Apakah pernah terlintas dalam pikiranmu perasaan hampa dan kebingungan tentang arah hidupmu?
Jangan khawatir, perasaan seperti itu adalah bagian normal dari perjalanan hidup. Mungkin saja kamu sedang mengalami fase quarter-life crisis, di mana banyak orang merasa bingung dan mencari makna hidup di usia awal dewasa
Individu yang di dalam melewati tahapan perkembangannya tidak mampu merespons dengan baik berbagai persoalan yang dihadapi, diprediksi akan mengalami berbagai masalah psikologis, merasa terombang-ambing dalam ketidakpastian dan mengalami krisis emosional atau yang biasa disebut dengan quarter-life crisis. (Robbins dan Wilner, 2001; Atwood & Scholtz, 2008). Nash dan Murray (2010) mengatakan bahwa yang dihadapi ketika mengalami quarter- life crisis adalah masalah terkait mimpi dan harapan, tantangan kepentingan akademis, agama dan spiritualitasnya, serta kehidupan pekerjaan dan karier. Permasalahanpermasalahan tersebut muncul ketika individu masuk pada usia 18-28 tahun atau ketika telahmenyelesaikan pendidikan menengah, contohnya mahasiswa (Habibie et al., 2019) QUARTERLIFECRISIS
Dilansir dari laman kumparan.com, sebuah survei LinkedIn mengindikasikan sebanyak 75% manusia berusia 25-33 tahun di seluruh dunia pernah mengalami quarter life crisis dan puncaknya terjadi pada usia 27 tahun (Harness, 2019). Hasil survei ini menunjukkan bahwa sebanyak 3⁄4 dewasa awal dunia mengalami ketakutan, kebimbangan dan keraguraguan untuk menghadapi masa depan.
Religiusitas berperan bagi individu di dalam menghadapi masa quarter-life crisis. Pengaruh religiusitas terhadap quarter-life crisis sebesar 3,4% sedangkan sisanya sebesarnya 96,6% di luar dari religiusitas yang berasal dari faktor internal maupun eksternal seperti pengalaman pribadi, moral, faktor emosi dan afeksi, serta faktor kapasitas intelektual, kondisi sosial dan lingkungan, tingkat pendidikan, tradisi dan budaya serta tuntutan hidup sehari-hari (Habibie et al., 2019). PENELITIANTERKAIT Penelitian Mutiara (2018), mengenai quarter life crisis pada mahasiswa tingkat akhir, menemukan bahwa 82% mahasiswa mengalami quarter life crisis. Upaya yang dapat dilakukan mahasiswa dalam menghadapi quarter life crisis yaitu dengan berbagi perasaan atau berkeluh kesah dengan orang lain, lebih mendekatkan diri pada sang pencipta, banyak melakukan introspeksi diri, dan memiliki aktivitas yang positif (Mutiara, 2018).
Psikologi Islam dapat dijadikan sebagai dasar untuk mencari solusi karena Islam sendiri, baik dalam Al-Qur’an maupun hadits, menawarkan berbagai solusi untuk menghadapi permasalahan kehidupan, termasuk permasalahan sosial yang menyebabkan quarter-life crisis. Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda “Allah berfirman: “Aku berdasarkan prasangka hamba-Ku, jika ia berprasangka baik kepada- Ku maka kebaikan itu adalah baginya, jika ia berprasangka buruk kepada-Ku maka keburukan itu adalah baginya.” (HR. Ibnu Hibban). Hadits tersebut mengisyaratkan bahwa prasangka kita kepada Allah akan berpengaruh terhadap bagaimana Allah akan “tampak” pada kita dan bagaimana kita akan memaknai sesuatu. Hal ini sejalan dengan konsep self-fulfilling prophecy bahwa ekspektasi akan mempengaruhi perilaku seseorang yang mengarahkannya untuk memenuhi atau membenarkan ekspektasi tersebut. Jika kita berbaik sangka akan krisis yang menimpa kita, maka krisis tersebut juga akan kita maknai sebagai hal yang baik. Sama halnya dengan jika kita bersangka baik kepada Allah atas krisis yang kita alami, maka kita juga akan memperoleh makna serta kebaikan dari krisis tersebut. PANDANGAN PSIKOLOGI ISLAM
Hadapi quarter-life crisis bersama BESTI dengan membimbing prasangka baik kepada Allah, memahami diri, bersyukur,evaluasi diri, menetapkan tujuan hidup, bertawakal, dan berusaha semaksimal mungkin. Dengan pendekatan ini, krisis masa dewasa dapat kita jalani sebagai proses pertumbuhan dan ketenangan batin.
