The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Pendidikan Al-Islam Kemuhammadiyahan (PAI-KM) adalah pendekatan pendidikan Islam yang diterapkan oleh Muhammadiyah di Indonesia, yang mengintegrasikan ajaran Islam dengan nilai-nilai modern seperti pendidikan umum, ilmu pengetahuan, dan pembangunan karakter. PAI-KM menekankan keselarasan antara ilmu agama dan pengetahuan umum, serta nilai-nilai moderat, toleransi, dan pemberdayaan masyarakat. Melalui PAI-KM, Muhammadiyah berupaya membentuk generasi muslim yang cerdas, berakhlak mulia, dan berdaya saing dalam konteks zaman yang terus berkembang.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by penamudamedia, 2024-05-14 11:33:19

PENDIDIKAN AL-ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN

Pendidikan Al-Islam Kemuhammadiyahan (PAI-KM) adalah pendekatan pendidikan Islam yang diterapkan oleh Muhammadiyah di Indonesia, yang mengintegrasikan ajaran Islam dengan nilai-nilai modern seperti pendidikan umum, ilmu pengetahuan, dan pembangunan karakter. PAI-KM menekankan keselarasan antara ilmu agama dan pengetahuan umum, serta nilai-nilai moderat, toleransi, dan pemberdayaan masyarakat. Melalui PAI-KM, Muhammadiyah berupaya membentuk generasi muslim yang cerdas, berakhlak mulia, dan berdaya saing dalam konteks zaman yang terus berkembang.

141 Sikap terhadap harta dan jabatan juga mencakup prinsip adil dan amanah dalam pengelolaannya. Seorang Muslim diharapkan untuk menggunakan harta dan menjalankan jabatan dengan penuh keadilan, tidak melanggar hak orang lain, serta menghindari segala bentuk penyalahgunaan atau korupsi. Selain itu, sikap terhadap harta dan jabatan dalam Islam juga mencakup sikap syukur dan berbagi atas nikmat yang diberikan Allah SWT. Islam mengajarkan bahwa harta dan jabatan adalah sarana untuk berbagi dengan sesama dan membantu mereka yang membutuhkan. Dengan berbagi, seseorang dapat memperoleh keberkahan dan pahala dari Allah SWT. Sikap terhadap harta dan jabatan juga harus mengandung aspek kepedulian dan tanggung jawab sosial. Islam mendorong umatnya untuk menggunakan harta dan jabatan untuk membangun masyarakat yang adil, berkeadilan, dan bermartabat. Sikap peduli terhadap kepentingan umum serta menjalankan tanggung jawab sosial merupakan bagian integral dari ajaran Islam. D. Pendayagunaan Harta dan Jabatan di Jalan Allah Pendayagunaan harta dan jabatan di jalan Allah adalah konsep yang penting dalam Islam yang menekankan penggunaan harta dan kedudukan untuk kepentingan agama, kemanusiaan, dan kebaikan umum. Islam mengajarkan umatnya untuk memanfaatkan segala bentuk harta dan jabatan dengan cara yang bermanfaat dan


142 berpahala di mata Allah SWT. Berikut adalah beberapa aspek mengenai pendayagunaan harta dan jabatan di jalan Allah: Pertama, pendayagunaan harta dan jabatan di jalan Allah mencakup praktik berinfak dan bersedekah. Islam mendorong umatnya untuk menyisihkan sebagian dari harta yang dimiliki untuk membantu orang yang membutuhkan, mendukung kegiatan amal, membangun masjid, sekolah, dan sarana-sarana publik lainnya yang bermanfaat bagi masyarakat. Berinfak dan bersedekah merupakan bentuk ibadah yang sangat dianjurkan dalam Islam. Kedua, pendayagunaan harta dan jabatan di jalan Allah mencakup pengembangan dan penyebaran ilmu pengetahuan yang bermanfaat. Islam mengajarkan pentingnya ilmu pengetahuan dalam membangun masyarakat yang maju dan beradab. Menggunakan harta dan jabatan untuk mendukung pendidikan, riset ilmiah, dan pengembangan keterampilan merupakan bentuk investasi yang bernilai tinggi di mata Allah SWT. Selanjutnya, pendayagunaan harta dan jabatan di jalan Allah mencakup pengabdian dan pelayanan kepada masyarakat. Islam mendorong umatnya untuk menggunakan harta dan jabatan untuk memberikan pelayanan yang bermanfaat dan membantu mengatasi masalah sosial, kemiskinan, dan ketidakadilan. Menjadi agen perubahan positif dalam masyarakat merupakan salah satu cara untuk mendayagunakan harta dan jabatan di jalan Allah.


