The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Managemen publik ini merupakan bahan ajar pelengkap mata kuliah manajemen publik

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by rinahera1508, 2021-10-17 20:16:03

Managemen Publik

Managemen publik ini merupakan bahan ajar pelengkap mata kuliah manajemen publik

Keywords: e book managemen publik

Memberikan prioritas pada pembenahan birokrasi menjadi langkah
strategis dalam menciptakan dan mengembangkan good governance. Dengan
menyelesaikan masalah-masalah yang mendasar di birokrasi, seperti : inefisiensi,
daya tanggap yang buruk, KKN serta akuntabilitas kinerja yang masih rendah
kiranya dapat menuntaskan sebagian besar masalah good governance di Indonesia.
Dengan demikian kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi pemerintah dapat
segera diperbaiki.

43 | M a n a j e m e n P u b l i k

BAB VII
PENERAPAN ELECTRONIC GOVERNMENT: PELUANG

DAN TANTANGANNYA

A. Pengertian dan Pentingnya Electronic Government

Perkembangan teknologi informasi saat ini sudah tidak terbendung lagi.
Hal ini juga dipicu dengan adanya pandemic covid-19 yang sudah lebih dari satu
tahun sejak bulan Maret 2020 masuk di Indonesia, hampir semua komunikasi
beralih dari luring ke daring. Hampir di semua aspek kehidupan, manusia
bersinggungan dengan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) pada semua
aspek, baik yang bersifat pribadi maupun public, demikian juga pemerintah.
Fenomena inilah yang sering disebut juga dengan e-government.

Penerapan e-government yang dilakukan secara efektif diyakini mampu
memperbesar potensi pemerintah untuk menjalankan fungsinya. E-government
oleh Spirakis dan Nikolopoulos, dalam Amy, dkk (2019) diartikan sebagai
penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam menjalankan
pemerintahan, terutama untuk meningkatkan aksesibilitas pelayanan kepada
masyarakat, efektivitas pelayanan publik, serta tanggung jawab pemerintah
terhadap pelayanan masyarakat. Cropf (2017) menjelaskan bahwa e-government
merupakan sebuah transformasi cara pemberian layanan dari pemerintah dengan
memanfaatkan teknologis, khususnya web. Penggunaan web sebagai basis layanan
dapat mengurangi anggaran belanja negara.

Penerapan e-government menunjukkan kemajuan pemerintah dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sebelumnya, masyarakat harus datang
ke beberapa instansi pelayanan untuk memenuhi beberapa kebutuhan administratif,
yang kesemua itu memakan waktu, namun saat ini beberapa pelayanan dapat
dilakukan secara daring. Dengan adanya portal e-government yang terintegrasi,
masyarakat dan pihak swasta dapat mudah mengakses pelayanan publik.

44 | M a n a j e m e n P u b l i k

E-government dapat meningkatkan kepercayaan publik dan akuntabilitas
pemerintah dengan menciptakan kepemerintahan yang lebih transparan, namun
dibutuhkan peran aktif masyarakat untuk menggunakannya dengan baik.

B. Ragam Dan Jenis E-Government

Aplikasi e-government merupakan alat yang menghubungkan pemerintah
dengan masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa dengan e-government dapat
membantu pemerintah dalam berhubungan dengan stakeholders. E-government
terdiri dari tiga bentuk, yaitu:

1. Government-to-Citizen
2. Government-to-Government
3. Government-to-Business

Dalam interaksi dengan berbagai pihak, e-government berdasarkan interaksi yang
dilakukan oleh pemerintah dapat berupa:

1. Government to Citizen
Jenis ini melihat interaksi antara pemerintah dengan stakeholders utamanya,
yaitu masyarakat dengan penyediaan kemudahan akses ke berbagai layanan
pemerintah. Dengan e-government ini, pemerintah dapat mempermudah
interaksinya dengan masyarakat. Interaksi ini bertujuan agar masyarakat dapat
memperoleh informasi dan pelayanan secara cepat, mudah dan murah. Dengan
mengakses melalui internet dapat mengurangi ketidakpastian dan menghemat
waktu dibanding dengan melakukan prosedur administrasi secara manual.
Interaksi government to citizen melalui e-government dicontokan dengan
penyediaan portal pelayanan terpadu melalui website resmi pemerintah.

2. Government to Governments
Jenis ini berkaitan hubungan pemerintah sebagai sebuah institusi dengan
institusi pemerintah lainnya. Interaksi ini bertujuan untuk memberikan saluran
komunikasi antar pemerintah, sehingga diharapkan dapat berkolaborasi dalam
menyediakan pelayanan pada masyarakat. Contohnya adalah dengan
menyediakan data-data masyarakat serta kondisi Indonesia oleh Badan Pusat

45 | M a n a j e m e n P u b l i k

Statistik (BPS) sebagai dasar kementrian atau institusi pemerintah lain dalam
membuat kebijakan.
3. Government to Bussinesses
Pemerintah dan sektor bisnis merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan.
Salah satu tugas pemerintah adalah membentuk sebuah lingkungan bisnis yang
kondusif agar roda perekonomian berjalan dengan baik. E-government hadir
sebagai sebuah terobosan agar komunikasi pemerintah dengan masyarakat
maupun pihak swasta dapat berjalan dengan lancar. Hubungan pihak pemerintah
dengan swasta dapat berupa lelang proyek secara online, pembayaran, serta
penjualan melalui internet. Contoh interaksi ini adalah adanya e-procurement
yang sudah dilaksanakan di beberapa pemerintah daerah, untu membantu proses
pengadaan barang dan jasa secara elektronik.
4. Government to Employees
Interaksi ini merupakan hubungan antara pemerintah dengan pegawainya
dengan bantuan teknologi. Tujuan utama dari hal ini adalah untuk memiliki
semua informasi pegawai sebagai dasar membuat kebijakan, penyelenggaraan
pengembangan pegawai, serta dapat dijadikan cara yang efektif untuk bagi
pegawai untuk berbagi pengetahuan, artinya penyediakan aplikasi untuk
pegawai dalam mendapat pengetahuan dari organisasi atau pegawai lainnya.
5. Government to Other Institutions
Stakeholders lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah NGO atau kelompok-
kelompok kepentingan lainnya di dalam masyarakat. Interaksi ini menjelaskan
tentang pemerintah dengan organisasi non profit maupun organisasi lain di luar
pemerintah. Pemerintah dengan sector non profit memiliki hubungan yang
cukup luas, karena keduanya saling membutuhkan dan bekerja sama. Hadirnya
teknologi teknologi untuk menciptakan kondisi masyarakat yang lebih sejahtera.

46 | M a n a j e m e n P u b l i k

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi E-Government

Implementasi e-government dapat dipengaruhi oleh beberapa macam
faktor, baik dari segi tantangan, hambatan, maupun kesempatan yang tersedia.
Hasil kajian dan riset dari Harverd JFK School of Government, terdapat beberapa
elemen yang mempengaruhi kesuksesan implementasi e-government menurut
Indrajit (2006), yaitu :
1. Support

Elemen pertama ini merupakan elemen yang paling penting yang harus dimiliki
oleh pemerintah, yaitu keinginan dari berbagai kalangan pejabat publik dan
politik untuk menerapkan konsep e-government. Penerapkan e-government ini
membutuhkan dukungan berupa inisiatif serta political will dalam pembangunan
dan pengembangannya agar berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Bentuk
lain dapat berupa dialokasikannya sumber daya di berbagai tingkatan
pemerintahan dan dibangunnya infrastruktur agar lingkungan yang mendukung
penerapan e-government tercipta, misalnya adanya undang-undang atau
peraturan pemerintah yang jelas. Elemen dukungan juga dapat berbentuk
disosialisasikannya konsep e-government secara merata dan berkelanjutan agar
konsep ini tidak asing dan jelas untuk diterapkan para pegawain pemerintah.
2. Capacity
Elemen kedua berupa capacity atau adanya unsur kemampuan pemerintah dalam
menerapkan e-government. Terdapat tiga kriteria yang harus dimiliki
pemerintah untuk menjalankan elemen ini, antara lain ketersediaan sumber daya
yang cukup, terutama di bidang finansial, ketersediaan infrasrtuktur teknologi
informasi, karena fasilitas ini menjadi salah satu kunci keberhasilan penerapan
e-government, serta ketersediaan sumber daya manusia yang memiliki
kompetensi dan keahlian terkait e-government. Pemerintah harus mencari cara
yang efektif untuk memenuhi kriteria tersebut. Ketidaktersediaan sumber daya
bukanlah sebuah alasan bagi pemerintah untuk menunda penerapan e-
government.

47 | M a n a j e m e n P u b l i k

3. Value
Penerapan e-government juga harus mempertimbangkan besar kecilnya nilai
manfaat ini dapat dilihat dalam masyarakat. Pemerintah harus dengan cermat
menentukan jenis aplikasi e-government apa yang sangat penting bagi
masyarakat dan dijadikan program prioritas.

D. Birokrasi Dan E-Government

Birokrasi dan e-government memiliki keterikatan satu sama lain. E-
government telah menjadi fokus pemerintah di berbagai negara. Dari tahun ke
tahun, pemerintah di berbagai negara mencoba memperkenalkan dan
mengimplementasikan e-government. Sistem ini digunakan pemerintah untuk
mengurangi biaya , meningkatkan pelayanan, menghemat waktu seta meningkatkan
efektivitas dan efisiensi dalam birokrasi. Internet dan e-government telah membuat
perubahanpenting dalam berbagai bidang di kehidupan, terutama pada penggunaan
teknologi untuk kehidupan sehari-hari.

Kegunaan e-government dalam birokrasi bukan hanya dalam hal
menggantikan system informasi manual menjadi elektronik, tetapi kegunaannya
juga untuk mendorong pemerintah untuk berpikir kembali dan menentukan cara-
cara yang paling efektif dan efisien dalam memberikan pelayanan pada masyarakat.
Sistem manajemen berbasis data, sistem informasi manajemen, pelayanan terpadu
melalui web, dan penyimpanan data masyarakat yang terintegrasi dengan berbagai
Lembaga merupakan beberapa contoh solusimyang menggunakan teknologi untuk
membuat organisasi birokrasin lebih efektif dan efisien.

Hadirnya e-government dalam birokrasi dan terdapatnya keberanian
inovasi dalam beberapa hal akan mengantarkan pemerintahan pada fase kemajuan
seperti yang dicapai oleh dunia perguruan tinggi di luar institusi pemerintahan.
Dengan pemerintah telah berani mengintroduksi kegagapan teknologi atau
kesenjangan digital, maka akan membuka kesempatan yang luas bagi pencapaian
pembaharuan. Penggunaan dan optimalisasi teknologi dasar dan menengah dalam
birokrasi memungkinkan keberlangsungan komunikasi internal dan eksternal
pemerintah secara cepet, tepat, sederhana, berjangkauan luas dan memiliki

48 | M a n a j e m e n P u b l i k

kesanggupan menjalin jaringan. Inovasi dan introduksi IT dalam birokrasi bisa
dimanfaatkan untuk menurunkan biaya dan meningkatkan efektivitas kerja
pemerintah, terutama dalam pelayanan publik.

49 | M a n a j e m e n P u b l i k

BAB VIII
AKUNTABILITAS DAN ETIKA DALAM MANAJEMEN

PUBLIK

A. Pendapat Tentang Akuntabilitas

Akuntabilitas (accountability) merupakan salah satu istilah yang
diterapkan untuk mengukur, apakah dana publik dipergunakan secara tepat sesuai
tujuan yang telah ditetapkan. Beberapa ahli memberikan beberapa definisi sebagai
berikut:

1. Candler dan Plano (dalam Widodo, 2001) menjelaskan bahwa akuntabilitas
menunjuk pada institusi tentang “check and balance” dalam sistem administrasi.
Akuntabilitas berarti menyelenggarakan perhitungan terhadap sumber daya atau
kewenangan yang digunakan.

2. Wahyudi Kumorotomo (2013) menjelaskan bahwa akuntabilitas adalah ukuran
yang menunjukkan apakah aktivitas birokrasi dalam pelayanan publik yang
dilakukan oleh pemerintah sudah sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang
dianut oleh rakyat, dan apakah pelayanan publik tersebut mampu
mengakomodasi kebutuhan rakyat yang sesungguhnya.

3. Agus Dwiyanto (2006) menjelaskan bahwa akuntabilitas dalam
penyelenggaraan pelayanan publik merupakan suatu ukuran yang menunjukkan
seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran
nilai-nilai atau norma eksternal yang ada di masyarakat atau yang dimiliki oleh
para stakeholders.
Dari beberapa pengertian akuntabilitas dapat disimpulkan bahwa

akuntabilitas merupakan kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atas
kinerja seseorang/pimpinan organisasi maupun badan hukum kepada pihak yang
memiliki wewenang untuk minta pertanggungawaban.

Menurut Moncrieffe dalam Budi Setiyono (2014) pola akuntabilitas
memiliki dua dimensi, yaitu :
1. Ex-post facto accountability (Akuntabilitas Normatif)

50 | M a n a j e m e n P u b l i k

Akuntabilitas Normatif pada prinsipnya mengharuskan pejabat dan lembaga
publik bertanggung jawab atas kewenangan yang ada pada mereka, melalui
norma hukum, monitoring sistem, mekanisme anggaran dan juga pemilu. Proses
akuntabilitas memerlukan mekanisme penilaian melalui Lembaga publik lainnya
yang independent yang diberikan hak untuk memeriksa setiap Lembaga publik
terhadap rasionalitas kinerja yang dilakukan oleh institusi publik.
2. Ex-ante accountability (Akuntabilitas Positif)
Pada akuntabilitas positif pada intinya mewajibkan pejabat publik untuk selalu
merepresentasikan keinginan rakyat dalam setiap pelaksanaan kebijakan yang
mereka ambil. Mereka harus selalu mengkonsultasikan setiap tindakan kepada
publik, memberikan alternative, memberikan penjelasan dan informasi yang
lengkap, menyediakan mekanisme bagi publik untuk memberikan saran atau
mengecek kebijakan para pejabat serta merevisinya bilamana perlu.

Untuk mewujudkan kedua prinsip tersebut, beberapa negara telah
menerapkan akuntabilitas publik yang lebih progresif, dengan mengikutsertakan
rakyat dalam menentukan penilaian pegawai, menguji calon pejabat, melakukan
promosi serta mengevaluasi anggaran pada unit-unit institusi publik. Di negara-
negara maju, penilaian, promosi dan kontrak terhadap pegawai publik selalu
didasarkan pada pendapat dan penilaian masyarakat selaku client. Bila ternyata
pengguna jasa berpendapat bahwa seorang pegawai telah bekerja dengan baik,
memiliki reputasi dan kemampuan manajerial yang handal serta memiliki kapasitas
yang baik sebagai pegawai , maka yang bersangkutan biasanya akan mendapatkan
kesempatan yang lebih besar untuk mempertahankan sebagai pegawai, diberikan
tunjangan yang lebih tinggi serta dipromosikan.

51 | M a n a j e m e n P u b l i k

Proses akuntabilitasi dapat dilaksanakan dengan berbagai macam cara,
tergantung pada pokok tujuan yang akan dicapai. Untuk memenuhi prinsip
akuntabilitasi, seorang apparat harus memenuhi standar profesionalisme, artinya
seorang apparat tidak dapat dikatakan bertanggung jawab apabila dia tidak
profesional dalam menjalankan tugas. Beberapa kriteria pejabat publik yang
professional antara lain :
1. Taat dan memegang teguh hukum.
2. Melaksanakan kewajiban kepada pemerintah yang sedang berkuasan dengan

tanpa meninggalkan imparsialitas politik.
3. Menguasai ilmu pengetahuan dan kemampuan yang sesuai dengan bidang

tugasnya.
4. Memberikan pelayanan dan mencapai tujuan institusi dengan efisien dan

memenuhi prosedur respnsibilitas keuangan.
5. Memperlihatkan pribadi yang bertanggung jawab, berintegritas dan komit

terhadap kepentingan publik.
6. Menguasai bidang tugas, selalu siap dimintai saran terhadap masalah yang

berkaitan dengan tugasnya, serta mampu membuat keputusan yang analitis yang
berwawasan ke depan.
7. Menghormati manusia lain, baik di dalam maupun di luar institusinya.
8. Menawarkan nasihat, ulet dan bebas dari pamprih yang subjektif.
9. Meningkatkan pencapaian nilai-nilai dan tujuan utama institusi serta selalu
mengevaluasi apakah organisasinya telah berjalan pada nilai dan tugas yang
diamanatkan.

Bagi aparatur yang bekerja tidak professional dianggap tidak memenuhi asas
akuntabilitas, oleh karena itu mereka harus dikenakan sanksi sesuai kesalahan yang
mereka lakukan.

B. Posisi Akuntabilitas Dalam Manajemen

Akuntabilitas juga memiliki kedudukan yang penting secara internal
dalam proses manajemen. Akuntabilitas berfungsi sebagai umpan balik untuk
menjamin terlaksananya visi dan tujuan strategis organisasi. Seorang pemimpin

52 | M a n a j e m e n P u b l i k

disini harus dapat menterjermahkan dan mendistribusikan beban akuntabilitas yang
ada pada dirinya kepada unit-unit yang ada di bawahnya, kemudian unit
mendistribusikan lagi pada sub-sub unit.

Secara eksternal, akuntabilitas baru dapat diterima apabila suatu organisasi
dapat menunjukkan tercapainya visi misi yang telah ditetapkan dengan persetujuan
rakyat, yang diwakili parlemen. Institusi publik bekerja berdasarkan kontrak sosial,
berupa visi dan misi, antara dirinya sebagai pengguna anggaran dan pemangku
otoritas dengan rakyat memberikan anggaran dan otoritas. Dengan demikian, tolak
ukur akuntabilitas adalah sejauhmana institusi publik mampu melaksanakan tugas
yang diukur dari baik tidaknya mereka mengelola manajemen internal.

C. Akuntabilitas Dan Etika

Dalam institusi publik, akuntabilitas berkaitan erat dengn etika. Dalam
pandangan filosofis, perilaku yang etis adalah perilaku yang baik, menyenangkan
bagi orang lain, sehingga dalam konteks tertentu etika sering disebut sebagai moral
filosofis.

Peran dari etika dalam kehidupan sosial adalah menciptakan serta
memastikan terjadinya hubungan social yang harmonis dalam suatu masyarakat.
Etika akan menciptakan kenyamanan dalam kancah sosial, baik antar- individu,
antara individu dengan kelompok, maupun antara kelompok dengan kelompok.
Hilangnya suatu etika dalam pergaulan sosial akan menciptakan situasi chaotic
(rusuh) dan tidak teratur, sehingga menyebabkan kehidupan tidak nyaman.
Keharmonisan itu biasanya tercipta dari adanya rasa saling percaya. Etika dapat
berjalan agar tujuan dapat tercapai.

Dalam sektor publik, etika bertugas menjaga keharmonisan antara rakyat
dengan institusi publik. Etika bekerja manakala institusi publik menjalankan
tugasnya sesuai mandat yang diberikan, tidak dimanipulasi, tidak disalahgunakan
dan diterlantarkan. Kepercayaan publik merupakan modal dasar institusi dalam
bekerja. McCarthy menjelaskan bahwa ketiadaan etika dapat menyebabkan:

1. Lemahnya dukungan terhadap pemerintah
2. Ketidakpercayaan kepada pejabat publik

53 | M a n a j e m e n P u b l i k

3. Menghilangkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Apakah prinsip-prinsip etika dalam sektor publik? Budi Setiyono menyebutkan
bahwa etika dalam sektor publik memiliki 6 prinsip, yaitu:

1. Impartiality/kenetralan
Impartiality merupakan prinsip yang menempatkan institusi publik sebagai
institusi yang menjadi milik semua golongan. Institusi publik harus bisa
memperlakukan semua orang dan kelompok masyarakat secara sederajad.

2. Integrity/integritas
Integrity merupakan prinsip yang menekankan bahwa institusi publik dijalankan
dengan nilai-nilai kejujuran, kehormatan dan kebanggaan sebagai alat negara.
Institusi publik tidak boleh melakukan hal-hal yang tercela. Integritas juga
berarti bahwa institusi publik bersedia melakukan pengabdian dan pengorbanan
dengan menempatkan kepentingan masyaraat di atas kepentingan institusi
maupun perorangan dalam institusi.

3. Openness/keterbukaan
Openness adalah prinsip yang mendorong institusi publik untuk senantiasa dapat
dilihat, dimonitor dan diawasi secara apa adanya. Institusi publik kecuali diatur
dalam undang-undang kerahasiaan negara, tidak boleh menghalangi akses bagi
masyarakat untuk melihat kinerja dan proses dalam institusi, tidak boleh
melakukan manipulasi dfan rekayasa untuk menutup-nutupi sesuatu.

4. Service focus/berorientasi untuk melayani.
Service focus adalah prinsip yang memastikan institusi publik bertugas sebagai
institusi yang melayani, memberdayakan, memuliakan dan mengayomi, dan
bukan menindas masyarakat. Institusi publik berdiri dan didirikan untuk rakyat,
bukan untuk dirinya sendiri.

5. Accountability/akuntabilitas
Accountability adalah prinsip yang menekankan bahwa perilaku, kebijakan dan
kegiatan institusi publik selalu dapat dipertanggungjawabkan dalam kerangka
kepentingan publik. Tidak boleh ada sedikitpun fasilitas, anggaran dan

54 | M a n a j e m e n P u b l i k

kewenangan yang dimiliki dipergunakan bagi sesuatu yang bertujuan untuk
kepentingan pribadi atau kelompok.
6. Responsiveness/daya tanggap
Responsiveness adalah prinsip yang mengharuskan institusi publik memandang
bahwa keinginan, respon, masukan, kritik serta eveluasi dari masyarakat sebagai
sesuatu yang dihargai, diperlakukan dengan hormat dan dijadikan acuan dalam
menyusun langkah kerja selanjutnya.

D. Infrastruktur Etika

Pelaksanaan etika dalam institusi publik adalah merupakan hal yang rumit
dan tidak mudah. Oleh karena itu, pemerintah perlu menyusun adanya infrastruktur
yang dapat mendukung diterapkannya etika dalam kinerja institusi publik.
Infrastruktur tersebut antara lain adalah:
1. Political commitment (adanya komitmen politik), yaitu komitmen yang dibuat

oleh pemerintah untuk menerapkan etika dalam manajemen publik. Dalam
kaitan ini, politisi atau pejabat politik di eksekutif dan legislative harus
menyatakan bahwa etika merupakan sesuatu yang penting. Mereka perlu
memberikan contoh dengan tindakan dan membuat pilot project untuk diketahui
masyarakat. Langkah selanjutnya adalah mereka perlu memberikan dukungan
pelaksanaannya dengan sumberdaya yang mencukupi.
2. Effective Legal Framework (adanya frame hukum) berkaitan dengan perlunya
hukum dan pengaturan perilaku standar bagi institusi publik. Aturan tersebut
perlu dilaksanakan secara konsisten dengan memberlakukan penghargaan bagi
mereka yang mematuhinya dan memberikan sanksi bagi mereka yang
melanggar.
3. Efficient Accountability Mechanism (adanya mekanisme akuntabilitas yang
efisien), yaitu penerapan prinsip akuntabilitas secara efisien dalam konteks
prosedur administrative, sistem audit, evaluasi kinerja instansi, konsultasi dalam
masalah etika dan mekanisme pengawasan.

55 | M a n a j e m e n P u b l i k

4. Workable Codes of Conduct (adanya kode etik yang implementatif), yaitu
tersedianya kode etik yang tidak terlalu sulit difahami, melainkan dapat
dipraktikkan sebagaimana contoh standar profesionalitas.

5. Professional Socialization Mechanisms (adanya sosialisasi yang professional),
yaitu berkaitan dengan proses penjelasan prinsip-prinsip etika melalui berbagai
macam forum Pendidikan dan training pegawai.

