91 Predictive Coding (LPC) mengeksplorasi struktur spektral sinyal secara efisien. Zero-Crossing Rate (ZCR) mengukur frekuensi sinyal melintasi titik nol untuk mendeteksi pitch dan tonality, sementara Spectral Centroid memberikan informasi tentang kecerahan suara. Kombinasi ZCR dan Spectral Centroid meningkatkan akurasi deteksi emosi dalam analisis sentimen suara (Sharma et al., 2020). 5. Analisis dan Klasifikasi (Analysis and Classification) Tahap analisis dan klasifikasi suara menggunakan fitur-fitur yang diekstraksi dari sinyal untuk mengidentifikasi dan mengkategorikan jenis suara atau ucapan. Teknik ini digunakan dalam pengenalan suara, klasifikasi suara, dan analisis emosi. Metode seperti Support Vector Machines (SVM) efektif untuk klasifikasi data non-linear, sementara algoritme deep learning seperti Convolutional Neural Networks (CNN) dan Recurrent Neural Networks (RNN) digunakan untuk mengklasifikasikan pola kompleks. CNN menghasilkan akurasi tinggi dalam klasifikasi suara lingkungan seperti suara kendaraan dan hewan (Hershey et al., 2017; Lidy, 2016). C. Kecerdasan Buatan dalam Pemrosesan Suara Kecerdasan buatan di bidang pemrosesan suara mengakselerasi dan meningkatkan efisiensi fungsionalitas proses di setiap penerapan aplikasi pengolahan sinyal suara, sehingga output audio dari setiap tahapan dan aplikasi memiliki kualitas lebih baik. Adapun bentuk-
92 bentuk aplikasi dalam pengolahan sinyal suara adalah sebagai berikut; 1. Pengenalan Suara (Speech Recognition) Pengenalan suara adalah aplikasi pemrosesn suara yang mengubah ucapan menjadi teks. Kecerdasan buatan mempercepat katalis perkembangan aplikasinya. Diantaranya, teknologi pengenalan suara ini digunakan dalam asisten virtual, sistem telepon otomatis, dan aplikasi pencatatan suara. Salah satu contoh aplikasi asisten virtual seperti Siri, Google Assistant dan Amazon Alexa, yang menggunakan teknologi pengenalan suara untuk memaha-mi dan menanggapi perintah pengguna. Algoritme deep learning seperti Recurrent Neural Networks (RNN) dan Long Short-Term Memory (LSTM) meningkatkan akurasi pengenalan suara dalam kondisi berisik, serta dalam berbagai bahasa dan dialek (Amodei et al., 2016; Xiong et al., 2018). Penerapannya dalam pembelajaran bahasa membantu melatih pengucapan dan memberikan umpan balik langsung. Di bidang kesehatan, teknologi ini memungkinkan transkripsi medis otomatis yang akurat, meningkatkan efisiensi dan mengurangi kesalahan pencatatan (Esteva et al., 2019). 2. Sintesis Suara Sintesis suara atau Text-to-Speech (TTS) mengubah teks menjadi suara yang dapat didengar. Model deep learning seperti WaveNet menghasilkan suara yang sangat realistis dengan intonasi dan ritme
93 alami. Aplikasi TTS mencakup navigasi GPS, pembaca layar untuk tunanetra, dan layanan audiobook (Van Den Oord et al., 2016). 3. Analisis Sentimen dan Emosi Deteksi emosi dan sentimen wicara menggunakan kecerdasan buatan dalam pemrosesan bahasa alami (NLP). NLP melibatkan algoritme untuk memahami dan memproses bahasa alami melalui tahapan seperti tokenisasi, stemming, POS tagging, NER, word embeddings, dan pemodelan bahasa. Model deep learning seperti BERT mencapai akurasi tinggi dalam klasifikasi sentimen ucapan (Kenton and Toutanova, 2019). Aplikasi ini dapat digunakan dalam layanan pelanggan dan analisis media sosial, atau aplikasi lainnya yang memerlukan NLP dalam pengambilan kesimpulan. 4. Pemurnian dan Reduksi Kebisingan Pemurnian dan reduksi noise bertujuan meningkatkan kualitas suara dengan menghilangkan gangguan. Digunakan dalam komunikasi jarak jauh dan rekaman, teknik seperti adaptive filtering dan spectral subtraction mengurangi noise untuk suara lebih jelas. Model deep learning seperti Deep Neural Networks (DNN) juga efektif dalam mengatasi berbagai jenis noise yang kompleks (Paliwal et al., 2012). 5. Deteksi Anomali dan Keamanan Kecerdasan buatan mendeteksi anomali dalam sinyal suara untuk aplikasi keamanan seperti deteksi
94 intrusi dan pengawasan. Sub bidang ini telah menjadi penting, menggunakan algoritma machine learning seperti Convolutional Neural Networks (CNN) dan Recurrent Neural Networks (RNN) untuk menganalisis pola suara. Penelitian menunjukkan model deep learning meningkatkan akurasi deteksi anomali dengan mempelajari fitur kompleks dari sinyal suara. Sistem ini digunakan di tempat umum seperti bandara untuk mendeteksi aktivitas mencurigakan (Marchi et al., 2015). D. Etika dan Tantangan Kecerdasan Buatan dalam Suara Perkembangan kecerdasan buatan, selain memberikan banyak kemajuan, namun juga menghadirkan tantangan dan isu etika. Pada bidang pemrosesan suara, AI juga memiliki dampak sosial dan etika, sebagai akibat dari adopsi teknologi. Misalnya deepfake audio yang dapat menipu orang dengan membuat suara yang tampak asli. Karena itu, mempertimbangkan dampak potensial dari teknologi dan mengambil langkah-langkah pencegahan penyalahgunaan, seperti dengan menambahkan tanda air digital atau teknik verifikasi keaslian menjadi sangat penting (Chesney and Citron, 2019). Dalam mengatasi tantangan teknis dalam pemrosesan suara, harus diselaraskan dengan upaya sosial dan etis untuk memastikan praktik pengumpulan dan penggunaan data suara sesuai dengan norma sosial. Bias algoritme dapat terjadi dalam lingkungan berisik atau dengan aksen berbeda, menyebabkan ketidakadilan dalam pengenalan
95 suara dan analisis emosi. Isu privasi dan keamanan data juga krusial, karena penggunaan kecerdasan buatan sering melibatkan data suara pribadi. Data yang disimpan tanpa izin dapat disalahgunakan. Oleh karena itu, penting untuk mendapatkan izin eksplisit dan memastikan data dilindungi dengan langkah-langkah keamanan yang memadai.
