Pengantar ilmu KIMIA 91 F. Hukum Pertama Temodinamika Hukum Pertama Termodinamika menjelaskan tentang energi yang ada dalam suatu sistem dan dikenal sebagai Hukum Kekekalan Energi. Dalam Hukum Kekekalan Energi, energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan, hanya dapat berubah bentuk, dari bentuk satu ke bentuk lainnya. Oleh karena itu, Hukum Pertama Termodinamika sering disebut Hukum Kekekalan Energi. Hukum Pertama Termodinamika menyatakan bahwa kalor dan kerja mekanik dapat saling tukar antara sistem/zat dengan lingkungannya, maka sejumlah kerja mekanik dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah kalor, dan sebaliknya. Dengan demikian, energi panas/kalor (Q) yang diberikan oleh lingkungan ke sistem sama dengan kerja eksternal (W) yang dilakukan sistem ditambah dengan perolehan energi dalam sistem (∆U) karena kenaikan suhu. Energi dalam suatu sistem (U) sendiri merupakan jumlah dari energi kinetik (Ek) dan energi potensial (Ep) dari molekul pembangun sistem. Energi yang tersimpan dalam suatu sistem atau zat, merupakan sifat mikroskopik, sehingga tidak dapat diukur secara langsung. Sehubungan hukum kekekalan energi dari suatu sistem termodinamika, ada beberapa proses yang dikenal sebagai proses isotermik, isokhorik, isobarik, dan adiabatik. Dari energi yang ada pada proses tersebut, dapat pula dihitung berapa kapasitas panas kalornya, entalpi, dan kalor yang dihasilkan dari proses tersebut. Jika kalor diberikan kepada sistem, volume dan suhu sistem akan bertambah (sistem akan terlihat mengembang
92 Pengantar ilmu KIMIA dan bertambah panas). Sebaliknya, jika kalor diambil dari sistem, volume dan suhu sistem akan berkurang (sistem tampak mengerut dan terasa lebih dingin). Prinsip ini merupakan hukum alam yang penting dan salah satu bentuk dari hukum kekekalan energi. Sistem yang mengalami perubahan volume akan melakukan usaha dan sistem yang mengalami perubahan suhu akan mengalami perubahan energi dalam. Dengan demikian kalor yang diberikan kepada sistem akan menyebabkan sistem melakukan usaha dan mengalami perubahan energi dalam. Prinsip ini dikenal sebagai hukum kekekalan energi dalam termodinamika atau disebut Hukum Pertama Termodinamika. Sehubungan dengan energi dalam (U) sistem, untuk suatu proses dengan keadaan akhir (2) dan keadaan awal (1), maka secara umum perubahan energi dalam dapat dirumuskan sebagai berikut: ∆U = U2 – U1 Jika sistem menyerap kalor q dari lingkungannya dan melakukan kerja w pada lingkungannya, maka secara matematis, Hukum Pertama Termodinamika adalah hukum umum konservasi energi yang diterapkan pada sistem apa pun di mana transfer energi dari atau ke lingkungan (melalui panas dan kerja) diperhitungkan sebagai persamaan berikut: ∆U = q + w dimana: U = energi dalam q = kalor
Pengantar ilmu KIMIA 93 w = usaha/kerja Perubahan energi dalam ∆U tidak bergantung pada proses bagaimana keadaan sistem berubah, tetapi hanya bergantung pada keadaan awal dan keadaan akhir sistem tersebut. Dalam termodinamika proses-proses dibedakan atas empat jenis, yaitu isotermik, isokhorik, isobarik, dan adiabatik. Perubahan energi dalam yang terjadi pada setiap proses tersebut diringkas dalam tabel berikut. No. Nama Proses Arti Grafik P-V Usaha 1. Isotermik Suhu konstant W = Q = ( ) 2. Isokhorik Volume tetap W = 0 3. Isobarik Tekanan tetap W = P. ∆V 4. Adiabatik Tidak ada pertukaran kalor antara sistem dengan lingkungan W = Q = ( )
94 Pengantar ilmu KIMIA G. Hukum Kedua Temodinamika Salah satu tujuan utama mempelajari termodinamika dari sudut pandang kimiawan ialah agar dapat memprediksi apakah suatu reaksi akan terjadi atau tidak ketika sejumlah pereaksi dicampur pada sekumpulan kondisi tertentu (misalnya, pada suhu, tekanan, dan konsentrasi tertentu). Reaksi yang sesungguhnya terjadi pada kondisi-kondisi tersebut dinamakan reaksi spontan. Jika reaksinya tidak terjadi, maka disebut sebagai reaksi tidak spontan. Contohnya, besi yang terkena air dan oksigen membentuk karat, tetapi karat tidak spontan berubah menjadi besi kembali. Jika kita mengasumsikan bahwa proses spontan terjadi dengan tujuan untuk menurunkan energi suatu sistem, kita dapat menjelaskan mengapa bola berguling ke bawah dan air terjun bergerak ke bawah. Demikian juga, banyak reaksi eksotermik merupakan reaksi spontan. Namun, bukan berarti reaksi ini selalu terjadi. Seperti halnya reaksi endotermik spontan, reaksi eksotermik pun bisa saja berlangsung tidak spontan. Kita tidak dapat memastikan reaksi kimia akan terjadi secara spontan hanya atas dasar perubahan energi dalam sistem. Untuk membuat memprediksinya, kita memerlukan kuantitas termodinamika lain yang disebut sebagai entropi. Hukum kedua termodinamika menyatakan hubungan antara entropi dan kespontanan bahwa ‚Entropi semesta (universe) akan meningkat dalam proses spontan dan tidak berubah dalam proses kesetimbangan‛. Entropi (S) adalah ukuran keacakan atau ketidakteraturan suatu sistem.