143 Di samping itu, pendayagunaan harta dan jabatan di jalan Allah juga mencakup upaya memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Islam mengajarkan pentingnya berjuang untuk menghapuskan ketidakadilan, penindasan, dan kesenjangan sosial. Menggunakan harta dan jabatan untuk mendukung perjuangan yang benar dan sesuai dengan prinsip-prinsip agama adalah bentuk jihad yang dianjurkan dalam Islam. Penting untuk diingat bahwa pendayagunaan harta dan jabatan di jalan Allah harus dilakukan dengan niat tulus dan ikhlas semata-mata untuk mencari keridhaan Allah SWT. Islam menekankan bahwa setiap amal perbuatan yang dilakukan dengan niat ikhlas akan mendapatkan pahala yang besar di sisi-Nya. Terakhir, Islam mengajarkan pentingnya menjaga akhlak dan etika dalam pendayagunaan harta dan jabatan. Penggunaan harta dan jabatan harus dilakukan dengan penuh integritas, jujur, dan adil. Tidak boleh ada praktik korupsi, penipuan, atau penyalahgunaan kekuasaan dalam pengelolaan harta dan jabatan di jalan Allah. Dengan demikian, pendayagunaan harta dan jabatan di jalan Allah adalah konsep integral dalam ajaran Islam yang mengajarkan umatnya untuk menggunakan segala bentuk harta dan kedudukan dengan cara yang bermanfaat, berpahala, dan sesuai dengan nilai-nilai agama. Dengan memahami dan menerapkan konsep ini, seorang Muslim dapat menjadi agen perubahan yang


144 positif dan memberikan kontribusi yang berarti dalam membangun masyarakat yang lebih baik di dunia ini


145 13 Paradigma Baru Pendidikan Al Islam Kemuhammadiyahan erubahan sosial di era global menimbulkan berbagai tantangan di bidang pendidikan AIK, yang mengharuskan diterapkannya paradigma baru pendidikan AIK. Atas dasar itulah diperlukan pembaharuan pemikiran, pengkajian dan penelitian terhadap pendidikan AIK untuk melakukan rekonstruksi mulai aspek teologis, filosofis, substantif, metodologi, dan sistem pendidikannya. Di samping itu, diperlukan pembaharuan secara praksis dalam aspek tujuan, materi, metode, dan evaluasi, agar implementasi pendidikan AIK dapat berlangsung secara efektif. A. Aspek Teologis dan Filosofis Pembahasan aspek teologis dan filosofis dalam rekonstruksi paradigma baru pendidikan Al-Islam dan P


146 Kemuhammadiyahan meliputi lima poin diskursus sebagai berikut. 1. Diskursus Pemikiran Keagamaan Arusutama pemikiran keagamaan yang dikembangkan dalam pendidikan AIK selama ini masih bercorak teosentrisme (berpusat pada Tuhan). Agama itu berasal dari Tuhan yang diterima secara taken for granted dan seakan hanya untuk melayani atau untuk kepentingan Tuhan. Dalam pola pemahaman seperti ini, agama menjadi kurang aspiratif terhadap sisi kemanusiaan. Paham teosentrisme menempatkan manusia sebagai hamba Tuhan semata. Dalam paradigma Muhammadiyah, bahwa pendidikan AIK mengandung perspektif teo-antroposentrisme yang memadukan antara orientasi ‚habl min Allah‛ (hubungan dengan Allah, teosentrisme) dan ‚habl min al-nas‛ (hubungan dengan manusia, antroposentrisme) sehingga utuh dan seimbang. Al-Islam sebagai manifestasi sifat Rahman dan Rahim Allah memberikan petunjuk jalan yang lurus (tidak sesat) kepada manusia yang dikaruniai kehendak bebas oleh-Nya (QS. Al-Baqarah/2: 37- 38). Al Islam dalam hal ini merupakan petunjuk (hudan) Allah SWT untuk kehidupan manusia. Di samping dikaruniai petunjuk dan kehendak bebas, manusia juga dikaruniai fitrah dan hanif yang dapat menjadikan petunjuk itu bagi kebahagiaan hidupnya. Petunjuk itu tidak diterima begitu saja, melainkan


