustus 97 69 81 34,0

September 91 72 79 34,3

Oktober 90 70 78 36,8

Nopember 97 76 85 35,0

Desember 97 83 89 32,6

Sumber: Kalimantan Selatan dalam Angka (2014).

1.6. Demografi

Jumlah penduduk yang besar menjadi salah satu modal dasar yang efektif
bagi pembangunan bila diikuti dengan kualitas baik. Data jumlah penduduk
Kalimantan Selatan tahun 2013 sebanyak 3.854.485 jiwa, terdiri atas laki-laki
1.951.573 jiwa dan perempuan 1.902.912 jiwa.

10

Tabel 1.7. Penduduk menurut Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin (2013)

No Kabupaten/Kota Jenis Kelamin Jumlah Rasio Jenis
Penduduk Kelamin
Laki-Laki Perempuan
313.725 105,28
1 Tanah Laut 160.894 152.831 308.730 108,59
536.328 103,14
2 Kotabaru 160.720 148.010 289.995 100,45
176.468 101,56
3 Banjar 272.303 264.025 221.614
253.868 99,21
4 Barito Kuala 145.320 144.675 219.210 99,93
231.718 96,26
5 Tapin 88.918 87.550 306.185 103,25
119.171 108,86
6 HSS 110.367 111.247 656.778 100,98
220.695 99,99
7 HST 126,887 126.981 3.854.485 105,13
102,56
8 HSU 107.516 111.694

9 Tabalong 117.711 114.007

10 Tanah Bumbu 159.587 146.598

11 Balangan 59.876 59.295

12 Kota Banjarmasin 328.367 328.411

13 Kota Banjarbaru 113.107 107.588

Total 1.951.573 1.902.912

Sumber: Kalimantan Selatan dalam Angka (2014).

Pertumbuhan penduduk per Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan periode
2011-2013 ditampilkan pada (Tabel 1.8). Pada tahun 2013, jumlah penduduk
Kalimantan Selatan mencapai 3.854.485 jiwa. Jika dibandingkan dengan jumlah
penduduk pada tahun 2012 yang mencapai 3.784.981 jiwa, maka pada tahun 2013
jumlah penduduk mengalami kenaikan sebesar 1,84%. Pertumbuhan ini lebih
rendah dibandingkan yang terjadi antara tahun 2012 dengan 2011 yang sebesar
1,90%. Adapun laju pertumbuhan rerata untuk seluruh Kalimantan Selatan sebesar
0,14%. Laju pertumbuhan penduduk tertinggi terjadi di kabupaten Tanah Bumbu
sebesar 3,78% dan laju pertumbuhan terendah di kabupaten Hulu Sungai Selatan
(HSS) sebesar 1,24%. Jumlah dan pertambahan penduduk yang cukup pesat di
Kalimantan Selatan tentunya akan berakibat makin meningkatnya kebutuhan
konsumsi bahan pangan termasuk kebutuhan akan ikan.

11

Tabel 1.8. Perkembangan Jumlah Penduduk Kalimantan Selatan (2011-2013)

Jumlah Penduduk Laju Pertumbuhan
Penduduk
No Kabupaten/Kota 2011 2012 2013 2013/2012
1,69
1 Tanah Laut 303.190 308.510 313.725 1,90
1,73
2 Kotabaru 297.335 302.982 308.730 1,54
1,49
3 Banjar 518.207 527.195 536.328 1,24
1,26
4 Barito Kuala 281.433 285.595 289.995 1,50
1,76
5 Tapin 171.281 173.869 176.468 3,78
1,78
6 HSS 215.984 218.897 221.614 1,45
3,12
7 HST 247.522 250.705 253.868 1,84

8 HSU 212.902 215.980 219.210

9 Tabalong 223.696 227.714 231.718

10 Tanah Bumbu 282.378 295.032 306.185

11 Balangan 115.029 117.088 119.171

12 Kota Banjarmasin 637.873 647.403 656.778

13 Kota Banjarbaru 207.510 214.011 220.695

Total 3.714.340 3.784.981 3.854.485

Sumber: Kalimantan Selatan dalam Angka (2014).

1.7. Potensi Lahan Perikanan

Kalimantan Selatan mempunyai panjang garis pantai lebih kurang
1.331,091 km (termasuk garis pantai beberapa pulau). Kalimantan Selatan
memiliki 164 pulau tidak bernama dan 156 pulau bernama (di luar Pulau Laut) dan
4 buah delta. Pulau Laut adalah pulau yang terbesar (memiliki panjang garis pantai
sepanjang 480 km).

Potensi sumber daya perairan yang dapat dimanfaatkan untuk usaha di

bidang perikanan dan kelautan (Dinas Kelautan dan Perikanan, 2012) adalah

sebagai berikut:

Tabel 1.9. Potensi Perikanan dan Kelautan Kalimantan Selatan

No Uraian Kalimantan Selatan Indonesia %
1,4
1 Garis pantai 1.331 km 95.181 km 4,9
0,5
2 Perairan umum 1.000.000 ha 20.173.776 ha 4,3
0,1
3 Kolam 2.400 ha 526.000 ha

4 Tambak 53.382 ha 1.224.000 ha

5 Sawah (Mina Padi) 3.752 ha 6.139.000 ha

Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kalimantan Selatan (2012).

12

1.8. Produksi Perikanan

Produksi perikanan Kalimantan Selatan tahun 2012 tercatat sebesar

192.530,9 ton yang terdiri dari hasil penangkapan ikan di laut sebesar 131.073,3

ton dan perairan darat sebesar 61.457,6 ton. Pada tahun 2013 mengalami

peningkatan menjadi 300.637,8 ton dengan jumlah produksi ikan hasil tangkapan

laut mencapai 235.625 ton dan perairan darat 65.012,8 ton.

