TUGAS KELOMPOK
BUSUR BANDA PULAU SERAM
(Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Geomorfologi-Geologi Indonesia)
Disusun Oleh :
Kelompok 5
1. Aulia Syafira Fithri (3201420026)
2. Qaiz Ray Muhammad (3201420037)
3. Mohammad Hanif R. (3201420039)
Dosen Pengampu :
1. Wahyu Setyaningsih, S. T., M. T.
2. Drs. Sriyono, M. Si.
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2022
1
BANDA ARC
(Busur Banda)
Peta Tektonik Busur Banda
(Sumber : https://p2k.stekom.ac.id)
Busur Banda merupakan busur yang menghadap ke barat di Indonesia Timur dimana
disebabkan oleh terjadinya tabrakan ketiga lempeng utama, yaitu lempeng Indo-Australia,
Lempeng Pasifik dan Lempeng Eurasia di sepanjang pelengkungan Busur Banda. Akibatnya,
Busur Banda ini mempunyai tingkat seismisitas yang sangat tinggi dan termasuk busur
vulkanik yang aktif serta sangat kompleks. Pada gambar peta tektonik Busur Banda, terlihat
bahwa Busur Banda berbentuk melengkung sebesar 180° (seperti busur) dan sepanjang 1000
km sebagai akibat dari adanya tabrakan yang sangat kuat dari arah barat. Serpihan kerak
Tethyan Selatan pada mesozoikum sekarang membentuk dasar laut banda. Di pulau-pulau
sekitarnya, ofiolit yang terpotong-potong tentunya dapat ditemukan di pegunungan tinggi. Di
dasar ofiolit tersebut telah menjadi alternatif baru untuk menjelaskan perkembangan tektonik
kompleks busur dengan menggunakan obduksi.
Dari Laut Banda (sisi dalam) ke Foreland Basin (sisi luar), sabuk-sabuk berikut
telah dibedakan dalam Geologi Busur Banda oleh de Smet (1999, Figure 111,1), sebagai
berikut.
1. Sabuk ofiolit, yang pada umumnya berbentuk kotak-kotak dan sempit.
2
2. Sabuk metamorfik, tersusun dari batuan metamorf dengan derajat rendah sampai tinggi.
3. Sabuk dorong dan lipatan yang didominasi oleh sedimen Permo-Trias dan Jurasik yang
berasal dari margin benua Australia.
4. Sabuk dorong dan lipatan yang didominasi oleh sedimen mesozoikum akhir dan perairan
dalam tersier.
5. Sabuk cekungan neogene akhir yang terangkat.
Di Busur Banda luar lebih cenderung memperlihatkan bahwa batuan yang lebih tua
dengan ofiolit terjadi di sisi dalam busur, sedangkan batuan yang lebih muda berasosiasi
dengan cekungan muda terjadi di sisi luar busur. Namun, urutan ini tidak logis dalam teori
tektonik lempeng. Busur Banda ini membentang dari pulau pulau kecil di sebelah timur Pulau
Timor, melalui Kepulauan Tanimbar, Kepulauan Kei, membelok ke utara kemudian ke barat
sampai Pulau Seram dan Pulau Buru sehingga mempunyai kenampakan yang berbeda dengan
Busur Sunda. Oleh karena itu, Busur Banda terbagi atas sepasang busur kepulauan, yaitu
busur-luar (non-gunung api, meliputi Pulau Timor, Tanimbar, Seram dan pulau-pulau
lainnya) dan busur-dalam (gunung api/vulkanik). Namun, pada paper ini hanya akan
membahas mengenai Pulau Seram yang termasuk dalam bagian dari Busur Banda luar.