96 Perangkat Internet of Things Rana Zaini Fathiyana, S.St., M.T. udah kita pahami dari BAB sebelumnya mengenai dasar dari Internet of Things. Secara sederhana, Internet of Things atau lebih dikenal dengan IoT merupakan salah satu teknologi paling transformatif dalam beberapa dekade terakhir ini. Internet of Things (IoT) mengacu pada jaringan perangkat fisik yang dilengkapi dengan sensor, perangkat lunak, dan teknologi lain yang memungkinkan mereka untuk terhubung dan bertukar data satu sama lain melalui internet. Perangkat IoT ini mencakup berbagai benda, mulai dari barang sehari-hari seperti termostat dan lemari es pintar hingga mesin industri dan kendaraan otonom. Dengan menghubungkan dunia fisik dan digital, IoT membuka peluang besar untuk meningkatkan efisiensi, kenyamanan, dan produktivitas di berbagai aspek kehidupan dan industri (Atzori et al., 2010). Menurut Gubbi et al. (2013), IoT memberikan kerangka kerja baru yang mengubah cara kita berinteraksi dengan perangkat, memungkinkan otomatisasi dan analitik yang lebih canggih. S
97 Ekosistem Internet of Things (IoT) terdiri dari berbagai perangkat keras, termasuk sensor, aktuator, modul komunikasi, dan perangkat pengolah data. Sensor merupakan komponen utama yang bertugas mengumpulkan data dari lingkungan fisik, seperti suhu, kelembaban, cahaya, dan gerakan (Islam et al., 2015). Data yang dikumpulkan oleh sensor ini kemudian dikirimkan ke modul komunikasi, yang menggunakan teknologi seperti Wi-Fi, Bluetooth, Zigbee, atau LoRa untuk mentransmisikan informasi tersebut ke perangkat lain atau platform cloud (Al-Fuqaha et al., 2015). Sementara itu, aktuator menerima perintah dari sistem IoT dan melakukan tindakan fisik, seperti menghidupkan atau mematikan perangkat, mengontrol motor, atau membuka katup. Menurut Madakam et al. (2015), integrasi berbagai komponen ini memungkinkan IoT untuk menyediakan solusi otomatisasi dan pengendalian yang canggih di berbagai aplikasi. A. Sensor Sensor adalah perangkat yang berfungsi untuk mendeteksi perubahan fisik atau lingkungan dan mengubahnya menjadi sinyal yang dapat diukur dan dianalisis. Seperti manusia, sensor merupakan ‛mata dan telinga‛ dalam sistem IoT. Sensor memiliki penginderaan yang dapat mendeteksi perubahan fisik di lingkungan seperti suhu, kelembaban, cahaya, gerakan, dan berbagai parameter lainnya. Sensor mampu merespon perubahan lalu menerjemahkannya ke dalam sinyal analog atau digital untuk dapat diteruskan dan diproses oleh prosesor. Sensor-sensor IoT banyak jenisnya tergantung pada penggunaan sensor tersebut pada aplikasi yang akan
98 dirancang. Contohnya, jika kita akan membuat suatu sistem hidroponik dengan IoT maka kita memerlukan sebuah sensor kelembaban untuk memantau kondisi tanah dan udara, yang terpenting adalah pengelolaan tanaman yang efisien (Akyildiz et al., 2002). Sensor lainnya yang banyak digunakan misalnya sensor suhu dalam aplikasi mulai dari pengendalian iklim di ruangan atau bangunan hingga pemantauan suhu dalam logistik. Sensor suhu menggunakan bahan semikonduktor yang akan berubah resistansinya jika terjadi perubahan suhu, lalu menghasilkan sinyal listrik yang sesuai dengan perubahan tersebut. Setelah perubahan fisik terdeteksi dan diubah menjadi sinyal listrik, tahap berikutnya adalah pengolahan sinyal. Sinyal yang dihasilkan oleh elemen penginderaan sering kali sangat lemah dan memerlukan penguatan atau pemfilteran sebelum dapat dianalisis lebih lanjut. Penguat sinyal atau amplifier digunakan untuk memperkuat sinyal agar lebih mudah diproses oleh sistem elektronik (Mishra et al., 2014). Beberapa sensor juga dilengkapi dengan sirkuit pemrosesan sinyal yang dapat mengubah sinyal analog menjadi sinyal digital, memungkinkan data untuk dikirimkan secara efisien ke sistem IoT untuk analisis lebih lanjut (Gubbi et al., 2013). Langkah terakhir dalam prinsip kerja sensor adalah komunikasi data. Setelah sinyal diproses dan diubah menjadi format yang sesuai, data tersebut dikirimkan ke perangkat atau sistem lain untuk dianalisis dan digunakan. Dalam konteks IoT, data dari sensor sering kali dikirimkan melalui jaringan nirkabel seperti Wi-Fi, Bluetooth, atau
99 Zigbee ke platform IoT atau cloud (Al-Fuqaha et al., 2015). Di platform ini, data dapat dianalisis untuk menghasilkan wawasan yang berguna, seperti memprediksi kerusakan mesin, mengatur suhu ruangan secara otomatis, atau memberikan peringatan dini tentang kebocoran gas. Dengan cara ini, sensor memungkinkan sistem IoT untuk memantau dan berinteraksi dengan dunia fisik secara realtime, meningkatkan efisiensi dan keamanan dalam berbagai aplikasi (Atzori et al., 2010). Ada beberapa jenis sensor yang dapat digunakan dalam sistem IoT. Berikut penjelasan mengenai jenis-jenis sensor IoT. 1. Sensor suhu dan kelembaban Sensor yang memiliki peranan penting dalam pemantauan kondisi baik di dalam maupun di luar ruangan. Karena dapat mengukur tidak hanya suhu udara tetapi juga dapat mengukur kelembaban relatif. Banyak digunakan dalam aplikasi sistem hidroponik atau pertanian cerdas, pemantauan kualitas udara, dan industri makanan. 2. Sensor jarak Digunakan untuk mengukur jarak dari objek atau permukaan ke sensor. Contoh sensor jarak yang banyak digunakan diantaranya sensor ultrasonik, inframerah, atau laser. 3. Sensor gas Sensor yang dapat mendeteksi asap atau gas tertentu seperti gas LPG, i-butane, propane, methane, alcohol, Hydrogen (Agung et al., 2009). Aplikasi yang
100 menggunakan sensor ini contohnya sistem pendeteksian kebocaran gas LPG. 4. Sensor gerak Sensor yang dapat mendeteksi pergerakan fisik dalam area atau jarak tertentu. Sensor ini banyak digunakan dalam aplikasi sistem rumah cerdas (smart home) baik sisi keamanannya maupun otomatisasi pencahayaan di rumah. 5. Sensor suara Terdapat sebuah mikrofon yang dapat mengubah gelombang suara menjadi sinyal elektrik. Aplikasi yang menggunakan sensor suara seperti pengontrolan rumah cerdas (smart home). 6. Sensor cahaya Bekerja dengan cara memberikan perubahan besaran elektrik sebanding dengan perubahan intensitas cahaya yang diterima oleh sensor cahaya tersebut. Jenis sensor cahaya yang banyak digunakan ialah sensor LDR (Light Dependent Resistor). Gambar 1. Jenis-jenis Sensor IoT
101 B. Modul Komunikasi Modul komunikasi memainkan peran kunci dalam ekosistem Internet of Things (IoT), memungkinkan perangkat-perangkat yang terhubung untuk berkomunikasi satu sama lain serta dengan jaringan yang lebih luas. Modul ini berfungsi sebagai jembatan antara sensor dan aktuator dengan internet atau jaringan lokal, memungkinkan transfer data yang efisien dan andal. Tanpa modul komunikasi, perangkat IoT tidak akan mampu berfungsi secara optimal karena mereka tidak bisa berbagi informasi atau menerima perintah dari perangkat lain atau sistem pusat (Gubbi et al., 2013). Modul komunikasi menggunakan berbagai teknologi jaringan seperti Wi-Fi, Bluetooth, Zigbee, LoRa, dan jaringan seluler (4G, 5G) untuk memenuhi kebutuhan spesifik aplikasi IoT. Misalnya, Wi-Fi digunakan untuk perangkat rumah cerdas yang memerlukan kecepatan data tinggi dan jangkauan yang luas. Bluetooth, dengan konsumsi daya rendah, cocok untuk perangkat wearable dan sensor kesehatan yang perlu beroperasi sepanjang hari. Zigbee dan LoRa, dengan jangkauan lebih jauh dan konsumsi daya yang sangat rendah, digunakan untuk aplikasi industri dan kota cerdas, memungkinkan ribuan perangkat berkomunikasi dalam jaringan yang luas dan tersebar (Al-Fuqaha et al., 2015). Selain menyediakan konektivitas, modul komunikasi juga memastikan bahwa data yang ditransmisikan aman dan terjaga integritasnya. Mereka mendukung protokol enkripsi dan autentikasi yang melindungi data dari akses tidak sah dan serangan siber. Dengan adanya modul
102 komunikasi, perangkat IoT dapat mengirim data sensor ke cloud untuk analisis lebih lanjut atau menerima perintah kontrol untuk mengaktifkan aktuator (Islam et al., 2015). Sensor suhu di rumah cerdas (smart home) dapat mengirim data ke server pusat melalui modul komunikasi Wi-Fi, yang kemudian menganalisis data tersebut dan mengirim perintah kembali ke termostat untuk menyesuaikan suhu ruangan. Dengan cara ini, modul komunikasi memainkan peran vital dalam memastikan bahwa perangkat IoT dapat beroperasi secara harmonis dan efisien, membawa manfaat besar bagi pengguna. C. Perangkat Edge Perangkat edge dalam sistem Internet of Things (IoT) adalah komponen penting yang menghubungkan sensorsensor di lapangan dengan sistem pusat seperti server atau cloud. Mereka mengumpulkan data dari sensor, melakukan pemrosesan awal, membuat keputusan lokal dan mengirim data yang sudah diproses ke cloud untuk analisis lebih lanjut, sehingga membantu mengurangi waktu respons dan penggunaan bandwidth, dan membuat sistem lebih efisien (Shi et al., 2016). Langkah pertama dari perangkat edge adalah mengumpulkan data dari sensor yang terhubung, seperti sensor suhu, kelembaban, tekanan, dan gerakan, melalui port input yang memungkinkan koneksi real-time (Gartner, 2018). Setelah data diterima, perangkat edge melakukan pemrosesan awal, termasuk membersihkan data dari derau (noise), menguatkan sinyal yang lemah, dan mengonversi data ke format yang lebih mudah