Tabel 1.10. Produksi Perikanan Darat dan Laut (2007-2013)

Tahun Perikanan Darat (Ton) Perikanan Laut (Ton)

Perairan Budi Daya Perairan Budi Daya

2007 53.562,6 16.506,6 98.681,7 6.064,9

2008 49.148,1 20.852,3 106.951,3 5.622,0

2009 45.952,6 44.216,1 108.719,6 1.833,2

2010 62.644,6 61.969,6 115.555,2 1.866,9

2011 40.588,5 48.604,8 128.436,6 3.063,4

2012 61.457,6 89.043,9 131.073,3 2.725,9

2013 65.012,8 95.306,8 235.625,0 2.425,2

Sumber: Kalimantan Selatan dalam Angka (2014).

Tabel 1.11. Produksi Perikanan menurut Kabupaten/Kota (2013)

Perikanan Laut (Ton) Perikanan Darat (Ton)

Kabupaten/Kota Perikanan Budi Daya Perairan Budi Daya Budi Daya

Tanah Laut Laut Umum Air Payau Kolam
Kotabaru
Banjar 41.267,26 - 3.571,6 215,8 1.079,40
Barito Kuala
Tapin 56.838,20 2.426,2 15.662,9 14.435,1 186,36
HSS
HST 7.987,96 - 559,1 0,0 21.485,21
HSU
Tabalong 3.185,80 - 6.521,2 7.504,3 1.080,31
Tanah Bumbu
Balangan -- 4.664,9 0,0 1.844,58
Kota Banjarmasin
Kota Banjarbaru -- 7.497,7 0,0 540,90
Kalimantan Selatan
-- 7.879,8 0,0 718,61
2012
2011 -- 12.498,0 0,0 3.162,74
2010
-- 1.508,6 0,0 2.806,78

42.798,09 - 1.971,5 1.671,1 527,91

-- 1.094,6 0,0 9,87

83.547,70 - 1.531,7 0,0 1.132,84

-- 51,1 0,0 2.581,53

235.625,01 2.426,2 65.012,8 23.826,3 37.157,06

131.073,3 2.725,9 61.457,6 23.392,3 35.249,4

128.436,6 3.063,4 40.588,5 20.103,6 27.047,8

115.555,2 1.866,9 62.644,6 15.377,9 31.329,6

13

Tabel 1.11. (Lanjutan)

Perikanan Darat

Kabupaten/Kota Keramba Mina Padi Jaring Lainnya Jumlah

Apung 46.322,88
89.548,81
Tanah Laut 15,10 - 173,71 - 38.450,41
18.609,07
Kotabaru - -- - 6.919,80
14.589,18
Banjar 3.504,36 41,48 4.872,27 - 10.194,23
27.276,67
Barito Kuala 127,03 7,96 182,47 - 7.617,26
47.169,41
Tapin 407,29 3,07 - - 1.270,01
86.296,86
HSS 6.411,15 6,18 - 133,25 4.106,33
398.370,93
HST 1.571,47 24,36 - - 284.300,7
247.741,1
HSU 10.677,36 - - 938,52 242.126,3

Tabalong 3.273,22 28,62 - -

Tanah Bumbu 6,03 - 194,82 -

Balangan 135,47 - 30,03 -

Kota Banjarmasin - - 40 44

Kota Banjarbaru 786,44 219,41 467,85 -

Kalimantan Selatan 26.914,94 331,08 5.961,64 1.115,88

2012 20.979,9 188,7 8.486,2 747,3

2011 20.297,5 256,1 6.906,8 1.040,8

2010 12.019,2 287,6 2.946,3 99,0

Sumber: Kalimantan Selatan dalam Angka (2014).

Produksi budi daya Kalimantan Selatan pada tahun 2012 mencapai
91.769,7 ton dengan perincian, yaitu budi daya laut (2.725,9 ton), budi daya air
payau (23.392,3 ton), kolam (35.249,4 ton), karamba (20.979,9 ton), mina padi
(188,7 ton), jaring apung (8.486,2 ton), dan budi daya lainnya (747,3 ton).
Sementara pada tahun 2013 mengalami kenaikan menjadi 97.733,1 ton dengan
perincian, yaitu budi daya laut (2.426,2 ton), budi daya air payau (23.826,3 ton),
kolam (37.157,06 ton), karamba (26.914,94 ton), mina padi (331,08 ton), jaring
apung (5.961,64 ton), dan budi daya lainnya (1.115,88 ton).

Sedangkan produksi ikan darat menurut jenis perairan pada tahun 2012
sebesar 61.458,6 ton dengan perincian, yaitu produksi ikan darat dari sungai
(38.406,9 ton), rawa (22.474,5 ton), waduk (527 ton), dan genangan air lainnya
(50 ton). Pada tahun 2013 mengalami kenaikan menjadi 65.012,8 ton dengan
perincian, yaitu produksi ikan darat dari sungai (41.948,5 ton), rawa (22.804,7
ton), dan waduk (259,6 ton).

14

Tabel 1.12. Produksi Ikan Darat menurut Jenis Perairan (2013)

Jenis Perairan (Ton)

Kabupaten/Kota Sungai Rawa Waduk Genangan Jumlah
Air Lainnya
Tanah Laut 3.571,6 -- 3.571,6
- 15.662,9
Kotabaru 15.662,9 -- -
- 559,1
Banjar 211,2 88,3 259,6 - 6.521,2
- 4.664,9
Barito Kuala 6.521,2 -- - 7.497,7
- 7.879,8
Tapin 2.970,4 1.694,5 - - 12.498,0
- 1.508,6
HSS 4.225,9 3.271,8 - - 1.971,5
- 1.094,6
HST - 7.879,8 - - 1.531,7
-
HSU 4.391,8 8.106,2 - - 51,1
50 65.012,8
Tabalong 393,7 1.114,9 - 49,9 61.458,6
46,9 63.594,7
Tanah Bumbu 1.971,5 -- 62.433,6

Balangan 496,5 598,2 -

Kota Banjarmasin 1.531,7 --

Kota Banjarbaru - 51,1 -

Kalimantan Selatan 41.948,5 22.804,7 259,6

2012 38.406,9 22.474,5 527

2011 40.588,5 21.992,9 963,4

2010 38.914,5 22.222,0 1.250,2

Sumber: Kalimantan Selatan dalam Angka (2014).