PULAU SERAM
Pulau Seram merupakan pulau yang terletak di sebelah utara Pulau Ambon, Provinsi
Maluku dimana mempunyai pola struktur dan statigrafi yang rumit. Pulau ini termasuk
bagian dari Busur Banda Luar dari zona tumbukan antara lempeng benua Australia dan
sistem tunjaman yang berhubungan dengan Busur banda di bagian utara sehingga terletak di
bagian timur laut. Dalam hal ini, seringkali dikatakan bahwa geologi Pulau Seram merupakan
cerminan (mirror image) dari Pulau Timor. Maka dari itu, akan membahas mengenai kondisi
geologi, geomorfologi dan potensi sumber daya alam (SDA) serta kebencanaan di Pulau
Seram.
A. KONDISI GEOLOGI PULAU SERAM
Pulau Seram terletak sepanjang utara busur Banda, Indonesia bagian timur.
Statigrafinya sangat dikontrol oleh perkembangan struktur pulau. Pulau ini terletak di
zona tektonik kompleks karena Pulau Seram merupakan zona pertemuan ketiga lempeng
tektonik, yaitu lempeng Australia, Lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik-Filiphina
sehingga ketiganya berpengaruh besar pada perkembangan miosen hingga sedimentasi
3
pada saat ini (Seri Seram) dan telah mencetak berlebihan serta mengaburkan hubungan
statistik pada miosen pra-akhir (Seri Australia).
Adapun yang termasuk bagian dari Busur Banda adalah Pulau Seram dan
Ambon.. Pada Paleozoik-Miosen, perkembangan tektonik kedua pulau tersebut sangat
erat kaitannya dengan perkembangan tektonik tepi benua Australia. Lalu, pada Miosen
Akhir terjadi interaksi konvergen antara lempeng Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik
yang diikuti oleh rotasi Kepala Burung berlawanan arah jarum jam pada Mio-Pliosen
sehingga menyebabkan perkembangan kedua pulau tersebut berbeda. Maka dari itu,
dapat dibedakan satuan unit litologi dari Pulau Seram dan Ambon tersebut menjadi Seri
Australia dan Seri Seram.
(Gambar 1. Statigrafi Pulau Seram serta Sejarah Tektonik dari Pulau Seram)
4
Berdasarkan gambar 1 diatas, terlihat bahwa statigrafi regional Pulau seram
tersusun atas satuan batuan dari yang tua ke muda, sebagai berikut.
Batuan Ultramafik (Jku); serpentinit, gabro.
Kompleks Tanusa (Pzta) terdiri dari sekis, kuarsit, genes, amfibolit, pualam dan filit.
Kompleks Tehuru (PTrt) terdiri dari filit, batusabak, batugampng terpualamkan dan
sedikit sekis.
Kompleks Saku (Trs) terdiri dari batu sabak, graweke meta dan konglomerat meta
dengan sisipan gamping.
Formasi Kanikeh (TrJk) terdiri dari perselingan batu pasir, serpih, dan lanau dengan
sisipan konglomerat dan batu gamping.
Formasi Manusela (TrJm) terdiri dari batu gamping mengandung koral, kalsilutit dan
batu gamping oolit.
Kompleks Uli (Tmpu) disusun oleh berbagai jenis batuan berukuran dari beberapa cm
tercampur di dalam massa dasar lempung.
Formasi Sawai (KS) terdiri dari kalsilutit, serpih merah dan rijang mengandung
radiolaria.
Formasi Hatuolo (Tpeh) terdiri dari serpih pasiran, napal, rijang.
Formasi Lisabata terdiri dari Formasi Fufa (TQf) disusun oleh perselingan batu
gamping, batu pasir, batu lanau dan lempung di bagian bawah, batu pasir dan
konglomerat di bagian atas.
Batuan Konglomerat (Qt) terdiri dari aneka bahan batuan Batuan gamping terumbu
(Ql) diperkirakan berumur Plistosen Atas sampai Holosen.
Batuan endapan permukaan - aluvium (Qa).