103 dianalisis. Pemrosesan awal ini memastikan data yang dikirim ke cloud atau digunakan untuk keputusan lokal adalah akurat dan berguna (Satyanarayanan, 2017). Fungsi utama perangkat edge adalah membuat keputusan lokal tanpa mengirim data ke cloud terlebih dahulu. Misalnya, perangkat edge dapat menyalakan kipas atau alarm secara otomatis jika mendeteksi suhu yang sangat tinggi. Dengan membuat keputusan secara lokal, perangkat edge dapat merespons kondisi kritis lebih cepat dan mengurangi ketergantungan pada jaringan dan server pusat (Bonomi et al., 2012). D. Aktuator Jika sensor berfungsi sebagai "mata dan telinga" yang mengumpulkan informasi dari lingkungan, maka aktuator adalah "tangan dan kaki" yang mengeksekusi perintah untuk mengubah kondisi atau melakukan tugas tertentu. Aktuator mengubah sinyal listrik menjadi gerakan fisik, perubahan posisi, atau pengaturan lain yang diperlukan. Dalam sistem IoT, aktuator menerima perintah dari mikrokontroler berdasarkan data yang dikumpulkan oleh sensor. Misalnya, dalam sistem rumah cerdas, sensor suhu mungkin mendeteksi bahwa ruangan terlalu panas. Kontroler kemudian mengirimkan sinyal ke aktuator yang mengaktifkan sistem pendingin atau kipas angin untuk menurunkan suhu. Proses ini berlangsung secara otomatis dan real-time, memastikan kenyamanan dan efisiensi energi.
104 E. Sistem Pengolah Data Dalam ekosistem Internet of Things (IoT), perangkat untuk penyimpanan, analisis, dan manajemen data memegang peranan vital dalam mengolah data yang dikumpulkan dari berbagai sensor dan perangkat terhubung. Sistem IoT menghasilkan volume data yang sangat besar dan beragam, membutuhkan infrastruktur yang efisien dan andal untuk menangani, menyimpan, dan menganalisis data tersebut. Seiring perkembangan teknologi, perangkat-perangkat ini menjadi semakin canggih dan terintegrasi, memungkinkan pengelolaan data dalam skala besar dengan lebih efektif (Zaslavsky et al., 2013). Penyimpanan data dalam sistem IoT skala besar memerlukan solusi yang mampu menangani volume data yang besar, beragam, dan sering kali tidak terstruktur. Teknologi penyimpanan seperti Network Attached Storage (NAS) dan Storage Area Network (SAN) digunakan untuk penyimpanan lokal yang membutuhkan akses cepat dan kontrol penuh. Namun, untuk fleksibilitas dan skalabilitas yang lebih besar, banyak organisasi beralih ke penyimpanan berbasis cloud seperti Amazon S3, Google Cloud Storage, dan Microsoft Azure Blob Storage. Solusi cloud ini memungkinkan penyimpanan data dalam jumlah besar dengan biaya yang lebih efisien dan akses dari mana saja (Botta et al., 2016).
105 Privasi dan Keamanan IoT Syifa Nurgaida Yutia, M.T alam dunia yang semakin terhubung, dan banyaknya koneksi di dunia modern, Internet of Things (IoT) sering menjadi sasaran menarik bagi para peretas. Sebagai ilustrasi, pada tahun 2016, serangan botnet Mirai telah memanfaatkan celah keamanan pada perangkat IoT seperti kamera dan DVR yang rentan. Botnet tersebut menginfeksi ratusan ribu perangkat dengan malware yang mengakibatkan serangan Distributed Denial of Service (DDoS) yang luas. Akibat serangan ini, layanan situs web terkemuka seperti Twitter, Netflix, dan Reddit terganggu, menandakan adanya kelemahan serius dalam keamanan IoT. Selain itu, serangan terhadap perangkat IoT juga berpotensi membahayakan keamanan fisik. Misalnya, pada tahun 2017, para peneliti keamanan mengungkap kelemahan pada pacemaker yang memungkinkan peretas mengontrol perangkat tersebut dan mengubah fungsinya, menciptakan ancaman langsung bagi kehidupan pengguna. Kasus ini D
106 menekankan kebutuhan akan pengamanan yang lebih ketat di perangkat IoT, termasuk pembaruan perangkat lunak rutin, autentikasi yang lebih aman, dan penguatan enkripsi. A. Konsep Dasar Keamanan Segitiga CIA (CIA Triad) Jika anda mendengar kata CIA apa yang ada dibenak anda? mungkin sebagian orang akan merujuk pada sebuah badan intelijen milik Amerika Serikat. Namun, nyatanya kata CIA pada sistem keamanan secara umum adalah singkatan dari Confidentiality, Integrity, dan Availability. CIA atau juga disebut CIA Triad merupakan salah satu aturan dasar dalam menentukan keamanan jaringan atau informasi. Gambar 1. Segitiga CIA (sumber: https://www.readynez.com/) 1. Confidentiality atau Kerahasiaan Mengacu pada perlindungan informasi dari akses atau pengungkapan yang tidak sah. Memastikan kerahasiaan adalah memastikan bahwa hanya yang
107 berwenang yang dapat mengakses informasi melakukannya dan mereka yang tidak berwenang dicegah untuk melakukannya. Saat kita membahas mengenai aspek kerahasiaan atau confidentiality dari informasi, kita sedang berbicara ten-tang berbagai upaya untuk melindungi informasi agar ti-dak diakses oleh pihak yang tidak berwenang. Informasi rahasia ini sangat dihargai oleh peretas dunia maya (cyber hacker), seperti informasi pelanggan, data karyawan, kekayaan intelektual, atau rahasia dagang. Oleh karena itu, peretas selalu mencari celah dalam sistem untuk mendapatkan akses ke informasi penting tersebut. Contoh Kasus: Pada tahun 2017, sebuah insiden kebocoran data pada salah satu perusahaan besar di AS terjadi karena kegagalan dalam menjaga confidentiality. Data pribadi dari jutaan pengguna, termasuk nomor jaminan sosial dan informasi kartu kredit, terpapar. Selain itu, ada juga kasus di mana seorang karyawan menggunakan password yang terlalu sederhana, yang akhirnya berhasil ditebak oleh peretas melalui teknik brute force. Dalam kasus lain, seorang karyawan tanpa sadar memberikan informasi login kepada peretas yang menyamar sebagai staf IT, yang dikenal sebagai teknik social engineering. Untuk melindungi informasi ini, langkah-langkah seperti penerapan autentikasi dua faktor, penggunaan password yang kuat, enkripsi data, dan pelatihan kesadaran keamanan sangat penting. Meski begitu, informasi rahasia tetap bisa terancam akibat
108 kesalahan pengguna atau kontrol keamanan yang kurang memadai. Contohnya, jika seorang karyawan menggunakan password yang lemah atau berbagi akun dengan orang lain, atau jika mereka kurang memahami pentingnya keamanan informasi, risiko kebocoran data akan meningkat. Oleh karena itu, memberikan pelatihan yang memadai kepada karyawan adalah langkah penting untuk memastikan informasi rahasia tetap aman. Confidentiality melibatkan perlindungan privasi dan akses informasi melalui pembatasan akses dan sering kali menggunakan teknik enkripsi. Informasi yang perlu dirahasiakan meliputi data pribadi seperti nama, tanggal lahir, riwayat medis, dan informasi finansial. Tujuan dari confidentiality adalah untuk: a. Memastikan bahwa akses terhadap informasi dibatasi berdasarkan tingkat kebutuhan akan kerahasiaan. b. Menjaga informasi dari akses oleh individu atau entitas yang tidak berwenang. 2. Integritas (Integrity) Integrity atau integritas merujuk pada perlindungan data dari modifikasi atau kerusakan yang tidak sah. Langkah-langkah ini sangat penting untuk memastikan bahwa informasi dan sistem informasi tetap akurat, utuh, dan tidak rusak. Ini termasuk penerapan berbagai metode untuk mence-gah manipulasi, perubahan, atau penyuntingan data oleh pihak yang tidak berwenang. Menjaga integritas informasi sama
109 pentingnya dengan menjaga keraha-siaannya. Tanpa integritas, data yang rusak atau dimodifikasi secara tidak sah dapat mengakibatkan kesalahan besar dalam pengambilan keputusan dan operasional organisasi (Stallings & Brown, 2018). Misalnya, bayangkan jika sistem perbankan online disusupi oleh peretas yang mengubah detail transaksi sehingga dana dipindahkan secara ilegal tanpa sepengetahuan nasabah. Atau, dalam sistem medis, data pasien yang diubah oleh pihak yang tidak berwenang dapat menyebabkan kesalahan dalam diagnosis dan perawatan medis, yang berpotensi membahayakan nyawa pasien (Anderson, 2020). Contoh Kasus: Pada tahun 2018, sebuah bank mengalami serangan siber dimana integritas data transaksi dipertanyakan. Penyusup berhasil memodifikasi jumlah transfer, yang berpotensi mengakibatkan kerugian finansial besar jika tidak terdeteksi tepat waktu. Integrity memastikan bahwa informasi tetap otentik dan tidak diubah oleh pihak yang tidak berwenang. Ini termasuk mekanisme pencegahan untuk mencegah modifikasi ilegal dan mekanisme deteksi untuk mengidentifikasi perubahan yang tidak sah. Tujuan integrity adalah untuk: a. Melindungi data atau program dari modifikasi tidak sah.