1.9. Nilai Produksi Perikanan

Nilai produksi perikanan laut dan darat Kalimantan Selatan pada tahun
2012 bernilai Rp. 5.578.497.765 dengan perincian, yaitu nilai produksi hasil
penangkapan ikan di laut (Rp. 2.557.108.657) dan perairan umum (Rp.
1.194.496.847). Sedangkan nilai produksi dari budi daya meliputi budi daya laut
(Rp. 4.108.867), budi daya air payau (Rp. 594.737.926), kolam (Rp. 621.019.599),
karamba (Rp. 422.971.531), mina padi (Rp. 4.516.614), jaring apung (Rp.
169.969.816), dan budi daya lainnya (Rp. 9.567.908). Sementara pada tahun 2013
mengalami peningkatan nilai produksi menjadi Rp. 7.257.941.536 dengan
perincian, yaitu nilai produksi hasil penangkapan ikan di laut (Rp. 4.027.754.175)
dan perairan umum (Rp. 1.252.398.039). Nilai produksi budi daya meliputi budi
daya laut (Rp. 4.553.948), budi daya air payau (Rp. 659.308.545), kolam (Rp.
646.493.796), karamba (Rp. 523.480.777), mina padi (Rp. 6.923.987), jaring
apung (Rp. 121.597.965), dan budi daya lainnya (Rp. 15.430.304).

15

Tabel 1.13. Nilai Produksi Perikanan Darat dan Laut (2013) (000 Rp)

Perikanan Laut Perikanan Darat

Kabupaten/Kota Perikanan Budi Perairan Budi Daya Budi Daya

Laut Daya Umum Payau Kolam

Tanah Laut 924.983.400 - 61.616.238 8.773.383 20.547.808

Kotabaru 1.061.419.000 4.553.948 291.918.678 536.330.892 4.893.696

Banjar 78.424.821 - 10.050.126 - 368.449.483

Barito Kuala 68.261.900 - 163.631.700 62.931.125 12.756.075

Tapin - - 47.899.651 - 37.647.238

HSS - - 144.033.100 - 6.697.142

HST - - 169.638.742 - 14.939.936

HSU - - 178.179.480 - 37.559.776

Tabalong - - 29.626.004 - 56.124.747

Tanah Bumbu 923.344.400 - 65.866.917 51.273.146 13.307.003

Balangan - 24.042.200 - 217.147

Kota Banjarmasin 971.320.654 - 63.953.704 - 17.618.756

Kota Banjarbaru - - 1.941.500 - 55.734.990

Kalimantan Selatan 4.027.754.175 4.553.948 1.252.398.039 659.308.545 646.493.796

2012 2.557.108.657 4.108.867 1.194.496.847 594.737.926 621.019.599

2011 2.156.803.562 3.562.857 1.132.765.146 373.637.640 430.702.597

2010 1.946.581.847. 813.634 1.029.806.656 301.843.997 482.196.629

Sumber: Kalimantan Selatan dalam Angka (2014).

Tabel 1.13. (Lanjutan)

Perikanan Darat Jumlah

Kabupaten/Kota Keramba MinaPadi Jaring Lainnya 1.020.254.475
1.899.116.214
Apung -
- 627.251.965
Tanah Laut 405.629 - 3.928.018 - 313.461.045
- 94.236.740
Kotabaru -- - - 252.996.811
1.332.472 218.338.040
Banjar 72.103.534 778.631 97.445.370 - 450.462.262
13.455.065 151.409.178
Barito Kuala 2.371.519 224.316 3.284.410 - 1.059.219.868
- 28.379.926
Tapin 8.619.951 69.900 - - 1.054.211.074
642.768 88.603.937
HSS 100.717.854 216.244 - - 7.257.941.536
15.430.304 5.578.497.765
HST 33.298.182 461.180 - 9.567.908 4.581.337.731
14.343.453 4.038.067.330
HSU 221.267.942 - - 1.096.403

Tabalong 65.036.634 621.793 -

Tanah Bumbu 168.292 - 5.260.110

Balangan 3.369.954 - 750.625

Kota Banjarmasin - - 675.193

Kota Banjarbaru 16.121.286 4.551.922 10.254.239

Kalimantan Selatan 523.480.777 6.923.987 121.597.965

2012 422.971.531 4.516.614 169.969.816

2011 358.729.172 6.454.682 104.930.157

2010 214.480.107 8.112.565 53.135.492

Sumber: Kalimantan Selatan dalam Angka (2014).

16

Ringkasan

1. Secara geografis, Kalimantan Selatan berbatasan dengan Provinsi Kalimantan
Timur (Utara), Selat Makasar (Timur), Laut Jawa (Selatan), dan Provinsi
Kalimantan Tengah (Barat).

2. Secara administratif, Kalimantan Selatan terdiri atas 13 daerah administratif
berupa 11 kabupaten dan 2 kota. Kesebelas kabupaten tersebut adalah Tanah
Laut, Kotabaru, Banjar, Barito Kuala, Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu
Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, Tabalong, Tanah Bumbu, dan Balangan.
Sedangkan Kota terdiri atas Kota Banjarmasin dan Kota Banjarbaru.