147 perlu dipahami secara cerdas, kritis dan kontekstual. Sebagai contoh, shalat, zakat, puasa dan haji adalah perintah Allah tetapi hakikatnya adalah untuk kepentingan dan kemaslahatan manusia. 2. Diskursus tentang Tuhan Diskursus tentang Tuhan dalam AIK difokuskan pada istilah Allah dan Rabb. Istilah Allah digunakan untuk menjelaskan dzat atau substansi (Uluhiyah). Sedangkan istilah Rabb digunakan untuk menerangkan segala sesuatu yang berhubungan dengan alam semesta (Rububiyah). Allah adalah Dzat Maha Suci yang ‘Maha Hadir’ (Omnipresent) meski tidak nampak. Secara substantif, kata Allah mensifati semua sifat termasuk kata Robb. Rabb adalah Maha Mencipta, Memelihara, Memberi Rizki, Maha Adil, Maha Kasih terhadap hamba-Nya. Rabb adalah peran Allah ketika berhubungan dengan ‚al-alamin‛ (hamba/ciptaan-Nya) (QS. al-Fatihah/1: 2, alBaqarah/2:30). Dengan demikian, konsep tentang Tuhan harus berangkat dari sisi Uluhiyah dan Rububiyah sekaligus. 3. Diskursus tentang Nabi Umat Islam memandang Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah (Rasulullah) yang pembawa risalah Islam. Rasulullah adalah manusia sempurna (insan kamil) dan teladan yang baik (uswah hasanah). Dalam meneladani Rasulullah harus dibedakan antara perbuatan yang mengandung ketetapan hukum


148 (sunnah tasyriiyah) dan perbuatan yang tidak terkait ketetapan hukum (ghoiru tasyriiyah) (Yusuf Qardlawi, as Sunnah an Nabawiyah Mashdaran lil Hadlarah wal Ma’rifah). Meneladani Nabi Muhammad SAW tidak untuk mengkultuskannya tetapi mengikuti sunah-sunahnya. Dalam surat al-Kahfi ayat 110 dikemukakan bahwa Muhammad hanyalah seorang manusia biasa yang diberi wahyu. Muhammad adalah seorang manusia pilihan dan manusia teladan (uswah hasanah). Muhammad adalah role-model yang terus menginspirasi dan memberikan contoh keteladanan kepada umatnya. Dengan mengedepankan sisi kemanusiaan Muhammad, akan terhindar dari pengkultusan dan syirik di satu sisi, dan menumbuhkan kekaguman serta kehormatan (ta’ziman wah tiraman) disisi lain. Inilah cara melakukan kontekstualisasi Sunnah dan Hadits, sehingga tetap mampu memberikan inspirasi, pencerahan dan petunjuk walaupun dalam konteks kekinian dan kedisinian yang berbeda. 4. Diskursus Manusia Utama Gambaran manusia dengan sifat-sifat utama dalam Islam adalah sebagai khalifah dan abdullah. Dalam khalifah ada konsep Rabb karena Allah juga Rabb, mengatur, menciptakan, memelihara dan sebagainya. Penjabaran manusia sebagai khalifah


149 selaras dengan definisi iman, yang tidak hanya pada dimensi hati (qolb) tetapi juga dimensi pernyataan (lisan) dan perbuatan (arkan). Demikian pula, manusia sebagai khalifah bukan semata menyembah dan mengagungkan Allah semata, tetapi juga harus berbuat baik kepada manusia dan alam sebagai sifat Rabb yang menciptakan, memelihara, menjaga, memiliki, mengayomi dan lain-lain. Untuk dapat berperan sebagai khalifah, manusia bukan saja berusaha menjalankan perintahNya dan menjauhi larangan-Nya, melainkan perlu merefleksikan nilai-nilai Allah (takhalaqu bi khuluqilllah) dalam aktivitas kehidupannya. 5. Diskurus Pandangan Hidup Pandangan tentang hakekat kehidupan sangat mempengaruhi jalan hidup seseorang. Seseorang yang menganut faham spiritual-mistisisme (mysticism) memandang bahwa dunia adalah kefanaan total, dunia dan keinginan duniawi sebagai penghalang untuk menuju kepada Yang Hakiki, sehingga berupaya menista dan meninggalkan keinginan terhadap dunia. Sebaliknya, faham zuhud dalam tasawuf (asketis) berpandangan bahwa untuk mencapai keutamaan hidup yang berorientasi ukhrawi tidak harus meninggalkan kebutuhan duniawi. Intensifikasi pengabdian agama yang dijalankan dalam etos dan kegairahan kerja adalah gambaran dan