Selanjutnya, data stratigrafi menunjukkan bahwa paling kurang terjadi dua kali
kompresi tektonik dan dua kali continental break up berkait dengan pembentukan Pulau
Seram dan Ambon. Pertama, Continental break up diikuti oleh kompresi tektonik yang
pertama terjadi pada Palezoikum. Kontraksi kerak bumi yang terjadi setelahnya
meletakkan batuan-batuan metamorfik tingkat tinggi, seperti granulit, ke dekat
permukaan, dan mantel atas ter-transport keatas membentuk batuan-batuan ultra basa
sehingga banyak ditemukan mineral nikel. Setelah itu, terjadi erosi yang menyingkap
batuan-batuan metamorfik dan disusul dengan thermal subsidence yang membentuk
deposenter bagi pengendapan Seri Australia. Kedua, Continental break up terjadi pada
5
Jura Tengah, dan diikuti oleh pemekaran lantai samudera. Peristiwa ini berkaitan dengan
selang waktu tanpa sedimentasi dalam Seri Australia pada zaman Jura. Kompresi terakhir
terjadi pada Miosen Akhir. Kejadian ini sangat kritis bagi evolusi geologi Pulau Seram
dan Ambon. Interaksi konvergen yang terjadi menyebabkan Seri Australia
mengalami thrusting, pengangkatan orogenik, dan perlipatan sehingga barubah menjadi
batuan sumber bagi Seri Seram.
Statigrafi Pulau Seram dibagi menjadi dua bagian, yaitu Seri Australia (bagian
utara dari Australia Continental Margin) dan seri Seram (Kemp, dkk., 1992)
1. Seri Australia
Pre-Rift Sequence
Pada seri Australia terdiri dari sedimen yang berumur Trias sampai Miosen
Akhir yang secara tidak selaras berada di atas batuan metamorfik dan diendapkan
di margin bagian utara Australian Continental Margin. Basement dari Pulau Seram
ini juga terdiri dari batuan metamorfik dejarat tinggi-rendah dari Kompleks
Kobipoto, Taunusa, Tehoru dan Formasi Saku. Kompleks kobipoto dan Tehoru
dapat terlihat seperti pada traklas, kalkarenit, kalsilutit, batu gamping serpih, batu
gamping dan batu pasir gampingan yang ditemukan sebagai selingan dan satuan
diskrit di dalam formasi Kanikeh. Ketiga kompleks metamorfik (Kobipoto,
Taunusa, Tehoru) tersebut tersingkap di permukaan karena adanya sesar naik
selama Miosen Akhir dan Pliosen yang kemudian mengalami sesar mendatar. Seri
dari batuan ultrabasa juga ditemukan di bagian timur, tengah dan barat dari Pulau
Seram. Batuan ultrabasa tersebut merupakan bagian dari kerak samudera yang
terbentuk saat terjadinya continental break up dan pemekaran lantai samudera pada
Jura Akhir dan mengalami pengangkatan pada Miosen Akhir.
Intra-Cratonic Rifting Sequence
Di Pulau Seram, terdapat batuan sedimen tertua yaitu adanya Formasi
Kanikeh yang diendapkan di neritik luar, yang berupa batu pasir, batu lanau dan
mudstones serta secara tidak selaras terdapat di atas batuan beku dan batuan
metamorfik (basement). Batu pasirnya terpilah buruk, mikaan dan karbonan
dengan struktur perarian sejajar, perarian bergelombang dan perlapisan bersusun.
Formasi Kanikeh tersebut berumur Trias Tengah - Trias Akhir, yang dapat dilihat
dari gambar 1 diatas. Wanner (dalam van der Sluis, 1950) menyebutkan adanya
fosil Lovcenipora vinassai (Giatt), Monotis salinaria Br dan Amonitis yang
6
menunjukkan umur Trias dimana ketebalan formasi ini tidak kurang dari 100
meter.