3. Ibu Kota Kalimantan Selatan Banjarmasin. Luas wilayah Kalimantan Selatan
37.530,52 km2 atau 6,98% dari luas Pulau Kalimantan dan 1,96% dari luas
wilayah Indonesia.

4. Dari aspek topografinya, wilayah Kalimantan Selatan dibagi dalam 5
topografi, yaitu 1) berbukit sampai bergunung, 2) berombak sampai
bergelombang, 3) dataran alluvial, 4) dataran rendah berupa rawa pasang surut,
dan 5) daerah river basin.

5. Jumlah penduduk Kalimantan Selatan tahun 2013 sebanyak 3.854.485 jiwa,
terdiri atas laki-laki 1.951.573 jiwa dan perempuan 1.902.912 jiwa.

6. Kalimantan Selatan mempunyai panjang garis pantai 1.331,091 km, memiliki
164 pulau tidak bernama, 156 pulau bernama, dan 4 buah delta.

7. Tahun 2013, produksi perikanan Kalimantan Selatan 300.637,8 ton dengan
jumlah produksi ikan hasil tangkapan laut mencapai 235.625 ton dan perairan
darat 65.012,8 ton.

8. Tahun 2013, produksi budi daya Kalimantan Selatan 97.733,1 ton dengan
perincian, yaitu budi daya laut (2.426,2 ton), budi daya air payau (23.826,3
ton), kolam (37.157,06 ton), karamba (26.914,94 ton), mina padi (331,08 ton),
jaring apung (5.961,64 ton), dan budi daya lainnya (1.115,88 ton).

9. Produksi ikan darat menurut jenis perairan di Kalimantan Selatan pada tahun
2013 sebesar 65.012,8 ton dengan perincian, yaitu produksi ikan darat dari
sungai (41.948,5 ton), rawa (22.804,7 ton), dan waduk (259,6 ton).

17



1

Bab 2 Starts Up

Kenalilah hal-hal yang membuat Anda merasa senang dan
Jadikan itu sebuah kebiasaan

Ekosistem rawa adalah salah satu ekosistem lahan basah alami baik yang
dipengaruhi air pasang surut maupun tidak dipengaruhi pasang surut, sebagian
kondisi airnya payau, asin, atau tawar dan memiliki vegetasi unik yang sesuai
dengan kondisi airnya. Karakteristik khas ekosistem rawa adalah secara periodik
mengalami musim air dalam dan musim air dangkal.

Tujuan bab 2 ini adalah memperkenalkan dan menjelaskan tentang:
1) Potensi lahan basah dan rawa yang dimiliki Indonesia.
2) Pengelompokkan rawa.
3) Ciri-ciri rawa.
4) Sumber makanan yang ada di rawa.

18

2

\\\\\\

Potensi Perairan Rawa

2.1. Lahan Basah
Indonesia merupakan kepulauan yang terdiri dari 17.000 pulau yang

membentang dari 94015‟ sampai 141005‟ bujur Timur dan dari 6008‟ lintang Utara
sampai 11015‟ lintang Selatan. Indonesia mempunyai sekitar 81.000 km pesisir
sehingga wilayah lahan basahnya sangat luas.

Sampai dengan tahun 1980-an istilah lahan basah belum dikenal secara
luas di Indonesia. Setelah Indonesia meratifikasi Konvensi Ramsar pada tahun
1991, diikuti dengan pembentukan Komite Lahan Basah Nasional pada tahun
1994, digunakan kata lahan basah sebagai terjemahan dari wetland (Asmawi,
2003).

19

Konvensi Ramsar mendefinisikan lahan basah dalam artian yang sangat
luas, yakni daerah rawa, payau, lahan gambut atau perairan; baik alami atau
buatan; permanen atau sementara; dengan air yang mengalir atau tetap; baik air
tawar, payau atau asin; meliputi pula daerah perairan laut dengan kedalaman pada
saat air surut terendah tidak melebihi 6 m. Lahan basah meliputi wilayah pantai,
lahan rawa-rawa, lahan bergambut, lahan berpotensi sulfat masam baik yang alami
maupun yang artifisial, yang permanen maupun yang temporer, termasuk wilayah
mangrove.

Wilayah lahan basah memiliki beberapa karakteristik yang unik, yaitu 1)
merupakan dataran rendah yang membentang sepanjang pesisir, 2) merupakan
wilayah yang mempunyai elevasi rendah, 3) beberapa tempat dipengaruhi oleh
pasang surut untuk di wilayah dekat dengan pantai, 4) dipengaruhi oleh musim
yang terletak jauh dari pantai, dan 5) sebagian besar wilayah lahan basah tertutupi
dengan gambut.

Berdasarkan karakteristik sistem lahan, lahan basah dikelompokkan

menjadi 6 tipe lahan basah, yaitu: 1) rawa pasang surut (tidal swamps), 2) rawa

musiman (seasonal swamps), 3) dataran aluvial (alluvial plains), 4) sabuk meander

(meander belts), 5) rawa gambut dan marshes (peat swamps and marshes), dan 6)

dataran banjir (Alluvial valleys) (Poniman et al, 2006). Distribusi lahan basah di

Indonesia dapat dilihat pada (Tabel 2.1).