Pengantar ilmu KIMIA 95 Semakin besar ketidakteraturan suatu sistem, semakin besar entropinya. Sebaliknya, semakin teratur suatu sistem, semakin kecil entropinya. Untuk zat apa pun, partikel dalam keadaan padat lebih teratur dibandingkan dalam keadaan cair, dan partikel dalam keadaan cair lebih teratur dibandingkan dalam keadaan gas. Jadi, untuk jumlah molar yang sama dari suatu zat, dapat kita tuliskan: Spadatan ˂ Scairan ˂ Sgas Sehingga, entropi menjelaskan banyaknya atom, molekul, atau ion yang terdistribusi secara tidak-teratur dalam suatu ruang tertentu. Perubahan entropi dalam semesta (∆Suniv) untuk proses apa saja adalah jumlah perubahan entropi dalam sistem (∆Ssis) dan perubahan entropi lingkungan (∆Sling). Hukum kedua termodinamika dinyatakan sebagai berikut. Untuk proses spontan: ∆Suniv = ∆Ssis + ∆Sling ˃ 0 Untuk proses kesetimbangan: ∆Suniv = ∆Ssis + ∆Sling = 0 H. Perubahan Entropi dalam Sistem Untuk menghitung ∆Suniv, kita perlu mengetahui ∆Ssis dan ∆Sling. Suatu sitem dinyatakan dengan reaksi berikut. aA + bB → cC + dD Entropi reaksi standar ∆S°rxn adalah ∆S°rxn = [cS° (C) + dS° (D)] - [aS° (A) + bS° (B)]
96 Pengantar ilmu KIMIA atau, secara umum dengan menggunakan Σ untuk menyatakan penjumlahan serta m dan n untuk koefisien stoikiometri pada reaksi ∆S°rxn = Σ nS° (produk) - Σ nS° (pereaksi) Terdapat beberapa aturan umum untuk memprediksi perubahan entropi sistem pada suatu reaksi, yaitu 1. Jika suatu reaksi menghasilkan lebih bayak molekul gas dibandingkan yang dikonsumsinya maka ∆S° positif. 2. Jika jumlah total molekul gas berkurang maka ∆S° negatif. 3. Jika tidak ada perubahan bersih dalam jumlah total molekul gas maka ∆S° bisa positif atau negatif tetapi nilainya akan kecil. I. Perubahan Entropi dalam Lingkungan Bila suatu proses eksotermik berlangsung dalam suatu sistem, kalor yang dipindahkan ke lingkungan mneingkatkan gerakan molekul di lingkungan. Akibatnya, ada peningkatan ketidakteraturan pada tingkat molekul, dan entropi lingkungan meningkat. Sebaliknya, proses endotermik dalam sistem menyerap kalor dari lingkungan dan dengan demikian menurunkan entropi lingkungan karena gerakan molekul berkurang. Untuk proses pada tekanan konstan, perubahan kalor sama dengan perubahan entalpi sistem, ∆Hsis. Dengan demikian, perubahan entropi lingkungan, ∆Sling, berbanding lurus terhadap ∆Hsis. ∆Sling ~ - ∆Hsis
Pengantar ilmu KIMIA 97 Tanda minus digunakan jika prosesnya eksotermik, ∆Hsis negatif dan ∆Sling positif, menandakan adanya peningkatan entropi. Sebaliknya, untuk proses endotermik, ∆Hsis positif dan ∆Sling negatif menunjukkan bahwa entropi lingkungan menurun. Yang artinya, semakin tinggi suhu semakin kecil ∆Sling dan sebaliknya, dengan hubungan matematis sebagai berikut. ∆Sling Entalpi adalah istilah dalam termodinamika yang menyatakan jumlah energi internal dari suatu sistem ditambah energi yang digunakan untuk melakukan kerja. Entalpi mengukur perubahan panas atau perubahan energi internal sistem selama reaksi kimia di bawah tekanan konstan. Entalpi adalah ukuran total energi dalam sistem, meskipun selalu menunjukkan perubahan dalam sistem energi pada tekanan konstan karena total entalpi sistem tidak dapat diukur. Entalpi dilambangkan sebagai ∆H. Sehingga, pada tekanan tetap, perubahan entalpi sama dengan kalor (q) yang diserap maupun kalor yang dilepas. Perubahan entalpi molar adalah perubahan entalpi dengan disertai reaksi atau perubahan zat dari unsur-unsur pembentuknya setiap 1 mol. Entalpi molar disebut juga entalpi pembentukan. Satuan entalpi molar adalah kJ/mol atau kJ mol⁻¹. Perubahan entalpi dari pembentukan 1 mol zat langsung dari unsur-unsur pembentuknya disebut entalpi molar pembentukan atau entalpi pembentukan. Perubahan entalpi (∆H) adalah perubahan kalor yang terjadi pada suatu reaksi kimia. Perubahan entalpi atau ∆H ini merupakan
98 Pengantar ilmu KIMIA selisih antara entalpi produk dengan entalpi reaktan yang dirumuskan dengan: ∆H = Hproduk - Hreaktan Nilai entalpi yang negatif dari suatu sistem atau reaksi kimia, menunjukkan bahwa proses berlangsung secara eksoterm. Reaksi eksoterm adalah reaksi yang melepaskan kalor dari sistem ke lingkungan, sehingga kalor dari sistem akan berkurang. Tanda reaksi eksoterm adalah ∆H = – (negatif). Nilai entalpi yang positif dari suatu sistem atau reaksi kimia, menunjukkan bahwa proses berlangsung secara endoterm. Reaksi endoterm adalah reaksi dimana sistem menerima kalor dari lingkungan, sehingga kalor diserap oleh sistem dari lingkungan. Tanda reaksi endoterm adalah ∆H = + (positif). J. Hukum Ketiga Termodinamika Hukum Ketiga Termodinamika menyatakan bahwa entropi suatu sistem mendekati nilai konstan ketika suhu mendekati nol absolut. Entropi sistem pada nol absolut biasanya nol, dan dalam semua kasus hanya ditentukan oleh jumlah kondisi dasar yang dimilikinya. Secara khusus, entropi zat kristal murni (urutan sempurna) pada suhu nol absolut adalah nol. K. Energi Bebas Gibbs Hubungan antara entalpi dan entropi ada dalam kaitan dengan Energi Bebas Gibbs. Energi Bebas Gibbs sendiri adalah fungsi kuantitas termodinamika yang menyatakan
Pengantar ilmu KIMIA 99 hubungan antara entalpi, entropi, dan suhu sistem dan direpresentasikan dengan persamaan sebagai berikut. G = H – TS dimana: G = energi bebas Gibbs H = entalpi T = suhu (°K) S = entropi Perubahan energi bebas (∆G) suatu sistem pada proses pada suhu tetap ialah ∆G = ∆H - T∆S Dalam konteks ini, energi bebas ialah energi yang tersedia untuk melakukan kerja. Jadi, suatu reaksi diiringi dengan pelepasan energi yang berguna, dengan kata lain, jika ∆G negatif, maka menjamin bahwa reaksinya spontan. Penentuan energi bebas reaksi kimia umumnya dinyatakan dalam perubahan energi bebas Gibbs standar yang dinotasikan sebagai ∆G°rxn. Perubahan energi bebas Gibbs dapat diterapkan jika reaksi dilakukan pada keadaan standar (25ºC, 1 atm). Energi bebas standar suatu reaksi tidak diukur secara langsung, namun berdasarkan sifat-sifat energi bebas sebagai fungsi keadaan. Karena perubahan energi bebas Gibbs merupakan fungsi keadaan, maka pengukuran energi bebas reaksi dapat dilakukan melalui pengukuran perubahan entalpi dan perubahan entropi pada suhu dan tekanan standar. Setelah itu, energi bebas dihitung dengan menggunakan persamaan energi bebas
100 Pengantar ilmu KIMIA Gibbs. Untuk menghitung ∆G°rxn dapat digunakan persamaan berikut. aA + bB → cC + dD Perubahan energi bebas Gibbs standar dari reaksi ini adalah ∆G°rxn = [c∆G°f (C) + d∆G°f (D)] - *a∆G°f (A) + b∆G°f (B)] atau, secara umum, ∆S°rxn = Σn∆G°f (produk) - Σm∆G°f (pereaksi) Untuk menghitung ∆G° digunakan nilai ∆H° dan ∆S° dengan persamaan sebagai berikut. ∆G° = ∆H° - T∆S° Faktor-faktor yang mempengaruhi tanda ∆G dalam hubungan ∆G = ∆H – T∆S adalah sebagai berikut. ∆H ∆S ∆G + + Reaksi berlangsung spontan pada suhu tinggi, Pada suhu rendah, reaksi spontan pada arah berlawanan. + - ∆G selalu positif. Reaksi spontan pada arah berlawanan pada semua suhu. - + ∆G selalu negatif. Reaksi berlangsung spontan pada semua suhu. - - Reaksi berlangsung spontan pada suhu rendah. Pada suhu tinggi, reaksi spontan pada arah berlawanan.