Di atas Formasi Kanikeh secara gradasi terdapat Formasi Saman-saman yang
berupa batu gamping (Gambar 1). Kemudian secara menjari di atas Formasi
Saman-saman terdapat Formasi Manusela yang berupa batu gamping dan
diendapkan pada lingkungan neritik – batial. Formasi Manusela ini terdiri atas batu
gamping berlapis tebal sampai massif, mengandung fosil ganggang dan
foraminifera berumur Trias-Jura yang diendapkan di lingkungan laut dangkal.
Maka, satuan ini terbentuk di paparan yang masih dekat dengan daratan kontinen
Australia dengan ketebalan 700 meter.
Continental Breakup Sequence
Sedimentasi pada Jura Akhir ditandai oleh continental breakup dan
pemekaran lantai samudera. Sekuen ini terdiri dari batulempung dan serpih
yang diendapkan di neritik luar. Di sekuen ini, Formasi Manusela secara tidak
selaras ditutupi oleh serpih dan batu lempung (Satuan Serpih Kola).
Ketidakselarasan ini disebabkan oleh continental breakup dan pemekaran lantai
samudera di utara Australian continental margin.
Passive Margin Sequence
Satuan Serpih Kola ditutupi secara tidak selaras oleh batuan mudstones,
kalsilutit, napal, rijang, batugamping merah, serpih pasiran, dan betugamping
terumbu yang dinamakan Perlapisan Nief (Gambar 2). Satuan ini diendapkan pada
Awal Kapur-Akhir Miosen. Perlapisan Nied memperlihatkan perkembangan suatu
cekungan pada saat berakhirnya masa continental breakup atau disebut sebagai fase
post-rift. Transgresi secara regional terjadi di Pulau Seram pada saat itu. Margin
terluar dari Lempeng Australia bergerak secara cepat dari zona neritik dalam,
outer-shelf, shelf slope, dan lingkungan batial.
2. Seri Seram
Miosen Akhir merupakan fase kritis dari evolusi geologi dan tektonik dari Pulau
Seram. Pada saat itu terjadi kolisi besar antara Lempeng Australia yang bergerak ke
utara, Lempeng Eurasia yang bergerak ke timur, dan Lempeng Pasifik yang bergerak
ke barat, kemudian menghasilkan sesar naik yang besar di Pulau Seram. Pada awal
sesar naik dan pengangkatan orogenesa yang cepat, terjadi gravity slide/slump unit
7
yang menghasilkan diendapkannya Kompleks Salas secara tidak selaras di atas Seri
Australia (Gambar 1). Kompleks Salas diendapkan di outer shelf–bathyal, yang terdiri
dari batulempung, mudstones, dan mengandung klastik, bongkah, dan blok dari
batuan sebelum mengalami pengangkatan. Selain Kompleks Salas, erosi dari
pengangkatan batuan di Pulau Seram ini juga menyebabkan diendapkannya Formasi
Wahai (Gambar 2) yang berupa endapan klastik di outer shelf-bathyal pada Pliosen –
Awal Pleistosen. Di atas Formasi Wahai, terdapat Formasi Fufa yang merupakan
endapan laut dangkal (zona neritik) dari erosi ketika proses pengangkatan masih
berlangsung pada Awal Pleistosen (Gambar 2). Formasi Wahai terdiri dari mudstones,
batulempung, batupasir, batulanau, konglomerat, dan batugamping. Selama Pleistosen
Awal, pengangkatan pulau yang terus berlanjut menghasilkan kedalaman air yang
semakin dangkal di cekungan dorong foreland dan pengendapan batulumpur neritik,
batulempung, pasir, lanau, konglomerat dan batugamping dari Formasi Fufa Terjadi,
baik Formasi Fufa maupun Formasi Wahai juga telah dideskripsikan oleh Zillman dan
Patten (1975). Tjokrosapoetro et.al (1988) dan lainnya untuk seram timur laut dan
oleh de Smet et al (1989) di barat daya.