Tabel 2.1. Sebaran Lahan Basah di Indonesia

Tipe Lahan Basah Indonesia

Pasang surut Rawa gambut dan Sabuk Rawa Dataran aluvial Dataran banjir

Pulau marshes meander musiman

Papua Km2 % Km2 % Km2 % Km2 % Km2 % Km2 % Km2 %
Kalimantan (x 1000) (x 1000) (x 1000) (x 1000)
Sumatera 3,4 (x 1000) (x 1000) (x 1000) 2,8 4,2 6,5
Sulawesi 14.300 5,3 11.800 2,4 17.600 2,4 124.39 5,1
Maluku dan 10.873 1,8 53.550 12,9 6.040 1,5 21.100 5,1 4.056 9,0 4.056 0,8 96.451 6,6
Nusa Tenggara 8.579 1,2 42.77 5,4 3.953 0,7 125.674 0,9
Jawa dan Bali 2.214 1,5 51.060 31,2 4.758 2,9 00 10.043 4,3 1.331 9,9 16.536 0,6
Total 2.365 6.709 1.481 11.597
62.069 13,1 8.303 1,7 00

2.247 1,2 0,701 0,4 00

0,020 <0,1 1.022 0,6 00

1.729 1,3 00 00 0 0 18.312 13,2 1.773 1,3 21.814 1,1
21.100 1,1 115.333 6,0 30.194 1,6 396.462 20,8
40.060 2,1 168.951 8,9 20.824 1,1

Sumber: Poniman et al, (2006).

20

Gambar 2.1. Peta lahan basah di Indonesia.

21

Total lahan basah di Indonesia adalah 396.462 km2, yang sebagian besar
menyebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Rawa gambut dan
marshes adalah yang terluas (168.951 km2), dibandingkan tipe lahan basah
lainnya. Lahan basah lainnya yang cukup luas adalah dataran banjir (115.333
km2), rawa pasang surut (40.060 km2), dan dataran banjir (30.194 km2). Rawa
musiman (21.100 km2) hanya terdapat di daerah Papua.

2.2. Ekosistem Rawa
Ekosistem rawa adalah salah satu ekosistem lahan basah alami baik yang

dipengaruhi air pasang surut maupun tidak dipengaruhi pasang surut, sebagian
kondisi airnya payau, asin, atau tawar dan memiliki vegetasi unik yang sesuai
dengan kondisi airnya.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1991 tentang Rawa. Rawa
adalah lahan genangan air secara alamiah yang terjadi terus menerus atau musiman
akibat drainase alamiah yang terhambat serta mempunyai ciri-ciri khusus secara
fisik, kimiawi, dan biologis. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 73
Tahun 2013 tentang Rawa. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yang
terkandung di dalamnya, tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk
secara alami di lahan yang relatif datar atau cekung dengan endapan mineral atau
gambut, dan ditumbuhi vegetasi, yang merupakan suatu ekosistem.

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1991, yang termasuk rawa adalah
rawa pantai dan rawa pedalaman. Rawa pantai, yaitu rawa yang terletak di pantai
atau dekat pantai, di muara atau dekat muara sungai sehingga dipengaruhi oleh
pasang surutnya air laut. Rawa pedalaman, yaitu rawa yang letaknya sedemikian
jauh jaraknya dari pantai sehingga tidak dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut.
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2013, rawa meliputi
rawa pasang surut dan rawa lebak.

22

Rawa pasang surut dan rawa lebak secara fisik dapat berupa rawa yang
masih alami atau rawa yang telah dikembangkan. Rawa yang masih alami adalah
rawa yang belum tersentuh intervensi manusia, misalnya pembuatan tata air,
permukiman, atau berubahnya vegetasi alami. Sedangkan rawa yang telah
dikembangkan adalah rawa yang telah tersentuh intervensi manusia, misalnya
pembuatan tata air atau permukiman.

Indonesia memiliki potensi luas rawa sekitar 33.393.570 ha yang terdiri
atas 1) lahan rawa pasang surut seluas 20.096.800 ha dan 2) rawa lebak seluas
13.296.770 ha, yang tersebar di pulau Sumatera seluas 2.766.000 ha, Kalimantan
seluas 3.580.500 ha, Sulawesi 644.500 ha, dan Papua seluas 6.305.770 ha
(Subagyo, 2006). Dari luasan rawa tersebut, total lahan rawa yang dikembangkan
pemerintah 1.314.870 ha terdiri dari 835.200 ha rawa pasang surut dan 479.670 ha
rawa lebak.

Total Rawa Indonesia
33.393.570 ha

Pasang Surut Lebak
20.096.800 ha (60,2%) 13.296.770 ha (39,8%)

Sumatera Sumatera
6.604.000 ha 2.766.000 ha

Kalimantan Kalimantan
8.126.900 ha 3.580.500 ha

Sulawesi Sulawesi
1.148.950 ha 644.500 ha

Papua Papua
4.216.950 ha 6.305.770 ha

Gambar 2.2. Luas lahan rawa di Indonesia (Subagyo, 2006).

23

Kalimantan Selatan memiliki luas perairan umum sekitar 1.000.000 ha
yang terdiri atas 1) sungai dan anak sungai seluas 698.220 ha, 2) danau alami,
danau buatan (waduk) seluas 9.200 ha, 3) rawa banjiran (flood plain) seluas
292.580 ha, dan 4) daerah genangan bekas galian pasir dan batu bara. Kalimantan
Selatan memiliki 67 buah sungai, perairan waduk (Riam Kanan) di kabupaten
Banjar, Danau Panggang di kabupaten Hulu Sungai Utara, dan Danau Bangkau di
kabupaten Hulu Sungai Selatan tergolong tipe perairan rawa banjiran. Kondisi ini
menunjukkan bahwa Kalimantan Selatan mempunyai potensi untuk membangun
wilayah tersebut dari sektor perikanan (Dinas Perikanan dan Kelautan Kalimantan
Selatan, 2012).