110 b. Menjamin bahwa informasi yang disimpan adalah akurat dan dapat dipercaya. Selain serangan peretas, perlindungan integritas juga bertujuan untuk mencegah perubahan data yang tidak disengaja, seperti kesalahan pengguna atau kegagalan sistem. Agar modifikasi data yang tidak diinginkan bisa dicegah atau agar data dapat dipulihkan jika diubah oleh pihak yang tidak sah, beberapa langkah pencegahan yang bisa diambil antara lain (Anderson, 2020): a. Mengatur akses pengguna dengan ketat b. Menggunakan enkripsi data c. Menerapkan autentikasi yang kuat d. Menyediakan prosedur pencadangan dan pemulihan data yang efektif e. Menggunakan kontrol versi f. Melakukan validasi input Insiden peretasan pada Equifax tahun 2017 merupakan contoh pentingnya perlindungan integritas data. Data pribadi dari 147 juta orang terekspos karena kelemahan dalam sistem keamanan mereka, menunjukkan betapa krusialnya menjaga integritas data untuk melindungi individu dan organisasi dari dampak serius (Smith, 2017). 3. Availability atau Ketersediaan Availability merujuk pada proteksi data dan sistem informasi dari interupsi yang tidak diizinkan. Menjamin ketersediaan berarti memastikan bahwa
111 informasi dan sistem informasi dapat diakses secara tepat waktu dan dapat diandalkan. (Stallings & Brown, 2012). Ancaman terhadap prinsip ini: Biasanya mencakup kegagalan perangkat keras, kesalahan software, serta masalah lingkungan seperti banjir, kebakaran, atau pemadaman listrik. Ancaman dari hacker, termasuk serangan DOS, juga merupakan risiko bagi integritas sistem. Selain itu, serangan malware yang menyebarkan ransomware dapat mengenkripsi data penting dan memaksa korban untuk membayar tebusan untuk mengakses kembali datanya, sehingga merusak ketersediaan informasi. (Kim & Spaulding, 2013). Availability menyangkut kemampuan sistem untuk menyediakan informasi yang diperlukan kepada pengguna yang berhak kapan saja dibutuhkan. Ini penting untuk memastikan bahwa layanan atau data dapat diakses secara cepat dan efisien. Serangan yang umum seperti Distributed Denial of Service (DDoS) dapat mengganggu ketersediaan dengan membanjiri server dengan permintaan berlebihan. a. Memastikan bahwa data dan layanan tetap tersedia untuk pengguna yang sah. b. Menjaga sistem dari serangan yang bertujuan untuk mengganggu operasi normal. Contoh Kasus: Sebuah layanan media sosial besar mengalami serangan DDoS pada tahun 2019, di mana kapasitas servernya terlampaui oleh permintaan
112 palsu, menyebabkan downtime yang signifikan bagi jutaan pengguna. Dengan mengelola dengan baik aspek-aspek keamanan ini, organisasi dapat mengurangi risiko kebocoran informasi, penyalahgunaan data, dan gangguan layanan. Langkah-langkah pencegahan yang bisa diambil meliputi penggunaan firewall atau alat keamanan lainnya untuk melawan serangan DOS, penerapan redundansi untuk sistem yang kritis, serta pemeliharaan dan pengujian backup yang efektif, dan juga memonitor kinerja trafik dan sistem atau server. (Easttom, 2017). Gambar 2. DoS Gambar 3. DoS
113 Suatu metode serangan yang bertujuan untuk menghabiskan sumber daya pada peralatan jaringan komputer Contoh: a. SYN Flood Attack b. Smurf Attack c. Ping of Death d. Buffer Overflow B. Ancaman Keamanan Ancaman keamanan dalam teknologi informasi dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori utama: 1. Ancaman Manusia: a. Pencurian Data: Ini meliputi kegiatan seperti hacking dan cracking, di mana individu tidak berwenang mencoba mengakses sistem untuk mencuri atau merusak data. b. Malware: Penggunaan software berbahaya seperti virus dan worm yang dimasukkan ke dalam sistem untuk merusak atau mencuri data. c. Keterbatasan Pengguna: Rendahnya kemampuan dan kesadaran pengguna dalam mengelola dan menjaga keamanan sistem. Contoh Kasus: Pada tahun 2020, sebuah perusahaan keuangan mengalami serangan phishing yang menyebabkan kebocoran data finansial besar-
114 besaran akibat klik yang tidak sengaja oleh salah satu karyawan. 2. Kesalahan Perangkat Keras: a. Suplai Listrik yang Tidak Stabil: Gangguan jangka panjang pada suplai listrik dapat merusak perangkat keras. b. Korsleting Listrik: Ini bisa menyebabkan sistem berhenti berfungsi atau bahkan merusak hardware. c. Gangguan Fisik: Segala bentuk intervensi fisik yang bisa secara langsung atau tidak langsung merusak perangkat keras. Contoh Kasus: Sebuah laboratorium penelitian mengalami kehilangan data penting saat sebuah blackout listrik yang panjang menyebabkan kerusakan pada server mereka. 3. Kegagalan Perangkat Lunak: a. Bug pada Sistem Operasi: Kesalahan dalam kode sistem operasi yang bisa menyebabkan kerusakan atau kehilangan data. b. Kesalahan Update: Update software yang dilakukan dengan tidak benar yang menyebabkan masalah lebih lanjut. c. Pengujian yang Tidak Memadai: Software yang belum teruji dengan baik bisa meninggalkan celah atau bug. Contoh Kasus: Versi terbaru dari sebuah aplikasi bisnis mengalami crash sistematis di banyak
115 perusahaan klien setelah update karena kesalahan dalam kode yang tidak terdeteksi selama pengujian. 4. Ancaman Alam: a. Ancaman seperti banjir, gempa bumi, atau kebakaran adalah peristiwa alam yang tidak bisa dicegah dan bisa sangat merusak infrastruktur teknologi. Contoh Kasus: Pada tahun 2011, gempa bumi dan tsunami di Jepang mengakibatkan kerusakan parah pada infrastruktur teknologi, termasuk kerusakan pada data center penting. Mengelola ancaman ini melibatkan serangkaian strategi yang komprehensif, mulai dari penggunaan teknologi keamanan canggih hingga pelatihan pengguna untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan dalam menghadapi ancaman keamanan. C. Model Serangan Keamanan Model serangan terhadap keamanan terbagi menjadi 4 jenis sebagai berikut (Stalling, 1995): 1. Interruption Model serangan ini bertujuan untuk menyerang dalam aspek ketersediaan (availability), yang menjadikan sistem tidak tersedia atau rusak. Gambar 4. Model Serangan Jenis Interruption
116 Contoh serangan jenis ini adalah serangan DoS atau Denial of Service Attack, dan DDoS atau Distributed Denial of Service Attack. 2. Interception Model serangan ini berupa pihak yang tidak memiliki wewenang berhasil mengakses data / informasi. Misalnya dengan melakukan penyadapan (wiretapping). Gambar 5. Model Serangan Jenis Interception Contoh penyerangannya pada serangan ini yaitu penyadapan. Wiretapping yaitu jenis penyadapan dengan menyadap saluran komunikasi khususnya jalur yang menggunakan kabel. Sniffing yaitu jenis penyadapan terhadap lalu lintas data pada jaringan komputer. 3. Modification Model serangan ini berupa pihak yang tidak memiliki wewenang berhasil memodifikasi aset atau data/informasi yang dimiliki organisasi/perusahaan.