150 pernyataan dari manusia terpilih menuju kebahagian dunia dan akherat. Hal ini sesuai dengan kandungan Surat al-Baqarah ayat 269: ‚Allah menganugrahkan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugrahi hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakal yang dapat mengambil pelajaran‛. B. Aspek Substantif Pembahasan aspek substantif ini meliputi tujuan, materi pokok, dan sifat kurikulum AIK. 1. Tujuan kurikulum AIK AIK di PTM memandang Islam sebagai petunjuk kepada jalan yang lurus, modal sosial, jalan menuju Tuhan, dan jalan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Pengajaran Islam sebagai ilmu yaitu ilmuilmu tentang keislaman baik yang bersifat normatif maupun historissosiologis lebih tepat diberikan pada mahasiswa yang memang mengambil spesialisasi di bidang ilmu-ilmu agama. Tujuan pendidikan AIK untuk membentuk insan berkarakter dan insan terpelajar yang diharapkan memiliki integritas dan kesadaran etis. Dalam AlQur’an surat al-Qashash ayat 77 Allah berfirman yang artinya:


151 ‚...dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu...‛. Bagi insan terpelajar, beramal shaleh baik yang bersifat ritual maupun sosial seharusnya tidak didasarkan pada faktor dari luar dirinya (ganjaran dan ancaman), melainkan sebagai bentuk panggilan etis, beramal shaleh sebagai manifestasi rasa terima kasih kepada Allah dan sesama. Pendidikan AIK untuk membentuk manusia berkemajuan, berjiwa pengasih, dan penuh kasih kepada sesama (philantropis). 2. Materi pokok kurikulum AIK Isi pendidikan AIK adalah ilmu pengetahuan tentang Islam baik aspek normatif maupun historis. Materi pokok Pendidikan AIK selama ini meliputi lima aspek: al-Qur’an-Hadits, Aqidah, Akhlak, Fiqih, dan Kemuhammadiyahan. Materi pokok AIK ini disamping memiliki kelebihan juga ada kelemahannya. Kelebihannya lebih bersifat akademis dan kelemahannya adalah kurang dalam memfungsikan agama sebagai landasan moral, motivasional dan spiritual dalam memecahkan problem kehidupan. Materi AIK lebih diarahkan pada pengembangkan karakter manusia baik (saleh dan ihsan) yang berbuat baik bagi kepentingan seluruh manusia (muslim dan non-muslim) sebagai bukti keislaman seorang muslim (Al-Quran, Surat Al-Baqarah ayat 176) (Laitsal birra an


152 tuwallu wujuhakum....). Al-Qur’an maupun Hadits mengemukakan bahwa Islam itu adalah petunjuk hidup untuk manusia di dunia. Isi kandungan al-Qur’an mencakup seluruh komponen perjalanan hidup manusia mulai dari alam ruh sampai alam akhirat yang meliputi: Tuhan, manusia, alam, penciptaan dan keselamatan. Isi pokok materi AIK perlu direkonstruksi dari keilmuan normatif dan historis Islam kepada dimensi-dimensi kehidupan. Dengan cara inilah mahasiswa dapat kembali kepada al-Qur’an dan Hadits secara cerdas dan fungsional. 3. Sifat Kurikulum AIK Pendidikan AIK menjadi ruh/spirit dan visi bagi mata kuliah lain, bukan semata-mata berdiri sendiri secara terpisah sebagai salah satu mata kuliah. Sifat kurikulum AIK yang terpisah (separeted) perlu direkostruksi menjadi integrated, yaitu memiliki sifat integrative interkonektif dengan mata kuliah lain dan persoalan kehidupan. Nilai AIK dikembangkan sebagai virus yang meresapi seluruh bidang studi. C. Aspek Metodologis ‚Al-tharîqatu ahammu min al-maddah‛ (metode lebih penting daripada materi). Statemen bijak tersebut menggambarkan betapa pentingnya metode pendidikan. Pendidikan AIK seringkali tidak menyenangkan karena


