91 sedang berlangsung ini telah mempengaruhi pertumbuhan rumput dan berfungsinya penyusun ekosistem. Dalam konteks ini produktivitas primer bersih adalah salah satu indikator kunci yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan ekosistem padang rumput mempertahankan tingkat pembangunan berkelanjutan, yang dicatat melalui jumlah bersih Karbon (C) yang diperoleh tanaman darat setiap tahunnya melalui fotosintesis. Oleh karena itu, variasi dalam produktivitas primer bersih merupakan indikasi hubungan antara pertumbuhan vegetasi dengan lingkungan sekitar. Oleh karena itu penting untuk lebih memahami respons produktivitas primer bersih padang rumput terhadap perubahan iklim dan aktivitas manusia. Contoh lain dalam ekosistem buatan yang diciptakan manusia untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ekosistem buatan mendapatkan subsidi energi dari luar, tanaman maupun hewan peliharaan didominasi pengaruh manusia, dan memiliki keanekaragaman rendah. Bendungan merupakan contoh ekosistem buatan yang berfungsi sebagai bangunan penahan atau penimbun air untuk berbagai keperluan irigasi, dan pembangkit listrik. Hutan tanaman industri merupakan pohon yang sengaja ditanam untuk keperluan bahan baku industri seperti kayu, kertas, getah karet dan lain-lain. Jenis pohon yang ditanam adalah pinus, karet, mahoni, rasamala, dammar, dan jabon. Agroekosistem merupakan contoh lain ekosistem buatan dalam bidang pertanian seperti: sawah irigasi, sawah tadah hujan, sawah rawa, sawah pasang surut, pekarangan, ladang, kolam
92 tambak dan perkebunan teh, lada, kopi kelapa sawit, dan kelapa dalam. Makhluk hidup yang terdapat di muka bumi ini, dapat kita bedakan atas dua golongan yaitu golongan tumbuhan dan golongan hewan. Selain itu masih ada golongan lain yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, karena ukurannya sangat kecil maka harus dilihat dengan menggunakan mikroskop. Virus dan monera adalah organisme tingkat rendah yang mempunyai ukuran mikroskopis. Keanekaragaman makhluk hidup atau keanekaragaman hayati/biodiversitas memiliki definisi semua kehidupan yang ada di bumi baik tumbuhan, hewan, jamur, mikroorganisme dan berbagai materi genetik yang dikandungnya dan keanekaragaman sistem ekologi di mana mereka hidup. Termasuk didalamnya kelimpahan dan keanekaragaman genetik relatif dari organisme-organisme yang berasal dari semua habitat yang ada di darat, laut, dan sistem-sistem perairan lainnya. Oleh karena itu, keanekaragaman hayati lazimnya dianggap memiliki tiga tingkatan yang berbeda (Nichols, 2007): 1. Keanekaragaman genetik merujuk kepada berbagai macam informasi genetik yang terkandung di dalam setiap makhluk hidup. Keanekaragaman genetik terjadi di dalam dan di antara populasi-populasi spesies serta di antara spesies-spesies. 2. Keanekaragaman spesies merujuk kepada keragaman spesies-spesies yang hidup. Keanekaragaman ekosistem
93 berkaitan dengan keragaman habitat, komunitas biotik, dan proses-proses ekologis, serta keanekaragaman yang ada di dalam ekosistem-ekosistem dalam bentuk perbedaan-perbedaan habitat dan keragaman prosesproses ekologis. Perubahan secara evolusi menghasilkan proses diversifikasi terus-menerus di dalam makhluk hidup. 3. Keanekaragaman hayati meningkat ketika variasi genetik baru dihasilkan, spesies baru berevolusi, atau ketika satu ekosistem baru terbentuk. Keanekaragaman hayati akan berkurang dengan berkurangnya spesies, satu spesies punah, atau satu ekosistem hilang maupun rusak. Konsep ini menekankan sifat keterkaitan dunia kehidupan dan proses-prosesnya. Keanekaragaman makhluk hidup terjadi adanya sebuah proses evolusi yang panjang. Dipengaruhi juga oleh adaptasi, geografi, maupun rekayasa genetik. Faktor-faktor penyebab keanekaragaman makhluk hidup adalah: 1. Mutasi merupakan peristiwa perubahan yang disebabkan oleh faktor internal seperti materi genetik maupun faktor lingkungan, seperti adanya radiasi dan suhu. 2. Rekombinasi merupakan proses atau peristiwa yang berakibat terbentuknya kombinasi gen baru pada kromosom. Individu baru dari reproduksi seksual akan memiliki faktor keturunan dari kedua induknya. Dalam undang-undang No. 5 tahun 1994 tentang Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Keanekaragaman Hayati, disebutkan bahwa keanekaragaman hayati
94 terdiri atas tiga tingkatan, yaitu keanekaragaman gen, keanekaragaman jenis, dan keanekaragaman ekosistem. Tingkatan Keanekaragaman Makhluk Hidup dikelompokkan menjadi 3, yaitu: 1. Keanekaragaman Gen. Gen merupakan faktor pembawa sifat keturunan yang terdapat dalam kromosom. Setiap susunan gen akan memberikan penampakan (fenotipe), baik anatomi maupun fisiologi pada setiap organisme. Perbedaan susunan gen akan menyebabkan perbedaan penampakan baik satu sifat atau secara keseluruhan. Perbedaan tersebut akan menghasilkan variasi pada suatu 9 spesies. Hal ini disebabkan adanya keanekaragaman gen atau struktur gen pada setiap organisme. Keanekaragaman gen komposisi atau susunan jumlah faktor dalam kerangka dasar gen bisa berbeda-beda. Perbedaan jumlah dan susunan faktor tersebut akan menyebabkan terjadinya keanekaragaman gen. Perbedaan gen pada makhluk hidup menyebabkan sifat yang tidak tampak (genotipe) dan sifat yang tampak (fenotip) pada setiap makhluk hidup menjadi berbeda. Makhluk hidup tersusun atas sel merupakan unit satuan terkecil makhluk hidup. Dalam inti sel terdapat materi pembawa sifat yang disebut gen. Setiap individu memiliki jumlah dan variasi susunan gen yang berbedabeda namun bahan penyusunnya sama. Keanekaragaman tingkat gen ini dapat dilihat dari perbedaan ciri makhluk hidup dalam satu spesies. Keanekaragaman gen juga sering dikenal dengan ras seperti:
95 a. Variasi jenis sapi: madura, bali, brahman, ongole, limosin. b. Variasi jenis kelapa sawit : tenera, dura dan pisifera. c. Variasi jenis rumput: Axonopus compressus, Imperata cylindrica, Fimbristylis littoralis, dan sebagainya. d. Variasi jenis bunga mawar : Rosa gallica, Rosa damascene, Rosa canina. e. Variasi jenis kambing : Kambing Kacang, Kambing Etawa, Kambing Jawarandu (Bligon), Kambing PE (Peranakan Etawa), Kambing Boer, Kambing Saanen, Kambing Gembron 2. Keanekaragaman Jenis. Keanekaragaman jenis Keanekaragaman menunjukkan adanya variasi bentuk, penampakan dan frekuensi gen. Ekosistem yang ada di Indonesia sangat beraneka ragam sehingga jenis makhluk hidup yang ada pun sangat beraneka ragam pula. Dua makhluk hidup mampu melakukan perkawinan dan menghasilkan keturunan yang fertil (mampu melakukan perkawinan dan menghasilkan keturunan) maka kedua makhluk hidup tersebut merupakan satu spesies. Keanekaragaman hayati tingkat jenis menunjukkan keanekaragaman atau variasi yang terdapat pada berbagai jenis atau spesies makhluk hidup dalam genus yang sama atau familia yang sama. Pada berbagai spesies tersebut terdapat perbedaan-perbedaan sifat, contohnya: a. Famili Fellidae : Banteng, anoa, bison, kerbau, domba, kambing, Sapi. b. Familia graminae : rumput, padi, tebu, jagung