Pengantar ilmu KIMIA 101 L. Energi Bebas dan Kesetimbangan Kimia Pada kondisi yang bukan kondisi standar, kita harus menggunakan ∆G dan bukan ∆G° untuk memprediksi arah reaksi. Hubungan antara ∆G dan ∆G° yang dapat diturunkan dari termodinamika ialah ∆G = ∆G° + RT ln Q dimana: R = konstanta gas (8,314 J/K mol⁻¹) T = suhu mutlak reaksi Q = koefisien reaksi Dapat kita lihat bahwa ∆G bergantung pada dua kuantitas, yakni ∆G° dan RT ln Q. Untuk reaksi tertentu pada suhu T, nilai ∆G° tetap namun nilai RT ln Q tidak, karena Q berbeda-beda tergantung komposisi campuran yang bereaksi. Pada kesetimbangan, berdasarkan definisi, ∆G = 0 dan Q = K, dimana K adalah konstanta kesetimbangan. Jadi 0 = ∆G° + RT ln K ∆G° = -RT ln K Dalam persamaan ini, Kp digunakan untuk gas dan Kc digunakan untuk reaksi dalam larutan. Semakin besar K, maka semakin negatif nilai ∆G°. Hubungan antara ∆G° dan K sebagaimana diprediksi oleh Persamaan ∆G° = - RT ln K adalah sebagai berikut.
102 Pengantar ilmu KIMIA K ln K ∆G° Catatan: ˃ 1 Positif Negatif Produk lebih banyak daripada reaktan pada kesetimbangan = 1 0 0 Produk sama banyak dengan reaktan pada kesetimbangan ˂ 1 Negatif Positif Reaktan lebih banyak daripada produk pada kesetimbangan Latihan 1. Berapa kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu 7,35 g air dalam 21,0 ke 98,0 °C? (Asumsikan kalor spesifik air adalah 4,18 J g⁻¹ °C⁻¹ dalam kisaran suhu tersebut.) 2. Prediksi apakah perubahan entropi sistem dalam masing-masing reaksi berikut bernilai positif atau negatif. a. I₂(s) 2I(g) b. 2Zn(s) + O₂(g) 2ZnO(s) 3. Perubahan energi bebas standar untuk reaksi N₂(g) + 3H₂(g) ⇌ 2NH₃(g)
Pengantar ilmu KIMIA 103 ialah -33,2 kJ dan konstanta kesetimbangan Kp ialah 6,59 x 10⁵ pada 25 °C. Dalam suatu percobaan, tekanan awal adalah PH₂ = 0,250 atm, PN₂ = 0,870 atm, dan PNH₃ = 12,9 atm. Hitung ∆G dan prediksi arah reaksi. Penyelesaian: 1. Kalor spesifik adalah kapasitas kalor dari 1,00 g air Kapasitas kalor sistem (7,35 g air) adalah 7,35 g air x Perubahan suhu yang diperoleh dalam sistem adalah (98,0 – 21,0) °C = 77,0 °C Kalor yang diperlukan untuk perubahan suhu ini adalah 30,7 J °C x 77,0 °C = 2,36 x 10³ J 2. a. ∆S ˃ 0 karena padatan diubah menjadi dua produk. b. ∆S ˂ 0 karena jumlah gas membentuk cairan. 3. ∆G = ∆G° + RT ln Qp = ∆G° + RT ln = -33,2 x 1000 J/mol + (8,314 J/K . mol)(298 K) x ln ( ) ( ) ( ) = -9,9 x 10³ J/mol = -9,9 kJ/mol
104 Pengantar ilmu KIMIA
Pengantar ilmu KIMIA 105 KESETIMBANGAN KIMIA Mokhamat Ariefin, M.Sc.
106 Pengantar ilmu KIMIA ab kesetimbangan kimia merupakan bagian yang esensial dalam memahami perilaku reaksi kimia. Kesetimbangan kimia merujuk pada kondisi di mana laju reaksi ke depan sama dengan laju reaksi ke belakang, sehingga tidak ada perubahan neto dalam konsentrasi spesi kimia yang terlibat. Memahami kesetimbangan kimia menjadi kunci untuk merinci bagaimana suatu sistem bereaksi terhadap perubahan kondisi tertentu, seperti konsentrasi awal reaktan, suhu, atau tekanan. Dalam bab ini, akan dibahas konsep dasar kesetimbangan kimia, hukum kesetimbangan, serta bagaimana faktor-faktor eksternal memengaruhi dan memodifikasi kondisi kesetimbangan suatu reaksi kimia. A. Reaksi reversible dan kesetimbangan dinamis Sebagian kecil dari reaksi di alam menunjukkan sifat irreversibel, di mana fenomena tersebut hanya berlangsung dalam satu arah . Sebaliknya, mayoritas reaksi bersifat reversibel, di mana setelah terbentuknya produk reaksi, spesi produk memiliki kemampuan untuk mengalami reaksi balik dan kembali menjadi reaktan. Proses ini berlangsung secara berkelanjutan hingga mencapai suatu kondisi kesetimbangan dalam sistem reaksi. Pembuatan amonia melalui proses Haber-Bosch merupakan salah satu penerapan konsep kesetimbangan untuk memperoleh hasil amonia yang optimum (Liu, 2013). Agar mengerti lebih dalam mengenai kesetimbangan, kita akan membahas mengenai reaksi sintesis amonia (NH3) berikut. B
Pengantar ilmu KIMIA 107 ( ) ( ) ⇌ ( ) Dalam proses pembuatan NH3, kita tidak pernah menemui kondisi reaktan N2 dan H2 mencapai jumlah nol saat reaksi telah berlangsung. Hal ini hanya akan terjadi jika reaksi berlangsung secara bolak-balik. Pada proses tersebut, terdapat dua reaksi yang terjadi secara bersamaan. ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) Pada reaksi pembentukan amonia, pengamatan yang terjadi adalah jumlah reaktan, N2 dan H2, yang semakin berkurang hingga mencapai kestabilan jumlah yang stabil. Sedangkan jumlah amonia akan meningkat terus hingga mencapai jumlah yang stabil. Fenomena ini dapat dijelaskan menggunakan reaksi yang berjalan secara bolak-balik seperti pada persamaan 6.1 dan 6.2. Pada awal reaksi, laju penurunan konsentrasi N2 dan H2 akan signifikan karena konsentrasinya yang tinggi untuk membentuk NH3 sesuai dengan persamaan reaksi 6.1. Saat NH3 mulai terbentuk dan terakumulasi, maka molekul NH3 dapat saling bertabrakan membentuk kembali N2 dan H2 sesuai dengan persamaan reaksi 6.2. Saat N2 dan H2 kembali terbentuk, laju reaksi penurunan N2 dan H2 mulai melambat. Hingga pada saat tertentu, kedua reaksi memiliki kecepatan yang sama, baik pembentukan atau dekomposisinya, sehingga jumlah N2, H2, dan NH3 berada dalam kondisi yang stabil. Jika digambarkan melalui grafik, dapat dilihat pada gambar 1.
