The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by muhammad.yudil12, 2019-05-07 23:18:19

1. BAHAN AJAR ANTI KORUPSI

BAHAN AJAR

A N T I K O R U P S I


Disampaikan pada


LATIHAN DASAR CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL

GOLONGAN III




















Disusun Oleh:

MUHAMMAD YUDIL KHAIRI, S.Sos


(WIDYAISWARA AHLI MUDA)









KEMENTERIAN AGAMA


BALAI DIKLAT KEAGAMAAN BANJARMASIN


2018

PENDAHULUAN

Kata korupsi berasal dari bahasa latin yaitu Corruptio yang artinya kerusakan,

kebobrokan dan kebusukan. Selaras dengan kata asalnya, korupsi sering dikatakan
sebagai kejahatan luar biasa, salah satu alasannya adalah karena dampaknya yang luar

biasa menyebabkan kerusakan baik dalam ruang lingkup, pribadi, keluarga, masyarakat
dan kehidupan yang lebih luas. Kerusakan tersebut tidak hanya terjadi dalam kurun
waktu yang pendek, namun dapat berdampak secara jangka panjang.


Dibalik semua fenomena kehidupan yang mengandung kerusakan selalu ada kaitannya

dengan korupsi : 1) fenomena tentang kerusakan hutan atau lingkungan, 2) fenomena
tentang bangunan yang cepat rusak, 3) fenomena penegakan hukum yang tidak dapat tegak
dan berlaku adil, 4) fenomena layanan yang lama, sulit dan birokrasinya panjang, 5) fenomena

merebaknya narkoba, 6) fenomena negara dengan sumber daya alam yang melimpah namun
tidak dapat memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya, 7) dan fenomena lainnya.

Renungkan informasi hasil kajian berikut :

1. Negara korup harus membayar biaya hutang yang lebih besar (Depken and
Lafountan, 2006)

2. Harga infrastruktur lebih tinggi (Golden and Picci, 2005)
3. Tingkat korupsi yang tinggi meningkatkan ketimpangan pendapatan dan kemiskinan
(Gupta, Davoodi, and Alonso-Terme, 2002)

4. Korupsi menurunkan investasi (Paolo Mauro, 1995) dan karenanya menurunkan
pertumbuhan ekonomi.

5. Persepsi korupsi memiliki dampak yang kuat dan negatif terhadap arus investasi
asing (Shang, ADB)
6. Negara-negara yang dianggap memiliki tingkat korupsi yang relatif rendah selalu

menarik investasi lebih banyak dari pada Negara rentan korupsi (Campos and
Pradhan, ADB)


Pengertian Tindak Pidana Korupsi Menurut UU No.31 Tahun 1999, Tindak Pidana Korupsi
adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri

sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian Negara.

Dalam penjelasan UU No 7 Tahun 2006, Pengertian Tindak Pidana Korupsi adalah ancaman

terhadap prinsip-prinsip demokrasi yang menjunjung tinggi transparansi, integritas dan
akuntabilitas, serta keamanan dan strabilitas bangsa Indonesia. Oleh karena itu, maka korupsi

merupakan tindak pidana yang bersifat sistematik dan merugikan langkah-langkah
pencegahan tingkat nasional maupun tingkat internasional. Dalam pelaksanaan pencegahan

dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang efisien dan efektif diperlukan dukungan
manajemen tata pemerintahan yang baik dan kerja sama internasional, termasuk di dalamnya
pengembalian aset-aset yang berasal dari tindak pidana korupsi tersebut.


Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah masuk sampai keseluruh
lapisan masyarakat. Perkembangan tindak pidana korupsi ini terus meningkat dari tahun ke

tahun, terhitung banyak jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara,
serta tindak pidana korupsi yang dilakukan semakin sistematis yang telah memasuki seluruh
aspek kehidupan masyarakat yang dilihat dari segi kualitas.


7 jenis korupsi menurut Syed Husein Alatas :

1. Korupsi Transaktif; Korupsi yg menunjukan adanya kesepakatan timbal balik antara
pemberi dan penerima, demi keuntungan bersama. Kedua pihak bersama-sama aktif

menjalankan perbuatan tersebut .
2. Korupsi Ekstroaktif; Korupsi yg menyertakan bentuk-bentuk koersi (tekanan) tertentu

dimana pihak pemberi dipaksa untuk menyuap guna mencegah kerugian yang
mengancam diri, kepentingan, orang-orangnya, atau hal-hal yang dihargai.
3. Korupsi Inventif; Korupsi yg melibatkan suatu penawaran barang atau jasa tanpa

adanya pertalian langsung dengan keuntungan bagi pemberi. Keuntungan diharapkan
akan diperoleh dimasa yg akan datang.

4. Korupsi Nepotistik; Korupsi berupa pemberian perlakuan khusus kepada teman atau
yg mempunyai kedekatan hubungan dalam rangka menduduki jabatan publik
perlakuan pengutamaan dalam segala bentuk yang bertentangan dgn norma atau

peraturan yg berlaku.
5. Korupsi Outogenik; Korupsi yg dilakukan individu karena mempunyai
kesempatan untuk mendapat keuntungan dari pengetahuan dan

pemahamannya atas sesuatu yg hanya diketahui sendiri.
6. Korupsi Suportif; Korupsi yg mengacu pada penciptaan sasana yg kondusif untuk
melindungi atau mempertahankan keberadaan tindak korupsi yang lain.