96 c. Famili leguminosae: Leucaena, Sesbania, Gliricidia, Indigofera, Acasia dan Kaliandra d. Genus Ficus : pohon beringin (Ficus benjamina) dan pohon Preh (Ficus ribes). e. Genus Ipomoea : ketela rambat (Ipomoea batatas) dan kangkungan (Ipomoea crassicaulis). 3. Keanekaragaman Ekosistem. Suatu ekosistem terdiri dari komponan biotik yaitu komunitas hewan, tumbuhan dan mikroorganisme serta komponen abiotik yaitu lingkungan tempat makhluk hidup tersebut tinggal seperti tumbuhan, hewan dan mikroorganisme dengan faktor abiotik, seperti tanah, air, dan udara di suatu tempat tertentu. Komponen-komponen ini saling berinteraksi satu dengan lainnya dalam melakukan siklus materi dan energi. Setiap ekosistem memiliki ciri-ciri lingkungan fisik, lingkungan kimia, tipe vegetasi/tumbuhan, dan tipe hewan yang spesifik. Kondisi lingkungan makhluk hidup ini sangat beragam. Kondisi lingkungan yang beragam tersebut menyebabkan jenis makhluk hidup yang menempatinya beragam pula. Keanekaragaman seperti ini disebut sebagai keanekaragaman tingkat ekosistem. Faktor abiotik yang mempengaruhi faktor biotik di antaranya adalah iklim, tanah, air, udara, suhu, angin, kelembapan, cahaya, mineral, dan tingkat keasaman. Variasi faktor abiotik menimbulkan kondisi berbeda pada setiap ekosistem. Untuk mengetahui adanya keanekaragaman hayati pada tingkat ekosistem, dapat dilihat dari satuan atau tingkatan organisasi kehidupan di tempat tersebut. Secara garis besar, terdapat dua ekosistem utama, yaitu ekosistem
97 daratan(eksosistem terestrial) dan ekosistem perairan (ekosistem aquatik). Ekosistem darat terbagi atas beberapa bioma, di antaranya bioma gurun, bioma padang rumput, bioma savana, bioma hutan gugur, bioma hutan hujan tropis, bioma taiga, dan bioma tundra.
98
99 8
100 hidup memerlukan nutrisi dan oksigen. Pernahkah kita bayangkan apa yang terjadi dengan makanan yang kita makan dan oksigen yang dihirup dan masuk ke dalam tubuh? Bagaimana dengan kondisi berbagai nutrisi yang kita makan setiap saat? Apakah ada kaitannya dengan aktivitas kita sehari-hari? Apakah di dalam tubuh hewan dan tumbuhan juga terjadi rangkaian proses yang sama? Makhluk hidup selalu beraktivitas. Sel-selnya selalu bersifat dinamis, mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Aktivitas tubuh memerlukan energi. Energi tersebut didapatkan dari makanan yang dikonsumsi. Bagi tumbuhan energi diperoleh dari sumber energi utama di dunia ini, yakni matahari. Organisme autotrof mengubah energi dari matahari menjadi sumber makanan melalui mekanisme reaksi fotosintesis. Sumber makanan kemudian dimanfaatkan oleh makhluk hidup heterotrof melalui mekanisme respirasi sel. Sel hidup terdiri atas rangkaian reaksi kimia yang terjadi di dalam ruang sel berukuran mikroskopis. Di dalam sel hidup berlangsung jutaan reaksi kimia yang dikatalis oleh enzim sebagai biokatalisator. Adapun tujuan aktivitas metabolisme sel yaitu (1) mendegradasi molekul yang ada dalam sari makanan yang didapat dari lingkungan sehingga menghasilkan energi kimia, (2) terjadinya perubahan molekul nutrien menjadi unit pembangun bagi makromolekul sel, (3) terbentuknya protein, asam nukleat, lipida, polisakarida, dan komponen lain, (4) membentuk dan mendegradasi molekul yang diperlukan oleh sel (Nekson and
101 Cox, 2006). Reaksi metabolisme dalam tubuh melalui skema enzimatik berawal dari bahan penyusun hingga terbentuklah produk. Metabolisme dapat dipahami sebagai keseluruhan reaksi kimia yang muncul karena adanya interaksi antar molekul yang ada dalam lingkungan sel yang stabil (Campbell et al., 2008). Hal tersebut menggambarkan bahwa metabolisme sebagai reaksi yang kompleks sehingga terbentuklah jalur metabolik yang saling berpotongan. Metabolisme secara sederhana juga dapat diartikan sebagai reaksi kimia dalam sel yang mampu mentransformasikan sumber unsur kimia menjadi energi kimia dalam bentuk ATP dan NADPH, bahan penyusun organik sebagai aktivitas produksi biomassa (Vasudevan, S and Vaidyanathan, 2016). Dalam reaksi metabolisme, enzim memiliki peran sabagai biokatalisator. Enzim bekerja dengan cara menurunkan energi aktivasi dalam suatu reaksi kimia. Sejalan dengan pemahaman tersebut metabolisme secara menyeluruh mengelola sumber daya dan energi bagi sel. Secara garis besar jalur itu dibagi menjadi 2, yaitu jalur anabolik dan katabolik. Secara umum anabolik dipahami sebagai jalur produksi biomassa melalui serangkaian biosintesis. Jalur anabolik terjadi pada saat proses pembentukan senyawa kompleks dari senyawa sederhana (Tellingen, 2001). Proses pembentukan molekul kompleks dari molekul sederhana melibatkan peran konsumsi energi. Jalur anabolik juga dipahami sebagai reaksi anabolisme yang memerlukan energi dalam reaksinya (Edition, 1998). Pembentukan jaringan oleh molekul kompleks seperti lemak dan protein, juga melalui jalur
102 anabolik. Terbentuknya molekul lemak dan protein berasal dari molekul yang sederhana (Knight et al., 2010). Berdasarkan beberapa pengertian di atas, jalur anabolik dapat dipahami sebagai jalur pembentukan molekul kompleks dari molekul sederhana dengan konsumsi energi yang dapat menggerakkan reaksi kimia dalam sel. Berbagai reaksi kimia yang dikatalis oleh enzim yang ada dalam tubuh membentuk rangkaian reaksi berurutan. Rangkaian reaksi yang berurutan tersebut membentuk suatu jalur, kemudian produk dari suatu reaksi akan dipakai sebagai reaktan pada reaksi berikutnya. Molekul sederhana di dalamnya terkandung energi kimia yang diperlukan oleh sel dibentuk dari hasil degradasi molekul organik melalui jalur katabolik (Nekson and Cox, 2006). Reaksi katabolisme dapat diartikan sebagai sebuah reaksi pembongkaran molekul yang lebih kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana dengan tetap menghasilkan energi (Ochs, 2014). Secara umum, tujuan dari katabolisme dalam jalur katabolik yaitu menguraikan dan memecah molekul kompleks besar menjadi molekul kecil yang lebih sederhana (Rallser, 2022). Dari berbagai uraian terkait katabolisme, jalur katabolik dapat dimaknai sebagai reaksi penyederhanaan atau penguraian dari molekul kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana agar dapat dimanfaatkan oleh sel tubuh makhluk hidup. Beberapa reaksi kimia dalam tubuh makhluk hidup terjadi sangat cepat. Adanya suatu zat yang memungkinkan membantu proses tersebut. Apabila zat ini tidak ada, maka