6. Supportive public Service Conditions (adanya kondisi sistem kerja yang
mendukung), yaitu berkaitan dengan tercukupinya peralatan dan fasilitas untuk
menegakkan etika, pembayaran yang tepat, serta keamanan bagi siapa saja yang
berperan dalam penegakan etika. Misalnya ada perlindungan terhadap saksi
pelapor pelanggaran.

7. Determine an Ethics Coordinating Body (membuat Lembaga koordinasi etik),
yaitu berkait dengan adanya Lembaga yang diberikan kewenangan untuk
mengawasi, menerima laporan, melakukan infestigasi dan menindak terhadap
siapa saja yang melanggar etika.

8. Develop an Affective Society (pembangunan civil society yang efektif), yaitu
perlunya LSM, organisasi social, dan media untuk berperan sebagai pengawas
aktivitas Lembaga publik secara aktif dan terus menerus.

56 | M a n a j e m e n P u b l i k

BAB IX
KINERJA ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Kinerja organisasi merupakan kumulatif dari kinerja pegawai, oleh karena
itu semakin tinggi kinerja pegawai akan semakin tinggi pula kinerja organisasi.
Kinerja organisasi dilihat dari orientasinya dapat dibedakan menjadi kinerja
organisasi bisnis dan kinerja organisasi publik. Organisasi bisnis bertujuan
memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dengan menggunakan sumber daya yang
seefektif dan seefisien mungkin, sedangkan organisasi publik berorientasi pada
pencapaian manfaat yang sebesar-besarnya dengan mengorbankan sumber daya
yang tersedia. Penilaian kinerja organisasi sektor publik juga harus dilakukan
sebagai bagian pertanggung jawaban akuntabilitas institusi pada
masyarakat.Pengukuran kinerja pada sector publik pada dasarnya sama dengan
pengukuran kinerja di sektor bisnis

A. Hakikat Kinerja Sektor Publik
Didalam Bahasa Inggris pengertian “public” diartikan umum, masyarakat

dan negara dipakai bergantian. Dalam hubungannya dengan administrasi publik
(public administration), diterjemahkan sebagai administrasi negara, maka
kecenderungan pelayanan dan penyelenggaraan roda pemerintahan akan
bermotivasi serba negara. Organisasi sektor publik berhubungan dengan
kepentingan umum dan penyedia barang dan jasa untuk publik yang dibayar melalui
pajak, retribusi, dan pendapatan negara lainnya yang diatur dengan undang-undang.
Organisasi sektor publik tidak bisa terlepas dari pemerintah, maka organisasi publik
identik dengan pemerintah, meskipun sesungguhnya area organisasi sektor publik
lebih luas dari sekedar pemerintahan. Organisasi publik berbeda dengan sektor
bisnis, namun dalam beberapa hal terdapat persamaan keduanya antara lain:
1. Bagian dari sistem ekonomi negara

Keduanya merupakan bagian integral dari sistem ekonomi di suatu negara dan
menggunakan sumber daya yang sama untuk mencapai tujuan organisasi.

57 | M a n a j e m e n P u b l i k

2. Kelangkaan sumber daya
Menghadapi masalah yang sama, yaitu masalah kelangkaan sumber daya
sehingga baik organisasi sektor publik maupun sektor swasta dituntut untuk
menggunakan sumber daya organisasi secara ekonomis, efisien, dan efektif.

3. Proses pengendalian manajemen
Proses pengendalian manajemen, termasuk manajemen keuangan, pada
dasarnya sama dikedua sek tor ini. Keduanya sama-sama membutuhkan
informasi yang handal dan relevan untuk melaksanakan fungsi managemen,
yaitu: perencanaan, pengorganisasiaan, dan pengendalian.

4. Produk
Pada beberapa hal, kedua sektor menghasilkan produk yang sama, misalnya baik
pemerintah maupun swasta sama-sama bergerak di bidang transportasi massa,
Pendidikan, kesehatan, penyediaan energi dan lain sebagainya.

5. Peraturan Perundangan
Kedua sektor ini terikat pada peraturan perundangan dan ketentuan hukum lain
yang dipersyaratkan.

Organisasi sektor publik sangat dibutuhkan dapat menyediakan
kepentingan masyarakat. Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
menikmati public goods dan services sebagai bentuk imbalan secara tidak langsung
atas kewajiban membayar pajak yang telah mereka lakukan, Pemerintah sebagai
penyelenggara kekuasaan negara bisa menyediakan public goods dan services
tersebut untuk kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata Mahsun, (2006).
Menurut Mahsun terdapat lima argumentasi mengapa organisasi sektor publik
dibutuhkan yaitu:

1. Untuk menjamin agar pelayanan publik seperti Pendidikan, kesehatan,
transportasi, rekreasi, perlindungan hukum, dan lain sebagainya dapat
disediakan untuk masyarakat secara adil dan merata tanpa memperhitungkan
kemampuan masyarakat untuk membayarnya.

58 | M a n a j e m e n P u b l i k

2. Untuk memastikan bahwa pelayanan publik tertentu ditempatkan pada wilayah
yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, misalnya: museum, perpustakaan,
tempat parkir dan lain-lain.

3. Untuk menjamin bahwa public goods dan services disediakan dengan harga yang
relatif lebih murah dibanding jika membeli dari perusahaan swasta, misalnya:
jasa transportasi, rumah sakit, sekolah,dan perusahan jasa lainnya yang
meyediakan layanan jasa yang serupa.

4. Untuk menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa dengan adanya perbedaan
agama maupun suku.

5. Untuk melindungi hak dan kemerdekaan masyarakat dengan menentukan
peraturan perundangn yang kuat dan jelas.

B. Pengukuran Kinerja Publik

Pada prinsipnya penilaian kinerja merupakan cara pengukuran kontribusi
dari individu dalam instansi yang dilakukan terhadap organisasi. Nilai penting dari
penilaian kinerja adalah menyangkut penentuan tingkat kontribusi individu yang
diekspresikan dalam penyelesaian tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan
yang dapat dinilai hasil kerjanya. Secara definitif Bernadin & Russel dalam Lijan
Poltak, (2012) menjelaskan bahwa kinerja merupakan catatan outcome yang
dihasilkan dari fungsi pegawai tertentu atau kegiatan yang dilakukan selama
periode tertentu. Pengertian kinerja disini tidak bermaksud menilai karakteristik
individu, tetapi mengacu pada serangkaian hasil yang diperoleh selama periode
tertentu.

Penilaian kinerja individual sangat bermanfaat bagi dinamika
pertumbuhan organisasi secara keseluruhan. Melalui penilaian tersebut maka dapat
diketahui kondisi nyata pegawai dilihat dari kinerjanya. Permasalahan yang
biasanya muncul dalam proses penilaian terletak pada bagaimana obyektivitas
penilaian dapat dipertahankan. Dengan kemampuan mempertahan obyektivitas
penilaian, maka hasil penilaian menjadi akurat. Untuk menjaga sistem penilaian
yang obyektif hendaknya apara penilai maupun supervisor harus menghindarkan

59 | M a n a j e m e n P u b l i k

diri dari adanya “like” dan “dislike” dengan demikian tujuan dan kontribusi dari
hasil penilaian yang diharapkan dapat tercapai. Adapun sejumlah tujuan penilaian
adalah:
1. Untuk mengetahui tujuan dan sasaran manajemen dan pegawai.
2. Memotivasi pegawai untuk memperbaiki kinerjanya.
3. Mendistribusikan reward dari organisasi/ instansi yang dapat berupa

pertambahan gaji atau upah serta promosi yang adil.
4. Mengadakan penelitian managemen personalia.

Pengukuran kinerja sektor publik menurut Mardiasmo (2011) mempunyai tiga
tujuan yaitu:
1. Memperbaiki kinerja pemerintahan agar kegiatan pemerintah terfokus pada

tujuan dan sasaran program unit kerja.
2. Pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan.
3. Mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi

kelembagaan.

Pengukuran kinerja sektor publik menurut Kumorotomo (1995) dalam Lijan Poltak
Sinambela (2012) mempunyai beberapa kriteria penilaian yaitu:
1. Efisiensi, menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan dalam mendapatkan

laba, memanfaatkan faktor-faktor produksi serta pertimbangan yang berasal dari
rasionalitas ekonomi tercapai.
2. Efektivitas, apakah tujuan dapat tercapai
3. Keadilan
4. Daya Tanggap

Elemen Pokok Pengukuran Kinerja Organisasi Publik, sebagaimana penilaian
kinerja individu, dalam penilaian kinerja organisasipun harus dilakukan dengan
prinsip-prinsip yang baik dan benar. Menurut Mohamad Mahsun, (2006: 26)
terdapat empat elemen pengukuran kinerja organisasi yaitu:

(1) menetapkan tujuan, sasaran dan strategi organisasi;
(2) merumuskan indikator dan ukuran kinerja;

60 | M a n a j e m e n P u b l i k

(3) mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran orgsanisasi;
(4) evaluasi kinerja (umpan balik, penilaian kemajuan organisasi, meningkatkan
kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas). Berikut uraiannya:

1. Menetapkan Tujuan, Sasaran dan Strategi Organisasi Tujuan adalah pernyataan
secara umum tentang apa yang ingin dicapai sebagai penjabaran dari visi dan
misi yang telah ditentukan oleh organisasi. Kemudian ditentukan sasaran yaitu
tujuan organisasi yang dinyatakan secara eksplisit dengan dibatasi waktu yang
jelas kapan sasaran itu akan dicapai. Selain itu dalam sasaran biasanya sudah
semakin jelas karena umumnya di nyatakan secara kuantitatif, sehingga lebih
mudah mengukurnya. Selanjutnya ditentukan strategi pencapaiannya yang
menggambarkan bagaimana mencapainya. Oleh sebab itu dalam bagian ini akan
ditetapkan cara dan teknik yang akan digunakan untuk mencapainya. Tahap
akhir adalah menetapkan indikator-indikator dan kriteria keberhasilan
pencapaian tujuan. Tujuan, sasaran dan strategi tersebut ditetapkan berfokus
pada visi dan misi organisasi.

2. Merumuskan Indikator dan Ukuran Kinerja
Indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung yaitu
hal-hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja. Ukuran kinerja
mengacu pada penilaian kinerja secara langsung. Indikator dan ukuran kinerja
ini sangat dibutuhkan untuk menilai tingkat ketercapaian tujuan, sasaran dan
strategi. Indikator kinerja dapat berbentuk faktor-faktor keberhasilan utama atau
yang disebut critical succsess factors dan indikator kinerja kunci atau yang
disebut key performance indicator.

Faktor keberhasilan utama adalah suatu area yang mengindikasikan kesuksesan
kinerja unit kerja organisasi. Area ini menggambarkan preferensi manajerial
dengan memperhatikan variabel-variabel kunci finansial dan non finansial pada
kondisi waktu tertentu. Faktor keberhasilan utama ini harus secara konsisten
mengikuti perubahan yang terjadi dalam organisasi. Sedangkan indikator kinerja
kunci merupakan sekumpulan indikator yang dapat dianggap sebagai ukuran
kinerja kunci yang baik bersifat finansial maupun non finansial, untuk

61 | M a n a j e m e n P u b l i k

melaksanakan operasi dan kinerja unit bisnis. Indikator ini dapat digunakan oleh
manajer untuk mendeteksi dan memonitor capai an kinerja yang ditetapkan.
3. Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi
Jika sudah mempunyai indikator dan ukuran kinerja yang jelas, maka
pengukuran kinerja bisa diimplementasikan. Mengukur tingkat ketercapaian
tujuan, sasaran dan strategi adalah membandingkan hasil aktual dengan indikator
dan ukuran kinerja yang telah ditetapkan. Analisis antara hasil aktual dengan
indikator dan ukuran kinerja ini menghasilkan penyimpangan nol.