117 Gambar 6. Model Serangan Jenis Modification Contoh Penyerangannya : Memasukan Virus pada web atau email, mengubah informasi tanpa izin, mengubah tampilan website. Serangan Man in The Middle Attack yang dimana seseorang menempatkan diri di tengah pembicaraan dan menyamar sebagai orang lain. 4. Fabrication Model serangan ini melibatkan pihak tidak berwenang yang berpura-pura menjadi pengguna sah dan mengirimkan pesan palsu ke sistem. Model ini menyerang aspek otentikasi. Misalnya dengan memasukkan pesan palsu seperti email palsu ke dalam jaringan komputer. Gambar 7. Model Fabrication Contoh Penyerangannya : Phising Mail yaitu memasukkan pesan-pesan yang palsu seperti e-mail palsu ke dalam jaringan komputer.
118 Peranan AI dalam IoT Hertanto Suryoprayogo, S.Kom., M.Kom A. AI dalam konteks IOT Algoritma AI dalam konteks Internet of Things (IoT) membahas bagaimana mengintegrasikan AI sehingga dapat digunakan untuk mengolah data dan informasi dari sistem IoT sebagai solusi dan pendukung keputusan dari permasalahan di dunia nyata. Dengan perkembangan teknologi saat ini, sangat memungkinkan membangun sebuah sistem pendingin dan pemanas ruangan yang dapat secara otomatis berubah berdasarkan kondisi suhu lingkungan sekitar. Namun, akan menjadi lebih kompleks ketika sistem diharuskan untuk dapat menyesuaikan suhu berdasarkan faktor-faktor yang lebih luas seperti jumlah orang di dalam ruangan, kebiasaan individual pengguna, kondisi dan waktu penggunaan yang berbeda-beda pada setiap ruangan. Hal ini tidak dicapai dengan menggunakan metode statistik atau persamaan sederhana, tetapi sistem memerlukan teknik yang lebih kompleks seperti metode
119 kecerdasan buatan. Pengguna memberikan pembelajaran (learning) kebiasaan selama beraktivitas, dan sistem IoT harus mampu mempelajari kebiasaan dan beradaptasi dengan pengguna (Gitakarma, 2022).AI dalam sistem IoT merupakan isu penting dan kompleks. Sistem IoT dengan menerapkan AI bukan hanya sensor sederhana yang mengirimkan informasi ke system. Namun sistem tersebut juga beroperasi berdasarkan statistik dan perhitungan matematis berdasarkan variable terkait untuk memproses data dari perangkat IoT (Patil, 2021). Kecerdasan Buatan (AI) pada IoT mencakup berbagai Algoritma termasuk: Machine Learning (ML) yang meliputi algoritma regresi, klasifikasi, pengelompokan; Deep learning (DL); maupun Natural Language Processing (NLP) (Poorana, 2024). Tujuan utama penggunaan AI pada perangkat IoT adalah menganalisis data, membuat prediksi serta pengambilan keputusan. Arsitektur sistem IoT yang terintegrasi dengan AI beserta operasi antar elemen layer ditunjukkan pada Gambar 1. AI diimplementasikan pada Layer Middleware, Aplikasi dan Bisnis. Komunikasi antar perangkat IoT pada Perception Layer digunakan untuk mengumpulkan data dari perangkat secara bersamaan dan mengirimkannya ke Layer atas sistem. Komputasi AI dilakukan dengan memberikan knowledge dari dunia nyata oleh sensor pada perangkat IoT.
120 Gambar 1. Kecerdasan Buatan AI dalam Arsitektur IoT (Gitakarma, 2022; Padmaja dkk., 2021) Knowledge yang tertanam pada sistem IoT diperlukan agar sistem dapat memberikan respon tepat sebagai solusi permasalahan. Data pada perangkat IoT yang sudah diproses selanjutnya ditrans-misikan melalui jaringan Internet ke perangkat sistem IoT utama. Integrasi data IoT dengan system kecerdasan buatan bertujuan untuk pemilihan informasi spesifik sehingga mendapatkan metode kecerdasan buatan dengan parameter yang lebih luas sebagai dasar pengambilan Keputusan yang leboh kompleks (Gitakarma, 2022)
121 B. Penerapan AI dalam IoT Beberapa contoh aspek yang dapat mengintegrasikan kecerdasan buatan (AI) dalam Internet of Things (IoT) memberikan berbagai manfaat, seperti berikut: 1. Prediksi dan Analisis Prediksi dan analisis yang akurat dibutuhkan dalam proses pengambilan keputusan yang lebih baik. AI dapat menganalisis data yang dihasilkan oleh perangkat IoT sebagai pola dan tren untuk membuat prediksi yang lebih akurat tentang kejadian masa depan termasuk terjadinya kegagalan perangkat serta kebutuhan perawatan sebagai langkah preventif. Pengumpulan data serta analisis data bertujuan untuk memastikan bahwa data ataupun infomasi siap untuk digunakan sebagai parameter masukan ke dalam model data AI ML (Ahmed, 2022). Arsitektur aplikasi IoT yang efektif mengintegrasikan komponen perangkat keras, perangkat lunak, komunikasi dan keamanan untuk memungkinkan efisiensi dan pengumpulan, pemrosesan, dan pemanfaatan data dalam berbagai aplikasi IoT ditunjukkan pada Gambar 2. Gambar 2. AI ML dalam pemrosesan dan analisis Data IoT (Ahmed, 2022).