103 reaksi tersebut akan berjalan lambat dan tidak efisien. Zat yang dimaksud adalah enzim. Reaksi kimia dalam sel memerlukan energi untuk memulai reaksi. Enzim dapat mempercepat proses reaksi kimia dengan cara menurunkan energi aktivasi. Enzim sebagai biokatalisator dapat mempercepat reaksi-reaksi biologis tanpa mengalami perubahan struktur kimia. Perhatikan gambar berikut ini! Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Kinetika_enzim Sebagai biokatalisator enzim berperan penting karena memiliki sifat-sifat berikut: 1. Enzim merupakan protein 2. Sebagai biokatalisator yang mempercepat terjadinya reaksi tanpa merubah struktur asli enzim 3. Mempercepat reaksi dengan cara menurunkan energi aktivasi
104 4. Bekerja spesifik yaitu tidak dapat bekerja pada semua zat, hanya bekerja pada zat tertentu (substrat tertentu) 5. Bekerja secara bolak-balik, artinya enzim tidak menentukan arah suatu reaksi, hanya mempercepat reaksi sampai pada titik kesetimbangan 6. Tidak tahan terhadap suhu ekstrim. Enzim bekerja optimal pada suhu 30-370C. pada suhu 00C enzim akan inaktif, sedangkan diatas suhu 600C enzim akan mengalami kerusakan 7. Substrat asing dapat menghambat kerja enzim, substrat asing tersebut dinamakan inhibitor. Reaksi enzimatis berlangsung ketika substrat bertemu dengan bagian sisi aktif enzim. Substrat akan memasuki bagian sisi aktif enzim dan bagian sisi aktif tersebut akan mengalami perubahan bentuk, hingga terbentuk ikatan lemah enzim-substrat. Pada bagian dalam sisi aktif enzim, substrat diubah menjadi produk kemudian dilepas dari enzim. Proses tersebut berlangsung terus menerus sampai bagian sisi aktif enzim tersebut ditempati lagi oleh substrat yang lain. Terdapat dua hipotesis yang menjelaskan kerja enzim, yaitu: 1. Hipotesis gembok dan kunci Hipotesis ini dikemukakan oleh Emil Fischer. Hipotesis ini menjelaskan bahwa bagian sisi aktif enzim memiliki bentuk spesifik dan tidak fleksibel. Suatu enzim hanya dapat ditempati oleh substrat tertentu saja. 2. Hipotesis kecocokan induksi Hipotesis ini menjelaskan bahwa bagian sisi aktif enzim bersifat fleksibel terhadap substrat yang masuk.
105 Apabila ada substrat yang masuk ke bagian sisi aktif enzim, maka bagian ini akan mengalami perubahan bentuk mengikuti bentuk substrat. Metabolisme dapat dipahami sebagai keseluruhan reaksi kimia yang muncul karena adanya interaksi antar molekul yang ada dalam lingkungan sel yang stabil (Campbell et al., 2008). Jalur metabolisme utama tempat berubahnya zat makanan yang relatif besar meliputi: karbohidrat, lemak, dan protein. Dalam suatu reaksi kimia terjadi perubahan molekul suatu zat dari bentuk kompleks ke bentuk sederhana atau sebaliknya. Selain perubahan molekul, suatu reaksi kimia juga disertai dengan pelepasan/pembebasan energi atau penyerapan energi. Metabolisme terdiri atas dua proses yaitu katabolisme dan anabolisme. Di dalam tubuh kedua proses tersebut menghasilkan produk yang berbeda tetapi memiliki keterkaitan satu sama lainnya. 1. Katabolisme Katabolisme merupakan serangkaian reaksi kimia yang berkaitan dengan proses penguraian dan pemecahan molekul kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana (Theodoridis and Kraemer, 2017). Pada proses ini terjadi pelepasan energi berupa adenosin trifosfat (ATP) yang tersimpan pada molekul. Terjadinya pelepasan energi dalam bentuk ATP merupakan jenis reaksi eksergonik. Salah satu contoh reaksi eksergonik adalah proses respirasi sel tubuh. Seiring perkembangan zaman respirasi dimaknai sebagai proses perombakan atau penguraian zat makanan secara kimia dan
106 menghasilkan energi. Proses respirasi di dalam tubuh berlangsung dengan dua cara yaitu dengan menggunakan oksigen dan tanpa menggunakan oksigen. Berdasarkan hal tersebut maka katabolisme dibedakan menjadi dua proses, yaitu respirasi yang membutuhkan oksigen (respirasi aerob) dan respirasi tanpa membutuhkan oksigen (respirasi anaerob). Respirasi aerob merupakan proses respirasi yang membutuhkan oksigen bebas dari udara. Salah satu contoh respirasi aerob adalah reaksi pembakaran/ oksidasi glukosa. Persamaan reaksinya jika dituliskan sebagai berikut: Ketika glukosa mengalami reaksi oksidasi atau reaksi pembakaran maka produk yang dihasilkan berupa karbondioksida, air, dan energi dalam bentuk ATP. Jika dilihat dari persamaan reaksi di atas reaksi aerob terjadi secara sederhana. Akan tetapi faktanya menunjukkan bahwa proses respirasi aerob secara keseluruhan melibatkan puluhan reaksi yang masingmasing dikatalis oleh enzim yang berbeda (Urry et al., 2020). Ada empat tahapan dalam proses respirasi aerob, dimulai dari glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, siklus krebs, dan transpor elektron. Setiap proses yang ada berlangsung di tempat yang berbeda. Berikut skema yang menunjukkan tempat terjadinya tahapan respirasi aerob.
107 Sumber: https://www.biologiedukasi.com Tahapan respirasi aerob diawali dengan reaksi glikolisis. Glikolisis sebagai lintas pusat katabolisme glukosa makhluk hidup (Suarez, 2012). Pada tahap ini molekul glukosa yang memiliki 6 atom karbon diurai secara enzimatik. Reaksi penguraian molekul glukosa melalui 10 reaksi enzimatik untuk menghasilkan dua molekul piruvat yang memiliki 3 atom karbon. Selama tahap glikolisis berlangsung terjadi terjadi pembebasan energi dalam bentuk ATP. Berikut skema tahapan glikolisis. Glukosa yang masuk ke dalam sel mengalami fosforilasi dengan bantuan enzim heksokinase dan menghasilkan glukosa 6-fosfat. Reaksi ini memerlukan energi sehingga ATP diubah menjadi ADP. Glukosa 6- fosfat diubah oleh enzim fosfoglukoisomerase menjadi bentuk isomer berupa fruktosa 6-fosfat. Dengan menggunakan energi hasil perubahan ATP menjadi ADP fruktosa 6-fosfat diubah menjadi fruktosa1,6-bifosfat dengan bantuan enzim fosfofruktokinase. Fruktosa 1,6- bifosfat pecah membentuk 2 molekul berkarbon 3, yaitu gliseraldehida-3-fosfat (PGAL).