2.2.1. Rawa Pasang Surut
Rawa ditetapkan sebagai rawa pasang surut apabila memenuhi kriteria (a)

terletak di tepi pantai, dekat pantai, muara sungai, atau dekat muara sungai dan (b)
tergenangi air yang dipengaruhi pasang surut air laut. Rawa pasang surut adalah
semua lahan daratan yang menerima pengaruh langsung dari perubahan tinggi air
laut pada waktu pasang, mulai dari arah pantai atau (hilir) dengan air yang asin
sampai dengan ke daratan (arah hulu) dengan air yang tawar.

Berdasarkan tipologinya, rawa pasang surut dibedakan ke dalam 4 tipe,
yaitu:
1) Lahan potensial: lahan yang mempunyai kedalaman pirit (lapisan beracun)

pada kedalaman lebih dari 50 cm di atas permukaan tanah, luasannya
diperkirakan sekitar 10%.
2) Lahan sulfat masam: lahan yang mempunyai lapisan pirit pada kedalaman 0-
50 cm di atas permukaan tanah, luasannya sekitar 33%.
3) Lahan gambut: lahan yang mengandung lapisan gambut dengan kedalaman
yang sangat bervariasi, luasannya sekitar 55%.

24

4) Lahan salin: lahan yang mendapat intrusi air laut sehingga mengandung garam
dengan konsentrasi yang tinggi, terutama pada musim kemarau, luasannya
sekitar 2%.

Gambar 2.3. Rawa pasang surut.

Berdasarkan tipe luapan air, rawa pasang surut digolongkan menjadi 4 tipe,
yaitu:
1) Tipe A: lahan yang terluapi oleh air pasang besar atau pasang tunggal (spring

tide) maupun pasang kecil (neap tide).
2) Tipe B: lahan yang hanya terluapi oleh pasang besar saja.
3) Tipe C: lahan yang tidak terluapi pasang, muka air tanah dipengaruhi pasang

melalui resapan (seepage), muka air tanah kurang dari 50 cm dari permukaaan
tanah.
4) Tipe D: lahan tegalan atau lahan kering, muka air tanah lebih dari 50 cm dari
permukaan (Sudadi, 2007).

2.2.2. Rawa Lebak
Rawa ditetapkan sebagai rawa lebak apabila memenuhi kriteria (a) terletak

jauh dari pantai dan (b) tergenangi air akibat luapan air sungai dan/atau air hujan
yang menggenang secara periodik atau menerus. Terdapat 5 istilah untuk
mendeskripsikan keadaan wilayah lahan lebak, yaitu 1) Renah adalah bagian yang
paling tinggi dari tanggul sungai. Biasanya jarang kebanjiran. Oleh karena itu,
umumnya dimanfaatkan untuk rumah-rumah dan perkampungan penduduk. 2)
Talang adalah lahan darat atau lahan kering yang tidak pernah kebanjiran dan

25

merupakan bagian dari wilayah berombak sampai bergelombang, terdiri atas
batuan sedimen atau batuan volkan masam. Untuk lebaknya sendiri terdiri dari 3)
Lebak pematang adalah berupa sawah di belakang perkampungan dan merupakan
sebagian dari wilayah tanggul sungai dan sebagian wilayah dataran rawa belakang.
Lama genangan banjir umumnya kurang dari 3 bulan atau minimal satu bulan
dalam setahun. Tinggi genangan rerata kurang dari 50 cm. Oleh karena genangan
air banjir selalu dangkal, maka bagian lebak ini sering juga disebut Lebak
Dangkal. 4) Lebak tengahan adalah sawah yang lebih jauh lagi dari
perkampungan. Tinggi genangan lebih dalam, antara 50-100 cm, selama kurang
dari 3 bulan atau antara 3-6 bulan. Masih termasuk wilayah lebak tengahan, yaitu
kurang dari 3 bulan. 5) Lebak dalam, karena bentuknya mirip suatu cekungan,
kondisi airnya relatif masih tetap dalam walaupun dimusim kemarau. Tinggi air
genangan umumnya lebih dari 100 cm, selama 3-6 bulan atau lebih dari 6 bulan.
Masih termasuk lebak dalam, apabila genangannya lebih dangkal antara 50-100
cm, tetapi lama genangannya harus lebih dari 6 bulan secara berturut-turut dalam
setahun. Lebak dalam ini sesuai untuk budi daya perikanan air tawar. Sedangkan
lebak dangkal dan lebak tengahan hanya sesuai untuk pertanian tanaman pangan.

Dari 13,3 juta ha rawa lebak yang tersebar di tiga pulau besar, yaitu
Kalimantan, Sumatera, dan Papua, terdiri atas:
1) Rawa lebak pematang atau dangkal seluas 4,2 juta ha atau 31,4% yang

dicirikan dengan kedalaman air kurang dari 50 cm dan lama genangan air
kurang dari 3 bulan dalam setahun.
2) Rawa lebak tengahan seluas 6,07 juta ha atau 45,7% yang dicirikan dengan
kedalaman genangan air antara 50-100 cm dan lama genangan air 3-6 bulan
dalam setahun.
3) Rawa lebak dalam seluas 3,0 juta ha atau 22,9% yang dicirikan dengan
kedalaman air lebih dari 100 cm (1 m) dan lama genangan air lebih dari 6
bulan dalam setahun (Suparwoto dan Waluyo, 2009; PP No 73 Tahun 2013).

26

Tabel 2.2. Pembagian Rawa Lebak Berdasarkan Ketinggian dan atau Lamanya
Genangan

Lama Genangan Ketinggian Genangan

< 3 bulan < 50 cm 50-100 cm > 100 cm
3-6 bulan Lebak dangkal
> 6 bulan Lebak dangkal Lebak tengahan Lebak tengahan
Lebak dangkal
Lebak tengahan Lebak dalam

Lebak dalam Lebak dalam

Lahan lebak sebenarnya lebih baik dari lahan pasang surut, oleh karena
tanah lahan lebak seluruhnya tersusun dari endapan sungai (fluviatil), yang tidak
mengandung bahan sulfidik/pirit. Terkecuali tentunya pada zona peralihan antara
lahan lebak dan lahan pasang surut, di lapisan bawah sekitar kedalaman 1 m,
mungkin masih ditemukan adanya lapisan bahan sulfidik yang merupakan endapan
marin.