153 faktor metode. Ketepatan metode yang digunakan sangat menentukan keefektifan proses pendidikan. 1. Model Pendidikan Secara umum ada tiga model pendidikan: pendidikan yang terpusat pada bahan ajar (subject matter centre learning), pendidikan yang terpusat pada dosen (teacher centre learning) dan pendidikan terpusat pada mahasiswa (student centre learning). Pembelajaran AIK yang mengedepankan ilmu-ilmu agama dan berorietasi pada padat isi cenderung menerapkan model pendidikan yang berpusat pada materi. AIK bersifat normatif dan doktriner cenderung menerapkan model pendidikan yang berpusat pada dosen, dan AIK yang integrated dengan kehidupan dan interkoneksitas dengan pata mata kuliah lain akan cenderung menggunakan model pendidikan yang berpusat pada mahasiswa. Karena itu perlu dikembangkan model dialogis yang menempatkan mahasiswa sebagai subyek pembelajar dan pemeran utama pembelajaran (self learning) yang menemukan sendiri nilainilai AIK. 2. Peran Dosen Secanggih apapun kemajuan di bidang teknologi pendidikan, peran dosen tetap penting dan tidak pernah tergantikan. Namun demikian, dominasi dosen AIK dalam proses pendidikan yang selama ini


154 lebih banyak berperan sebagai pengajar dan manajer kelas, perlu dirubah menjadi role model dan pemimpin kelas. Sebagai role model, dosen dituntut memiliki integritas moral dan intelektual sehingga mampu menjadi teladan. Sebagai pemimpin kelas, tugas utama dosen adalah fasilitator yang memberikan pengarahan, pencerahan, dan memotivasi mahasiswa. 3. Peran Mahasiswa Dalam era teknologi informasi dan teknologi komunikasi yang semakin canggih, kedudukan mahasiswa bukan lagi sebagai peserta didik, melainkan sebagai subyek didik, aktor dan mitra dosen. Kejayaan suatu lembaga pendidikan sangat ditentukan oleh kualitas mahasiswanya. Oleh karena itu, penting bagi dosen untuk memberikan peran yang besar dan strategis kepada mahasiswa dalam proses pendidikan. 4. Arah Pembelajaran Dalam era keterbukaan informasi, kemudahan komunikasi dan multikulturalisme, pendidikan yang bersifat transfer of knowledge akan kehilangan relevansi. Pendidikan AIK yang bersifat transformative bukan sekedar mentransfer ilmu, melainkan mentransformasikan mindset, pola pemikiran dan metodologi. Dengan cara seperti ini, mahasiswa akan mampu mengolah ilmu/informasi yang didapatkan secara kritis, reflektif dan terbuka bukan


155 hanya untuk mencari yang benar, tetapi yang paling benar. Dalam konteks pemikiran keagamaan, pendidikan yang transformatif akan membentuk mind-set yang tidak taklid buta dan tidak ta’asub golongan atau mazhab, melainkan mampu membedakan permasalahan yang ushul dan yang furu’, mana yang partikuler dan mana yang universal. 5. Pendekatan Pembelajaran Pendekatan pembelajaran AIK harus dapat menggembirakan, mencerdaskan dan mengimankan mahasiswa dengan memperhatikan kecerdasannya. Pendekatan yang bersifat indoktrinatif dan memandang sesuatu secara hitam putih dianggap tidak relevan lagi. Metode pembelajaran AIK harus kreatif, inovatif, dan bervariasi sehingga dapat memberi tantangan dan membangkitkan minat serta kebutuhan mahasiswa terhadap AIK. 6. Evaluasi Pembelajaran Evaluasi pendidikan AIK yang lebih megutamakan hasil belajar aspek kognitif cenderung menghasilkan mahasiswa yang having religion dan kurang memiliki kemandirian belajar. Evaluasi yang diutamakan jenis portofolio, yaitu evaluasi yang mencakup proses, hasil dan umpan balik. Evaluasi proses dan hasil belajar AIK juga melibatkan


156 mahasiswa. Mereka dapat menilai kesungguhan, keterlibatan, kreatifitas dan pencapaian hasil belajar.