108 Sumber: https://laboratorytests.org/glycolysis/ Masing-masing gliseraldehid-3-fosfat berubah menjadi 1,3-bifosfogliserat (PGAP) dengan bantuan enzim triosefosfat dehidrogenase. Pada tahap ini juga berlangsung transfer elektron dari NAD+ menjadi NADH. Dilanjutkan dengan perubahan 1,3-bifosfogliserat menjadi 3-fosfogliserat (PGA) dengan bantuan enzim fosfogliserokinase. Pada tahap ini juga terjadi pembentukan 2 ATP. Terjadi perubahan 3-fosfogliserat menjadi 2-fosfogliserat dengan bantuan enzim fosfogliseromutase. Kemudian terjadi pembentukan fosfoenol piruvatdari 2-fosfogliserat dengan bantuan enzim enolase. Pada akhir tahap glikolisis terjadi perubahan fosfoenol piruvat menjadi asam piruvat dengan bantuan enzim piruvatkinase juga dihasilkan 2 molekul ATP Semua zat makanan termasuk glukosa akhirnya dioksidasi menjadi CO2 dan H20 melalui siklus asam sitrat. Namun sebelum zat makanan masuk siklus tersebut kerangka karbonnya harus dipecah sehingga terbentuk asetil KoA melalui tahapan dekarboksilasi oksidatif . pada peristiwa ini terjadi perubahan asam
109 piruvat (molekul berkarbon 3) menjadi asetil KoA (molekul berkarbon 2) dengan menghasilkan satu molekul NADH dan satu molekul karbondioksida. Asetil KoA kemudian masuk ke dalam siklus krebs. Berikut skema reaksi yang terjadi. Sumber gambar: https://roboguru.ruangguru.com Tahap selanjutnya yaitu siklus krebs. Siklus krebs dimulai ketika asetil koenzim A (KoA) berikatan dengan asam oksaloasetat (molekul berkarbon 4) membentuk asam sitrat (molekul berkarbon 6). Sementara itu koenzim A dilepas dan siap bergabung dengan asam piruvat yang lain. Asam isositrat (molekul berkarbon 6) berubah menjadi asam -ketoglutarat (molekul berkarbon 5) dengan terlepasnya karbondioksida dan perubahan NAD+ menjadi NADH. Kemudian - ketoglutarat berubah menjadi suksinil KoA (molekul berkarbon 4) diikuti dengan pelepasan karbondioksida dan reduksi NAD+ menjadi NADH. Pada perubahan suksinil-KoA menjadi asam suksinat terjadi pembentukan ATP. Selanjutnya, asam suksinat berubah menjadi asam fumarat, diikuti dengan reduksi FAD menjadi FADH melalui penambahan 2 ion hidrogen. Kemudian fumarat diubah menjadi asam malat dengan
110 menggunakan air. Pada tahap akhir asam malat berubah menjadi asam oksaloasetat. Diikuti dengan perubahan NAD+ menjadi NADH. Berikut skema siklus krebs Sumber: https://www.geeksforgeeks.org/krebs-citric-acid-cycle/ Tahapan terakhir dari respirasi aerob adalah transpor elektron. Transpor elektron merupakan serangkaian peristiwa pemindahan elektron dan ion hidrogen (H+ ) (Urry et al., 2020). Elektron tersebut dibawa oleh NADH dan FADH2 dari satu substrat ke substrat lain secara berantai diikuti dengan pembentukan ATP melalui proses fosforilasi oksidatif. Berikut skema proses transpor elektron
111 Sumber:https://microbenotes.com/electron-transport-chain/ Respirasi anaerob merupakan proses respirasi tanpa memerlukan oksigen. Respirasi anaerob biasa dilakukan oleh beberapa jenis bakteri, ragi, dan pada otot manusia. Respirasi anaerob juga dikenal dengan fermentasi. Pada reaksi ini juga didahului oleh glikolisis seperti halnya pada respirasi aerob. Salah satu contoh respirasi anaerob pada tubuh manusia adalah proses fermentasi asam laktat. Proses ini terjadi pada otot manusia saat otot melakukan aktivitas berat dan pada kondisi kekurangan oksigen. Terbentuknya asam laktat menyebabkan rasa kaku dan ngilu pada otot. Secara berangsur-angsur akan pulih kembali saat otot tercukupi oksigen. 2. Anabolisme Anabolisme pada tubuh organisme disebut juga dengan biosintesis. Terjadi pembentukan atau sintesis dari metabolisme, molekul kecil disusun menjadi makromolekul yang menjadi komponen sel. Makromolekul dapat berupa protein dan asam nukleat. Diperlukan input energi bebas yang diberikan oleh
112 pemecahan ATP menjadi ADP dan fosfat serta atom hidrogen berenergi tinggi yang disumbangkan oleh NADPH untuk proses anabolisme. Biosintesis karbohidrat di dalam jaringan hewan. Biosintesis D-glukosa terjadi pada hewan tingkat tinggi. Hampir seluruh organ di dalam tubuh memerlukan Dglukosa sebagai sumber bahan bakar utama. Pada hewan pembentukan D glukosa dari prekursor bukan karbohidrat dinamakan glukoneogenesis. Lintas glukoneogenesis memiliki tujuh tahap bersama-sama dengan lintas glikolisis. Sumber: https://www.geeksforgeeks.org/gluconeogenesis/ Biosintesis asam lemak berlangsung melalui lintas khusus. Asam lemak pada jaringan tubuh hewan
113 mempunyai atom karbon genap. Asam lemak sistem sintase mengkatalis keseluruhan reaksi ini, bersama molekul astil-KoA dan tujuh molekul asam malonat berkarbon tiga dalam bentuk tioster melanoil KoA. Gugus melanoil adalah prekursor langsung semua dari kedelapan unit 2-karbon penyusun rantai asam palmitat. Sumber: https://www.researchgate.net/
114
115 9
116 dihebohkan dengan penciptaan klon domba Dolly pada tahun 1997 hingga dilanjutkan dengan kloning beberapa hewan lainnya, seperti sapi, babi, anjing dan unta. Dalam film dokumenter yang berjudul ‚King of Clones‛, seorang ilmuwan asal Korea Selatan bernama Hwang Woo-Suk bersama para koleganya telah melakukan penelitian hingga berhasil mengklon hewan-hewan tersebut hingga memiliki skandal karena untuk pertama kalinya mengklon sel punca embrionik manusia pada tahun 2004-2005 (Hong, 2008). Munculnya teknologi kloning menjadi terobosan besar dalam bidang kesehatan dan peternakan. Begitu pula dengan majunya teknologi inseminasi buatan yang dapat membantu manusia untuk menghasilkan keturunan. Inseminasi buatan juga telah membantu produksi sapi ternak menjadi lebih cepat dengan kualitas genetik yang unggul Alhuur et al., 2022. Bukan hanya inseminasi buatan, penggunaan teknologi rekayasa genetika pada tanaman juga sangat membantu dalam pertanian berkelanjutan dan keamanan pangan (Ronald, 2011). Selain itu, penemuan terbaru dalam bidang metabolomik telah memberikan perbedaan kualitas kopi (Rocchetti et al., 2020)dan perbedaan kualitas biji coklat Columbia (Bacca-Villota et al., 2023). Ilmu metabolomik telah berhasil melakukan pendekatan yang berkaitan dengan senyawa-senyawa kimia metabolit yang ada dalam masing-masing produk alami yang akan diteliti (Bacca-Villota et al., 2023). Berbagai manfaat yang tidak kita sadari dalam kehidupan sehari-sehari, adanya produk keju, yoghurt, dan susu pasteurisasi yang sering kita konsumsi juga menjadi produk unggulan yang memanfaatkan mikroba sebagai agen fermentasi (Thieman and