108 Pengantar ilmu KIMIA Gambar 1. Grafik hubungan konsentrasi dan waktu. B. Konstanta kesetimbangan Pada reaksi yang berada dalam keadaan reversibel, sangat memungkinkan bagi kita untuk memprediksikan rasio dari konsentrasi produk dan reaktan dalam keadaan setimbangnya. Berbagai variasi metode penentuan konstanta kesetimbangan dilakukan bergantung pada jenis reaksi yang diamati seperti metode absorbsi UV-Visibel (Harwood and Jones, 1994), pemanasan bertahap(Semenov et al., 2022) , dan metode distribusi (Seki, 2020). Untuk mempermudah mempelajari konstanta kesetimbangan, perhatikan tabel 1 dan reaksi sederhana dekomposisi dari N2O4 berikut ini. ( ) ⇌ ( ) ( )
Pengantar ilmu KIMIA 109 Tabel 1. tabel data konsenyrasi N2O4 dan NO2 Awal Setimbang Rasio setimbang N2O4 NO2 N2O4 NO2 0,670 0 0,643 0,055 0,709 0 0,322 0,039 0,8385 0,023 0,418 0,04 Pada tabel 6.1 menunjukkan [NO2] dan [N2O4] yang bervariasi, tergantung dengan jumlah konsentrasi awal yang digunakan. Kita dapat mencari hubungan antara [NO2] dengan [N2O4] dengan mencari rasio dari konsentrasinya. Berdasarkan tabel tersebut, terlihat bahwa nilai pada saat mencapai kesetimbangan sangat bervariasi, akan tetapi jika kita lihat nilai rasio dari pada saat setimbang menunjukkan nilai yang hampir konstan. Nilai tersebut dapat dituliskan secara matematis dengan cara ( ) dengan nilai K adalah konstanta. Jika dilihat pada persamaan 6.4., pangkat 2 dari [NO2] menunjukkan angka yang sama dengan koefisien dari NO2 pada persamaan reaksi 6.3. Berdasarkan hasil eksperimen tesebut, dapat kita generalisir pada persamaan reaksi ⇌
110 Pengantar ilmu KIMIA a, b, c, dan d adalah koefisien dari reaktan terhadap A, B, C, dan D. Nilai konstanta kesetimbangannya dapat diekspresikan dengan persamaan matematis ( ) dimana Kc adalah konstanta kesetimbangan. Persamaan 6.5 diformulasikan oleh Cato Guldberg dan Peter Waage, kimiawan Norwegia, yang menunjukkan hukum aksi massa yaitu untuk reaksi bolak-balik pada kesetimbangan dan temperatur konstan, rasio konsentrasi produk dan reaktan merupakan nilai konstan. C. Menuliskan Persamaan Kesetimbangan pada Kesetimbangan Homogen dan Heterogen Penggunaan konstanta kesetimbangan dalam reaksi kimia memainkan peran signifikan dalam menentukan hasil produksi. Untuk menerapkan konstanta kesetimbangan, perlu dijelaskan terlebih dahulu dalam bentuk konsentrasi produk dan reaktan, seperti yang diperlihatkan dalam persamaan 6.5. Walaupun demikian, penting untuk diingat bahwa konsentrasi produk dan reaktan dapat diungkapkan dalam berbagai bentuk dan satuan karena fase dari setiap spesies dalam reaksi dapat berbeda. Reaksi homogen adalah reaksi yang setiap spesinya memiliki fasa yang sama. Sebagai contoh reaksi pembentukan HI dari gas H2 dan I2 seperti di bawah ini. ( ) ( ) ⇌ ( )
Pengantar ilmu KIMIA 111 Untuk reaksi tersebut, nilai konstanta kesetimbangan reaksi dapat dituliskan dengan ( ) Pada persamaan kesetimbangan tersebut, Kc mengidikasikan bawa konsestrasi dituliskan dalam molaritas. Konsentrasi dari suatu gas pada reaksi dapat dituliskan dalam bentuk tekanan parsial gas penyusun (Px). Jika diasumsikan bahwa gas merupakan gas ideal, maka tekanan parsial gas dapat dituliskan sebagai , sehingga konstanta kesetimbangan dapat dituliskan dengan ( ) Dengan , dan adalah tekanan parsial dari gas HI, H2, dan I2 (dalam satuan atm). Nilai menunjukkan bahwa persamaan konstanta kesetimbangan dituliskan dalam bentuk tekanan gas. Sehingga secara umum jika terdapat reaksi ( ) ⇌ ( ) maka nilai Kp dapat diekspresikan dengan Untuk mencari hubungan antaras Kp dan Kc, kita asumsikan bahwa gas A dan B adalah gas ideal, maka nilai tekanan parsial gas A dan B dapat dihitung dengan cara ( ) dan ( )
112 Pengantar ilmu KIMIA Jika disubtitusikan dalam persamaan 6.x, maka didapatkan persamaan baru hubungan Kp dan Kc (( ) ) (( ) ) ( ) ( ) ( ) Berbeda dengan reaksi homogen, beberapa rekasi juga melibatkan spesi-spesi yang berbeda fasa. Reaksi ini disebut dengan reaksi heterogen. Seperti pada reaksi dekomposisi termal CaCO3 dibawah ini. ( ) ⇌ ( ) ( ) Jika dituliskan persamaan konstanta kesetimbangannya yaitu ( ) Akan tetapi dalam bentuk padatan, CaO dan CaCO3, memiliki nilai konsentrasi yang konstan (tidak peduli massanya), sehingga CaO dan CaCO3 dapat dianulir dalam persamaan 6.8, sehingga persamaan Kc menjadi
Pengantar ilmu KIMIA 113 D. Faktor yang Mempengaruhi Kesetimbangan Posisi kesetimbangan menunjukkan pada jumlah relatif antara campuran produk dan reaktan dalam keadaan setimbang. Akan tetapi, jika sistem setimbang ini diganggu, baik jumlah, tekanan, atau temperatur, maka sistem akan melakukan hal sedemikian rupa untuk mencapai kesetimbangan yang baru. Henry Le Chaterlier, kimiawan Perancis, meneliti hubungan antara perubahan yang dilakukan pada sistem dengan posisi kesetimbangan. Hasil penelitian ini dinamakan dengan prinsip Le Chatelier (Wisniak, 2003). Berdasarkan prinsip Le Chatelier, kita dapat memprediksi arah kesetimbangan setelah sistem diganggu. 1. Pengaruh Konsentrasi Jika konsentrasi dari satu atau lebih reaktan dirubah, maka sistem tidak lagi berada pada keadaan setimbang. Posisi kesetimbangan akan bergeser ke arah kanan untuk mengurangi efek dari perubahan konsentrasi. Karena efek perubahan posisi, jumlah produk yang terbentuk akan semakin bertambah. Sebaliknya, jika konsentrasi produk bertambah, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri untuk mengurangi efek dari perubahan konsentrasi produk. Arah pergeseran ke kiri menyebabkan jumlah reaktan semakin bertambah hingga kesetimbangan yang baru terbentuk.
114 Pengantar ilmu KIMIA Sebagai contoh seperti reaksi esterifikasi pembentukan metil etanoat dibawah ini. ( ) ( ) ⇌ ( ) ( ) Berdasarkan prinsip Le Chatelier a. Jika reaksi berada dalam keadaan setimbang, sejumlah metanol ditambahkan, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah kanan dengan menambah sejumlah produk hingga kesetimbangan yang baru terbentuk. b. Jika sejumlah air diambil, maka berdasarkan prinsip Le Chatelier, maka kesetimbangan akan bergeser ke kanan. Asam etanoat dan metanol akan berkurang untuk membentuk metil etanoat dan air. 2. Pengaruh Tekanan Perubahan tekanan tidak dapat berefek langsung pada perubahan konsentrasi fasa terkondensasi karen acairan dan padatan tidak dapat dikompresi. Akan tetapi, berbeda jika reaksi berhubungan dengan fasa gas. Perubahan tekanan akan berpengaruh pada konsentrasi gas yang bereaksi sesuai dengan persamaan gas ideal. ( ) Sebagai contoh reaksi dekompsisi N2O4 menjadi NO2. Dapat kita ilustrasikan bahwa reaksi dekomposisi yang terjadi pada wadah yang piston yang dapat diatur tekanannya seperti pada gambar 2.