(Gambar 2. Model Evolusi dari Kompleks Salas, Wahai, dan Formasi Fufa)
8
Struktur Regional
(Gambar 3 Peta Geologi dan Struktur permukaan di Pulau Seram)
(Gambar 4 Peta Geologi dan Struktur permukaan di Pulau Seram)
Peta struktur permukaan dan bawah permukaan dari Pulau Seram (Gambar 3 dan
Gambar 4) memperlihatkan semua elemen khas dari sesar naik dan adanya perlipatan.
Pada umumnya, sesar naik dan sumbu antiklin yang berarah baratlaut-tenggara
mengindikasikan bahwa deformasi pada daerah ini dipengaruhi oleh kompresi yang
berarah timurlaut-baratdaya. Kenampakan singkapan yang memperlihatkan sesar naik
ini didominasi di bagian tengah dan bagian timur dari Pulau Seram (Gambar 4).
9
Sesarutama dan pengangkatan di Pulau Seram diawali pada Miosen Akhir –
Pliosen Awal. Kemudian sejak terjadinya proses tersebut, Pulau Seram secara tektonik
selalu aktif. Ini diindikasikan dengan adanya pengangkatan dan erosi dari sedimen
Plio-Pleistosen dari bagian tengah pulau serta adanya proses sesar mendatar mengiri
yang sangat kuat. Bukti di lapangan dari keberadaan sesar mendatar ini adalah adanya
perubahan arah aliran sungai yang dikendalikan oleh sesar mendatar dan
adanya offset dari batuan yang ada.
B. GEOMORFOLOGI PULAU SERAM
Banda Arc Seram cakupan wilayahnya membentang dari Timur hingga Barat
sejauh ±340 km dan Utara ke Selatan sejauh 70 km. Secara umum, bentang alam atau
morfologi di wilayah pulau Seram memiliki topografi berupa dataran bergelombang
yaitu pegunungan yang terbentuk oleh aktivitas tektonik dengan arah utama hampir
utara-selatan sehingga mengakibatkan terjadinya proses pengangkatan yang membentuk
perbukitan yang memanjang timur-barat, perlipatan yang diiringi dengan proses
pembentukan sesar naik dan sesar geser. Perbukitan yang berada di bagian tengah pulau
yang diapit oleh daerah pedataran di bagian utara dan selatan dengan karakteristik hutan
yang rapat. Kenampakan morfologi tertinggi di Pulau Seram ialah puncak Gunung
Binaya yang memiliki ketinggian 3.027 mdpl. Pulau Seram tentunya memiliki kondisi
fisik wilayah yang beragam, sebagian besar wilayah pulau Seram berlereng terjal dengan
kemiringan lereng berkisar antara 30-60% serta memiliki lembah-lembah yang dalam.
Selain itu, terdapat juga wilayah berlereng landai yang terletak di sebelah Utara Wahai
dan Sasareta serta bagian Selatan Hatumete dan Woke.
Pulau Seram yang memperlihatkan kondisi daratan bergelombang, apabila
diklasifikasikan menurut sistem Desaunettes, 1977 (Todd 1980) yang berdasarkan
persentase kemiringan lereng dan beda tinggi relief di suatu tempat, maka wilayah pulau
Seram dan sekitarnya terbagi atas 4 satuan morfologi diantaranya sebagai berikut.
a. Satuan Morfologi Daratan, yaitu persentase kemiringan lereng antara 0-2%.
b. Satuan Morfologi Bergelombang Lemah, yaitu persentase kemiringan lereng antara 2-
8%.
c. Satuan Morofologi Bergelombang Kuat, yaitu persentase kemiringan lereng antara 8-
16%.
d. Satuan Morofologi Bergelombang Karst.