117 Palladino, 2020)Selain itu, produksi protein sel tunggal untuk suplemen makanan dari mikroalga Spirulina dan Chlorella telah menjadi tren dalam bidang nutrasetika yang memiliki daya jual yang tinggi (Kim, 2015). Pada dasarnya banyak manfaat yang kita dapatkan dari berbagai sumber makhluk hidup tersebut menjadi satu dalam kompleksitas ilmu yang menyatukan ilmu kehidupan dan teknologi, yang biasa disebut dengan bioteknologi. Bioteknologi menjadi ilmu yang terus mengalami perkembangan. Manfaatnya dapat kita rasakan dalam berbagai ruang lingkup, mulai dari kesehatan, pertanian, pangan, lingkungan, hingga energi terbarukan (Wardhana et al., 2023). Secara bahasa bioteknologi berasal dari dua kata, yaitu ‚bios‛ yang berarti makhluk hidup dan ‚teknologi‛ yang merujuk pada ilmu yang berhubungan dengan metode, sistem, perangkat atau peralatan. Bioteknologi merupakan ilmu multidisiplin yang berorientasi hayati dengan memanfaatkan sel-sel organisme dan atau molekul biologis untuk menghasilkan produk yang bermanfaat bagi manusia. Bioteknologi juga dapat didefinisikan sebagai segala bentuk teknologi atau penerapan prinsip-prinsip ilmiah dan kerekayasaan yang diaplikasikan pada sistem biologis, organisme dan turunannya seperti sel, jaringan, serta enzim dengan tujuan meningkatkan potensi dari makhluk hidup untuk menghasilkan produk dan jasa. Bioteknologi mencakup berbagai disiplin ilmu, seperti genetika, biokimia, biologi molekuler, dan ilmu lainnya yang diaplikasikan dalam
118 berbagai bidang meliputi kesehatan, pertanian, industri dan lingkungan (Steiner, 2020; (Thieman and Palladino, 2020) Bioteknologi menggunakan pendekatan sains dan juga kerekayasaan dalam memproses material dengan pemanfaatan agen hayati. Agen hayati yang dimaksud berupa enzim, sel tumbuhan dan hewan, dan mikroorganisme yang akan digunakan untuk memproduksi obat-obatan, makanan, biofuel, organisme transgenik, sel punca, dan sebagainya. Sejak ribuan tahun yang lalu manusia telah menerapkan prinsip bioteknologi bahkan sebelum istilah ‚bioteknologi‛ sendiri ditemukan. Barulah pada abad ke-19 istilah ‚bioteknologi‛ mulai dikenalkan untuk merujuk segala bentuk tindakan atau proses penggunaan organisme untuk pemecahan suatu masalah dan menghasilkan produk yang berguna (Amarakoon et al., 2017) Bioteknologi sebenarnya telah dikenal sejak zaman kuno, meskipun istilah "bioteknologi" baru diperkenalkan pada tahun 1919 oleh Karl Ereky. Pemanfaatan bioteknologi dimulai pada masa prasejarah ketika manusia mulai mengendalikan hewan dan menanam tanaman untuk memenuhi kebutuhan pangan. Praktik fermentasi makanan dengan menggunakan mikroba, seperti dalam pembuatan roti, keju, dan anggur, sudah dikenal sejak ribuan tahun lalu di berbagai peradaban, termasuk Mesir, Babilonia, dan Cina (Thieman and Palladino, 2020). Pertumbuhan bioteknologi mencapai tahap baru pada abad ke-17 hingga ke-19, ditandai dengan penemuan
119 mikroskop yang memungkinkan pengamatan lebih rinci terhadap sel. Era ini juga mencakup berbagai teori dan eksperimen ilmiah mengenai reproduksi, hereditas, dan mikroorganisme yang dipimpin oleh tokoh-tokoh seperti Antonie van Leeuwenhoek, Louis Pasteur, Gregor Mendel, dan Alexander Fleming (Verma et al., 2011) Perkembangan bioteknologi pada abad 20 mengalami kemajuan yang cukup signifikan, terutama dengan ditemukannya teknik rekayasa genetika dan rekombinan DNA pada tahun 1970-an. Inovasi dalam bidang rekayasa genetika memungkinkan terjadinya transfer gen antar organisme yang tidak berkerabat dekat dengan menghasilkan produk rekombinan seperti insulin manusia oleh bakteri pada tahun 1978. Selain itu, terdapat penemuan yang berkaitan dengan diagnostik berbasis DNA dan antibodi monoklonal yang dapat memperluas penemuan dan pengobatan di bidang medis. Selain penemuan di bidang medis, dalam sektor pertanian terdapat pengembangan tanaman transgenik yang tahan terhadap hama dan herbisida yang dimulai pada tahun 1990-an (Bhatia and Goli, 2018). Memasuki abad ke-21, tren baru seperti terapi gen, sel punca, nanoteknologi, dan teknik pengeditan genom seperti CRISPR/Cas9 mulai muncul. Bioteknologi biru (Blue Biotechnology) yang memanfaatkan keanekaragaman hayati laut juga semakin berkembang. Bidang tersebut diharapkan dapat menghasilkan berbagai macam inovasi, seperti obatobatan baru, pangan yang lebih bergizi, sumber energi terbarukan, serta meningkatkan kualitas hidup manusia secara keseluruhan. Namun, implementasi bioteknologi juga
120 menimbulkan kekhawatiran terkait dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan, dan aspek etika. Oleh karena itu, penelitian dan regulasi yang cermat dalam bioteknologi sangat diperlukan untuk memastikan pemanfaatan bioteknologi dapat dilakukan secara bertanggung jawab demi kesejahteraan umat manusia (Bhatia and Goli, 2018) Tabel 1. Perkembangan Bioteknologi Dari Masa ke Masa (Bengali, 2017) Kategori Tahun Perkembangan Bioteknologi Zaman Sebelum Masehi (SM) 7000 SM Orang Tiongkok menemukan teknik fermentasi melalui pembuatan bir. 6000 SM Pembuatan Yogurt dan keju dengan bakteri asam laktat (BAL) 4000 SM Pembuatan Roti menggunakan Ragi oleh Orang Mesir. 500 SM Kedelai yang berjamur digunakan sebagai antibiotik. 100 SM Pemanfaatan chrysanthemum oleh orang Tiongkok sebagai insektisida alami. Sebelum Abad Ke1663 Robert Hooke membuat deskripsi pertama tentang sel yang mati.
121 20 1862 Louis Pasteur menemukan asal bakteri fermentasi. 1864 Antonin Prandtl menciptakan centrifuge pertama untuk memisahkan krim dari susu 1881 Louis Pasteur mengembangkan vaksin terhadap bakteri penyebab kolera dan anthrax pada ayam 1885 Louis Pasteur dan Emile Roux mengembangkan vaksin Rabies pertama dan menggunakannya pada Joseph Meister. Abad ke20 1919 Károly Ereky, seorang insinyur pertanian asal Hungaria, pertama kali menggunakan istilah bioteknologi. 1928 Alexander Fleming memperhatikan bahwa suatu jenis kapang dapat menghentikan replikasi bakteri, menghasilkan antibiotik pertama: Penisilin. 1933 Jagung hibrida dipasarkan secara komersial.
122 1942 Penisilin diproduksi massal dalam mikroba untuk pertama kalinya. 1973 Stanley Norman Cohen dan Herbert Boyer melakukan eksperimen DNA rekombinan pertama yang berhasil, menggunakan gen bakteri. 1975 Metode produksi antibodi monoklonal dikembangkan oleh Köhler dan César Milstein. 1982 Humulin, obat insulin manusia dari Genentech yang diproduksi oleh bakteri rekayasa genetika untuk pengobatan diabetes, menjadi obat hasil bioteknologi pertama yang disetujui oleh Food and Drug Administration. 1983 Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) pertama kali ditemukan. 1994 Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat menyetujui makanan rekayasa genetika pertama: tomat "Flavr Savr".
123 1997 Ilmuwan Inggris, yang dipimpin oleh Ian Wilmut dari Roslin Institute, melaporkan kloning Dolly si domba menggunakan DNA dari dua sel domba dewasa. 1999 Penemuan gen yang bertanggung jawab untuk perkembangan fibrosis kistik. Abad Ke21 2003 Proyek Genom Manusia selesai, memberikan informasi tentang lokasi dan urutan gen manusia pada semua 46 kromosom. 2009 Cedars-Sinai Heart Institute menggunakan gen jantung SAN yang dimodifikasi untuk menciptakan pacemaker virus pertama pada marmut, yang sekarang dikenal sebagai iSANs. 2012 Zac Vawter yang berusia tiga puluh satu tahun berhasil menggunakan kaki bionik yang dikendalikan oleh sistem saraf untuk mendaki Menara Willis di Chicago.
124 Perkembangan bioteknologi secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi beberapa tahap yaitu bioteknologi kuno (sebelum tahun 1800) yang ditandai penjinakan hewan dan tanaman, penggunaan mikroba dalam fermentasi kemudian bioteknologi klasik (abad ke-19) dengan berbagai eksperimen dan teori ilmiah serta industrialisasi produk fermentasi, lalu bioteknologi modern (abad ke-20 hingga saat ini) yang dikuasai rekayasa genetika dan rekombinan DNA, hingga tren terkini yang mengarah ke presisi dan individualisasi melalui berbagai teknologi seperti terapi gen, sel punca, dan rekayasa genom (Bengali, 2017) Tabel 2. Tahap Perkembangan Bioteknologi (Bengali, 2017) Tahap Waktu Peristiwa Penting Tradisional 10.000 Tahun Sebelum Masehi Manusia telah mengumpulkan sumber daya dari keanekaragaman hayati alam, menjinakkan tanaman dan hewan, serta memulai proses pemilihan bahan tanaman untuk dibiakkan dan hewan untuk dipelihara. 3000 Tahun Sebelum Masehi Pembuatan bir, pembuatan keju, dan fermentasi anggur.
125 Konvensional 1930an Pengembangan tanaman hibrida komersial. 1940an hingga 1960an Penggunaan mutagenesis, kultur jaringan, regenerasi tanaman. Penemuan transformasi dan transduksi. Penemuan struktur DNA oleh Watson dan Crick pada tahun 1953. Identifikasi gen yang terpisah dan bergerak (transposon). Modern 1970an Kemunculan transfer gen melalui teknik DNA rekombinan. Penggunaan penyelamatan embrio dan fusi protoplasma dalam pemuliaan tanaman, serta inseminasi buatan dalam reproduksi hewan. 1980an Insulin sebagai produk komersial pertama dari transfer gen. Kultur jaringan untuk propagasi massal tanaman dan transfer embrio dalam produksi hewan. 1990an Identifikasi sidik jari genetik yang luas dari berbagai
126 organisme. Uji lapangan pertama varietas tanaman rekayasa genetika pada tahun 1990, diikuti oleh rilis komersial pertama pada tahun 1992. Vaksin dan hormon rekayasa genetika serta kloning hewan. 2000an Berkembangnya cabang ilmu bioinformatika, genomics, proteomics, dan metabolomics. Yeast atau ragi merupakan organisme yang telah digunakan sejak lama dalam pembuatan olahan fermentasi seperti roti dan anggur. Kemudian, beberapa jenis jamur digunakan sebagai katalisator dekomposisi sampah organik. Selain itu, Agrobacterium juga digunakan dalam pengembangan produk rekayasa pertanian atau dikenal dengan istilah genetically modified organism (GMO). Beberapa contoh tersebut merupakan bentuk aplikasi dari bioteknologi mikroba (Thieman and Palladino, 2020). Bioteknologi mikroba dapat didefinisikan sebagai penerapan prinsip dan teknik bioteknologi untuk mempelajari dan memanfaatkan mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan mikroalga. Bioteknologi mikroba dapat digunakan
127 untuk menghasilkan berbagai macam produk seperti antibiotik, enzim, biofuel, dan berbagai produk makanan dan minuman. Seiring dengan kemajuan zaman, bioteknologi mikroba juga diterapkan untuk mendegradasi dan mendetoksifikasi polutan di tanah, air, dan udara atau yang biasa disebut bioremediasi. Bioteknologi mikroba juga membantu sebagai vektor pada pembuatan tanaman transgenik yang tahan kekeringan dan anti hama. Beberapa contoh aplikasi bioteknologi mikroba juga dilakukan dengan memanfaatkan jamur Penicillium dalam pengembangan antibiotik, pemanfaatan bakteri E. coli dalam produksi insulin, dan beberapa aplikasi lainnya yang lebih luas (Ogodo et al., 2020;Rajasekaran et al., 2008). 1. Insulin Buatan Mekanisme produksi insulin menggunakan E. coli melibatkan penyisipan gen insulin manusia ke dalam DNA bakteri. Hal ini biasanya dilakukan dengan menggunakan teknologi DNA rekombinan, dimana gen insulin manusia disisipkan ke dalam plasmid, yang kemudian plasmid tersebut dimasukkan ke dalam bakteri E. coli. Bakteri E. coli akan mengekspresikan gen yang telah disisipkan dan memproduksi insulin yang berupa agregat protein polar yang kemudian dilarutkan dan dilipat kembali untuk menghasilkan insulin aktif. Proses ini memungkinkan produksi insulin dalam skala besar yang merupakan hormon penting untuk pengobatan penyakit diabetes (Nilsson et al., 1996)
128 Gambar 1. Proses Produksi Insulin (Sumber: https://www.eduhk.hk/) 2. Bioremediasi Laut Bioteknologi biru merupakan istilah yang digunakan dalam penerapan bioteknologi dengan tujuan eksplorasi, pemanfaatan dan pemberdayaan sumber daya kelautan. salah satu aplikasinya yaitu memanfaatkan kemampuan mikroorganisme laut tertentu untuk mendegradasi polutan, seperti hidrokarbon di perairan laut. Mikroorganisme ini dapat memanfaatkan mekanisme seperti biodegradasi, biosequestration, dan volatilisasi untuk memecah dan menghilangkan kontaminan dari air. Selain itu, kemampuan metabolisme mikroorganisme digunakan untuk meminimalisasi atau mengubah polutan yang mengarah pada detoksifikasi atau pembuangannya dari ekosistem laut (Dell’ Anno et al., 2021). Hal ini menunjukkan potensi mikroba laut dalam
129 proses bioremediasi yang menawarkan cara alami dan efektif untuk mengurangi polusi yang ada di laut. Terdapat beberapa genus mikroba, seperti Alcanivorax, Pseudomonas, Acinetobacter, Flavobacterium, dan Marinobacter termasuk ke dalam bakteri-bakteri yang dapat mendegradasi hidrokarbon (Zhang et al., 2010) 3. CRISPR/Cas9 CRISPR/Cas9 merupakan salah satu terobosan teknologi dalam rekayasa atau editing gen yang memberikan dampak kemajuan signifikan dalam dunia biomedis. Prinsip yang digunakan pada teknik ini merujuk pada mekanisme pertahanan diri bakteri dalam mengatasi virus. Sistem ini terdiri dari nuklease Cas9, yang dipandu oleh single-guide RNA (sgRNA) menuju untai DNA target, yang kemudian menginduksi pemotongan untai ganda. Hasil potongan akan disambungkan kembali melalui mekanisme alami pada sel, sehingga memungkinkan terjadinya perubahan genetik tertentu. Sistem CRISPR/Cas9 telah menjadi terobosan mutakhir untuk studi fundamental, diagnosis molekuler, rekayasa metabolisme, penambangan fungsi gen, bukan hanya pada pada organisme uniseluler namun dapat diaplikasikan pada organisme eukariotik multiseluler (Mu et al., 2022)
130 Gambar 2. Sistem CRISPR/Cas9 pada bakteri (Sumber: https://www.mdpi.com/) Bioteknologi tanaman telah dimanfaatkan manusia sejak zaman dahulu kala untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman. Sejak manusia pertama kali mendomestikasi tanaman, mereka telah melakukan pemuliaan selektif secara konvensional dengan cara memilih dan menanam benih dari tanaman dengan karakteristik yang diinginkan. Pemuliaan konvensional ini memakan waktu yang lama dan seringkali tidak dapat mentransfer sifat yang diinginkan (Thieman and Palladino, 2020) Bioteknologi telah memiliki dampak yang signifikan terhadap produksi tanaman pertanian. Teknik-teknik seperti