Pengantar ilmu KIMIA 115 Gambar 2. Ilustrasi perubahan tekanan pada silinder piston pada reaksi dekomposisi N2O4. Jika tekanan pada piston diperbesar (volume diperkecil), maka kesetimbangan akan terganggu sehingga. Karena sistem sudah tidak berada pada kesetimbangan, maka kita tidak menggunakan Kc tetepi Q, sehingga persamaan Q adalah. Nilai [NO2] dan [N2O4] meningkat akibat volume yang berkurang. Karena nilai [NO2] dalam bentuk kuadrat, maka nilai Q > Kc. Berdasarkan hal tersebut, kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri, sehingga jumlah N2O4 akan meningkat hingga kesetimbangan baru terbentuk. Secara umum, jika tekanan diperbesar (volume diperkecil) maka kesetimbangan akan bergeser ke arah jumlah molekul yang kecil (koefisien kecil). Sebaliknya jika tekanan diperkecil (volume diperbesar), kesetimbangan akan bergeser ke arah jumlah molekul yang besar.
116 Pengantar ilmu KIMIA 3. Pengaruh temperatur Pada penjelasannya sebelumnya, perubahan knsentrasi, tekanan (atau volume) hanya mempengaruhi komposisi antara rekatan dan produk. Akan tetapi, perubahan temperatur akan merubah nilai dari konstanta kesetimbangan. Sebagai ilustrasi, perhatikan reaksi pembentukan ammonia berikut ini dari N2 dan H2 berikut ini. ( ) ( ) ⇌ ( ) Nilai entalpi yang ditunjukkan pada reaksi di atas menunjukkan bahwa reaksi ke kanan (pembentukan amonia) bersifat eksoterm. Sebaliknya, reaksi dekomposisinya adalah endoterm. Jika pada keadaan setimbang temperatur sistem dinaikkan, maka sistem akan berusaha untuk mengurangi dampaknya dengan merubah komposisi gas (baik jumlah, volume, dan tekanan) dengan cara bergeser ke reaksi endoterm (pada kasus ini reaksi baliknya). Perubahan komposisi terjadi dengan cara jumlah gas N2 dan H2 bertambah dan amonia, NH3, yang dihasilkan akan menurun. Sehingga nilai konstanta kesetimbangan Nilainya akan berkurang, karena nilai penyebut, [N2] dan [H2], yang meningkat sedangkan [NH3] yang menurun. Berdasarkan hal tersebut, perubahan temperatur dapat mengubah nilai dari konstanta kesetimbangan dari suatu reaksi.
Pengantar ilmu KIMIA 117 Sebaliknya, ketika temperatur sistem diturunkan, maka reaksi akan bergeser ke kanan (menuju ke reaksi eksoterm). Maka amonia akan lebih banyak terbentuk, sedangakan N2 dan H2 akan semakin berkurang hingga sistem mencapai kesetimbangan yang baru. 4. Pengaruh katalis Kehadiran katalis tidak merubah jumlah produk maupun reaktan serta konstanta kesetimbangan. Peran katalis hanya mempercepat reaksi dengan cara menurunkan energi aktivasi.
118 Pengantar ilmu KIMIA
Pengantar ilmu KIMIA 119 KINETIKA KIMIA Marvin Horale Pasaribu, S.Si., M.Si.
120 Pengantar ilmu KIMIA inetika, atau laju reaksi, merupakan dasar penting dalam dunia kimia modern. Di zaman teknologi yang terus berkembang dan kebutuhan akan proses yang efisien, pemahaman yang mendalam tentang cara reaksi kimia terjadi sangat penting. Laju reaksi memberikan pandangan seberapa cepat atau lambat suatu perubahan kimia terjadi. Peran laju reaksi sangat penting untuk menjelaskan berbagai fenomena, baik di alam maupun di laboratorium. Contohnya, dalam proses fotosintesis, penguraian senyawa organik, dan reaksi biokimia, laju reaksi menjadi kunci untuk memahami kompleksitas dari proses-proses tersebut. Di dunia industri, laju reaksi menjadi panduan bagi ilmuwan dan insinyur untuk meningkatkan efisiensi produksi, merancang proses yang lebih cepat, serta mengoptimalkan reaksi sesuai kebutuhan. Selain itu, pemahaman tentang laju reaksi memiliki implikasi penting dalam memahami cara reaksi kimia berjalan dan prinsip-prinsip kinetika kimia. Konsep-konsep kinetika reaksi serupa dengan panduan yang membantu kita memahami bagaimana reaksi terjadi, berapa energi yang dibutuhkan, dan interaksi molekul-molekul selama proses tersebut. Pemahaman ini menjadi dasar yang kuat untuk merancang reaksi baru atau meningkatkan efisiensi proses-proses kimia yang sudah ada. Dalam bagian ini, kita akan membahas konsep-konsep dasar kinetika kimia, termasuk hukum laju reaksi, orde reaksi, pengaruh suhu terhadap laju reaksi, teori tumbukan, dan faktorfaktor lain yang memengaruhi kecepatan reaksi. K
Pengantar ilmu KIMIA 121 A. Konsep Kinetika Reaksi Kinetika kimia adalah cabang ilmu yang mempelajari seberapa cepat reaksi kimia berlangsung, termasuk perubahan konsentrasi zat-zat yang terlibat seiring waktu. Beberapa reaksi berjalan dengan kecepatan tinggi, sementara yang lain berlangsung lebih lambat. Sebagai contoh, korosi besi adalah reaksi yang berjalan lambat, sedangkan ledakan kembang api termasuk reaksi yang berlangsung cepat. Penting untuk mengukur kecepatan reaksi secara kuantitatif, yang diekspresikan melalui perubahan jumlah zat reaktan atau produk dalam interval waktu tertentu (Chang, 2004). Suatu reaksi dianggap cepat jika menghasilkan banyak produk dalam waktu singkat, sementara reaksi yang menghasilkan produk dalam jumlah kecil dianggap berlangsung lambat. Ilustrasi dalam gambar memberikan visualisasi pola perubahan konsentrasi reaktan dan produk sepanjang waktu. Gambar 1. Grafik hubungan antara perubahan reaktan dan perubahan produk reaksi. Gambar 1. diatas menunjukkan hubungan antara konsentrasi reaktan (pereaksi) dan produk (hasil reaksi)
122 Pengantar ilmu KIMIA terhadap waktu. Dari gambar tersebut, terlihat bahwa konsentrasi reaktan berkurang seiring waktu, sedangkan konsentrasi produk meningkat. Secara umum, laju reaksi diartikan sebagai besarnya perubahan reaksi persatuan waktu. Reaksi dalam larutan perubahan konsentrasi dihitung dalam satuan molaritas (M) dan waktu dalam detik (s). Oleh karena itu, satuan laju reaksi dalam larutan adalah M.s⁻¹. Persamaan laju reaksi merupakan cara untuk menggambarkan seberapa cepat reaksi berlangsung. Umumnya, persamaan laju reaksi memiliki bentuk umum: aA + bB ↔ cC + dD Dari reaksi kimia ini, kita dapat mengidentifikasi bahwa a, b, c, dan d adalah koefisien reaksi, sementara A, B, C, dan D adalah zat-zat yang ikut serta dalam reaksi. Laju reaksi dalam sistem tertutup diukur dengan rumus berikut: <<.<....(8.1) Dengan menggunakan simbol minus (-) menunjukkan penurunan konsentrasi reaktan, simbol positif (+) menunjukkan peningkatan konsentrasi produk. Contoh reaksi: 2 N2O5(g) → 2 N2O4(g) + O2(g) Ketika 2 mol N2O5 bereaksi sepenuhnya, dihasilkan 2 mol N2O4 dan 1 mol O2. Ini mengindikasikan bahwa laju pengurangan N2O5 setara dengan laju peningkatan N2O4 dan dua kali lipat laju peningkatan O2, sebagai berikut: <<<<<<..(8.2)
Pengantar ilmu KIMIA 123 B. Hukum Laju Reaksi Hukum laju reaksi adalah persamaan yang mengaitkan laju reaksi dengan konstanta laju dan konsentrasi reaktan. Penggunaan hukum laju reaksi memungkinkan perkiraan laju reaksi pada berbagai kondisi. Sebagai contoh, pada reaksi: aA + bB ↔ pP + qQ Dengan persamaan laju reaksi umum, yaitu: Laju reaksi, v = k [A]m [B]n <<<<<<..(8.3) Konstanta laju reaksi yang disimbolkan sebagai ‘k’, dimana nilainya dapat dipengaruhi oleh suhu dan katalis, serta semakin besar nilai ‘k’', semakin cepat reaksi tersebut berlangsung. Nilai [A] dan [B] adalah konsentrasi zat-zat yang terlibat dalam reaksi. Nilai m dan n adalah orde reaksi terhadap [A] dan [B] (orde reaksi dapat berupa bilangan bulat positif, negatif, atau nol) yang diperoleh dari eksperimen, dengan orde reaksi total yaitu m+n (Brady and Humiston, 1999). Reaksi antara ion amonium dan ion nitrogen dioksida menghasilkan gas nitrogen dan air secara kinetika dapat diamati dari perubahan konsentrasi pereaksi sesuai dengan persamaan reaksi: NH4 + (aq) + NO2 - (aq) → N2(g) + 2H2O(l) Dari reaksi pada suhu 25Oc diperoleh data sebagai berikut:
124 Pengantar ilmu KIMIA Percobaan Konsentrasi awal (M) Laju awal NH (M/s) 4 + NO2 - 1 0,0100 0,2000 5,4 x 10-7 2 0,0200 0,2000 10,8 x 10-7 3 0,0400 0,2000 21,5 x 10-7 4 0,2000 0,0202 10,8 x 10-7 5 0,2000 0,0404 21,6 x 10-7 6 0,2000 0,0606 32,4 x 10-7 Dari data eksperimen 1 dan 2: ( ) ( ) , dari hasil perhitungan diperoleh nilai m = 1 Dari data eksperimen 4 dan 5: ( ) ( ) , dari hasil perhitungan diperoleh nilai n = 1 Dengan demikian kita dapat simpulkan bahwa zat pereaksi NH4 + dan NO2 - sama-sama memiliki orde pangkat 1, dan secara sistematis persamaan laju reaksi dapat dituliskan: v = k [NH4 + ][NO2 - ] Selain itu, kita juga dapat mengetahui bahwa reaksi tersebut memiliki orde reaksi dua, yakni penjumlahan dari orde 1 dari NH4 + dan orde 1 dari NO2 - .
Pengantar ilmu KIMIA 125 Nilai konstanta laju ‘k’ dapat kita ditentukan dengan memilih salah satu data percobaan. Dari data percobaan 1, kosentrasi [NH4 + ] = 0,01; [NO2 - ] = 0,20 serta laju awal = 5,4 x 10-7 . Secara matematis nilai ‘k’ dapat ditentukan: v = k [NH4 + ][NO2 - ] 5,4 x 10-7 = k (0,01) . (0,20) Nilai k yang diperoleh= 2,7 x 10-7 M-1 . s-1 Sehingga dapat disimpulkan persamaan laju reaksi adalah: v = 2,7 x 10-7 [NH4 + ][NO2 - ] C. Orde Reaksi Dalam ilmu kimia, kita telah memahami bahwa meningkatnya konsentrasi bahan-bahan reaktan cenderung meningkatkan kecepatan reaksi. Untuk mengetahui orde reaksi, kita dapat memperkirakan sejauh mana konsentrasi suatu zat reaktan memengaruhi kecepatan reaksi. Orde reaksi total adalah hasil penjumlahan orde reaksi masingmasing zat reaktan yang terlibat. 1. Reaksi orde 0 Dalam kondisi ini, kecepatan reaksi tidak tergantung pada jumlah zat reaktan. contoh reaksi: A → B Maka persamaan lajunya dinyatakan sebagai: ( ) ( ) atau ( ) <<<<<..(8.4)
126 Pengantar ilmu KIMIA Bila diintegrasi dengan batas A=Ao pada t=0 dan A=A pada t=t, akan diperoleh: ∫ ( ) ∫ ( ) ( ) <<<<..(8.5) (A) = (Ao)– kt atau k = [(Ao) – (A)+ / t <<<.<(8.6) 2. Reaksi orde 1 Dalam hal ini, laju reaksi ini bergantung pada satu reaktan dengan jumlah eksponennya satu. contoh reaksi: A → B Maka persamaan lajunya dinyatakan sebagai: ( ) ( ) atau ( ) ( ) <<<<<<..(8.7) Bila diintegrasi dengan batas A=Ao pada t=0 dan A=A pada t=t, akan diperoleh: ∫ ( ) ( ) ∫ ( ) ( ) <<<<<<..(8.8) ln (A)= ln (Ao)– kt atau k = 1/t [ln (Ao) – ln(A)+ .<(8.9) 3. Reaksi orde 2 Dalam hal ini, laju reaksi dapat sebanding dengan kuadrat dari konsentrasi satu bahan reaktan. contoh reaksi: 2A → B Maka persamaan lajunya dinyatakan sebagai: ( ) ( ) atau ( ) ( ) <<<<<.(8.10) bentuk integrasinya menjadi:
Pengantar ilmu KIMIA 127 ∫ ( ) ( ) ∫ ( ) ( ) <<<<..(8.11) ( ) ( ) atau ( ) <<<<<..(8.12) Selanjutnya, kita bisa menghasilkan grafik perubahan konsentrasi reaktan terhadap waktu (t) dengan orde 0, 1, dan 2, yang akan menghasilkan garis lurus dengan kemiringan k atau –k (Atkins and De Paula, 2006), seperti yang diperlihatkan pada gambar 8.2 dibawah ini. (a) (b) (c) Gambar 2. Grafik perubahan konsentrasi reaktan terhadap waktu reaksi pada orde 0(a), orde 1(b), dan orde 2(c). 4. Waktu Paruh Adalah waktu (t½) merujuk pada durasi yang dibutuhkan agar konsentrasi reaktan menjadi separuh dari konsentrasi awal [(A) = ½ (Ao)]. Umumnya, konsep ini digunakan untuk menentukan usia suatu materi yang mengandung zat radioaktif. sebagai contoh, pada reaksi orde 1: ln (A) = ln (Ao) – kt Sehingga, ln ½(Ao) = ln (Ao) – k t½ k t½ = ln 2 <<<<<<<<<<<<(8.13)
128 Pengantar ilmu KIMIA Selain itu, waktu paruh untuk orde 0 dan 2 dapat kita lihat pada tabel dibawah ini: Orde 1 2 Waktu Paruh ( ) ( ) D. Pengaruh Suhu Terhadap Laju Raksi Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan energi gerak partikel, yang mengakibatkan percepatan pergerakan molekul. Percepatan ini juga meningkatkan frekuensi tumbukan antar partikel, dengan energi tumbukan yang cukup besar untuk memicu reaksi antara molekul. Hal ini mengakibatkan peningkatan frekuensi tumbukan yang efektif. Sebagai hasilnya, reaksi kimia terjadi lebih cepat. Umumnya, setiap kenaikan suhu sebesar 10 derajat Celsius menggandakan laju reaksi. Dengan memahami hubungan ini, kita dapat memproyeksikan seberapa cepat reaksi lain akan berjalan jika suhunya dinaikkan, berdasarkan laju reaksi awal pada suhu tertentu. Ilmuwan Swedia bernama Svante Arrhenius mengusulkan Persamaan Arrhenius, yang mengaitkan kecepatan reaksi dengan suhu dan energi aktivasi. Dalam persamaan ini, dijelaskan bahwa peningkatan suhu akan menyebabkan peningkatan laju reaksi. Rumus ini dirumuskan sebagai: = A − / (2) <<<<<<<<<(8.14) Dalam bentuk logaritma:
Pengantar ilmu KIMIA 129 <<<<<<<<<(8.15) dimana, k = konstanta laju, A = faktor eksponensial, Ea = energi pengaktifan, R = tetapan gas, T = suhu absolut. Dari persamaan tersebut kita dapat membuat kurva linier dengan plot ln K terhadap 1/T seperti pada gambar 8.3 dengan kemiringan = -Ea/R dan intersep adalah ln A. Gambar 3. Grafik ln K terhadap 1/T dari persamaan 8.15 dapat dintegrasi diantara batasbatas menghasilkan : ( ) <<<<<<<<<(8.15) E. Teori Tumbukan Teori tumbukan menggambarkan interaksi antara partikel reaktan sebagai suatu tumbukan. Tidak semua tumbukan menyebabkan reaksi; hanya tumbukan tertentu yang menghasilkan produk reaksi yang disebut tumbukan efektif. Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan tumbukan melibatkan energi kinetik partikel (molekul), arah atau orientasi partikel, serta frekuensi tumbukan.