Penyimpangan positif berarti pelaksanaan kegiatan sudah berhasil mencapai
serta melampaui indikator dan ukuran kinerja yang ditetapkan, sementara
penyimpangan negatif berarti pelaksa naan kegiatan belum berhasil mencapai
indikator dan ukuran kinerja yang ditetapkan.
4. Evaluasi Kinerja
Evaluasi atau penilaian kinerja akan memberikan gambaran kepada penerima
informasi menge na nilai kinerja yang berhasil dicapai organisasi, Capaian
kinerja organisasi dapat dinilai dengan dala pengukuran tertentu, khususnya
Skala Likert. Informati capaian kinerja dapat dijadikan umpan balik dalam
bentuk penghargaan atau hukuman (reward and punishment), penilalan
kemajuan organisasi dan sebagai landasan yang tepat untuk pengambilan
keputusan, serta untuk melihat akuntabilitas. Dalam evaluasi ini perlu dicermati
beberapa hal yaitu: pertama, umpan balik. Hasil pengukuran terhadap capaian
kinerja haruslah dikomunikasikan kepada pegawai yang bersangkutan dalam
bentuk umpan balik. Dengan kata lain, hasil evaluasi akan dijadikan dasar bagi
manajemen atau pengelola organisasi untuk perbaikan kinerja pada periode
berikut. Kedua, penilaian kemajuan organisasi, pengukuran kinerja yang
dilaksanakan setiap periode tertentu, sangat bermanfaat untuk menilai kemajuan
yang telah dicapai organisasi. Kriteria yang digunakan untuk menilai kemajuan
organisasi. Kriteria yang digunakan untuk menilai kemajuan organisasi ini
adalah tujuan yang telah ditetapkan. Dengan membandingkan hasil yang aktual
yang tercapai dengan tujuan organisasi yang dilakukan secara berkala, misalnya
bulanan, triwulan, semester atau tahunan kemajuan organisasi dapat ditentukan.

62 | M a n a j e m e n P u b l i k

Dalam organisasi yang sehat, perbaikan kinerja secara terus menerus menjadi
keharusan, hal ini menjadi indikator utama sehat tidaknya organisasi tersebut.
Sedangkan, ketiga, meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan
akuntabilitas. Pengukuran kinerja menghasilkan informasi yang sangat
bermanfaat untuk pengambilan keputusan manajemen maupun para pemangku
kepentingan. Berbagai keputusan yang bersifat ekonomis dan strategis sangat
membutuhkan dukungan informasi kinerja ini. Informasi kinerja juga membantu
menilai keberhasilan manajemen atau pihak yang diberi amanah untuk
mengelola atau mengurus organisasi.

Kinerja organisasi merupakan hal yang penting untuk mengukur
keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya, menurut Fremont E. Kast
dan Rosenzweight (1982) dalam Lijan Poltak Sinambela (2012), menyatakan
bahwa kinerja menyangkut sejauh bagaimana hasil dapat dicapai. Namun Kast dan
Rosenzweigh selanjut nya menambahkan bahwa "effectiveness is concerned with
the accomplishment of explicit goals. What is the degree of accomplishment of
objectives in key result area"? Dengan demikian menyangkut efektivitas, yaitu
sejauhmana tujuan yang dinyatakan dalam petunjuk hasil dapat dicapai oleh suatu
organisasi.

Gambar 1. Siklus Manajemen Strategis

Kumorotomo (1995) dalam Lijan Poltak Sinambela (2012)
mengemukakan beberapa kriteria yang dapat dijadikan pedoman dalam menilal
kinerja organisasi publik, kriteria tersebut antara lain:
1. Efisiensi, menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan dalam mendapatkan

laba, memanfaatkan faktor-faktor produksi serta pertimbangan yang berasal dari
rasionalitas ekonomi tercapai.
2. Efektivitas, apakah tujuan dapat tercapai.

63 | M a n a j e m e n P u b l i k

3. Keadilan
4. Daya tanggap

Selanjutnya, Selim dan Woodward dalam Willcock dan Harrow, (1992)
dalam Lijan Poltak Sinambela (2012), mengemukakan bahwa ada lima dasar yang
dapat dijadikan kriteria kinerja Sektor Publik yaitu:

1. Workload/demand/volume pelayanan yang menunjukkan seberapa besar
pelayanan disediakan;

2. Ekonomi, yang menunjukkan apakah biaya yang digunakan lebih murah
daripada yang direncanakan;

3. Efisiensi, yang menunjukkan perbandingan biaya dengan hasil yang dicapai:
4. Efektivitas, yang menunjukkan perbandingan hasil yang seharusnya dengan

hasil yang dicapai;
5. Equity, yang menunjukkan tingkat keadilan potensial dari kebijakan yang

dihasilkan.

Dalam organisasi sektor publik, jarang menggunakan indikator
keuntungan mengingat orientasi utama organisasi publik berbeda dengan organisasi
bisnis. Pengukuran dari output pelayanan khususnya yang berhubungan dengan
pelayanan sosial, sulit diukur efektivitasnya. Hasil dari pengukuran kinerja dapat
digunakan untuk menentukan beberapa hal antara lain: (1) menentukan bahwa
keuntungan dan pengaruh yang sedang berjalan dapat dicapai; (2) memperoleh
jaminan bahwa tujuan dapat dan sedang dicapai; (3) memonitor dan mengontrol
perkembangan dari rencana yang telah ditetapkan; (4) memastikan penggunaan
sumber-sumber daya; (5) menilai efektivitas dan efisiensi dari sebuah aktifitas; (6)
menyediakan suatu dasar untuk memberikan penghargaan dan insentif; (7)
menentukan bahwa value for money dapat diperoleh (Chaizi Nasucha, 2004).

Suatu organisasi hanya diukur dari efektivitasnya dalam penggunaan
sumber daya dan bagai mana cara pengalokasian sumber daya tersebut kurang
memadai. Untuk itu dibutuhkan informasi yang komprehensif yang bersumber dari
dalam maupun dari luar organisasi. Dari luar dibutuhkan informasi dari pemangku

64 | M a n a j e m e n P u b l i k

kepentingan yang berada di luar organisasi. Selain itu, juga dibutuhkan informasi
dari para pesaing, sebab tampa pengukuran kinerja dengan menggunakan informasi
dari pesaing dan konsumen, gambaran pengukuran kinerja organisasi tersebut
tidaklah utuh.

Organisasi yang sedang diukur kinerjanya, haruslah mengetahui dasar-
dasar yang dibuat sebagai pengukuran dana apa yang ditekankan dari berbagai jenis
kualitas kinerja. Mereka yang bertanggungjawab harus diberikan beberapa indikasi
dari apa yang diharapkan dari mereka. Umumnya organisasi publik
mengedepankan penilaian kinerjanya berdasarkan pencapaian tujuan, dimana
menurut Johnson dan Lewin, (1988:188) dalam Lijan Poltak Sinambela (2012)
dibagi berdasarkan:
1. Kinerja politik

Tujuan yang berkaitan dengan kinerja politik berhubungan dengan pilihan
dimana undang-undang didasarkan pada nilai-nilai politik. keadilan dan politik
2. Penyampaian pelayanan.
Penyampaian pelayanan merujuk pada model yang normatif dari penyampaian
pelayanan dan efektivitas.

C. Aspek Penilaian Kinerja Sektor Publik

Banyak aspek penilaian kinerja sektor publik yang dapat digunakan.
Lohman (2003) dalam Lijan Poltak Sinambela (2012) misalnya mengemukakan
aspek-aspek pokok yang penting memperoleh pertimbangan dalam pengukuran
kinerja organisasi antara lain:
1. Sumber daya. Sumber daya dapat dilihat dari dua indikator yakni: (a) berbagai

biaya yaitu biaya produksi, biaya pemasaran, biaya pelayanan, biaya yang
berhubungan dengan persediaan, biaya distribusi dan sebagainya; (b) assets
yakni biaya angkut persediaan.
2. Output. Luaran ini dapat dilihat dari tiga indikator yaitu: (a) keuangan, yaitu dari
sisi penjualan, keuntungan dan ROI; (b) waktu antara lain waktu menanggapi
pelanggan dan ketepatan waktu pengiriman; dan (c) kualitas yang terindikasi
dari keluhan pelanggan dan kerusakan pengiriman.

65 | M a n a j e m e n P u b l i k

3. Fleksibilitas. Fleksibilitas dapat dilihat dari empat indikator yaitu:
(a) fleksibilitas volume yang tercermin dari kemampuan manajemen merespon
perubahan atas permintaan;
(b) fleksibilitas pengiriman, yang tercermin dari tingkat kecepatan pengiriman;
(c) fleksibilitas campuran, yang tercermin dari kemampuan melayani berbagai
jenis permintaan; dan
(d) fleksibilitas produk baru dan modifikasian, yang tercermin dari kemampuan
untuk menciptakan produk baru atau produk yang dimodifikasi.

Mengingat karakteristik organisasi sektor publik yang unik, organisasi ini
memerlukan ukuran penilaian kinerja yang lebih luas, tidak dilakukan dengan
hanya: tingkat laba, efisiensi atau hanya pada ukuran finansial saja. Pengukuran
kinerja organisasi sektor publik meliputi enam aspek (Mohamad Mahsun, 2006: 31)
dalam Lijan Poltak Sinambela (2012), yaitu:

1. Kelompok masukan (input)
Kelompok masukan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan
kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran.

2. Kelompok proses (process)
Kelompok proses adalah ukuran kegiatan, baik dari segi kecepatan, ketepatan
maupun ukuran tingkat akurasi pelaksanaan kegiatan tersebut.

3. Kelompok luaran (output)
Kelompok luaran adalah suatu yang diharapkan langsung dapat dicapai dari
suatu kegiatan yang dapat berwujud (tangible), maupun tidak berwujud
intangible).

4. Kelompok hasil (outcome)
Kelompok hasil adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya
keluaran kegiatan pada jangka menengah yang mempunyai efek langsung.

5. Kelompok manfaat (benefit)
Kelompok manfaat adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari
pelaksanaan kegiatan

6. Kelompok dampak (impact)

66 | M a n a j e m e n P u b l i k

Kelompok dampak adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun
negatif.

Mengukur efisiensi suatu organisasi menjadi salah satu fokus utama dalam
penilaian kinerja (Chaizi Nasucha, 2004: 111) dalam Lijan Poltak Sinambela
(2012). Idealnya, ukuran efisiensi memanfaatkan pengetahuan tentang p ses
produksi dan potensial kinerjanya. Meskipun pengukuran sektor publik lebih sulit,
pendekatan yang diambil untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi sangat
penting seperti halnya pada sektor swasta. Usaha-usaha ini memfokuskan pada
disain dan mendisain kembali (design and redisign) organisasi Penerapan ilmu
pengelolaan untuk meningkatkan pembuatan keputusan dan pemrosesan informasi,
inovasi teknologi untuk meningkatkan produktivitas, dan mekanisme yang terbuka
untuk meningkatkan efektivitas sistem timbal balik. Pendekatan dari semua ini
adalah bertujuan untuk meningkatkan kinerja organisasi yang lebih baik.

D. Model Penilaian Kinerja Sektor Publik

Menurut Johson dan Lewis (1988) dalam Lijan Poltak Sinambela (2012),
penilaian kinerja sektor publik difokuskan pada fungsi produksi yang merupakan
variabel terpenting dalam proses produksi itu sendiri. Terdapat empat model yang
dapat digunakan untuk penilaian kinerja yaitu: Goal Models; systems model;
decision systems disigns models; dan management sciences models.
1. Goal Models

Banyak orang berpandangan bahwa kinerja organisasi sama dengan efektivitas,
yang diukur berdasarkan pencapaian tujuan dan produktivitas. Model tujuan
efektivitas disandarkan pada spesifikasi normal dari suatu hirarkhi tujuan,
objektif dan dampak ukuran. Dalam model ini tidak perlu diadopsi tujuan secara
resmi. Terkait dengan hal itu, Mason dan Swanson (1977: 13) dalam Lijan Poltak
Sinambela (2012), menyebutkan bahwa pengukuran hasil keputusan manajemen
dari asumsi-asumsi bahwa organisasi mengikuti tujuan dan obyektif serta
memiliki ukuran kinerja. Organisasi mengoperasikan hambatan-hambatan yang
ada dan permintaan yang merupakan lingkungannya. Organisasi merupakan
fungsi pengelolaan yang membuat keputusan pada alokasi sumber daya dan

67 | M a n a j e m e n P u b l i k

organisasi memiliki seorang dianer yang merancang organisasi dan sistem
penilaiannya.