131 marker-assisted selection, pembiakan mutasi, dan fusi protoplas telah mempercepat dan meningkatkan efisiensi pemuliaan tanaman secara konvensional. Rekayasa genetika dapat memberikan sifat-sifat baru yang ditambahkan ke tanaman, seperti sifat tahan terhadap hama dan herbisida. Hasil dari rekayasa genetika telah meningkatkan produktivitas pertanian dan mengurangi penggunaan pestisida (Thieman and Palladino, 2020) Kemajuan dalam bidang biologi molekuler dan rekayasa genetika memungkinkan dikembangkannya teknik-teknik bioteknologi tanaman yang jauh lebih canggih dan efisien dibandingkan pemuliaan konvensional. Teknik-teknik tersebut mulai dikembangkan pada awal tahun 1980an dan terus berkembang pesat hingga saat ini. Beberapa contoh tanaman hasil rekayasa genetika pertama kali diperkenalkan ke pasaran pada 1990an, seperti mentimun, tomat, kedelai, dan kapas tahan hama. Secara istilah, bioteknologi tanaman adalah pemanfaatan teknik-teknik rekayasa genetika dan biologi molekuler untuk memodifikasi tanaman dengan tujuan meningkatkan produktivitas, ketahanan terhadap hama dan penyakit, kandungan nutrisi, rasa, dan karakteristik lainnya. Menurut Pauls (1995), terdapat beberapa metode utama yang digunakan untuk memanipulasi sifat-sifat genetik pada tanaman. Beberapa metode yang umum digunakan dalam bioteknologi tanaman antara lain sebagai berikut. 1. Marker-assisted selection
132 Metode ini memanfaatkan penanda genetik untuk mempercepat pemilihan tanaman yang memiliki sifatsifat yang diinginkan. 2. Pembiakan Mutasi Metode mutasi juga seringkali diterapkan, di mana bahan kimia atau radiasi sinar digunakan untuk menginduksi mutasi acak pada tanaman. Tujuannya adalah untuk menghasilkan variasi genetik baru yang dapat memberikan keunggulan tertentu pada tanaman. 3. Fusi Protoplas Salah satu teknik yang digunakan untuk menghasilkan hibrida unggul. Protoplas dari dua spesies tanaman berbeda dicampur dan digabungkan untuk mendapatkan tanaman yang memiliki kombinasi sifat-sifat yang diinginkan. 4. Transfer Gen Metode transfer gen menggunakan Agrobacterium tumefaciens merupakan cara lain yang dimanfaatkan dalam bioteknologi tanaman. Bakteri A. tumefaciens digunakan untuk mentransfer gen asing ke dalam tanaman dengan tujuan untuk menghasilkan tanaman yang memiliki sifat-sifat yang diinginkan. 5. Particle Bombardment atau Gene Gun Pada metode ini, partikel logam berlapis DNA ditembakkan ke dalam sel tanaman untuk mentransfer gen. Dalam prosesnya,, partikel logam tersebut, seringkali emas atau tungsten, dibalut dengan materi
133 genetik yang ingin ditransfer, ditembakkan secara langsung ke dalam sel tanaman target. Tujuan dari prosedur ini adalah untuk mengintroduksi dan mentransfer gen ke dalam genom tanaman dengan cara yang lebih langsung dan tanpa perlu bergantung pada Agrobacterium atau mikroorganisme lainnya. Teknik ini dapat mengatasi beberapa kendala yang mungkin ditemui dalam metode transfer gen konvensional. Meskipun efektif, Gene Gun memiliki beberapa kelemahan, seperti terdapat potensi kerusakan sel dan kebutuhan untuk regenerasi tanaman setelah transpor material genetik ke dalam genom tanaman. Meskipun begitu, metode ini tetap menjadi alat yang berguna dalam mengubah sifat-sifat genetik tanaman untuk mencapai karakteristik yang diinginkan. Gambar 3. Gene Gun untuk mentransfer gen pada tanaman (Sumber :Thieman and Palladino, 2020) 6. Teknologi CRISPR-Cas Teknologi CRISPR-Cas telah mengubah lanskap bioteknologi tanaman dengan memungkinkan pengeditan gen secara presisi. Dengan menggunakan enzim Cas9
134 dan RNA guide, peneliti dapat dengan cepat dan efisien menyunting sekuens DNA spesifik dalam genom tanaman, menciptakan varietas dengan sifat-sifat yang diinginkan, seperti ketahanan terhadap penyakit atau peningkatan hasil panen. Keunggulan utama teknologi ini terletak pada presisi tinggi dan kemudahan penggunaannya, membuka peluang baru dalam pemuliaan tanaman dan pengembangan varietas yang lebih unggul secara genetik. Dengan menerapkan metode-metode tersebut, maka rekayasa genetika pada tanaman dapat dilakukan dengan cara melibatkan manipulasi langsung pada genom tanaman, terutama melalui penyisipan gen baru ke dalam tanaman target, yang menghasilkan tanaman transgenik. Proses rumit ini, dikenal sebagai transformasi, yang dapat mengintroduksi gen dengan sifat-sifat yang sulit dicapai melalui metode pembiakan tradisional. Contohnya termasuk penyisipan gen bakteri untuk ketahanan terhadap hama atau rekayasa tanaman budidaya agar tahan terhadap herbisida. Berdasarkan data, sebagian besar produksi pertanian dunia, seperti 83 persen kedelai, 75 persen kapas, dan 29 persen jagung, mengalami modifikasi genetika, sehingga dapat disebut sebagai Genetically Modified Organism (GMO). Negara-negara yang berkontribusi pada perkembangan GMO ini yaitu Amerika Serikat, Brasil, Argentina, India, dan Kanada. Penerimaan luas GMO pada tanaman mencerminkan dampak transformasional dan signifikansi global dari rekayasa genetika tanaman (Thieman and Palladino, 2020)
135 Tabel 3. Data Beberapa Tanaman GMO Tanaman Sifat Unggul Tahun Jagung Ketahanan herbisida; Bt (ketahanan hama); amilase ditambahkan untuk produksi etanol (biofuel). 2013 herbisida; 2013 gabungan gen; 26–85% Kapas Ketahanan herbisida dan hama herbisida; 2013 Bt; 2013; gabungan gen 49– 80% Tebu Ketahanan hama; peningkatan gula Tidak dilaporkan Cabai Ketahanan terhadap virus mosaic Jumlah kecil yang ditanam di China Tomat Penekanan gen PG Gen Jumlah kecil yang ditanam di China Gandum Ketahanan herbisida Tidak diketahui Sumber: ‚Executive Summary: Global Status of Commercialized Biotech/GM Crops: 2014—ISAAA Brief 49- s2014 | ISAAA.org‛
136 Terlepas dari semua kontroversi dan kekhawatiran, bioteknologi tanaman terus mengalami perkembangan dan memberikan harapan dalam meningkatkan ketahanan pangan dunia di masa depan. Namun, tentunya penerapannya harus dilakukan dengan bijak dan penuh tanggung jawab, agar bermanfaat bagi manusia dan tidak membahayakan lingkungan. Bioteknologi hewan mencakup penggunaan hewan coba dan bioreaktor untuk kepentingan penelitian dan produksi obat. Rekayasa genetika yang dilakukan pada hewan juga membantu pengembangan dunia pengobatan, meningkatkan pemasukan kebutuhan pangan, dan meningkatkan pengetahuan akan hewan, dan terutama pengetahuan akan pengobatan pada manusia. Hewan banyak digunakan dalam aplikasi bioteknologi, seperti pengembangan vaksin polio yang telah mencegah manusia dari kematian dan kelemahan dari penyakit polio. Selain itu, teknik operasi katarak yang menggunakan uji coba pada hewan juga dapat membantu manusia dari kehilangan penglihatan setidaknya satu mata per tahun. Selain hewan mamalia, Ikan zebra (Brachydanio rerio) merupakan salah satu hewan yang juga secara umum digunakan dalam percobaan karena dapat tumbuh dengan cepat untuk digunakan dalam mempelajari gen dan analisis toksikologi. Namun, seiring berkembangnya bioteknologi, peneliti saat ini telah menggunakan kultur sel dan model komputer untuk melakukan percobaan sehingga dapat mengurangi dana yang dikeluarkan dan tidak menyita banyak waktu (Thieman and Palladino, 2020).
