SOSOK yang tidak bisa ditinggal jauh. “Beberapa pengajar kami di sini lulusan dari beberapa pesantren, sehingga metode pengajaran yang kami sampaikan kepada para santri juga ala-ala pesantren. Yang membedakan dengan pesantren, mereka tidak berasrama,” lanjut Dimas. Kini murid-murid di sini melebihi 50 orang. Setiap hari, pelajaran yang diajarkan di antaranya; tauhid, fiqih, hadits, dan fokus ke tahfiz dan bahasa Arab. “Jadi kita ada dua kelas, untuk kelas anak-anak setelah shalat Ashar. Mereka diajari mengaji yang benar, target hafalan juz 30, menghafal doa-doa dan hadits pilihan. Sementara yang remaja, rata-rata setingkat SMP dan SMA mereka belajar ba’da shalat Maghrib, dari menghafal al-Qur’an juz 30, 1, 2, dan 3. Mereka juga belajar bahasa Arab, sebelum pulang mereka wa50 jib menyetorkan tiga mufrodat,” jelasnya. Selain itu, ada juga pengajian rutin majelis taklim khusus orang tua mereka, juga sekaligus menjalin silaturrahim antar pengurus dan para orang tua. Ia bersyukur, sebagai santri awal yang kini mengelola dan mengajar di Rumah Qur’an itu, bisa menyaksikan banyak adik-adiknya satu daerah bisa lancar mengaji dan mengenal Islam lebih baik. Bahkan, sudah banyak yang bisa menghafal beberapa juz al-Qur’an. Perjuangan para pendiri Rumah Qur’an, Dimas dan kawan-kawan untuk melanjutkan dakwah di wilayah pesisir ini masih membutuhkan waktu dan tenaga berkelanjutan. Ke depan mereka berencana merenovasi bangunan tua Rumah-Qur’an Salsabila menjadi lebih layak lagi.*/Siraj el-Manadhy MULIA | Jumadil Akhir 1445/Januari 2024
www.bmh.or.id 0822-2000-4500