122 2. Pengambilan Keputusan (Decision Making) Automatic Intelligent mendorong IoT bertransformasi menjadi core dari teknologi real-time yang digunakan pada berbagai bidang karena dapat digunakan untuk menghasilkan prediksi (prediction), peramalan (forecasting), dan pengambilan keputusan (decision making) secara otomatis. Pembuatan rules pada Algoritma ML diterapkan untuk merespon masukan input data dan melakukan pengenalan pola. Data yang tersimpan pada perangkat IoT selanjutnya dapat diproses sehingga dapat menghasilkan knowledge dengan melakukan batch proccessing maupun real-time streaming. Selanjutnya sistem mempelajari dan membuat model prediktif berdasarkan rules-rules yang telah dibangun untuk melakukan analisis data. Algoritma ML dapat dilakukan melalui dengan memberikan label pada data (supervised classification), maupun analisis dimana data tidak didefinisikan sebelumnya sehingga sistem akan menentukan keluaran data tanpa campur tangan manusia (unsupervised classification) seperti algoritma optimisasi, pengambilan keputusan Markov, atau algoritma bayesian untuk menghasilkan keputusan berdasarkan data kondisi lingkungan. Perangkat yang terhubung secara real-time akan menghasilkan data dalam jumlah besar. Pemrosesan otomatis (automatic processing) dan analisis data besar (Big Data) merupakan kunci penting dalam mengembangkan smart IoT system (Poorana, 2024). Contoh Arsitektur IoT berbasis Cloud Computing dengan penerapan Rule Clasifier AI ditunjukkan pada
123 Gambar 3, yaitu sebuah sistem IoT pemanas dan pendingin otomatis menggunakan sensor suhu untuk memprediksi pola penggunaan serta preferensi penghuni dan faktor eksternal seperti cuaca untuk menyesuaikan suhu secara otomatis. Gambar 3. Arsitektur AI-IoT menggunakan Cloud Computing (Chandak, 2022) 3. Otomatisasi Integrasi AI dalam IoT memungkinkan otomatisasi proses yang lebih kompleks dan adaptif, seperti pengaturan otomatis berdasarkan kondisi lingkungan atau pola penggunaan. AI memungkinkan otomatisasi proses dalam lingkungan IoT, seperti pengelolaan energi, pemeliharaan perangkat dan pengaturan optimal untuk meningkatkan efisiensi. Otomatisasi sistem IoT berbasis AI bisa berupa smarthome untuk mengoptimalkan penggunaan energi, meningkatkan keamanan dan kenyamanan penghuni rumah. Salah satu bentuk smarthome adalah sistem Sistem AI dapat menganalisis pola penggunaan air secara real-time untuk memberikan rekomendasi penggunaan air secara otomatis untuk menghemat energi (Gambar 4).
124 Gambar 4. Smart Home Monitoring penggunaan air secara otomatis Menggunakan AI-IoT (Cano, 2020) 4. Efisiensi dan Pengoptimalan Energi Setiap aplikasi IoT mungkin memerlukan kombinasi algoritma yang berbeda, tergantung pada kebutuhan spesifiknya, seperti analisis data, manajemen energi, keamanan, atau komunikasi. Dengan menggunakan algoritma machine learning, AI dapat mempelajari pola penggunaan energi dan memberikan rekomendasi untuk mengoptimalkan penggunaan energi dalam jaringan IoT, seperti mengatur jadwal operasi peralatan yang lebih efisien energi dimana sistem IoT dapat belajar dan mengoptimalkan operasinya sendiri dari waktu ke waktu. Dengan mengurangi konsumsi energi yang berlebihan, AI dapat meningkatkan efisiensi dalam penggunaan sumber daya dan pengelolaan energi serta biaya operasional. Salah satu bentuk pemanfaatan AI pada IoT dalam melakukan Efisiensi dan Optimalisasi Energi yaitu Sensor kualitas udara untuk mengukur tingkat polusi udara, kelembaban dan suhu. Sistem AI dapat menganalisis dan memberikan rekomendasi untuk
125 meningkatkan kualitas udara dengan melakukan pengaturan sirkulasi udara. 5. Keamanan (Security) AI dapat digunakan untuk mendeteksi dan merespons ancaman keamanan dalam jaringan IoT dengan menganalisis pola lalu lintas data dan perilaku perangkat, serta memberikan respons cepat terhadap serangan yang mungkin terjadi dalam jaringan IoT dengan lebih cepat dan akurat, bahkan dalam skala yang besar dan kompleks. Beberapa Algoritma AI yang digunakan untuk melindungi data yang dikirim dan diterima oleh perangkat IoT yaitu algoritma kriptografi, algoritma otentikasi, atau algoritma deteksi intrusi. Contoh pemanfaatan IoT pada pengawasan keamanan adalah penggunaan kamera dan sensor gerak terhubung ke sistem IoT yang menggunakan teknologi AI untuk menganalisis gambar dan mendeteksi aktivitas yang mencurigakan, seperti intrusi atau gerakan yang tidak biasa. Sistem ini dapat memberi peringatan kepada pemilik rumah dan, jika diperlukan, mengaktifkan alarm atau menghubungi layanan keamanan. 6. Komunikasi dan Jaringan (Communication and Networking) AI dapat digunakan dalam protokol komunikasi dan manajemen jaringan IoT, seperti algoritma routing, algoritma pengelolaan penggunaan saluran, atau algoritma deteksi dan penanganan konflik.
126 Menurut Lubis (2021), salah satu bentuk implementasi AI pada komunikasi dan Jaringan adalah Computerintegrated manufacturing (CIM), sebuah system komputer untuk mengontrol dan mengintegrasikan proses produksi melalui otomasi, perencanaan serta proses manufaktur dengan menerapkan Cloud Computing dan Industrial Internet of Things (IIoT). Contoh implementasi metode ini adalah sensor penendeteksi bahaya real-time sebagai tindakan evakuasi darurat. Sensor mengirimkan informasi ke system utama dan menghasilkan respon melalui alarm, membuat area karantina, atau memberikan peringatan kepada pekerja di dalam area gedung. 7. Peningkatan User Experience Secara keseluruhan, integrasi AI dengan IoT memungkinkan sistem yang lebih cerdas, efisien, dan membuka potensi baru untuk berbagai aplikasi di berbagai bidang, termasuk kesehatan, transportasi, manufaktur, dan lainnya. Dengan mempelajari pola dan preferensi pengguna, AI dapat memberikan pengalaman pengguna yang lebih personal dan relevan dalam aplikasi IoT. Dengan kemajuan smart devices, masyarakat umum sebagai konsumen memiliki lebih banyak pilihan dalam mengakses dan mengolah Informasi. Kombinasi antara IoT dan AI membawa potensi besar untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, kualitas hidup. Disamping itu AI dalam IoT dapat membuka peluang baru dalam berbagai bidang seperti kesehatan, transportasi, manufaktur, dan maupun energi.
127 Penerapan AI dalam Bidang Kesehatan Dewi Marini Umi Atmaja, S.Kom., M.Kom A. Definisi AI dalam Konteks Kesehatan Artificial Intelligence (AI) dalam konteks kesehatan merujuk pada penggunaan teknologi komputasi yang canggih untuk meniru fungsi kognitif pada manusia seperti belajar, berpikir, dan membuat keputusan untuk meningkatkan layanan dalam bidang kesehatan. Teknologi ini mencakup beberapa komponen utama seperti pembelajaran mesin, pemrosesan bahasa alami, penglihatan komputer, sistem pakar, dan robotika, yang semuanya digunakan untuk menganalisis data medis dan memberikan wawasan yang dapat meningkatkan diagnosis, pengobatan, manajemen penyakit dan kesehatan masyarakat. Aplikasi AI dalam kesehatan sangat beragam, mulai dari membantu dokter dalam mendiagnosis penyakit lebih
128 cepat dan akurat, memprediksi risiko penyakit, mempercepat proses penemuan obat, hingga personalisasi pengobatan berdasarkan analisis genetik dan data lainnya. Selain itu, AI juga dapat diterapkan pada sebuah perangkat yang dapat melakukan pemantauan kesehatan dan kondisi pasien secara real-time dan membantu dalam tugas-tugas administratif seperti penjadwalan janji temu dan pengelolaan catatan medis. Manfaat utama dari penerapan AI dalam kesehatan meliputi peningkatan akurasi diagnosis, efisiensi operasional, peningkatan akses terhadap perawatan dan pengurangan biaya kesehatan. Namun, penerapan AI juga menghadapi tantangan dan pertimbangan etis, seperti perlindungan privasi dan keamanan data, potensi distorsi dalam algoritma, kesesuaian terhadap regulasi dan penerimaan pengguna terhadap teknologi. Dengan terus berkembangnya teknologi dan integrasi AI dalam sistem kesehatan diharapkan dapat membawa perubahan signifikan dan meningkatkan kualitas hidup serta memperpanjang harapan hidup manusia. B. Signifikansi dan Potensi Aplikasi AI dalam Bidang Kesehatan Artificial Intelligence (AI) dalam bidang kesehatan memiliki signifikansi yang luar biasa dan potensi besar dalam merevolusi tata cara pelayanan dalam dunia kesehatan. AI dapat meningkatkan akurasi diagnostik melalui analisis data medis dengan kecepatan dan presisi yang melebihi kemampuan manusia, seperti dalam penglihatan komputer yang mampu mengidentifikasi
129 penyakit dari gambar medis dengan tingkat akurasi yang tinggi. Efisiensi operasional juga meningkat karena AI dapat mengotomatisasi tugas administratif seperti pengelolaan catatan medis dan penjadwalan, teknologi AI dapat membantu tenaga kesehatan untuk lebih fokus pada perawatan pasien. Selain itu, AI mendukung personalisasi pengobatan dengan menganalisis data genetik dan riwayat medis individu, sehingga dapat merancang rencana pengobatan yang disesuaikan dengan kebutuhan spesifik pasien. Teknologi ini juga memperluas akses terhadap perawatan kesehatan melalui layanan telemedisin, dengan teknologi ini memungkinkan pasien yang berada di daerah terpencil mendapatkan diagnosis dan perawatan dari jarak jauh. Perangkat kesehatan berbasis AI memungkinkan pemantauan kondisi pasien secara real-time, memberikan peringatan dini, dan memungkinkan intervensi yang cepat dan tepat. Aplikasi AI dalam kesehatan meliputi diagnosis dan pengobatan penyakit melalui analisis radiologi dan patologi digital, prediksi dan pencegahan penyakit dengan analisis data pasien, serta optimalisasi operasional di rumah sakit dengan manajemen sumber daya dan predictive maintenance (Amin et al., 2021). Dengan potensi ini, AI diharapkan dapat, mengurangi biaya, dan membuat layanan kesehatan menjadi lebih efisien dan terjangkau.