Pernyataan yang sama dari pendekatan tujuan, menekankan bahwa elektivitas
organisasi adalah organisasi yang mengorganisasikan tujuan yang ditetapkan,
menentukan aktifitas yang perlu untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, dan
mengalokasikan sumber-sumber untuk aktifitas organisasi tersebut. Di dalam
organisasi publik, model tujuan efektivitas telah ditentukan pada model analisis
program pembiayaan dalam hubungan akibat program tersebut.

2. Systems Model
Model sistem secara umum digunakan untuk menyamakan kinerja dengan
efektivitas dan memfokuskan pada ukuran pencapaian tujuan. Sebaliknya sistem
model sering tidak mengukur efetivitas secara keseluruhan, Hal yang sama
dikemukakan oleh Barnard dalam Lijan Poltak Sinambela (2012) efektivitas
adalah kepuasan atas motivasi individu. Oleh karena itu, efisiensi organisasi
adalah organisasi yang menyediakan jumlah dan jenis insentif minimal yang
diperlukan untuk mencapai produksi yang maksimal dari pegawai.

Efisiensi juga dikemukakan oleh Barnard, telah menjadi konsep dasar efektivitas
dalam penilaian kinerja, Hal yang sama dikemukakan oleh Seashorne dan Likert
bahwa partisipasi pegawai golongan bawah di dalam proses pembuatan
keputusan, dan pola komunikasi yang dikonsultasi akan meningkatkan
efektivitas.

3. Decision Systems Disigns Models
Ukuran efisiensi yang dikatakan dalam pendekatan ini adalah konsep
kesejahteraan ekonomi dan efisiensi. Suatu sistem yang efisien adalah organisasi
yang ketika melakukan reorganisasi memperbesar nilai dari satu variabel yang
diperlukan untuk mengurangi nilai yang lain. Implementasi dari konsep efisiensi
ini adalah sebuah sistem untuk menciptakan pembuatan keputusan, yaitu
pengeluaran pemerintah dapat dibandingkan dengan tingkat pengembaliannya.
Dengan kata lain, program program pemerintah dapat dibuat lebih efisien dengan
memperhatikan yang eksplisit untuk mengukur program input dan output serta

68 | M a n a j e m e n P u b l i k

membuat keputusan dan alokasi sumber-sumber pada sebuah dasar yang
komperatif, yaitu perbandingan di antara program-program alternatif.
4. Management Sciences Models
Permasalahan pembuatan keputusan berkaitan dengan metodologi ini telah
diterapkan meliputi perencanaan, analisis dan pembuatan kebijakan, manajemen
proyek, perencanaan staf, analisis lingkungan dan manajemen sumber daya,
penegakan hukum, dan lain-lain. Sluyter, dalam Chaizi Nasucha (2004:113)
dalam Lijan Poltak Sinambela (2012) mengajukan suatu model peningkatan
kinerja organisasi seperti tersaji dalam gambar dibawah ini.

Gambar 2. Model Peningkatan Kinerja Organisasi

Di dalam pengukuran kinerja suatu organisasi publik, sedikitnya ada empat
faktor yang harus dijadikan pertimbangan, yaitu ekonomi, efisiensi, efektivitas, dan
keadilan dalam memberikan pe Layanan (Flynn, 1997: 170-183) dalam Lijan Poltak
Sinambela (2012). Pengukuran dan efisiensi adalah bagian yang penting dari
akuntabilitas publik.
1. Ekonomi

Dari pengukuran kinerja dapat dilihat bagaimana dana digunakan oleh organisasi
sepanjang masa tertentu. Dalam prakteknya, pengukuran ini lebih ditekankan
pada proses anggaran. Anggaran adalah keterbatasan uang dan dalam banyak
kasus diproyeksikan dari tahun ke tahun dengan harapan tercipta tabungan

69 | M a n a j e m e n P u b l i k

efisiensi pada akhir tahun. Ide dari tabungan efisien tahunan berhubungan
dengan harapan umum yang berkaitan dengan produktivitas, khususnya
produktivitas pekerja yang meningkat dengan konstan.
2. Efisiensi
Pandangan yang lebih sophisticated adalah bagaimana uang digunakan dengan
baik dan bagaimana perbandingan antara output dengan input. Untuk kasus
tertentu, kinerja organis tidak dapat diukur dengan efisiensi karena produk dari
pelayanan publik tidak mudah dikur,
3. Efektivitas
Pengukuran efektivitas berkaitan dengan bagaimana mencari model pelayanan
sesuai dengan yang diinginkan. Perlu diingat di sini bahwa hasil suatu pelayanan
adalah berbeda dari satu individu ke individu lainnya.
4. Keadilan
Pertimbangan khusus dalam pelayanan publik adalah bagaimana pelayanan
dapat diberikan ke pada masyarakat secara adil. Permasalahan dalam sektor
publik adalah sektor publik dituntut untuk mencapai keuntungan tertentu (tidak
semua organisasi dengan tetap memberikan pelayanan yang dapat diakses secara
adil.
5. Fleksibilitas
Penekanan dari fleksibilitas adalah pelayanan publik harus dapat merespon
kejadian yang sifatnya darurat atau tidak terduga. Fleksibilitas dalam arti ada
batas-batas yang harus diperhatikan karena aspek ini kontradiktif dengan
efisiensi dan penggunaan kapasitas yang maksimal.

Sementara itu menurut Dwiyanto (1995: 48) dalam Lijan Poltak Sinambela
(2012) indikator pengukuran kinerja birokrasi yang biasa digunakan adalah
produktivitas. Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi,
tetapi juga efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai
ratio antara input dan output. Konsep produktivitas dirasakan terlalu sempit dan
kemudian General Accounting Office (GAO) mencoba mengembangkan suatu
ukuran produktivitas yang lebih luas dengan memasukkan seberapa besar

70 | M a n a j e m e n P u b l i k

pelayanan publik itu memiliki hasil yang diharapkan sebagai suatu indikator
kinerja yang penting.

A. Parameter Kinerja Organisasi Publik
Beberapa parameter yang digunakan untuk mengukur kinerja suatu

organisasi, antara lain produktivitas, responsivitas, responsibilitas, dan
akuntabilitas.
1. Produktivitas

Menurut Shafritz dan Russel, (1997: 318) dalam Lijan Poltak
Sinambela (2012) mendefinisikan bahwa produktivitas adalah hubungan antara
input dengan output. Dalam masyarakat terjadi tuntutan-tuntutan yang
mendorong pemerintah untuk mampu berbuat banyak dengan sumber-sumber
yang terbatas. Input yang diukur seperti tenaga kerja, materi dan modal,
sedangkan output berupa hasil kerja unit dan produk-produk pekerjaan dan
pemberian pelayanan. Dalam hubungan dengan hal ini, Kasim (1998)
menyatakan bahwa asumsi normatif yang dapat diberikan sebagai pedoman
dalam memahami produktivitas organisasi-organisasi sektor publik adalah
sebagai berikut:
a. Organisasi (institusi) publik tidak sepenuhnya otonom, tetapi dikuasai oleh

sektor-sektor eksternal.
b. Organisasi publik secara resmi (menurut hukum) diadakan untuk pelayanan

masyarakat.
c. Organisasi publik tidak dimaksudkan untuk berkembang, menjadi besar

dengan merugikan organisasi publik yang lain.
d. Kesehatan organisasi publik diukur melalui kontribusinya terhadap tujuan

politik, serta ke mampuan mencapai hasil maksimum dengan sumber daya
yang tersedia.

71 | M a n a j e m e n P u b l i k

Gambar 3. Sistem Produksi

Efektivitas dalam pelaksanaan administrasi menurut Tjokroamidjojo
(1987: 10) dalam Lijan Poltak Sinambela (2012) adalah agar upaya yang
dilakukan dapat mencapai hasil yang direncanakan dan lebih berdaya hasil.
Sementara yang dimaksud dengan efisien adalah melakukan perbandingan
dengan biaya dikeluarkan, atau antara hasil yang dicapai dengan pengorbanan.
Dikatakan efisien bila hasil lebih besar daripada pengorbanan. Setiap
pelaksanaan tugas dikatakan efektif apabila hasilnya semakin dekat dengan
perencanaan.

Menurut Etzioni, (1964: 8) dalam Lijan Poltak Sinambela (2012)
efektivitas organisasi dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan organisasi
dalam usaha mencapai tujuan atau sasaran. Meningkatkan produktivitas manusia
dalam organisasi tidak hanya menyangkut penjadualan pekerjaan dan
keterampilan yang diperlukan untuk itu, tetapi juga menyangkut kondisi, iklim,
dan suasana kerja. Untuk meningkatkan produktivitas tidak hanya melibatkan
nilai-nilai teknis dan administratif, tetapi juga nilai-nilai etika dan moral Siagian,

72 | M a n a j e m e n P u b l i k

dalam Lijan Poltak Sinambela (2012). Auren Uris dalam The Liang Gie (ibit)
menyatakan bahwa efisiensi dan efektivitas pada tingkat tertentu mempunyai arti
yang sama, meskipun kedua kata tersebut sesungguhnya memiliki perbedaan.
Efisien diartikan suatu tindakan yang dilakukan dengan pengeluaran tenaga
seminimal mungkin, sementara efektivitas berkaitan dengan hasil hasil yang
dicapai.

Menurut Chaizi Nasucha, (2004: 121) dalam Lijan Poltak Sinambela
(2012) efisiensi adalah indikator keberhasilan produktif, bukan kegiatan
destruktif suatu lembaga. Dalam kaitan ini, efisiensi merupakan suatu tolok ukur
yang lain yang digunakan untuk mengukur kinerja, baik kinerja tingkat pusat
(pertanggungjawaban,kinerja manajerial, maupun kinerja ekonomik suatu
perusahaan). Sementara pada tingkat perusahaan, usaha meningkatkan efisiensi
biasanya dikaitkan dengan biaya yang lebih kecil untuk memperoleh hasil
tertentu, atau dengan biaya tertentu dapat diperoleh hasil yang lebih baik. Ada
beberapa metode pengukuran produktivitas. Pendekatan pengukuran
produktivitas menurut Ross dan Burkhead dalam Chaizi Nasucha, dalam Lijan
Poltak Sinambela (2012) bisa dikategorikan menjadi: (1) pendekatan
pembiayaan; (2) pendekatan beban kerja; (3) pendekatan rekayasa industri; dan
(4) pendekatan ekonometrik.
2. Responsivitas

Upaya untuk memperbaiki kinerja birokrasi negara salah satunya
adalah responsivitas Esman dalam Lijan Poltak Sinambela (2012). Responsivitas
adalah kesediaan untuk membantu rekanan atau pelanggan. Keinginan para
pelanggan adalah berkaitan dengan masalah waktu, akses dan komunikasi antara
pemberi layanan dengan pelanggan.

Responsivitas merupakan pertanggungjawaban dari sisi yang menerima
pelayanan. Organisasi publik dilihat dari sikap tanggapnya terhadap sesuatu
yang menjadi permasalahan, kebutuhan, keluhan, dan aspirasi masyarakat.
Hughes dalam Lijan Poltak Sinambela (2012) menggambarkan kualitas
interaksi antara administrasi publik dengan masyarakatnya. Hal ini
menunjukkan bahwa responsibilitas dapat melihat sejauh mana kebutuhan,

73 | M a n a j e m e n P u b l i k

masalah, tuntutan, dan aspirasi masyarakat dapat dipuaskan dalam bingkai
kebijakan, komprehensivitas dan aksessibilitas administrasi, terbukanya
administrasi terhadap keterlibatan masyarakat dalam proses pembuatan
keputusan, tersedianya diskursus dan penggantian yang mengarah pada efisiensi
ekonomi.