130 Pengantar ilmu KIMIA Sebagai contoh dapat kita amati gambar reaksi antara nitrogen oksida dengan ozon berikut: Gambar 4. Tumbukan efektif dan tidak efektif dari molekul NO dan O3 Terjadinya suatu reaksi kimia dengan menghasilkan produk memerlukan tumbukan reaktan yang efektif dan energi tumbukan yang melebihi ambang aktivasi. F. Faktor Yang Mempengaruhi Laju Reaksi Laju reaksi dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain konsentrasi, luas permukaan, temperatur, dan katalis (Shillady, 2015). 1. Konsentrasi Pada umumnya, reaksi kimia berjalan lebih cepat ketika konsentrasi reaktan ditingkatkan. Hal ini disebabkan oleh peningkatan jumlah partikel, sehingga partikel tersebut lebih padat dan menyebabkan tumbukan antarpartikel menjadi lebih sering terjadi. 2. Luas Permukaan Proses reaksi dapat terjadi saat zat reaktan saling bersentuhan atau mencampur. Jika permukaan reaktan
Pengantar ilmu KIMIA 131 luas, area kontaknya juga menjadi lebih besar, yang membuat reaksi menjadi lebih cepat. Sebagai contoh, jika zat reaktan berbentuk serbuk, reaksi akan lebih cepat dibandingkan dengan zat reaktan dalam bentuk kepingan. 3. Temperatur Laju reaksi meningkat dengan kenaikan suhu, karena semakin tinggi suhu, energi gerak partikel yang bertumbukan menjadi lebih tinggi, sehingga frekuensi tumbukan juga meningkat. 4. Katalis Katalis adalah zat yang mempercepat reaksi kimia dan dapat diperoleh kembali setelah reaksi selesai. Fungsinya untuk mengurangi energi aktivasi, sehingga reaksi menjadi lebih cepat ketika katalis ditambahkan. Ini terjadi karena zat yang terlibat dalam reaksi cenderung memiliki energi yang melebihi ambang aktivasi. Gambar 5. Grafik perbandingan besarnya energi reaksi tanpa dan dengan katalis
132 Pengantar ilmu KIMIA
Pengantar ilmu KIMIA 133 REAKSI DALAM LARUTAN Meiyanti Ratna Kumalasari, S.Si., M.Sc.
134 Pengantar ilmu KIMIA A. Definisi larutan Larutan adalah campuran homogen dari dua atau lebih zat, terdiri dari zat terlarut (solut) dan zat pelarut (solven). Zat terlarut merupakan zat yang jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan, sedangkan zat pelarut merupakan zat yang jumlahnya lebih banyak dan mampu menguraikan zat terlarut. Zat terlarut polar larut dalam pelarut polar, zat terlarut nonpolar larut dalam pelarut nonpolar, dan zat semipolar larut dalam pelarut semipolar. Sebaliknya, jika zat terlarut dan zat pelarut memiliki kepolaran yang berbeda, maka keduanya tidak akan melarut satu sama lain. Larutan dapat berupa campuran cairan, padatan, atau gas, dan memiliki variasi jenis berdasarkan konsentrasi, wujud pelarut dan zat terlarut, serta daya hantar listriknya. Larutan juga dapat berupa gas, padatan maupun cairan. Suatu larutan dapat terbentuk karena adanya gaya tarikmenarik antara molekul zat terlarut dan molekul zat pelarut. Larutan ini dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga) kategori yaitu: 1. Berdasarkan wujud zat terlarut dan zat pelarut a. Larutan padat, yaitu larutan yang terdiri dari zat terlarut padat dan zat pelarut padat. b. Larutan cair, yaitu larutan yang terdiri dari zat terlarut cair dan zat pelarut cair. c. Larutan gas, yaitu larutan yang terdiri dari zat terlarut gas dan zat pelarut gas. 2. Berdasarkan sifat zat terlarut a. Larutan ideal, yaitu larutan yang zat terlarutnya tidak mengubah sifat pelarut.
Pengantar ilmu KIMIA 135 b. Larutan non-ideal, yaitu larutan yang zat terlarutnya mengubah sifat pelarut. 3. Berdasarkan jumlah zat terlarut a. Larutan jenuh, yaitu larutan yang tidak dapat melarutkan zat terlarut lagi pada suhu dan tekanan tertentu. b. Larutan tak jenuh, yaitu larutan yang masih dapat melarutkan zat terlarut lagi pada suhu dan tekanan tertentu. c. Larutan lewat jenuh, yaitu larutan yang mengandung zat terlarut lebih banyak daripada yang dapat larut pada suhu dan tekanan tertentu. Komposisi zat terlarut dan pelarut dalam larutan diungkapkan melalui konsentrasi larutan. Umumnya, konsentrasi dijelaskan dalam perbandingan jumlah zat terlarut dengan jumlah total zat dalam larutan, atau perbandingan jumlah zat terlarut dengan jumlah pelarut. Proses pencampuran zat terlarut dan pelarut untuk membentuk larutan disebut pelarutan atau solvasi. Contoh umum dari larutan adalah padatan yang larut dalam cairan, seperti garam atau gula yang larut dalam air. B. Sifat-sifat Larutan Larutan memiliki beberapa sifat khas, yaitu: 1. Homogenitas, artinya larutan memiliki komposisi yang seragam di seluruh bagiannya. 2. Ketercampuran, artinya larutan dapat disaring tanpa meninggalkan endapan.