130 C. Etika dan Regulasi, Serta Keuntungan dan Tantangan dalam Mengadopsi Teknologi AI dalam Pelayanan Kesehatan Penerapan Artificial Intelligence (AI) dalam pelayanan kesehatan membawa banyak keuntungan namun juga menimbulkan berbagai tantangan etis dan regulasi. Keuntungan utama AI mencakup peningkatan akurasi diagnostik, efisiensi operasional, personalisasi pengobatan, akses yang lebih luas terhadap layanan kesehatan, dan percepatan penemuan obat. Namun, penerapan teknologi ini menghadapi tantangan signifikan, diantaranya adalah masalah privasi dan keamanan data menjadi kritis karena data medis yang sangat sensitif harus dilindungi dari pihak-pihak yang tidak berwenang, atau pelanggaran akses. Tantangan lainnya adalah Infrastruktur teknologi yang tidak merata menciptakan kesenjangan dalam penerapan AI dan regulasi yang ketat diperlukan untuk memastikan keamanan data. Selain itu, penerimaan dan kepercayaan dari pasien dan tenaga kesehatan sangat penting untuk keberhasilan implementasi AI. Pasien harus memberikan persetujuan dengan sadar tentang penggunaan data mereka dan keputusan AI harus transparan serta dapat dipahami oleh manusia untuk memastikan akuntabilitas. Oleh karena itu, adopsi AI dalam kesehatan harus dilakukan dengan hati-hati dan mempertimbangkan standar etika serta regulasi yang ketat untuk memaksimalkan manfaat teknologi dan meminimalkan risiko yang terkait.
131 D. Penerapan AI dalam Kesehatan Tantangan etika terkait privasi pasien dan keamanan data dalam penerapan AI di bidang kesehatan sangat kompleks dan penting untuk diperhatikan. Data medis pasien adalah informasi yang sangat sensitif dan harus dilindungi dari akses yang tidak sah serta penyalahgunaan. Saat teknologi AI digunakan untuk menganalisis data medis, volume data yang dikumpulkan dan diproses menjadi sangat besar, sehingga meningkatkan risiko pelanggaran privasi. Selain itu, adanya potensi kebocoran data dapat menyebabkan dampak serius bagi pasien, seperti pencurian identitas atau diskriminasi berbasis informasi kesehatan. Implementasi AI juga menuntut standar keamanan data yang tinggi, termasuk penggunaan enkripsi dan metode keamanan canggih untuk melindungi data saat penyimpanan dan transmisi. Sebuah studi kasus yang menonjol terkait masalah etika dan regulasi dalam implementasi AI di sektor kesehatan adalah kasus penggunaan AI untuk diagnosis kanker payudara oleh Google Health. Pada tahun 2020, Google Health mengumumkan bahwa model AI mereka mampu mendeteksi kanker payudara dari mamografi dengan tingkat akurasi yang lebih tinggi daripada ahli radiologi manusia (Andryan, Fajri and Sulistyowati, 2022). Meskipun hasil ini menjanjikan, muncul berbagai masalah etika dan regulasi yang signifikan. Pertama, privasi data pasien menjadi isu utama. Untuk melatih model AI, diperlukan akses ke sejumlah besar data
132 mamografi, yang sering kali mencakup informasi identitas pasien. Jika data ini tidak dikelola dengan baik, ada risiko kebocoran informasi yang dapat membahayakan privasi pasien. Kedua, ada masalah transparansi algoritma. Model AI sering kali beroperasi sebagai "kotak hitam," membuat keputusan tanpa kejelasan tentang bagaimana keputusan tersebut diambil, yang menimbulkan tantangan dalam memahami dan memvalidasi hasil diagnosis yang dihasilkan oleh AI. Ketiga, bias dalam data pelatihan dapat menyebabkan kesalahan dalam diagnosis. Jika data pelatihan tidak representatif, misalnya kurang mencakup variasi etnis atau jenis kelamin, hasil AI bisa tidak akurat atau diskriminatif bagi kelompok tertentu. Selain itu, regulasi yang ada sering kali belum siap untuk menangani teknologi AI yang cepat berkembang ini. Regulasi yang ketinggalan zaman mungkin tidak mencakup aspek-aspek kritis seperti audit algoritma dan tanggung jawab hukum jika terjadi kesalahan diagnosis. Oleh karena itu, studi kasus Google Health menunjukkan bahwa meskipun AI memiliki potensi besar untuk meningkatkan diagnosis kanker payudara, keberhasilan implementasinya sangat bergantung pada bagaimana masalah etika dan regulasi ini dapat ditangani secara efektif. E. Penggunaan Algoritma Machine Learning untuk Diagnosis Penyakit Penggunaan algoritma Machine Learning (ML) untuk diagnosis penyakit telah menjadi topik penting dalam perkembangan teknologi kesehatan. Algoritma ML
133 memungkinkan komputer untuk belajar dari data medis yang besar dan kompleks untuk mengidentifikasi pola yang mungkin sulit atau tidak terlihat oleh mata manusia. Proses ini memungkinkan sistem ML untuk membuat prediksi diagnosis berdasarkan data pasien, termasuk riwayat medis, hasil tes laboratorium, gambar medis dan faktor-faktor lainnya. Sebagai contoh, dalam diagnosis kanker, algoritma ML dapat digunakan untuk menganalisis citra medis seperti MRI atau CT scan untuk mendeteksi adanya lesi atau tumor dengan tingkat akurasi yang tinggi. Keuntungan utama penggunaan algoritma ML adalah kemampuannya untuk meningkatkan akurasi dan kecepatan diagnosis, serta mengidentifikasi pola yang mungkin tidak terdeteksi oleh praktisi medis manusia (Chazar and Erawan, 2020). Oleh karena itu, penggunaan algoritma ML memiliki potensi besar untuk meningkatkan diagnosis penyakit. akan tetapi, pengembang dan praktisi juga harus mempertimbangkan dengan cermat aspek-etika, privasi, dan keamanan yang terkait. F. Teknik Deep Learning dalam Identifikasi Gambar Medis Teknik Deep Learning telah merevolusi identifikasi gambar medis dengan memberikan kemampuan analisis yang sangat akurat dan efisien. Deep Learning, cabang dari Machine Learning yang menggunakan jaringan saraf tiruan berlapis-lapis (neural networks) (Sinaga, 2020),
134 mampu mengekstrak dan belajar dari fitur-fitur kompleks dalam data gambar medis. Salah satu aplikasi yang paling menonjol yaitu dalam radiologi, di mana model deep learning dilatih untuk mengenali dan mengklasifikasikan gambar dari CT scan, MRI, mamografi, dan sinar-X. Dengan memanfaatkan teknik ini, sistem dapat mendeteksi kelainan seperti tumor, fraktur dan penyakit lainnya dengan tingkat presisi yang seringkali melebihi kemampuan manusia. Proses ini melibatkan pelatihan jaringan saraf tiruan dengan dataset gambar medis besar yang sudah diberi label oleh ahli radiologi. Melalui iterasi dan optimasi, model deep learning belajar mengenali pola visual yang berkaitan dengan kondisi medis tertentu. Keunggulan utama teknik ini adalah kemampuannya untuk otomatisasi dan skalabilitas, memungkinkan analisis gambar dalam jumlah besar dengan cepat dan konsisten. Namun, keberhasilan implementasi deep learning dalam identifikasi gambar medis juga menghadapi tantangan, termasuk kebutuhan akan dataset berkualitas tinggi dan besar. Untuk mengatasi hal ini, kolaborasi antara teknolog dan ahli medis sangat penting guna memastikan model yang dibangun tidak hanya akurat tetapi juga dapat diandalkan dan dipahami oleh pengguna akhir.