7. Korupsi Defensif ; Korupsi yg terpaksa dilakukan dalam rangka mempertahankan diri
dari pemerasan.


Menurut UU No. 31/1999 jo UU No. 20/2001, terdapat 7 kelompok tindak pidana korupsi yang
terdiri dari :

1. Kerugian keuangan Negara;

2. Suap menyuap;

3. Pemerasan;
4. Perbuatan curang;

5. Penggelapan dalam jabatan;
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan;
7. Gratifikasi.


Sebagai bagian dari warga negara Indonesia dengan keyakinan akan Ketuhanan
Yang Maha Esa, maka kehidupan akan disadari sebagai 3 episode utama, sebelum

kehidupan d u n i a , k e h i d u p a n d u n i a sendiri dan kehidupan paska dunia.
Penyimpangan secara sosial terjadi ketika manusia menyimpang atau lupa pada perjanjian
mereka dengan Tuhannya, pada saat di alam Roh (Primordial Covenant).


M e r e k a y a n g m e m i l i k i spiritual accountability akan selalu ingat pada perjanjian
dengan Tuhannya tersebut, yang pada dasarnya : 1) merupakan tujuan hidup dan 2)

kesadaran bahwa h i d u p m e r e k a h a r u s d i p e r t a n g g u n g j a w a b k a n .Tuhan
yang menciptakan kehidupan, memberikan amanah pada manusia dan meminta
pertanggungjawaban sebaliknya manusia yang diciptakan harus amanah mengatur bumi

dan segala isinya serta memberikan pertanggungjawaban.

Spiritual Accountability yang baik akan menghasilkan niat baik, yang akan menghasilkan visi
dan misi yang baik, selanjutnya akan diterjemahkan dalam usaha yang terbaik untuk

mendapatkan hasil terbaik. Hubungan konsekuensi tersebut idealnya dapat menjamin
bahwa pemilik spiritual accountability yang baik akan mendorong public accountability yang

baik pula, dan tentunya tidak akan tergerak dan mempunyai niat sedikit pun untuk membuat
kerusakan di muka termasuk didalamnya adalah melakukan korupsi, sebaliknya justeru akan
mempunyai niat yang sangat kuat untuk menghindari korupsi.


Spiritual Accountability yang baik akan menghasilkan niat baik, yang akan menghasilkan visi
dan misi yang baik, selanjutnya akan diterjemahkan dalam usaha yang terbaik untuk
mendapatkan hasil terbaik. Hubungan konsekuensi tersebut idealnya dapat menjamin

bahwa pemilik spiritual accountability yang baik akan mendorong public accountability yang
baik pula, dan tentunya tidak akan tergerak dan mempunyai niat sedikit pun untuk membuat

kerusakan di muka termasuk didalamnya adalah melakukan korupsi, sebaliknya justeru akan
mempunyai niat yang sangat kuat untuk menghindari korupsi.

Kualitas hubungan manusia dengan “Tuhannya” sebagai kekuatan yang diyakini manusia
lebih berkuasa atas segala sesuatu, membentuk manusia yang taat (menjaga diri) pada
aturan Tuhannya, ikhlas dalam menjalani hidup, dan menyerahkan hasil atas usaha

maksimalnya kepada Tuhan.

Kualitas spiritual accountability yang baik secara otomatis membuat manusia berhati-hati

atas akibat perbuatannya kepada manusia dan alam pada umumnya (menjadi manusia
yang amanah, berempati dan santun), dan dengan sendirinya mendorong manusia berusaha
sebaik mungkin dalam bekerja, bersabar, dan mensyukuri nikmat Tuhan dan mewujudkannya

dalam setiap langkah dan laku.

REFERENSI

1. Jeremy Pope. (2003). Strategi Memberantas Korupsi : Elemen Sistem Integritas

Nasional, Yayasan Obor Indonesia.

2. Dave Ulrich. (2013). Global HR Competencies : Matering Competitive Value from the
Outside in , McGraw-Hill.


3. Robert S. Kaplan and David P. Norton . (2006). Alignment, Using The Balanced Scorecard
to Create Corporate Synergies, Harvard Business Press.


4. (Tanpa Pengarang). (2009) Korupsi Mengkorupsi Indonesia : Sebab, Akibat dan Prospek
Pemberantasan, PT. Gramedia Pustaka Utama.

5. Sue Knight. (2002). NLP at Work, Nicholas Breadley Publishing, London.


6. John Carl Brigham. (1986). Social Psychology, Little Brown.

7. Joseph P. Fargas and Kipling D. Williams. (2003). The Social Self : Cognitive, Interpersonal,
and Intergroup Perspective, The Sydney Symposium of social psychology Press.


8. Romilla Ready & Kate Burton (tanpa tahun). Neuro- Linguistic Programming : Workbook
for Dummies.


9. Bill and Kristine Schneider. (2007). Aligning Culture, Strategy and Leadership,
Management Forum Series Presentation.

10. KPK. (2013). Panduan Penyampaian Materi Sistem Integritas Nasional.




Click to View FlipBook Version