Gambar 2.4. Rawa lebak.

Rawa lebak dipengaruhi oleh curah hujan dan luapan air sungai, sehingga
selalu tergenang selama musim hujan dan kering dimusim kemarau. Rawa lebak
pada umumnya mempunyai bagian-bagian yang dalam berupa cekungan (lebung),
sehingga rawa lebak juga disebut rawa lebak lebung. Lebung merupakan bagian
ekosistem yang penting di rawa lebak karena merupakan tempat tinggal induk ikan
saat musim kemarau. Nilai pH rawa lebak tidak tetap sepanjang hari, hal ini
disebabkan oleh proses fotosintesis yang terjadi siang hari dan pernafasan pada
malam hari, pada rawa lebak yang berhutan galam (Malaleuca leucadendron)
terdapat potensi tanah sulfat masam dengan pH mencapai 3,5. Perairan rawa selain

27

merupakan daerah yang produktif bagi sumber daya perikanan juga berfungsi
sebagai pengendali banjir, sumber air bagi manusia, dapat mencegah erosi dan
abrasi, dan juga sebagai penyerap limbah pertanian.

Gambar 2.5. Perairan rawa sebagai alat transportasi.

Gambar 2.6. Perairan rawa sebagai tempat penangkapan ikan.

Gambar 2.7. Perairan rawa sebagai tempat perikanan budi daya.
28

2.3. Ciri-Ciri Perairan Rawa

Perairan rawa mempunyai ciri khas (Utomo & Asyari, 1999), yaitu:
1) Fluktuasi tinggi air saat pasang dan surut atau saat musim hujan dan kemarau

di perairan rawa bervariasi antara 2-5 m sehingga daratan yang terluapi air
saat air naik luas, banyak tersedia pakan alami untuk organisme air.
2) Mempunyai daerah litoral yang luas, merupakan habitat yang baik bagi
organisme air terutama ikan.
3) Banyak terdapat vegetasi air. Dedaunan yang jatuh ke perairan merupakan
sumber nutrien dan pakan alami bagi organisme air (feeding ground), selain
itu juga merupakan tempat pemijahan (spawning ground), dan asuhan
(nursery ground) bagi beberapa jenis ikan.
4) Perairan rawa pada umumnya dangkal, sehingga sinar matahari dapat
menembus sampai dengan dasar perairan.
5) Kualitas air relatif jelek, karena air tidak cepat bergantian, banyak terdapat
proses dekomposisi yang menyebabkan kandungan DO rendah, pH juga
rendah (asam), sebaliknya CO2 relatif tinggi.

Rawa lebak adalah rawa yang terjadi karena adanya cekungan, tidak
tertutup oleh air secara tidak permanen, mengalami banjir pada musim hujan dan
kering pada musim kemarau. Perairan rawa lebak dicirikan oleh sifat musiman
(seasonality). Sifat musiman ini nampak pada perubahan tinggi air, luas
permukaan air, perubahan lingkungan akuatik ke terrestrial dan sebaliknya, juga
produksi organisme makanan ikan, pemijahan ikan sampai dengan kepenangkapan
ikan oleh nelayan. Menurut Ilyas et al, (1992) ciri-ciri perairan rawa lebak, selama
musim hujan perairan rawa lebak bersatu dengan sungai induk, sedangkan pada
musim kemarau sebagian besar perairan ini kering dan hanya bagian tertentu yang
berair, yaitu lebung karena bagian yang berupa cekungan ini jauh lebih dalam,
selalu berairan walaupun musim kemarau, sehingga rawa lebak juga disebut rawa
lebak lebung.

29

Lebih jauh Ilyas et al, (1992) mengatakan bahwa tipe-tipe habitat rawa
lebak lebung sebagai berikut:

1) Talang, yaitu bagian tepi perairan lebak lebung, tidak terendam air, tetapi air
tanah dipengaruhi oleh tinggi air di perairan lebak lebung.

2) Vegetasinya berupa hutan primer atau sekunder atau kadang-kadang
perladangan atau perkebunan penduduk.

3) Rawang, yaitu bagian lebak lebung yang lahan lebih rendah dari talang.
4) Vegetasi berupa hutan rawa yang ditumbuhi hutan-hutan besar. Dimusim

penghujan selalu terendam air dan dimusim kemarau kering.

5) Lebak kumpai, yaitu bagian perairan lebak lebung yang elevasi lahan lebih

rendah dari rawang. Vegetasi berupa kumpai dan semak belukar.

6) Sungai utama yang terbagi atas bagian yang dalam disebut lubuk dan pada

umumnya berarus deras, dan bagian yang dangkal disebut rantau.

7) Batas, yaitu bagian tepi sungai utama yang elevasi sedikit lebih tinggi dari

lebak kumpai. Secara limnologis dan hidrologis, batas sangat penting karena

menentukan waktu dan identitas proses banjir atau melimpah atau keluar air

dari lebak kumpai atau rawang.

8) Alur, yaitu bagian batas yang elevasi lebih rendah sehingga membentuk

semacam anak sungai yang menjadi jalan keluar masuk ikan pada saat air

mulai naik atau surut.

Tabel 2.3. Habitat Utama Rawa Lebak Berdasarkan Musim

Musim Habitat
Hujan
1. Rerumputan tergenang (flooded grassland).
a. Padang rumput mengapung.