10
Pulau Seram dilintasi oleh aliran-aliran sungai yang termasuk ke dalam morfologi
perairan. Sungai-sungai di pulau Seram termasuk dalam klasifikasi kelompok sungai
dewasa-tua dan sungai tua. Pola aliran permukaan sungai wilayah ini mengarah ke utara
dan mengikuti bentang alam wilayah pulau Seram. Sungai yang mengalir di Pulau Seram
diantaranya Wai Salawia, Wai Sapalewa, Wai Matakobo (Kabupaten Seram Timur), Wai
Bobi (Kabupaten Seram Timur), Wai Jali (Kabupaten Seram Barat), Wai Hanoli
(Kabupaten Seram Barat) dan lain-lain. Sungai-sungai tersebut tergolong kelompok
sungai berstadia sungai dewasa-tua dan sungai tua. Selanjutnya, Pulau ini dibatasi oleh
Laut Seram di bagian Utara dan Laut Banda di bagian Selatan.
C. POTENSI SUMBER DAYA ALAM (SDA) DAN KEBENCANAAN DI PULAU
SERAM
Pulau Seram yang terletak di Kabupaten Maluku Tengah tentunya menyimpan
segudang potensi yang dapat membawa wilayah ini menjadi lebih maju hingga setara
dengan pulau-pulau lain di Indonesia. Di pulau ini terdapat potensi sumber daya alam
terbarukan dan lahan yang cukup melimpah. Potensi air permukaan cukup besar dengan
teramatinya volume air yang besar pada sungai-sungai di sekitar Teluk Elpaputih, Teluk
Taluti, dan sekitar Wahai. Potensi air tanah sangat besar di sepanjang pantai utara daerah
Seram Timur antara Nief dan Wahai. Hampir semua sungai yang mengalir ke utara
kehilangan volume airnya karena meresap kedalam batuan yang sangat lulus air
(batupasir dan konglomerat). Potensi Sumber daya alam Pulau Seram tersebut masih
tersimpan sehingga sangat berpotensi untuk investasi sehingga berikut adalah penjabaran
beberapa potensi sumber daya alam di Pulau Seram.
Potensi sumber daya alam berupa komoditas pertanian yang diunggulkan
diantaranya kelapa, jagung, peternakan sapi cengkeh, pala, coklat, bawang merah dan
komoditas perikanan yang melimpah. Selain itu, juga mencakup subsektor tanaman
makanan, tanaman perkebunan, pertenakan, perikanan, dan kehutanan.
Potensi sumber daya alam berupa komoditas perikanan. Sumber daya perikanan
potensial yang dimiliki adalah hutan mangrove, padang lamun, alga dan terumbu karang
serta sumberdaya ikan, moluska, ekinodermata dan krustase. Kegiatan yang dapat
dikembangkan untuk tujuan pengembangan ekonomi masyarakat terfokus pada
perikanan tangkap, budidaya perairan dan pengolahan hasil perikanan skala kecil,
pengembangan sentra usaha dan klaster perikanan. Berikut adalah lokasi yang berpotensi
sebagai pengembangan perikanan budidaya.
11
Kecamatan Seram Utara, Khususnya di pulau tujuh berpeluang dikembangkan usaha
budidaya rumput laut, ikan kerapu, udang karang, grafarium tumidum. Di Teluk
Saleman, pengembangan usaha budidaya udang windu dan udang putih, grafarium
tumidum, teripang, ikan baronang dan rumput laut. Di Wahai pengembangan usaha
budidaya rumput laut, ikan kerapu, teripang, udang karang dan udang putih. Di
Pasahari, pengembangan usaha budidaya teripang, udang putih dan kepiting bakau.
Kecamatan Seram Utara, Elpaputih. Pengembangan usaha budidaya rumput laut, ikan
kerapu, ikan baronang, udang windu, udang putih dan teripang.
Kecamatan Seram Utara, Teluk Elpaputih, Leihitu. Khususnya di lokasi negeri asilulu,
Hila dan Hitu, pengembangan usaha budidaya rumput laut dan ikan baronang.