Menurut Smith dalam Lijan Poltak Sinambela (2012) responsivitas
sebagai kemampuan untuk menyediakan sesuatu yang menjadi tuntutan
masyarakat. Responsivitas merupakan cara yang efisien untuk mengelola urusan
lokal dan memberikan layanan lokal. Oleh karena itu, pemerintah dapat
dikatakan responsif terhadap kebutuhan masyarakat apabila kebutuhan
masyarakat dapat diidentifikasikan oleh para pembuat kebijakan dengan
pengetahuan yang tepat dan dapat menjawab apa yang menjadi kebutuhan
masyarakatnya. Organisasi mempunyai sejumlah fungsi yang berbeda dan
mereflek sikan aspek yang berbeda pula(Kanters dalam Lijan Poltak Sinambela
(2012). Untuk itu, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana memberdayakan
organisasi agar lebih bersifat responsive? Potter dalam Lijan Poltak Sinambela
(2012) menunjukkan lima faktor yang perlu diarahkan dan dikembangkan dalam
mencapai perubahan, yaitu akses, pemilihan, informasi, kesiapan, dan
representasi.

Masyarakat mengharapkan pegawai pemerintah menjadi responsif
dalam artian mau mendengarkan permintaan dan keperluan mereka. Dalam
konsep demokrasi, seseorang yang meminta dari pemerintah mempunyai hak
untuk mengharapkan suatu respons dan dilayani seperti permintaan yang men
legitimasi. Kesulitan timbul jika penduduk dan kelompok yang berkepentingan
mengharap responsibilitas yang terlalu besar. Mereka meminta birokrat untuk
merespons meskipun dapat menimbulkan interpretasi yang meragukan dan
melanggar hukum bagi orang lain.
3. Responsibilitas

Apabila responsivitas meletakkan prasyarat bahwa pegawai pemerintah
harus memenuhi permintaan dan keinginan publik responsibilitas menyatakan
secara tidak langsung bahwa mereka akan mengikuti nilai-nilai eksplisit dan

74 | M a n a j e m e n P u b l i k

implisit dari kebijakan dan administrasi yang tepat Levine dalam Lijan Poltak
Sinambela (2012). Pegawai pemerintah yang bertanggungjawab harus
mengetahui hukum dan memiliki keyakinan tentang program administrasi yang
tepat. Di bawah konsep ini, administrator dapat membuat keputusan tanpa secara
konstan mengikuti opini publik.

Menurut Fredrich dalam Darwin dalam Lijan Poltak Sinambela (2012)
responsibilitas merupakan konsep yang berkenan dengan standar dan
kompetensi teknis yang dimiliki administrator publik untuk menjalankan
tugasnya. Organisasi publik dikatakan responsibel apabila pelakunya memiliki
standar profesional atau kompetensi yang tinggi. Untuk dapat melakukan
penilaian terhadap sikap, perilaku dan kebijakan, organisasi publik harus
memiliki standar tersendiri secara administratif atau teknis sehingga disebut juga
sebagai pertanggungjawaban yang bersifat subyektif.

Responsibilitas subyektif lebih mengedepankan nilai-nilai etis dan
kemanusiaan yang terangkum dalam equity atau keadilan, equality atau
kesetaraan, dan fairness atau kewajaran untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat dan tugas administrasi lainnya Islamy, dalam Lijan Poltak Sinambela
(2012). Tang gungjawab subyektif berarti mempunyai rasa tanggungjawab dan
memiliki kemampuan dan kecakapan yang memadai dalam menjalankan tugas,
fungsi, dan tanggungjawab yang diberikan kepada organisasi publik.
4. Akuntabilitas

Akuntabilitas secara tidak langsung menyatakan bahwa pegawai
pemerintah harus bertanggung jawab terhadap publik. Akuntabilitas melengkapi
responsibilitas dalam penekanan yang berbeda antara birokrasi pada undang-
undang yang diluluskan oleh DPR dan disahkan oleh Presiden. Akuntabilitas
menyatakan bahwa publik melakukan kontrol yang kuat kepada pegawai.

Pertanggungjawaban tentang sifat, sikap, perilaku, dan kebijakan dalam
kerangka menjalankan tugas dan tanggungjawabnya kepada publik, menurut
Ilmu Administrasi disebut akuntabilitas. Konsep pertanggungjawaban menurut
Darwin dalam Lijan Poltak Sinambela (2012) dibedakan dalam tiga macam
yaitu: akuntabilitas, responsibilitas dan responsivitas. akuntabilitas merupakan

75 | M a n a j e m e n P u b l i k

istilah yang diterapkan untuk mengukur apakah dana publik tadi ditetapkan dan
tidak digunakan secara illegal. Akuntabilitas di sini berarti menyelenggarakan
perhitungan terhadap sumber daya atau kewenangan yang digunakan.
Akuntabilitas menekankan pada formalisasi dan legalisasi. Oleh karena itu
akuntabilitas ditekankan pada responsivitas dan kemampuan untuk mencapai
tujuan kebijakan secara efisien dan efektif.

Akuntabilitas yang dilakukan oleh organisasi sektor publik terdiri dari
empat dimensi sebagaima dikemukakan oleh Ellwood dalam Lijan Poltak
Sinambela (2012) yaitu: akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum;
akuntabilitas proses; akuntabilitas program serta akuntabilitas kebijakan.
a. Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum

Akuntabilitas kejujuran berkaitan dengan penghindaran penyalahgunaan
wewenang, sedangkan akuntabilitas hukum berkaitan dengan adanya jaminan
kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang dipersyaratkan dalam
penggunaan sumber daya publik
b. Akuntabilitas proses
Akuntabilitas proses berkaitan dengan masalah prosedur yang digunakan
dalam tugas, apakah udah memenuhi sistem informasi akuntansi, sistem
informasi manajemen dan prosedur administrasi. Akuntabilitas proses
dimanifestasikan melalui pemberian pelayanan publik yang cepat, responsif
dan murah. Akuntabilitas proses berkaitan dengan metode dan prosedur
operasi dari suatu sistem yang mentransformasikan input menjadi output.
c. Akuntabilitas program
Akuntabilitas program berkaitan dengan masalah pencapaian tujuan dan
mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil optimal
dengan biaya minimal. Akuntabilitas program berkaitan dengan unit-unit dan
birokrat secara individual yang melakukan aktivitas bersama untuk mencapai
efektivitas program. Untuk mencapai efektivitas program diperlukan dua
sarana utama yaitu: (1) audit kinerja yang berupa pengujian obyektif
mengenai kinerja finansial dan operasionalisasi program dari suatu organisasi
dan menggunakan standar ekonomis, efisien dan efektif yang telah

76 | M a n a j e m e n P u b l i k

ditetapkan. (2) akuntabilitas sosial yang berupa pengujian apakah kegiatan
administratif menimbulkan keyakinan dan membantu meluasnya tujuan
sosial yang dikehendaki.
d. Akuntabilitas kebijakan
Akuntabilitas kebijakan berkaitan dengan masalah pertanggun-jawaban
pemerintah kepada publik, baik pusat maupun daerah, atas kebijakan yang
diambil pemerintah terhadap masyarakat luas. Dalam membuat kebijakan
harus dipertimbangkan apa tujuan kebijakan tersebut, mengapa kebijakan itu
dilakukan.

77 | M a n a j e m e n P u b l i k

BAB X
MANAJEMEN PERUBAHAN

Perubahan, merupakan kata yang akan melekat pada eksistensi setiap
orang. Senang tidak senang, kita akan selalu berhadapan dengan perubahan itu
sendiri. Seorang pimpinan, baik organisasi publik maupun bisnis harus peka
terhadap perubahan yang terjadi, apa yang menyebabkan perubahan dan
bagaimana solusi atau strategi yang dilakukan untuk menghadapi perubahan
tersebut. Diperlukan persepsi dalam organisasi bahwa kelak organisasi akan
menghadapi masalah apabila perubahan tersebut tidak dilakukan. Persepsi itulah
yang menjadi kerangka acuan utama seorang agen perubahan untuk melakukan
sesuatu perubahan. Beberapa faktor yang perlu mendapat perhatian adalah
pertumbuhan pesat yang dialami oleh organisasi karena kemajuann jaman.
Adanya tekanan baik yang berasal dari dalam dan luar organisasi banyak
mendukung perubahan itu sendiri.

Tekanan yang berasal dari dalam dapat berupa:
1. Perubahan nilai kerja
2. Konflik internal organisasi
3. Masalah proses organisasi
4. Masalah manajemen organisasi
5. Masalah SDM, menurunnya semangat kerja

Tekanan dari luar organisasi dapat berasal dari:
1. Faktor teknologi
2. Faktor kompetisi lokal dan global
3. Kondisi ekonomi
4. Regulasi pemerintah
5. Pelestarian Lingkungan
6. Geo Politik
7. Berbagai Kecenderungan Sosial

78 | M a n a j e m e n P u b l i k

A. Pendekatan Manajer Terhadap Perubahan

Usaha para manajer untuk merubah organisasi pada masa lampau lebih
banyak ditujukan pada perubahan pada subsistem teknologis, subsistem
manajerial dan subsistem manusia. Sementara itu, belum banyak dipahami bahwa
subsistem budaya dapat berperan sebagai salah satu sasaran perubahan dan
sebagai sarana juga untuk meningkatkan efektivitas suatu organisasi.

1. Perubahan Subsistem Teknologis
Pentingnya perubahan subsistem teknologis pada dasarnya bermula dengan
lahirnya pendekatan ilmiah dalam manajemen, yang dipelopori oleh
Frederick W. Taylor dan kawan-kawan. Gerakan Manajemen Ilmiah
sebenarnya telah dimulai sekitar akhir abad yang lalu, dimana para insinyur
Amerika Serikat dan Eropa mencari dan mengembangkan cara-cara baru
untuk mengelola suatu perusahaan atau organisasi. Beberapa variabel yang
diperhatikan dalam manajemen ilmiah antara lain:

a. Pentingnya peran manajer dalam menggerakkan dan meningkatkan
produktivitas perusahaan atau organisasi.

b. Pengangkatan dan pemanfaatan tenaga kerja dengan persyaratan-
persyaratannya.

c. Tanggung jawab kesejahteraan pegawai.
d. Kondisi yang cukup untuk meningkatkan produktivitas kerja.

Peran manajer atau pimpinan dalam menentukan pilihan kebijakan
perusahaan adalah sangat penting. Selain itu, manajer harus dianggap sebagai
reformis dalam memperhaharui persyaratan kerja, kondii kerja, hari standar
kerja, tanggung jawab terhadap kesejahteraan karyawan, dan lain- lain dari
perbaharuan dalam manajemen. Taylor juga menekankan bahwa antara
waktu penyelesaian pekerjaan dapat dikorelasikan dengan upah yang
diterimakan, semakin tinggi prestasi dalam menyelesaikan pekerjaannya,
maka akan semakin tinggi upah yang diterima pegawai.

79 | M a n a j e m e n P u b l i k

2. Perubahan Subsistem Manajerial.
Orang yang pertamakali memberikan perhatian kepada subsistem manajerial
adalah Henri Fayol, seorang insinyur Perancis. Perkembangan prinsip-prinsio
yang berlaku secara universal mendorong manajer dan para ahli melakukan
berbagai usaha dalam meningkatkan produktivitas organisasi melalui
penyempurnaan subsistem manajerial. Teknik-teknik manajemen yang dipakai
adalah:
a. Restrukturisasi organisasi
b. Perumusan kebijakan
c. Penyusunan peraturan dan prosedur kerja
d. Penggunaan berbagai macam teknik perencanaan dan pengendalian.