Merupakan kelompok yang berbeda, begitu juga dengan kondisi
substratnya.
b. Air terbuka.
c. Daerah pinggir litoral di batas air naik, sering DO rendah pada
daerah yang ternaungi dan DO tinggi pada daerah yang dinamik
terkena gelombang.
d. Rumput yang submerged dijumpai.
2. Cekungan (pool or depression)
a. Air terbuka.
 Dasar berlumpur dan dasar berpasir.
b. Tegakan vegetasi.

30

c. Kumpulan vegetasi mengapung.
d. Daun-daun tumbuhan mengapung.
e. Vegetasi yang submerged.
3. Danau (memiliki kondisi seperti di atas tapi proporsi air lebih

besar dan memiliki kedalaman yang lebih.
4. Hutan banjir.
a. Hutan hujan lebat.
b. Tanah hutan yang membentuk bendungan.
c. Kumpulan semak.
5. Daerah banjiran di luar lahan banjiran utama.
Kemarau 1. Rerumputan tergenang (flooded grassland).
a. Cekungan yang kering total.
b. Cekungan berawa (vegetasi lebat, DO rendah).
 Lapisan permukaan.
 Air yang lebih dalam.
c. Cekungan yang ternaungi (di daerah berhutan).
 Terbuka, dengan batang tumbuhan dan tutupan yang lain.
2. Cekungan (pool or depression).
a. Air terbuka.
 Dasar berlumpur dan dasar berpasir.
b. Daerah pinggir sungai utama yang bervegetasi.
 Tumbuhan mengapung.
 Submerged vegetasi.
 Emergent vegetasi.
Sumber : Welcomme (1979).

Kekayaan dan varibilitas habitat rawa lebak menyediakan variasi makanan
yang banyak dan berbagai tipe substrat. Makanan yang ada di rawa lebak berasal
dari 2 sumber, yaitu 1) dari dalam sistem itu sendiri (Autochthonous) dan 2) dari
luar sistem (Allochthonous). Namun, sumber yang dominan berasal dari
Allochthonous yang tersimpan dalam bentuk lumpur dasar (sekitar 7% deposit
dasar cocok untuk makanan), nutrien terlarut, dan produk dekomposisi
(Welcomme, 1979).

31

Tabel 2.4. Sumber Makanan Utama Rawa Lebak

Sumber Kelompok Material
Fitoplankton
Autochthonous Komunitas plankton Zooplankton
Lumpur dan kumpulan mikroorganisme
Komunitas bentik Serangga, cacing, dan krustasea kecil
Moluska
Tumbuhan Dekapoda krustasea besar
Neuston Alga berfilamen, alga makrofit
(submerged, mengapung atau emerge)
Ikan Serangga yang hidup di permukaan, larva
Allochthonous Bahan tumbuhan yang terdapat di perbatasan antara air dan
udara.
Bahan hewan Termasuk telur dan bentuk larvanya
Daun, akar, bunga, buah, dan biji
Sumber : Welcomme (1979). tumbuhan
Serangga termasuk semut, lalat, kumbang
bersama dengan arachnida, cacing yang
jatuh ke air.

Ringkasan

1. Lahan basah merupakan daerah rawa, payau, lahan gambut, dan perairan;
alami atau buatan; tetap atau sementara; dengan air yang tergenang atau
mengalir; tawar, payau atau asin; termasuk wilayah perairan laut yang
kedalamannya tidak lebih dari 6 m pada waktu air surut.

2. Ekosistem rawa adalah salah satu ekosistem lahan basah alami baik yang
dipengaruhi air pasang surut maupun tidak dipengaruhi pasang surut, sebagian
kondisi airnya payau, asin, atau tawar dan memiliki vegetasi unik yang sesuai
dengan kondisi airnya.

3. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yang terkandung didalamnya,
tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk secara alami di lahan
yang relatif datar atau cekung dengan endapan mineral atau gambut, dan
ditumbuhi vegetasi, yang merupakan suatu ekosistem. Rawa meliputi rawa
pasang surut dan rawa lebak. Rawa pasang surut dan rawa lebak secara fisik
dapat berupa rawa yang masih alami atau rawa yang telah dikembangkan.

32

4. Rawa ditetapkan sebagai rawa pasang surut apabila memenuhi kriteria (a) terletak
di tepi pantai, dekat pantai, muara sungai, atau dekat muara sungai dan (b)
tergenangi air yang dipengaruhi pasang surut air laut.

5. Rawa ditetapkan sebagai rawa lebak apabila memenuhi kriteria (a) terletak
jauh dari pantai dan (b) tergenangi air akibat luapan air sungai dan/atau air
hujan yang menggenang secara periodik atau menerus.

6. Perairan rawa mempunyai ciri-ciri 1) fluktuasi tinggi air saat pasang dan surut
atau saat musim penghujan dan kemarau mencapai 2-5 m, 2) mempunyai
daerah litoral yang luas, 3) banyak terdapat vegetasi air yang merupakan
sumber pakan bagi organisme air (feeding ground), tempat pemijahan
(spawning ground), dan asuhan (nursery ground) bagi beberapa jenis ikan, 4)
berair dangkal, sehingga sinar matahari dapat menembus sampai dengan dasar
perairan, dan 5) kandungan DO rendah, pH juga rendah (asam), sebaliknya
CO2 relatif tinggi karena banyak terjadi proses dekomposisi.

7. Makanan yang ada di rawa lebak berasal dari 2 sumber, yaitu 1) dari dalam
sistem itu sendiri (Autochthonous) dan 2) dari luar sistem (Allochthonous).
Namun, sumber yang dominan berasal dari Allochthonous.

33



1


Click to View FlipBook Version