135 G. Teknik AI untuk Analisis dan Interpretasi Data Medis Teknik Artificial Intelligence (AI) untuk analisis dan interpretasi data medis mencakup berbagai metode yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi layanan kesehatan. Salah satu teknik utama adalah Machine Learning, yang memungkinkan komputer untuk belajar dari data historis dan membuat prediksi atau keputusan tanpa diprogram secara eksplisit. Ini melibatkan algoritma seperti regresi, pohon keputusan, dan jaringan saraf tiruan yang dapat digunakan untuk memprediksi risiko penyakit, menentukan diagnosis, dan menyarankan perawatan yang paling efektif. Deep Learning, sebagai sub-bidang dari Machine Learning, menggunakan jaringan saraf tiruan berlapis untuk menangani data medis yang sangat kompleks, seperti gambar medis dan data genomik. Algoritma ini mampu menemukan pola tersembunyi dalam data yang mungkin tidak terlihat dengan metode analisis tradisional. Teknik lain seperti Natural Language Processing (NLP) memungkinkan AI untuk mengekstrak informasi dari catatan medis elektronik yang tidak terstruktur, seperti catatan dokter dan laporan laboratorium, sehingga meningkatkan aksesibilitas dan analisis data. AI juga digunakan dalam pengembangan model prediktif yang dapat memperkirakan perkembangan penyakit dan respon terhadap pengobatan berdasarkan data pasien.
136 H. Studi Kasus Penerapan AI dalam Bidang Kesehatan Studi kasus penerapan AI dalam bidang kesehatan yang menonjol adalah pengembangan dan implementasi sistem pendukung keputusan berbasis AI untuk diagnosis klinis. Salah satu contoh signifikan adalah IBM Watson for Oncology, sebuah platform yang dirancang untuk membantu dokter dalam membuat keputusan klinis terkait pengobatan kanker. Sistem ini menggunakan algoritma pembelajaran mesin dan pemrosesan bahasa alami untuk menganalisis data pasien, termasuk riwayat medis, hasil tes laboratorium, dan literatur medis terbaru. Watson for Oncology dapat memproses sejumlah besar data medis dan menyarankan opsi pengobatan yang dipersonalisasi berdasarkan bukti klinis terkini. Dalam praktiknya, dokter memasukkan informasi pasien ke dalam sistem, yang kemudian dianalisis oleh Watson untuk mengidentifikasi pola dan korelasi yang relevan. Watson menampilkan berbagai rekomendasi pengobatan yang disertai dengan tingkat keyakinan dan referensi dari jurnal medis terkemuka. Salah satu keuntungan utama dari sistem ini adalah kemampuannya untuk tetap up-to-date dengan penelitian medis terbaru, yang sangat membantu dalam membuat keputusan berdasarkan bukti dan mengurangi kesalahan medis. Namun, penerapan Watson for Oncology juga menghadapi tantangan, termasuk keharusan untuk memastikan integritas dan keamanan data pasien, mengatasi potensi bias dalam data yang digunakan untuk
137 melatih model AI, serta mendapatkan kepercayaan dari tenaga medis yang mungkin skeptis terhadap rekomendasi dari sistem AI. Selain itu, hasil dari AI harus mudah dipahami dan diinterpretasikan oleh dokter agar dapat digunakan secara efektif dalam pengambilan keputusan klinis. Meski demikian, studi kasus Watson for Oncology menunjukkan bagaimana AI dapat mendukung dan meningkatkan praktik medis, memberikan rekomendasi pengobatan yang lebih akurat, dan membantu dokter dalam menangani kompleksitas diagnosis klinis. Contoh lain penerapan AI dalam bidang kesehatan yaitu pengolahan citra berbasis AI untuk deteksi dini penyakit kulit. Sebagai contoh, aplikasi AI yang dikembangkan oleh perusahaan seperti DermAI dan proyek-proyek penelitian di institusi akademik menggunakan teknologi deep learning untuk menganalisis gambar kulit dan mendeteksi kondisi seperti melanoma, karsinoma sel basal, dan psoriasis dengan akurasi yang tinggi (Efrian and Latifa, 2022). Algoritma AI ini dilatih menggunakan ribuan gambar kulit yang telah diberi label oleh ahli dermatologi, memungkinkan sistem untuk mengenali pola dan karakteristik yang menunjukkan adanya penyakit kulit. Prosesnya dimulai dengan pasien atau tenaga medis mengambil foto lesi kulit menggunakan smartphone atau kamera khusus. Gambar ini kemudian diunggah ke aplikasi AI, yang secara otomatis menganalisis citra tersebut dan memberikan diagnosis awal serta rekomendasi untuk tindakan selanjutnya. Keunggulan utama dari teknologi ini adalah kemampuannya untuk memberikan diagnosis secara cepat dan akurat. Aplikasi ini tentunya sangat bermanfaat untuk deteksi
138 dini, di mana penanganan dapat segera dilakukan untuk mencegah penyebaran dan komplikasi lebih lanjut. Tantangan dalam penerapan teknologi ini yaitu memastikan kualitas dan konsistensi gambar yang diambil oleh pengguna, melindungi privasi data pasien, serta memastikan bahwa algoritma tetap up-to-date dengan berbagai variasi kondisi kulit dari populasi yang beragam. Studi kasus ini menunjukkan bahwa pengolahan citra berbasis AI memiliki potensi besar untuk meningkatkan deteksi dini penyakit kulit, memberikan akses perawatan yang lebih luas, dan membantu dalam pengambilan keputusan klinis yang lebih cepat dan tepat (Hakim et al., 2023).
139 Studi Kasus Penerapan AI dalam IoT Hesmi Aria Yanti, S.Kom., M.Kom erikut merupakan Contoh Sensor pengusir Hama Burung, dimana sensor dektesi menggunakan Internet of Things (IoT) sudah berbasis AI. Adapun pemanfaatan sistem IoT pada pertanian, salah satunya digunakan untuk pengusir hama padi khususnya pada burung. Komponen yang dibutuhkan yaitu: 1. Ardiuno Uno, 2. Ultra Sonic, 3. PIR (Passive Infra Red), 4. Buzzer, 5. Kabel Jumper, 6. Batrai, dan 7. Breadboard atau papan project Prototipe Arduino berbasis mikrokontroler sudah fleksibel dan open-source, selanjutnya membuat skema sensor pengusir hama burung dengan menghubungkan arduino uno B
140 dan komponen lainnya menggunakan kabel jumper. Tahapan rancangan sensor pengusir burung dapat dilihat pada gambar dibawah ini: A. Rangkaian Sensor PIR Sensor PIR dihubungkan ke pin Breadboard atau project board dengan menggunakan kabel jumper female dan male, dimana: 1. Pin negatif pada PIR ke GND Breadboard 2. Pin positif PIR ke 5V Breadboard 3. Pin D PIR ke 2 Breadboard Gambar 1. Rangkaian Sensor Pir