157 Epilog ebagai umat manusia kita perlu mempertimbangkan pentingnya ibadah, akhlak, dan muamalah dalam membentuk pribadi berkualitas serta peran keluarga sakinnah dalam masyarakat utama. Ibadah, akhlak, dan muamalah merupakan tiga pilar utama dalam Islam yang saling terkait dan saling mempengaruhi. Ibadah, seperti shalat, puasa, dan zakat, adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap Muslim untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Namun, ibadah bukan hanya ritual, tetapi juga merupakan latihan spiritual yang dapat membentuk akhlak yang mulia dan perilaku yang baik dalam muamalah sehari-hari. Akhlak yang baik, seperti jujur, adil, sabar, dan kasih sayang, adalah karakteristik yang dijunjung tinggi dalam Islam. Akhlak yang baik merupakan hasil dari ibadah yang dilakukan dengan tulus dan konsisten. Dengan memiliki akhlak yang baik, seseorang dapat menciptakan hubungan yang harmonis dengan Allah SWT, sesama manusia, dan lingkungan sekitarnya. S


158 Muamalah, atau interaksi sosial dan ekonomi, juga memainkan peran penting dalam membentuk pribadi berkualitas dalam Islam. Muamalah yang baik melibatkan sikap jujur, adil, dan bertanggung jawab dalam bertransaksi, bekerja, dan berinteraksi dengan orang lain. Islam mengajarkan pentingnya menjalani muamalah dengan penuh integritas dan menghindari segala bentuk penipuan atau ketidakadilan. Selain itu, keluarga sakinnah memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk masyarakat yang utama dan berkualitas. Keluarga yang harmonis, penuh kasih sayang, dan didasari oleh nilai-nilai agama akan menjadi pondasi yang kuat bagi masyarakat yang berkeadilan dan sejahtera. Keluarga yang sakinnah mampu menciptakan lingkungan yang aman, nyaman, dan mendidik untuk tumbuh kembangnya anggota keluarga yang berkualitas. Dalam masyarakat utama, peran keluarga sakinnah sangatlah signifikan dalam menyebarluaskan nilai-nilai moral dan etika yang baik. Masyarakat yang didukung oleh keluargakeluarga yang harmonis dan bertanggung jawab cenderung lebih stabil dan berdaya. Oleh karena itu, upaya untuk membentuk keluarga sakinnah adalah investasi jangka panjang dalam membangun masyarakat yang bermartabat dan berkualitas. Dengan demikian, ibadah, akhlak, dan muamalah merupakan fondasi utama dalam membentuk pribadi berkualitas dalam Islam. Sementara itu, keluarga sakinnah memiliki peran sentral dalam membentuk masyarakat utama


159 yang berlandaskan nilai-nilai agama. Dengan mengimplementasikan nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat berkontribusi dalam menciptakan lingkungan yang lebih baik, sejahtera, dan berkeadilan berdasarkan ajaran Islam.


160 Daftar Pustaka Achmad, A. K. (2020). Reaktualisasi Pendidikan Al Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) Sebagai Penguat Pendidikan Karakter. Profetika: Jurnal Studi Islam, 21(2), 167–178. Ahsan, M. (2019). Memahami Hakikat Hukum Islam. TASAMUH: Jurnal Studi Islam, 11(2), 231–248. Al-Qaradhawi, S. D. Y. (2022). Akhlak Islam. Pustaka AlKautsar. Amin, H. S. M. (2022). Ilmu akhlak. Amzah. Andy, S. (2019). Hakekat Tafsir Surat Al-Fatihah (Pemahaman Hakikat Ibadah Kepada Allah Swt Dalam Menghadapi Persoalan Kehidupan). Jurnal At-Tibyan: Jurnal Ilmu Alqur’an Dan Tafsir, 4(1), 78–100. Arif, M. (2021). Akhlak Islami & Pola Edukasinya. Prenada Media. Astutik, A. P. (2017). Buku Ajar Al-Islam Dan Kemuhammadiyahan–4 (AIK-4). Umsida Press, 1–243. Azis, A., Riyanto, R., Tuanto, E., & Arqam, M. L. (2023). Islamic Education in Al-Islam Kemuhammadiyahan to Prevent the Culture of Shirk on Social Media. TADRIS: Jurnal Pendidikan Islam, 18(1), 161–177. Baidarus, B., Hamami, T., Suud, F. M., & Rahmatullah, A. S. (2020). Al-Islam dan kemuhammadiyahan sebagai