Saat ini berkembang suatu pendekatan yang dikenal dengan nama
Operational Management yang sesungguhnya bersumber kepada prinsip-
prinsip administrasi dan manajemen. Penggunaan dari pendekatan perubahan
subsistem manajerial mengembangkan beberapa karakterisik, antara lain:
a. Pendekatan ini juga menggunakan berbagai macam teknik manajemen

yang berasal dari berbagai cabang ilmu pengetahuan seperti: matematika,
statistik, ekonomi, sosial dan psikologi. Perhatian utamanya adalah aspek-
aspek praktis manajemen yang dipergunakan sehari-hari.
b. Usahanya diarahkan untuk memperbaiki aspek-aspek praktis sehari-hari
melalui kegiatan reorganisasi, penentuan pedoman dan prosedur baru,
penggunaan Management by Objektif (MBO), dan sebagainya.
c. Pada permulaannya lebih banyak memberikan perhatiannya pada aspek
spesialisasi dan atau pengelompokan fungsi, tetapi pada masa kini lebih
banyak memberikan perhatian pada penerapan teknik manajemen yang
demokratis dan partisipatif.
d. Pendekatan ini menggunakan baik pendekatan atau teknik kuantitatif
maupun kualitatif yang dimaksudkan untuk dapat meningkatkan
produktifitas organisasi.
e. Secara implisit beranggapan bahwa subsistem ini merupakan subsistem
yang paling penting dan paling menentukan terjadinya efektivitas dan

80 | M a n a j e m e n P u b l i k

produktivitas organisasinya.
f. Perencanaan dan pelaksanaan dari usaha perubahan dilakukan oleh

manajer yang dianggap mampu. Manajer yang dianggap mampu tersebut
akan menentukan data apa yang harus dikumpulkan dan diolah,
merencanakan dan melaksanakan usaha-usaha perubahan.
3. Perubahan Subsistem Manusia

Sementara para pendukung pendekatan ilmiah lebih banyak
memberikan perhatian terhadap aspek teknis dan psikologis dari pekerjaan
seseorang, serangkaian yang dilakukan pada The Western Electric Company
di Hawthorn memberikan arah baru bagi kegiatan dan usaha untuk
mengadakan perubahan. Penelitian yang dilakukan pada tahun1927 dan
dilanjutkan1932, pada permulaannya bermaksud untuk meneliti pengaruh
faktor sinar, temperatur, suara, dan lain sebagainya terhadap produktivitas
seseorang. Studi ini membuktikan bahwa tidak terdapat hubungan langsung
antara faktor-faktor tersebut dengan produktiviatas seseorang. Penelitian
yang dilakukan terhadap jam kerja, masa istirahat dan pemberian insentif
juga memberikan hasil yang sama. Kesimpulan yang didapatkan bahwa
kondisi lingkungan bukan merupakan faktor yang menentukan produktivitas
seseorang. Beberapa karakteristiknya antara lain:

a. Pendekatan ini juga bersifat interdisipliner, terutama dengan
memanfaatkan prinsip-prinsip dan teori-teori yang berasal dari cabang
keilmuan anthropologi, sosiologi serta psikologi. Tekanannya terutama
pada aspek yang berkaitan dengan hubungan internasional.

b. Yang menjadi pusat perhatian dalam usaha perubahan adalah usaha untuk
membuat subsistem manusia dapat lebih berfungsi. Termasuk juga hal-hal
yang berkaitan dengan hubungan antar manusia dengan pekerjaannya.
Akhir-akhir ini usaha perubahan pada subsitem manusia dilakukan juga
dengan beberapa cara, antara lain menyediakan kafetaria, jam kerja yang
fleksibel, cuti akhir tahun dan sebagainya.

c. Pada awalnya, lebih diarahkan untuk mendapatkan pegawai yang sesuai

81 | M a n a j e m e n P u b l i k

dengan sifat pekerjaan yang tersedia, namun akhirnya diarahkan untuk
menyesuaikan pekerjaan dengan manusianya, yang dapat memberikan
kepuasan pada manusia dalam organisasi tersebut.
d. Pendekatan ini lebih banyak memberikan perhatian pada data yang
bersifat kualitatif, seperti: perasaan, sikap, perilaku, dan lain-lain. Data
yang diperlukan sebagai dasar untuk melakukan perubahan adalah data
yang berhubungan dengan semangat kerja dan tingkat kepuasan seseorang
e. Secara tidak langsung pendekatan ini berasumsi bahwa manusialah yang
menentukan efektivitas dan produktivitas suatu organisasi. Pendekatan ini
memberikan penilaian yang tinggi terhadap kebutuhan serta tingkat
kepuasan pribadi.
f. Usaha perubahan dilakukan oleh mereka yang memiliki keahlian di
bidang hubungan antar personal serta dinamika kelompok. Pada awalnya,
agen pembaharu dianggap sebagai seseorang yang dianggap memiliki
keahlian teknis dan manajerial, namun dalam perkembangannya agen
pembaharu lebih banyak berperan sebagai fasilitator, yaitu orang yang
berperan terjadinya proses interaksi dimana tidak perlu memiliki keahlian
teknis serta manajerial tertentu.

B. Aspek-Aspek Penting Dari Usaha Perubahan Organisasi

1. Sasaran Perubahan
Walaupun perubahan bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan
efektivitas organisasi secara keseluruhan, namun dalam kenyataannya masing-
masing pendekatan cenderung untuk lebih banyak memperhatikan pada salah
satu subsistem saja.

2. Landasan Pemikiran
Adanya kompleksitas permasalahan yang ada pada organisasi, menuntut kita
untuk mempergunakan landasan pemikiran yang lebih luas dan bersifat
interdisipliner.

3. Metode dan Teknik yang digunakan
Metode dan Teknik yang dipergunakan dalam perubahan sudah cukup maju,

82 | M a n a j e m e n P u b l i k

dimana teknik-teknik tersebut bertujuan untuk memperbaiki satu atau dua
subsistem tertentu. Hanya saja disini subsistem budaya sepertinya belum
begitu mendapatkan perhatian.
4. Sistem Nilai yang mendasari
Masing-masing pendekatan tersebut memiliki sistem nilai tersendiri. Sistem
nilai tersebut berkaitan dengan apa yang harus diubah, bagaimana
merubahnya, metode dan teknik apa yang akan dipergunakan, data apa yang
harus ditemukan dan dianalisis, serta apa tujuan dari perubahan itu sendiri.
5. Agen Pembaharu
Pada masa lampau usaha perubahan dilakukan oleh mereka yang disebut agen
pembaharu atau agen perubahan, terlepas dari kedudukan mereka sebagai
manajer, konsultan, pengajar atau pelatih. Dalam perubahan subsistem
teknologis mereka berperan sebagai perancang atau arsiteknya. Dalam
subsitem manajerial mereka berperan sebagai perancang organisasi dan
manajemen, sedangkan guru, pelatih atau pengajar berperan sebagai orang
yang dapat langsung mengadakan perubahan terhadap perilaku manusia.
Dalam perkembangannya, dalam melakukan perubahan subsistem budaya,
agen perubahan(kon perlu lebih banyak berperan sebagai fasilitator yang
membantu orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut untuk
merencanakan dan mengadakan perubahan berencana.

C. Perubahan Terencana
Menurut Robbins dalam Kusdi (2009) pengertian perubahan terencana

adalah berbagai upaya perubahan yang bersifat proaktif dan secara sengaja
dilakukan oleh organisasi. Dikatakan proaktif, karena pengelola organisasi
melakukan perubahan untuk mengantisipasi tantangan yang nantinya akan
dihadapi oleh organisasi di masa yang akan datang. Adanya pesaing-pesaing
baru, peraturan dan kebijakan pemerintah, hilangnya jaringan pemasok, dan lain-
lain masalah yang mungkin timbul, merupakan faktor-faktor yang perlu
diantisipasi oleh pengelola organisasi.

Perubahan terencana merupakan suatu kegiatan perubahan yang dilakukan

83 | M a n a j e m e n P u b l i k

dengan sengaja dan berorientasi pada tujuan. Terdapat dua sasaran perubahan
terencana, yaitu:
1. Perubahan tersebut mengupayakan perbaikan kemampuan organisasi dalam

menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berubah.
2. Perubahana tersebut mengupayakan perubahan perilaku karyawan.

Ada beberapa karakteristik perubahan berencana, yaitu :

1. Perubahan Perubahan berencana mencakup suatu keputusan yang penuh
pertimbangan, bertujuan secara jelas dituangkan dalam satu program yang
dimaksudkan untuk memecahkan masalah dan untuk mengadakan perubahan.

2. Perubahan berencana merefleksikan suatu proses perubahan yang dapat
diterapkan dalam berbagai klien, baik bersifat individu, kelompok, organisasi
bahkan masyarakat.

3. Perubahan berencana pada umumnya selalu menggunakan para ahli yang
berasal dari luar organisasi (konsultan). Perubahan berencana pada umumnya
menggunakan teknik intervensi. Teknik intervensi tersebut biasanya dilakukan
oleh seseorang yang mempunyai keahlian dalam menggunakan teknologi
tertentu sebagai alat untuk mengarahkan dan melaksanakan perubahan.
Seseorang yang berperan sebagai agen perubahan dapat berasal dari luar
organisasi atau dianggap sebagai orang luar.

4. Perubahan berencana pada umumnya mencakup suatu strategi kolaborasi dan
usaha bersama antara agen perubahan dengan penggunanya.

5. Perubahan berencana pada dasarnya merupakan penerapan metode ilmiah. Ia
merupakan suatu usaha yang secara sadar menggunakan berbagai macam teori
dan alat untuk menganalisis dan memperbaiki praktik sehari-hari atau untuk
memecahkan persoalan sosial di masyarakat.

Kebalikan dengan perubahan terencana, adalah perubahan yang tidak
terencana. Organisasi kadang-kadang harus menerima kenyataan bahwa
terjadi hal-hal yang tidak diprediksi sebelumnya, seperti misalnya perubahan
terhadap cara pandang mengenai pekerjaan, penafsiran symbol-simbol, politik
internal organisasi, dan lain-lain.

84 | M a n a j e m e n P u b l i k

D. Penolakan Terhadap Perubahan
Dalam melakukan suatu perubahan, tidak semudah membalikkan

telapak tangan. Perubahan selalu menuai pro dan kontra. Penolakan terhadap
perubahan biasanya tidak muncul dalam cara yang baku. Penolakan dapat secara
terang- terangan, secara tersirat atau tertunda. Di sini agen perubahan lebih mudah
menghadapi penolakan yang terang-terangan daripada menghadapi penolakan
yang tersirat atau tertunda. Dalam hubungan antar variabel yang mempengaruhi
perubahan organisasi, peran agen perubahan dapat disebut sebagai
variabel.intervening. Peran agen perubahan dapat memperkuat atau
memperlemah berbagai faktor-faktor pending atau penghambat perubahan
organisasi.

Ada dua sumber penolakan perubahan terhadap organisasi, yaitu penolakan
individu dan penolakan organisasi.

a. Penolakan Individu:
1. Karena kebiasaan.
Manusia merupakan makhluk yang cenderung melakukan hal-hal yang
sudah menjadi kebiasaannya. Individu-individu yang ada di dalam
organisasi cenderung menolak adanya perubahatn yang terjadi, karena
dapat mengubah kebiasaan yang sudah terlanjur enak atau nyaman.
2. Keamanan.
Orang dengan kebutuhan yang tinggi akan keamanan, cenderung akan
menolak adanya perubahan. Menurut mereka, perubahan tersebut akan
mengancam keamanannya.
3. Faktor-faktor ekonomi.
Individu yang ada dalam organisasi biasanya akan menolak perubahan,
karena adanya kekhawatiran adanya perubahan tersebut akan mengurangi
penghasilan mereka.
4. Rasa takut terhadap yang tidak diketahui.
Perubahan dapat menggantikan sesuatu yang telah diketahui menjadi
sesuatu yang ambigu dan tidak pasti. Ambiguitas dan ketidakpastian

85 | M a n a j e m e n P u b l i k

tersebut akan menimbulkan rasa takut, sehingga menjadi penolakan
terhadap perubahan.
5. Pengolahan informasi selektif.
Individu cenderung memilih dan mengolah informasi yang mereka pilih serta
membentuk persepsi mereka tentang sesuatu hal. Individu cenderung
mengabaikan informasi yang berbeda dengan apa yang jadi persepsi mereka,
termasuk tentang perlunya perubahan dan manfaatnya bagi organisasi
b. Penolakan Organisasi

Organisasi adalah suatu wadah yang bersifat dinamis, namun ada
beberapa organisasi yang ingin mempertahankan status quo nya, menghindari
adanya perubahan. Tidak hanya individu, sebuah organisasipun dapat menolak
suatu perubahan. Ada enam sumber penolakan organisasi terhadap perubahan:
1. Kelembaman struktural.