136 Pengantar ilmu KIMIA 3. Daya hantar listrik, artinya larutan dapat menghantarkan listrik jika zat terlarutnya merupakan senyawa ion. 4. Penurunan tekanan uap, artinya tekanan uap larutan lebih rendah daripada tekanan uap pelarut murninya. 5. Kenaikan titik didih, artinya titik didih larutan lebih tinggi daripada titik didih pelarut murninya. 6. Penurunan titik beku, artinya titik beku larutan lebih rendah daripada titik beku pelarut murninya. 7. Tekanan osmosis, artinya larutan dapat menekan larutan lain yang memiliki konsentrasi lebih rendah. C. Elektrolit dan Non elektrolit Perlu diketahui bahwa suatu larutan ada yang memiliki kemampuan menghantarkan maupun tidak dapat menghantarkan arus listrik. Hal ini bergantung pada jumlah ion yang terkandung di dalamnya. Kemampuan larutan untuk menghantarkan arus listrik dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu larutan elektrolit dan larutan non elektrolit. Larutan elektrolit merupakan larutan yang memiliki kemampuan menghantarkan arus listrik karena zat elektrolitnya terurai menjadi ion-ion akibat adanya arus listrik. Pada larutan elektrolit, gaya tarik antara molekul-molekul air dan partikel-partikel zat cukup kuat sehingga ikatan antar partikel dapat terputus. Hal ini mengakibatkan partikel tersebut dapat melepaskan diri sebagai ion-ion bebas. Larutan elektrolit ini dapat dibagi menjadi larutan elektrolit kuat dan lemah. Larutan elektrolit kuat merupakan larutan di mana zat terlarut (solut) mengalami ionisasi secara sempurna dalam pelarutnya. Contohnya meliputi larutan
Pengantar ilmu KIMIA 137 garam dapur, asam klorida, asam bromida, dan natrium hidroksida. Larutan elektrolit lemah merupakan larutan di mana zat terlarut (solut) hanya mengalami ionisasi sebagian. Contohnya mencakup larutan asam asetat, larutan etanol, dan sejenisnya. Defisi selanjutnya yaitu larutan non elektrolit yang mana merupakan larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik. Larutan non elektrolit tidak mampu menghantarkan arus listrik karena larutan tersebut tidak dapat membentuk ion-ion dalam pelarutnya. Pada larutan non elektrolit, molekul-molekulnya tidak mengalami ionisasi dalam larutan, sehingga tidak terdapat ion bermuatan yang dapat menghantarkan arus listrik. Hal ini disebabkan oleh kemampuan tarik menarik antar molekul air dan partikel zat dalam larutan non elektrolit cukup lemah untuk memutuskan ikatan antar partikel zat, sehingga partikel-partikel zat tidak dapat melepaskan diri sebagai ion-ion bebas. Contoh larutan non elektrolit meliputi C12H22O11 (Sukrosa), C2H5OH (Etanol), CO(NH2)2 (Urea), C6H12O6 (Gula), dan air. Perbedaan larutan elektrolit dan non elektrolit dalam menghantarkan listrik dapat diamati pada Gambar 1. Gambar 1. (a) CuSO4 sebagai larutan elektrolit (b) larutan gula sebagai non elektrolit (Jespersen, Hyslop and Brady, 2015)
138 Pengantar ilmu KIMIA Suatu zat terlarut seperti CuSO4 terbukti mampu menghantarkan listrik (Gambar 1) sehingga disebut larutan elektrolit. Kemampuannya menghantarkan listrik menunjukkan adanya partikel bermuatan listrik yang bergerak bebas di dalam larutan. Hal ini disebabkan ketika ketika senyawa ionik larut dalam air, ion-ionnya akan terpisah dan masuk ke dalam larutan sebagai partikelpartikel mandiri yang dikelilingi oleh molekul-molekul pelarut. Perubahan ini disebut disosiasi (pemisahan) senyawa ionik. Secara umum, kita dapat berasumsi bahwa dalam air, disosiasi dari setiap garam (istilah yang digunakan untuk senyawa ionik) telah terjadi sepenuhnya, dan larutan tidak mengandung unit-unit garam yang tidak terdisosiasi. Dengan demikian, larutan CuSO4 dalam air benar-benar terdiri dari ion-ion Cu2+ dan SO4 2- yang telah terdisosiasi. Fenomena ini mengakibatkan larutan tersebut memiliki konduktivitas listrik yang tinggi (elektrolit kuat). Contoh larutan elektrolit kuat, elektrolit lemah, dan non elektrolit dapat diamati pada Tabel 1. Tabel 1. Sifat elektrolit dari larutan air (Ebbing and Gammon, 2017) Elektrolit Kuat Elektrolit Lemah Nonelektrolit Senyawa Ionik Senyawa Kovalen NaCl2 HCl HCHO2 H2O (air) MgCl2 HBr HC2H3O2 C2H5OH (etil alkohol) NaOH HI HOCl C6H12O6 (glukosa)
Pengantar ilmu KIMIA 139 KBr HNO3 HNO2 C11H22O11 (sukrosa) KClO4 H2SO4 H2SO3 Co(NH2)2 (urea) Al2(SO4)3 HClO4 NH3 (amonia) C2H6O2 (etilen glikol) CuSO4 C6H5NH2 (anilin) C6H8O3 (gliserol) LiNO3 Cara termudah untuk membedakan ketiga jenis larutan ini adalah dengan menguraikan dalam persamaan kimia. Perlu diketahui bahwa senyawa elektrolit maupun non elektrolit dapat terurai menjadi ion-ionnya. Pada senyawa elektrolit kuat, NaCl dalam larutan air akan terurai menjadi ion Na+ dan Cl- . NaCl(aq) Na+ (aq) + Cl- (aq) Simbol (aq) digunakan setelah partikel untuk mengindikasikan bahwa partikel tersebut merupakan ion yang terhidrasi, yaitu dikelilingi oleh molekul air dalam larutan. Pada larutan elektrolit lemah, seperti HC2H3O2(aq), pendekatan yang serupa juga dapat dilakukan. HC2H3O2(aq) H+ (aq) + C2H3O2 - (aq) Reaksi pada larutan elektrolit lemah ini bersifat bolakbalik, sehingga penulisannya menjadi: HC2H3O2(aq) ⇄ H+ (aq) + C2H3O2 - (aq) Cara lain untuk membedakan sifat suatu larutan yaitu melalui nilai derajat ionisasi. Suatu larutan elektrolit yang
140 Pengantar ilmu KIMIA mengalami ionisasi memiliki suatu tingkat pengionan yang disebut derajat pengionan (derajat ionisasi), yang dilambangkan dengan simbol α. Derajat ionisasi menggambarkan perbandingan jumlah mol zat yang mengalami ionisasi dengan jumlah mol zat mula-mula. Dimana: = 0 : larutan non elektrolit = 1 : larutan elektrolit kuat 0 < < 1 : larutan elektrolit lemah D. Proses Pembentukan Larutan Pembentukan larutan dapat mengikuti salah satu dari tiga mekanisme berikut: (a) zat terlarut mengalami reaksi kimia dengan pelarut, membentuk zat baru, (b) zat terlarut membentuk zat tersolvasi dengan pelarut, (c) larutan terbentuk berdasarkan dispersi. Reaksi kimia dengan pelarut terjadi ketika terdapat interaksi antara pelarut dan zat terlarut, yang mengakibatkan pemutusan satu atau lebih ikatan kimia. Contoh dari fenomena ini mencakup reaksi seperti: P4O6(s) + 3H2O(l) 2H3PO3(aq) NH3(g) + H2O(l) NH2OH(aq) Pada asam fosfat (H3PO4) dapat terbentuk apabila P4O6 berinteraksi dengan air. Pada kasus ini zat terlarut bereaksi kimia dengan pelarut membentuk zat baru yaitu asam