161 basis pendidikan karakter. AL-ASASIYYA: Journal Of Basic Education, 4(1), 71–91. Duani, A. H. (2021). Pembelajaran Kemuhammadiyahan: Evaluasi Program di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (Uhamka). Instruksional, 2(2), 103–111. Fitriana, D. (2020). Hakikat Dasar Pendidikan Islam. Tarbawy: Jurnal Pendidikan Islam, 7(2), 143–150. Habibah, S. (2015). Akhlak dan etika dalam islam. Jurnal Pesona Dasar, 1(4). Handayani, P., & Faizah, I. (2017). Buku Ajar Al-Islam Dan Kemuhammadiyahan-3 (AIK-3). Umsida Press, 1–198. Hawwa, S. (2020). al-Islam. Gema Insani. Hendra, M. (2015). Pendidikan Agama Islam. Deepublish. Jalil, M. (2019). Falsafah Hakikat Iman Islam Dan Kufur. AthThariq: Jurnal Dakwah Dan Komunikasi, 2(2), 389–405. Khomaeny, E. F. F. (2019). Islam Dan Ipteks:(Al-Islam Dan Kemuhammadiyahan III). EDU PUBLISHER. Khusna, A. M. (2018). Hakekat ritual ibadah haji dan maknanya berdasarkan pemikiran William R. Roff. An-Nas, 2(1), 132–145. Nadlif, A., & Amrullah, M. (2017). Buku Ajar Al-Islam Dan Kemuhammadiyahan–1 (AIK-1). Umsida Press, 1–146. Rahayu, E. S. (2020). Islam Sempurna Dalam Konsep Syariat, Tarekat dan Hakikat. Emanasi: Jurnal Ilmu Keislaman Dan Sosial, 3(1), 125–133.


162 Ritonga, S., Setiawan, M. A., Syaputra, G., Permadi, A. S., Estimurti, E. S., Harahap, R. R., Putri, A., Sinaga, J. B., Yanti, F., & Aba, M. M. (2024). AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN. Rohmansyah, S. M. (2018). Kuliah Kemuhammadiyahan. Yogyakarta: Lembaga Penelitian, Publikasi Dan Pengabdian Masyarakat (LP3M). Siddik, H. (2016). Hakikat Pendidikan Islam. Al-Riwayah: Jurnal Kependidikan, 8(1), 89–103. Syahril, S., Al Munawar, S. A. H., & Alwizar, A. (2022). Pendidikan Ibadah dalam Perseptif Al-Quran. Jurnal An-Nur, 11(1), 51–60.


163 Tentang Penulis Dr. H. Zainal Muttaqin, M.Pd, lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat, Indonesia, Pada tanggal 20 Mei 1983 dari pasangan Bapak Muhammad Marki dan Ibu Ade Marwiyah. Penulis menyelesaikan pendidikan formalnya : jenjang SD (1996), SMP (1999), SMA (2002), Diploma LIPIA Jakarta (2005), S1 (2006), S2 (2013), dan terakhir jenjang S3 atau Doktor Pendidikan Islam di UIN Bandung (2023). Penulis juga pernah belajar di lembaga pendidikan non formal seperti Pesantren ALMA'MUNUL HAMIDIYAH BIHBUL Cipatujah Tasikmalaya, Pesantren KHZ MUSTHOFA SUKAMANAH-SUKAHIDENG Tasikmalaya, dan International Language Programs (ILP) Jakarta. Kegiatan penulis mulai tahun 2014 yaitu sebagai Dosen PAI atau AIK di kampus UMTAS (Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya) Jawa Barat, Indonesia.


164


Click to View FlipBook Version