Kelembaban struktural timbul karena organisasi mempunyai mekanisme
perekrutan, penempatan dan diklat karyawan, yang kesemua itu
menghasilkan kestabilan. Organisasi menyeleksi dan memilih karyawannya
dengan kriteria tertentu untuk mendudukan jabatan tertentu pula. Ketika
dihadapkan pada suatu perubahan, kelembaman struktural ini bertindak
sebagai pengimbang yang mampu mempertahankan stabilitas.
2. Karena tidak menyeluruh.
Organisasi sebagai sebuah sistem terbentuk dari sejumlah subsistem yang satu
sama lain saling bergantung. Perubahan yang dilakukan pada salah satu
subsistem tidak akan berhasil jika tidak diimbangi dengn perubahan pada
subsistem yang lain.
3. Kelembaman kelompok.
Norma kelompok dapat menjadi kendala ketika individu ingin merubah
perilaku mereka. Seorang karyawan organisasi bersedia menerima perubahan
yang dilakukan organisasi, namun norma yang berlaku pada serikat karyawan
menolak perubahan yang dilakukan organisasi tersebut.
4. Ancaman terhadap keahlian.
Perubahan pola organisasi dapat mengancam keahlian kelompok yang telah

86 | M a n a j e m e n P u b l i k

dimiliki organisasi. Misalnya perubahan sistem informasi dari sistem manual
ke sistem komputer, dapat diartikan sebagai ancaman bagi orang-orang yang
ahli dalam sistem informasi manual.
5. Ancaman terhadap hubungan kekuasaaan yang mapan (Status quo)
Adanya perubahan, seperti dalam redistribusi wewenang pengambilan
keputusan dapat mengancam hubungan kekuasaan yang telah mapan dalam
organisasi.
6. Ancaman terhadap alokasi sumber daya yang mapan.
Kelompok-kelompok dalam organisasi yang mendapat manfaat dari alokasi
sumberdaya yang ada, sering merasa terancam oleh perubahan yang dapat
mempengaruhi alokasi sumberdaya tersebut.

E. Mengatasi Penolakan Terhadap Perubahan

Seorang agen perubahan harus bisa memilih taktik yang tepat untuk
mengatasi penolakan terhadap perubahan. Ada enam taktik atau strategi yang
dapat digunakan oleh agen perubahan dalam menangani keengganan untuk
berubah.

a. Pendidikan dan Komunikasi
Strategi ini mengasumsikan bahwa penolakan terhadap perubahan

tersebut bersumber dari adanya kesalahan informasi atau komunikasi yang
buruk. Penolakan ini dapat dikurangi dengan memberikan penjelaskan tentang
pentingnya dan manfaat perubahan yang harus dilakukan. Upaya yang
dilakukan dapat dengan cara memberikan informasi tentang keadaan
senyatanya dan informasi tentang keadaan apabila diadakan perubahan.
Pendidikan dan komunikasi, baik secara individu maupun kelompok pada
karyawan akan membantu mereka melihat logika perubahan sebagai sesuatu
yang baik bagi organisasi.
b. Partisipasi

Penolakan terhadap perubahan juga dapat diatasi dengan cara
melibatkan individu untuk berpartisipasi dalam pengambilan ketutusan dalam
perubahanan tersebut. Pelibatan inidividu ini diharapkan dapat mengurangi

87 | M a n a j e m e n P u b l i k

penolakan terhadap perubahan serta meningkatkan komitmen individu untuk
mengikuti perubahan.
c. Kemudahan dan Dukungan

Agen perubahan dapat menawarkan sederetan upaya dukungan untuk
mengurangi penolakan. Rasa takut dan kecemasan karyawan atas perubahan
dapat diatasi dengan dukungan, dalam bentuk pendampingan dan terapi,
pelatihan ketrampilan baru. Strategi ini dalam pelaksanaannya tidak
sepenuhnya berhasil, sangat tergantung dari pendekatan yang dilakukan oleh
agen perubahan untuk meyakinkan mereka bahwa perubahan ini tidak akan
menyengsarakan mereka, malah sebaliknya.
d. Perundingan

Agen perubahan dapat melakukan perundingan dengan pihak-pihak
yang menolak perubahan dan menawarkan pertukaran sesuatu yang berharga
atau imbalan untuk mengurangi penolakan mereka.
e. Manipulasi dan Kooptasi.

Manipulasi mengacu kepada upaya pengaruh yang tersembunyi dalam
bentuk menghasut, memutar balikkan fakta, menciptakan desas-desus palsu
agar karyawan dapat menerima perubahan. Kooptasi merupakan bentuk
manipulasi, berupaya menyuap pimpinan kelompok penolak dengan
memberikan peran utama dalam keputusan perubahan. Strategi manipulasi dan
kooptasi ini dapat menjadi boomerang manakala mereka menyadari bahwa
mereka telah dibohongi.
f. Pemaksaan

Agen perubahan atau pimpinan organisasi dapat pula melakukan
pemaksaan untuk mengatasi penolakan. Pemaksaan ini dilakukan melalui
penerapan ancaman mutasi, hilangnya promosi dan surat rekomendasi buruk.
Strategi ini tidak membutuhkan biaya yang besar, namun kredibilitas agen
perubahan akan merosot jika pemaksaan ini dilakukan tanpa adanya alasan
yang jelas.

88 | M a n a j e m e n P u b l i k

F. Pendekatan Untuk Pengelolaan Perubahan

Ada beberapa pendekatan popular yang dapat digunakan untuk mengelola
sebuah perubahan. Tiga pendekatan yang popular tersebut adalah:

1. Pendekatan Tiga Tahap Kurt Lewin, yaitu:
a. Unfreezing, adalah proses penyadaran tentang perlunyan perubahan.
Manurut Lewin, perubahan terjadi karena munculnya tekanan-tekanan
terhadap organisasi, individu maupun kelompok. Ia berpendapat bahwa
kekuatan tekanan (driving forces) akan berhadapan dengan keengganan
untuk berubah. Pada fase pertama ini terbagi dalam sub proses yang
mempunyai relevansi terhadap kesiapan perubahan, yaitu, pertama,
menelaah dan memahami status quo, kedua, meningkatkan dan
menekankan faktor-faktor yang menguatkan dilakukannya perubahan,
ketiga, mengurangi faktor yang bersifat resisten terhadap perubahan
tersebut. Pimpinan organisasi perlu memahami pentingnya perubahan
organisasi terlebih dulu, barulah kemudian melakukan edukasi pada para
anggota lainnya.
b. Moving/changing merupakan langkah berupa tindakan untuk memperkuat
driving forces maupun memperlemah resistentces. Tujuan dari tahap ini
adalah agar setiap orang siap menerima perubahan.
c. Refreezing, merupakan upaya untuk membawa kembali organisasi pada
keseimbangan yang baru. fase ini adalah fase dimana keadaan yang
diharapkan sudah dapat tercapai, sehingga perubahan diperkuat dan
dipermanenkan. Untuk memperkuat perubahan tersebut dapat dilakukan
dengan cara menetapkan aturan dan kebijakan baru, menciptakan budaya
baru dan menerapkan sistem penghargaan terhadap perubahan tersebut.

2. Action Research/Riset Tindakan
Riset tindakan mengacu pada proses perubahan yang didasarkan pada
pengumpulan data secara sistematik dan kemudian memilih tindakan
perubahan yang didasarkan pada apa yang dinyatakan oleh data yang analisis.
Riset ini sering dilakukan oleh agen perubahan yang berasal dari luar
89 | M a n a j e m e n P u b l i k

organisasi (konsultan). Proses ini terdiri dari lima langkah, yaitu:
1. Diagnosis

Agen perubahan memulai tindakan dengan mengumpulkan informasi
mengenai masalah, keprihatinan dan perubahan yang diperlukan dari
anggota organisasi. Agen perubahan mengemukan pertanyaan,
mewawancarai karyawan, meninjau adanya catatan dan mendengarkan
karyawan.
2. Analisis.
Dalam proses analisis ini, agen perubahan melakukan analisis untuk
mengetatahui masalah yang dihadapi dan pola dari masalah tersebut.
Selanjutnya, agen perubahan mensintesiskan informasi tersebut ke dalam
perhatian bidang masalah dan tindakan utama yang memungkinkan untuk
mengatasi masalah tersebut.
3. Umpan balik.
Agen perubahan melakukan sharing sebagai umpan balik karyawan tentang
apa-apa yang mereka temui pada tahap diagnosis dan analisis. Karyawan
dengan bantuan agen pembaharuan dapat menyusun rencana tindakan untuk
membuat perubahan yang diperlukan.
4. Tindakan.
Para karyawan dan agen perubahan melaksanakan tindakan- tindakan yang
spesifik untuk memperbaiki masalah yang diidentifikasi.
5. Evaluasi atas efektifitas rencana tindakan.
Dengan menggunakan data awal sebagai tolok ukur, setiap perubahan yang
dihasilkan dapat dibandingkan dan dievaluasi.Riset tindakan ini sekurang-
kurangnya memberikan dua manfaat spesifik bagi organisasi, yaitu: masalah
jadi terfokus dan berkurangnya keengganan terhadap perubahan.

3. Pengembangan Organisasi/Organizational Development/OD
Pengembangan organisasi merupakan sekumpulan intervensi perubahan
terencana, yang dibangun atas dasar nilai-nilai humanistic-demokratik yang
berupaya memperbaiki keefektifan organisasi. Paradigma OD menghargai

90 | M a n a j e m e n P u b l i k

pertumbuhan manusiawi dan organisasi, proses kerja sama dan partisipatif.
Ada lima Teknik intervensi OD yang banyak dipergunakan agen perubahan,
yaitu meliputi:
1. Pelatihan Kepekaan

Pelatihan kepekaan merupakan kelompok pelatihan yang berupaya mengubah
perilaku lewat interaksi kelompok yang tidak terstruktur.
2. Umpan Balik Survai
Umpan balik survai merupakan penggunaan alat berupa kuesioner untuk
mengenali penyimpangan persepsi anggota organisasi, diikuti pembahasan
dan saran perbaikan.
3. Konsultasi Proses.
Dalam konsultasi proses, konsultan membantu klien memahami kejadian-
kejadian pada proses yang harus ditangani dan mengidentifikasi proses yang
memerlukan perbaikan.
4. Pembinaan Tim.
Pembinaan tim merupakan interaksi di kalangan tim untuk meningkatkan
kepercayaan dan keterbukaan. Pembinaan tim dilakukan melalui proses
penetapan sasaran tim, analisis peran untuk memperjelas tanggung jawab tiap
anggota serta analisis proses sistem.
5. Pengembangan Antar Kelompok.
Pengembangan antar kelompok merupakan upaya OD untuk mengubah sikap,
persepsi terhadap satu kelompok terhadap kelompok yang lain. Metode
popular yang digunakan untuk memperbaiki hubungan antar kelompok
dengan menekankan pada pemecahan masalah.

91 | M a n a j e m e n P u b l i k

DAFTAR PUSTAKA

Dwiyanto, Agus,2006, Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia, Gajahmada university
Press, Yogyakarta.

Dwiyanto, Agus, 2021, Teori Administrasi Publik dan Penerapannya Di
Indonesia,Gajahmada University Press, Yogyakarta.

Hayat,2017, Manajemen Pelayanan Publik, Rajawali Pers, Jakarta.
Kasim, Azhar, Reformasi Administrasi Negara sebagai Prasyarat Upaya Peningkatan

Daya Saing Nasional, Pidato Pengukuhan Guru Besar, Fisip UI, 1998.
Kumorotomo, Wahyudi, 2013,Akuntabilitas Birokrasi Publik, Sketsa Pada Masa

Transisi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Kusdi, 2009, Teori Organisasi dan Administrasi, Penerbit Salemba Humanika, Jakarta.
Mahsun, Muhamad, 2006, Pengukuran Kinerja Sektor Publik, BPFE Universitas

Gajahmada, Yogyakarta.
Mardiasmo, 2011, Akuntansi Sektor Publik, Andi, Yogyakarta .
Setiyono, Budi, 2014, Pemerintahan Dan Manajemen Sektor Publik, Prinsip-Prinsip

Manajemen Pengelolaan Negara Terkini, PT BUKU SERU, Jakarta.
Waluyo, 2007, Manajemen Publik, Konsep. Aplikasi dan Implementasinya Dalam

Pelaksanaan Otonomi Daerah, Mandar Maju, Bandung.

92 | M a n a j e m e n P u b l i k


Click to View FlipBook Version