Selain pertanian dan perikanan, Pulau Seram juga memiliki potensi
pertambangan mangan, nikel dan emas. Selanjutnya, salah satu kekayaan Pulau Seram
adalah kawasan batugamping (limestone) yang telah mengalami proses-proses alamiah
dalam batasan ruang dan waktu geologi. Produk dari dinamika bumi yang berlangsung
dari masalalu hingga saat ini, telah menghasilkan suatu fenomena alam yang unik. Kita
mengenalnya dengan istilah bentang alam karst. Keberadaan kawasan karst di Pula
Seram memiliki nilai strategis dalam upaya pengembangan wilayah Pulau Seram.
Potensi-potensi yang terdapat di kawasan karst tersebut salah satunya adalah Gua.
Gua-gua di kawasan karst Pulau Seram memiliki arti penting dalam pengendalian
keseimbangan ekosistem, sumberdaya air, wisata alam (ekowisata), dan laboratorium
alam. Gua memiliki nilai penting terhadap kegiatan ilmiah seperti Geologi, Biologi,
Arkeologi, Hidrogeologi, Kehutanan dan ilmu terapan lainnya. Semua aspek strategis
tersebut apabila dikelola dengan baik dan tepat guna akan sangat bermanfaat untuk
kepentingan rencana pengembangan wilayah secara berkelanjutan (Sustainable
Development) di wilayah Pulau Seram secara khusus dan Indonesia pada umumnya.
Pulau Seram yang tergolong kaya berbagai sumber daya alam dan dibagi menjadi
tiga kabupaten itu, terutama Kabupaten Maluku Tengah, Seram Timur dan Seram Barat,
tentunya juga menyimpan potensi bencana yang bisa terjadi kapan saja. Dari 12 potensi
bencana yang ada di Maluku, sebagian besar berpotensi terjadi di Pulau Seram. Tanah
goyang atau gempa bumi dan “air turun-naik” atau tsunami merupakan dua jenis bencana
paling sering terjadi di Pulau Seram. Seperti pada 29 September tahun 1899 dan dikenal
12
dengan “Bahaya Seram”, tercatat sebagai salah satu bencana mematikan di Tanah Air
karena menelan korban jiwa lebih dari 4.000 orang.
Wilayah Pulau Seram memiliki potensi bahaya tsunami non-tektonik, atau
tsunami yang bukan disebabkan gempa cukup tinggi. Hasil penelusuran dan verifikasi
zona bahaya yang dilakukan BMKG menunjukkan sepanjang garis pantai Pulau Seram
merupakan laut dalam dengan tebing-tebing curam yang sangat rawan longsor. Peta
wilayah terdampak tsunami di Indonesia yang dikeluarkan BMKG memperlihatkan,
seluruh pesisir pantai di Provinsi Maluku berwarna kuning, oranye hingga merah karena
pernah terkena dampak tsunami dalam skala kecil maupun besar, termasuk yang merusak
dan menimbulkan korban jiwa. Apalagi letak Maluku yang berada persis di jalur cincin
api.
Berdasarkan peristiwa bencana yang telah terjadi tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa Pulau Seram memiliki sejarah kejadian gempa dan tsunami pada
ratusan tahun sehingga peristiwa tersebut tentunya dapat terjadi lagi pada masa
mendatang.
13
DAFTAR PUSTAKA
Bachri, S. (2011). Tektonostratigrafi Busur Banda Luar dengen Referensi Bagian Barat
Timor Leste dan Bagian Timur Pulau Seram. Jurnal Geologi dan Sumberdaya
Mineral, 21(2): 53-62.
Fadhlan, M. & Intan, S. (2017). Eksplorasi Geoarkeologi Situs Paleolitik di Pulau Seram.
Jurnal Papua. 9 (1): 5-6.
Darman, Herman & Sidi, Hasan F. (2000). An Outline of the Geology of Indonesia. Jakarta
Barat: Lereng Nusantara
14