137 Selain penggunaan hewan coba, kultur sel, dan model komputer, bioteknologi hewan juga mencakup berbagai teknologi yang telah ada, seperti kloning hewan, hewan transgenik, dan pembuatan antibodi monoklonal. 1. Kloning Produksi domba Dolly pada tahun 1997 yang berasal dari nukleus hewan lain menjadi salah satu terobosan besar dalam bidang bioteknologi. Secara alami, DNA manusia atau hewan mengandung gen dari dua individu dalam satu spesies. Namun, kloning telah membuat sesuatu yang berbeda dengan menggunakan hanya satu gen yang berkontribusi (Thieman and Palladino, 2020) Kloning hewan menggunakan DNA dari sel donor yang dimasukkan ke dalam sel telur hewan lain. Pada tahapan pertama, sel dikumpulkan dari hewan donor dan ditempatkan pada media kultur yang rendah akan nutrisi. Sel dalam keadaan ini masih tetap hidup, namun terjadi kekurangan nutrisi, sehingga akan berhenti membelah dan mematikan gen-gen yang aktif. Kemudian sel donor akan siap untuk dimasukan ke dalam sel telur penerima. Sel telur disiapkan dalam keadaan tidak memiliki inti sel (enucleation). Kemudian, sebuah pipet menyedot DNA yang terkonsentrasi pada inti sel telur. Setelah itu, teknik Honolulu dilakukan dengan menginjeksikan nukleus sel donor secara langsung pada bagian tengah sel telur tanpa nukleus tersebut. Setelah DNA diterima oleh sel telur, sel baru akan merespon dengan menjadi sel embrionik. Kemudian terjadi pembelahan pada sel telur yang dibuahi seperti biasa.
138 Selama beberapa hari pertama, embrio tumbuh di dalam inkubator. Kemudian, embrio dipindahkan ke ibu pengganti untuk kehamilan. Ibu pengganti akan melahirkan klon secara genetik yang identik sama dengan genetik donor. Beberapa hewan yang berhasil diklon adalah domba, kambing, sapi, babi, unta, dan beberapa hewan lain yang terancam punah (Science and Committee on Science, 2002). Gambar 4. Proses kloning pada hewan (sumber : https://funginstitute.berkeley.edu/) 2. Hewan Transgenik Selain tanaman, transgenik dengan introduksi gen juga dapat dilakukan pada hewan. Terdapat beberapa
139 teknik dalam hewan transgenik, yaitu menggunakan media retrovirus, pronuclear microinjection, metode embrionik stem cell, transfer dengan media sperma, dan gen guns. Transgenik yang menggunakan media retrovirus yaitu menggunakan retrovirus sebagai vektor (pembawa) DNA yang baru. Metode pronuclear microinjection mengintroduksi DNA transgenik pada tahap awal perkembangan zigot (telur yang telah mengalami fertilisasi). Metode embrionik stem cell menggunakan sel embrionik dari massa sel blastosit yang kemudian dicampur dengan DNA yang dilakukan menggunakan DNA rekombinan. Transfer dengan media sperma juga menggunakan protein penghubung (linker protein) untuk mengikat DNA dengan sel sperma. Selain itu, gen guns (alat untuk menembakkan gen) juga digunakan dalam sel hewan (Shakweer et al., 2023). Hewan transgenik telah membantu pasokan pangan dunia dengan mengintroduksi gen dengan pertumbuhan yang cepat sehingga dapat dipasarkan dengan cepat juga, yang disebut dengan peningkatan selektif (selective improvement). Pada industri susu, peneliti juga menggunakan hewan transgenik untuk meningkatkan produksi susu dengan memproduksi susu kaya akan protein dan rendah lemak. Selain itu, racun pada makanan manusia juga akan menurun di masa depan karena adanya transfer gen anti mikroba pada hewan ternak (Thieman and Palladino, 2020)
140 3. Antibodi Monoklonal Pada tahun 1980 an, penggunaan antibodi menjadi sebuah pengobatan yang efektif dalam mencari dan menghancurkan sel tumor. Salah satu masalah yang membatasi antibodi tersebut adalah tidak dapat memproduksi antibodi yang spesifik dengan jumlah yang besar. Pada awalnya, peneliti mengambil myeloma, yaitu sel tumor yang mengeluarkan antibodi. Namun, myeloma tidak dapat diprogram untuk memproduksi antibodi yang spesifik. Antibodi monoklonal menjadi teknologi yang dapat dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut (Thieman and Palladino, 2020) Pertama-tama tikus atau mencit diinokulasikan dengan antigen yang akan memicu antibodi yang diinginkan. Setelah hewan memproduksi respon imun pada antigen, organ limpa diambil. Sel limpa difusikan dengan sel myeloma yang tidak memproduksi antibodi sendiri. Sel hasil fusi disebut dengan sel hibridoma. Sel hibridoma akan tumbuh secara cepat seperti sel myeloma pada umumnya dan memproduksi antibodi spesifik yang difusikan dengan limfosit hewan (Committee on Methods of Producing Monoclonal Antibodies, 1999). Antibodi monoklonal telah digunakan sebagai pengobatan kanker, penyakit jantung, dan penolakan pada transplantasi organ. Namun, kekurangan dari teknik ini adalah menimbulkan immunogenicity, yaitu yang dikenal dengan respon human anti mouse antibody (HAMA). Pasien akan secara cepat menghilangkan