B B ersyukur bukan hanya tentang mengenali kebaikan yang sudah dimiliki, tetapi juga tentang menghargai setiap pengalaman sebagai bagian dari rencana Allah yang lebih besar. Dengan bersyukur, individu dapat membangun sikap yang lebih positif, meningkatkan kesejahteraan mental, dan menghadapi quarterlife crisis dengan lebih tenang. Penelitian oleh Emmons dan McCullough (2003) Menunjukkan bahwa individu yang secara rutin mencatat hal-hal yang membuat mereka bersyukur mengalami peningkatan kesejahteraan psikologis dan kebahagiaan. Kita dapat memulai kebiasaan bersyukur dengan membuat Daily Journal Syukur, Gratitude Journal atau sekedar memanjatkan afirmasi positif atas segala nikmat yang kita peroleh. BERSYUKUR
E E valuasi diri dalam psikologi Islam bertujuan untuk membimbing individu menuju kedewasaan pribadi dan spiritual yang lebih baik, memberikan pandangan yang lebih jelas terhadap tujuan hidup, dan memberikan landasan kokoh dalam menghadapi quarterlife crisis. Evaluasi diri ini dapat dilakukan dengan melakukan refleksi guna menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Dalam konteks psikologi, hal ini dapat dilakukan sebagai salah satu coping mechanisme yang berfokus pada masalah yang dihadapi. Dengan ini, individu akan lebih bijak dan dapat memperoleh ketenangan hidup yang diinginkan. EVALUASIDIRI
M S elalui sistematisasi tujuan ini, individu diajak untuk melakukan refleksi mendalam tentang diri mereka sendiri, nilai-nilai yang mereka anut, dan tujuan hidup yang ingin dicapai. Hal ini membantu mereka memperkuat identitas dan pandangan hidup yang lebih kokoh, serta menyelaraskannya dengan ajaran dan nilai-nilai Islam. Dengan memiliki tujuan yang terstruktur, individu juga dapat mengembangkan ketahanan mental dan spiritual dalam menghadapi tekanan dan tantangan yang muncul selama quarter-life crisis. Studi oleh Hilliard et al. (2016) meneliti pengaruh tujuan hidup dan orientasi ke masa depan terhadap kesejahteraan psikologis. Hasilnya menunjukkan bahwa individu dengan tujuan hidup yang jelas dan orientasi positif terhadap masa depan cenderung memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi. SISTEMATISASITUJUAN
B T erserah diri kepada Allah adalah salah satu solusi dalam menghadapi fase quarter life crisis. Tawakal tidak hanya menjadi sumber ketenangan batin, tetapi juga menjadi pemandu yang membantu mengarahkan pandangan hidup pada dimensi spiritual yang lebih dalam. Tawakal bukan kepasifan menunggu Tuhan dalam hidup untuk mengurus segalanya, melainkan individu secara aktif memilih untuk menempatkan dan menyerahkan kendali kepada kehendak Tuhan. Penyerahan diri merupakan salah satu aspek dari coping religious yang menekan kecemasan dan depresi sehingga menghasilkan informasi lebih lanjut bagi individu dalam menjalani mekanisme koping (Palemo, 2019; Wong-Mcdonald & Gorsuch, 2000). Penelitian lainnya oleh Yaqubi et al. (2020) menunjukkan bahwa praktik tawakal berkorelasi positif dengan tingkat ketahanan mental dan penurunan tingkat kecemasan pada populasi yang menghadapi tantangan kehidupan, termasuk quarter-life crisis. “Mereka merencanakan. Dan Allah adalah yang terbaik dari perencana.” (Q.S. Ali Imran: 54) TAWAKAL
I Melalui ikhtiar, individu diberdayakan untuk mengambil langkah-langkah praktis dalam mencapai tujuan dan mengelola perubahan hidup. Hal ini menciptakan keseimbangan antara usaha manusia dan ketergantungan pada Allah, menciptakan fondasi kokoh untuk mengatasi tantangan quarter-life crisis. Penelitian oleh Ong, Bergeman, Bisconti (2004): Menunjukkan bahwa individu yang memiliki sikap proaktif dalam menghadapi masalah cenderung mengalami peningkatan kesejahteraan psikologis. Ini sejalan dengan konsep ikhtiar dalam psikologi Islam yang mendorong tindakan aktif dalam mengatasi permasalahan. “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (Q.S. Al- Insyirah: 5-6). IKHTIAR
Semoga, apapun masalah yang kamu hadapi saat ini dapat kamu selesaikan dengan baik ya. Ingat, bahwa kamu tidak sendiri. Semangat sobat!
“Jangan merasa kesepian, seluruh alam semesta ada di dalam diri kamu” – Maulana Jalaluddin Rumi
REFERENSI Habibie, A., Syakarofath, N. A., & Anwar, Z. (2019). Peran Religiusitas terhadap Quarter-Life Crisis (QLC) pada Mahasiswa. Gadjah Mada Journal of Psychology (GamaJoP), 5(2), 129. https://doi.org/10.22146/gamajop.48948 Harness, A. (2019). 7 hal tentang quarter life crisis dan cara menghadapinya. Kumparan.Com. https://kumparan.com/kumparanwoman/7-hal-tentangquarter-life-crisis-dan- cara-menghadapinya-1rnRPrbRn6g Khairunnisa, N. (n.d.). Mengatasi Quarter Life Crisis pada Gen Z dengan Nilai-Nilai Spiritual. Narasi. https://narasi.tv/read/narasi-daily/mengatasi-quarter-lifecrisis-pada-gen-z-dengan-nilai-nilai-spiritual Wulandari, M., Tetteng, B., & Mansyur, A. Y. (2023). Pengaruh Tawakal Terhadap Stres Akademik pada Mahasiswa. Jurnal Psikologi TALENTA, 8(2), 32. https://doi.org/10.26858/talenta.v8i2.44461 Mutiara, Yeni. (2018). Quarter Life Crisis Pada Mahasiswa Bimbingan Konseling Tingkat Akhir. Skripsi. Yogyakarta : Program studi Bimbingan Konseling Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta.